Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Potensi Sumberdaya Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Mendukung Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jambi Busyra Buyung Saidi*, Suharyon dan Nur Asni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi Telp. (0741) 7053525 Fax. (0741) 40413 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT Potential Land Resources in Tanjung Jabung Timur Regency Special Effort in Support of Increased Production Rice, Corn and Soybeans in Jambi Province Efforts to increase food production in the country continues. Basically, the increase in food production of rice one of which can be done through an increase in productivity and the expansion of planting area. Tanjung Jabung Timur is one of the district centers of rice production in the Jambi Province. Besides, the agricultural sector in Tanjung Jabung Timur also a mainstay as a driver of the regional economy. In general, agricultural land is dominated by tidal land (sub-optimal land). This assessment aims to obtain information database physical environment and to determin agroecological zones of Tanjung Jabung Timur suitable for the development of food crops in general, especially rice, corn and soybeans in order to support specific efforts to increase production of rice, corn, and soybeans in Jambi Province. The method used in this study is through a desk study and reference, as well as primary and secondary data collection through field surveys. Zae preparation of this concept refers to the concept of Expert System (Expert System) developed by the Research Center for Soil and Agro-climate (Amien, 1992 in Sosiawan, 1997). The method is based on the principle of matching approach (maching) between climatic characteristics and land resources with the growing requirements of plants or groups of plants. Land suitability assessment methods using the framework of FAO (1976), and the criteria for land suitability refers to the Technical Guidelines for Evaluation of Land for Agricultural Commodities (Ritung, et al, 2011). The study showed that Tanjung Jabung Timur Regency had an area 492.051 ha consisted of 5 main zone and consists 9 sub zone. Zone I of 19.694 ha with slopes 40 to 60% recommended by the agricultural systems of production forests, zone II of 69.916 ha with slopes 15 to 40% is suitable for the cultivation of perennial crops (plantations), zone III of 53.300 ha with a slope 8 to 15% is suitable for agricultural cultivation or farming hallway agroforestry systems with annual crops/plantation crops and food crops, zona IV of there are 134 409 ha or 27.31% with categorized ax1 and ax1i with slopes under 8% and wet moisture regime recommended by lowland rice farming system and intensive paddy rice. While categorized IVax2 zone covering an area of 113 203 ha or 23.01% suitable for dry land farming system. While the V zones are generally dominated peatlands is recommended as a protected forest with natural vegetation. The availability of land for the development of paddy fields for rice and other crops in Tanjung Jabung Timur is 90 567 ha. Key words: Land sub-optimal, tidal, agroecological zones, increased production of rice, corn and soybeans, Tanjung Jabung Timur Regency, Jambi.
1
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
ABSTRAK Upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri terus dilakukan. Pada dasarnya, peningkatan produksi pangan salah satunya beras dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu kabupaten sentra produksi padi di Provinsi Jambi. Disamping itu sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga menjadi andalan sebagai penggerak perekonomian daerah. Pada umumnya lahan pertanian didominasi oleh lahan pasang surut yang tergolong lahan sub optimal. Pengkajian ini bertujuan untuk memperoleh informasi basis data keadaan fisik lingkungan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan penentuan zona agroekologi (ZAE) wilayah yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan umumnya, khususnya padi, jagung dan kedelai dalam rangka mendukung program upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai di Provinsi Jambi. Metode yang digunakan pada pengkajian ini adalah melalui desk study dan referensi, serta pengumpulan data primer dan sekunder melalui survai lapang. Konsep penyusunan ZAE ini mengacu pada konsep Sistem Pakar (Expert System) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Amien, 1992 dalam Sosiawan, 1997). Prinsip metoda tersebut didasarkan pada pendekatan pencocokan (maching) antara karakteristik iklim dan sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman atau kelompok tanaman. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976), dan kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Ritung, et al, 2011). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa zona agroekologi (ZAE) Kabupaten Tanjung Tabung Timur dibagi atas 5 (lima) zona utama dan terdiri atas 9 (sembilan) sub zona. Dari luas wilayah kabupaten 492.051 ha, Zona I dengan lereng berkisar antara 40 sampai 60% dianjurkan dengan sistem pertanian hutan produksi, zona II dengan lereng berkisar antara 15 sampai 40% sesuai untuk budidaya tanaman tahunan (perkebunan). dan zona III dengan lereng antara 8 sampai 15% sesuai untuk budidaya pertanian sistem wanatani atau budidaya lorong dengan tanaman tahunan/perkebunan dan tanaman pangan palawija. Zona IV seluas 134.409 ha atau 27,31% merupakan zona IV (ax1 dan ax1i) dengan lereng dibawah 8% dan rejim kelembaban basah dianjurkan dengan sistem pertanian padi sawah dan padi sawah intensif. Sedangkan yang dikategorikan zona IVax2 seluas 113.203 ha atau 23,01% sesuai untuk sistem pertanian lahan kering. Sedangkan zona V yang umumnya didominasi lahan gambut dianjurkan sebagai hutan lindung dengan vegetasi alami. Ketersediaan lahan untuk pengembangan lahan sawah untuk tanaman padi dan palawija di Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah 90.567 ha. Kata kunci: Lahan sub optimal, pasang surut, zoba agroekologi, peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
2
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
PENDAHULUAN Lahan rawa pasang surut merupakan lahan harapan masa kini dan masa depan dalam rangka mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan, khususnya padi. Hal demikian merupakan kenyataan di Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) yang mempunyai sawah lahan pasang surut cukup luas. Namun, keberadaan sawah di lahan pasang surut tersebut menghadapi ancaman cukup serius, karena terjadinya alih fungsi lahan sawah tersebut untuk berbagai keperluan baik untuk perluasan perkebunan kelapa sawit ataupun penggunaan untuk keperluan non pertanian. Kondisi tersebut juga dibarengi dengan tingginya laju pertambahan penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahun di kawasan tersebut, maupun situasi umum secara nasional. Luas lahan rawa di Indonesia di perkirakan 33,4 juta ha, terdiri dari LPS sebesar 20,1 juta ha dan lahan lebak seluas 13,29 juta ha. Dari total luasan LPS, sekitar 9,53 juta ha berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian dan yang sudah direklamasi sekitar 4,18 juta ha. Dengan demikian, tersedia cukup luas lahan rawa, terutama lahan pasang surut, yang dapat dikembangkan sebagai areal pertanian (Nugroho et al. 1992). Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin komplek. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan iptek yang benar, lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto 2000 dalam Suriadikarta et al. 2007). Provinsi Jambi salah satu provinsi yang memiliki lahan rawa pasang surut cukup luas, yaitu sekitar 684.000 ha. Diperkirakan lahan yang berpotensi dikembangkan untuk pertanian sebanyak 246.481 ha, terdiri dari lahan pasang surut 206.852 ha dan lahan lebak 40.521 ha. Luas lahan yang telah direklamasi untuk pertanian seluas 34.547 ha terdiri dari lahan potensial 16.387 ha, sulfat masam 192 ha dan lahan gambut 17.136 ha (BPS Prov Jambi, 2013). Menurut Simatupang dan Nurita (2010), pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk mendukung program peningkatan produksi pangan nasional dapat dilakukan, karena sudah tersedia berbagai inovasi, seperti: (i) tersedianya varietas unggul baru yang lebih adapatif dan produktif; (ii) dikuasainya manajemen dan pengelolaan lahan dan air; serta (iii) adanya inovasi sistem kelembagaan pertanian yang cukup memadai, yang didukung dengan kemauan politik pemerintah pusat dan daerah Ketahanan pangan menghendaki kemandirian untuk menghindari ketergantungan dari Negara lain yang dapat digunakan sebagai penekan politik dan ekonomi. Ketahanan pangan menurut UU No. 7/1996 tentang pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan tidak lepas dari sifat produksi pangan yang musiman dan berfluktuasi (Ismet, 2007). Upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri terus dilakukan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam peningkatan produksi pangan adalah : 1) semakin terbatasnya ketersediaan lahan dan air, 2) penerapan teknologi di tingkat petani belum sesuai anjuran, 3) dampak fenomena iklim dan organisme pengganggu tanaman (OPT), 4) banyak infrastruktur pertanian yang rusak, 5) kurangnya akses petani terhadap sumber permodalan, 6) tingginya kehilangan hasil pada kegiatan panen dan pasca panen, 7) lemahnya kelembagaan pertanian dan 8) lemahnya koordinasi di berbagai tingkatan (Suryana, 2007). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada dasarnya, peningkatan produksi pangan salah satunya beras dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. 3
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi dengan luasan 5.44.500 ha. Dari luas wilayah tersebut sekitar 25 % merupakan kawasan pelestarian Taman Nasional Berbak. Sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Timur cukup menjadi andalan sebagai penggerak perekonomian daerah. Untuk sektor pertanian tanaman pangan terdapat otensi lahan seluas 65.000 ha, baru dimanfaatkan 31.000 ha. Dari lahaSektor pertanian menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 6.89% dan menjadi penyedia kesempatan kerja potensial. Dari sektor pertanian tersebut, sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi paling tinggi yaitu 9,69% (Tanjung Jabung Timur Dalam Angka, 2013). Pengkajian ini bertujuan untuk menyusun data dan informasi tentang keadaan lingkungan fisik (iklim, tanah dan topografi) wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, menentukan zona agro ekologi serta pewilayahan komoditas pertanian b erdasarkan zona agroekologi. METODOLOGI Lokasi Pengkajian Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Secara geografis wilayah ini terletak antara 103o23’ – 104o31’ Bujur Timur dan 0o53’ – 01o41’ Lintang Selatan. dengan luas wilayahnya 544.500 ha, Kondisi topografi wilayah dataran Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara umum berada di dataran yang sangat bervariasi mulai dari dataran rendah terdiri dari rawa/gambut dengan ketinggian antara 0-5 meter di atas permukaan laut. Dataran rendah/gambut ini biasanya ditandai dengan permukaan tanah yang banyak dialiri pasang surut air laut. Wilayah kabupaten ini berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sebelah utara, Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Sumatra Selatan di sebelah selatan, Kabuapaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi di sebelah barat, dan Provinsi Kepulauan Riau di sebelah Timur (BPS, 2013). Metode digunakan adalah desk study dan referensi, terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu peta ZAE Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan data dari Penyusunan ZAE Provinsi Jambi Skala 1:250.000 yang telah dilakukan oleh BPTP Jambi pada tahun 1998 sampai 2000 (Busyra et al, 2003). Kegiatan ini lebih difokuskan untuk membahas lebih dalam tentang potensi sumberdaya lahan basah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Mendukung Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jambi. Konsep penyusunan ZAE ini mengacu pada konsep Sistem Pakar (Expert System) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Amien, 1992 dalam Sosiawan, 1997). Prinsip metoda tersebut didasarkan pada pendekatan pencocokan (maching) antara karakteristik iklim dan sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman atau kelompok tanaman. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976), dan kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Ritung, et al, 2011). Tahapan pelaksanaan penyusunan peta ZAE terdiri dari; Persiapan Melakukan pengumpulan data sumberdaya lahan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dari peta land system RePPPrOT skala 1:250.000, peta tanah atau land unit pada skala 1:100.000 dari Puslittanak Bogor, data iklim (curah hujan dan temperatur) dari beberapa stasiun penakar iklim dan cuaca selama 10 tahun terakhir, dan data penunjang lainnya yang berkaitan dengan penyusunan peta ZAE seperti peta JOG (Joint Operational Geographyc) yang digunakan sebagai peta dasar.
4
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Interpretasi Data Pada tahap ini dilakukan interpretasi data sumberdaya lahan dan iklim ke dalam sistem pakar untuk mendapatkan zonasi agro ekologi dan alternatif kelompok komoditas dan jenis komoditasnya. Hasil interpretasi ini nantinya akan pengelompokkan zona agro ekologi berdasarkan perbedaan rejim iklim dan relief (kisaran lereng). Rejim iklim yang digunakan ialah kelembaban dan suhu. Rejim kelembaban dibedakan berdasarkan jumlah bulan kering dalam satu tahun yaitu bulan dengan curah hujan rata-rata < 60 mm, (1) rejim kelembaban lembab apabila jumlah bulan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan, (2) rejim kelembaban agak kering apabila jumlah bulan kering antara 4 sampai 7 bulan, dan (3) rejim kelembaban kering apabila jumlah bulan kering lebih dari 7 bulan dalam satu tahun. Rejim suhu suatu wilayah dibedakan dua kelompok yaitu rejim suhu panas apabila perbedaan suhu udara terpanas rata-rata dan terdingin harian lebih besar dari 5oC (Isohipertermik) atau ketinggian < 700 m dpl (dataran rendah) dan rejim suhu sejuk (Isotermik), apabila perbedaan suhu udara rata-rata terpanas dan terdingin harian kurang dari 5oC, atau wilayah dengan ketinggian > 700-2000 m dpl Berdasarkan pembeda rejim iklim tersebut suatu wilayah akan dikelompokkan menjadi beberapa zonasi yaitu: (1) zona iklim ax, beriklim lembab dataran rendah (2) zona iklim bx, beriklim lembab dataran tinggi, (3) zona iklim ay, beriklim agak kering dataran rendah, (4) zona iklim by, beriklim agak kering dataran tinggi atau (5) zona iklim az, beriklim kering dataran rendah dan (6) zona iklim bz , beriklim kering dataran tinggi atau Parameter lingkungan yang digunakan sebagai pembeda zonasi utama adalah relief yang terlihat di dalam kisaran kelas lereng. Berdasarkan pembeda zonasi utama (relief) yaitu kisaran lereng maka wilayah dikelompokkan menjadi 4 zona (Tabel 1). Tabel 1. Pengelompokan zonasi dan tipe pemanfaatan lahan berdasarkan kelas lereng. Zonasi Lereng (%) Tipe pemanfaatan lahan I > 40 Sistem Kehutanan II 16-40 Sistem Perkebunan III 8-15 Sistem Wanatani IV <8 Tanaman Pangan Untuk pengembangan tanaman pangan dilakukan pembagian lebih detil maka Zona IV dikelompokkan atas sub zone berdasarkan sifat-sifat tanah terutama drainase yaitu: (1) zone IV dengan drainase tanah buruk untuk pengembangan padi sawah dan (2) zona IV dengan drainase tanah baik untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering. Di dalam sistem pakar apabila hasil penilaian zonasinya berupa zone IV ax 2, sistem pakar mengisyaratkan apabila terdapat sumber air irigasi yang cukup zona tersebut sebaiknya diprioritaskan untuk tanaman padi sawah. Tumpang Tepat (Overlay) Tahap selanjutnya adalah menumpang tepatkan (overlay) antara peta AEZ dengan peta penggunaan lahan yang ada saat ini dari daerah tersebut. Hasil overlay ini nantinya akan menentukan apakah suatu kawasan berpeluang untuk intensifikasi, ektensifikasi dan tindakan konservasi baik berupa reboisasi amaupun rehabilitasi Analisis Data Seluruh hasil tahapan tersebut dirangkum melalui GIS , yaitu suatu sistem yang dapat menganalisis kombinasi data base dan peta tematik digital. Dengan program ArcGis selanjutnya dihasilkan bentuk peta ZAE dan kesesuaian kelompok dan sub kelompok komoditas pertanian pada masing-masing agroekologi yang ada.
5
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Verifikasi Lapangan Untuk mengevaluasi ulang dari hasil penyusunan peta AEZ ini maka dilakukan evaluasi ulang (re-checking) dalam bentuk kunjungan lapangan ke daerah yang mempunyai data dan tingkat kehandalan rendah untuk melengkapai data sumberdaya lahan dan iklim yang sudah ada. Disamping itu verifikasi lapang bertujuan untuk melakukan konsultasi dan diskusi ke daerah tingkat kabupaten tentang hasil penyusunan peta yang telah dilakukan sehingga dapat diperoleh masukan dan perbaikan mengenai alternatif komoditas yang disarankan yang disesuaikan dengan prioritas pengembangan komoditas di setiap kecamatan. HASIL Potensi Sumberdaya Lahan Dari luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung timur 544.500 ha, penggunaan lahan terdiri dari 44.100 ha (8,10%) adalah lahan sawah, 223.530 ha (41,05%) lahan kering terdiri dari 177.062 ha untuk tegalan/kebun, ladang, padang penggembalaan, dan perkebunan rakyat, sementara tidak diusahakan 42.619 ha, dan penggunaan lain 13.849 ha. Berdasarkan luas lahan sawah yang ada, potensi lahan sawah pasang surut yang terluas yaitu 28.620 ha, sisanya sawah tadah hujan, lebak, dan yang tidak diusahakan seluas 15.480 ha. Iklim Dinamika curah hujan bulanan di kabupaten Tanjung Jabung Timur, dimana dengan curah hujan 8 bulan basah (>200 mm/bulan) dan 3 bulan kering (<100 mm/bulan), akan mampu mendukung pertanaman padi dua kali setahun. Musim tanam (MT I) dapat dilakukan pada Oktober-Pebruari dan MT II dilakukan Maret-Juni. Bulan Juli - Agustus dapat ditanam palawija atau sayuran. Bulan basah berada pada bulan Oktober sampai April, sedangkan bulan kering pada bulan Juni sampai Agustus. Suhu maksimum 32oC dan suhu minimum 22,5oC. Lama penyinaran 46 sd 54% pada musim kemarau dan 41 sd 50 % pada musim hujan. Kelembaban udara berkisar 75 sd 86% (BPS, 2013).
Gambar 1. Pola curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
6
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Zona Agroekologi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan parameter lingkungan yang digunakan dalam sistem pakar yaitu relif (kisaran lereng) maka Kabupaten Tanjung Jabung Timur ditemukan 5 (lima) zona utama yaitu Zona I lereng >40%), zona II (lereng (15-40%), zona III (lereng 8-15%), zona IV (lereng <8%), dan Zona V (lereng <3%). Selanjutnya berdasarkan rejim suhu dan kelembaban maka akan ditemukan sebanyak 9 sub zona. Hasil penentuan zona utama sub zona berdasarkan relief dan rejim iklim seperti pada Tabel Lampiran 1 dan Peta Zona Agroekologi disajikan pada Lampiran 2. Zona I, pada umumnya terdiri dari daerah perbukitan yang mempunyai lereng dominan > 40%, ketinggian tempat 0-700 m dan diatas 700 m dpl. Rejim kelembaban Udic (lembab), rejim suhu panas (Isohyperthermic). Kendala utama pada zona ini secara umum adalah lerengnya relatif curam (40-60%), tingkat kesuburan tanah rendah dan reaksi masam, pada lahan tertentu mempunyai kedalaman tanah dangkal sampai sangat dangkal. Berdasarkan elevasi, lereng serta rejim suhu dan kelembaban maka zona I dikategorikan Iax2, berdasarkan kondisi biofisik maka zona zona ini diarahkan untuk kehutanan yaitu hutan produksi seluas 19.694 ha. Dalam pemilihan tanaman berdasarkan kondisi lereng, tekstur, kemasaman serta rejim kelembaban dan suhu yang sesuai pada zona ini adalah tanaman Meranti, Kruing, Kapur, Damar, Benuang, Rotan, Bengkirai dan Ramin (Lampiran 1). Zona II, zona ini merupakan daerah perbukitan dengan lereng dominan 15-40%, elevasi terdiri atas 0-700 m dpl, rejim suhu panas dan rejim kelembaban lembab (Udic) dengan luas wilayah 69.916 ha (14,21%). Zona II terdiri atas sub zona ax. Berdasarkan kondisi biofisik maka disarankan untuk sistem pertanian perkebunan (budidaya tanaman tahunan), alternatif komoditas perkebunan adalah kopi robusta, kakao, kelapa, kelapa sawit, karet. Sedangkan tanaman buah-buahan seperti rambutan dan nangka. Zona III, merupakan daerah dataran dengan lereng berkisar antara 8-15%, terdapat pada ketinggian 0-700 m dpl dengan rejim suhu panas dan rejim kelembaban lembab meliputi luasan 53.300 ha (10,83%). Zona III terdiri atas sub zona ax. Berdasarkan kondisi biofisik maka arahan sistem pertanian adalah wanatani/budidaya lorong dengan alternatif komoditas tanaman perkebunan kelapa sawit, karet dan kelapa, dan palawija adalah jagung, kacang tanah, dan kedelai. Zona IV, zona ini merupakan daerah dengan topografi agak datar sampai bergelombang dengan ketinggian tempat antara 0-700 m dpl, dengan lereng kurang dari 8%. Rejim kelembaban basah dan rejim suhu panas, meliputi luasan 248.112 ha (50.42%). Zona IV terdiri atas IVax1, IVax1i dan IVax2. Wilayah ini berpotensi untuk pertanian lahan basah (padi sawah umumnya) 28.943 ha (5,88%), untuk intensifikasi padi sawah seluas 105.466 ha (21,43%), dan pertanian lahan kering 113.203 ha (23,01%). Zona V adalah lahan dengan kemiringan < 8% yang merupakan lahan gambut. Zona V terdiri atas subzona V1 dan V2. Pada daerah gambut dangkal komoditas yang sesuai adalah tanaman buah-buahan, sayuran serta tanaman penghasil minuman dan minyak seluas 59.179 ha (12,03%) dengan alternatif komoditas rambutan, duku, manggis, nanas, sawi dan lidah buaya. Sedangkan gambut dalam sesuai untuk kehutanan (hutan lindung) dengan vegetasi alami seluas 42.350 ha (8,61%). PEMBAHASAN Dari total luas sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sekitar 41.152 ha yang terdiri dari 28.969 ha ditanami, 3.249 ha tidak ditanami dan 8.934 ha tidak diusahakan. Luas panen padi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur terus menurun dari 33.425 ha (Tahun 2008) menjadi 31.005 (Tahun 2010), dan menjadi 29.727 ha (Tahun 2011) (Dinas
7
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2011). Kondisi pada tahun 2011 sekitar 1.873 ha mempunyai IP-200 atau 2 kali tanam setahun, terluas di Kecamatan Berbak dan Rantau Rasau. Sedangkan untuk IP-100 seluas 27.096 ha, terluas di Kecamatan Nipah Panjang, Berbak dan Muara Sabak Timur. Luas lahan sawah yang belum dioptimalkan sekitar 12.183 ha yang terdiri dari 3.249 ha tidak ditanami dan 8.934 ha tidak diusahakan. Disini menunjukkan bahwa masih ada peluang untuk ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan sawah yang belum diusahakan ini. Selain lahan sawah, Kabupaten ini mempunyai tegalan dan ladang seluas 30.442 ha, perkebunan seluas 150.172 ha dan lahan yang tidak diusahakan seluas 31.676 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2011) Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan pemasok terbesar hasil-hasil pertanian dan mempunyai lahan sawah yang paling luas di antara 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Di samping itu juga merupakan penghasil jagung dan kedelai terbanyak di Provinsi Jambi, yaitu jagung 5.230 ton dan kedelai 3.379 ton (Tanjung Jabung Timur Dalam Angka, 2013). Meskipun demikian apabila kita bandingkan antara luas panen sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 32.940 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2011), dengan luas baku lahan sawah seluas 43.824 ha (BPS Provinsi Jamb, 2013) menunjukkan bahwa indeks pertanaman padi kurang dari 100 (IP-75), yang mencirikan bahwa baru 75% lahan yang sudah dibuka dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil karakterisasi potensi sumberdaya lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan dengan sistem pertanian lahan basah (padi sawah umumnya) 28.943 ha, untuk intensifikasi padi sawah seluas 105.466 ha, dan pertanian lahan kering 113.203 ha, maka peluang untuk meningkatkan luas tanam dan produksi padi maupuan palawija (jagung dan kedelai) masih cukup besar, dimana luas baku lahan sawah yang ada baru sekitar 43.843 ha dan yang terluas adalah lahan sawah pasang surut. Dari pola curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Gambar 1), terlihat bahwa peluang untuk peningkatan indek pertanaman padi dari rata-rata 0,75 menjadi 1,0 sampai 1,5 sangat memungkinkan apabila dengan pengaturan pola tanam dan penggunaan varietas padi umur genjah (3 bulan). Dimana sebelumnya petani hanya menanam 1 kali setahun (IP 100) dengan menggunakan varietas lokal yang berumur panjang (5 sampai 6 bulan) dengan waktu tanam umumnya pada bulan September atau oktober dan waktu panen Februari atau Maret, sehingga untuk penanaman musim berikutnya tidak memungkinkan karena pada musim tanam berikutnya memasuki musim kemarau (bulan April sampai Juli/Agustus). KESIMPULAN 1. Kondisi iklim di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dimana dengan 8 bulan basah dan 3 bulan kering mampu mendukung pertanaman padi dua kali setahun dengan pengaturan pola tanam dan introduksi varietas padi umur pendek. 2. Berdasarkan ZAE, dari luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dapat dibagi atas 5 kawasan zona agroekologi yaitu Zona I untuk kawasan kehutanan yaitu hutan produksi seluas 19.694 ha, Zona II untuk kawasan budidaya tanaman tahunan (perkebunan) dengan luas wilayah 69.916 ha. Zona III untuk sistem pertanian wanatani/budidaya lorong seluas 53.300 ha. Zona IV Wilayah ini berpotensi untuk pertanian lahan basah 28.943 ha, untuk intensifikasi padi sawah seluas 105.466 ha, dan pertanian lahan kering seluas 113.203 ha. Sedangkan zona V, adalah umumnya lahan gambut. Daerah gambut dangkal seluas 59.179 ha sesuai untuk tanaman buah-buahan,
8
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
sayuran serta tanaman penghasil minuman dan minyak. Untuk gambut dalam seluas 41.350 ha dijadikan hutan lindung dengan vegetasi alami. 3. Ketersediaan lahan untuk pengembangan lahan sawah untuk tanaman padi dan palawija di Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah 90.567 ha.
DAFTAR PUSTAKA Busyra, BS, N. Hasan, A. Yusri, Adri, dan Hery Nugroho. 2003. Zona Agroekologi Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Badan Litbang Pertanian. BPS. 2014. Jambi dalam Angka 2013. Biro Pusat Statistik dan Badan Perencananan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi. BPS. 2014. Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam Angka. 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jabung Timur dan Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi dan Palawija 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jabung Timur. FAO. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin No.6 Rome. Ismet, M. 2007. Membangun Sistem Ketahanan Pangan Nasional dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Prosiding Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional dan Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian. Nugroho, K, Alkusuma, Paidi, W, Wahdini, Abdurrahman, H, Suhardjo, dan IPG, Widjaya Adhi, 1992, Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut, rawa dan pantai, Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Ritung, S., K. Nugroho., A. Mulyani., dan E. Suryani. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Edisi Revisi 2011). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Simatupang, R,S, dan Nurita, 2010, Teknologi olah tanah konservasi dan implementasinya dalam peningkatan produksi di lahan rawa pasang surut, Dalam Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009 (S, Abdulrachman, H,M, Toha dan A, Gani Eds,) p: 863-875. Simatupang, R,S, dan Nurita, 2010, Teknologi olah tanah konservasi dan implementasinya dalam peningkatan produksi di lahan rawa pasang surut, Dalam Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009 (S, Abdulrachman, H,M, Toha dan A, Gani Eds,) p: 863-875. Sosiawan. H. 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agro Ekologi dalam Apresiasi metodologi analisis zona agroekologi untuk pengembangan sumberdaya lahan pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
9
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Suriadikarta, Didi Ardi; Mas Teddy Sutriadi. 2007. Jenis-jenis Lahan Berpotensi Untuk Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Jurnal Litbang Pertanian. Bogor. 26 (3). Hal. 115-122. Suryana, A. 2007. Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Beras Nasional dan Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Petani. Prosiding Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional dan Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian.
10
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Lampiran 1. Zona Agro Ekologi Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan sistem pertanian dan alternatif komoditas pertanian.
Lampiran 2. Peta Zona Agro Ekologi Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
11