ISSN 1410-4652 Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012
Buletin
¾ Produksi gametosit untuk mendukung urgensi pembuatan bahan vaksin malaria iradiasi ¾ Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) sebagai biomarker radiosensitivitas sel kanker untuk keberhasilan radioterapi ¾ Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi ¾ Sistem dosimetri pasif untuk pemantauan rutin dosis radiasi eksternal perorangan ¾ Melihat matahari dari sudut pandang Fisika Nuklir ¾ Iradiasi berkas neutron untuk memodifikasi bahan semikonduktor
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012 PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
TIM REDAKSI Pengarah Prof. (Riset) Eri Hiswara, M.Sc Penanggung Jawab Kepala PTKMR Redaktur Dr. Mukh Syaifudin Penyunting/Editor & Pelaksana Hasnel Sofyan, M.Eng Gatot Wurdiyanto, M.Eng dr. B. Okky K, Sp.PD Affan Ahmad, MKKK Dr. Johannes R. Dumais Sekretariat Setyo Rini, SE Salimun
Dari Redaksi Perserikatan Bangsa Bangsa menyebutkan, sekitar 800.000 orang dari 220 juta kasus malaria baru yang ditemukan setiap tahunnya diperkirakan meninggal dunia, dan kasus terbanyak terjadi pada anak-anak. Sampai saat ini, penyakit malaria yang merupakan penyakit menular mematikan tersebut masih menjadi masalah besar. Banyaknya daerah yang menjadi endemi malaria telah mendorong para ilmuwan untuk berperan aktif serta dalam eradikasi malaria antara lain dengan membuat vaksin malaria, salah satu usaha adalah memproduksi gametosit untuk mendukung urgensi pembuatan bahan vaksin malaria iradiasi. Menurut catatan WHO, kanker merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia dan diperkirakan naik sekitar 50 tahunnya, terkendala dengan ketersediaan pelayanan pengobatannya yang masih terbatas baik dari fasilitas maupun spesialisasi mediknya. Pendeteksian dini merupakan kunci keberhasilan pengobatan kanker, dengan radioterapi yang merupakan bagian essensial dari pengobatan kanker dapat digunakan baik untuk penyembuhan ataupun paliatif dan terbukti cost-effective. Pada bagian lainnya, edisi kali dilengkapi juga dengan makalah yang membahas tentang “Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi”, ”sistem dosimetri pasif untuk pemantauan rutin dosis radiasi eksternal perorangan”, kemudian dilanjutkan dengan ”Melihat matahari dari sudut pandang Fisika Nuklir”, dan pembahasan tentang “Iradiasi menggunakan berkas neutron untuk memodifikasi bahan semikonduktor”.
Alamat Redaksi/Penerbit :
Akhirnya disampaikan ucapan selamat membaca, semoga apa yang tersaji dalam Buletin ini dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai ilmu dan teknologi nuklir serta menggugah minat para pembaca yang budiman untuk menekuni iptek ini. Jika ada kritik dan saran yang menyangkut tulisan dan redaksional untuk meningkatkan mutu Buletin Alara, akan kami terima dengan senang hati.
PTKMR – BATAN ⇒ Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
redaksi
Jakarta Selatan (12440) Tel. (021) 7513906, 7659512 ; Fax. (021) 7657950 ⇒ PO.Box 7043 JKSKL, Jakarta Selatan (12070)
e-mail :
[email protected] [email protected]
Buletin ALARA terbit pertama kali pada Bulan Agustus 1997 dan dengan frekuensi terbit 3 kali dalam setahun (Agustus, Desember dan April) ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana informasi, komunikasi dan diskusi di antara para peneliti dan pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia.
Buletin Alara,
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012 PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
IPTEK ILMIAH POPULER
1 – 10
Produksi gametosit untuk mendukung urgensi pembuatan bahan vaksin malaria iradiasi Siti Nurhayati
11 – 16
Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) sebagai biomarker radiosensitivitas sel kanker untuk keberhasilan radioterapi Devita Tetriana
17 – 22
Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi Dwi Ramadhani dan Viria Agesti Suvifan
23 – 31
Sistem dosimetri pasif untuk pemantauan rutin dosis radiasi eksternal perorangan Hasnel Sofyan
INFORMASI IPTEK
33 – 41
Melihat matahari dari sudut pandang Fisika Nuklir Eka Djatnika Nugraha dan Mukhlis Akhadi
43 – 52
Iradiasi berkas neutron untuk memodifikasi bahan semikonduktor Mukhlis Akhadi
LAIN – LAIN
32 42
Kontak Pemerhati Tata cara penulisan naskah/makalah
Tim Redaksi menerima naskah dan makalah ilmiah semi populer yang berkaitan dengan Keselamatan radiasi dan keselamatan lingkungan dalam pemanfaatan iptek nuklir untuk kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan tujuan penerbitan buletin, Tim Redaksi berhak untuk melakukan editing atas naskah/makalah yang masuk tanpa mengurangi makna isi. Sangat dihargai apabila pengiriman naskah/makalah disertai dengan disketnya.
Buletin Alara,
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012
IPTEK ILMIAH POPULER
APLIKASI TEKNIK C-BANDING SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI Dwi Ramadhani dan Viria Agesti Suvifan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN • Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070 •
[email protected]
PENDAHULUAN Paparan radiasi terhadap tubuh dapat menyebabkan perubahan struktur kromosom pada sel limfosit darah tepi. Perubahan struktur kromosom (aberasi kromosom) akibat pajanan radiasi dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu aberasi kromosom stabil dan tidak stabil. Aberasi kromosom stabil dalam sel tidak akan hilang setelah proses pembelahan mitosis berikutnya, contohnya adalah translokasi (terjadi perpindahan fragmen antar satu atau lebih kromosom). Sedangkan aberasi kromosom tidak stabil akan hilang setelah proses pembelahan mitosis berikutnya, contohnya adalah kromosom disentrik (kromosom dengan dua sentromer), fragmen asentrik (fragmen kromosom yang tidak mengandung sentromer) dan kromosom cincin. Perubahan struktur kromosom yang spesifik akibat terinduksi paparan radiasi pada tubuh ialah kromosom disentrik. Keberadaan aberasi kromosom dapat digunakan untuk memprediksi besarnya dosis serap radiasi pengion yang memapar tubuh (dosimeter biologis). Analisis aberasi kromosom tak stabil, khususnya disentrik dalam kultur limfosit darah tepi telah digunakan sebagai dosimeter biologis pada kasus kecelakaan selama lebih dari tiga dekade karena dapat dengan mudah diamati pada sel limfosit darah tepi. Selain mudah pengambilannya, sel limfosit merupakan sel yang paling sensitif terhadap radiasi dengan dosis tunggal sebesar 0,2 Gy sudah dapat menimbulkan aberasi kromosom yang dapat dideteksi.
Analisis kromosom disentrik dilakukan dengan membiakkan sel darah tepi di laboratorium selama sekitar 2 hari. Sel limfosit darah kemudian distimulasi untuk melakukan pembelahan dengan mitogen yaitu Phytohemagglutinin (PHA) dan dihentikan pada saat metafase, dipanen dan dibuat preparat untuk kemudian diwarnai dengan Giemsa 4 %. Identifikasi kromosom disentrik pada preparat yang diwarnai dengan Giemsa (solid staining) tanpa ada perlakukan lain terkadang sulit untuk dilakukan. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kromosom disentrik sulit dideteksi. Pertama apabila letak dua sentromer pada kromosom sangat berdekatan dan terletak di bagian tengah kromosom sehingga tampak seperti satu sentromer (Gambar 1).
Gambar 1. Kromosom disentrik yang memiliki dua sentromer saling berdekatan dibagian tengah kromosom (dalam lingkaran) sehingga tampak seperti kromosom normal.
Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi (D Ramadhani dan V.A. Suvifan)
17
IPTEK ILMIAH POPULER
Faktor lainnya adalah bergantung pada kondisi kondensasi kromosom yang tampak pada preparat. Apabila terjadi over condensed pada kromosom maka panjang kromosom yang terbentuk tidak optimal sehingga menyebabkan kesulitan dalam mendeteksi keberadaan kromosom disentrik (Gambar 2a). Selain itu kesulitan pendeteksian kromosom disentrik dapat terjadi apabila kromosom yang terbentuk sangat panjang (elongated chromosomes) dan lenganlengan kromosom sangat berdekatan (Gambar 2b).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah teknik Fluorescence in situ hybridization (FISH) dengan menggunakan probe DNA pancentromic (Gambar 3). Teknik tersebut memungkinkan identifikasi kromosom disentrik dengan mudah dapat dilakukan tanpa terpengaruh kondisi kondensasi kromosom. Akan tetapi teknik tersebut tidak mudah dilakukan serta membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk memperoleh probe DNA pancentromic. Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan teknik C-Banding. Teknik tersebut lebih mudah dan tidak membutuhkan biaya yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan FISH pancentromic.
Gambar 3. Teknik FISH menggunakan probe DNA pancentromic.
Gambar 2. Kondisi kondensasi kromosom yang menyebabkan kesulitan dalam pendeteksian kromosom disentrik. (a) Over condensed chromosomes (b) Elongated chromosomes. Keterangan. : : Fragmen kromosom, Kromosom disentrik
18
Pita yang terbentuk pada teknik C-bands terletak pada bagian sentromer kromosom dan merepresentasikan heterokromatin konstitutif (Constitutive heterochromatin) (Gambar 4). Heterokromatin adalah salah satu jenis kromatin. Kromatin adalah materi DNA yang diorganisasikan bersama protein histon. Kromatin terdapat pada inti sel dan hanya tampak sebagai materi kabur ketika sel tidak dalam fase mitosis. Kromatin dibagi menjadi dua jenis yaitu eukromatin dan heterokromatin. Eukromatin merupakan kromatin yang kaya akan gen dan memiliki warna yang lebih terang dibanding
Buletin Alara,
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012, 17 – 22
IPTEK ILMIAH POPULER
heterokromatin. Sedangkan heterokromatin adalah kromatin yang miskin akan gen sehingga tidak ditranskripsi. Kromatin jenis ini berwarna lebih gelap. Terdapat dua macam heterokromatin, yaitu heterokromatin konstitutif dan fakultatif. Heterokromatin konstitutif bersifat permanen di semua sel dan merupakan bagian DNA yang tidak mengandung gen. Heterokromatin konstitutif meliputi sentromer dan telomer pada kromosom. Pada manusia hampir seluruh bagian kromosom Y merupakan daerah heterokromatin. Heterokromatin fakultatif terdapat pada sebagian sel pada waktu-waktu tertentu dan tidak bersifat permanen, mengandung sebagian gen yang tidak aktif pada sebagian sel dan pada sebagian periode dari siklus sel. Pada saat gen-gen ini tidak aktif, DNA menjadi kompak membentuk heterokromatin.
Gambar 4. Kromosom disentrik yang terdeteksi dengan teknik C-banding (lingkaran merah).
TEKNIK C-BANDING Teknik C-banding merupakan salah satu dari beberapa teknik banding yang ada. Teknik banding pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dan hingga saat ini masih merupakan standar baku dalam sitogenetik klinis. Terdapat beberapa macam metode banding antara lain
metode Q (menggunakan quinacrine sebagai pewarna), G dan C (menggunakan Giemsa atau Leishman sebagai pewarna) serta R (menggunakan acridine dan orange). Teknik Cbanding bermula saat Pardue dan Gall pada tahun 1970 mengemukakan bahwa heterokromatin pada daerah sentromer kromosom mencit yang banyak mengandung satelit DNA terwarnai lebih gelap dengan Giemsa. Prosedur percobaan yang dilakukan oleh Pardue dan Gall adalah dengan terlebih dahulu memasukkan preparat yang belum diwarnai kedalam larutan NaOH 0,07 N selama lima menit kemudian memasukkan kedalam larutan 2X SSC pada suhu 66ºC selama semalam (overnight) dan terakhir diwarnai dengan pewarna Giemsa. Pada tahun 1972 Sumner mengganti pengunaan NaOH dengan alkali yang lebih rendah reaktivitasnya yaitu Ba(OH)2. Sumner memasukkan preparat yang belum terwarnai kedalam larutan Ba(OH)2 5% pada suhu 50ºC selama 5-15 menit kemudian dilanjutkan kedalam larutan 2X SSC pada suhu 60ºC selama 1 jam. Prosedur Sumner merupakan prosedur yang digunakan hingga saat ini sebagai prosedur tetap C-Banding. Hal tersebut dikarenakan penggunaan Ba(OH)2 dianggap lebih baik dibandingkan dengan NaOH. Penggunaan Ba(OH)2 akan memperpanjang lamanya waktu denaturasi (pemisahan untai) DNA di dalam alkali bila dibandingkan dengan NaOH, akan tetapi mempermudah pengaturan lamanya proses denaturasi sehingga dihasilkan band yang lebih baik. Saat ini terdapat metode terbaru untuk menghasilkan C-bands pada daerah sentromer kromosom tanpa menggunakan Ba(OH)2. Fernandez, dkk mengajukan prosedur menggunakan Formamide untuk menggantikan Ba(OH)2. Fernandez, dkk mempercepat prosedur C-banding yang umumnya membutuhkan proses penuaan (aging) preparat selama 7 hingga 10 hari didalam desikator sehingga dihasilkan C-bands yang baik. Fernandez, dkk mengganti proses aging selama 7 hingga 10 hari dengan memanaskan preparat selama 65ºC dalam
Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi (D Ramadhani dan V.A. Suvifan)
19
IPTEK ILMIAH POPULER
inkubator selama dua hari. Setelah proses pemanasan selama dua hari dilakukan proses denaturasi DNA dengan meletakkan 20 µL formamide 50% dalam air atau 2X SSC diatas preparat dan diinkubasi selama 2 menit pada suhu 70ºC. Selanjutnya preparat diinkubasi kembali dengan larutan yang sama selama 1 jam. Terakhir preparat dicuci dalam 2X SSC selama 30 hingga 60 menit di suhu ruang dan diwarnai dengan pewarna Giemsa 5% selama 15 menit. Fernandez, dkk mencoba berbagai macam konsentrasi formamide untuk mendapatkan kualitas C-bands yang paling optimal. Hasil penelitian Fernandez, dkk memperlihatkan bahwa konsentrasi formamide 50% menghasilkan kualitas C-bands yang lebih baik bila dibandingkan dengan konsentrasi 10, 20, 30 dan 40%. Prosedur Cbanding yang dilakukan oleh Fernandez, dkk terbukti dapat diterapkan pada spesies yang berbeda yaitu Mus musculus, Microtus cabrerae dan manusia (Gambar 5).
TEKNIK C-BANDING SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI Penggunaan teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi telah dimulai pada tahun 1975 oleh Prosser di National Radiological Protection Board, Inggris yang mengidentifikasi kromosom disentrik akibat paparan radiasi pada sel limfosit darah tepi. IAEA pada buku penuntun Sitogenetik Biodosimetri menyarankan agar dilakukan teknik C-banding sebagai analisis tambahan untuk mendeteksi kromosom disentrik akibat paparan radiasi pengion. Hal tersebut dikarenakan pendeteksian kromosom disentrik dengan teknik C-banding lebih mudah sehingga tidak memerlukan penganalisis yang berpengalaman untuk menentukan kromosom disentrik. Pantelias, dkk melakukan penelitian dengan menggabungkan teknik Premature Chromosome Condensation (PCC) dan teknik C-banding. Teknik PCC adalah teknik yang menggabungkan sel pada tahap interfase (baik fase G1, S maupun G2) dengan sel pada tahap mitosis baik menggunakan vitus maupun senyawa kimia. Teknik PCC umumnya dilakukan sebagai biodosimetri dosis tinggi. Penerapan teknik PCC sebagai biodosimetri dosis tinggi sukses dilakukan pada kecelakaan radiasi di Tokaimura Jepang pada tanggal 30 September 1999. Analisis teknik PCC umumnya dilakukan dengan menghitung jumlah fragmen kromosom atau kromosom cincin (ring) yang terbentuk. Hal tersebut dikarenakan sulit untuk mengidentifikasi keberadaan kromosom disentrik pada hasil teknik PCC. Untuk mengatasi hal tersebut Pantelias dkk menggabungkan teknik PCC dengan teknik C-banding Gambar 5. Hasil teknik C-banding oleh Fernandez, dkk. (a) dan (b) C-banding sehingga kromosom disentrik metafase pada Mus musculus, (c) C-banding metafase pada Microtus cabrerae (d) C-banding metafase pada manusia.
20
Buletin Alara,
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012, 17 – 22
IPTEK ILMIAH POPULER
hasil teknik PCC dapat diidentifikasi. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Nakata, dkk menggunakan teknik C-banding yang diwarnai dengan pewarna berpendar (fluorescence) yaitu 4'-6-diamidino-2phenylindole (DAPI). Prosedur yang dilakukan oleh Nakata, dkk mirip dengan prosedur Fernandez, dkk yaitu menggunakan Formamide untuk menggantikan fungsi Ba(OH)2 dalam proses denaturasi DNA. Secara detail prosedur yang dilakukan oleh Nakata, dkk adalah dengan terlebih dahulu melakukan proses aging pada preparat sel limfosit darah tepi selama 2 jam dengan suhu 65ºC. Selanjutnya dilakukan proses denaturasi DNA dengan menggunakan Formamide 70% didalam 2X SSC selama 4-5 menit. Setelah selesai dilakukan proses pencucian menggunakan ethanol dingin 70% dan terakhir preparat diinkubasi dalam 2X SSC pada suhu 60ºC selama 1 jam. Preparat kemudian diwarnai dengan DAPI sehingga terlihat secara jelas bagian sentromer kromosom berwarna lebih dari bagian lainnya (Gambar 6).
Gambar 6. Hasil teknik C-banding yang diwarnai dengan DAPI oleh Nakata, dkk.
Nakata, dkk melakukan penelitian dengan menggunakan dua perlakuan yaitu pada sel darah tepi yang diiradiasi sinar Gamma dengan dosis 4 Gy dan yang tidak diiradiasi. Nakata, dkk juga membandingkan jumlah disentrik yang dapat
diidentifikasi dengan teknik C-banding DAPI dan jumlah disentrik dengan pewarnaan konvensional yaitu menggunakan pewarna Giemsa. Hasil penelitian Nakata, dkk memperlihatkan bahwa jumlah disentrik yang ditemukan pada dosis 4 Gy dengan teknik C-banding DAPI lebih banyak dari jumlah disentrik yang ditemukan pada pewarnaan Giemsa (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan jumlah aberasi kromosom yang ditemukan dalam 100 sel dengan menggunakan teknik Cbanding DAPI dan teknik secara konvensional menggunakan Giemsa. Tipe Aberasi kromosom Trisentrik Disentrik Kromosom Cincin Kromosom Cincin Asentrik Fragmen Kromosom Fragmen Minute
Giemsa 2 144 12 117 173 12
C-banding DAPI 1 147 18 113 168 11
Pendeteksian kromosom disentrik akibat paparan radiasi pengion dapat dilakukan dengan mudah menggunakan teknik C-banding. Proses C-banding secara konvensional dengan menggunakan Ba(OH)2 dalam proses denaturasi DNA, membutuhkan waktu lama untuk proses aging preparat. Oleh karena itu saat ini dikembangkan teknik lain yang lebih cepat dan menggantikan fungsi Ba(OH)2 dalam proses denaturasi DNA. Beberapa penelitian telah berhasil melakukan proses denaturasi DNA pada teknik C-banding tanpa memerlukan proses aging terlebih dahulu dan menggunakan Formamide untuk menggantikan Ba(OH)2. Teknik C-banding yang lebih cepat memiliki potensi untuk digunakan sebagai biodosimetri radiasi berdasarkan jumlah kromosom disentrik yang terbentuk akibat paparan radiasi. Dengan demikian proses biodosimetri radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik C-banding. DAFTAR PUSTAKA ALATAS, Z., Indikator Biologik dari Kerusakan pada Tubuh Akibat Pajanan Radiasi, Buletin ALARA, Volume 4 (Edisi Khusus), pp. 37 – 43, 2002
Aplikasi teknik C-banding sebagai biodosimetri radiasi (D Ramadhani dan V.A. Suvifan)
21
IPTEK ILMIAH POPULER
ALATAS, Z, LUSIYANTI, Y, dan INDRAWATI, I. Pemeriksaan Aberasi Kromosom Stabil dengan Teknik Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 10 Juli, 2010. BALAKRISHNAN, S., SHIRSATH, K.S., BHAT,N., dan ANJARIA, K. Biodosimetry for High Dose Accidental Exposures by Drug Induced Premature Chromosome Condensation (PCC) assay. Mutation Research 699, pp. 11–16. 2010. CAMPBELL, N.A., REECE, J.B dan MITCHELL, L.G. Biologi. Terj. dari Biology; oleh Lestari, R. dkk. Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm. 2002. FERNANDEZ, R., BARRAGAN, M.J.L., BULLEJOS, M., MARCHAL, J.A., GUARDIA, R.D., and SANCHEZ, A. New C-band Protocol by Heat Denaturation in the Presence of Formamide. Hereditas 137, pp. 145–148. 2002. HAYATA, I., KANDA, R., MINAMIHISAMATSU, M., FURUKAWA, A., dan SASAKI, M.S. Cytogenetical Dose Estimation for 3 Severely Exposed Patients in the JCO Criticality Accident in Tokai-Mura. J. Radiat. Res 42: Suppl., pp. S149–S155, 2001.
22
http://www.nirs.go.jp/ENG/research/radiation_emergency/0 5.shtml INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. Cytogenetic Dosimetry: Applications in Preparedness for and Response to Radiation Emergencies, IAEA, Vienna, 2011. KING, R, C. A Dictionary of Genetics. Ed. ke-2.Oxford University Press, London: pp. 104-136, 1974. NAKATA, A., AKIYAMA, M., YAMADA, Y., dan YOSHIDA, M.A. Modified C-band Technique for the Analysis of Chromosome Abnormalities in Irradiated Human Lymphocytes. Radiat. Meas 46, pp. 1113-1116, 2011. PANTELIAS, G.E., ILIAKIS, G.E., SAMBANI, C.D., dan POLITIS, G. Biological Dosimetry of Absorbed Radiation by C-Banding of Interphase Chromosomes in Peripheral Blood Lymphocytes. Int J Radiat Biol. 63(3), pp. 349-54, 1993. STRICKLINA, D., JAWORSKAB, A., and ARVIDSSONA, E. Method for Efficient Establishment of Technical Biodosimetry Competence. Rad. Meas 42, pp. 1114 – 1118. 2007. TAMARIN, R.H. Principles of Genetics (7th) edition. xvi + 609 hlm, McGrawHill, New York, 2002.
Buletin Alara,
Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012, 17 – 22