Buletin
MIKOINA Volume 1, Mei 2015
SEMINAR NASIONAL MIKOLOGI dan PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN MIKOLOGI INDONESIA
Volume 1, Mei 2015
Buletin
MIKOINA Volume 1, Mei 2015
KETUA EDITOR Agustin Wydia Gunawan (2013-2016) DEWAN EDITOR Atik Retnowati (2013-2015) Gayuh Rahayu (2013-2016) Happy Widyastuti (2013-2015) Iman Hidayat (2013-2016) Kartini Kramadibrata (2013-2015) EDITOR TEKNIK Fahmi PENERBIT Perhimpunan Mikologi Indonesia (Mikoina) (The Mycological Society of Indonesia) ALAMAT EDITOR surel:
[email protected]
Buletin Mikoina perdana diterbitkan oleh Perhimpunan Mikologi Indonesia pada bulan April 2014. Sajian dalam 5 rubrik mewarnai isi buletin ini: Artikel Undangan, Khazanah Cendawan, Artikel Praktik dalam Mikologi, Profil Laboratorium, Warta Mikologi, dan Komentar Pembaca. Buletin Mikoina terbit 1 kali dalam setahun pada bulan April. Buletin Mikoina akan dikirimkan kepada setiap anggota dalam bentuk pdf. Setiap volume dapat diunduh langsung di web (http://mikoina.or.id).
Gedung Botani-Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Science Center (CSC), Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46 Cibinong Telp. +82-21-8765067; Fax. +82-21-8765062 Email:
[email protected]
2
Buletin
MIKOINA
Volume 1, Mei 2015
Sejarah Perhimpunan Mikologi Indonesia Nuniek Ina Ratnaningtyas Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53122, Jawa Tengah Piryadi sebagai praktisi jamur (Pemilik/Direktur CV Asa Agro
[email protected] Corporation, Cianjur). Pada saat-saat terakhir akan udah sejak sekitar sepuluh tahunan yang lalu, penulis- terselenggaranya seminar, yang semula direncanakan pada yang telah mengenal cendawan/jamur secara lebih dekat tanggal 28–29 Nov 2011 ternyata pelaksanaannya diundur sejak penelitian untuk skripsi pada tahun 1983-berpikir untuk mendirikan sebuah perhimpunan yang terdiri atas menjadi tanggal 15–16 Sep 2012. Untuk memantapkan para ahli dan praktisi pemerhati cendawan/jamur. Hal tersebut penyelenggaraan seminar nasional tersebut penulis bersama didasarkan pada sebuah pemikiran yang sederhana saja, tidak Drs Aris Mumpuni MPhil banyak berkomunikasi dengan Iman ada wadah untuk menampung para ahli atau para peneliti Hidayat PhD dan Dr Kartini Karmadibrata, keduanya dari cendawan/jamur. Jika mereka akan mengomunikasikan hasil Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor. penelitian baik oral maupun poster, masuk lewat jalur Seminar Nasional Mikologi itu Mikrobiologi, Fitopatologi, dan ilmudibagi dalam empat bidang, ilmu terkait lainnya yang sudah ada “Gagasan untuk mendirikan sebuah perhimpunannya, namun bukan yakni kesehatan, pangan, perhimpunan Mikologi Indonesia ini kemudian lewat khusus Mikologi. pertanian, dan ekologi. Peserta B e l i a u b e r c e r i t a penulis kemukakan kepada Dr Ir Lisdar I seminar datang dari seluruh Sudirman dan menjadi pembicaraan hangat pengalamannya beberapa kali Indonesia-perguruan tinggi, karena beliau menyambutnya dengan menghadiri seminar internasional lembaga penelitian, gembira”. tentang cendawan/jamur, tidak ada pemerintahan, swasta, pribadi, wakilnya dari Indonesia; kalaupun ada dan praktisi-berjumlah 176 bukan mewakili perhimpunan, namun dari institusi. Dorongan orang yang terdiri atas 88 pemakalah dan 88 peserta. Pada untuk menjaring dukungan para peneliti dan pemerhati seminar tersebut dalam tulisannya tentang Perkembangan cendawan/jamur dari kampus-kampus beliau sarankan, dapat Riset Mikologi dan Jejaring Peneliti, Lisdar I Sudirman dengan mengedarkan formulir secara on line. Adanya tugas dan menyatakan bahwa berdasarkan penelusuran data tentang kesibukan penulis, keinginan itu hanya menjadi sebuah angan- penelitian mikologi yang diterbitkan oleh berkala ilmiah angan. nasional “Hayati Journal of Biosciences”, artikel Menjadi sebuah rutinitas, institusi tempat penulis cendawan/jamur rata-rata setiap tahunnya berkisar antara 6% bekerja mewajibkan laboratoriumnya mengadakan seminar dan 17% pada kurun waktu tahun 2007 sampai 2013. Data ini nasional setiap tahun dan Laboratorium Mikologi-Fitopatologi, menggambarkan rendahnya penelitian tentang mikologi di Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Indonesia, mengingat tidak adanya berkala ilmiah khusus mendapat sampur untuk mengadakannya pada tahun 2011. mikologi dan perhimpunan mikologi di Indonesia, seperti di Setelah terbentuk panitia dan penulis menjadi ketua seminar Inggris dan negara Asean lainnya. Beberapa perhimpunan yang nasional Mikologi maka tercetuslah ide bersama tentang tema lebih spesifik seperti Perhimpunan Mikologi Kedokteran, seminar, yaitu “Biodiversitas dan Bioteknologi Sumber Daya Asosiasi Mikoriza Indonesia, dan perhimpunan yang Hayati Fungi”, sedangkan seminarnya dinamai “Seminar berhubungan dengan bisnis jamur telah ada di Indonesia, tetapi Nasional Mikologi dan Pembentukan Perhimpunan Mikologi beberapa masalah seperti pelepasan isolat cendawan/jamur Indonesia”. Gerilya untuk mencari dukungan sekaligus unggul, pendidikan termasuk kurikulum, konservasi, new pembicara kunci segera dimulai. Para pakar yang dihubungi records, sosialisasi mikologi dan produk cendawan/jamur, dan ialah Dr Ir Lisdar I Sudirman (Institut Pertanian Bogor, Bogor), Dr masalah lingkungan masih memerlukan penanganan ahli Ir I Nyoman P Aryantha (Institut Teknologi Bandung, Bandung), mikologi yang bergabung dalam satu wadah umum Prof Dr Ir SM Widyastuti MSc (Universitas Gadjah Mada, Perhimpunan Mikologi Indonesia yang juga akan berperan Yogyakarta), Dr Ir Yul Harry Bahar (Dirjen Hortikultura, dalam seminar nasional dan internasional, seperti yang Departemen Pertanian Indonesia), serta Ir H Triono Untung dilakukan di setiap negara.
S
Buletin
MIKOINA
3
Volume 1, Mei 2015 Inisiasi pembentukan Perhimpunan Mikologi Indonesia dilakukan pada malam hari pertama Seminar Nasional Mikologi pada tanggal 15 Mei 2012. Hasil angket yang diedarkan pada pagi harinya tercatat 124 dari 176 peserta seminar menyatakan bersedia menjadi anggota perhimpunan. Sebuah dukungan yang kuat untuk menuju terbentuknya Perhimpunan Mikologi Indonesia. Pada malam tersebut diberikan dasar/alasan pembentukan perhimpunan oleh penulis, juga sambutan oleh Prof Drs Rubijanto Misman, mikologiwan senior dari Fakultas Biologi, Universitas Jederal Soedirman (Unsoed) (mantan Rektor Unsoed pada periode tahun 1997-2001 dan 2001-2005), serta Dr Ir Lisdar I Sudirman, yang kembali menggambarkan kegiatan asosiasi serupa di beberapa negara. Pada hari ke-2 Seminar Nasional Mikologi dan Pembentukan Perhimpunan Mikologi Indonesia di Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto secara aklamasi dibentuk tim formatur pembentukan Perhimpunan Mikologi Indonesia. Tim yang terdiri atas beberapa orang mewakili daerah yang ada pada saat itu, yakni Dr Ir Abu Umayah, MS (Lampung); Dra Supeni Sufaati, MSc (Papua, Uncen); Dr Ir Bonny P W Soekarno (Bogor, IPB); Prof Dr Okky Karna Rajasa, MSc (Semarang, Undip); Dr Rina Sri Kamsiandari, MSc (Yogyakarta, UGM); Iman Hidayat, PhD (Bogor, LIPI); serta Ir H Triono Untung Piryadi (praktisi, Cianjur); dan Dr Ir I Nyoman P Aryantha (Bandung, ITB) berkumpul dan mengadakan rapat untuk memutuskan penting atau dapat/tidaknya dibentuk Perhimpunan Mikologi Indonesia, sekaligus menetapkan nama dan sedikit membahas AD-ART. Hasil pertemuan tim formatur kemudian dibawa ke forum seminar pada sesi terakhir dalam rapat umum. Rapat umum yang dipimpin oleh Dr Ir Bonny PW Soekarno menghasilkan keputusan bahwa peserta seminar menyetujui terbentuknya Perhimpunan Mikologi Indonesia. Pemilihan akronim dari nama Perhimpunan Mikologi Indonesia pada saat rapat tim formatur ialah “Mikodia”, namun pada rapat umum yang disetujui ialah “Mikoina”. Penggunaan nama “Ina” sudah lazim dipakai di forum internasional. Atas izin Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, pada tanggal 16 Mei 2012 di Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto lahir sebuah perhimpunan bidang cendawan/jamur atau Fungi yang diberi nama “Perhimpunan Mikologi Indonesia” atau disingkat “Mikoina”. Sebagai Ketua pada periode kepengurusan 20122014 dipilih Dr Nuniek Ina Ratnaningtyas, MS secara aklamasi. Beberapa saat setelah terbentuk, pekerjaan selanjutnya ialah pembentukan susunan kepengurusan, mematangkan AD-ART, dan mengesahkan perhimpunan serta
4
Buletin
MIKOINA
launching. Pengurus Mikoina periode 2012-2014 ialah sebagai berikut. KetuaDr Nuniek Ina Ratnaningtyas MS; Sekretaris Iman Hidayat PhD; Bendahara Dra Nuraeni Ekowati MS; Divisi Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Dr Atik Retnowati; Divisi Pengembangan Organisasi Mikoina Dr Gayuh Rahayu; Divisi Publikasi dan Informasi Ir Agustin Wydia Gunawan, MS; dan Divisi Pemberdayaan Masyarakat Drs Aris Mumpuni MPhil. Pembina Mikoina ialah Dr Ir Yul Harry Bahar; Prof Dr Ir SM Widyastuti, MSc; Dr Ir Lisdar I Sudirman; Prof Drs Rubijanto Misman; dan Prof Dr Mien Rifai. Pada tanggal 6 Agustus 2012, Mikoina resmi dicatat sebagai perhimpunan profesi dalam bidang Mikologi dalam Akta Notaris di Kabupaten Banyumas, melalui notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) Sri Nugraeni, SH; MKn bernomor 05. Beberapa kegiatan sudah dirancang untuk dilaksanakan oleh Mikoina Pusat maupun daerah atau cabang guna mencapai tujuan jangka pendek dan panjang Mikoina. Belum banyak cabang yang dibentuk, kalaupun sudah ada belum aktif. Tidak seperti cabang atau calon cabang yang lain, Mikoina cabang Bogor adalah yang paling aktif-ketua Dr Ir Bonny PW Soekarno-dalam melaksanakan kegiatan. Tanggal 18 September 2012 Mikoina diluncurkan bertempat di IPB International Convention Center, Bogor ketika acara Seminar Nasional I Mikoina dengan tema “Mykes Pro Vita”. Mikoina cabang Bogor ini pula yang sudah merencanakan untuk mengadakan seminar regional (Asean) pada tanggal 10 – 11 September 2013. Disadari bahwa kemajuan dunia cendawan/jamur di Indonesia bergantung pada kerja sama antarmikologiwan, praktisi dan pemerhati cendawan/jamur maka Mikoina diharapkan menjadi wadahnya. Visi-Misi yang tercanangkan ialah Mikoina tidak saja berkiprah pada kancah nasional, namun juga internasional; tidak saja dalam tukar-menukar hasil penelitian, namun juga mendesiminasikan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas supaya lebih dapat membawa manfaat. Anggota resmi Mikoina hingga saat ini berjumlah 118 orang, sebagian besar dicatat melalui pendaftaran ulang pada waktu Seminar Nasional I Mikoina di Bogor. Kartu anggota juga sudah diberikan kepada para anggota yang dapat digunakan antara lain untuk mendapatkan kemudahan dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Mikoina pusat maupun cabang. Anggota Mikoina diharapkan terus bertambah seiring dengan aktifnya kegiatan Mikoina pusat dan cabang. Semoga ... Jaya terus Mikoina, Jayalah terus Indonesiaku tercinta …..
Volume 1, Mei 2015
Profil Laboratorium IPB Culture Collection Pengawal Tradisi Mikrobiologiwan di Indonesia Gayuh Rahayu IPB CC, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16880
[email protected]
I
nstitut Pertanian Bogor Culture Collection (IPB CC) didirikan untuk menjadi wadah penyimpanan koleksi biakan mikroorganisme (mikrob) bagi mikrobiologiwan di IPB. Sebelum IPB CC berdiri, semua mikrobiologiwan di IPB menyimpan koleksi mikrobnya sendiri dan penggunanya terbatas pada dirinya sendiri, termasuk mahasiswa bimbingannya. Tradisi ini berjalan terus sehingga mempengaruhi perkembangan IPB CC. Dorongan dari luar seperti adanya isu keamanan dan keselamatan hayati, Konvensi Keanekaragaman Hayati, sebenarnya memaksa mikrobiologiwan meninggalkan tradisinya untuk mengadopsi tradisi baru. Tradisi baru itu ialah menyimpan koleksi biakannya pada unit penyimpan biakan mikrob. Kenyataannya adopsi tradisi baru tidak terjadi secara revolusioner. Permasalahannya terletak pada ketidaktahuan, ketidaksadaran mikrobiologiwan atau kredibilitas IPB CC. Penguatan kelembagaan melalui restrukturisasi pengelolaan unit, peningkatan profesionalisime melalui akreditasi dan penguatan jejaring telah diupayakan. IPB CC menjadi satuan usaha akademik semi otonom di bawah Departemen Biologi. Beberapa layanan IPB CC telah mendapat akreditasi ISO 17025:2005. IPB CC tergabung dalam Forkomikro, menjadi pendukung Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi) dan Perhimpunan Mikologi Indonesia (Mikoina). IPB CC juga berinisiatif untuk mengawal konservasi ex situ plasma nutfah mikrob indigenos Indonesia. Jejaring unit-unit koleksi mikrob bergabung dalam Forkomikro, termasuk Indonesian Culture Collection (Ina CC) mengokohkan peran IPB CC di Indonesia. Dalam skala dunia, IPB CC telah menjadi anggota World Federation of Culture Collection (WFCC). Penguatan IPB CC terus dilakukan untuk meningkatkan kredibilitasnya agar dapat mengawal evolusi tradisi penyimpanan biakan mikrob di IPB dan di Indonesia.
I
PB CC was established as a repository unit of microbial culture collections of the microbiologists in IPB. Prior to establishment of IPB CC, all microbiologists in IPB kept their own collection and the users of those collections restricted to oneself including their research students. This tradition goes on and on such that influencing IPB CC development. World issues on biosafety and biosecurity and convention on biodivesity actually drives the microbiologists to leave that tradition for adoption the new tradition. The new tradition is to keep their microbial collection in a repository unit. The adoption of the new tradition is apparently not going in a revolutionary way. The problems might be on the ignorance, unawareness of the microbiologist or on IPB CC credibility. Credibility become the priority of IPB CC to assist the transistion of the tradition. Revitalization of IPB CC through repositioning, accrditation and networkong is being pursued. IPB CC is now a semi-otonomous accademic supporting unit under the management of the Department of Biology. Some services in IPB CC has been ISO 17025:2005 accredited. IPB CC joins the Forkomikro and supports the microbiologist association such as Permi and Mikoina. IPB CC initiates the process of ex situ conservation of indigenos microbes. Networking among culture collections in Indonesia including Ina CC strenghtens the roles of IPB CC in IndonesiaIn the world, IPB CC registers as WFCC member. Revitalization of IPB CC has to go on for improving credibility so IPB CC is able to convey the evolution of keeping the microbial collection traditionin repository unit both in IPB and di Indonesia. Keywords: IPB CC, tradition on keeping microbial collection
Kata kunci: IPB CC, tradisi penyimpanan biakan mikrob
M
ikrobiologiwan dengan sekumpulan biakan mikroorganisme (mikrob) yang disimpan sebagai koleksi pribadi merupakan suatu tradisi yang telah berkembang lebih dari seabad lamanya. Catatan sejarah menunjukkan bahwa khamir digunakan sebagai biakan pemula (starter) pada produksi makanan dan minuman fermentasi sejak lebih dari 3000 tahun yang lalu (Hawksworth 1985). Industri makanan dan minuman sudah memiliki koleksi khamir yang merupakan biakan pemula pada saat itu.
Selanjutnya Hawksworth juga menyatakan bahwa koleksi biakan cendawan berfilamen pertama kali dibuat oleh Micheli pada tahun 1817 pada materi tanaman. Koleksi biakan hidup dari mikrob adalah salah satu bentuk usaha konservasi ex situ keanekaragaman mikrob. Biakan cendawan ini dikoleksi pertama kali untuk keperluan pendidikan dan penelitian. Koleksi biakan memiliki nilai yang sangat tinggi karena dari koleksi inilah akan lahir berbagai produk seperti pemikiran, pengetahuan, materi, serta teknologi baru. Produk-produk ini memiliki prospek ekonomi. Catatan
Buletin
MIKOINA
5
Volume 1, Mei 2015 tentang biakan cendawan menunjukkan bahwa biakan cendawan tersedia secara komersial baru terjadi pada akhir abad 19 (Hawksworth 1985). Prof Frantisek Kral mengoleksi, memelihara, dan menyediakan biakan bagi publik pada tahun 1890-1911 di German Technical University, Prague. Ketika Kral wafat, koleksinya diserahkan kepada peneliti lain dan berpindah ke beberapa repositori. Beberapa koleksi Kral sekarang menjadi bagian dari koleksi American Type Culture Collection (Çaktü dan Türkoðlu 2011). Lembaga repositori koleksi mikrob pertama di dunia ialah Mycothèque de l'Universitée Catholique de Louvain di Belgia, sedangkan lembaga penyimpan koleksi biakan khusus cendawan yang pertama di dunia ialah Centraalberau voor Schimmelculture (CBS) di Belanda yang didirikan pada tahun 1904 (Hawksworth 1985). Di Indonesia, catatan mengenai koleksi cendawan dimulai pada akhir abad 19. Pada zaman kolonial banyak cendawan yang kita kenal sekarang telah mulai diteliti dan dikoleksi oleh banyak mikrobiologiwan Eropa yang bekerja di Laboratorium Treub, Kebun Raya Bogor. Salah satu peneliti Dr C Holterman pada 1896 mempelajari biakan berbagai cendawan (Dammerman 1908), berarti pada saat itu koleksi biakan cendawan sudah ada. Kegiatan seperti ini juga terjadi di perguruan tinggi. Kegiatan yang berkaitan dengan biakan cendawan juga sudah mulai dikerjakan sejak berdirinya IPB pada tahun 1962. Mikrobiologiwan menyimpan koleksi pribadinya di laboratorium masing-masing. Tradisi abad ke-19 tetap berlanjut sampai akhir abad ke-20. Koleksi mikrob dianggap suatu kekayaan yang pemanfaatannya terbatas, yaitu pada pemilik koleksi termasuk mahasiswa penelitinya. Ibaratnya lebih baik koleksi mati daripada dimanfaatkan oleh pihak lain. Kecenderungan untuk menyimpan biakan koleksinya sendiri bukan hanya menjadi tradisi di IPB. Menurut Mahilum-Tapay (2010) mikrob sudah mulai diisolasi dari alam sejak zaman Louis Pasteur. Ia menyatakan hanya sedikit isolat yang diawetkan dan kebanyakan hilang setelah penelitian berakhir atau setelah perhatian penelitinya beralih ke bidang lain. Isolat yang hilang ini kebanyakan terjadi karena tidak tersedianya unit repositori yang memadai dan dapat dipercaya. Penyimpanan dengan cara menitipkan pada sebuah unit koleksi biakan belum menjadi suatu tradisi bagi mikrobiologiwan di IPB maupun di dunia. Pada saat unit koleksi biakan yang terpercaya dapat menawarkan keberlangsungan hidup suatu biakan, memiliki duplikat biakan yang tersimpan pada koleksi biakan mungkin sudah tertanam pada banyak mikrobiologiwan, tetapi menemukan koleksi biakan yang terpercaya mungkin masih menjadi masalah bagi kebanyakan mikrobiologiwan. Selain itu, unit koleksi biakan biasanya merupakan lembaga independen yang harus membiayai sendiri pemeliharaan biakannya dan berarti mikrobiologiwan yang menitipkan
6
Buletin
MIKOINA
koleksinya juga harus memiliki dana penitipan biakan. Oleh sebab itu, menyimpan dengan cara menitipkan pada sebuah unit koleksi biakan belum menjadi suatu tradisi bagi kebanyakan mikrobiologiwan termasuk di IPB. Di IPB, terobosan terhadap tradisi digagas oleh Dr Ratnasiri Hadioetomo. Upaya-upaya sudah dilakukan sejak tahun 1986. Pada awal 1990, ia mengusulkan pembangunan suatu unit koleksi biakan di IPB melalui kesepakatan 4 institusi, yaitu IPB, CBS, UI, dan UGM tentang pembangunan fasilitas untuk koleksi mikrob Indonesia. Gagalnya kerja sama karena kondisi politik di Indonesia, memperlambat pengembangan koleksi biakan di IPB, yang diusulkan diberi nama IPB CC. Respons positif berjalan lambat dengan alasan belum mempercayai IPB CC sebagai penyimpan. Selama bertahun-tahun kemudian IPB CC dikawal oleh para pemerhati koleksi biakan di FMIPA IPB. Dukungan suatu koleksi biakan mikrob yang handal dalam pengembangan mikrobiologi tetap perlu diwacanakan. Pada awal berdirinya, koleksi biakan IPB CC kebanyakan adalah koleksi biakan cendawan yang merupakan hibah dari mikologiwan Belanda Dr Robert Samson yang bekerja di CBS. Koleksi ini merupakan koleksi yang tervalidasi. Dengan bermodalkan koleksi ini, IPB CC dapat melayani berbagai jasa seperti penyediaan biakan atas dasar permintaan, pertukaran koleksi, dan identifikasi cendawan. Tradisi menyimpan koleksi sendiri berubah mengikuti perkembangan dunia. Dengan adanya Konvensi Keanekaragaman Hayati yang berlaku mulai tahun 1993, keberadaan unit koleksi biakan mikrob memiliki nilai strategis. Setiap negara dianjurkan untuk memiliki fasilitas konservasi ex situ. Pada butir 9b dalam konvensi disebutkan "Establish and maintain facilities for ex-situ conservation of and research on plants, animals and micro-organisms, preferably in the country of origin of genetic resources" (Hawksworth 2010). Selanjutnya Jenssens et al. (2010) menyatakan konvensi ini mencakup konservasi tidak hanya keanekaragaman hayati, tetapi juga pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan secara berkeadilan dari penggunaan sumber daya genetika. Implementasi konvensi pada bidang mikrobiologi diuraikan dalam microorganisms sustainable use and access regulation international code of conduct (MOSAICC). Menurut Hawksworth (2010) koleksi biakan cendawan dapat memfasilitasi keberlangsungan sumber daya genetika cendawan di tingkat nasional dan regional dengan cara menjaga sumber hayati itu dari hilangnya habitat, selain menyediakan sumber genetika untuk seleksi dan pemanfaatannya di tingkat nasional seperti agens biokontrol, bioremediasi, dan galur-galur rujukan untuk diagnosis penyakit. Perlunya perubahan tradisi ini dirasakan oleh banyak kalangan mikrobiologiwan di Indonesia, termasuk di IPB. IPB CC dikokohkan menjadi unit di bawah Departemen Biologi
Volume 1, Mei 2015 pada tahun 1992 dan pada tahun 2012 tercatat sebagai embrio satuan usaha akademik di IPB. Gaung tentang perlunya Indonesia memiliki pusat biakan mikrob semakin kuat. IPB CC bergabung dengan berbagai koleksi biakan di Indonesia dalam forum komunikasi kurator mikrob di Indonesia (Forkomikro). IPB CC juga berpartisipasi aktif mendukung LIPI Microbial Collection (LIPIMC) dan Bioteknologi Culture Collection (BTCC) pada tahun 2011 dalam upaya mendirikan Indonesian Culture Collection (Ina CC). Partisipasi ini adalah bentuk komitmen IPB CC terhadap kepentingan nasional. IPB CC juga mendukung kegiatan organisasi profesi, antara lain Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi) dan Perhimpunan Mikologi Indonesia (Mikoina). IPB CC sendiri menguatkan kembali peran lembaganya dengan adanya program I-MHERE B2.c IPB 20102012. IPB CC mengembangkan kompetensinya menjadi unit koleksi biakan yang lebih profesional dalam mengelola biakan. IPB CC mulai memperbesar koleksinya. Pada saat ini IPB CC menyimpan sekitar 1500 biakan yang di antaranya ialah 62 genus cendawan berfilamen dari 168 spesies dengan 605 nomor koleksi dan 16 genus khamir dari 175 spesies dengan 236 nomor koleksi. Sisanya adalah koleksi bakteri. Kebanyakan koleksi ini diperoleh melalui hibah dari mikrobiologiwan di IPB atau LIPIMC. Kebanyakan koleksi ini diawetkan dengan metode konvensional, yaitu biakan agaragar miring yang disimpan dalam lemari pendingin + 10 °C. Pada saat ini koleksi-koleksi ini sedang dalam peralihan metode pengawetan konvensional menjadi pengawetan minyak parafin pada suhu + 10 °C atau gliserol trehalosa pada 80 °C. Duplikatnya disimpan dalam bentuk liofilisasi. Koleksi cendawan kebanyakan bersifat terbuka terhadap publik. Pengelolaan ratusan nomor koleksi memerlukan kurator cendawan yang handal. Data menunjukkan jumlah kurator mikrobiologi di Indonesia masih terlalu sedikit. Kerja sama dengan program studi mikrobiologi perlu digalang, pengelolaan biodiversitas mikrob Indonesia perlu ditanamkan dengan benar agar pemanfaatan sumber daya genetikanya dapat berkesinambungan. IPB CC harus memanfaatkan jejaring mikologiwan sebagai lahan potensial menjaring kurator. IPB CC juga menyediakan berbagai layanan jasa uji cemaran mikrob pada produk pertanian dan olahannya. Layanan jasa uji cemaran mikrob ini terbatas pada mikrob dengan tingkat risiko yang rendah. IPB CC menerapkan Praktek Laboratorium yang baik (Good Laboratory Practices) dalam bidang mikrobiologi. Dengan kondisi fasilitas yang ada IPB CC berketetapan menjadi laboratorium dengan standar keamanan hayati tingkat 2 (BSL 2). Pada tanggal 29 Desember 2012, IPB CC telah meraih akreditasi ISO/IEC 17025: 2005 untuk analisis cemaran mikrob pada produk daging, susu. telur, serta olahannya.
Selain itu, tradisi dunia juga diupayakan oleh IPB CC. IPB CC memperkenalkan diri pada kalangan yang lebih luas, seperti mendaftarkan diri dalam World Directory of Microbial Collection dan menjadi anggota World Federation of Culture Collection (WFCC). Sampai dengan tahun 2011, sekitar 17 unit koleksi biakan mikrob di Indonesia telah terdaftar di WFCC. IPB CC menjadi koleksi biakan ke-18 asal Indonesia yang menjadi anggota WFCC. IPB CC masih terus memperbaiki diri dengan mengadopsi sistem yang dapat menjadikan IPB CC sebagai pengawal tradisi menyimpan biakan mikrob di IPB dan di Indonesia. Harapannya dalam 10 tahun mendatang IPB CC akan menjadi salah satu pusat koleksi biakan mikrob asal Indonesia yang mengawal tradisi penyimpanan kultur mikrob di IPB dan di Indonesia sehingga IPB CC dapat menjadi wadah koleksi biakan yang dimiliki oleh setiap mikrobiologiwan di IPB dan di Indonesia serta menjadi tulang punggung riset mikrobiologi di Indonesia. Daftar Pustaka Çaktü K, Türkoðlu EA. 2011. Microbial culture collections: the essential resources for life. Gazi Univ J Sci. 24 (2):175-180. Dammerman KW. 1908. A history of the visitors' laboratory ("Treub lLboratorium") of the botanic gardens, buitenzorg, 1884-1934. Dicetak ulang dari: Quinquagenary of the Foreigners' Laboratory at Buitenzorg, 1884-1934. Ann Jardin Bot Buitena. 45:l54 (1935). Hawksworth DL. 1985. Fungus culture collections as a biotechnological resource. Biotechnol Bioeng Rev. 3:417-453. Hawksworth DL. 2010. Fungal genetic resource collections and biodiversity. Di dalam: Hennebert GL, editor. The 100 years of the fungus collection MUCL 1894-1994, Fungal Taxonomy and Tropical Mycology: Quo vadis? Taxonomy and Nomenclature of the Fungi. hlm 27-33. N e w Yo r k ( U S ) : M yco taxo n . D O I 10.5248/2010MUCL.pdf Jenssens D, Arahal DR, Bizet C, Garay E. 2010. The role of public biological resource centres in providing a basic infrastructure for microbial research. Res Microbiol. 161:422-429. Mahilum-Tapay LM. 2010. The importance of culture collections and gene banks. Di dalam: Doelle HW, Rokem S, Berovic M, editor. Biotechnology Vol ke-1. Paris (FR): Unesco-EOLSS. hlm 227-238.
Buletin
MIKOINA
7
Volume 1, Mei 2015
Fusarium Link ex Fr. 1821 Loekas Soesanto Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Jln dr Suparno, Karangwangkal, Purwokerto 53123 Tel: 0281 63879
[email protected] Fusarium oxysporum Schlecht. emend. Sny. & Hans. pro maxima parte Nama Spesies Utama dan Sinonimnya 1. Fusarium chlamydosporum Wollenw. & Reink. Sinonim: Fusarium sporotrichioides Sherb. var. chlamydosporum (Wolenw. & Reink.) Joffe, Fusarium fusarioides (Frag. & Cif.) C. Booth, Fusarium trincinctum (Corda) Sacc. emend. Sny. & Hans pro parte. 2. Fusarium culmorum (W.G. Sm.) Sacc. Sinonim: Fusisporium culmorum W.G. Sm. 1884, Fusarium cerealis Cooke, Fusarium roseum Link. Ex Gray emend. Sny. & Hans. pro parte 3. Fusarium moniliformae Sheld. Sinonim: Gibberella fujikuroi (Saw.) Wollenw. (teleomorf), Lisea fujikuroi Saw. 1917, Gibberella moniliformis Winel. (teleomorf). 4. Fusarium oxysporum Sclecht. emend. Sny. & Hans. pro maxima parte Sinonim: Fusarium bulbigenum Cooke & Massee, Fusarium vasinfectum Atk., Fusarium dianthi Prill. & Delacr. 5. Fusarium poae (Peck) Wollenw. Sinonim: Sporotrichum poae Peck, Fusarium trincinctum (Corda) Sacc. emend. Sny. & Hans. pro parte 6. Fusarium solani (Mart.) Sacc. Sinonim: Fusisporium solani Mart., Fusarium solani (Mart.) Appel & Wolenw., Fusarium solani (Mart.) Sacc. emend. Sny. & Hans. pro parte 7. Fusarium sporotrichioides Sherb. var. sporotrichioides S i n o n i m : Fu s a r i u m s p o r o t r i c h i e l l a B i l a i va r. sporotrichioides (Sherb.) Bilai, Sporotrichiella rosea Karts. (non Fusarium roseum Link ex Gray), Fusarium tricinctum (Corda) Sacc. emend. Sny. & Hans. pro parte Asal dan Penyebaran Geografi Genus Fusarium tidak jelas petunjuk daerah asalnya. Berdasarkan keragaman spesies dan teleomorfnya, diduga genus Fusarium merupakan kelompok purba yang kemungkinan awalnya dari evolusi Ascomycetes. Akan tetapi, tidak dijumpainya catatan fosil dan tidak adanya perhitungan nampaknya telah terjadi aras evolusi molekul. F. oxysporum, yang merupakan penghuni tanah (soil-borne fungus), tersebar luas di seluruh dunia, dari subantartika sampai di atas lingkaran Artik dan kebanyakan tempat terletak di antaranya, sehingga tersebar ke semua benua yang terkait
8
Buletin
MIKOINA
dengan kegiatan manusia. Misalnya dijumpai di pegunungan Alpen, Himalaya, Afrika Tengah, Hawaii, India, Indonesia, Amerika, dan Eropa, serta Australia. Spesies F. oxysporum merupakan salah satu spesies Fusarium yang paling beragam, paling banyak dijumpai sebagai saprofit di dalam tanah dalam kisaran luas tanah dan patogen pada banyak tanaman inang. Penyebaran di dalam tanah terjadi karena konidium diangkut oleh pergerakan air. Arti Ekonomi Spesies F. oxysporum selain sebagai patogen pada banyak tanaman, juga dijumpai adanya spesies tersebut yang bersifat antagonis, yang disebut F. oxysporum nonpatogen. Bentuk koloni dan morfologi biakan tidak dapat dibedakan dengan yang patogen. F. oxysporum nonpatogen mempunyai arti penting dalam pengendalian hayati F. oxysporum patogen melalui mekanisme persaingan, hiperparasit, dan pengimbasan ketahanan tanaman. Fungsi F. oxysporum hidup sebagai patogen pada banyak tanaman inang, tetapi juga dijumpai ada yang tidak bersifat parasit atau patogen, yang disebut F. oxysporum nonpatogen. Pertelaan Genus dan Spesies G e n u s Fu s a r i u m d i c i r i ka n b i a s a nya o l e h pertumbuhan yang cepat, dengan koloni berwarna pucat atau cerah, miselium permukaan yang agak datar, dan sporulasi yang menyebar atau melalui sporodokium. Konidiofor biasanya bercabang di bagian dasar, jika membentuk pustul diistilahkan sporodokium atau pada beberapa spesies hanya terdiri dari fialida tunggal. Percabangan ujung ramping, fialida agak runcing yang menghasilkan satu pembuka yang subur (di beberapa spesies dijumpai beberapa proliferasi simpodial, yaitu polifialida). Pada spesies F. oxysporum, koloninya lembap dan lembut, warna koloni krem, merah muda, atau ungu, dengan monofialida yang pendek (kurang dari 12 µm) dan tidak dalam alur yang padat. Mikrokonidiumnya banyak dihasilkan, berbentuk agak lengkung atau elips, lurus atau sering seperti ginjal, kebanyakan tidak bersekat, dan jarang membentuk rangkaian. Makrokonidium membentuk sel kaki di bagian pangkal dengan bagian ujung berbentuk paruh, meruncing di kedua ujungnya, bersekat 3-5, dan seluruh konidium agak lengkung dengan diameter makrokonidium biasanya kurang dari 4,5 µm. Klamidospora umumnya terbentuk di bagian ujung hifa, hialin, dan berdinding halus atau kasar. Tubuh plektensima sklerotium banyak dijumpai dengan warna krem sampai kuning tua, sering berwarna biru
Volume 1, Mei 2015 atau ungu tua. F. oxysporum dapat tumbuh di banyak substrat di kisaran luas jenis tanah dan banyak tanaman inang, baik sebagai saprofit maupun parasit, tetapi cendawan ini tidak umum dijumpai di tanah hutan. Spesies ini mudah diisolasi dengan semua teknik yang biasa dipakai. Cendawan masih sering dijumpai pada kedalaman tanah 30 cm dan bahkan pada 50 cm atau di bawahnya. Pada daur hidupnya, F. oxysporum mampu bertahan hidup dari kondisi ekstrem yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya, dengan membentuk klamidospora, yang mampu bertahan hidup paling sedikit selama satu tahun dalam tanah yang terinfestasi secara alami atau lebih dari 17 tahun dalam tanah di tabung reaksi pada biakan murni. Patogenisitas akan menurun setelah dipindah ulang pada medium agar. Patogenisitas akan dapat dipertahankan jika disimpan pada suhu -70°C atau dalam tanah steril. Konidium dan miseliumnya segera membentuk klamidospora ketika langsung disimpan dalam substrat organik segar. Informasi Lain F. oxysporum dalam perkembangannya telah mengalami evolusi kekhususan inang sehingga dari spesies dikelompokkan menjadi subspesies, yang dikenal dengan istilah forma spesiales atau disingkat dengan f. sp. Bahkan dari forma spesiales dapat diperinci secara lebih khusus berdasarkan pada kesesuaian struktur somanya melalui teknik volatile test dan vegetative compatibility group (VCG) maupun secara molekul dengan data RFLP lokus tunggal atau RAPD. Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat tanaman sehat tumbuh pada tanah terkontaminasi cendawan F. oxysporum, tabung kecambah dari konidium atau miseliumnya langsung menembus ujung akar atau memasuki akar tanaman melalui luka atau pada titik pembentukan akar samping. Miselium melanjutkan pertumbuhannya melalui korteks akar secara intersel dan pada saat mencapai pembuluh xilem, miselium masuk ke pembuluh xilem melalui lubang atau celah. Miselium tetap tinggal di dalam pembuluh xilem dan tumbuh di dalamnya, terutama ke bagian atas tanaman ke arah batang dan pangkal batang tanaman. Ketika di dalam pembuluh xilem, miselium membentuk cabang dan mikrokonidium, yang kemudian lepas dan terangkut ke bagian atas melalui aliran air atau nutrisi. Mikrokonidium berkecambah pada titik tempat berhentinya pergerakan, miselium kemudian menembus dinding pembuluh bagian atas dan mikrokonidium baru dihasilkan. Keberadaan miselim dan mikrokonididum di dalam pembuluh xilem menyebabkan penyumbatan aliran air dan nutrisi dari akar ke bagian atas tanaman. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi layu dan akhirnya mari. Cendawan kemudian menginfeksi semua jaringan tanaman, mencapai permukaan tanaman yang mati dan bersporulasi.
Mikrokonidium yang terbentuk melalui pensporaan kemudian disebarkan ke tanaman atau daerah baru melalui angin, air, dan lainnya. Pertumbuhan F. oxysporum sangat bergantung pada kelembapan yang tinggi, suhu yang optimum, dan pH tanah yang optimum juga. Ekologi Faktor lingkungan yang berperan penting terhadap penghambatan pertumbuhan spesies F. oxysporum di antaranya suhu di bawah minimum 5 °C dan di atas maksimum 37 °C; potensial air - 40 bar; sumber karbon rafinosa, DL-arginin, tirosin, DL-metionin, dan asam amino yang lain. Perbanyakan di Laboratorium Perbanyakan F. oxysporum di laboratorium dilakukan baik untuk tujuan identifikasi maupun tujuan lainnya. Perbanyakan dapat dilakukan dengan inokulasi pada agaragar medium daun anyelir (carnation leaf agar, CLA), spezieller nahrstoffarmer agar (SNA), atau agar-agar dekstrosa kentang (potato dextrose agar, PDA). Medium untuk identifikasi tambahan adalah agar-agar air (water agar, WA), agar=agar tanah (soil agar, SA), atau agar-agar KCl (KCl agar). Medium untuk mengisolasi Fusarium ada beberapa, di antaranya agar-agar PCNB pepton (peptone PCNB agar, PPA) atau medium Nash-Snyder (Nash-Snyder medium, NSM), Komada, malachite green agar (MGA), selective Fusarium agar (SFA), rose bengal-glycerine-urea medium (RbGU), atau specific screening medium (SSM). Medium untuk penyiapan inokulasi alami ialah chaff-grain medium (CGM). Medium untuk pertumbuhan diameter koloni terbatas ialah minimal medium + tergitol dan sorbose (MMTS) dan complete medium + tergitol dan sorbose (CMTS). Medium untuk persilangan seksual adalah agar-agar kentang (carrot agar, CA) dan V-8 juice agar. Faktor abiotik yang menunjang pertumbuhan atau perkembangan Fusarium di laboratorium di antaranya ialah suhu antara 25-30 °C; cahaya 12 jam gelap 12 jam terang; lampu merkuri sesuai untuk mengimbas pembentukan makrokonidium; pH medium optimum 7.7; potensial air minimum antara -125 dan -155 bar; sporulasi terbaik pada medium dengan sumber karbon pati dan manitol, juga asam suksinat, asam laktat, gliserol, selobiosa, maltosa, dan sukrosa. Sumber N yang sesuai ialah alanin, asparagin, asam aspartat, dan gluten. F. oxysporum tumbuh dengan baik pada lignin sulfonat atau p-hidroksibenzaldehida, asam ferulat, vanillin, asam galat, dan tanin, juga asam benzoat, asam sinamat, flavonoid, dan isoflavon. Perbanyakan Persiapan pembuatan medium untuk F. oxysporum akan disajikan khususnya untuk medium CLA, PDA, PDB, WA, Komada, SFA, dan RbGU.
Buletin
MIKOINA
9
Volume 1, Mei 2015 Medium CLA. Daun anyelir bebas residu fungisida atau 2 insektisida dipotong dengan ukuran 5-8 mm , dikeringkan dalam oven suhu 70°C selama 3-4 hari. Potongan daun kering diletakkan dalam tempat aluminium atau polikarbonat dan disterilkan dengan sinar gama (2.5 mega rad) atau dengan cara fumigasi menggunakan propilena oksida, kemudian disimpan pada suhu kamar sampai selama 12 bulan sebelum digunakan. Potongan daun steril diletakkan pada medium PDA dan ditambahkan agar-agar air 2% . Pada cawan Petri berdiameter 60 mm diletakkan 5-6 potongan daun anyelir steril. Medium PDA. Medium PDA disiapkan dengan 20 g dekstrosa, 20 g agar-agar, dan 200 g kentang untuk 1 L air suling. Kentang dikupas, dicuci, dipotong, dan direbus sampai matang, disaring dengan selapis kain. Ke dalam ekstrak kentang dimasukkan dekstrosa dan agar-agar, diaduk rata, disaring kembali, ditambah air suling hingga menjadi 1 L, lalu disterilkan. Medium PDA komersial lebih sesuai dan mudah digunakan untuk tujuan identifikasi.
Medium Komada. Medium Komada disiapkan untuk isolasi khusus F. oxysporum dari tanah. Penyiapannya dengan mencampurkan 20 g D-galaktosa, 2 g L-asparagin, 1 g KH2PO4, 0.5 g KCl, 0.5 g MgSO4.7H2O, 750 mg PCNB, 10 mg Fe3Na EDTA, dan 1 L air suling. PCNB biasanya ditambahkan sebagai teraklor sebanyak 1 g (mengandung 75% PCNB) (b/b). pH dibuat 3.8 ± 0.2 dengan menambahkan asam fosforat 10% sebelum disterilkan. Setelah medium steril dan suhu turun hingga 50 °C, ditambahkan larutan stok suplemen yang disaring steril, yang dibuat dari 5 g streptomisin dalam 100 mL -1 air suling dan digunakan sebanyak 6 mL L medium. Larutan oksgal mengandung 5 g oxgall dan Na2B4O7.10 H2O dalam air suling dan digunakan sebanyak 10 ml/L medium. Medium dihomogenkan dengan cara dikocok, kemudian dituang ke dalam cawan Petri dan siap untuk digunakan. Medium SFA. Medium SFA merupakan medium isolasi khusus spesies Fusarium dari sisa-sisa tanaman di tanah, yang mengandung glukosa (desktrosa) 20 g, KH2PO4 0.5 g, 2 g NaNO3, 0.5 g MgSO4.7 H2O, 1 g yeast extract, 1 mL FeSO4.7H2O 1%, 20 g agar-agar, dan air sampai 1 L. Medium disterilkan dan kemudian didinginkan sampai suhu 50 °C, kemudian ditambahkan antibiotik yang disaring steril. Larutan stok streptomisin dibuat dari 5 g streptomisin dalam 100 mL air -1 suling dan digunakan sebanyak 20 mL L medium. Larutan stok neomisin dibuat dari 1 g neomisin sulfat dalam 100 mL air -1 suling dan digunakan sebanyak 12 mL L medium. Dikloran (2,6-dikloro-4-nitroanalin) dibuat dari 50 mg dikloran dalam 100 mL etanol dan digunakan sebanyak 13 mL L-1 medium. Medium dihomogenkan dengan cara dikocok, kemudian dituang ke dalam cawan Petri dan siap untuk digunakan.
Medium PDB. Penyiapan medium potato dextrose broth (PDB) dilakukan sama seperti penyiapan untuk medium PDA, hanya tanpa agar-agar.
Medium RbGU. Penyiapan medium ini dengan mencampur 10 g gliserol, 1g urea, 0.5 g L-alanin, 1 g PCNB, 0.5 g rose bengal, 15 g agar-agar, dan air suling sampai 1 L. Medium disterilkan dan kemudian didinginkan sampai suhu 50 °C. Selanjutnya ke dalam medium ditambahkan larutan streptomisin seperti pada penyiapan medium lainnya di atas. Medium dihomogenkan dengan cara dikocok, kemudian dituang ke dalam cawan Petri dan siap untuk digunakan. Inokulasi sampel, baik berupa tanah, bagian tanaman, atau biakan murni, ke medium di atas dilakukan dan selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar, dengan penyinaran 12 jam gelap12 jam terang. Biakan yang tumbuh dari hasil isolasi pada medium di atas kemudian dimurnikan, diidentifikasi atau diproduksi. Produksi mikrokonidium F. oxysporum yang paling mudah dan cepat dilakukan dengan menggunakan medium PDB, yang kemudian digoyang selama 5-7 hari pada suhu kamar dengan kecepatan 150 rpm.
Medium WA. Medium agar-agar air atau water agar (WA) terdiri atas 20 g agar-agar dan 1 L air suling. Kedua bahan tersebut direbus, disaring, dan disterilkan.
Penangan pascapanen Penanganan F. oxysporum khususnya dalam penyimpanan dapat dilakukan dengan cara sederhana dan
Gambar 1. Koloni Fusarium oxysporum pada medium PDA (kiri: http://thunderhouse4-yuri.blogspot.com/ 2012/06/fusarium-oxysporum.html dan kanan: http://www.pf.chiba-u.ac.jp/gallery/img/fungi/f/).
10
Buletin
MIKOINA
Volume 1, Mei 2015
Gambar 2. Mikrokonidium dan makrokonidium Fusarium oxysporum (http://www.datuopinion.com/fusarium-oxysporum).
Gambar 3. Mikrokonidium dan fialid Fusarium oxysporum (http://thunderhouse4-yuri.blogspot.com/2012/06/fusariumoxysporum.html).
mudah, yaitu disimpan dalam medium tanah steril, gel silika, atau air steril yang ditutup minyak mineral atau parafin cair, maupun cara yang lebih modern dan rumit, seperti dalam nitrogen cair pada suhu -70 °C atau liofilisasi. Sumber Daya Genetika Beberapa tempat yang mengkoleksi spesies F. oxysporum di antaranya ialah Laboratorium Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto; Laboratorium Mikologi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor; Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang; dan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rekayasa Genetika Rekayasa genetika terhadap F. oxysporum dilakukan dengan tujuan mengelompokkan spesies ke dalam forma spesialis dan dilanjutkan ke VCG. F. oxysporum dikelompokkan ke dalam forma spesiales berdasarkan pada sifat virulen dan patogen terhadap tanaman inang khusus. Misalnya, pada tanaman pisang dijumpai F. oxysporum Schlecht. f. sp. cubense (E.F. Smith) Snyd. & Hans., pada kelapa sawit dijumpai. F. oxysporum Schlecht. f. sp. elaedis Toovey. Selanjutnya, forma spesialis dikelompokkan ke sub-sub spesies berdasarkan VCG.
Gambar 4. Mikrokonidium, makrokonidium, dan klamidospora Fusarium oxysporum f. sp. cubense (http://www.plantmanagementnetwork.org/elements/view.a spx?ID=218).
Harapan Pengembangan ke depan khususnya untuk identifikasi dan klasifikasi spesies F. oxysporum, selain menggunakan VCG, juga diperdalam dan ditegaskan lagi dengan teknik biologi molekul.
Buletin
MIKOINA
11
Volume 1, Mei 2015
Teknik Preservasi Atau Penyimpanan Cendawan/jamur Yang Sederhana dan Mudah Iman Hidayat Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong 16911, Jawa Barat Tel 021-8765067, Faks 021-8765062
[email protected]
P
reservasi pada fungi (cendawan/jamur) merupakan suatu usaha penyimpanan atau pengawetan biakan (kultur) murni fungi dalam jangka waktu lama tanpa terkontaminasi dan tanpa kehilangan sifat-sifat fisiologinya. Preservasi biasanya dilakukan dengan tujuan inventarisasi keanekaragaman hayati atau sebagai biakan stok dalam penelitian atau industri berbasis isolat fungi. Melakukan preservasi merupakan suatu hal yang sebenarnya sederhana, tetapi membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan kerapihan dalam melakukannya. Karena tiga faktor ini harus ada dalam melakukan suatu preservasi fungi maka mikologiwan/wati pada umumnya hanya melakukan periodic serial subcultures atau melakukan pemindahan biakan murni fungi secara periodik (setiap 3-6 bulan) dari medium agar-agar miring yang satu ke yang lainnya. Walaupun cara seperti ini mudah dan sederhana, tetapi memiliki beberapa risiko negatif. Risiko tersebut ialah risiko kontaminasi yang tinggi oleh air borne fungi pada saat pemindahan; hilangnya sifat-sifat fisiologi, antara lain sporulasi dan patogenisitas; penurunan aktivitas metabolisme, seperti antibiosis, produksi metabolit sekunder, dan enzim; dan mutasi. Apabila jumlah biakan murninya banyak (ratusan atau ribuan), teknik ini hampir tidak mungkin dilakukan dengan baik karena memakan waktu banyak. Beberapa teknik preservasi modern seperti freeze drying dan cryopreservation mampu menyimpan biakan murni fungi dalam jangka waktu yang lama (≥ 30 tahun), tetapi tidak ekonomis bagi laboratorium yang memiliki pendanaan terbatas. Selain alat yang mahal, stabilitas pasokan listrik menjadi kunci utama untuk teknik preservasi tersebut. Potensi matinya biakan yang dipreservasi akibat mencairnya biakan yang dibekukan dengan teknik freeze drying dan cryopreservation menjadi sangat tinggi, apabila tidak ada jaminan pasokan listrik yang stabil. Tiga teknik penyimpanan fungi yang sederhana dan murah, tetapi mampu menyimpan fungi dalam jangka waktu yang cukup lama (3-5 tahun) diuraikan sebagai berikut. Preservasi dengan Air Steril (Sterile Water Preservation Method) (Ellis 1979) Teknik ini dapat digunakan untuk kelompok Basidiomycota, kelompok fungi yang bersporulasi (Penicillium, Aspergillus, Trichoderma), fungi patogen tanaman (Cladosporium, Pythium, Phytophthora), dan fungi patogen pada hewan dan manusia sampai 3-7 tahun tanpa
12
Buletin
MIKOINA
mengubah akitivitas fisiologinya. Teknik ini juga dapat dilakukan untuk kelompok bakteri. Bagian dari fungi yang dapat disimpan ialah potongan agar-agar dari koloni biakan murni atau suspensi spora. Tempat preservasi yang direkomendasikan ialah botol kaca berulir atau tabung kaca berulir. Prosedur. Botol atau tabung kaca berulir diisi air akuades, lalu disterilkan menggunakan autoklaf. Biakan murni, yang sudah tumbuh pada medium (potato dextrose agar (PDA)/malt extract agar (MEA)/plate count agar (PCA) selama sekitar 5-7 hari, dipotong pada bagian sisi yang ada koloni funginya. Selanjutnya potongan agar-agar tersebut dimasukkan ke dalam botol atau tabung kaca yang berisi air steril. Botol atau tabung ini disimpan pada suhu ruang. Ketika ingin meremajakan biakan murni yang sudah disimpan ini, potongan agar-agar diambil dan bagian yang posisinya berkoloni ditempelkan hingga bersentuhan dengan medium agar-agar yang baru. Apabila yang akan disimpan adalah spora maka dengan menggunakan kapas basah steril, spora pada koloni cendawan diusap, lalu kapas dimasukkan ke dalam botol kaca yang berisi air steril dan diaduk dengan pelan supaya spora bisa lepas dari kapas dan bercampur dengan air steril (suspensi spora) di dalam botol preservasi. Selanjutnya botol preservasi disimpan pada suhu ruang dan suspensi spora dapat diremajakan pada medium aga-agar yang baru. Minyak Mineral (Mineral Oil) (Buell dan Weston 1947) Teknik preservasi menggunakan minyak mineral hampir mirip dengan teknik preservasi menggunakan air steril. Beberapa keuntungan yang didapat dari teknik ini ialah selain murah dan mudah. Teknik ini cocok untuk laboratorium yang kecil. Demikian juga, beberapa mikrob kontaminan tidak dapat tumbuh dalam minyak mineral. Akan tetapi, ada beberapa kerugian yang harus diwaspadai apabila kita akan menggunakan teknik ini untuk menyimpan biakan murni fungi, yaitu risiko kontaminasi spora yang berasal dari udara, kecepatan pertumbuhan fungi menjadi lambat pada saat ditumbuhkan kembali, dan dapat terjadi mutasi apabila menggunakan minyak mineral yang berkualitas rendah. Jenis parafin yang disarankan ialah minyak parafin (paraffin oil) atau medicinal paraffin dengan tingkat gravitas 0.830-0.890. Prosedur. Isolat fungi ditumbuhkan pada medium agar-agar miring PDA/MEA/PCA di dalam botol kaca kecil berulir dan
Volume 1, Mei 2015
diinkubasikan sekitar 7 hari. Lalu, minyak parafin disterilkan menggunakan autoklaf sebanyak 2 kali pada kondisi 121 °C selama 15 atau 30 menit. Minyak parafin steril ini dituangkan ke dalam botol sampai menggenangi koloni fungi. Dengan demikian, minyak parafin akan mengurangi terjadinya dehidrasi pada medium dan juga mengurangi aktivitas metabolisme fungi karena terbatasnya kandungan oksigen di dalam botol. Fungi dapat ditumbuhkan kembali dengan cara membuang minyak parafin, lalu koloni fungi dipotong dan diinokulasikan pada medium agar-agar (PDA/oat agar (OA)/MEA). Preservasi dengan Gel Silika (Silica Gel Method) (Perkins 1962) Teknik ini dapat digunakan untuk kelompok Ascomycota dan kapang anamorf yang mudah bersporulasi seperti Aspergillus, Penicillium, dan Trichoderma juga sebagian anggota Basidiomycota. Beberapa keuntungan dari penggunaan teknik ini ialah biakan murni fungi dapat terhindar dari kontaminasi bakteri karena kondisinya kering. Selain itu, biakan murni fungi dapat disimpan selama 3-7 tahun. Beberapa kerugian yang mungkin timbul apabila kita menyimpan biakan murni fungi dengan teknik ini ialah rawan terjadinya kontaminasi setelah beberapa kali dipindah.
Beberapa jenis fungi patogen tanaman seperti Pythium, Phytophthora, dan anggota Oomycota lainnya tidak bagus apabila dipreservasi dengan cara ini. Prosedur. Botol kaca berulir diisi dengan gel silika kira-kira 1/3 dari ukuran botol, lalu disterilkan dengan oven pada 180 °C selama 3 jam. Selanjutnya botol kaca disimpan di dalam freezer -20 °C. Sementara itu, suspensi spora fungi disiapkan dalam 5% skimmed milk dingin. Sebanyak 1 mL suspensi spora dimasukkan ke dalam botol kaca yang berisi gel silika steril, lalu dikocok sampai homogen. Selama 10-14 hari, botol kaca disimpan pada suhu ruang dengan kondisi tutup botol tidak ditutup rapat sampai gel silika mengkristal. Selanjutnya, botol ditutup rapat dan disimpan dalam lemari es (4 °C). Daftar Pustaka Buell CB, Weston WH. 1947. Application of the mineral oil conservation method for maintaining collection of fungal cultures. Am J Bot. 34:555-561. Ellis JJ. 1979. Preserving fungus strains in sterile water. Mycologia. 71:1072-1075. Perkins DD. 1962. Preservation of Neurospora stock cultures with anhydrous silica gel. Can J Microbiol. 8:591-594.
Buletin
MIKOINA
13
Volume 1, Mei 2015
Warta Mikologi Beberapa kegiatan seminar/workshop/pelatihan yang akan dilakukan tahun 2015 yang masuk ke meja redaksi ialah sebagai berikut:
2nd International Conference on Basic and Applied Mycology 14–15 March 2015 Assiut University Mycological Centre, Assiut, Egypt Contact: e-mail:
[email protected] www.aun.edu.eg/aumc/con2014/index.php/
28th Fungal Genetics Conference 17–22 March 2015 Asilomar Conference Centre, Pacific Grove, CA, USA Contact: Anne Marie Mahoney; e-mail:
[email protected] www.genetics-gsa.org/fungal/2015
23-27 Maret 2015
Genomics of Neglected Pathogens 20–21 April 2015 CBS-KNAW Fungal Biodiversity Centre, Utrecht, The Netherlands Contact: Sybren de Hoog or Benjamin Stielow; email:
[email protected] and
[email protected]
Yeasts Taxonomy Workshop 20–21 April 2015 CBS-KNAW Fungal Biodiversity Centre, Utrecht, The Netherlands Contact: Teun Boekhout or Marizeth Groenewald; e-mail:
[email protected] and
[email protected]
The Second International Workshop on Ascomycete Systematics 24–25 April 2015 Royal Academy of Arts and Sciences, Amsterdam, The Netherlands Contact: e-mail:
[email protected]
EFS13: 13th European Fusarium Seminar Fusarium – Pathogenicity, Mycotoxins, Taxonomy, Genomics, Biosynthesis, Metabolomics, Resistance, Disease control 10–14 May 2015 Martina Franca, Italy Contact: Antonio Moretti and Antonio Logrieco; e-mail:
[email protected] http://efs13.mycored.eu
6th Congress of European Microbiologists (FEMS2015) 7–12 June 2015 Maastricht, The Netherlands Contact: Kenes International; e-mail:
[email protected]
World Congress and Expo on Applied Microbiology (Microbio-2015) 22–24 June 2015 Frankfurt, Germany Contact: Martin Pecker; e-mail:
[email protected] http://microbiology.omicsgroup.com/
8th International Medicinal Mushrooms Conference (IMMC8) 24–27 August 2015 Manizales, Colombia Contact: e-mail:
[email protected]
14
Buletin
MIKOINA
www.immc8.com
8th International Conference on Mycorrhiza (ICOM8) Mycorrhizal Integration across Continents and Scales 3–7 August 2015 Northern Arizona University, Flagstaff, Arizona, USA Contact: Cathering Gehring or Nancy Johnson; e-mails:
[email protected] and
[email protected] http://nau/edu/Merriam-Powell/ICOMB
17th Congress of European Mycologists (XVII CEM)
Working with Fungi
21–25 September 2015 VidaMar Hotel, Funchal, Madeira, Portugal Contact: e-mail:
[email protected] or
[email protected] www.xviicem.org
Asian Mycological Congress 7–10 October 2015 Goa University, India Contact: Belle Damodara Shenoy; e-mail:
[email protected] www.amc2015goa.com
Volume 1, Mei 2015
FORMULIR PENDAFTARAN ANGGOTA MIKOINA Gedung Botani-Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Science Center (CSC) Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46 Cibinong Telp. +82-21-8765067; Fax. +82-21-8765062 Email:
[email protected]
Buletin
MIKOINA
15
Volume 1, Mei 2015
PEDOMAN PENULISAN Buletin Mikoina menyajikan Khazanah Cendawan/Jamur Tanah Air, Pengalaman Pribadi dalam Praktik Mikologi, Gagasan Ilmiah serta Ulasan Balik, Profil Laboratorium, Ulasan Buku, dan Warta Mikologi. Buletin Mikoina juga menerima komentar pembaca tentang artikel yang diterbitkan, paling lambat 2 bulan setelah waktu terbit. Semua artikel ditulis dalam bahasa Indonesia. Penulis dapat mengirimkan naskah secara on line atau melalui surat elektronik (email) kepada Ketua Editor dengan alamat:
[email protected] Khazanah Cendawan/Jamur Tanah Air Artikel ini berisi sumber daya hayati cendawan yang ada di Indonesia, ditulis maksimum 3000 kata, termasuk Daftar Pustaka, Tabel, serta Gambar. Pengalaman Pribadi dalam Praktik Mikologi Artikel ini berisi teknik, metode, pembuatan alat, bahan yang berbahaya, pembuatan laboratorium, dan lainnya yang ditulis maksimum 3000 kata, termasuk Daftar Pustaka, Tabel, serta Gambar. Gagasan Ilmiah serta Ulasan Balik (Review) Rubrik berisi gagasan ilmiah orisinal serta ulasan balik merupakan artikel undangan. Rubrik ini ditulis maksimum 3000 kata, termasuk Daftar Pustaka, Tabel, serta Gambar. Profil Laboratorium Rubrik ini menyajikan Laboratorium Mikologi di suatu instansi dan ditulis maksimum 3000 kata, termasuk Daftar Pustaka, Tabel, serta Gambar. Ulasan Buku Ulasan Bukumaksimum terbitan 3 tahun mutakhirdapat disajikan dalam rubrik ini dan ditulis maksimum 500 kata. Warta Mikologi Rubrik ini menyajikan informasi yang sudah terlaksana dan atau mutakhir yang berkaitan dengan acara ilmiah Mikologi, misal seminar, konferensi, lokakarya, workshop, pelatihan, dan lainnya dalam waktu sampai dengan 2 tahun mendatang. Format rubrik ini diawali dengan tanggal bulan tahun acara, nama acara, kontak alamat penyelenggara: nama, alamat surat elekronik (Surel) dan web. Sumber Acuan Sumber acuan dalam teks dan daftar pustaka untuk menulis semua jenis rubrik Warkat Mikoina mengikuti gaya Council of Science Editors (CSA). [SCA] Council of Science Editors. 2006. Scientific Style and Format. The CSE Manual for Authors. Editors, and Publishers. Ed ke-7. Reston VA (US): The Council. Contoh: Berkala Ilmiah Cetak Sukarno N, Kurihara Y, Mangunwardoyo MIW, Yuniarti E, Sjamsuridzal W, Park JY, Saraswati R, Inaba S , Widyastuti Y, Ando K, Harayama S. 2009. Lecanicillium and Verticillium spesies from Indonesia and Japan including three new species. Mycoscience. 50:369-379. Doi 10.1007/s10267-0090493-1. Buku Luangsa-ard JJ, Tasanathai K, Mongkolsamrit S, Hywel-Jones NL. 2008. Atlas of Invertebrate-Pathogenic Fungi of Thailand. Vol 2. Pathum Thani (TH): NSTDA. Skripsi Amalia R. 2008. Ragam cendawan entemopatogen di kawasan Cagar Alam Telaga Warna, Cisarua, Bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Artikel di dalam Buku Humber RA. 2012. Identification of entomopathogenic fungi. Di dalam: Lacey L, editor. Manual of Techniques in Invertebrate Pathology. Washington (US): Academic Pr. hlm 151-187.
16
Buletin
MIKOINA
DAFTAR ISI Ratnaningtyas N. I., Sejarah Perhimpunan Mikologi Indonesia
3
Rahayu G., IPB Culture Collection Pengawal Tradisi Mikrobiologiwan di Indonesia
5
Soesanto L., Fusarium Link ex Fr. 1821
8
Hidayat I., Teknik Preservasi atau Penyimpanan Cendawan/Jamur yang Sederhana dan Mudah
12
Profil Laboratorium
13
Warta Mikologi International Congress Seminar Nasional Pelatihan
14
Formulir Pendaftaran Anggota Mikoina
15
Pedoman Penulisan
16