Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
PEMANFAATAN “WASTE DAN TAILING” UNTUK PEMBUATAN BATA CETAK DARI KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH EMAS DAERAH CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA DAN WALURAN KABUPATEN SUKABUMI (UTILIZATION OF “WASTE DAN TAILING” FOR MAKING MOULDED BRICK GOLD FROM ORE MINING ACTIVITY IN CINEAM AREA TASIKMALAYA REDENCY AND WALURAN AREA SUKABUMI REGENCY) Widodo1, Priyo Hartanto1, Danang Nor Arifin2, Firman Arifianto2
1). Puslit Geoteknologi-LIPI Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 2). UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI Jl. Cihaur No. 2 Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi Pos-el: Widodo <
[email protected]>; (Diterima 06 Juni 2012; Disetujui 01 Agustus 2012)
ABSTRAK Telah dilakukan percobaan pemanfaatan batuan hasil penambangan yang tidak diolah (waste) dan ampas (tailing) hasil pengolahan bijih emas metode amalgamasi dari Sukabumi dan Tasikmalaya sebagai bahan baku untuk pembuatan bata cetak. Percobaan ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan waste dan tailing sebagai bahan baku pembuatan bata cetak berdasarkan ukuran butir dan kuat tekan. Dalam percobaan tahap pertama dan kedua, komponen utama waste dan tailing, serta bahan tambahan felsfar dan binder WG (waterglass) dibuat dengan perbandingan volume tetap; sedangkan binder PC (portland cement) yang ditambahkan dalam percobaan tahap ketiga dibuat sebagai variabel. Perbandingan bahan campuran waste : tailing : felsfar : binder masing-masing 3,3 : 9,1 : 3,3 : 1,0 untuk percobaan tahap pertama, dan 2,4 : 6,67 : 2,4 : 1,0 untuk percobaan tahap kedua. Percobaan tahap kedua merupakan perbaikan dari percobaan tahap pertama. Percobaan tahap ketiga yaitu menggunakan campuran bahan yang terbaik berdasarkan hasil percobaan tahap kedua, binder PC dengan tujuan supaya lebih sesuai untuk diterapkan dalam masyarakat. Berdasarkan kuat tekan, hasil percobaan tahap pertama belum memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bata cetak, sedangkan percobaan tahap kedua sebagian (50 %) telah memenuhi syarat, dan percobaan tahap ketiga telah memenuhi syarat sebagai bata cetak dengan nilai kuat tekan minimal 50 kg/cm2 menurut SNI No. 15-2094-1991. Kanta kunci: penambangan, pengolahan, waste, tailing, bata cetak
ABSTRACT An experiments has been carried out to utilize untreated mined rock (waste) and tailings in processing gold ore using amalgamation method as raw material for making moulded brick in Sukabumi and Tasikmalaya. The experiment was conducted to asses the likely utilization of waste and tailing as raw material for making moulded brick by particle size and compressive strength. In the first and the second steps of the experimentation, the main component of waste and tailing as well as additional materials felsfar and WG binder were done with the constant volume ratio, while the PC binder was added in the third step of the experimentation as the variable ratio. The Comparison of the mixed material were : tailings: felsfar = binder 3.3: 9.1: 3.3: 1.0 respectively for the first step of the experimentation and 2.4: 6.67: 2.4: 1.0 for the second step of the experimentation as the improvement from the first step of the experimentation. The third step of the experimentation used the best mixture ratio based on the results of the second step of the experimentation by using a PC binder with the objective to be suitable in application in the society. Based on the compressive strength of the experimental results of moulded brick it shows that the first step of the experimentation is not suitable for moulded brick, while the 50 % result of the second step of the experimentation is suitable for moulded brick, and the third step of the experimentation is suitable for moulded brick with the minimum compressive strength of 50 kg/cm2 according to SNI No. 15-2094-1991. Key words : mining, processing, waste, tailings, moulded brick
63
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 )
PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan adalah terciptanya keserasian hubungan antara manusia dengan lingkungan alam di sekitarnya, melalui pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan bahan galian harus diupayakan secara optimal sesuai dengan azas konservasi dan berwawasan lingkungan, dengan menekan dampak negatif yang ditimbulkan sampai seminimal mungkin. Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai percontoh di kawasan Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bogor, terdapat pertambangan bijih emas skala kecil yang masih menggunakan metode pengolahan bijih emas sederhana (amalgamasi). Pada pengolahan bijih emas metode amalgamasi, merkuri (Hg) dicampur dengan bijih emas yang berukuran halus, sehingga terbentuk ikatan emas dengan merkuri yang dikenal sebagai amalgam. Merkuri ini tidak membentuk amalgam dengan silika dan mineral-mineral pengotor seperti besi sulfida (pirit) dan mineral-mineral oksida lainnya, sehingga silika dan mineral-mineral pengotor tersebut dipisahkan sebagai residu. Residu ini berupa limbah padat, yang disebut juga dengan istilah tailing (ampas). Tailing secara teknis didefinisikan sebagai material halus, yaitu merupakan mineral yang tersisa setelah mineral berharganya diambil dalam suatu proses pengolahan bijih (Wills, 1988). Dalam kamus istilah teknik pertambangan umum, tailing diidentikkan dengan ampas. Tailing juga didefinisikan sebagai limbah proses pengolahan mineral yang butirannya berukuran relatif halus (Marcus, 1997). Sementara waste adalah material buangan yang berupa batuan yang dipisahkan dari bijih (batuan yang mengandung logam). Buangan yang berupa waste dan tailing ini belum dimanfaatkan, sehingga semakin hari semakin banyak dan berpotensi mencemari lingkungan. Konsep pengelolaan lingkungan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan limbah melalui rekayasa dengan teknologi sederhana agar dapat diterapkan oleh masyarakat di lingkungan pertambangan skala kecil. Prinsip dasar kerangka pikir adalah mengubah karakter limbah (material buangan) melalui proses teknologi secara sederhana dengan menambahkan bahan aditif untuk membentuk material baru. Karena proses teknologinya sederhana dan efektif, diharapkan pemanfaatan limbah dapat diapresiasi oleh para penambang dan pengolah bijih emas skala kecil maupun masyarakat di sekitarnya. Untuk itu dilakukan percobaan pembuatan bata
64
cetak dengan campuran waste dan tailing dengan anorganik binder dan air. Binder adalah istilah untuk bahan pengikat. Termasuk bahan binder adalah portland cement (PC) dan water glass (WG). Apabila portland cement atau waterglass ditambah dengan air, campuran ini dapat berfungsi sebagai binder (Sumarnadi, 2007). Percobaan meliputi proses pembuatan benda uji bata cetak yang terdiri atas penyiapan bahan, formulasi, pencampuran untuk membuat adonan, pencetakan, dan pengeringan. Hasil percobaan tersebut kemudian diuji kuat tekan dan dievaluasi menggunakan standar SNI tentang bata sebagai bahan bangunan. Tujuan penelitian ini adalah mencari solusi pemanfaatan waste dan tailing untuk pembuatan bata cetak. Dengan pemanfaatan limbah padat sebagai bata cetak diharapkan dapat mengurangi jumlah material buangan dan kerusakan lingkungan. Pembuatan bata cetak sebagai bahan bangunan memberikan nilai tambah dari sisi ekonomi, dan menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat di sekitarnya. Batasan masalah dalam penelitian adalah pemanfaatan waste dan tailing dengan penambahan anorganik binder sebagai bahan pengikat untuk pembuatan bata cetak. Unsur-unsur pencemar merkuri (Hg) dan logam-logam berat seperti Mn, Cu, Cd, Zn, Pb, Cr, dan As serta komposisi mineral tidak dibahas. Metodologi penelitian terdiri atas penelitian di lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan terdiri atas pengambilan percontoh waste dan tailing, sedangkan penelitian laboratorium terdiri atas karakterisasi percontoh, percobaan pembuatan benda uji bata cetak, dan pengujian kuat tekan benda uji bata cetak. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengurangi jumlah waste dan tailing serta kerusakan lingkungan. Keuntungan pembuatan bata cetak ini dibandingkan dengan batu bata yang terbuat dari lempung atau batako dengan bahan baku pasir/trass adalah (1). memanfaatkan waste dan tailing sebagai bahan baku pembuatan bata cetak. Selama ini waste dan tailing tidak laku untuk dijual dibandingkan dengan lempung/pasir/trass yang memiliki harga jual, dan (2) pembuatan bata cetak dengan bahan baku waste dan tailing tidak memerlukan pemanasan seperti halnya pada pembuatan batu bata (bata merah). Dengan pembuatan bata cetak, waste dan tailing yang selama ini belum dimanfaatkan akan mempunyai nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di sekitar lokasi penambangan dan pengolahan bijih emas.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
Selain itu diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perencanaan reklamasi pascatambang emas skala kecil pada khususnya, dan penerapannya dalam industri pertambangan maupun bahan bangunan pada umumnya.
KEADAAN UMUM DAERAH PERTAMBANGAN EMAS Lokasi dan kesampaian daerah pertambangan emas terletak di Kecamatan Simpenan, Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi, dan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya (Gambar 1).
Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Kecamatan Pelabuhan Ratu kearah Kiaradua-Surade (Ujung Genteng). Jarak Kota Bandung - Kota Sukabumi sekitar 90 km, sedangkan Kota Sukabumi-Kecamatan Simpenan diperkirakan 80 km dan Kota SukabumiKecamatan Waluran diperkirakan 100 km. Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya juga dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, melalaui Kecamatan Manonjaya dengan jarak kurang lebih 40 km dari Kabupaten Tasikmalaya.
Kota Kabupaten Ibukota Kabupaten
Gambar 1. Lokasi Penelitian.
Secara geologis daerah Simpenan termasuk ke dalam Formasi Jampang Tmjv (Sukamto, 1975) sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2. Formasi Jampang terdiri atas batuan hasil kegunungapian bawah laut berbutir halus hingga sangat kasar yang berumur Miosen Bawah.
Formasi Jampang mengalami proses perlipatan yang disebabkan oleh gaya kompresi, adanya gaya kompresi menimbulkan sesar mendatar dengan arah sekitar N30oE dan N320o-355oE. Berdasarkan percontoh urat kuarsa yang mengandung logam yang diteliti dengan mikroskopik bijih, diketemukan
65
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 ) emas berukuran halus - sedang yang terletak di dalam atau mengisi (cavity fillings) retakan atau batas kristal-kristal pirit dan masa dasar kuarsa (Indarto drr., 1987).
Endapan bijih emas primer terdiri atas zona urat hasil pengisian retakan oleh larutan hidrotermal (fracture filling vein) dan zona urat hasil pengisian rekahan (fissure filling vein); urat umumnya berupa veinlet.
U B
T S
Aluminiun Dan Endapan Pantai Sedimen Pantai Citanglar Endapan Undak Muda Endapan Undak Tua Bagian Bawah Forasi Bentang Formasi Lengong Formasi Jampang Anggota Cikarang Anggota Ciseureuh Formasi Rajamandala Breksi Gunung Api
Peta Indeks
Gambar 2. Peta geologi daerah kertajaya dan sekitarnya (Sukamto, 1975).
Daerah Waluran termasuk ke dalam Formasi Jampang Tmjv (Gambar 3). Formasi Jampang terdiri atas tiga satuan, yaitu bagian utama sebagian besar adalah breksi gunung api berbutir halus hingga kasar, Anggota Formasi Cikarang (Tmjc) yang terdiri atas tufa dan tufa lapili, dan Anggota Ciseureuh (Tmja) terdiri atas aliran andesit dan basal (Sukamto, 1975). Mineralisasi di daerah Waluran dijumpai pada lava andesit dan intrusi dasit, yang ditandai oleh munculnya ubahan klorit, karbonat, mineral lempung, dan kuarsa.
Kuarsa banyak dijumpai dalam bentuk ”veinlets” maupun urat berukuran tebal antara 0,1 – 1,0 m, yang di beberapa tempat mengandung mineral bijih sulfida. Jurus urat U 300o T - U 340o T dengan kemiringan 50o sampai mendekati 90o. Kuarsa ”veinlets” mempunyai ketebalan beberapa cm dengan arah tidak teratur, yang memotong kedudukan urat kuarsa. Urat dan ”veinlets” kuarsa ini terdapat dalam dasit yang di beberapa tempat menerobos lava andesit.
U B
T S
Aluminiun Dan Endapan Pantai Sedimen Pantai Citanglar Endapan Undak Muda Endapan Undak Tua Bagian Bawah Forasi Bentang Formasi Lengong Formasi Jampang Anggota Cikarang Anggota Ciseureuh Formasi Rajamandala Breksi Gunung Api
Peta Indeks
Gambar 3. Peta geologi daerah waluran dan sekitarnya (Sukamto, 1975)
66
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
Daerah Cineam termasuk ke dalam Hasil Gunung Api Tua (QTvs) sebagaimana tercantum pada Gambar 4. Hasil Gunung Api Tua terdiri atas perselingan breksi, lava, tufa, dan lahar, bersusunan andesit sampai basal hasil kegiatan gunung api strato Sawal (Budhitrisna, 1987).
Mineralisasi di daerah Cikondang Kecamatan Cineam dijumpai pada lava andesit, urat kuarsa banyak dijumpai dalam bentuk ”veinlets” maupun urat berukuran tebal antara 0,5-1,1 m umumnya mengandung mineral bijih sulfida, jurus urat U 300o T - U 345o T dengan kemiringan 40o sampai 80o.
Breksi Gunung Api Gunung Galunggung
Hasil Gunungapi Muda Hasil Gunungapi Tua Forasi Halang Formasi Bentang
Batugamping Kalipucung Formasi Jampang Sungai Jalan Peta Indeks
Gambar 4. Peta Geologi Daerah Cineam dan sekitarnya (Budhitrisna, 1987).
Kegiatan Pertambangan Penambangan bijih emas di daerah Simpenan, Waluran, dan Cineam dilakukan dengan membuat sumuran (shaft). Kegiatan penambangan diawali dengan menggali lubang tambang secara vertikal (sumuran), kemudian penggalian diteruskan dengan
mengikuti arah urat kuarsa yang mengandung emas. Penggalian batuan/bijih emas menggunakan palu dan pahat, batuan/bijih emas yang didapat diangkut ke permukaan bumi menggunakan bak (jerigen) yang ditarik dengan katrol (goelan) seperti disajikan pada Gambar 5. Bijih emas hasil penambangan kemudian diolah menggunakan metode amalgamasi.
Gambar 5. Sumuran untuk menambang bijih emas (Foto diambil di Cineam Tahun 2010).
67
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 ) Kegiatan penggalian bijih emas ini menghasilkan material buangan (waste) yang ditimbun di sekitar lubang penambangan, masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah gampingan dan piritan.
Gampingan sebetulnya tufa, sedangkan piritan adalah batuan yang mengandung pirit. Semakin dalam lubang penggalian dan semakin banyak lubang yang digali, semakin banyak limbah padatan yang terkumpul (Gambar 6).
Gambar 6. Waste hasil penambangan bijih emas (Foto diambil di Cineam Tahun 2010).
Setelah bijih emas didapatkan dari dalam lubang tambang, proses selanjutnya melakukan pengurangan / pengecilan ukuran bijih emas untuk memudahkan / mempercepat dalam proses pengolahan selanjutnya. Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi yang menggunakan gelundung juga menghasilkan
limbah (tailing), tailing dari gelundung ini ditampung dalam suatu bak penampungan (Gambar 7). Gampingan, piritan, dan andesit sebagai waste hasil penambangan dan tailing hasil pengolahan bijih emas menggunakan gelundung inilah yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan di sekitarnya.
Gambar 7. Gelundung (Foto diambil di Cineam Tahun 2010).
METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan bata cetak adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan data sekunder Dalam tahap awal penelitian, dilakukan pencarian data sekunder baik melalui media internet, bukubuku, maupun literatur-literatur yang telah ada. Data ini digunakan sebagai data pendukung saat dilakukan kegiatan penelitian, baik saat pelaksanaan
68
penelitian di lapangan maupun dalam mencari solusi dari masalah dalam penelitian ini. Dengan adanya data sekunder, maka dapat diketahui gambaran awal kondisi di lapangan dan solusi-solusi yang akan diambil nantinya. b. Pengambilan percontoh waste dan Tailing. c. Penelitian di laboratorium meliputi karakterisasi waste dan tailing, uji coba pembuatan benda uji bata cetak (Gambar 8), dan pengujian kuat tekan benda uji bata cetak.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
PENAMBANGAN
BATUAN (WASTE)
BIJIH EMAS PENGOLAHAN (AMALGAMASI)
AMALGAM AMALGAM
TAILING BAHAN PENGIKAT (BINDER) BATA CETAK
EMAS
AIR RAKSA PENGERINGAN UDARA BEBAS
ANALISIS KUAT TEKANAN
Gambar 8. Diagram alir pemanfaatan waste dan tailing untuk bata cetak
BAHAN DAN PERALATAN Bahan percobaan yang digunakan adalah percontoh waste dan tailing yang diambil dari pertambangan emas skala kecil di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi. Felsfar sebagai bahan tambahan diambil dari Pasir Malangati
(TCM)
(TWN)
Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai pengikat bahan campuran digunakan binder waterglass (binder WG) dan binder portland cement (binder PC). Percontoh tailing dikeringkan dalam oven pada temperatur 100-105o C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar airnya, kemudian dilakukan homogenisasi dan pembagian percontoh (Gambar 9)
(TSN)
Gambar 9. Percontoh tailing yang telah dikeringkan Keterangan: TCM = Tailing Cineam; TWN = Tailing Waluran; TSN=Tailing Simpenan).
Untuk mengetahui distribusi ukuran butirnya, waste dan tailing diayak menggunakan ayakan getar (sieve shaker) standar ASTM (American Society fot Testing and Materials) ukuran 4 mesh, 8 mesh, 16 mesh, 40 mesh, 60 mesh, 80 mesh, 100 mesh, 140 mesh, dan 200 mesh. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah (berat) dan ukuran butir masing-masing percontoh. Analisis kimia percontoh waste dan tailing dilakukan untuk mengetahui komposisi kimianya, seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, MgO, CaO,
Na2O, K2O, dan Lost of Ignition (LOI). Sementara analisi fisika meliputi analisis besar butir waste dan tailing serta kuat tekan benda uji bata cetak. Peralatan yang digunakan adalah alat cetak tekan yang dioperasikan secara manual, alat tersebut dilengkapi dengan dua jenis matras dengan bentuk dan ukuran tertentu. Dalam percobaan ini menggunakan matras persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 20 cm, dan tebal 5 cm (Gambar 9).
69
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 )
20 Cm
20 Cm 10 Cm
10 Cm 4 Cm
8 Cm Gambar 10. Alat cetak tekan dan bentuk matras.
PEMBENTUKAN BENDA UJI BATA CETAK Pembentukan benda uji bata cetak dari waste dan tailing menggunakan alat cetak tekan manual (Gambar 10) dan kondisi percontoh adonan siap cetak yang mempunyai kelembaban sesuai dengan formula yang telah ditentukan (Tabel 1). Sebagai bahan pengikat material campuran bata cetak, digunakan pengikat (binder) water glass (WG) dan portland cement (PC).
Menurut Sumarnadi (2007) water glass (WG) dan portland cement (PC), rice hush carbon (RHC), dan flay ash (FA) apabila ditambah air dapat berperan sebagai binder. Mekanisme proses pembentukan benda uji bata cetak melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: (1) pencampuran dan pengadukan, (2) pengepresan dengan alat cetak tekan manual, dan (3) pengeringan pada suhu kamar/udara terbuka.
Tabel 1. Formula Bata Cetak Perbandingan Bahan (volume)
Percobaan
Tahap 1
Tahap 2
Tailing
Waste
Feldspar
Binder WG
9,10
3,30
-
1,00
9,10
-
3,30
1,00
9,10
3,30
-
1,00
9,10
-
3,30
1,00
9,10
3,30
-
1,00
9,10
-
3,30
1,00
6,67
2,40
-
1,00
6,67
-
2,40
1,00
6,67
2,40
-
1,00
6,67
-
2,40
1,00
6,67
2,40
-
1,00
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kimia percontoh unsur oksida waste dari daerah Cineam (WCM), Simpenan (WSN) dan Waluran (WWN) menunjukkan waste tersebut
70
mengandung SiO2 dan Al2O3 yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 66,60 % - 69,66 % untuk SiO2 dan 12,20 % - 14,25 % untuk Al2O3, sedangkan felsfar dari Pasir Malangati Cipatujah (FCH) mengandung SiO2 = 76,80 % dan Al2O3 = 13,39 % (Tabel 2).
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
Tabel 2. Kandungan Oksida Dalam Waste dan Felsfar Kandungan (%)
Oksida
WCM
WSN
WWN
FCH
SiO2
68,02
66,60
69,66
76,80
Al2O3
14,25
11,45
12,20
13,39
Fe2O3
3,01
4,57
2,01
0,33
TiO2
0,08
0,05
0,02
0,46
CaO
6,44
5,90
6,62
0,89
MgO
0,32
0,28
0,28
0,76
K2O
0,01
2,44
0,44
0,21
Na2O
0,24
1,87
0,87
5,21
HP
7,63
6,84
7,89
1,93
Begitu juga hasil analisis kimia percontoh unsur oksida tailing dari daerah Cineam (TCM), Simpenan (TSN) dan Waluran (TWN) menunjukkan tailing tersebut mengandung SiO2 dan Al2O3 yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 71,06 % 76,55 % untuk SiO2 dan 14,86 % - 15,68 % untuk Al2O3 (lihat Tabel 3). Kandungan SiO2 dan Al2O3
dalam waste, tailing dan felsfar merupakan unsurunsur penting yang berfungsi sebagai kekuatan campuran bahan untuk pembuatan bata cetak. Kandungan SiO2 yang lebih dari 40% akan berperan dalam pengerasan campuran, sedangkan Al2O3 juga berperan meningkatkan kekerasan campuran (Fahruddin, 2010).
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Tailing
No.
Unsur
Kode Percontoh TCM
Oksida
TSN
TWN
Jumlah (%)
1
SiO2
72,62
71,06
76,55
2
Al2O3
15,17
14,86
15,68
CaO
3,86
2,92
1,94
3
Logam
Jumlah (gr/ton)
4
Au
1,05
0,88
0,75
5
Ag
4,45
5,57
3,03
6
Hg
1,49
0,95
0,88
7
Fe
2,02
4,04
2,96
8
Zn
0,05
0,02
-
9
Mn
0,07
-
-
10
Pb
0,03
0,01
0,02
11
Cu
0,09
0,12
0,05
12
Cd
-
-
-
13
As
0,01
-
-
Penggunaan campuran waste dan tailing untuk pembuatan bata cetak, perlu ditambah bahan yang mempunyai sifat mengikat (binder) seperti water glass, abu terbang, kapur atau semen (Sappanen, 1995; Sumarnadi, 2007). Dalam penelitian ini ditambahkan water glass (WG) dan semen portland (PC) yang memiliki sifat penyemenan, sehingga dapat mengikat campuran waste dan tailing serta memperbaiki luas permukaan dan kekuatan bata cetak.
Masing-masing 1.000 gr material waste dan tailing sebagai percontoh dikeringkan dalam oven pada temperatur 100o C selama dua jam untuk waste dan 5 jam untuk tailing, kemudian diayak selama 30 menit. Berdasarkan hasil analisis besar butir diketahui bahwa waste didominasi oleh material ukuran kasar (-8 + 16 mesh) sebesar 49,840 - 51,850 % (Tabel 4), dan tailing didominasi material ukuran halus (-140 + 200 mesh) masing-masing sebesar 46,715 % - 73,247 % seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.
71
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 ) Tabel 4. Berat Fraksi Besar Butir Waste
No.
Berat Fraksi
Ukuran Butir (mesh)
WCM
WSN
gram
%
WWN
gram
%
gram
%
1.
-4 + 8
20,60
2,060
8,75
0,875
17,05
1,705
2.
-8 + 16
502,24
50,224
518,50
51,850
498,40
49,840
3.
-16 + 40
189,02
18,902
227,18
22,718
255,28
25,528
4.
-40 + 60
81,44
8,144
105,48
10,548
82,80
8,280
5.
-60 + 80
49,10
4,910
43,90
4,390
42,76
4,276
6.
-80 +100
48,06
4,806
35,25
3,525
21,15
2,115
7.
-100 + 140
48,22
4,822
18,08
1,808
25,60
2,560
8.
-140 + 200
31,08
3,108
12,46
1,246
37,78
3,778
9.
- 200
36,18
3,618
30,40
3,040
19,18
1,918
Tabel 5. Berat Fraksi Besar Butir Tailing Berat Fraksi
No.
Ukuran Butir (mesh)
gram
%
gram
%
gram
%
1.
-4 + 8
12,98
1,298
-
-
-
-
2.
-8 + 16
17,74
1,774
-
-
7,40
0,740
3.
-16 + 40
19,73
1,973
-
-
13,54
1,354
4.
-40 + 60
12,13
1,213
-
-
48,26
4,826
5.
-60 + 80
20,26
2,026
13,13
1,313
12,69
1,269
6.
-80 +100
65,99
6,599
16,26
1,626
20,44
2,044
7.
-100 + 140
89,08
8,908
13,17
1,317
71,23
7,123
8.
-140 + 200
467,15
46,715
732,47
73,247
710,16
71,016
9.
- 200
294,94
29,494
224,97
22,497
116,28
11,628
TCM
TSN
Hasil percobaan pembuatan bata cetak pada tahap pertama menggunakan formula campuran bahan dengan perbandingan volume waste : tailing : felsfar : binder WG = 3,30 ; 9,10 : 3,30 : 1,00 dapat dikatakan gagal karena bata cetak bersifat rapuh, hancur, retak-ratak, dan terbelah pada saat
TWN
dikeluarkan dari cetakan (Tabel 6). Kegagalan ini disebabkan karena jumlah binder WG yang digunakan dalam campuran jumlahnya kurang, untuk itu dilakukan perbaikan jumlah campuran bahan pada percobaan tahap kedua.
Tabel 6. Hasil Pembuatan Bata Cetak Tahap Pertama
No.
Perbandingan Bahan (volume)
Kode
Waste
Tailing
Felsfar
Binder WG
Hasil
Keterangan
1.
CM1.1
-
9,10
3,30
1,00
Gagal
Hancur saat dikeluarkan dari cetakan
2.
CM1.2
3,30
9,10
-
1,00
Gagal
Hancur saat dikeluarkan dari cetakan
3.
SN1.1
-
9,10
3,30
1,00
Berhasil dicetak
Rapuh, hancur saat dilakukan pengeringan (50 %)
4.
SN1.2
3,30
9,10
-
1,00
Berhasil dicetak
Rapuh, hancur sebagian pada bagian pinggir bata saat dilakukan pengeringan (40 %)
5.
WN1.1
-
9,10
3,30
1,00
Gagal
Terbelah saat dikeluarkan dari cetakan
6.
WN1.2
3,30
9,10
-
1,00
Berhasil dicetak
Rapuh, retak-retak pada saat dilakukan pengeringan (40 %)
72
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 63 - 74
Hasil percobaan pembuatan bata cetak pada tahap pertama menggunakan formula campuran bahan dengan perbandingan volume waste : tailing : felsfar : binder WG = 3,30 ; 9,10 : 3,30 : 1,00 dapat dikatakan gagal karena bata cetak bersifat rapuh, hancur, retak-ratak, dan terbelah pada saat dikeluarkan dari cetakan (Tabel 6). Kegagalan ini karena jumlah binder WG yang digunakan dalam campuran jumlahnya kurang, untuk itu dilakukan perbaikan jumlah campuran bahan pada percobaan tahap kedua. Hasil percobaan tahap kedua menggunakan formula campuran bahan dengan perbandingan volume waste
: tailing : felsfar : binder WG = 2,40 ; 6,67 : 2,40 : 1,00 secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa bata berhasil dicetak dengan baik. Berdasarkan hasil uji kuat tekan bata cetak diketahui bahwa ternyata penambahan felsfar tidak berpengaruh terhadap kenaikan kuat tekan, dengan penambahan felsfar kuat tekan bata cetak 28,00-37,30 kg/cm2 dan tanpa penambahan felsfar kuat tekan bata cetak 48,8569,60 kg/cm2 (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena jumlah kandungan unsur SiO2 yang lebih dari 40% dan Al2O3 yang berperan meningkatkan kekerasan campuran bata dapat terpenuhi dari campuran bahan waste dan tailing.
Tabel 7. Pembuatan Bata Cetak Tahap Kedua Perbandingan Bahan (volume)
Kode Percontoh
Waste
Tailing
Felsfar
Binder WG
Hasil
Kuat Tekan (kg/cm2)
1.
CM2.1
-
6,67
2,40
1,00
Berhasil dicetak
28,00
2.
CM2.2
2,40
6,67
-
1,00
Berhasil dicetak
37,30
3.
SN2.1
-
6,67
2,40
1,00
Berhasil dicetak
34,55
4.
SN2.1
2,40
6,67
-
1,00
Berhasil dicetak
60,75
5.
WN2.1
-
6,67
2,40
1,00
Berhasil dicetak
48,85
6.
WN2.2
2,40
6,67
-
1,00
Berhasil dicetak
69,60
No.
Prinsip dasar kerangka pikir dalam penelitian ini adalah mengubah karakter material buangan dan limbah melalui proses sederhana dengan menambahkan bahan aditif untuk membentuk material baru, dan diharapkan dapat diapresiasi/ dikembangkan oleh para penambang dan pengolah bijih emas skala kecil maupun masyarakat di sekitarnya. Supaya mudah dikembangkan oleh masyarakat di sekitar tambang, maka dalam percobaan pembuatan bata cetak tahap ketiga dipilih bahan aditif yang mudah dalam pengadaan dan pengerjaannya. Bahan aditif yang mudah dalam
pengadaan dan pengerjaannya adalah binder PC. Penggunanan binder PC ini dipilih sebagai alternatif pengganti binder WG. Percobaan pembuatan bata cetak tahap ketiga menggunakan dasar hasil kuat tekan yang paling tinggi pada percobaan tahap kedua (Tabel 7) yaitu 60,75 kg/cm2 dengan percontoh dari Simpenan (SN2.1) dan 69,60 kg/cm2 dengan percontoh dari Waluran (WN.2.2). Formula yang digunakan dalam percobaan pembuatan bata cetak tahap ketiga adalah waste : tailing = 2,40 : 6,67 dibuat tetap, sedangkan binder PC 1,00 : 1,25 : 1,50 : 1,75 sebagai variabel (Tabel 8).
Tabel 8. Pembuatan Bata Cetak Tahap Ketiga
No.
Kuat Tekan (kg/cm2)
Perbandingan Bahan (volume)
Kode Percontoh Waste
Tailing
Binder PC
1.
SN-P1
2,40
6,67
1,00
52,50
2.
WN-P1
2,40
6,67
1,00
59,35
3.
SN-P2
2,40
6,67
1,25
54,60
4.
WN-P2
2,40
6,67
1,25
61,80
5.
SN-P3
2,40
6,67
1,50
60,05
6.
WN-P3
2,40
6,67
1,50
66,30
7.
SN-P4
2,40
6,67
1,75
65,50
8.
WN-P4
2,40
6,67
1,75
71,15
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan bata cetak tahap ketiga (Tabel 8, dan Gambar 9) kuat tekan bata cetak dengan binder PC (kuat tekan 52,5065,50 kg/cm2) cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan binder WG (kuat tekan 59,35-
71,15 kg/cm2), tetapi sama-sama masih memenuhi persyaratan SNI No. 15-2094-1991 (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1991) tentang bata merah pejal untuk pasangan dinding di bawah kelas 100 dan di atas kelas 50.
73
Pemanfaatan “Waste Dan Tailing” Untuk Pembuatan Bata Cetak Dari Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Dan Waluran Kabupaten Sukabumi
(Widodo1, Priyo Hartanto2, Danang Nor Arifin3, dan Firman Arifianto4 )
Kuat Tekan (kg/cm2)
ACUAN 65,50 66,30 60,05 61,80 54,60 59,35
SN-P1-SN-P4
52,50
WN-P1_WN-P4
Binder PC
Gambar 10. binder PC.
Kuat tekan sebagai fungsi penambahan
SIMPULAN Dari uraian dan analisis hasil percobaan tersebut di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut : • Material waste dan tailing yang melimpah sebagai limbah dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bata cetak melalui proses teknologi secara sederhana dengan menambahkan bahan aditif untuk membentuk material baru. Agar pembuatan bata cetak ini mudah dikembangkan oleh masyarakat disekitar tambang, baik dalam pengadaan maupun pengerjaannya bahan aditif, dipilih bahan aditif binder PC sebagai alternatif pengganti binder WG. • Hasil percobaan menunjukkan bahwa kuat tekan bata cetak dengan binder PC cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan binder WG, tetapi masih memenuhi persyaratan SNI No. 15-2094-1991 tentang bata merah pejal untuk pasangan dinding di bawah kelas 100 dan di atas kelas 50. • Hasil percobaan mengenai pemanfaatan material waste dan tailing ini diharapkan dapat memberi nilai tambah dari sisi lingkungan maupun dari sisi ekonomi. Selain ikut membantu pemerintah dalam mencegah/mengendalikan kerusakan lingkungan, juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. Ucapan Terima Kasih Dengan tersusunnya makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon - LIPI, atas kepercayaan dan dukungan yang diberikan selama penelitian dilakukan. Selain itu ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Luthfi Kurniawan, ST., Ir. Beladini, Asep Mulyono, ST., MT., dan Sugiman atas bantuan selama penelitian dilakukan; serta Jakah, AMd. atas penyempurnaan gambar peta.
74
Budhitrisna, T., 1987. Geologi Lembar Tasikmalaya Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1991. Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding. SNI No. 15-2094-1991. Fahruddin M., 2010. Pemanfaatan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Pada Pembuatan Batako Dengan Tambahan Perekat Limbah Padat Abu Terbang Batubara (Fly Ash) Sibolga. ( h t t p : / / r e p o s i t o r y. u s u . a c . i d / b i t s t r e a m / 123456789/19919/5/Chapter%20I.pdf, diakses tgl 14 November 2010). Indarto, S., Dharma, S.K., dan Sudaryanto, 1987. Penelitian Mineralisasi di Daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi. Laporan Penelitian No. 11/PPPG/1987, Puslitbang Geoteknologi LIPI, Bandung. Marcus, J. (Ed), 1997. Mining Environmental Handbook: Effects of Mining on the Environment and American Environmental Controls on Mining. Imperial College Press, London. Sappanen, P., 1995. Mining Industry. Transaction of the Institute of Mining and Metallurgy. Section : V. 104 (September-December). Sukamto, R., 1975. Geologi Lembar Jampang dan Balekambang Jawa, Skala 1:100.000. Direktorat Geologi, Bandung. Sumarnadi, E.T., 2007. Bata Keramik Suhu Bakar Rendah Sebagai Bahan Bangunan Konstruksi Ringan. Prosiding Seminar Geoteknologi. LIPI Press, Jakarta. Wills, B.A., 1988. Mineral Processing Technology: An Introduction to the Practical Aspects of Ore Treatment and Mineral Recovery. 4th edition, Pergamon Press.