Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
KARAKTERISTIK SUMBER AIR PADA LAHAN BUDI DAYA DI LINGKUNGAN LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH (CHARACTERISTICS OF WATER RESOURCES LAND IN CULTIVATION PEAT LAND AT CENTRAL KALIMANTAN) Moelyadi Moelyo1 dan Firdaus Achmad2 Peneliti Bidang Teknologi Lingkungan Sumber Daya Air Pusat Litbang Sumber Daya Air, Jl. Ir. H. Juanda No. 193 Bandung Pos-el:
[email protected] 1,2
(Diterima 06 Februari 2012; Disetujui 20 April 2012)
SARI Terbitnya Surat Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut seluas 1.000.000 ha untuk Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah, adalah untuk menambah lahan pertanian yang di Pulau Jawa rerata setiap tahunnya berkurang 40.000 ha. Namun demikian, program nasional pengembangan lahan gambut tersebut, yang dimulai sejak tahun 1995 dan terhenti tahun 1999 telah meninggalkan berbagai aset terbangun seperti sarana dan parasarana saluran primer, saluran sekunder, tersier dan lain-lain. Kegiatan tersebut juga meninggalkan permasalahan lingkungan yang perlu segera diatasi, di antaranya turunnya kualitas air sungai dan saluran, permukaan air tanah, kesuburan tanah dan produktivitas lahan. Hasil penelitian karakteristik sumber air pada lahan budi daya di lingkungan lahan gambut di Kalimantan Tengah memberikan data dan informasi bahwa pemanfaatan air : (i) daerah Palingkau masih memenuhi persyaratan sebagai air irigasi dan perikanan. (ii) daerah Dadahup memenuhi persyaratan air irigasi dan beberapa lokasi memenuhi persyaratan air perikanan. (iii) daerah Saluran Raya memenuhi persyaratan air irigasi, namun tidak memenuhi persyaratan air perikanan kecuali lokasi Sec. 41 dan Sec. 27 untuk perikanan lokal yang telah dapat beradaptasi dan dapat hidup dalam oksigen terlarut rendah dan pH rendah seperti sejenis gabus (haruan) dan papuyu. Kata kunci : infra-struktur,lahan gambut, Budi daya, pemanfaatan air, produktivitas lahan
ABSTRACT The Presidential Decree Number 82, year 1995, on Development of One Million hectares of Peatland for Food Crops in Central Kalimantan intended to increase agricultural land which on in Java yearly decreased by 40.000 hectares. This national programme which started in 1995 and came to a halt in 1999 had left a number of assets as construction of facilities and infra-structure, among others primary, secondary and tertiary channels. However, this activity have also caused many environmental problems which require immediate repair for instance improvemen of river and channel water quality, improvement of groundwater, soil fertility and land productivity. Results of a study on water resources characteristic for land cultivation areas of peat soil environment in Central Kalimantan, provided the following data and information : (i) water in thearea of Palingkau is still normal fulfilling the criteria for irrigation and fishery water.(ii) in the area of Dadahup it is almost fulfilling the criteria of irrigation and fishery water, but in all locations, is it not meeting the criteria for irrigation as well as fishery water; and (iii) in the area of Saluran Raya, the water is condition normal and almost fulfilling the criteria for irrigation and fishery water too, except at the location of Sec 41 and Sec 27 . Related to fisheries, only local fishes that had already adapted to pH and DO low content, like species of the snakehead or gabus (Channa striata) and papuyu (Anabas testudineus) that may be able to survive in such waters condition. Keywords : infra-structure, peat soil, land cultivation,water uses, land productivity
49
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
PENDAHULUAN
karakteristik lahan; dan (v) terdapatnya hama tikus serta babi sebagai pengganggu produktivitas pada lahan Budi daya
Latar Belakang Program nasional pengembangan lahan gambut seluas 1.000.000 ha untuk pertanian tanaman pangan di Kalimantan Tengah yang dimulai sejak tahun 1995 dan terhenti tahun 1999 telah meninggalkan berbagai aset terbangun seperti sarana dan parasarana saluran raya/saluran primer, sekunder, tersier, dan lain-lain. Kegiatan tersebut juga meninggalkan permasalahan lingkungan yang perlu segera diatasi. Masalah lingkungan tersebut diantaranya turunnya kualitas air sungai dan saluran, kesuburan tanah dan produktivitas lahan.
Lingkup Kegiatan
Permasalahan yang ada pada lahan gambut tersebut menurut Badan Litbang Pertanian dalam Suriadikarta (2009), sebenarnya bukan merupakan suatu kegagalan, namun lebih disebabkan oleh proses reklamasi rawa yang memerlukan waktu relatif lama agar dapat mencapai hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, kajian guna penataan lingkungan lahan gambut Kalimantan Tengah sebagai lahan Budi daya, merupakan kegiatan yang diharapkan dapat mengkaji ulang daya dukung lingkungan lahan, sehingga mendukung efisiensi dan efektivitas sarana dan prasarana yang ada di lahan gambut.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan dan mengevaluasi karakteristik (sifat kimia, fisika, dan biologi) sumber air sungai/saluran pada lahan gambut di Kalimantan Tengah yang telah direklamasi untuk menjadi lahan budi daya. Dengan demikian data dan informasi dapat menjadi penunjang dalam pelaksanaan program pengembangan, re-vitalisasi, dan restrukturisasi lahan gambut di Kalimantan Tengah eks PLG (Inpres No. 2/2007). Sasaran penelitian yaitu model sistem pengelolaan kualitas air sungai dan saluran pada lahan gambut untuk berbagai pemanfaatan sumber-sumber air.
Proses pembentukan tanah gambut sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, kualitas dan tata kelola air, serta vegetasi. Kualitas tanah pada lapisan atas maupun bawah lahan gambut, yang umumnya organik, bisa sangat berbeda karena vegetasi yang membentuknya berbeda pula. Bahan mineral sebagai media pertumbuhan vegetasi, juga sangat memengaruhi lapisan bahan organik, karena berupa pasir kuarsa yang sukar lapuk atau mineral yang mudah lapuk, sehingga memberikan sifat atau karakter khusus pada lahan gambut. Bahan mineral yang mengandung mineral pirit (FeS2) penyebaran nya tidak merata dalam jumlah dan kedalamannya, sehingga secara langsung memengaruhi spesies, pertumbuhan vegetasi, dan kesuburan lahan Budi dayanya. Permasalahan yang terkait kualitas lingkungan budi daya lahan gambut, adalah teridentifikasinya kondisi dan karakteristik lahan gambut, seperti : (i) kompleksitas masalah dan luas lahan; (ii) jenis, ketebalan lahan dan variasi bahan mineral; (iii) pengaruh sistem tata air terhadap kualitas air, tanah dan sedimen; (iv) ketidakcocokan budi daya dengan
50
Lingkup kegiatan ini diharapkan dapat mengungkapkan masalah lahan gambut, yaitu : (i) studi pustaka penataan lahan gambut; (ii) survei dan pengkajian perubahan karakteristik air sungai dan saluran; (iii) penilaian kualitas air pada lahan gambut sebagai lahan Budi daya. Tujuan dan Sasaran
Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan berada di kawasan lahan gambut eks PPLG seluas 1.000.000 ha, yang telah direklamasi menjadi lahan Budi daya, yang terkait dengan keberadaan sarana dan prasarana fisik terbangun atau telah ada sebelumnya (Tabel 1 dan Gambar 1), yaitu: • Desa Dadahup Kawasan yang dibatasi oleh Saluran Primer Pembantu Dadahup (sebelah barat) dan Saluran Primer Pembantu Palangkau (sebelah timur). • Desa Palingkau Kawasan dengan ketinggian 5-7 m dpl, lahan pasang surut, ketebalan gambut < 100 cm, kedalaman mineral pirit (FeS2) 150 cm. • Daerah Rawa Terusan Raya Kawasan yang dibatasi oleh saluran Primer Pembantu (sebelah barat) dan Terusan Tengah yang menghubungkan Sungai Kapuas, Sungai Kahayan, dan Sungai Mangkatif (sebelah timur).
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
Gambar: Peta Lokasi KARAKTERISTIK KUALITAS SEDIMEN DAN TANAH PADA DAERAH REHABILITASI KAWASAN LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TAENGAH
Gambar 1. Lokasi penelitian pada kawasan budi daya eks PLG 1.000.000 ha. Tabel 1. Lokasi dan Posisi Geografis Lahan Budidaya
Kabupaten Kapuas Kecamatan Kapuas Murung (PLG, Blok A) UPT Palingkau UPT Dadahup
Kecamatan Selat (PLG, Blok D) UPT Terusan Tengah
S1 - Desa Palingkau Asri, Sal. SP1-1
S7 - Desa Bina Jaya, Saluran Blok A1
S10 - Desa Karya Makmur, Sal. S6-1
02O48’ 59” LS; 114O 30’ 26” BT
02O 40’ 31” LS; 114O 40’ 08” BT
03O 17’ 33” LS; 114O 15’ 42” BT
S2 - Desa Palingkau Asri, Sal. SP1-2
S8 - Desa Petak Batuah, Sal. Blok A2
S11 - Desa Karya Makmur, Sal. S6-2
02O 48’ 12” LS; 114O 30’ 07” BT
02O. 42’ 17” LS; 114O 37’ 47” BT
03O 16’ 24” LS; 114O 16’ 19” BT
S3 - Desa Palingkau Asri, Sal. SP1-3
S9 - Desa Bentuk Jaya, Sal. Blok A5
S12 - Desa Karya Makmur, Sal. S6-3
02O 47’ 32” LS; 114O 30’ 03” BT
02O 39’ 19” LS; 114O 38’ 31” BT
03O 15’ 21” LS; 114O 16’ 53” BT
S4 - Desa Palingkau Jaya, Sal. SP3-1
S13 - Desa Karya Maju, Saluran S18
02O. 47’ 05” LS; 114O 29’ 40” BT
03O 14’ 18” LS; 114O 17’ 26” BT
S5 - Desa Palingkau Jaya, Sal. SP3-2
S14 - Desa Karya Bakti, Saluran S27
02O 47’ 05” LS; 114O 29’ 40” BT
03O 16’ 45” LS; 114O 13’ 10” BT
S6 - Desa Palingkau Jaya, Sal. SP3-3
S15 - Saluran Primer 1- 13, Blok KI
02O 46’ 26” LS; 114O 29’ 23” BT
03O 15’ 19” LS; 114O 13’ 54” BT S16 - Saluran Primer 1- 23, Blok KI 03O 13’ 03” LS; 114O 15’ 00” BT
51
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
TINJAUAN PUSTAKA 1. Kondisi Umum Lahan Gambut
Bahan yang mengandung pirit (FeS2) penyebarannya tidak merata dalam jumlah dan kedalaman, sehingga memengaruhi jenis spesies dan pertumbuhan vegetasi karena penguraian mineral pirit oleh air:
- Potensi Lahan
FeS2 + 4O2 + 3H2O → Fe(OH)3 + 2SO4- + 3H+ (asam)
Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah 15.356.400 ha, terdiri atas tanah yang tidak pernah tergenang (11.243.369 ha), tanah tergenang periodik (2.107.600 ha) dan tanah tergenang lama (2.005.431 ha). Lahan di wilayah Kalimantan Tengah terdiri atas berbagai jenis tanah. Jenis-jenis tanah seluas 15.356.400 ha yang dapat diketahui adalah : podsolik (39,74%), organosol (11,50%), laterit (13,79%), regosol (9.45%), aluvium (9,27%), podsol (6,77%), litosol (2,69%), dan litosol (1,75%). Tanah podsolik merupakan bagian terbesar yang umumnya mempunyai tingkat kesuburan lahan rendah karena derajat keasaman rendah, miskin unsur dan mineral hara (terdiri atas mineral pasir kuarsa, granit, dan kuarsit), serta sistem drainase yang relatif buruk. Namun, pada wilayah tertentu terdapat lahan berbatuan vulkanik tua dan gamping, yang mengandung endapan fosfat, dan unsur hara. Wilayah itu juga mempunyai mineral yang mengandung humus, sehinga tanah relatif subur karena tatanan air baik dan tingkat erosi yang rendah (Kalimantan Agrikultura, 1995 dalam Moelyadi, 1999) Lahan gambut di Kalimantan Tengah sebagai bagian dari ekosistem secara langsung sangat memengaruhi kualitas lingkungan keairannya. Hal ini tampak pada DAS Sungai Kahayan, Sungai Sebangau, Sungai Kapuas Murung dan Sungai Barito. Pada daerah aliran sungai ini, hamparan gambutnya memiliki karakteristik dan keanekaragaman hayati khas. Oleh karena itu, kegiatan pengkajian lahan gambut sebagai lahan Budi daya dilakukan melalui pendekatan rekayasa teknis dan memperhatikan karakter alamiahnya (Puslitanak, 1994). - Kualitas Lahan Gambut Kualitas tanah gambut sangat bergantung pada: vegetasi pembentuk gambut, bahan mineral yang ada, faktor lingkungan dan proses pembentukan tanah. Vegetasi bahan pembentuk tanah gambut dipengaruhi oleh iklim, kualitas air, dan tempat pembentukannya. Menurut Setiadi (1997), di daerah tinggi atau dingin bahan organik yang terbentuk lebih halus/rnudah lapuk dibandingkan di dataran rendah/pantai. Bahan mineral merupakan media pertumbuhan vegetasi awal yang memberikan lapisan bahan organik di bagian bawah.
52
- Sifat-sifat Lahan Gambut Gambut sebagai bahan organik yang dicampur dengan tanah mineral akan banyak memberikan dampak positif bagi media pertumbuhan tanaman (lahan budi daya). Namun masih terdapat kendala fisik sebagai berikut : 1. tanah gambut yang telah di drainase dan vegetasinya ditebang, cepat mengalami penurunan permukaan dan penghancuran atau oksidasi cepat. 2. daya rembes air vertikal sangat lambat, tapi secara horizontal cepat. 3. cepat panas tapi lambat menghantar panas, sehingga suhu permukaan tanah bervariasi. 4. banyak balok-balok kayu di dalamnya dan bahan organik yang sukar melapuk. 5. daya tahan tanah rendah sehingga banyak tanaman tinggi mudah roboh. 6. mempunyai sifat irreversible, mudah tererosi angin, struktur bulir kering dan sangat ringan (Puslitanak, 1994; PSSDL, 1998; Setiadi, 1997). 2. Sistem Tata Air Menurut Harsono (2008), pada daerah pertanian rawa pasang-surut di Indonesia dikenal empat macam sistem irigasi yaitu: - Sistem Tradisional Pengembangan sistem irigasi sederhana daerah rawa, khususnya rawa pasang surut, dimulai jauh sebelum kegiatan reklamasi rawa oleh pemerintah. Teknik yang dipakai masih sederhana dengan membuat saluran yang berhubungan tegak lurus sungai dengan beberapa saluran cabang tanpa bangunan pengatur air - Sistem Aliran Air Dua Arah (Two-Way-Flow -System) Sistem irigasi aliran air dua arah ini, dikembangkan oleh Universitas Gajah Mada (Dermanto, 2001), karena bentuknya seperti garpu, maka dikenal sebagai sistem garpu. Sistem ini yang pada ujung salurannya menggunakan kolam pasang, merupakan sistem irigasi daerah rawa pasang surut yang menerapkan dua fungsi saluran sebagai saluran suplesi dan saluran drainase. Dengan adanya kolam pasang di ujung saluran,
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
maka ketika air surut, cadangan air dalam kolam keluar dan mendorong air kembali ke sungai dengan membawa air asam yang keluar dari lahan persawahan. - Sistem Aliran Air Satu Arah (One-Way-Flow -System) Sistem irigasi aliran air satu arah ini, dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung. Bentuknya menyerupai sisir maka dikenal sebagai sistem sisir. Sistem ini menerapkan saluran satu fungsi, yaitu suplesi atau drainase. Sistem sisir memerlukan pintu air pada tiap saluran. Ketika air pasang, pintu air terbuka secara otomatis dan air mengalir masuk ke dalam lahan. Pada saat air surut, pintu air tertutup, sehingga air tidak mengalir ke saluran, tapi keluar melalui saluran lain sebagai saluran drainase dan masuk kembali ke sungai. - Sistem Kombinasi Sistem kombinasi merupakan gabungan antara sistem irigasi aliran air dua arah dan sistem irigasi aliran air satu arah (pengembangan gabungan sistem sisir dan sistem garpu). Sistem ini banyak diimplementasikan di lapangan karena adanya keterbatasan dari tiap-tiap sistem tersebut di atas. 3. Kawasan Pengembangan Lahan Berdasarkan strategi pengembangan dan perundangan yang berlaku di kawasan ini (eks PLG), menurut Suriadikarta (2008), kawasan harus dibagi menjadi dua bagian yang berbeda fungsi, yaitu kawasan konservasi/lindung dan kawasan budi daya. - Kawasan Konservasi/Lindung Pengelolaan kawasan ini bertujuan untuk menjaga tata air. Karena lahan gambut mempunyai ekosistem alam yang spesifik dan khas, maka diperlukan perlindungan. Kawasan ini meliputi lahan konservasi: hutan gambut, satwa, bakau, gambut tebal, tata air/hidrologi, dan ekosistem unik. - Kawasan Budi Daya Pengembangan kawasan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan pertumbuhan antarwilayah. Kawasan budi daya lebih ditekankan untuk pengembangan produksi sesuai dengan potensi sumber daya lokal, yang didukung oleh pemukiman dengan sarana dan prasarana. Kesesuaian lahan menjadi kriteria utama dalam mendukung pengembangan lahan budi daya.
Dalam bentuk senyawa pirit pada lahan gambut tersebut tidak menimbulkan masalah, namun masalah akan timbul jika senyawa pirit dioksidasi oleh oksigen dalam udara dan adanya air sehingga membentuk asam sulfat (Moelyadi, 1996). Oksidasi pirit menyebabkan derajat keasaman rendah pada lahan dan air gambut, pencucian lahan gambut dapat menurunkan keasaman dan menyuburkan lahan, namun pencucian perlu ditambah dengan ±120 ton abu vulkanik per hektar, atau dengan cara lain yaitu melakukan zonasi pemanfaatan lahan gambut sesuai dengan daya dukung lahan yang ada. Lapisan pirit berada pada lapisan tanah mineral maupun gambut. Pada lahan pertanian konsentrasi pirit meningkat apabila teroksidasi, karena lapisan pirit berubah menjadi lapisan Cat-clay karena terbentuk unsur besi (Fe) dan sulfur (S) berlebihan, yang dapat diketahui dengan menambahkan H2O2 30% (hidrogen peroksida). Kemudian pH tanah diukur. Apabila pH turun kurang dari 3, itu menunjukkan tanah tersebut mengandung pirit atau lapisan sulfidik (Suriadikarta, 2008).
METODOLOGI DAN TAHAPAN KEGIATAN 1. Metodologi Secara umum metodologi penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: - Pengumpulan Data dan Studi Literatur Pengumpulan data dan studi literatur sebagai data sekunder yang melengkapi kajian, adalah untuk memecahkan masalah dan mengevaluasi hasil. Data diperoleh melalui : wawancara, review studi, sebelumnya dan studi literatur di Kementerian PU/ Pertanian/Kehutanan, universitas/PT, pusat studi lingkungan, Pemda, dan instansi/lembaga terkait lain.
4. Teknik Pengolahan Lahan Gambut
- Pengambilan perpercontoh dan pemeriksaan kualitas air Pemeriksaan kualitas air sungai dan saluran dilakukan berdasarkan metode analisis pada Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang Lingkungan (BSN,2008); Air dan Air Limbah dan Standard Methods for Examination Water and Wastewater, APHA/AWWA/WEE, 2005. Pengambilan perpercontohan air permukaan dilakukan berdasarkan metode SNI 6989.57-2008.
Mineral pirit (FeS2) secara alamiah ditemukan dalam lahan gambut pada berbagai kedalaman dan jumlah tertentu.
- Evaluasi Data dan Perhitungan Evaluasi kualitas air berdasarkan karakteristik lahan pada setiap lokasi di sungai dan saluran
53
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
dilakukan terhadap hasil analisis di laboratorium dan lapangan. Pengolahan data kualitas air untuk penilaian pemanfaatan kualitas air dilakukan dengan menyusun atau mentabulasi data yang dapat mewakili tingkat kesuburan lahan. 2. Tahapan Kegiatan Tahapan kegiatan secara bertahap yang meliputi: (i) persiapan penelitian dengan memperhatikan potensi dan kendala yang ada; (ii) identifikasi masalah melalui pengumpulan data serta informasi pengembangan dan penataan lahan gambut; (iii) analisis perubahan karakteristik fisika, kimia, dan biologi yang terjadi pada air, tanah, dan sedimen; (iv) penilaian lahan gambut sebagai lahan Budi daya; (v) kajian efektivitas dan efisiensi sistem tata air berdasarkan hasil penelitian terdahulu; dan (vi) pelaporan
PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pengumpulan Data dan Informasi - Kondisi Umum Keadaan topografi dan hidroklimatologi daerah penelitian relatif datar dengan ketinggian 2,0-10,0 m Dpl. Kemiringan lahan mengarah dari utara ke selatan. Daerah rawa yang terletak di Kecamatan Selat beriklim tipe Ad, yaitu savana kering periodik (Koppen) dan tipe C (agak basah) dengan rata-rata bulan basah CH > 100 mm (Schmid Fergusson). Untuk wilayah Dadahup, ketinggian lahan antara 4,0 m sampai 10,0 m dpl, sedangkan wilayah Palingkau ketinggian lahan antara 5,0 – 7,0 m dpl. - Kondisi Iklim dan Ketebalan Gambut Berdasarkan data iklim stasiun Mentaren, Mandomai, dan Mentangai, curah hujan rata-rata pada daerah ini 1.896 mm/tahun. Bulan basah
adalah September-Maret (curah hujan > 100 mm), dan bulan kering April-Agustus (curah hujan < 100 mm). Temperatur berkisar antara 26,3-27,2 oC, kelembaban udara rata-rata 77,9-85 %. Tingkat Penyinaran matahari rata-rata 35 – 63 % dan evapotranspirasi antara 4,2 - 5,3 mm/hari. Menurut Puslitanak (1997), tebal gambut daerah Dadahup dan Palingkau umumnya < 100 cm. Selain gambut tebal, penyebaran senyawa pirit relatif luas pada kedalaman 150 cm pada beberapa titik spesifik, yang apabila teroksidasi akan menghasilkan senyawa asam yang meracuni tanaman. 2. Review Hasil Identifikasi dan Penelitian Sebelumnya - Potensi Lahan Daerah Penelitian Hasil survei lapangan dari beberapa sumber menunjukan bahwa perlakuan tepat terhadap lahan gambut pada daerah penelitian akan menghasilkan komoditas dan produktivitas yang tinggi, terutama untuk komoditi jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan sayuran tertentu. Namun demikian, menurut hasil penelitian Puslitanak (1997) lahan yang telah mendapat perlakuan tepat dan dinilai kesesuaian lahannya untuk komoditi tersebut hanya 3,25 % dari sekitar 8,719 ha lahan berpotensi sebagai lahan Budi daya. Dalam hal ini, tanaman keras masih mungkin tumbuh baik dan dikembangkan sesuai dengan variasi tanaman usaha. Beberapa faktor yang dapat menghambat kesuburan tanah pada daerah penelitian : pirit, kejenuhan alumunium tanah mineral (pH < 5,1), keasaman tanah (pH < 4.7), serta fiksasi fosfor dan kalium. Kendala tersebut masih bisa diatasi dengan pengaturan tata air, teknik kapurisasi, serta pemanfaatan pupuk SP36 dan KCl.
Tabel 2. Perkiraan Karakteristik Gambut di Daerah Lamunti, Dadahup, Palingkau No.
Ketebalan Gambut (cm)
Luas (Ha)
Persentase (%)
Kedalaman pirit (cm)
Luas (ha)
Persentase (%)
1
0 - 50
108.641
40.43
< 50
19.621
7.30
2
51 - 100
52.787
19.64
51 - 100
66.273
24.66
3
101 - 200
10.330
3.84
101 - 150
76.47
28.45
4
201 - 300
5.404
2.01
> 150
106.30
39.56
5
> 300
91.493
34.05
Genangan
68
0.03
6
Genangan
68
0.03
-
-
-
Sumber : Puslitanak, 1994; Puslitbang Air, 1996
54
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
- Kondisi Parameter Kualitas Air Karakteristik air pada saluran lahan gambut yang telah dibuat di daerah penelitian sangat berbeda dengan kualitas air saluran irigasi pada lahan pertanian pada umumnya. Kualitas air pada lahan gambut bersifat asam, kandungan parameter sulfat, alumunium, sulfida, dan besi relatif tinggi. Namun, daya hantar listrik atau konduktifitas rendah. Secara alamiah, sesuai kriterria baku mutu air pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Kelas IV, kualitas air saluran pada daerah penelitian tidak layak sebagai air pertanian karena kandungan beberapa parameter kualitas air melebihi kriteria. Akan tetapi untuk pengembangan Budi daya, fenomena alam ini dapat diatasi dengan melakukan upaya pengolahan tanah serta pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi spesifik tersebut (Lembaga Penelitian IPB, 1997). 1. Sebagai Sumber Air Baku Air Pertanian Menurut Budhi Cakra Konsultan (1999), berdasarkan data kualitas air rata-rata untuk parameter air pertanian pada saluran di daerah Dadahup, Lamunti dan Palingkau dapat diketahui bahwa pH air tidak memenuhi kriteria (asam). 2. Sebagai Sumber Air Baku Air Perikanan Perubahan kualitas air saluran sebagai sumber air baku perikanan terjadi pada beberapa lokasi saluran setelah pengembangan lahan gambut.
Di daerah Katunjung beberapa parameter kualitas air yang tidak memenuhi kriteria adalah pH, DO, Zn, NH3, NO3, dan NO2. Namun demikian, sejumlah spesies ikan asli daerah masih mampu hidup pada kondisi air tersebut dan umum diBudi dayakan masyarakat setempat (Budhi Cakra Konsultan, 1999). 3.
Kondisi Lingkungan Saat Ini
Kawasan Proyek eks-PLG yang mencakup lahan seluas 1.462.000 ha terletak di bagian timur Provinsi Kalimantan Tengah. Kawasan ini merupakan delta yang dibatasi oleh Sungai Sebangau (barat), sungai Barito (timur), laut Jawa (selatan) dan batas sebelah utara mengikuti trase jalan Palangka Raya – Buntok. Berdasarkan Inpres Nomor 2, Tahun 2007 tentang Percepatan, Rehabilitasi, dan Revitalisasi Pengembangan Daerah Gambut di Kalimantan Tengah, kawasan tersebut dibagi kedalam 5 (lima) bagian yang meliputi Blok A, B, C, D, dan E. Saat ini kawasan eks-PLG berada dalam batas empat kabupaten/kota dalam provinsi Kalimantan Tengah, yaitu: Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, Barito Selatan, dan Kota Palangka Raya. Kawasan eks-PLG saat ini menjadi permukiman bagi sekitar 350.000 orang yang terdiri atas campuran suku Dayak yang merupakan kelompok etnis paling dominan, dan kemudian berturut-turut suku Banjar, Jawa, Bali, Madura, Sunda, Batak, dan Bugis dalam jumlah sedikit.
Tabel 3. Luas Daerah Administrasi dan Populasi dalam Kawasan Eks-PLG Kabupaten/Kota
Luas (ha)
Jml Kec.
Jml Desa
Jml Penduduk
Jml R.Tangga
Palangka Raya
16.324
2
8
11.303
2.879
Kapuas
629.827
8
108
206.908
51.647
Barito Selatan
197.601
3
18
34.691
8.852
Pulang Pisau
618.543
7
53
99.201
25.036
Total
1.462.296
20
187
352.103
88.414
Sumber: PODES (Statistik Potensi Desa) 2005 pada PSSDL (1998).
Menurut rencana umum pemanfaatan lahan, pembangunan skala besar yang terakhir di kawasan tersebut didominasi oleh Proyek PLG (1999). Proyek tersebut adalah konstruksi dua buah saluran paralel dari saluran primer utama : SPI sepanjang 87 km yang menghubungkan Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito, pembangunan saluran primer sepanjang 958 km di Blok A, B, C, dan D, serta ribuan kilometer dari saluran sekunder, tersier, dan kuarsier.
Konstruksi pembangunan saluran tersebut dilakukan bersamaan dengan pembersihan hutan dan tutupan lahan lainnya secara luas. Namun disayangkan kegiatan tersebut menyisakan bentangan lahan gambut yang rusak dengan risiko terjadinya kebakaran serta emisi gas rumah kaca (CO2) yang tinggi. Dari kelima blok yang ada seperti tersebut di atas, maka Blok E dengan luas sekitar 338.000 he dan memiliki kedalaman gambut yang tebal merupakan daerah konservasi.
55
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
4. Analisis dan Pengukuran Kualitas Sumber Air Dalam rangka pengkajian kualitas air dan sistem tata air pada lahan Budi daya tanah gambut, telah dilakukan survei, pengukuran dan pengambilan perpercontoh air sebanyak dua periode, yaitu pada periode bulan April dan Juni 2010. Lokasi pengambilan percontoh meliputi daerah: - Palingkau (SP3), Desa. Palingkau Asri, Kec. Kapuas Murung, Kabupaten. Kapuas (enam lokasi pengamatan). - Dadahup (A-1, A-2 dan A-5), Desa. Bina Jaya (A-1), Desa. Petak Batuah (A-2), Desa. Bentuk Jaya (A-5), Kecamatan. Kapuas Murung (3 lokasi pengamatan). - Saluran Raya (Sekunder I), Desa. Karya Makmur, Desa. Karya Maju, Desa. Karya Bakti, Kecamatan. Selat, Kabupaten Kapuas (7 lokasi pengamatan).
semua lokasi tidak memenuhi persyaratan baku mutu, terutama untuk parameter pH, oksigen terlarut (DO), logam seng (Zn), dan fenol. Namun, untuk parameter daya hantar listrik (DHL) masih memenuhi persyaratan sebagai sumber air baku air irigasi dan perikanan. Untuk parameter oksigen terlarut (kadar antara 1,0 - 1,9 mg/l), masih memenuhi persyaratan Kelas IV sumber baku air pertanian. Namun, semua lokasi tidak memenuhi persyaratan Kelas III sebagai sumber air baku perikanan sesuai kriteria baku mutu air ( > 3 mg/l. ) Untuk parameter pH (3,2 - 3,9) semua lokasi tidak memenuhi persyaratan untuk sumber baku air pertanian dan perikanan. Sementara untuk parameter logam seng (Zn) dengan kadar yang berkisar antara 0,084 - 0,83 mg/l semua lokasi tidak memenuhi persyaratan air perikanan ( <0,05 mg/l ) sedangkan sebagai sumber baku air untuk air pertanian (>2 mg/l) semua lokasi masih memenuhi persyaratan -
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Sumber Daya Air di Daerah Penelitian Berdasarkan hasil analisis kualitas sumber-sumber air, secara representatif pengambilan percontohnya dilakukan pada lokasi yang menyebar di daerah penelitian. Percontoh kemudian di evaluasi kesesuaiannya dengan kriteria baku mutu air pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk daerah lokasi penelitian, yaitu daerah Palingkau, Dadahup, dan daerah saluran Raya dapat diuraikan berikut ini: -
Daerah Palingkau (SP3)
Hasil analisis kualitas air di daerah Palingkau (SP3) sebagaimana diuraikan dalam Tabel 4, yang diambil pada enam lokasi berbeda, didapatkan suhu berkisar antara 28,0 - 28,8o C, pH berkisar antara 3,2 - 3,9, DHL berkisar antara 473 - 638 µmhos/cm, DO berkisar antara 1,0 - 1,9 mg/l, residu terlarut berkisar antara 369 - 668 mg/l, residu tersuspensi berkisar antara 52-168 mg/l, amonia total berkisar antara 0,045 - 0,185 mg/l, nitrit sebesar 0,003 mg/l, logam seng antara 0,084 - 0,83 mg/l, fenol berkisar antara 0,011-0,045 mg/l. Jika hasil analisis kualitas air daerah Palingkau ini dievaluasi berdasarkan pada kriteria baku muti air menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalianpencemaran air, klasifikasi kelas III (Air Perikanan) dan kelas IV (Air Pertanian),
56
Daerah Dadahup
Hasil analisis kualitas air di daerah Dadahup (Blok A) sebagaimana diuraikan dalam Tabel 5, yang diambil pada tiga lokasi, didapatkan kadar parameter suhu berkisar antara 28,8 - 29,4 o C, pH berkisar antara 4,1 - 4,3, DHL berkisar antara 76 - 172 µmhos/cm, DO berkisar antara 1,3 - 3,2 mg/l, residu terlarut antara 67 - 135 mg/l, residu tersuspensi antara 18 56 mg/l, amonia total antara 0,100 - 0,494 mg/l, nitrit antara 0,003 - 0,004 mg/l, seng antara 0,042 - 0,153 mg/l dan fenol berkisar antara 0,016 - 0,032 mg/l. Dari data tersebut di atas, sumber air saluran dan sungai di daerah Dadahup (SP-3), dapat diketahui bahwa berdasarkan parameter suhu normal dan parameter DHL masih memenuhi persyaratan sebagai air irigasi dan perikanan. Berdasarkan parameter DO (1,3 - 3,2 mg/l), masih memenuhi persyaratan air Kelas IV (air irigasi). Namun, hanya beberapa lokasi yang memenuhi persyaratan Kelas III (air perikanan) karena dipersyaratkan kadar DO sebesar > 3 mg/l. Nilai parameter pH antara 4,1 4,3 juga tidak memenuhi kriteria air pertanian yang mensyaratkan nilai pH sebesar 5 - 9, juga untuk air perikanan (persyaratan sebesar 6 - 9). Untuk parameter seng (Zn) antara 0,032 - 0,153 mg/l, hampir semua lokasi memenuhi persyaratan sebagai sumber air perikanan (< 0,05 mg/l), kecuali lokasi S-9 (Desa. Bina Jaya). Sementara untuk air irigasi semua lokasi memenuhi persyaratan sebagai air irigasi ( < 2 mg/l), Apabila hasil analisis kualitas air daerah Dadahup secara umum dievaluasi dengan kriteria baku mutu air pada PP RI No.82/2001 untuk Kelas III (baku air perikanan) dan Kelas IV (baku air irigasi / pertanian) semua lokasi tidak memenuhi persyaratan baku mutu.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
Tabel 4. Parameter Kualitas Air Yang Melebihi Persyaratan Baku Mutu Air Kelas III dan Kelas IV – Di Daerah Palingkau Parameter
Hasil Rerata Kualitas Air
Baku Mutu Kelas III *)
Baku Mutu Kelas IV *)
S-1
S-2
S-3
S-4
S-5
S-6
28,0
28,3
28,8
29,2
28,7
28,3
-
-
Kekeruhan (NTU)
59
104
65
31
57
67
-
-
Residu Terlarut (mg/l)
369
398
421
668
580
328
1000
2000
Residu Suspensi (mg/l)
97
168
108
52
93
108
400
400
pH
3,2
3,2
3,9
3,2
3,2
3,8
6-9
5-9
DHL (µmhos/cm)
530
496
473
586
609
638
-
-
DO (mg/l)
1,0
1,3
1,5
1,9
1,8
1,7
>3
0
COD (mg/l)
7. 5
6. 5
5.0
3.8
8.5
3.0
50
100
Amonia Total (mg/l)
0,045
0,073
0,052
0,185
0,117
0,053
-
-
Nitrit (mg/l)
0,003
0,003
0,003
0,003
0,003
0,003
0,05
-
Sulfat (mg/l)
170
120
126
155
160
127
-
-
Fenol (mg/l)
0,031
0,043
0,045
0,031
0,031
0,011
0,001
-
Seng (mg/l)
0,105
0,198
0,830
0,084
0,194
0,100
0,05
2
Suhu (oC)
Keterangan : *) = PP RI No. No.82 Tahun 2001
Tabel 5. Hasil Kualitas Air Yang Melebihi Persyaratan Baku Mutu Air Kelas III dan IV - Pada Daerah Dadahup Parameter
Hasil Rata-Rata Kualitas Air
Baku Mutu Kelas III *)
Baku Mutu Kelas IV *)
S7
S8
S9
Suhu (oC)
29,4
28,8
29,1
-
-
Kekeruhan (NTU)
10,9
12
4,5
-
-
Residu Terlarut (mg/l)
135
67
88
1000
2000
Residu Suspensi (mg/l)
18
19
56
400
400
pH
4,1
4,3
4,1
6–9
5–9
DHL (µmhos/cm)
157
76
172
-
-
DO (mg/l)
1,3
3,2
2,9
>3
0
COD (mg/l)
6,5
7,6
3,8
50
100
Amonia Total (mg/l)
0,494
0,100
0,143
-
-
Nitrit (mg/l)
0,003
0,004
0,003
0,05
-
Sulfat (mg/l)
49
22
33
-
-
Fenol (mg/l)
0,016
0,031
0,032
0,001
-
Seng (mg/l)
0,042
0,032
0,153
0,05
2
Keterangan : *) = PP RI No. No.82 Tahun 2001
57
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
-
Daerah Rawa Saluran Raya (Sektor I)
Hasil analisis kualitas air di daerah Saluran Raya (Sektor I) sebagaimana diuraikan dalam Tabel 6 yang diambil pada tujuh lokasi, didapatkan suhu berkisar antara 28,0 - 29,6 o C, pH berkisar antara 3,2 - 5,2, DHL berkisar antara 357 - 1293 µmhos/cm, DO berkisar antara 1,8 - 2,6 mg/l, Residu Terlarut berkisar antara 246 - 779 mg/l, Residu Tersuspensi antara 35 - 82 mg/l, amonia total antara 0,176 - 0,594 mg/l, nitrit antara 0,003 - 0,016 mg/l, seng r antara 0,085 – 0,104 mg/l dan fenol antara 0,006 - 0,026 mg/l. Dari hasil pengamatan kualitas air tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa pada daerah Saluran Raya parameter suhu normal, begitu juga parameter daya hantar listrik memenuhi persyaratan air irigasi dan perikanan. Parameter DO (1,8 - 2,6 mg/l), memenuhi persyaratan air irigasi.
Untuk parameter pH (3,3 - 5,3) semua tidak memenuhi persyaratan air irigasi, kecuali lokasi Sec 41 (kelas IV, sebesar 5 - 9) dan perikanan (kelas III. sebesar 6 - 9). Untuk parameter logam seng (Zn) (0,094 -1,09), semua lokasi tidak memenuhi air perikanan (0,05 mg/l) namun semua lokasi memenuhi persyaratan air irigasi (2 mg/l). Untuk itu, hanya ikan-ikan lokal yang telah dapat beradaptasi dengan DO rendah yang dapat hidup, seperti gabus atau haruan, papuyu, dan yang lainnya. Jika hasil analisis kualitas air daerah rawa Saluran Raya dievaluasi berdasarkan pada kriteria baku mutu air pada PP RI No. 82/2001, untuk klasifikasi kelas III (air perikanan) dan kelas IV (air irigasi), maka semua lokasi tidak memenuhi persyaratan terutama parameter pH, DO, logam seng dan fenol sebagaimana diuraikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Parameter Kualitas Air Yang Melebihi Persyaratan di Daerah Rawa Saluran Raya Lokasi dan Hasil Rata-Rata Kualitas Air 16
Baku Mutu Kelas III *)
Baku Mutu Kelas IV *)
28,8
28,7
-
-
36
50
24
-
-
692
246
327
449
1000
2000
70
51
60
82
40
400
400
3,6
3,2
3,4
5,2
4,7
4,0
6-9
5-9
1293
1028
1076
824
357
483
587
-
-
DO (mg/l)
2,2
2,3
2,5
2,6
2,6
1,8
2,1
>3
0
COD (mg/l)
3,9
7,8
8,4
6,8
24
6,0
6,0
50
100
Amonia Total (mg/l)
0,198
0,176
0,300
0,183
0,241
0,594
0,186
-
-
Nitrit (mg/l)
0,003
0,003
0,005
0,004
0,016
0,016
0,003
0,05
-
Sulfat (mg/l)
187
178
188
156
21
80
105
-
-
Fenol (mg/l)
0,008
0,014
0,006
0,018
< 0,001
0,016
0,026
0,001
-
Seng (mg/l)
0,085
0,085
0,091
0,104
0,083
0,087
0,091
0,05
2
Parameter
10
11
12
13
14
15
28,0
28,6
28,6
28,7
29,6
Kekeruhan (NTU)
21
23
44
31
Residu Terlarut (mg/l)
779
746
700
Residu Suspensi (mg/l)
35
38
pH
3,8
Suhu (oC)
DHL (µmhos/cm)
Keterangan : *) = PP RI No. No.82 Tahun 2001
2.
Pengaruh Sistem Tata Air Lahan Budi daya di Daerah Penelitian
Dari hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian seperti diuraikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8, untuk parameter pH dan konduktivitas menunjukkan nilai yang relatif konstan. Hal ini menunjukan tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan antara nilai pH dan DHL air yang diukur di saluran irigasi dan air yang diukur di sawah serta lahan Budi daya pertanian pada lokasi tersebut .
58
Tidak terjadinya perbedaan nilai pH dan DHL mengindikasikan fungsi sistem irigasi kurang dalam pengurangan kandungan asam lahan pertanian. Sistem irigasi garpu (dikembangkan oleh UGM) adalah sistem yang diiaplikasikan pada hampir seluruh lahan rawa pasang surut di Kalimantan. Sistem garpu sangat praktis dan tidak perlu dilengkapi dengan bangunan air seperti pintu air dan lain-lain. Sistem irigasi garpu hanya memerlukan adanya kolam pasang di ujung saluran irigasinya.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
Tabel 7. Nilai pH Saluran di Palingkau, Dadahup, Saluran Raya, dan Sawah
No
Saluran di Palingkau (1)
Saluran di Dadahup (2)
Saluran Raya(3)
Daerah Sawah (4)
Lokasi
pH
Lokasi
pH
Lokasi
pH
Lokasi
pH
1
S1
3,1
S7
4,1
S10
3,6
Tanah Darat, Saluran Raya
2,8
2
S2
3,4
S8
4,5
S11
3,6
Sawah Sekunder, Saluran Raya
4,4
3
S3
3,7
S9
4,1
S12
3,3
Tanah Sawah, Palingkau
3,3
4
S4
3,3
S13
3,4
5
S5
3,3
S14
5,3
6
S6
3,5
S15
4,4
S16
4,0
7
Keterangan : 1. Saluran di Palingkau, lokasi SP3, di Desa Palingkau Asri, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas; 2. Saluran di Dadahup yaitu : A-1 di Ds Bina Jaya, A-2 di Ds Petak Batuah, dan di Kapuas Murung lokasi A-5 / S7, Ds Bentuk Jaya, Kab.Kapuas; 3. Saluran Raya di DR Saluran Raya, lokasi: Ds Karya Makmur, Ds Karya Maju, Ds Karya Bakti (7 lokasi), di Kecamatan Selat, Kab.Kapuas; 4. Tanah Daratan dan Sawah
Tabel 8. Kadar DHL Saluran di Palingkau, Dadahup, Saluran Raya, dan Sawah No
Saluran di Palingkau (1)
Saluran di Dadahup (2)
Saluran Raya (3)
Daerah Sawah (4)
Lokasi
DHL
Lokasi
DHL
Lokasi
DHL
Lokasi
DHL
1
S1
530
S7
157
S10
1293
Tanah Darat, Saluran Raya
440
2
S2
496
S8
76
S11
1028
Sawah Sekunder, Saluran Raya
611
3
S3
473
S9
172
S12
1076
Tanah Sawah, Palingkau
328
4
S4
586
S13
824
5
S5
609
S14
357
6
S6
638
S15
483
S16
587
7
Keterangan : 1. Saluran di Palingkau, lokasi SP3, di Desa Palingkau Asri, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas; 2. Saluran di Dadahup yaitu : A-1 di Ds Bina Jaya, A-2 di Ds Petak Batuah, dan di Kapuas Murung lokasi A-5/S7, di Ds Bentuk Jaya, Kab.Kapuas; 3. Saluran Raya di DR Saluran Raya lokasi: Ds Karya Makmur, Ds Karya Maju, Ds Karya Bakti 7 lokasi), di Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas; 4. Tanah Daratan dan Sawah
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada lokasi penelitian dalam Tabel 4 sampai Tabel 8 di atas, yang kemudian dihubungkan dengan sistem saluran dengan pola aliran air satu arah, apabila dibandingkan dengan pola aliran dua arah, diketahui hal-hal sebagai berikut : • Pada lahan dengan pola aliran satu arah produktivitas lahannya rata-rata sekitar 5,59 ton/ ha, produktivitas lahan dengan pola aliran dua arah hanya rerata 2,39 ton/ha. Ada peningkatan produksi sebanyak 3,20 ton/ha untuk pola aliran satu arah. • Perbaikan keasaman (pH), untuk pola aliran dua arah pH dari semula 2,3 menjadi 4,33, sedangkan di pola aliran satu arah pH menjadi 5,59. • Pengurangan kadar pirit (Fe), pada pola aliran dua arah nilai rerata Fe cukup tinggi (31,00
ppm), sedangkan nilai Fe rerata pada pola aliran satu arah relatif baik, yaitu 23,67 ppm • Pengoperasian pintu air pengendali yang teratur dan pengaturan yang lebih efektif dengan pola aliran satu arah memberikan penilaian DHL rerata pola aliran dua arah cukup tinggi yaitu 231 µmhos/cm, sedangkan DHL rerata pada pola aliran satu arah relatif baik yaitu 159.2 µmhos/ cm. Dari hasil penelitian dapat diketahui sebagiaman hasil penelitian Eddy Harsono (2008) tersebut di atas, secara teknis optimalisasi pemanfaatan pola aliran satu arah di rawa pasang surut, memerlukan faktor pendukung yang terdiri atas jaringan tata air, budi daya tani, dan kelembagaan. Pola aliran satu arah lebih efektif dalam pencucian lahan pertanian dibandingkan proses pencucian lahan pola dua arah (Tabel 7 dan 8).
59
Karakteristik Sumber Air Pada Lahan Budi Daya Di Lingkungan Lahan Gambut Kalimantan Tengah (Moelyadi Moelyo dan Firdaus Achmad)
Tabel 9. Faktor Dominan Pendukung Peningkatan Produktivitas Lahan No
Faktor Pendukung
Peranan
Keterangan
1
Jaringan tata air
Saluran sek, ter, kwa & bangunan air, O & P yang berkelanjutan, sistem aliran satu arah
Penerapan sistem aliran satu arah & O&P berkelanjutan jaringan tata air.
2
Budi daya tani
Input usaha tani (saprodi & alsintan)
Pembagian merata & berkelanjutan
Kelembagaan
Pengoperasian pintu air, P3A, PPL, KUD, KUT, Dolog
Aktivitas & peranan lembaga sangat menentukan.
3
Sumber : Harsono (2008)
Tabel 10. Perbandingan Efisiensi dan Efektivitas Pola Aliran No
Parameter
Sistem Aliran Dua Arah
Sistem Aliran Satu Arah
1
Keasaman, pH
4,33
5,59
2
pirit, FeS2
31,00 ppm
23,67 ppm
3
Konduktivitas, DHL
231,00 µmhos/cm
159,20 µmhos/cm
Produktivitas
2,39 ton/ha
5,59 ton/ha
Peningkatan
3,20
ton/ha
Sumber : Harsono (2008)
SIMPULAN Dari hasil penelitian karakteristik sumber air pada lahan budi daya di lingkungan lahan gambut Kalimantan Tengah, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : •
Kondisi kualitas air di daerah penelitian, yang ditunjukkan parameter oksigen terlarut, pH, dan daya hantar listrik untuk semua lokasi tidak memenuhi persyaratan sebagai sumber baku air pertanian dan perikanan menurut kriteria baku mutu air kelas III dan kelas IV pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (pH 6-9, DO > 3).
•
Kualitas sedimen dasar saluran, tanah daratan, dan tanah sawah untuk parameter : pH, DHL, C-organik, bahan organik, unsur hara mikro dan nitrogen total berada pada besaran yang relatife tidak menunjang kesuburan dan kesesuaian lahan Budi daya untuk tanaman hortikultur dan tanaman musiman.
• Sistem tata air yang sesuai kondisi lahan di daerah penelitian dan dinilai efektif untuk proses pencucian lahan asam (leaching) adalah sistem irigasi dengan pola/sistem aliran satu arah.
SARAN Adapun saran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan kawasan gambut sebagai lahan Budi daya tahap selanjutnya, dapat disampaikan sebagai berikut :
60
• Teknis: perlu adanya kajian integral untuk peningkatan produktivitas lahan gambut sebagai lahan Budi daya. Karena selain masalah tata air, kualitas air dan penyediaan air bersih, juga diperlukan dukungan dan peran aktif bidang sosial-ekonomi dan kemasyarakatan seperti PPL, KUD, KUT, pengadaan pupuk dan kemudahan memperoleh bahan pengolahan tanah. •
Nonteknis: masalah yang perlu diperhatikan lainnya adalah hama tikus dan babi yang merupakan unsur yang mengurangi hasil produksi pertanian lahan rawa gambut.
ACUAN American Public Health Association, AWWA, WPCF.,2005. Standard Methods for The Examination Water and Wastewater, 21th edition. Washington DC, USA. Budhi Cakra.1999, Pengkajian Perubahan Kualitas Air Di Lahan Gambut Daerah Kerja A, Laporan Utama, Budhi Cakra Konsultan PT, Bandung. BSN.,2008, Metode Pengambilan Percontoh Air Permukaan; Air dan Air Limbah-bagian 57; SNI 6989.57:2008, BSN, Jakarta. Darmanto. 2001, Penanganan Kawasan Lahan Basah Eks PPLG Sejuta Hektar Kalimantan Tengah, PSSL Universitas Gajah Mada, Perc. Naviri, Yogyakarta.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 1 April 2012 : 49 – 61
Harsono, Edy. 2008, Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Pasang Surut Dengan Implementasi Pola Aliran Satu Arah, Subdit Pembinaan Pelaksanaan Wilayah Timur, Direktorat Rawa dan Pantai, Dep. Pekerjaan Umum, Jakarta.
Suriadikarta, D.A., 2009, Pembelajaran Dari Kegagalan Pengelolaan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar Menuju PLG Berkelanjutan, Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Kesuburan Tanah, Badan Litbang Pertanian, Dep. Pertanian, Bogor.
Kartamihardja, E.S., 2002, Pembukaan Lahan Gambut Di Kalimantan Tengah; Mega Proyek Pemusnahan Sumber Daya Perikanan, Makalah Falsafah Sains, PPS - IPB, Bogor. Lembaga Penelitian IPB. 1997, Analisa Dampak Lingkungan Pengembangan Lahan Gambut, LP-Institut Pertanian Bogor dan Departemen Pekerjaan Umum, Bogor. Moelyo, Moelyadi. 1999, Pengkajian Perubahan Kualitas Air Pada Lahan Gambut, PPLG Kalimantan Tengah, makalah pada Loka Karya Kecil Konsolidasi PLG Kalimantan Tengah, PPLG, Kuala Kapuas. PPLG.1999. Penyusunan Rencana Umum Pemanfaatan Lahan Dengan Pola Kemitraan, makalah pada Loka Karya Kecil Konsolidasi PLG Kalimantan Tengah, PPLG Kalmantan Tengah, Kuala Kapuas. Pemerintah Republik Indonesia, (1999), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994, Tanah Gambut, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Balitbang Pertanian, Dep. Pertanian, Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1997, Penyusunan kesesuaian lahan untuk peternakan Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta. Pusat Litbang Pengairan. 1996, Penelitian Pembukaan Lahan Rawa di Kalimantan Tengah, Laporan Kegiatan, Pusat Litbang Pengairan, tidak diplublikasikan, Bandung. Pusat Studi Sumber Daya Lahan. 1998, Perencanaan Pemanfaatan Lahan Gambut, Pusat Studi Sumber daya Lahan, LP-UGM, DI Yogyakarta. Setiadi, Bambang. 1997, Gambut; Tantangan & Peluang, tidak diplublikasikan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta Suriadikarta, D.A., 2008, Pemanfaatan dan Strategi Pengembangan Lahan Gambut Eks PLG Kalimantan Tengah, Jurnal Sumber Daya Lahan, BBPP-SDLP, Balitbang Pertanian, Bogor.
61