Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
KAJIAN UPAYA MENGURANGI PENCEMARAN AIR LIMBAH AKIBAT PENAMBANGAN ENDAPAN INTAN (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) (STUDY OF EFFORTS TO REDUCE WASTE WATER POLLUTION, DUE TO MINING DEPOSITS DIAMOND Case Study: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, City of Banjarbaru, Kalimantan Selatan Province) 1
Widodo1, Aminuddin2, dan M. Ulum A. Gani1
Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Komplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung 2 Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi Jln. Doponegoro No. 57 Bandung Pos-el:
[email protected] (Diterima 06 Juni 2012; Disetujui 01 Agustus 2012)
ABSTRAK Penambangan endapan intan sekunder di Desa Pinang, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan secara tambang terbuka menggunakan pompa semprot. Penambangan dilakukan dengan cara penyemprotan yang diarahkan kebagian bawah tebing dan penyemprotan ke segala arah permukaan. Material lepas hasil penyemprotan kemudian disedot dengan pompa penyedot, selanjutnya dilakukan pemisahan material kasar dengan material halus untuk mendapatkan konsentrat, dan pendulangan konsentrat untuk mendapatkan intan. Akibat penambangan endapan intan sekunder, terjadi perusakan lingkungan berupa pencemaran air limbah penambangan. Untuk mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada air limbah penambangan, dilakukan upaya physical treathment dengan membuat kolam-kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 sebelum dibuang ke perairan umum (sungai). Berdasarkan hasil analisis kimia air limbah yang telah dilakukan pengendapan (physical treathment), mampu menurunkan konsentrasi unsur-unsur pencemar hingga 77,62%; 85,54%; 60,99%; 49,00%; dan 3,22 % untuk kekeruhan, total suspension solid (TSS), besi, minyak, dan dissolved oxygen (DO) serta menaikkan pH hingga 4,83%. Kata kunci: endapan intan, tambang semprot, pencemaran, pengendapan
ABSTRACT The secondary deposition of diamond mining in the village of Pinang, Cempaka District, South Kalimantan Province Banjarbaru City conducted open pit mine using a pump spray. Mining is done by spraying gets directed under cut and surface spraying in all directions. Material off spraying results then aspirated with a vacuum pump, is then performed with the coarse material separation of fine materials to get the concentrate, and concentrate panning for diamonds. Due to diamond mining sludge secondary, occurring environmental form mining waste water pollution. To reduce the concentration of pollutants in waste water mining, efforts to make the physical treathment settling pools 1, 2, 3, and 4 before being discharged into public waters (rivers). Based on the results of chemical analysis of waste that has been done deposition (physical treathment), able to decrease the concentration of contaminant elements up to 77.62%, 85.54%, 60.99%, 49.00%, and 3.22% for turbidity, total suspension solid (TSS), iron, oil, and dissolved oxygen (DO) and raising the pH up to 4.83% Keywords: diamond deposite, spray mine, contamination, deposition
101
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
PENDAHULUAN Peranan pembangunan, khususnya untuk bahan galian industri tidak dapat dipisahkan dari kepentingan masyarakat. Penambangan endapan intan sekunder skala kecil (tambang rakyat) di Desa Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan selain dapat menambah pendapatan devisa negara, juga telah memberikan lapangan pekerjaan. Penambangan endapan intan sekunder dilakukan secara tambang terbuka dengan sistem tambang semprot yang dikombinasikan dengan mesin penyedot air dan material. Material hasil penyedotan (penambangan) kemudian disaring menggunakan grizzly dan sluice box untuk memisahkan ampas (tailing) dengan material yang mengandung intan (konsentrat). Material yang mengandung intan (konsentrat) yang diperoleh, kemudian dilakukan pendulangan untuk mendapatkan intan. Menurut Hidayat (2009) bagi penduduk Desa Cempaka, mendulang intan merupakan mata pencaharian turun temurun. Para penambang bekerja secara kelompok dengan menggali lubang tambang sampai kedalaman 15 m, baik itu menggunakan peralatan sederhana maupun tambang semprot. Hasil penambangan selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk mencari sebutir intan, selain intan kadang-kadang ditemukan batu akik dan butiran emas. Intan yang didapat berupa intan mentah (galuh), intan mentah kemudian dibersihkan dan digosok untuk dijadikan perhiasan. Salah satu tempat penggosokan intan yang terkenal di Martapura, adalah penggosokan Intan Tradisional Kayu Tangi Martapura. Kegiatan penambangan endapan intan sistem semprot ini menimbulkan beberapa masalah seperti perubahan kondisi lingkungan baik secara fisik dan kimia tanah, kualitas air tanah dan air permukaan, serta topografi lahan. Penambangan endapan intan dengan kombinasi proses penyemprotan dan penyedotan menghasilkan material lepas (kerakal dan kerikil) serta lumpur dalam jumlah yang besar sebagai limbah. Limbah ini akan mengendap di sepanjang aliran sungai atau di tempat-tempat yang rendah di sekitar lokasi penambangan, sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan terutama berupa kekeruhan air, total suspended solid (TSS), besi (Fe), dan minyak. Kandungan TSS yang tinggi dalam air (badan sungai) menyebabkan byologycal oxigen demand (BOD) menjadi rendah, sehingga dapat menghambat proses penetrasi sinar matahari dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Sedangkan kandungan besi (Fe) dan minyak yang tinggi akan berpengaruh terhadap pemanfaatan air; misal untuk bahan baku air minum, perikanan maupun pengairan.
102
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada air limbah penambangan endapan intan sekunder dengan membuat kolam-kolam pengendapan (IPAL Komunal), sehingga kekeruhan air dan konsentrasi bahan pencemar menurun. Endapan lempung yang dihasilkan kemudian diambil untuk diamankan, pada paska tambang lempung dapat dimanfaatkan sebagai material pengisi lubang bekas tambang atau dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Sedangkan air limbah dengan bahan pencemar yang konsentrasinya sudah berkurang, baru di buang ke perairan umum. Efek total dari proses tersebut adalah upaya mengurangi adanya pencemaran lingkungan akibat penambangan endapan intan. Batasan masalah dalam penelitian adalah kajian upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar hasil penambangan intan sekunder menggunakan 4 (empat) kolam pengendapan yang dilengkapi dengan saluran air sebagai inlet dan outlet. Unsurunsur pencemar logam berat seperti Fe, Mn, Cu, Cd, Zn, dan Pb; serta adanya pencemaran tanah (lahan) dan air bawah permukaan tanah tidak dibahas. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perencanaan reklamasi paska tambang endapan intan skala kecil pada khususnya, dan penerapannya dalam industri pertambangan pada umumnya.
METODE KAJIAN Metode kajian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif, yaitu dengan melakukan pengukuran dan pengambilan contoh air limbah di lapangan serta analisis di laboratorium. Pengukuran dilakukan terhadap dimensi kolam pengendapan limbah, pengambilan contoh air limbah tambang pada kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4. Analisis limbah cair dilakukan berdasarkan prosedur analisis dari Standar Nasional Indonesia tentang Air dan Limbah. Semua Pengujian sampel limbah cair di lakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada tahun 2010. Evaluasi kualitas air dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis air limbah hasil pengendapan (physical treathment) dengan kriteria standar baku kualitas air berdasarkan kelas (Kelas I, II, III, dan IV) Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No.5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN Lokasi kegiatan penambangan endapan intan terletak di Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Gambar 1). Lokasi penelitian dapat dicapai menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Banjarmasin dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kota Banjarbaru adalah 199.359 orang, yang terdiri atas 101.938 laki-laki dan 97.421 perempuan (BPS Kota Banjarbaru Dalam Angka, 2011).
Penduduk Kota Banjarbaru terkosentrasi di lima kecamatan yaitu (Tabel 1): Cempaka 28.328 orang (14,21 %), Landasan Ulin 51.475 orang (25,82 %), Banjarbaru Utara 42.651 orang (21,39), Banjarbaru Selatan 42.337 orang (21,24 %), dan Liang Anggang 34.568 orang (17,34 %). Menurut Sikumbang dan Heryanto (1994) geologi daerah Cempaka (Gambar 2) secara umum dicirikan dengan adanya sebaran batuan sedimen secara dominan yang berumur Tersier - Kuarter, dan sebagian kecil batuan beku berumur Pra Tersier. Formasi Pitanak (Kvpi) berumur Kapur Akhir dengan bidang kontak tektonik berbatasan dengan batuan ultrabasa.
Gambar1. Lokasi Kegiatan Penambangan Endapan Intan Sekunder
103
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) Formasi Pitanak berupa lava andesit berwarna kelabu dalam keadaan segar dan coklat bila lapuk, porforitik plagioklas, berasosiasi dengan breksi vulkanik. Formasi Keramaian (Kak) berumur Kapur Akhir dengan bidang kontak tektonik berbatasan dengan batuan Formasi Pitanak (Kvpi). Formasi Keramaian terdiri atas perselingan batupasir, batulanau dan batulempung, dimana juga terdapat sisipan batugamping, konglomerat berasosiasi dengan rijang. Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen, merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang menindih secara tak selaras dengan batuan Pra Tersier. Formasi ini terdiri atas batupasir kuarsa, sisipan batugamping dan batubara dengan lensa batu gamping.
Formasi Berai (Tomb) dengan umur Oligomiosen, menindih selaras di atas Formasi Tanjung (Tet). Formasi ini berupa batugamping bersisipan napal dan batulempung yang terserpihkan. Formasi Dahor (Tqd) berumur Pliopleistosen menindih tak selaras di atas batuan Tersier. Formasi ini terdiri atas batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat, batulempung lunak dengan sisipan lignit, kaolin dan limonit. Selaras di atas Formasi Dahor (Tqd) adalah endapan Alluvium (Qa) berumur Holosen. Endapan Alluvium terdiri atas kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Endapan pasir-kerikil Alluvium purba memegang peranan penting terbentuknya endapan intan dengan tebal lapisan beberapa centimeter sampai satu meter, dan intan yang terkandung didalamnya tersebar tidak merata dan terpencar.
Aluvium
Formasi Dahor Formasi Warukin Formasi Berai Formasi Tanjung Formasi Keramaian Formasi Pundak Anggota batu Flora, Formasi Pundak Formasi Pitanak Diabas Diorit Gabro Batuan Malihan Batuan Ultramifik
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Banjarbaru dan Sekitarnya (Sikumbang dan Heryanto, 1994)
104
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
Penambangan Endapan Intan Kegiatan diawali dengan pembersihan lokasi penambangan dari semak-semak belukar dan pohon-pohon kecil dengan menggunakan cangkul (menggali tanah), tirak (membongkar akar-akar pohon), dan parang (penebasan pohon-pohon) untuk pembuatan muka kerja (Gambar 3).
Kegiatan penggalian ini terus dilakukan maju sedikit demi sedikit menuju endapan intan. Setelah menemukan endapan intan, dilanjutkan penambangan endapan intan dengan cara menyemprotkan air menggunakan slang sehingga menghasilkan lubang tambang (Gambar 4).
Gambar 3. Persiapan Penambangan (Foto diambil di Cempaka, 2010)
Gambar 4. Lubang Tambang dengan Pompa Semprot Sistim “Under Cut”(Foto diambil di Cempaka, 2010)
105
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) Selama kegiatan penambangan endapan intan sekunder berlangsung, dilakukan kombinasi kerja mesin peyemprot dan mesin penyedot. Mesin menyedot berfungsi menyedot material yang telah
lepas akibat penyemprotan lewat selang yang dialirkan melalui grizzly dan dilakukan pengayakan untuk memisahkan tailing dan konsentrat. Konsentrat yang didapat kemudian dilakukan pendulangan dan pencucian (Gambar 5).
Gambar 5. Pendulangan Untuk Mendapatkan Konsentrat (Foto diambil di Cempaka, 2010).
Setelah pendulangan dan pencucian dilakukan untuk mendapatkan konsentrat, barulah dilakukan pendulangan akhir untuk mendapatkan intan. Keseluruhan proses penambangan intan seperti yang diuraikan di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir seperti yang terlihat pada gambar 6.
HASIL KAJIAN Pencemaran Air Limbah Kegiatan penambangan endapan intan sekunder di Desa Pinang, Kecamatan Cempaka Banjarbaru dilakukan oleh rakyat setempat dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan keuntungan ekonomi, tapi disisi lain menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Air limbah penambangan umumnya langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan limbah terlebih dahulu, sehingga limbah ini mencemari daerah sekitarnya.
106
Penambangan endapan intan sekunder dapat menyebabkan air sungai di sekitarnya keruh, kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi baik yang bersifat organik maupun non organik. Zat organik sebagai limbah berasal dari lumpur hasil penambangan endapan intan yang menggunakan pompa isap. Air yang keruh sulit didefeksikan, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi yang berbahaya bagi kesehatan. Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah penambangan endapan intan sekunder (Tabel 1) apabila dibandingkan dengan standar baku kualitas air dari Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007 (Tabel 2) menunjukkan bahwa air limbah penambangan endapan intan sekunder mengandung lumpur (TSS), besi (Fe), minyak, dan kekeruhan yang cukup tinggi; sedangkan unsur-unsur yang lain seperti TDS, NH3 total, NO2, NO3, Pb, Zn, Cr total, relatip rendah. Nilai TSS, besi (Fe), minyak, dan kekeruhan tersebut masing-masing adalah 1.358 mg/l, 6,41 mg/l, 2000 mg/l dan 916,0 NTU, sedangkan standar baku mutu kualitas air menurut peraturan Gubernur Kalimantan Selatan masing-masing adalah 400 mg/l, 0,3 mg/l, 1.000 mg/l dan 0 NTU (nihil).
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
PERSIAPAN PENAMBANGAN PENAMBANGAN BAGIAN BAWAH TEBING DAN KESEGALA ARAH
PENYEMPROTAN AIR
PENGOTOR
BAHAN GALIAN INTAN
AYAKAN
MATERIAL > KERAKAL
MATERIAL KERAKAL DAN KERIKIL
MATERIAL UKURAN BESAR DIBUANG
MATERIAL UKURAN KECIL PENCUCIAN
PRODUK (INTAN)
PENDULANGAN LIMBAH
Gambar 6. Bagan Alir Kegiatan Penambangan Endapan Intan Sekunder.
Tabel 1. Kualitas Air Limbah Penambangan Endapan Intan Sekunder No
Parameter
Satuan
Hasil Pengujian*)
1
TSS
mg/l
1.358
2
TDS
mg/l
23
3
pH
-
6,0
4
NH3 Total
mg/l
1,43
5
NO2
mg/l
0,086
6
NO3
mg/l
0,0066
7
Fe
mg/l
6,41
8
Pb
mg/l
0,0742
9
Zn
mg/l
0,05
10
Cr Total
mg/l
0,0324
11
Minyak/ Lemak
mg/l
2.000
12
DO
mg/l
6,2
13
BOD
mg/l
0,7
14
Kekeruhan
NTU
916,0
15
COD
mg/l
58,2
107
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) Tabel 2. Standar Baku Mutu Kualitas Air (Peraturan Guburnur Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007)
No
Parameter
Satuan
1
TSS
2
Standar Baku Mutu Kualitas Air Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
mg/l
50
50
400
400
TDS
mg/l
1.000
1.000
1.000
1.000
3
pH
-
6-9
6-9
6-9
6-9
4
NH3 Total
mg/l
0,5
-
-
-
5
NO2
mg/l
0,06
-
-
-
6
NO3
mg/l
10
10
20
20
7
Fe
mg/l
0,3
-
-
-
8
Pb
mg/l
0,3
0,3
0,3
1
9
Zn
mg/l
0,05
0,05
0,05
2
10
Cr Total
mg/l
-
-
-
-
11
Minyak/lemak
mg/l
1.000
1.000
10.00
-
12
DO
mg/l
6
4
3
0
13
BOD
mg/l
2
3
4
12
14
Kekeruhan
NTU
-
-
-
-
15
COD
mg/l
10
25
50
100
Keterangan: Kelas I = bahan baku air minum Kelas II = sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan Kelas III = budidaya ikan tawar, peternakan Kelas IV = pengairan
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah penambangan endapan intan sekunder (Tabel 1) kandungan TSS (total suspended solid) adalah sebesar 1.358 mg/l, melebihi standar baku kualitas air yang diperkenankan maksimal 400 mg/l. Kandungan TSS yang tinggi mengidentifikasikan terjadinya pencemaran zat organik yang berasal dari pembuangan limbah kegiatan penambangan endapan intan sekunder. Tingginya TSS dalam air (badan sungai) dapat menghambat proses penetrasi sinar matahari dalam air, sehingga mengganggu kehidupan biota air. Air dengan konsentrasi TSS yang tinggi, mengakibatkan BOD (biologycal oxygen demand) menjadi rendah yaitu 0,7 mg/l (Tabel 1). Konsentrasi dari jumlah oksigen yang terlarut DO (dissolved oxygen) dan COD (chemical oxygen demand) cukup tinggi yaitu sebesar 6,2 mg/l dan 58,2 mg/l; sedangkan standar baku kualitas air untuk COD adalah10 mg/l - 100 mg/l dan standar baku kualitas air untuk DO adalah 3 mg/l - 6 mg/l. Jadi kandungan COD masih memenuhi standar baku kualitasair kelas IV dan III, sedangkan DO memenuhi untuk semua kelas standar baku kualitas air.
108
Hasil analisis kandungan minyak pada air limbah penambangan sebesar 2.000 mg/l, sedangkan standar baku kualitas air adalah sebesar 1.000 mg/l untuk semua kelas. Pencemaran minyak berasal dari limbah ceceran oli mesin semprot dan sedot yang digunakan dalam penambangan intan. Lapisan minyak yang terdapat dipermukaan air dapat menyebabkan berkurangnya estetika (kondisi yang kurang sedap), terganggunya penetrasi sinar matahari dan menghambat proses masuknya oksigen dari udara ke dalam badan air, yang akhirnya dapat menyebabkan air kekurangan oksigen terlarut. Air yang kekurangan oksigen terlarut dapat mengganggu kehidupan biota air. Sebagaimana kita ketahui, minyak bersifat tidak dapat larut di dalam air. Minyak akan terus mengapung di atas permukaan air, sehingga menutupi permukaan air. Lapisan minyak yang mengapung akan menutupi permukaan air, dan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganis tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
Penggalian lapisan tanah penutup dalam penambangan endapan intan sekunder, membuat endapan mineral terbuka. Akibatnya terjadi oksidasi mineral sulfida, sehingga pH air limbah bersifat asam. pH air limbah yang bersifat asam ini adalah produk yang terbentuk akibat oksidasi mineral yang mengandung besi-sufur, seperti: pirit (FeS2) dan pirhotit (FeS) oleh oksidator yang berasal dari atmosfir (air, oksigen dan karbon dioksida) dengan bantuan katalis bakteri dan produk-produk lain yang terbentuk sebagai akibat dari reaksi oksidasi tersebut (Suprapto, 2006). Air dengan pH yang bersifat asam dapat menyebabkan sulitnya pertumbuhan tanaman, disamping itu juga dapat menyebabkan matinya binatang-binatang yang ada dalam air serta tidak layak dikonsumsi atau dipakai untuk kebutuhan manusia. Pencegahan penurunan pH air limbah dapat dilakukan dengan melokalisir sebaran mineral sulfida sebagai bahan potensial pembentuk
tair asam dan menghindarkan agar idak berhubungan langsung dengan udara bebas. Sebaran sulfida ditutup dengan bahan impermeable seperti lempung, diupayakan tidak terjadinya proses pelarutan baik oleh air permukaan maupun air tanah (Suprapto, 2006). Upaya penurunan Pencemaran Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan adanya air limbah penambangan, maka sebelum air limbah dibuang ke perairan umum terlebih dahulu dilakukan pengendapan bertahap (physical treatment ) melalui pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal. IPAL yang dibuat terdiri atas empat kolam pengendapan dengan ukuran masing-masing lebar 20 m, panjang 20 m, dan kedalaman 5 m sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
Gambar Penampang A A’
Gambar Penampang B B’
Gambar 7. Sketsa Penampang Kolam Pengendapan Air Limbah Tambang Intan
109
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) Antara lubang kolam pengendapan yang satu dengan kolam pengendapan yang lainnya dihubungkan oleh pipa berdiameter 61,44 cm. Kolam pengendapan juga dilengkapi dengan inlet dan outlet. Inlet adalah jalan masuknya air limbah dari aktivitas penambangan ke kolam pengendapan ke 1; seterusnya ke kolam pengendapan ke 2, 3, dan ke 4. Sedangkan outlet adalah hasil akhir dari pengolahan air limbah dengan pengendapan yang keluar dari kolam pengendapan ke 4. Hasil akhir dari limbah ini seterusnya langsung dibuang ke badan sungai.
Kolam-kolam pengendapan ini diletakkan pada mulut tambang, sehingga memudahkan air limbah penambangan untuk dialirkan ke dalam kolamkolam pengendapan. Supaya memungkinkan padatan mengendap, air limbah yang masuk ke inlet diatur dengan kecepatan aliran 10-15 cm/detik. Hasil Analisis TSS, Fe, Minyak, DO, pH dan Kekeruhan air limbah penambangan dan kolam pengendapan setelah dilakukan physical treatment adalah sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Analisis TSS, pH, Fe, Minyak, DO, dan Kekeruhan pada Air Limbah Penambangan dan Kolam Pengendapan
No
Parameter
Hasil Pengujian*)
Satuan Air Limbah
Kolam I
Kolam II
Kolam III
Kolam IV
1
Kekeruhan
NTU
916
817
765
405
205
2
TSS
mg/l
1.358
1.054
800
315
198
3
pH
-
6,00
6,10
6,20
6,24
6,29
4
Fe
mg/l
6,41
6,0
5,9
5,0
2,5
5
Minyak
mg/l
2.000
1.513
1.100
1.059
1.020
6
DO
mg/l
6,20
6,10
6,10
6,00
6,10
DISKUSI Berdasarkan hasil analisis air limbah penambangan yang diambil dari kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 (Tabel 3), terlihat bahwa kandungan total suspension solid (TSS) mengalami penurunan yaitu masingmasing sebesar 22,39 %; 41,09 %; 76,80 % dan 85,54 %.
Semakin banyak pengurangan kandungan TSS dalam air limbah maka kekeruhan air akan semakin berkurang yang ditunjukkan oleh hasil analisis nilai kekeruhan air dari kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 yaitu masing-masing sebesar 817, 765, 405, dan 205 NTU atau dengan pengurangan nilai kekeruhan masing-masing sebesar 10,81 %; 16,48 %; 55,79 %; dan 77,62 % (Gambar 8).
KONSETRASI (ntu)
Kekeruhan 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Kekeruhan
Air Limbah
Kolam I
Kolam II Kolam III Kolam IV
Gambar 8. Grafik Kekeruhan Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4
110
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
Dari hasil analisis TSS (Tabel 3) terlihat bahwa semakin jauh jarak pengendapannnya, maka semakin besar pengurangan kandungan TSS dalam air limbah dan kolam 1, 2, 3, dan 4 (Gambar 9).
Hal ini disebabkan karena semakin jauh tempat pengendapannya, maka kecepatan aliranya semakin berkurang, sehingga kesempatan untuk mengendap padatan yang ada dalam limbah semakin besar (Lin, 2001).
Kandungan TSS 1600
KONSETRASI (mg/l)
1400 1200 1000 800 600
TSS
400 200 0 Air Limbah
Kolam I
Kolam II
Kolam III
Kolam IV
Gambar 9. Grafik Kandungan TSS pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4
Apabila hasil pengendapan limbah tersebut dikaitkan dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan N0. 5 Tahun 2007, maka nilai TSS pada kolam pengendapan ke 1 dan ke 2 sebesar 1.054 mg/l dan 800 mg/l belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas I - IV. Sedangkan nilai TSS pada kolam pengendapan 3 dan 4 sebesar 315 mg/l dan 198 mg/l sudah memenuhi standar baku kualitas air Kelas III dan IV, namun belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas I dan II. Berdasarkan hasil percobaan dengan pengendapan (physical treatment) terlihat bahwa pengurangan total suspension solid (TSS) belum optimal, hal ini disebabkan karena
material-material yang diendapkan hanyalah suspended solid yang mempunyai ukuran diameter >1 µ= > 0,003 mm (Gambar 10) atau diklasifikasikan sebagai lempung halus - lanau. Secara teoritis colloidal dengan ukuran yang berkisar 10-3 - 1 mikron tidak dapat diendapkan dengan physical treatment, tetapi dapat dilakukan penggumpalan dengan oksidasi biologi, kemudian diendapkan sebagai dissolved solid dengan ukuran yang berkisar antara 10-5 - 10-3 mikron. Material yang larut dalam larutan (suspended) terdiri atas material organik dan inorganik yang dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 600o C (Metcalf, 1984).
Gambar 10. Klasifikasi Ukuran Partikel Yang Ada Dalam Air Limbah (Metcalf, 1984)
111
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) Nilai pH hasil pengendapan air limbah pada kolam pengendapan 1 - 4 menunjukkan kenaikan pH yang relatif kecil (Tabel 3, Gambar 11) dari 6,00 menjadi 6,29; namun nilai tersebut dapat memenuhi standar baku kualitas air Kelas I - IV.
Nilai pH yang kecil menyebabkan keasaman pada air limbah yang berdampak negatip terhadap pertumbuhan fauna dan flora. pH (keasaman) air limbah sulit ditingkatkan dengan pengendapan, tetapi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan penetral batugamping.
KONSETRASI (mg/l)
Kandungan pH 6,35 6,3 6,25 6,2 6,15 6,1 6,05 6 5,95 5,9 5,85
pH
Air Limbah
Kolam I
Kolam II
Kolam III
Kolam IV
Gambar 11. Grafik Kandungan pH pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4
Kandungan besi (Fe) yang ada didalam air limbah sebesar 6,41 mg/l (Tabel 1, Gambar 12), ini berarti tidak memenuhi kualitas air standar baku kualitas air Kelas I sebesar 0,3 mg/l. Sedangkan kandungan besi hasil pengendapan pada kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 (Tabel 3) tidak memenuhi kualitas air standar baku kualitas air Kelas I, tetapi memenuhi kualitas air standar baku untuk Kelas II, III, dan IV. Kandungan besi (Fe) didalam air minum menimbulkan rasa dan warna kuning, selain itu dapat memicu pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam rangka membentuk haemoglobin,
kandungan Fe yang jumlahnya tinggi apabila dikonsumsi dapat menyebabkan kerusakan pada dinding usus yang berujung kematian. Nilai kandungan minyak dalam air limbah dan kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 2.000, 1.513, 1.100, 1.059 dan 1.020 mg/l (Tabel 3, Gambar 12) cenderung menunjukkan pengurangan, tetapi apabila dikaitkan dengan standar baku kualitas air sebesar 1.000 mg/l belum memenuhi persyaratan standar baku kualitas air untuk kelas I - IV (Tabel 2), sehingga diperlukan suatu penanganan lanjutan untuk mengurangi kandungan minyak tersebut.
Kandungan Fe, Minyak, dan DO
Gambar 12. Grafik Kandungan Besi, Minyak dan DO pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan I, II, III, dan IV.
112
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114
Konsentrasi dari jumlah oksigen yang terlarut DO (dissolved oxygen) cukup tinggi yaitu sebesar 6,00 - 6,20 mg/l (Tabel 3, Gambar 12), sedangkan standar baku kualitas air untuk DO adalah 3 mg/l 6 mg/l. Jadi kandungan DO tidak memenuhi standar baku kualitas air untuk kelas I, II, dan III, hanya memenuhi syarat untuk kelas IV. DO dalam air mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap kehidupan biota air dan tumbuh-tumbuhan.
Kehidupan biota air sungai seperti ikan, memerlukan oksigen yang cukup dalam air untuk hidup. Sumber utama oksigen dalam air adalah diffusi atmosfer ke permukaan air dan produksi fotosintesis dari tanaman (Lin, 2001). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi DO dalam air (Gambar 13; Lin, 2001) adalah suhu air, proses fotosintesis oksigen dari tumbuhtumbuhan air, kandungan organik, campuran angin dan ombak, dan SOD (sediment oxygen demand).
Gambar 13. Faktor Yang Mempengaruhi Konsenterasi DO dalam Air
Pertumbuhan yang pesat dari algae (tumbuhan air) dapat menghasilkan konsenterasi DO yang tinggi, sebaliknya konsenterasi DO yang rendah karena adanya pengurangan oksigen ketika tumbuhan mengeluarkan oksigen melampaui nilai difusi atmosfir. Pengurangan oksigen ini dapat terjadi pada musim dingin, atau adanya dekomposisi bahan organik yang berlebihan pada dasar sungai tempat pengendapan.
SIMPULAN 1. Akibat penambangan endapan intan sekunder, selain terjadi perusakan lingkungan juga timbul adanya pencemaran air limbah akibat penambangan. 2. Berdasarkan hasil analisis air limbah diketahui bahwa total suspension solid (TSS), minyak/ lemak, besi (Fe) cukup tinggi dan pH yang rendah dengan kandungan masing-masing sebesar 1.358 mg/l; 2.000 mg/l, 6,41 mg/l dan
Hasil analisis ini apabila dikaitkan dengan Standar Baku Mutu Kualitas Air menurut Peraturan Guburnur Kalimantan Selatan No.5 Tahun 2007 tidak memenuhi syarat, dan tidak bisa langsung di buang ke perairan umum karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. 3. Berdasarkan physical treathment terhadap air limbah penambangan dengan empat buah kolam pengendapan, diketahui bahwa nilai TSS dari kolam pengendapan 3 dan 4 telah memenuhi standar kualitas air Kelas III dan IV, tetapi belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas I dan II. Nilai pH dan DO hasil pengolahan dari pengendapan Kolam 1-4 menunjukkan perubahan yang relatif kecil atau relatif stabil dan nilai tersebut masih memenuhi standar baku kualitas air Kelas I-IV. Nilai kandungan Fe dan minyak/lemak cenderung mengalami pengurangan tetapi belum memenuhi standar baku kualitas air Kelas I - IV untuk minyak,
113
Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan (Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan) 1 2 ( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani) sedangkan kandungan besi pada kolam pengendapan 2, 3, dan 4 telah memenuhi standar baku kualitas air Kelas II, III, dan IV. Jadi secara umum air dari hasil pengendapan kolam ke 4 telah memenuhi standar baku kualitas air kelas IVuntuk pengairan, sehingga dapat dibuang ke perairan umum.
SARAN 1. Untuk memenuhi baku mutu air limbah, jumlah kolam pengendapan perlu ditambah sedangkan untuk menaikkan pH mendekati netral dapat dilakukan diantaranya dengan penambahan kapur. 2. Pemakaian alat-alat mekanik untuk penambangan sebaiknya memenuhi standar agar bahan bakar/olie jangan sampai mencemari lingkungan.
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan tersusunnya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Fathur Raihan atas bantuannya selama penelitian dilaksanakan. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Jakah atas penyempurnaan gambar-gambar/ peta.
ACUAN BPS Banjar Baru Dalam Angka, 2011. Hasil SP2010 Kota Banjarbaru. Http:// banjarbarukota.bps.o.id/?set=viewBrs&flag _template2=1&flag=1&page=1&id=7 (08 Juni 2012). Hidayat, M.M., 2009. Penambangan Intan di Kalimantan Selatan. Http:// muhammadmarcohidayat.wordpress. com/2009/04/23/penambangan-intan-di kalimantan-selatan (23 Maret 2009). Lin, S.D., 2001. Water and Wastewater Calculation Manual. Mc Graw Hill Book Company, New York. Metcalf & Eddy, 1984. Wastewater Engineering: Treathment Dsiposal Reuse. Mc. Graw-Hill Book Publishing Compny,Ltd. New Delhi. Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan, Sekala 1:250.000, Lembar Banjarmasin 1712, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung.
114