BUKU PEDOMAN RINTISAN MODEL DESA BERDIKARI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH 2014
KATA PENGANTAR Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari merupakan upaya pencapaian target sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018. Program/kegiatan difokuskan pada pengembangan usaha ekonomi produktif didukung program/kegiatan dalam lingkup sosial budaya dan lingkungan. Penjaringan usulan kegiatan prioritas dilakukan secara bottom up, dengan melibatkan masyarakat untuk menemukenali potensi dan kebutuhan desa melalui rembug warga dengan pendampingan oleh fasilitator dan Kader Desa Berdikari (KDB). Buku Pedoman Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari disusun sebagai panduan dan acuan bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan dan mereplikasi model Desa Berdikari. Substansi Buku Pedoman meliputi: 1) Pendahuluan; 2) Analisis upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah; 3) Pelaksanaan program intervensi desa yang pernah dilaksanakan sebelumnya; 4) Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015; 5) Monitoring dan Evaluasi; 6) Penutup Ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buku Pedoman ini. Selanjutnya guna perbaikan lebih lanjut, Buku Pedoman ini masih dimungkinkan untuk dilakukan koreksi dengan mempertimbangkan kondisi riil dan perkembangan di lapangan. Semarang,
Desember 2014
Tim Penyusun i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ........................................................................
iv
DAFTAR GRAFIK ......................................................................
v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ............................................
I-1
A. Latar Belakang ...........................................
I-1
B. Tujuan .........................................................
I-3
C. Dasar Hukum ............................................
I-4
D. Sistematika .................................................
I-7
ANALISIS UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ...........................................................
II-1
A. Kondisi Kemiskinan di Jawa Tengah .....
II-1
B. Pemetaan Pendataan
Kemiskinan
Berdasarkan
Program
Perlindungan
Sosial (PPLS) 2011 .................................... C. Analisis
BAB III
Penyebab
II-5
Tingginya
Kemiskinan di Perdesaan ........................
II-6
D. Alternatif Solusi .........................................
II-8
E. Kerangka Berpikir .....................................
II-10
PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN PROGRAM INTERVENSI DESA YANG TELAH
DAN
SEDANG
DILAKSANAKAN............................................
ii
III-1
A. Identifikasi
Pelaksanaan
Program
Pembangunan Desa .................................. B. Rumusan
Masalah
Program
Pembangunan Desa .................................. BAB IV
III-23
RINTISAN MODEL DESA BERDIKARI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015
IV-1
A. Prinsip dan Pengertian .............................
IV-1
B. Sasaran (obyektif) ......................................
IV-3
C. Lokasi ..........................................................
IV-4
D. Rintisan Model Desa Berdikari ..............
IV-8
E. Langkah Operasional ...............................
IV-8
F.
BAB V
III-1
Program Pendukung ................................
IV-17
G. Indikator Capaian Kinerja .......................
IV-18
H. Pendekatan dan Strategi ..........................
IV-22
MONITORING DAN EVALUASI .................
V-1
A. Pengertian ..................................................
V-1
B.
Tujuan ........................................................
V-2
C.
Prinsip-prinsip ..........................................
V-3
D. Mekanisme Pelaksanaan Monitoring BAB VI
dan Evaluasi ..............................................
V-4
PENUTUP .........................................................
VI-1
CURRICULUM VITAE TIM PENYUSUN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Lokasi Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 ..........
Tabel 4.2
Tabel 5.1
IV-7
Indikator Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 ...................................
IV-20
Indikator Ketercapaian .............................
V-8
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1
Jumlah
dan
Persentase
Penduduk
Miskin
Menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2014 ....................................................... Grafik 2.2
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Desa dan Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2014 ...............
Grafik 2.3
II-3
II-4
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Desa dan Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2014 ...............
v
II-4
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah 3,25 juta hektar dengan jumlah penduduk pada Tahun 2013 sebanyak 33,264 juta jiwa (proyeksi Sensus Penduduk 2010) terdiri dari laki-laki sebanyak 16,499 juta jiwa (49,60%) dan perempuan 16,764 juta jiwa (50,40%). Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi dalam 29 kabupaten, 6 kota, 573 kecamatan, serta 7.809 desa dan 769 kelurahan. Provinsi
Jawa
Tengah
hingga
saat
ini
masih
dihadapkan pada berbagai isu strategis pembangunan yang harus ditangani. Salah satu isu strategis pembangunan tersebut
sebagaimana
tertuang
dalam
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 – 2018 adalah Pengurangan Kemiskinan. Isu tersebut sangat relevan dengan kondisi faktual di Jawa Tengah, mengingat pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin mencapai 4,836 juta jiwa (14,46%) dengan distribusi di perdesaan sebanyak 2,891 juta jiwa (59,78%) dan di perkotaan sebanyak 1,945 juta jiwa (40,22%). Mengingat jumlah penduduk miskin di perdesaan lebih banyak dibanding perkotaan, maka tanpa mengabaikan I-1
penanggulangan
kemiskinan
di
perkotaan
upaya
penanggulangan
kemiskinan
di
perdesaan
perlu
mendapatkan
perhatian
dan
penanganan
yang
lebih
konseptual, sistematis serta berkelanjutan. Berangkat dari permasalahan tersebut dan sejalan dengan strategi serta kebijakan sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018, selanjutnya dalam rangka penanggulangan
kemiskinan
di
perdesaan
perlu
dikembangkan konsep Desa Berdikari dengan harapan dapat diwujudkan secara bertahap pada rentang waktu 2015-2018. Desa “Berdikari” adalah Desa (atau beberapa Desa) sebagai
satu
kesatuan
mengembangkan
kawasan
kedaulatan
di
yang
terus-menerus
bidang
politik,
keberdikarian di bidang ekonomi, dan kepribadian di bidang sosial budaya,
melalui upaya pemberdayaan masyarakat
yang dijiwai oleh semangat gotong-royong dalam suatu rembug desa demi perbaikan kesejahteraan masyarakatnya. Desa Berdikari merupakan agregasi dari kemandirian dalam Desa Mandiri sebagaimana tertuang dalam RPJMD 20132018. Untuk dapat mewujudkan Desa Berdikari perlu diupayakan agar desa berdikari benar-benar mampu: 1.
Membangun berdasarkan kekuatan dan sumber daya yang dimiliki agar terhindar dari ketergantungan terhadap pihak eksternal; I-2
2.
Mengeksplorasi secara berkelanjutan seluruh potensi, baik ilmu pengetahuan, teknologi, kearifan lokal, sumber daya
alam
dan
lingkungan,
serta
SDM
untuk
mendukung dan meningkatkan kemampuan sendiri; 3.
Melakukan
kerjasama
dengan
para
pihak
secara
berdaulat, saling menghormati dan menguntungkan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; 4.
Melakukan proses pembelajaran secara terus-menerus melalui
pemberdayaan
masyarakat
yang
dijiwai
semangat gotong royong dalam proses rembugan yang berkelanjutan; 5.
Mengembangkan sistem informasi pembangunan yang lengkap dan mudah diakses oleh para pihak.
Mendasarkan kondisi yang diharapkan, maka dianggap perlu untuk menyusun Buku Pedoman Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015.
B.
Tujuan Penyusunan Buku Pedoman Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 bertujuan untuk memberikan panduan dan acuan bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan dan mereplikasi Model Desa Berdikari. I-3
C.
Dasar Hukum 1.
Undang-Undang Pembentukan
Nomor
Provinsi
10
Tahun
Jawa
1950
Tengah
tentang
(Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92) 2.
Undang-Undang Keuangan
Nomor
Negara
17
Tahun
(Lembaran
2003
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4.
Undang-Undang
Nomor
33
Tahun
2004
tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan
Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 5495); 6.
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik
Indonesia I-4
Nomor
5587)
sebagaimana
telah
diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 5589); 7.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
Dan
Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8.
Perturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang
Desa
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539); 9.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Provinsi
Jawa
Tengah
Tahun
2005-2025
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9);
I-5
10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Kewenangan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10); 11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2008
tentang
Organisasi
Dan
Tata
Kerja
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat dan Lembaga
Teknis
Daerah
Provinsi
Jawa
Tengah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 7 Seri D Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 13); 12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
I-6
D.
Sistematika Buku Pedoman Percepatan Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 disusun dengan sistematika sebagai berikut.
BAB I
PENDAHULUAN Memuat latar belakang, tujuan, dasar hukum dan sistematika.
BAB II
ANALISIS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Memuat
kondisi
pemetaan
kemiskinan
kemiskinan
di
Jawa
berdasarkan
Tengah, Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, analisis penyebab
tingginya
kemiskinan
di
perdesaan,
alternatif solusi serta kerangka berpikir.
BAB III
PELAKSANAAN PROGRAM
DAN
PERMASALAHAN
PEMBANGUNAN
DESA
YANG
TELAH DAN SEDANG DILAKSANAKAN Memuat
identifikasi
pelaksanaan
dan
masalah
program pembangunan desa yang telah dan sedang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah.
I-7
BAB IV
RINTISAN MODEL DESA BERDIKARI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 Memuat prinsip dan pengertian, sasaran (obyektif), lokasi,
rintisan
model
desa
berdikari,
langkah
operasional, program pendukung, indikator capaian kinerja serta pendekatan dan strategi.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI Memuat
pengertian,
tujuan,
prinsip-prinsip,
mekanisme pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
BAB VI
PENUTUP Memuat uraian arti penting dan kunci keberhasilan untuk mewujudkan Desa Berdikari.
I-8
BAB II ANALISIS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
A. Kondisi Kemiskinan di Jawa Tengah Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2013 - Maret 2014, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 4,27%, yaitu dari Rp. 261.881,- per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp. 273.056,- per kapita per bulan pada Maret 2014. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2014 sebesar Rp.279.036,- per kapita per bulan atau naik 3,96% dari kondisi September 2013 (Rp.268.397,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 4,53% menjadi sebesar Rp.267.991,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2013 yaitu sebesar Rp.256.368,- per kapita per bulan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2014 mencapai 4,836 juta jiwa (14,46%), meningkat sekitar 25,11 ribu jiwa (0,02%) dibandingkan penduduk II-1
miskin pada September 2013 sebesar 4,811 juta jiwa (14,44%). Pada periode September 2013 – Maret 2014, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada September 2013, sebagian besar (60,24%) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada Maret 2014 (59,78%). Selama periode September 2013 – Maret 2014, penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat sekitar 32,21 ribu jiwa (dari 1,913 juta jiwa pada September 2013 menjadi 1,945 juta jiwa pada Maret 2014), sementara di daerah perdesaan berkurang 7,09 ribu jiwa (dari 2,898 juta jiwa pada September 2013 menjadi 2,891 juta jiwa pada Maret 2014). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2013 sebesar 12,52% meningkat menjadi 12,68% pada Maret 2014 sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 16,05% menjadi 15,96% pada periode yang sama. Jumlah dan persentase penduduk miskin di perkotaan dibandingkan perdesaan Tahun 2008-2014 sebagaimana Grafik 2.1.
II-2
Grafik 2.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2014
Permasalahan kemiskinan bukan hanya dilihat dari persentase penduduk miskin, namun perlu dilihat juga tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh ratarata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di desa dan kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2014 dapat dilihat pada Grafik 2.2 dan Grafik 2.3. II-3
Grafik 2.2
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Desa dan Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2014
Grafik. 2.3 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Desa dan Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2014
II-4
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan
(P2)
di
daerah
perdesaan
menunjukkan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin di perdesaan cenderung semakin jauh di bawah garis kemiskinan dibanding di perkotaan, dan juga mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perdesaan semakin melebar dibanding di perkotaan. Berdasarkan kondisi tersebut maka kebijakan pengurangan kemiskinan harus juga diarahkan untuk dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
B. Pemetaan Kemiskinan Berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 Pemetaan
kewilayahan
berdasarkan
data
mikro
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 pada 7.809 desa di 537 kecamatan, terdapat 1.356 desa dengan kemiskinan tinggi (kategori merah), 2.080 desa dengan kemiskinan sedang (kategori kuning) dan 4.373 desa dengan kemiskinan rendah (kategori hijau). Pencapaian keberhasilan pengurangan dan pengentasan kemiskinan diprioritaskan pada wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi melalui berbagai program/kegiatan sektoral yang sesuai
II-5
kebutuhan agar dapat menghasilkan kemanfaatan yang optimal dan cepat dirasakan bagi masyarakat (quick wins).
C. Analisis Penyebab Tingginya Kemiskinan di Perdesaan Faktor-faktor penyebab masih tingginya kemiskinan di perdesaan dapat digolongkan dalam beberapa kategori. 1.
Strategi kebijakan Paradigma kebijakan pembangunan selama ini cenderung bersifat sektoral yang lebih mengedepankan peran sektor secara parsial dan mengatasi permasalahan pada satu sektor tanpa melibatkan sektor lain sebagai suatu sistem kebijakan pembangunan wilayah. Potensi sumberdaya lokal, baik sumberdaya alam maupun manusia seringkali terabaikan
karena
hanya
mengejar
luaran
(output)
bukannya hasil (outcome) ataupun manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari suatu program/kegiatan. 2.
Struktural Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah (pusat, provinsi
dan
kabupaten/kota)
melalui
berbagai
program/kegiatan cenderung bersifat top down dan generik,
tanpa
memperhitungkan
keanekaragaman
permasalahan, potensi dan kebutuhan pembangunan desa yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan tidak tepatnya sasaran program yang berdampak pada kegagalan pembangunan desa secara terintegratif dan holistik. II-6
3.
Kelembagaan Fungsi kelembagaan di tingkat akar rumput kurang terlibat secara aktif, namun hanya sebagai pelengkap pelaksana dari suatu program/kegiatan. Di sisi lain, fungsi
perencanaan,
pelaksanaan,
monitoring
dan
evaluasi secara terpadu yang melibatkan lembaga desa juga belum berjalan secara optimal. 4.
Sumberdaya alam Potensi sumberdaya alam desa sebenarnya berlimpah namun seringkali belum termanfaatkan secara efisien dan berkelanjutan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan desa. Aksesibilitas modal, teknologi tepat guna, infrastruktur, serta pendampingan usaha dan pemasaran masih terbatas. 5.
Sumberdaya manusia Penduduk
desa pada umumnya
mempunyai
mata
pencaharian utama pada sektor pertanian (sektor primer) yang lebih bersifat subsisten dan sebagian besar hanya sebagai buruh tani. Sumberdaya manusia di sektor pertanian rata-rata telah berusia di atas empat puluh tahun, dengan pengetahuan teknis, sikap kewirausahaan dan keterampilan manajerial yang terbatas.
II-7
D. Alternatif Solusi Beberapa
alternatif
solusi
yang
dapat
direkomendasikan untuk menanggulangi kemiskinan di perdesaan antara lain sebagai berikut. 1.
Strategi kebijakan Paradigma dirubah
kebijakan dari
pembangunan
bersifat
sektoral
sudah
saatnya
menjadi
bersifat
kewilayahan yang berbasis masyarakat dan potensi lokal, dengan melibatkan berbagai sektor secara sinergis. Pemilihan
sasaran
wilayah
prioritas
pembangunan
mempertimbangkan jumlah penduduk miskin. 2.
Struktural Prioritas pembangunan sudah saatnya mengedepankan partisipasi masyarakat desa selaku penerima manfaat pembangunan
yang
memahami
permasalahan
dan
potensi yang ada. Peran Pemerintah hanya sebagai penentu kebijakan dan fasilitator program/kegiatan usulan desa yang telah disepakati melalui rembug desa (Musrenbangdes). 3.
Kelembagaan Fungsi kelembagaan di tingkat akar rumput perlu dioptimalkan agar fungsi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi secara terpadu menjadi lebih berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
II-8
4.
Sumberdaya alam Pemanfaatan sumberdaya alam desa secara berkelanjutan perlu dilakukan melalui penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Faktor aksesibilitas modal, penerapan
teknologi
tepat
guna,
infrastruktur,
pendampingan usaha dan pemasaran perlu ditingkatkan agar dapat menciptakan suatu rantai nilai usaha yang berkesinambungan. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dikembangkan jejaring kemitraan multi pihak. 5.
Sumberdaya manusia Guna
meningkatkan
pengetahuan
teknis,
sikap
kewirausahaan dan keterampilan manajerial penduduk desa
perlu dilakukan berbagai
upaya
peningkatan
kapasitas manusia, kapasitas usaha, kapasitas lingkungan dan kapasitas kelembagaan usaha dari hulu hilir secara berkesinambungan.
Untuk
meningkatkan
berbagai
kapasitas tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pelatihan, pemagangan, pendampingan dan sekolah lapang.
Implementasi
semua
mengutamakan prinsip partisipatif.
II-9
upaya
di
atas
E. Kerangka Berpikir
II-10
BAB III PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN PROGRAM PEMBANGUNAN DESA YANG TELAH DAN SEDANG DILAKSANAKAN
A. Identifikasi Pelaksanaan Program Pembangunan Desa Dalam
upaya
percepatan
dan
pemerataan
pembangunan di perdesaan, telah dilakukan beberapa program/kegiatan
di
tingkat
desa
yang
berbasis
pemberdayaan masyarakat serta mengoptimalkan potensi lokal yang ada di desa. Program/kegiatan ini perlu untuk diungkapkan dalam Buku Pedoman sebagai gambaran awal bahwa pengembangan konsep Desa Berdikari dilakukan dengan mempertimbangkan program/kegiatan dalam rangka perwujudan kemandirian sektoral yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Program/kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan meliputi: 1. Desa Mandiri Pangan (DMP) Desa Mandiri Pangan (DMP) adalah desa yang masyarakatnya mewujudkan
mempunyai ketahanan
pangan
kemampuan dan
gizi
untuk melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. DMP telah dilaksanakan III-1
sejak tahun 2006 dengan tujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin perdesaan dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber
daya
yang
dimiliki
atau
dikuasainya secara optimal, dalam mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat. Sasaran
Program DMP adalah Rumah Tangga
Miskin (RTM) di desa rawan pangan dengan KK miskin di atas 30% atau dilaksanakan
sesuai dengan data PPLS 2011 yang melalui
penyaluran
stimulan
Ternak
(kambing) dan alat pengolahan pangan kepada masingmasing kelompok afinitas. Sejak dilaksanakan Tahun 2006, program DMP telah menjangkau 305 desa dimana 144 desa telah mencapai tahap kemandirian dan telah mereplikasi 92 desa di 31 kabupaten/kota, dengan perincian: a. 76 desa didanai melalui APBD (50 desa reguler dan 26 desa replika) di 29 kabupaten. b. 229 desa didanai melalui APBN (163 desa reguler dan 66 desa replika) di 31 kabupaten/kota. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program Desa Mandiri Pangan adalah: a. Pemberlakuan
moratorium
program
DMP
yang
bersumber dari APBN sejak tahun 2013. b. Kurangnya
dukungan
dana
APBD
terhadap
pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan khususnya dalam kegiatan pembinaan. III-2
c. Belum adanya keterpaduan antar program lintas SKPD. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, perlu ditempuh langkah alternatif melalui sinergitas antara Program Aksi Desa Mandiri Pangan dengan kegiatan lintas sektor agar mampu beriringan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di lokasi Desa Mandiri Pangan.
2. Desa Mandiri Energi (DME) Desa
Mandiri
Energi
adalah
desa
yang
masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60% kebutuhan energi (listrik dan bahan bakar) dari sumber
energi
terbarukan
yang
dihasilkan
melalui
pendayagunaan potensi sumberdaya setempat. Program DME bertujuan untuk mengembangkan pemanfaatan potensi Energi Baru Terbarukan sehingga mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil. Sasaran program DME diutamakan bagi masyarakat miskin dan masyarakat di daerah terpencil melalui pembangunan demplot Biogas, Biofuel, Biomas, PLTMH dan PLTS. Program DME telah dilaksanakan sejak Tahun 2009 dan sampai dengan Tahun 2013 telah menghasilkan: a. Pembangunan demplot biogas
sejumlah
55
unit
digester di Kabupaten Blora, Boyolali, Wonogiri, Pati, Banyumas,Magelang, Pekalongan, Kudus, Banjarnegara,
III-3
Semarang,
Klaten, Batang, Wonosobo,
Sukoharjo,
Cilacap, Kudus, Karanganyar, Demak, Kendal, Sragen, Jepara, Grobogan dan Kota Magelang. b. Pembangunan demplot biofuel sejumlah 10 unit di Kabupaten Blora, Banjarnegara, Kudus, Rembang, Jepara, Karanganyar, Pati, Kebumen, dan Purworejo. c.
Pembangunan demplot pengolahan sampah sejumlah 3 unit di TPA Kabupaten Kudus, Wonosobo, dan Kota Magelang.
d. Pemanfaatan potensi gas rawa di Kabupaten Sragen, Banjarnegara, Pemalang, dan Grobogan. e. Pembangunan 10 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Pekalongan, Banyumas, dan Banjarnegara. f.
Pembangunan 2.865 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya Solar Home System di Kabupaten
Pekalongan,
Rembang, Blora, Klaten, Kebumen, Grobogan, Kendal, Pemalang, Banjarnegara, Batang, Wonogiri, Banyumas, dan Boyolali. g. Pembangunan 6 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya komunal di Kabupaten Cilacap, Wonogiri, Rembang, Jepara, Banjarnegara, Banyumas, dan Blora.
III-4
Dalam pelaksanaan program DME masih terdapat berbagai permasalahan, yaitu: a.
Belum ada jaminan pasar untuk dapat bersaing dengan BBM bersubsidi.
b. Biaya perawatan dan operasional lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai jual hasil. c.
Kurangnya pemahaman sumberdaya manusia terhadap teknologi pengolahan. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, perlu
ditempuh langkah- langkah alternatif melalui: a.
Penerbitan regulasi dalam pembentukan insentif dan jaminan pasar.
b. Pembentukan
kelembagaan
mempertimbangkan
kebutuhan
pengelola
dengan
pembiayaan
dan
operasional. c.
Pelatihan bagi SDM pelaku sebelum implementasi teknologi yang akan digunakan sebagai pembangkit energi.
3. One Village One Product (OVOP) One Village One Product (OVOP) adalah sistem pengembangan komoditas unggulan berbasis koperasi dengan mengintegrasikan UMKM dalam sentra pada satu wilayah/desa satu komoditas yang memiliki
potensi
pemasaran nasional dan internasional, dan berfokus pada III-5
pengembangan kualitas produk untuk memberikan nilai tambah. OVOP
berbasis
koperasi
dilaksanakan
dengan
tujuan: a. Mengembangkan komoditas unggulan daerah yang memiliki
potensi
pemasaran
lokal
maupun
internasional. b. Meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar mampu bersaing dengan produk luar negeri (impor). c. Mengembangkan program OVOP berbasis koperasi untuk memperkuat keberadaan kelompok dalam hal kepastian hukum. d. Kelembagaan koperasi memiliki fungsi mediasi akses pembiayaan,
produksi,
pemasaran,
serta
mempermudah akses terhadap program Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. e. Meningkatkan pendapatan masyarakat. Program OVOP berbasis koperasi telah dilaksanakan di 70 desa di 35 kabupaten/kota se Jawa Tengah, dengan kriteria produk sebagai produk khas daerah yang telah dikembangkan
secara
turun-menurun,
berbasis
sumberdaya lokal, memiliki penampilan dan kualitas produk yang sesuai dengan tuntutan pasar, serta memiliki peluang pasar baik domestik maupun internasional. Program ini dilaksanakan melalui penguatan kapasitas III-6
kelembagaan
Koperasi
dan
UMKM,
pengembangan
diversifikasi usaha dan peningkatan daya saing, penguatan pengembangan permodalan dan jaringan kemitraan usaha, peningkatan produktivitas pemasaran dan jaringan usaha, peningkatan kualitas SDM KUMKN. Pelaksanaan program OVOP berbasis koperasi masih menghadapi permasalahan, yaitu: a. Masih
terjadi
ego
sektoral
stakeholders
dalam
mendukung pengembangan program OVOP. b. Keterbatasan
anggaran
kabupaten/kota
dalam
mendukung pengembangan program OVOP. c. Tingkat
keterampilan
masyarakat
yang
masih
sederhana dalam menangani komoditas atau produk. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, perlu dilakukan penyamaan persepsi antar stakeholder dalam mendukung pelaksanaan program
OVOP, peningkatan
ketrampilan masyarakat melalui pelatihan dan bimbingan teknis serta perluasan pemasaran hasil produk.
4. Desa Vokasi Desa Vokasi merupakan gerakan pembelajaran untuk
mengembangkan
profesionalisme
warga
ketrampilan, desa.
dilaksanakan dengan tujuan:
III-7
kecakapan
Program
Desa
dan
Vokasi
a.
Menumbuhkan gerakan masyarakat membangun desa melalui pendidikan non formal dalam meningkatkan kesejahteraannya.
b. Mengembangkan
potensi
lokal
agar
memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif melalui proses pembelajaran, serta membuat masyarakat menyadari arti pentingnya belajar dan, bahwa belajar dapat dilaksanakan
seumur
hidup
guna
meningkatkan
kualitas hidupnya. c.
Pengentasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran melalui Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI).
d. Mengembangkan
ketrampilan,
kecakapan
dan
profesionalisme warga belajar untuk bekerja atau berusaha sendiri.
Sasaran desa vokasi diarahkan pada pengembangan program pendidikan non formal yang diprioritaskan bagi warga masyarakat usia produktif, menganggur, dan miskin. Substansi program yang dilaksanakan meliputi : Pendidikan
Anak
Usia
Dini
(PAUD);
Keaksaraan
Fungsional; Pendidikan Kesetaraan; Pendidikan Kecakapan Hidup; dan Taman Bacaan Mayarakat. Desa Vokasi dikembangkan sejak tahun 2009 dengan indikator capaian sampai tahun 2013 telah terbentuk 286 Desa Vokasi di 35 Kabupaten/Kota. III-8
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Desa Vokasi adalah kurangnya sinergitas lintas sektor dalam pengembangan desa vokasi, serta belum optimalnya pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan desa vokasi. Solusi permasalahan dilakukan melalui optimalisasi fasilitasi dan koordinasi berbagai unsur/SKPD terkait.
5. Desa/Kelurahan Siaga Aktif Desa/Kelurahan Siaga Aktif merupakan salah satu indikator dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Target yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 80% desa dan kelurahan yang ada di Indonesia telah menjadi Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Desa/Kelurahan Siaga Aktif merupakan pengembangan dari Desa/Kelurahan Siaga, yaitu Desa/Kelurahan yang : a. Penduduknya pelayanan
dapat
mengakses
kesehatan
dasar
dengan
yang
mudah
memberikan
pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), atau sarana kesehatan lainnya. b. Penduduknya
mengembangkan
Usaha
Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (meliputi: pemantauan III-9
penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana,
serta
penyehatan
lingkungan
sehingga
masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pembentukan Desa/Kelurahan Siaga Aktif bertujuan untuk mempercepat terwujudnya masyarakat desa/kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat. Capaian kinerja Program Desa/Kelurahan Siaga Aktif sebagai berikut: a.
Tahun 2008 jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 6.163 (71,73%), dengan rincian: Strata 1 : 4.024 (65,29%) Strata 2 : 1.650 (26,77%) Strata 3 : 3.489 (7,93%)
b. Tahun 2009 Jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 7.881 (91,86%), dengan rincian: Strata 1 : 3.470 (40,47%) Strata 2 : 3.492 (40,72%) Strata 3 : 909 (10,60%) c.
Tahun 2010 jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 8.484 (99,29%), dengan rincian: Strata 1 : 2.777 (32,73%) III-10
Strata 2 : 4.453 (52,48%) Strata 3 : 1.254 (14,80%) d. Tahun 2011 jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 8.576 (100%), dengan rincian: Strata 1 : 2.815 (32,82%) Strata 2 : 4.476 (52,19%) Strata 3 : 1.285 (14,98%) e.
Tahun 2012 jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 8.577 (100%), dengan rincian: Strata Pertama : 3.674 (42,80%) Strata Madya : 3.225 (37,60%) Strata Purnama : 1.395 (16,26%) Strata Mandiri : 283 (3,30%)
f.
Tahun 2013 jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 8.577 (100%), dengan rincian: Strata Pertama : 3.386 (39,48%) Strata Madya : 3.247 (37,86%) Strata Purnama : 1.507 (17,57%) Strata Mandiri : 437 (5,10%)
Permasalahan yang dihadapi meliputi: a. Pemahaman stakeholder tentang desa/kelurahan siaga aktif masih kurang. b. Kerjasama lintas program dan sektor belum optimal. c. Pemahaman indikator strata Desa Siaga belum sama. III-11
Solusi permasalahan, antara lain: a. Peningkatan pemahaman dan komitmen stakeholders provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. b. Peningkatan
kualitas
(refreshing,
pendampingan,
pemberdayaan). c. Mensinergikan sumberdaya yang ada.
6. Desa Wisata Desa Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang memancarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan, baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkan pada berbagai komponen kepariwisataan. Tujuan program Desa Wisata adalah menggali potensi desa, memperluas lapangan kerja, ruralisasi,
menumbuhkan
rasa
bangga
masyarakat
terhadap desanya, dan memperkokoh persatuan bangsa. Strategi program Desa Wisata adalah: a. Mengintegrasikan potensi dan atraksi wisata di desa wisata. b. Meningkatkan
manajemen
pengelolaan
atraksi
wisata/budaya peninggalan sejarah di lingkup desa
III-12
wisata dan keterpaduan pengembangan dengan potensi pendukung budaya pedesaan. c. Memperkenalkan
desa
dengan
keunikan
produk
produk seni dan budayanya. d. Mengembangkan
sadar
wisata
untuk
mendorong
tanggungjawab dan peranserta masyarakat dan industri dalam usaha pariwisata. Sasaran
lokasi
Kabupaten/Kota pengembangan
Desa
yang destinasi
Wisata
berada
dilaksanakan pariwisata
dengan
di
31
melalui capaian
program dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. 52 Desa Wisata memperoleh bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. b. 56 Desa Wisata atau Kampung Wisata di Jawa Tengah memperoleh pembinaan dan dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat. Pada tahun 2012 telah diberikan pembinaan peningkatan kualitas SDM bagi 24 Desa Wisata, sedangkan 2013 diberikan kepada 39 desa di. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program desa wisata, antara lain: a. Kurangnya integrasi pengembangan sebaran produk wisata.
III-13
b. Belum optimalnya pengelolaan dan inovasi atraksi wisata di desa yang mengedepankan unsur budaya sebagai daya tarik utama. c. Belum terintegrasinya koordinasi antara pemerintah dan stakeholder pariwisata dalam pengelolaan daya tarik wisata dan fasi-litas pendukung. d. Masih rendahnya respon masyarakat terhadap keberadaan desa wisata sebagai daya tarik wisata. Alternatif
solusi
yang
telah
dilakukan
untuk
mengatasi permasalahan, antara lain: a. Menghidupkan kesenian yang ada atau yang hampir punah. b. Menggugah
kesadaran
masyarakat
agar
rela
menjadikan rumah atau kamar rumah mereka menjadi tempat tinggal tamu-tamu sementara (home stay) dan menjadikan tamu-tamu adalah teman-teman mereka. c. Mengintegrasikan potensi dan atraksi wisata di desa wisata. d. Meningkatkan
manajemen
pengelolaan
atraksi
wisata/budaya peninggalan sejarah di lingkup desa wisata dan keterpaduan pengembangan dengan potensi pendukung budaya pedesaan. e. Memperkenalkan
desa
produk seni dan budayanya.
III-14
dengan
keunikan
produk
f. Mengembangkan
sadar
wisata
untuk
mendorong
tanggungjawab dan peranserta masyarakat dan industri dalam usaha pariwisata.
7. Desa Pesisir Tangguh (DPT) DPT merupakan program yang diisiniasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Latar belakang pengembangan program ini adalah yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir mencapai angka 7,8 juta jiwa (BPS, 2010); (2) tingginya kerusakan sumberdaya alam pesisir; (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal; dan (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok ini juga memberikan andil terhadap tingginya tingkat kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim yang cukup tinggi pada desa-desa pesisir, terutama di wilayah pesisir pulau-pulau kecil. Adapun tujuan dari DPT adalah: a.
Mewujudkan perencanaan pengembangan desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa;
b. Menjamin keterkaitan dan perencanaan, penganggaran, pengawasan. III-15
konsistensi, antara pelaksanaan dan
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, wajib disusun Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa, dimana terdapat sinkronisasi dan sinergitas. Dokumen rencana pengembangan desa pesisir dibuat selama jangka waktu 5 (lima) tahun yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pengembangan desa. Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Hingga saat ini terdapat 6 (enam) desa di Provinsi Jawa Tengah yang menjalankan program DPT yakni di Kabupaten Kendal (Turunrejo, Purwokerto dan Wonorejo) dan
Kabupaten
Demak
(Bedono,
Timbulsloko
dan
Sriwulan). Implementasi program PDPT ini dimulai tahun 2012 di Kendal dan 2013 di Kabupaten Demak dan pelaksanaannya setiap desa didampingi oleh fasilitator.
8. Desa Tangguh Bencana Desa Tangguh Bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan. Sebagaimana Peraturan Kepala BNPB No. 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Desa Tangguh Bencana, prinsip yang III-16
mendasari pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana, yaitu: (1) bencana adalah urusan bersama, (2) berbasis pengurangan
resiko
bencana,
(3)
pemenuhan
hak
masyarakat, (4) masyarakat menjadi pelaku utama, (5) dilakukan secara partisipatoris, (6) mobilisasi sumber daya lokal, (7) inklusif, (8) berlandaskan kemanusiaan, (9) keadilan dan kesetaraan gender, (10) keberpihakan kepada kelompok rentan, (11) transparasi dan akuntabilitas, (12) kemitraan,
(13)
multi
ancaman,
(14)
otonomi
dan
desentralisasi pemerintahan, (15) Pemaduan ke dalam pembangunan berkelanjutan dan (16) Diselenggarakan secara lintas sektor. Sedangkan Desa Tangguh Bencana dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu: Desa Tangguh Bencana Utama; Desa Tangguh Bencana Madya; dan Desa Tangguh Bencana Pratama. Tujuan Program Pengembangan Desa Tangguh Bencana adalah : 1. Mendorong terwujudnya masyarakat desa tangguh dalam
menghadapi
bencana
yang
lebih
terarah,
terencana, terpadu dan terkoordinasi. 2. Mendorong sinergitas dan integrasi seluruh program yang ada di desa yang dilaksanakan SKPD atau organisasi non pemerintah lainnya termasuk sektor swasta.
III-17
Sasaran yang ingin dicapai yaitu masyarakat yang memiliki
kesiapan
untuk
menghadapi
bencana
dan
kemampuan untuk mengurangi resiko serta memiliki ketahaman dan kekuatan untuk membangun kembali kehidupannya setelah terkena dampak bencana. Prioritas sasaran adalah desa yang berada pada kabupaten yang sudah memiliki Rencana Penanggulangan Bencana. Desa yang telah difasilitasi tetap diberikan pembinaan
dan
pendampingan
untuk
melaksanakan
Rencana Aksi yang telah disusun. Melalui pendanaan APBN sampai dengan Tahun 2014 terdapat 8 (delapan) Desa Tangguh Bencana di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Cilacap.
9. PNPM Mandiri Perdesaan Program ini mulai dilaksanakan tahun 1998 (saat itu bernama
Program
Pengembangan
Kecamatan/PPK),
kemudian sejak tahun 2007 berganti nama menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan sampai sekarang. PNPM Mandiri Perdesaan
adalah
penanggulangan berkelanjutan.
program
kemiskinan PNPM
untuk secara
Mandiri
mempercepat terpadu
Perdesaan
menekankan pada pemberdayaan masyarakat
III-18
dan lebih
Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan
dan
kemandirian
masyarakat
miskin
perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat.
Kemandirian
berarti
mampu
mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan
kelembagaannya;
(2)
pelembagaan
sistem
pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran
pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan
kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. PNPM Mandiri Perdesaan mengembangkan prinsip-prinsip akuntabel,
demokratis,
keadilan
dan
partisipasi, kesetaraan
transparansi, gender
dan
keberlanjutan. Karakterisktik PNPM Mandiri Perdesaan adalah
pendekatan
pemberdayaan
masyarakat,
dana
langsung ke masyarakat dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelestarian dikerjakan sendiri oleh masyarakat dengan
pendampingan
fasilitator,
dan
peningkatan
kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintahan lokal. III-19
PNPM
Mandiri
Perdesaan
telah
berhasil
membangun aset berupa system pembangunan partisipatif, sarana prasarana, kelembagaan, sumberdaya manusia serta aset produktif berupa dana bergulir.
PNPM Mandiri
Perdesaan Jawa Tengah tersebar di 462 kecamatan dari 29 kabupaten, dimana 425 kecamatan adalah lokasi program aktif (mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat/BLM serta didampingi Fasilitator Kecamatan), sedangkan 37 kecamatan lainnya adalah lokasi phase out (Tanpa BLM & Fasilitator Kecamatan). Terdapat 6.575 desa dari 425 kecamatan yang setiap tahun berpartisipasi dan mengakses dana
PNPM
Mandiri
pembangunan
disusun
Perdesaan.
Seluruh
berdasarkan
usulan
perencanaan
masyarakat yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa. PNPM Mandiri Perdesaan di Jawa Tengah telah berhasil membentuk kelembagaan dari masyarakat di 462 kecamatan dari 29 kabupaten secara aktif melaksanakan semua tahapan PNPM Mandiri Perdesaan. Kelembagaan tersebut antara lain Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) terdiri dari 3 (tiga) orang pengurus per kecamatan, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) terdiri dari 4
(empat) orang
pengurus per kecamatan, Pengurus Tim Verifikasi terdiri dari 3 (tiga) orang per Kecamatan dan pengurus Badan III-20
Pengawas UPK terdiri dari 3 (tiga) orang dan 1 (satu) orang PL (pendamping lapang). Aset dana bergulir sebagai hasil kerjasama antar desa dikelola oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di bawah Badan Kerjasama Antar Desa di 462 kecamatan (425 kecamatan program dan 37 kecamatan paska program) di 29 kabupaten menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan asset total yang berhasil dibukukan (aktiva) sampai akhir September 2014 sudah mencapai 1,9 trilyun. Saat ini jumlah kelompok dana bergulir yang dilayani sebanyak 103.863 kelompok dengan jumlah anggota 1,6 juta orang lebih. Usaha kelompok bervariasi mulai dari pedagang pasar, warung, kerajinan, makanan kecil, peternakan, perikanan, pertanian dan lain-lain. Dana bergulir tersebut merupakan potensi yang siap dikembangkan untuk mewujudkan desa berdikari Keberhasilan PNPM Mandiri Perdesaan tidak dapat dilepaskan dari pendampingan yang dilakukan Fasilitator. Jumlah Fasilitator yang terlibat dalam PNPM Mandiri Perdesaan sebanyak 1.073 fasilitator dan konsultan yang bertugas mendampingi masyarakat bersama pelaku PNPM Mandiri Perdesaan lainnya. PNPM Mandiri Perdesaan juga mampu menggerakkan masyarakat sebagai sukeralawan sejumlah kurang lebih 13.142 orang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa. III-21
PNPM Mandiri Perdesaan mampu menghidupkan kembali tradisi kesetiakawanan dan kegotong royongan. Budaya rembugan yang mulai luntur, kembali terbangun dengan
aktifitas
PNPM
Mandiri
Perdesaan
yang
memfasilitasi pengambilan keputusan atau “rembugan” di berbagai level baik di desa dan kecamatan. Untuk level desa melalui forum Musyawarah Desa (MD) dan level kecamatan dengan forum Musyawarah Antar Desa (MAD). Badan Kerjasama Antar Desa merupakan salah satu aset kelembagaan yang telah dibangun PNPM Mandiri Perdesaan dapat didayagunakan untuk mempercepat mewujudkan
Desa
Berdikari
dengan
memperkuat
hubungan atau interrelasi antar desa. Sendangkan aset berupa
system
pembangunan
partisipatif
dan
pendampingan yang selama ini dalam PNPM Mandiri Perdesaan dapat digunakan untuk memperkuat desa berdikari. PNPM Mandiri Perdesaan telah mengintegrasikan pembangunan partisipatif serta merupakan best practices pembangunan berbasis kawasan melalui program Master Plan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (MP3KI) dan PNPM Integrasi. Rintisan Model Desa Berdikari sebagai langkah awal untuk exit strategy dan keberlanjutan PNPM Mandiri Perdesaan.
III-22
B.
Rumusan Masalah Program Pembangunan Desa Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi masing-masing program intervensi desa dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Kurangnya
kapasitas
SDM
masyarakat
dalam
pemahaman teknologi dan keterampilan pengolahan komoditas atau produk desa. 2.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap potensi desa, baik dalam bentuk budaya maupun sumber daya yang memiliki nilai jual.
3.
Belum adanya tenaga pendamping di tingkat desa untuk mendampingi proses alih teknologi dan pemberdayaan masyarakat desa.
4.
Kurangnya informasi dan belum adanya jaminan tentang daerah tujuan pemasaran produk desa.
5.
Kurangnya
optimalisasi
pemanfaatan
media
sosial
sebagai media promosi produk desa. 6.
Belum dikembangkan upaya kerjasama antar desa sesuai potensi yang dimiliki masing-masing desa.
7.
Kurangnya sinergi intervensi program pembangunan desa berbasis kewilayahan.
8.
Belum optimalnya pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program-program intervensi desa.
III-23
BAB IV RINTISAN MODEL DESA BERDIKARI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015
A. Prinsip dan Pengertian Desa Berdikari sebagai sebuah model pembangunan yang menempatkan desa sebagai subyek dan sekaligus basis pembangunan tanpa harus mendikotomikan pembangunan perkotaan dan perdesaan. Dalam konsep ini, desa yang satu dengan desa lainnya saling terkait dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan dasar warga, membangun relasi sosial yang aman, sederajat, saling menguntungkan dan tidak partisan.
Desa
diarahkan
untuk
mampu
menyediakan
infrastruktur politik, ekonomi, sosial dan budaya yang nyaman, memadai dan terjangkau. Keberdikarian desa dibangun dengan berbasis pada potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam lokal dan kawasan, modal sosial, kearifan lokal dan modal spiritual sehingga memungkinkan kerjasama antar desa secara secara setara, sederajat dan saling menguntungkan.
Prinsip
berdikari
mendukung
dan
memerlukan kemitraan yang sinergis, tetapi menolak adanya ketergantungan pada pihak lain. Desa Berdikari adalah desa yang: (1) mandiri dalam pemenuhan
kebutuhan
dasar IV-1
(pangan,
papan,
energi,
pendidikan dan kesehatan); (2) mampu menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri; (3) adil dan berdaulat dalam pengambilan keputusan menyangkut hajat hidup warganya melalui rembugan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal; (4) mampu bekerjasama setara dan saling menguntungkan dengan pihak lain; serta (5) mampu berjejaring dan bergotong-royong dalam satu kesatuan kawasan. Desa Berdikari merupakan gerakan pemberdayaan desa dengan proses rembugan warga secara terus menerus/berkesinambungan, dalam rangka pengelolaan sumberdaya
desa
secara
mandiri
(produktif)
menuju
keberdikarian desa, melalui pendampingan oleh Kader Desa Berdikari (KDB). Pengertian Desa Berdikari sejalan dengan target perwujudan Desa Mandiri yang tercantum dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018. Perwujudan Desa Berdikari atau yang dalam RPJMD disebut sebagai Desa Mandiri dilakukan dengan menginisiasi terwujudnya model desa dimana masyarakatnya mampu menggali potensi dan kearifan lokal serta melakukan kerjasama yang setara dengan desa lain untuk membangun desa dengan pendampingan dari fasilitator desa dan berkoordinasi dengan pemerintah. Bertolak dari pemahaman tentang Desa Berdikari dan keterkaitan antara Desa Berdikari dalam cakupan geografis Provinsi Jawa Tengah, maka akan dicapai Jawa Tengah yang IV-2
berdikari. Jawa Tengah Berdikari akan bermuara pada kesejahteraan
yang
lebih
dari
sekedar
penjumlahan
kesejahteraan desa, karena terbentuknya jaringan sosial antar kawasan Desa-desa Berdikari. Pada gilirannya desa memiliki kekuatan dan posisi tawar yang lebih kuat dan lebih tinggi dalam berinteraksi dengan perkotaan dan entitas lain. Dalam konsep Jawa Tengah Berdikari, perwujudan Desa Berdikari merupakan prinsip dasar perwujudan Provinsi Jawa Tengah yang berlandaskan filosofi “membangun dengan kekuatan sendiri” (berdiri di atas kaki sendiri).
B. Sasaran (obyektif) 1.
Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat desa dalam segala bidang meliputi pangan, papan, energi, pendidikan dan kesehatan.
2.
Meningkatnya
kemampuan
masyarakat
desa
dalam
menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri. 3.
Meningkatnya
kemampuan
masyarakat
mengambil
keputusan secara partisipatif melalui proses rembugan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal. 4.
Berkembangnya sistem dan potensi masyarakat desa, dalam:
(i)
kepemimpinan,
(ii)
pengorganisasian
masyarakat, (iii) pendanaan, (iv) pengetahuan/kearifan lokal, (v) teknologi perdesaan, dan (vi) pengambilan IV-3
keputusan
secara
musyawarah
sehingga
mampu
bekerjasama secara setara dan saling menguntungkan dengan pihak lain. 5.
Berkembangnya kemampuan desa dalam berjejaring dan bergotong-royong dalam satu kesatuan kawasan.
C. Lokasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional
pada
pasal
31
menyatakan bahwa perencanaan pembangunan didasarkan pada
data
dan
informasi
yang
akurat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Berdasar pada ketentuan tersebut, maka pemilihan lokasi Rintisan Model Desa Berdikari dilakukan dengan mengacu pada RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018. Tentang hal ini penetapan lokasi rintisan model Desa Berdikari menggunakan pendekatan partisipatif, dengan berpijak pada potensi dan kebutuhan yang dimiliki oleh kesatuan kawasan. Selain itu penetapan lokasi rintisan model Desa
Berdikari
juga
memperhatikan
interrelasi
atau
konektivitas antar desa-desa di dalamnya yang memiliki kemandirian (sektoral) tertentu yang telah dilakukan dan disepakati
oleh
beberapa
SKPD
terkait.
Lebih
lanjut
keberdikarian Desa Berdikari akan ditemukan dalam bentuk partisipasi masyarakat sejak perencanaan, implementasi, IV-4
pemantauan
dan
evaluasi
serta
pemanfaatan
hasil
pembangunan. Rintisan model Desa Berdikari diharapkan mampu mensinergikan program-program intervensi yang saat ini masih berjalan dan bersifat sektoral tetapi berbasis pada kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan isu strategis RPJMD Tahun 2013-2018 yaitu
pengurangan
kemiskinan
serta
arah
kebijakan
pengurangan kemiskinan diprioritaskan pada wilayah dengan persentase kemiskinan di atas rata-rata provinsi, maka pemilihan lokasi diprioritaskan pada 15 kabupaten dengan persentase kemiskinan di atas rata-rata provinsi dan nasional. Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah dilakukan melalui pemilihan 45 desa pada 15 Kecamatan di 15 Kabupaten dengan kriteria sebagai berikut. 1.
Kriteria Kabupaten Lokasi desa model dipilih dari kabupaten yang mewakili: a) Letak geografis wilayah utara (pantai utara/ pantura), wilayah tengah (pegunungan dan dataran) dan wilayah
selatan
(pantai
selatan/pansela
dan
pegunungan). b) Kabupaten dengan tingkat kemiskinan berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah dan Nasional pada periode September 2012 (Data Makro, BPS).
IV-5
2.
Kriteria Kecamatan Lokasi desa model dipilih dari kecamatan yang mewakili: a) Kecamatan pada Kabupaten hasil kriteria penilaian Kabupaten sasaran. b) Kecamatan yang memiliki unggulan tertentu tetapi merupakan kecamatan dengan tingkat kemiskinan tinggi (berdasarkan data PPLS 2011, BPS). Catatan : Kecamatan dapat disesuaikan apabila pada lokasi kecamatan yang memenuhi kriteria pada poin a) dan b) terdapat permasalahan yang diyakini dapat menghambat upaya percepatan perwujudan model Desa Berdikari.
3.
Kriteria Desa Lokasi desa model dipilih dari 3 desa yang mewakili: a) Desa pada kecamatan hasil
penilaian kecamatan
sasaran. b) Desa yang memiliki letak geografis berdekatan dengan
desa
terpilih
pada
huruf
mempertimbangkan potensi dan
a)
dengan
interrelasi antar
desa. Catatan: Pemilihan desa model didasarkan pada hasil sinkronisasi program antar SKPD terkait yang telah memenuhi persyaratan.
IV-6
Berdasarkan kriteria penentuan lokasi kabupaten, kecamatan dan desa sebagaimana tersebut di atas, maka lokasi rintisan model Desa Berdikari Tahun 2015 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Lokasi Rintisan Model Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
NO.
KABUPATEN
KEMISKINAN KABUPATEN (%)
KECAMATAN
1.
Wonosobo
22,50
Kepil
2.
Kebumen
22,40
Klirong
3.
Rembang
21,88
Sarang
4.
Purbalingga
21,19
Kejobong
5.
Brebes
21,12
Tanjung
6.
Banyumas
19,44
Sumbang
7.
Pemalang
19,27
Petarukan
8.
Banjarnegara
18,87
Punggelan
9.
Demak
16,73
Wedung
10.
Sragen
16,72
Tanon
11.
Klaten
16,71
Kemalang
12.
Purworejo
16,32
Grabag
13.
Grobogan
16,13
Geyer
14
Cilacap
15,92
Binangun
15.
Blora
15,10
Randublatung
IV-7
DESA Ropoh, Tanjunganom, Warangan Tanggulangin, Jogosimo, Pandanlor Kalipang, Dadapmulyo, Gonggang Langgar, Kejobong, Kedarpan Sengon, Tanjung, Sidokaton Kotayasa, Banjarsari Kulon, Banjarsari Wetan Pegundan, Kalirandu, Karangasem Petuguran, Bondolharjo, Purwasana Berahan Wetan, Bungo, Berahan Kulon Bonagung, Gading, Gabugan Sidorejo, Bumiharjo, Balerante Ketawangrejo, Grabag, Banyuyoso Karanganyar, Asemrudung, Bangsri Jepara Wetan, Widarapayung Kulon, Bangkal Pilang, Sumberejo, Temulus
D. Rintisan Model Desa Berdikari Perwujudan Rintisan Model Desa Berdikari ditempuh melalui beberapa tahapan kegiatan berikut. 1.
Penyusunan Buku Pedoman Rintisan Model Desa Berdikari
2.
Penyusunan Buku Pendampingan Bagi Kader Desa Berdikari (KDB)
3.
Pembekalan bagi KDB
4.
Identifikasi isu strategis desa
5.
Sinkronisasi hasil identifikasi isu strategis desa dengan program kegiatan SKPD Provinsi
6.
Pelaksanaan
program/kegiatan
untuk
perwujudan
Rintisan Model Desa Berdikari.
E. Langkah Operasional 1. Pemilihan Kader Desa Berdikari (KDB) Kader Desa Berdikari (KDB) dipilih minimal 2 orang per desa terdiri dari 1 laki-laki dan 1 perempuan, dengan kriteria: a.
Berusia 18 – 40 tahun, sehat rohani dan jasmani;
b. Memiliki pengalaman sebagai pegiat desa; c.
Aktif berorganisasi, tetapi masih memiliki cukup waktu untuk melakukan aktivitas sebagai KDB;
d. Memiliki integritas yang teruji; e.
Prioritas dari keluarga tidak mampu; IV-8
f.
Berasal dari dan bertempat tinggal di Desa yang bersangkutan;
g. Pendidikan minimal SMA/sederajat; h. Diutamakan tidak memiliki hubungan keluarga dengan aparat pemerintah desa.
2. Pengusulan dan Penetapan Kader Desa Berdikari Diusulkan oleh Kepala Desa berdasarkan musyawarah desa dan
ditetapkan
oleh
Kepala
Badan/Kantor
yang
membidangi pemberdayaan masyarakat di Kabupaten.
3. Kedudukan dan Peran Kader Desa Berdikari a.
Kedudukan KDB
adalah
(pengembangan
pelaksana kapasitas)
fungsi Desa
pemberdayaan Berdikari
yang
bertugas dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa. b. Peran KDB memiliki peran sebagai inovator, fasilitator, mediator, dan dinamisator kelompok dalam melakukan inisiasi dan fasilitasi: 1) Analisis situasi : survei mawas diri, penilaian keadaan, analisis dan pemetaan sosial; 2) Sosialisasi program/kegiatan dan pengorganisasian masyarakat; 3) Perencanaan kegiatan; IV-9
4) Penyelenggaraan pelatihan; 5) Pengelolaan kegiatan usaha ekonomi produktif; 6) Pendampingan dan advokasi; 7) Pemantauan dan evaluasi.
4. Peningkatan Kapasitas Kader Desa Berdikari a.
Pembekalan Sebelum
melaksanakan
tugas,
perlu
diberikan
pembekalan bagi KDB meliputi: 1) Konsep dan filosofi Desa Berdikari; 2) Praktek identifikasi potensi desa dan penyusunan rencana kegiatan; 3) Penyusunan proposal dan pelaporan kegiatan; 4) Teknis penyusunan dokumen pencairan dana; 5) Metode
dan
teknik
pemberdayaan
(pelatihan,
pendampingan, sekolah lapang, studi banding, magang, dan lain-lain); 6) Materi pemberdayaan (pengertiaan pemberdayaan masyarakat, kepemimpinan, pengorganisasian dan penguatan kelembagaan masyarakat, ragam kegiatan produktif); 7) Pengenalan pengalaman keberhasilan dan kegagalan sehingga
dapat
secara
efektif
melakukan
pendampingan bagi kelompok usaha produktif dalam pengelolaan kegiatan. Keberhasilan proses IV-10
pemberdayaan kemandirian bergantung
masyarakat masyarakat
pada
untuk dan
mewujudkan desa
kemampuan
banyak
KDB
dalam
melaksanakan peran. b. Pengembangan kapasitas Selama KDB melaksanakan tugasnya perlu melakukan kegiatan
belajar
yang
terus
menerus
meliputi:
peningkatan pengetahuan teknis, sikap kewirausahaan dan keterampilan manajerial. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan, pertemuanpertemuan/ lokakarya, melakukan konsultasi, studi banding, menjalin
membuat
percontohan-percontohan
kemitraan
dengan
para
dan
pemangku
kepentingan secara teratur dan berkelanjutan.
5. Pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi Produktif a.
Identifikasi dan inventarisasi ragam kegiatan ekonomi produktif yang telah dilakukan Identifikasi
dan
inventarisasi
dilakukan
dengan
melakukan pendataan terhadap sumber penghasilan dan jenis usaha yang telah dilakukan oleh masingmasing rumah tangga di setiap Rukun Tetangga. Termasuk di dalamnya adalah pengelompokan warga dengan sumber penghasilan atau jenis usaha yang sejenis. IV-11
b. Pembentukan kelompok Terhadap warga yang memiliki usaha sejenis dan berpotensi untuk dikembangkan difasilitasi untuk melakukan rembugan guna membentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Apabila kondisi di lapangan tidak memungkinkan untuk membentuk anggota kelompok yang bertempat tinggal di RT yang sama, dapat membentuk kelompok yang beranggotakan dari beberapa RT yang berdekatan. Pemimpin kelompok dipilih oleh anggota diutamakan pada orang yang memiliki jiwa kepemimpinan serta telah
berpengalaman
dan
berhasil
dalam
mengelola/mengembangkan usahanya. c.
Penguatan kelompok Penguatan
kelompok
dilakukan
pengalaman
(tentang
keberhasilan,
pemecahan
masalah)
baik
secara
dengan
tukar
masalah formal
dan dalam
pertemuan berkala atau secara informal melalui komunikasi sehari-hari baik verbal atau menggunakan media sosial. d. Penguatan dan pengembangan kegiatan produktif Penguatan dan pengembangan kegiatan produktif dilakukan
dengan
mengembangkan
terhadap: 1) penyediaan bahan baku dan peralatan; IV-12
aksesbilitas
2) modal usaha/ pembiayaan; 3) pendampingan (pembinaan teknis dan manajerial) budidaya atau kegiatan produktif lainnya; 4) peningkatan nilai tambah (pengolahan, kemasan dan merk); 5) pemasaran. e.
Pengembangan jejaring dan kemitraan usaha Peningkatan aksesibilitas dapat dilakukan dengan menjalin jejaring dan kemitraan usaha dengan pihakpihak terkait (penyedia bahan baku, penyedia modal, pengolahan, pemasaran) atau pemangku kepentingan yang
lain
(SKPD,
penelitian/Perguruan
asosiasi, Tinggi,
lembaga kelompok
masyarakat/LSM dan media). f.
Prioritas anggota kelompok Anggota kelompok diprioritaskan bagi kaum muda, perempuan, dari keluarga tidak mampu dan memiliki motivasi kuat untuk berusaha. Jika diperlukan dapat melibatkan golongan mampu untuk mendukung dan memperkuat
pengembangan
usaha
kelompok.
Pelibatan kaum muda dimaksudkan untuk kaderisasi kepemimpinan kelompok, sedangkan pelibatan kaum perempuan dilandasi oleh pengalaman keberhasilan kelompok-kelompok
perempuan
kegiatan produktif. IV-13
dalam mengelola
g. Bentuk kelompok Pada awal pembentukannya, kelompok usaha ekonomi produktif dilakukan dalam bentuk paguyuban. Dalam perkembangan
berikutnya
diarahkan
pada
pembentukan badan usaha berbentuk koperasi atau perseroan. Pemilihan bentuk perseroan, dilandasi oleh kebutuhan dalam menjalin kemitraan usaha dengan usaha menengah dan besar yang umumya merupakan badan usaha berbentuk perseroan.
6. Penyusunan Rencana Usaha Ekonomi Produktif a.
Rembugan penyusunan rencana usaha Penyusunan rencana usaha harus dilakukan melalui rembugan
antar
anggota
kelompok.
Kegiatan
rembugan perlu diselenggarakan secara khusus dan serius. Jika dimungkinkan dapat diintegrasikan dalam pertemuan-pertemuan yang dirancang antara lain oleh RT, PKK, Karang Taruna dan kelompok keagamaan. b. Jenis rencana usaha Rencana usaha diutamakan pada jenis kegiatan tentang usaha pokok dan usaha-usaha lain yang terkait. Selain itu, bisa berisi rencana usaha lain yang tidak secara langsung berkaitan dengan usaha pokok atau jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh anggota kelompok, di luar usaha pokok. Rencana usaha yang akan IV-14
dirumuskan sebaiknya diarahkan untuk peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi, peningkatan nilai tambah produk, penggunaan teknologi tepat guna yang hemat energi dan ramah lingkungan dan lain-lain. Rencana usaha yang disusun harus dalam bentuk usaha produktif dan tidak diperbolehkan dalam bentuk usaha simpan pinjam dan/atau usaha
dagang
dengan
membeli barang jadi atau setengah jadi untuk dijual kembali dengan mengambil laba tanpa memberikan nilai tambah. Jenis usaha produktif diarahkan pada barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan utama masyarakat dan ada nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan penggunaan teknologi tepat guna. Pemilihan jenis usaha dapat disesuaikan dengan potensi yang ada di desa. c.
Modal awal Rencana
usaha
yang
disusun
harus
menjadi
tanggungjawab semua anggota kelompok. Dalam hubungan ini modal awal dapat diperoleh dari dana talangan
anggota
yang
mampu,
stimulan
dari
pemerintah,hibah dari lembaga atau perorangan non anggota,
dana
tanggungjawab
sosial
lingkungan
korporasi dan lain-lain. Modal awal tersebut antara lain digunakan untuk Akte Pendirian Kelompok, investasi barang modal (peralatan, bibit, sarana produksi, IV-15
gedung/ruang kantor atau kiosk), talangan atau pinjaman
yang
dibayar
setelah
menghasilkan
(YARNEN).
7. Pengelolaan
dan
Pengembangan
Usaha
Ekonomi
Produktif a.
Pengelolaan usaha Pengelolaan usaha ekonomi produktif harus dijalankan secara profesional dalam arti memberikan keuntungan, memberikan manfaat kepada anggota dan ramah lingkungan demi keberlanjutan usahanya. Oleh sebab itu pengelolaan usaha harus transparan, bertanggung gugat (accountable), dan memenuhi kaidah pengelolaan yang baik dibuktikan dengan tertib administrasi keuangan dan pelaporan serta anti korupsi (mboten korupsi mboten ngapusi).
b. Pengembangan usaha Pengembangan
usaha
dapat
dilakukan
melalui
pengembangan kapasitas kelompok dan anggota serta membangun jejaring dan kemitraan usaha dengan pelaku usaha yang lain (koperasi, BUMS, BUMN, BUMD) dan pemangku kepentingan yang lain, melalui: pelatihan, melakukan
pertemuan-pertemuan/ konsultasi,
studi
banding,
percontohan-percontohan dan lain-lain. IV-16
lokakarya, membuat
F. Program Pendukung Perwujudan
Rintisan
Model
Desa
Berdikari
dilaksanakan sejalan dengan Trisakti Bung Karno: Berdaulat di Bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi dan Berkepribadian
di
Bidang
Kebudayaan.
Trisakti
diaktualisasikan melalui integrasi berbagai program prioritas kebutuhan desa dan anggota kelompok sesuai dengan hasil rembugan. Pemberdayaan ekonomi sebagai faktor utama yang dianggap memiliki daya ungkit terbesar dalam perwujudan keberdikarian desa akan diintervensi melalui pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif di 45 desa sasaran. Untuk memberikan dampak yang lebih signifikan, pemberdayaan aspek ekonomi perlu didukung dengan pemberdayaan sosial (contoh: pendidikan, kesehatan) dan lingkungan (contoh: infrastruktur, rumah layak huni, MCK, air bersih, pengelolaan sampah). Keberdaulatan di bidang politik tercermin dalam pola rembugan dimana masyarakat desa dapat menentukan apa
yang
menjadi
kebutuhan
pembangunan
desanya
sekaligus sebagai wahana saling kontrol antar anggota kelompok/masyarakat dan pemerintah desa. Hal ini sekaligus mencerminkan budaya gotong royong yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat desa. Program
pendukung
dialokasikan
berdasarkan
prioritas usulan kegiatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang belum terdanai IV-17
dan/atau berdasarkan usulan kebutuhan riil masyarakat desa melalui proses rembugan dengan tetap memperhatikan keselarasan
dan
pelaksanaannya,
keberlanjutan perlu
juga
pembangunan.
mulai
diinisiasi
Dalam pelibatan
akademisi dan mahasiswa melalui KKN tematik sehingga melalui
intervensi
lintas
sektoral
diharapkan
mampu
mewujudkan kondisi masyarakat yang wareg, waras dan wasis (cukup pangan, sehat dan cerdas).
G. Indikator Capaian Kinerja Secara
umum,
indikator
Desa
Berdikari
yang
digunakan dalam buku pedoman ini meliputi: 1.
Warga desa telah mampu bersama-sama berproduksi dan mengelola sumber daya yang ada di desa sehingga secara mandiri mampu mengambil keputusan untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, papan, energi, pendidikan dan kesehatan) secara berdaulat.
2.
Warga
desa
telah
mampu
menemukenali
potensi-
permasalahan-peluang yang ada di desa sehingga mampu menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri 3.
Warga desa telah adil dan berdaulat dalam pengambilan keputusan menyangkut hajat hidup warganya melalui rembugan
dengan
memperhatikan
lingkungan, kearifan dan budaya lokal.
IV-18
kelestarian
4.
Desa telah mampu bekerjasama secara setara dengan pihak lain dan/atau dengan desa di sekitarnya.
5.
Desa telah mampu berjejaring dan bergotong-royong dalam satu kesatuan kawasan.
Indikator Desa Berdikari secara lebih rinci sebagaimana Tabel 4.2
IV-19
tabel 4.2 Indikator Desa Berdikari Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
NO.
UNSUR UTAMA
SASARAN
1.
Mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar: a. Pangan
Terpenuhinya kebutuhan masyarakat desa dalam bidang pangan, papan, energi, pendidikan dan kesehatan
2.
3.
INDIKATOR
Ketercukupan pangan
b.
Papan
Ketersediaan rumah layak huni
c.
Energi
Pemanfaatan sumber energi alternatif (energi baru terbarukan)
d.
Pendidikan
% penduduk yang bersekolah dibandingkan total jumlah penduduk usia sekolah Desa siaga aktif Kemampuan menemukenali potensi – permasalahan – peluang yang ada di desa untuk mencari alternatif solusi Rembug warga
e. Kesehatan Mampu menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri Adil dan berdaulat dalam pengambilan
Meningkatnya kemampuan masyarakat desa menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri Meningkatnya kemampuan masyarakat mengambil
IV-20
KRITERIA
Tingkat ketercukupan pangan masyarakat Persentase Rumah Layak Huni Pemanfaatan energi baru terbarukan (mis: biogas, surya, mikrohidro, angin, dll) SD SMP SMA Kondisi desa siaga Tersedianya identifikasi potensi – permasalahan – peluang yang ada di desa serta alternatif solusi Intensitas rembug warga
keputusan melalui rembugan menyangkut hajat hidup warganya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal
keputusan secara partisipatif melalui proses rembugan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal.
Kesetaraan relasi kuasa laki-laki dan perempuan Lingkungan yang lestari
4.
Mampu bekerjasama secara setara dengan pihak lain
Kerjasama secara setara dan saling menguntungkan dengan pihak lain
5.
Mampu berjejaring dan bergotong-royong dalam satu kesatuan kawasan
Berkembangnya sistem dan potensi masyarakat desa, dalam: (i) kepemimpinan, (ii) pengorganisasian masyarakat, (iii) pendanaan, (iv) pengetahuan/kearifan lokal, (vi) teknologi perdesaan, dan (vii) pengambilan keputusan secara musyawarah sehingga mampu bekerjasama secara setara dengan pihak lain. Berkembangnya kemampuan desa dalam berjejaring dan bergotong-royong dalam satu kesatuan kawasan
IV-21
Keaktifan dalam berjejaring pada lingkup kawasan
Persentase keterlibatan perempuan dalam rembugan Persentase lahan bervegetasi Tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan Konservasi dan ketersediaan sumberdaya air Tingkat kesiapsiagaan terhadap bencana Adanya perjanjian kerjasama yang adil dengan pihak lain
Menjadi anggota jejaring pada lingkup kawasan Jumlah peran yang diampu dalam jejaring lingkup kawasan
H. Pendekatan dan Strategi Untuk mewujudkan Rintisan Model Desa Berdikari Tahun 2015, digunakan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat, yaitu proses pembangunan yang mengacu kepada
kebutuhan
dilaksanakan
oleh
masyarakat,
direncanakan
dan
masyarakat dengan sebesar-besarnya
memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dan dapat diakses oleh masyarakat setempat. Pembangunan berbasis masyarakat bertumpu pada: 1.
Potensi sumberdaya lokal, yaitu segala sesuatu yang tersedia di masyarakat setempat, yang diperlukan dalam proses kegiatan, baik proses produksi komoditas tertentu, proses pengolahan atau peningkatan nilai tambah, maupun
proses
pengembangan
masyarakat
yang
bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan atau mutu hidupnya, lahir dan batin, material dan spiritual. 2.
Modal sosial, yaitu berupa hubungan sosial (tingkah laku kerjasama, kesetiaan, kearifan dan pengetahuan lokal), institusi sosial (perkumpulan, jaringan, dan kepemimpinan sosial) serta nilai atau norma yang efektif (toleransi, simpati, kepercayaan, kejujuran) yang dapat digunakan secara tepat dan melahirkan kontrak sosial, tanggung jawab sosial, kemandirian, dan peran serta.
IV-22
3.
Budaya, yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama dan diwariskan dari generasi ke generasi.
4.
Kearifan lokal, yaitu gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
5.
Modal spiritual, yaitu nilai-nilai pribadi dalam diri setiap individu memberikan
yang mampu menginspirasi dan spirit
(semangat)
kepada
yang
bersangkutan, kelompok, dan masyarakatnya untuk melakukan kegiatan praktis. Modal spiritual dapat bersumber dari: nilai yang diajarkanoleh agama atau keimanannya, nilai-nilai adat dan kearifan lokal, atau norma perilaku yang diyakini dan dianutnya.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, strategi yang diterapkan
adalah
dengan
pembangunan
partisipatif
dibarengi dengan pemberdayaan yang berkelanjutan kepada semua pemangku kepentingan. Pembangunan partisipatif adalah proses pembangunan bersama masyarakat sejak pengambilan
keputusan,
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Sedang pemberdayaan memiliki makna ganda dalam
arti
pengembangan IV-23
kapasitas
dan
pemberian
kekuasaan kepada masyarakat untuk memilih yang terbaik sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki dan atau dapat dimanfaatkan. Pengembangan kapasitas yang dilakukan melalui pemberdayaan, mencakup pengembangan kapasitas individu, kapasitas entitas, dan kapasitas jejaring yang meliputi pengembangan kapasitas manusia, kapasitas usaha, kapasitas lingkungan, dan kapasitas kelembagaan. Pengembangan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, dilakukan sejak penyadaran, penilaian keadaan, analisis dan pemetaan sosial, pengorganisasian masyarakat, pelatihan masyarakat,
pengembangan
kegiatan
produktif
untuk
memperbaiki pendapatan, advokasi, dan peningkatan posisi tawar.
IV-24
BAB V MONITORING DAN EVALUASI
A.
Pengertian Monitoring merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui
Kegiatan
ini
proses pelaksanaan suatu program.
dimaksudkan
untuk
melihat
kemajuan
pelaksanaan suatu program sekaligus melihat berbagai hal yang mendukung atau menghambat. Monitoring umumnya dilakukan secara periodik, tergantung dari jangka waktu pelaksanaan program. Berbeda dengan monitoring, evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui dampak dan/atau ketercapaian target pelaksanaan suatu program. Kegiatan ini juga melihat kelebihan dan kekurangan dari program tersebut. Evaluasi umumnya dilakukan setelah pelaksanaan
suatu
program
selesai,
untuk
melihat
ketercapaian target. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengembangkan program lain atau program berikutnya. Terkait dengan program Rintisan Model Desa Berdikari di Jawa Tengah, maka untuk keperluan monitoring dan evaluasi, setiap desa sasaran yang melaksanakan program harus menyusun laporan tengah tahun tentang kemajuan pelaksanaan program dan ketercapaian tujuan dan indikator, V-1
dan laporan final (akhir tahun) tentang pelaksanaan program, ketercapaian tujuan dan indikator. Disamping itu juga dicantumkan permasalahan yang dihadapi serta metode mengatasinya serta dampak yang ditimbulkan. Setiap desa sasaran akan didampingi oleh Fasilitator dan Kader Desa Berdikari.
B.
Tujuan Secara umum tujuan monitoring dan evaluasi (Monev) pelaksanaan program pengembangan desa berdikari adalah untuk memastikan apa yang direncanakan bisa berjalan sesuai program dan kegiatan yang telah disusun serta untuk mengetahui hasil dan dampak dari program tersebut. Secara khusus, monev bertujuan untuk: a.
Untuk melihat proses maupun kemajuan pelaksanaan program pengembangan Rintisan Model Desa Berdikari;
b. Untuk mengidentifikasi hal-hal yang mendukung atau menghambat Rintisan
pelaksanaan
Model
Desa
program
Berdikari
pengembangan
sekaligus
mencoba
mengatasinya; c.
Untuk mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan program pengembangan Rintisan Model Desa Berdikari;
d. Untuk mengukur ketercapaian target tujuan maupun indikator yang telah ditetapkan; V-2
e.
Untuk memperoleh bahan dalam pengembangan program lanjutan/lainnya (lesson learned).
f.
Untuk memberikan rekomendasi terhadap permasalahan dan atau penyimpangan yang terjadi
C.
Prinsip-prinsip Pelaksanaan tahap monitoring dan evaluasi program Rintisan Model Desa Berdikari di Jawa Tengah akan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Partisipatif.
Pelaksanaan
kegiatan
melibatkan
pihak-pihak
yang
monev terkait
ini
akan
khususnya
masyarakat desa maupun para pihak lainnya; b. Obyektif.
Pelaksanaan
kegiatan
monev
dilakukan
berdasarkan tahapan yang telah ditetapkan maupun data dan informasi riil di lapangan; c.
Komprehensif. Pelaksanaan kegiatan monev harus melihat secara menyeluruh, menyangkut semua hal yang terkait berdasarkan pada indikator yang telah ditetapkan;
d. Akuntabel. Pelaksanaan kegiatan monev maupun hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak; e.
Transparan. Pelaksanaan kegiatan monev harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh berbagai pihak.
V-3
D.
Mekanisme Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi a.
Pelaksana Monev Umum: Kegiatan monev yang bersifat umum ini dapat dilakukan oleh semua pihak yang terkait maupun peduli terhadap program ini. Pelaksanaan monev umum ini dilakukan secara sukarela berdasarkan kepedulian
sehingga
waktu
pelaksanaan
tidak
dilakukan
secara
terprogram secara khusus. Khusus:
Kegiatan
monev
ini
terprogram dan dilaksanakan oleh para pihak yang terkait dengan pelaksanaan program pengembangan desa berdikari. Beberapa pihak yang akan melakukan monev khusus ini adalah: a) Monev Internal. Merupakan kegiatan monev yang dlakukan di desa sasaran yang dilakukan oleh lembaga desa. Monev dapat dilakukan oleh Badan Perwakilan Desa yang didampingi oleh Tim Pendamping Desa; b) Monev Eksternal. Merupakan kegiatan monev yang dlakukan di desa sasaran yang dilakukan oleh lembaga
di
luar
penyelenggara
desa
desa.
yang
Monev
dibentuk
oleh
dilakukan
oleh
Bapermades Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Tim Independen.
V-4
b. Waktu dan Tahapan Monev Kegiatan monev ini dilakukan dalam beberapa tahapan waktu, yakni: Monev Internal Monev internal dilakukan secara periodik setiap bulan untuk
melihat
proses
pelaksanaan
program
ketercapaian tujuan dan target indikatornya. Waktu pelaksanaan dapat ditentukan bersama masyarakat desa sasaran. Diharapkan disusun laporan singkat bulanan
yang
dapat
digunakan
sebagai
dasar
penyusunan laporan tengah tahun dan akhir tahun. Monev Eksternal a) Laporan tengah tahun Pelaksanaan monev tahap ini dilakukan melalui desk evaluation terhadap laporan tengah tahun yang disusun oleh desa sasaran. Evaluasi dilakukan terhadap
pelaksanaan
program
khususnya
kesesuaian program dan kesesuaian jadwal dengan proposal yang diajukan sebelumnya. Disamping itu dilihat
pula
ketercapaian
tujuan
dan
target
indikator tengah tahun yang telah ditetapkan. Apabila diperlukan, maka dapat dilakukan diskusi dengan tim pelaksana desa sasaran bersama tim pendampingnya.
V-5
b) Visitasi Visitasi
dilakukan
sebulan
sebelum
kegiatan
berakhir. Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program
khususnya
kesesuaian
program
dan
kesesuaian jadwal dengan proposal yang diajukan sebelumnya.
Di
samping
itu
dilihat
pula
ketercapaian tujuan dan target indikator sampai pada saat visitasi. Visitasi juga dilakukan untuk melihat
dan mengidentifikasi kesulitan dan
permasalahan di lapangan dan cara mengatasinya. c) Laporan akhir tahun (final) Pelaksanaan monev tahap ini dilakukan melalui desk evaluation terhadap laporan akhir tahun yang disusun oleh desa sasaran. Evaluasi dilakukan terhadap
pelaksanaan
program
khususnya
kesesuaian program dan kesesuaian jadwal dengan proposal yang diajukan sebelumnya. Disamping itu dilihat
pula
ketercapaian
tujuan
dan
target
indikator akhir tahun yang telah ditetapkan. Apabila diperlukan, maka dapat dilakukan diskusi dengan tim pelaksana desa sasaran bersama tim pendampingnya.
V-6
c.
Indikator yang Digunakan Indikator yang digunakan dalam melakukan monitoring dan evaluasi program pengembangan desa berdikari dapat dilihat pada Tabel 5.1.
d. Pelaporan Hasil Monev Sebagai
implementasi
prinsip
akuntabilitas
dalam
monitoring dan evaluasi, maka tim pelaksana harus menyusun
laporan
hasil
berisikan uraian tentang:
monev. a)
Laporan
Komentar
tersebut
Umum;
b)
Kesesuaian Pelaksanaan Program; c) Ketercapaian Tujuan; d) Ketercapaian Indikator; dan e) Keberlanjutan Program.
V-7
Tabel 5.1 Indikator ketercapaian UNSUR UTAMA
NO. 1.
Mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar: a. Pangan
b.
Papan
c.
Energi
d.
Pendidikan
SASARAN Terpenuhinya kebutuhan masyarakat desa dalam bidang pangan, papan, energi, pendidikan dan kesehatan
INDIKATOR
Ketercukupan pangan
Ketersediaan rumah layak huni Pemanfaatan sumber energi alternatif (energi baru terbarukan)
Penduduk bersekolah
V-8
KRITERIA
Tingkat ketercukupan pangan masyarakat Persentase Rumah Layak Huni Pemanfaatan energi baru terbarukan (mis: biogas, surya, mikrohidro, angin, dll) % penduduk usia sekolah yang bersekolah
KATEGORI DESA BERDIKARI A
B
C
90-100% masyarakat cukup makan
75-90% masyarakat cukup makan
90-100%
75-90%
<75% masyarakat cukup makan <75%
Ada, dan sudah dimanfaatkan >50% rumah tangga
Ada, dan sudah dimanfaatkan <50% rumah tangga
Belum ada
>95%
85-95%
75-85%
e.
Kesehatan
Desa siaga aktif
2.
Mampu menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri
Meningkatnya kemampuan masyarakat desa menyelesaikan persoalan atas dasar kemampuan sendiri
Kemampuan menemukenali potensi – permasalahan – peluang yang ada di desa untuk mencari alternatif solusi
3.
Adil dan berdaulat dalam pengambilan keputusan melalui rembugan
Meningkatnya kemampuan masyarakat mengambil keputusan secara
Rembug warga
Kesetaraan
dibandingkan dengan penduduk usia sekolah >80% % penduduk lulus pendidikan menengah dibanding jumlah penduduk Kondisi desa Siaga Utama siaga Tersedianya Ada dan identifikasi lengkap potensi – (potensipermasalahan permasalahan– peluang peluang-solusi) yang ada di desa serta alternatif solusi Intensitas 12 kali / tahun rembug warga
Tingkat
V-9
> 30%
60-80%
<60%
Siaga Madya
Siaga Pratama Tidak ada
Ada tetapi tidak lengkap
6-11 kali / tahun
<6 kali/tahun
20% -30%
< 20%
menyangkut hajat hidup warganya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal
4.
Mampu
partisipatif melalui proses rembugan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kearifan dan budaya lokal.
Berkembangnya
relasi kuasa laki-laki dan perempuan Lingkungan yang lestari
Kerjasama
V-10
keterlibatan perempuan Persentase lahan bervegetasi Tingkat pencemaran lingkungan
> 30%
20% -30%
<20%
Tidak ada pencemaran
Ada sumber pencemaran mampu menyelesaikan masalah
Konservasi dan ketersediaan sumberdaya air Tingkat kesiapsiagaan terhadap bencana (dilihat dari pemahaman masyarakat dan fasilitas yang dimiliki)
Ada dan mencukupi untuk seluruh warga
Ada tetapi tidak mencukupi seluruh warga
Ada sumber pencemaran belum mampu menyelesaik an masalah Tidak tersedia sumberdaya air
Siap
Cukup Siap
Belum Siap
Adanya
Ada Perjanjian
Ada Perjanjian
Belum ada
bekerjasama secara setara dengan pihak lain
5.
Mampu berjejaring dan bergotongroyong dalam satu kesatuan kawasan
sistem dan potensi masyarakat desa, dalam: (i) kepemimpinan, (ii) pengorganisasian masyarakat, (iii) pendanaan, (iv) pengetahuan/kearifa n lokal, (vi) teknologi perdesaan, dan (vii) pengambilan keputusan secara musyawarah sehingga mampu bekerjasama secara setara dengan pihak lain. Berkembangnya kemampuan desa dalam berjejaring dan bergotongroyong dalam satu kesatuan kawasan
secara setara dengan pihak lain
perjanjian kerjasama yang adil dengan pihak lain
Kerjasama yang adil
Kerjasama, tetapi belum adil
Perjanjian Kerjasama
Keaktifan dalam berjejaring pada lingkup kawasan
Menjadi anggota jejaring pada lingkup kawasan Jumlah peran yang diampu dalam jejaring lingkup kawasan
> 2 jenis jejaring
1 jenis jejaring
0 jenis jejaring
Keaktifan dalam berjejaring pada lingkup kawasan
V-11
>2 peran
1 peran
0 peran
BAB VI PENUTUP
Penyusunan Buku Pedoman ini merupakan tahapan implementasi program unggulan Gubernur Jawa Tengah yaitu rintisan model Desa Berdikari. Buku Pedoman
ini
rujukan/panduan
diharapkan bagi
dapat
seluruh
menjadi
pihak
yang
berkepentingan untuk merencanakan, melaksanakan, memonitoring dan mengevaluasi serta mereplikasi program Desa Berdikari. Diperlukan komitmen dan dukungan pemerintah bersama masyarakat dengan didasari semangat gotongroyong
sesuai
dengan
tugas
dan
fungsi
serta
kewenangan masing-masing sehingga visi Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari – Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi dapat diwujudkan.
VI-1
CURRICULUM VITAE TIM PENYUSUN
Nama : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, SP, MS Tempat/tanggal lahir : Kudus, 13 Juli 1947 Jabatan : Ketua Program Studi Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan /Pemberdayaan Masyarakat Pascasarjana UNS Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta/ Pakar Bidang Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat
Riwayat Pekerjaan: 1981 – 2007
Staf Pengajar Fakultas Pertanian UNS, Surakarta
1976 – 1981
Penyuluh Pertanian Spesialis di Kabupaten Batang dan Rembang, Jawa Tengah
1976 – 1976
Asisten Direksi/Care Taker Administrateur Perkebunan Karet dan Aneka Tanaman, PT. Condong Garut, Jawa Barat
1975 – 1976
Staf Biro Pengawasan, Badan Urusan Cess Pusat, Jakarta
1974 – 1975
Tenaga Ahli Biro Konsultasi PT. Sakpanggon, Jakarta vi
1972 – 1973
Kepala
Bagian
Mushroom dan
Teknik
Umum
Hortikultura
Penanaman
PT. Dieng Jaya,
Wonosobo, Jawa Tengah 1971 – 1972
Kepala Bagian Perkebunan Karet di Lubuklinggau, Sumatera Selatan
Karya Ilmiah: 1999
Peningkatan Relevansi Pelatihan dengan Kesempatan kerja
1998
Persepsi Masyarakat Terhadap Penggunaan Urea Tablet di Jawa Tengah
1998
Evaluasi Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Sanggau, Kalimantan Barat
1998
Penerapan
Konsep
Bauran
Pemasaran
Mengefektifkan Penyuluhan "Mimbar Sosek" 1997
Penyuluhan Agribisnis Untuk Petani Kecil
vii
Untuk
Nama : Drs. Gunarto, MM Tempat/tanggal lahir : Pati, 15 Februari 1961 Jabatan : Dewan Ahli LPPSP Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Dewan Ahli pada Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Pembangunan (LPPSP), Semarang/ Pakar Bidang Pengembangan Sumber Daya Pembangunan
Riwayat Pekerjaan: Tahun 2011 - 2013
Koordinator Tim Koordinasi Penangulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010
Tenaga Ahli Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
Tahun 2008 - sekarang
Anggota Badan Perlindungan Konsumen(BPSK) Kota Semarang
Tahun 2007 - 2011
Dosen Program S2, Magister Ilmu Administrasi Publik, FISIP UNTAG Semarang
Tahun 2007 - sekarang
Anggota BAP S/M Provinsi Jawa Tengah
viii
Tahun 2004 – 2007 dan
Anggota Badan Perlindungan Konsumen
2009 - 2012
Nasional – Republik Indonesia (BPKN-RI)
Tahun 1997 – 2003
Ketua Lembaga Pembinaan dan perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang
Tahun 1997 - Sekarang
Staf Ahli Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang
Karya Ilmiah: 2011
Kajian Kebijakan Sosial : Kajian Tentang Kebijakan Pendidikan (BOS), Kesehatan (JAMKESMAS), dan Perlindungan Anak di Jawa Tengah dan Jawa Timur
2007
Pengembangan Usaha Alternatif Bagi Masyarakat Pantai
2007
Bangkit dan Terus Berkarya : Pendamping Korban Gempa Klaten yang Terpuruk, Hingga Mampu Bangkit Kembali
ix
Nama : Ir. Sunaryo MURP, Ph.D Tempat/tanggal lahir : Jabatan : Staf Khusus Gubernur Bidang Infrastruktur dan Kedaulatan Energi
Penelitian dan publikasi: 2012-2013
Penelitan Percepatan Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Indonesia, kerjasama antara MAP-UGM dan Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta
2012
Penelitian Efektifitas PNPM Mandiri Perdesaan , Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta
2011-sekarang
Pimpinan Redaksi, Jurnal Bina Praja, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta
2010-2013
Fasilitasi dan supervisi penelitian dibidang Pemberdayaan Masyarakat pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemeberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri x
2001-2005
Peneliti pada Methodology Resistance of Working Group, Program Philosophy Interpretation and Cultures, State University of New York at Binghamton, New York
1995-2005
Peneliti pada Fernand Braudel Center for Study of Histories, Economies, and Civilizations, State University of New York at Binghamton, New York
Karya Tulis: 2013
“Memahami blusukan Jokowi: Border Thinker”, Media Litbang, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, April 2013.
2010
“Pemuda dari Bersatu Menjadi Berseteru” Opini pada Harian Kedaulatan Rakyat, 28 Oktober 2010.
2007
“Banjir Jakarta”Opini pada Harian Suara Pembaruan, 22 Februari 2007.
2007
Kontributor “Teori Pemberdayaan” pada buku Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat I dan II Direktorat Usaha Ekonomi Masyarakat, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Jakarta (2007).
2007
Kontributor Land Management and Policy Development Project Report, Badan Perencana Pembangunana Nasional (Bappenas), Jakarta (2007). xi
2004
“Environment and Ecology: Concepts and Movements” in Overcoming the Two Cultures: Science versus the Humanities in the World-System, Paradigm Press, Boulder, Colorado
2000
“The Long 19th Century of Tropical Forest Exploitation in Southeast Asia”, Area Paper for the Department of Sociology, State University of New York at Binghamton, Binghamton, New York (2000).
Pengalaman mengajar: 27 Mei 2011
Dosen Luar Biasa untuk Kuliah Umum Mahasiswa S2 dan S3, Lingkungan dan Pembangunan, Program Paska Sarjana Fakultas Ilmu Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya, Malang
4 April 2011
Dosen Tamu dibidang Sosiologi Pedesaan, Fakultas Sosiologi Universitas Indonesia, Jakarta
2008-sekarang
Dosen Kebijakan Publik, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, YAPPANN, Jakarta
2008
Dosen Penguji Mahasiswa Doktoral pada Program Paska Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawidjaya, Malang
2007-2008
Dosen Luar Biasa Pemberdayaan Masyarakat, Program Paska Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawidjaya, Malang
xii
1984-1986
Pendiri dan Direktur Bidang Akademis, Akademi Farming Yogyakarta, Ngaglik, Sleman, Yogjakarta
1981-1984
Guru Sekolah Perkebunan Menengah Atas (SPbMA) PGRI, Ngaglik, Sleman, Yogjakarta
Penghargaan: 19 November 2014
Sertifikat Penghargaan Keynote Speaker pada Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis Universitas Negeri Jenderal Sudirman
20 November 2014
Sertifikat Penghargaan Keynote Speaker pada Lokakarya Nasional Pendampingan Pengelolaan Dana Desa, Universitas Negeri Sebelas Maret
Agustus 2012
Satya Lencana Karya XXX, Presiden R.I,
10 Desember 2009
Sertifikat Penghargaan Keynote Speaker pada Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(7 November 2008
Sertifikat Penghargaan Keynote Speaker pada Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
29 Juni 2008
Sertifikat Penghargaan Panitia Hari Keluarga Nasional XV dan Bulan Bakti Gotong Royong xiii
Masyarakat V Tahun 2008,Tanjung Jabung Timur, Jambi 1992
Certificate of Appreciation, the United States of Forest Service Rocky Mountain Regional Office, the United States Department of Agriculture, Denver, Colorado.
Pengalaman profesional: 2002-2004
Bendahara Graduate Student Organization, State University of New York at Binghamton, Binghamton, New York
2002-2003
Member Budget Committee, State University of New York at Binghamton, Binghamton, New York
xiv
Nama : Warsito Ellwien Tempat/tanggal lahir : Jabatan : Staf Khusus Gubernur Bidang Kedaulatan Pangan Lingkup Pekerjaan dan Keahlian :
Riwayat Pekerjaan:
Karya Ilmiah:
xv
Nama : Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, MP, Ph.D. Tempat/tanggal lahir : Magelang, 23 September 1963 Jabatan : Ketua LPPM -UNSOED Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Purwokerto/ Pakar Bidang Pertanian dan Pemuliaan Tanaman
Riwayat Pekerjaan: 2005 – Sekarang
Reviewer Nasional Penelitian di Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (P2M Dikti)
2006 - 2010
A sisten Direktur 1 Program Pascasarjana UNSOED
2007 – 2008
Reviewer Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dan Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian
2007 – Sekarang
Assesor Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan xvi
2010 - sekarang
Ketua LPPM Unsoed Purwokerto
2012 - sekarang
Komisioner di Komisi Banding Kantor PVTPP Kementerian Pertanian
2013 - sekarang
Komisioner di KKP3T Jawa Tengah
Karya Ilmiah: 1998
Studies on Dry Matter Production and Efficiency for
Solar
Energy
Utilization
in
Bupleurum
falcatum L. at Different Plant Ages. Production Science. Vol.
1998
Plant
1 (2):113-118.
Genetic Variability and Characteristic Associations Analysis in Grain Sorghum. Journal of the Faculty of Agriculture Kyushu University. Vol. 43 (1-2):2530.
1998
Effect of Physiological Status of Parent Plants and Culture Medium Composition on the Anther Culture of Sorghum. Plant Production Science. Vol. 1 (3):211-215.
1998
Crop Propagation Through Immature Inflorescence Culture in Two Pearl Millet Genotypes (Pennisetum typhoideum Rich.). Zuriat Vol.1:35-40.
1999
Genetic Gains and Genetic Correlation of Yieldrelated Traits in Pearl Millet After Two Cycles of xvii
Recurrent Selection. Japanese Journal Crop Science. Vol.68 (2): 253-256. 2008
Yield stability of aromatic upland rice with high yielding ability in Indonesia. Plant Production Science. Vol. 11, No. 1 (96-103)
2009
Evaluation of Efficiency of Selection of Pearl Millet in Japan and Indonesia. Japan Journal of Crop Science. Vol. 78 No. 1: 83-86.
2010
Field Resistance to Blast Disease and Yield Performance of High Yielding Aromatic Upland Rice in Indonesia. Coastal Bioenvironment. Saga University.
2011
Variability of Grain Protein Content in Improved Upland Rice Genotypes and its Response to Locations.Electronic. Journal of Plant Breeding. Vol.2. No.2:200-208.
2012
Developing High Yielding Upland Rice with High Protein Content to Support The Sustaining of National Food Security and Nutritional Adequacy in Indonesia. Academic Journal of Science, 1(3):433– 439
2014
Path Coefficient Analysis on G39 x Ciherang and Mentik Wangi x G39 Rice in F4 Generation. AGRIVITA, Journal of Agrcultural Science. Vol.36 . No.1: 9-13. xviii
2014
. The Effect of Gamma Irradiation and Sodium Azide on Germination of Some Rice Cultivar.. AGRIVITA, Journal of Agrcultural Science. Vol.36 . No.1: 25-32.
xix
Nama : Prof. Dr. Ir. Sony Heru Priyanto, MM Tempat/tanggal lahir : Banyuwangi, 14 September 1966 Jabatan : Dekan Fakultas Pertanian – UKSW Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga/ Pakar Bidang Manajemen Agribisnis
Riwayat Pekerjaan: 2002
Editor dan Penulis Buku Bersama Prof. Mangara Tambunan (IPB), “Strategi dan Siasat Pembangunan Daerah: Respon Pemda Dalam Implementasi Desentralisasi dan Globalisasi Ekonomi, CESS Jakarta
1998 - Sekarang
Staf Pengajar Luar Biasa di FE Unika Soegijapranata, Semarang
1991 - Sekarang
Staf Pengajar S1, S2, S3 di bidang manajemen dan pembangunan di UKSW, Salatiga
xx
Karya Ilmiah: 2007
Mencari Format Manajemen Pangan Kita. Jurnal Kajian Sosial Interdispliner BINA DARMA
2006
Aspek Sosial dan Ekonomi Industri Gandum
2006
Model Struktural Hubungan Lingkungan Eksternal, Kewirausahaan, Kapasitas Manajemen dan Kinerja: Studi Empiris pada Petani Tembakau. Manajemen Usahawan Indonesia
2006
A Structural Model Of Business Performance: An Empirical Study on Tobacco Farmers. Gajah Mada International Journal of Business
2005
Implementasi Orientasi Pasar dan Strategi Bersaing Hotel Non Bintang di DIY
xxi
Nama : Prof. Dr. Y. Budi Widianarko, M.Sc. Tempat/tanggal lahir : Semarang, 23 November 1962 Jabatan : Rektor Unika Soegijapranata Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang/ Pakar Bidang Ekologi dan Keamanan Pangan
Riwayat Pekerjaan: 1986 – 1994
Dosen Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
1994 - Sekarang
Dosen Unika Soegijapranata
Karya Ilmiah: 2014
Pertanian dan Keamanan Pangan - A Tale of Two Movements. Round Table Discussion Fakultas Pertanian, Universitas Muria Kudus, 27 September 2014
Certification of Fresh Fruits In Central Java. NUS International Study Tour. 12 July 2014. xxii
2013
Peningkatan Aktivitas Antioksidan Superoksida Dismutase. Agritech 33(2):154161
Reduction of Glucosinolates Content during Sayur Asin Fermentation. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan 24(2)
2012
Democratization, Decentralization and Environmental Conservation in Indonesia. In A. Mori (ed.): DEMOCRATIZATION, DECENTRALIZATION AND ENVIRONMENTAL GOVERNANCE IN ASIA. Kyoto University Press.
2011
Ecosystem Quality and Its Implication to the Safety of Coastal Seafood of Java, Indonesia. International Symposium of Tumsat Healthy And Safe Marine Food Resources Project For Asian Collaboration", NUS, Singapore, 5-6 Dec. 2011
MEMBUMIKAN ETIKA LINGKUNGAN, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, ISBN 978979-21-3064-5
Perubahan Paradigma Penganekaragaman Pangan. SUAR 7(1): 51-57 (2011)
2010
Standard dan Sertifikasi Petani dalam Pusaran Paradigma Keamanan Pangan Global. RENAI 10(1): 27-37
xxiii
Nama : Prof. Ir. Ambariyanto, M.Sc., Ph.D. Tempat/tanggal lahir : Klaten, 13 April 1961 Jabatan : Ketua Laboratorium Terpadu UNDIP Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang/ Pakar Bidang Kelautan dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Riwayat Pekerjaan:
2009-sekarang
Tim Reviewer Program PHP-PTS, Dikti.
2010-sekarang
Tim Reviewer Program HPEQ (PKPD), Dikti.
2012-sekarang
Tim Reviewer Program Pengembangan Akademi Komunitas, Dikti.
2013-sekarang
Tim Reviewer Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan.
2014-sekarang
Tim Pakar: Indofood Riset Nugraha.
xxiv
Karya Ilmiah: 2013
Pronounced genetic structure in a highly mobile coral reef fish, Caesio cuning, in the Coral Triangle. Marine Ecology Progress Series. 480: 185–197
2014
Advancing biodiversity research in developing countries: the need for changing paradigms. Bulletin of Marine Science. 90(1):187-210
2014
Concordance
between
phylogeographic
and
biogeographic boundaries in the Coral Triangle: conservation implications based on comparative analyses of multiple giant clam species. Bulletin of Marine Science. 90(1):277–300. 2014
Coastal Resources Management Model Based on Local Wisdom in the Kei Besar District of North East, Southeast Maluku Regency. Journal of Environment and Ecology 5(1):91-102
2014
Potency of Mahakam Delta in East Kalimantan, Indonesia. International Journal of Science and Engineering. International journal of Science and Engineering. 6(2):126-130.
xxv
Nama : Dr. Dra. Hartuti Purnaweni, MPA Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 2 Desember 1961 Jabatan : Sekretaris Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Dosen Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik dan Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang/ Pakar Bidang Kebijakan Publik Manajemen Lingkungan
Riwayat Pekerjaan: 1987- sekarang
Staf Pengajar FISIP UNDIP Semarang
2002 – sekarang
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Administrasi Publik dan Program Studi Ilmu Lingkungan
2008 – sekarang
Sekretaris Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang
2009-2011
Tenaga Ahli Sustainable Capacity Building for Decentralization Project, kerjasama ADBDepartemen Dalam Negeri-Pekmab Lampung Timur xxvi
2010-2011
Tenaga Ahli Sustainable Capacity Building for Decentralization Project, kerjasama ADBDepartemen Dalam Negeri-Pemprov Banten
2011-sekarang
Assesor Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Karya Ilmiah:
2008
Pemantauan Lingkungan Pembangunan PLTU Rembang SUTT 150 kV Rembang – G1 Rembang, Kabupaten Rembang, PPLH UNDIP
2008
Studi Social Impact Assessment Rencana Pembangunan Jalan Tol Jawa Tengah, di Kabupaten Batang
2009
People's Respons to the Convert Policy of Kerosene Into Gas,
Prosiding
International
Symposium
on
Sustainable Energy & Environtmental Protection, 2009, ISBN 978-602-95934-0-2 2010
Kebijakan Pengelolaan Mangrove di Kota Semarang, Prosiding
Seminar
Nasional
Pengelolaan
Lingkungan Hidup, PSIL UNDIP, 2010 2011
Perencanaan Komunitas dalam Membangun Desa Siaga Bencana di Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Prosiding Seminar xxvii
Nasional
Mitigasi
dan
Ketahanan
Terhadap
Bencana, ditulis oleh Winarti, Hartuti Purnaweni, dan Sudharto P. Hadi, UNISSULA, 2011 2011
Respons Masyarakat Siaga Bencana di Kabupaten Magelang
dalam
Menghadapi
Bencana
Merapi,
Prosiding Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen, Fakultas Teknik UGM, 2011 2011
Manajemen Bencana Alam di Jawa Tengah, Buku "IdeIde Untuk Pemantapan Jati Diri Ilmu Administrasi Negara", Diterbitkan atas kerjasama Prodi Ilmu Administrasi Negara UNY dan Asosiasi Ilmuan Administrasi Negara ISBN 978-602-97348-7-6
2011
Democratization and Environment Politics on Natural Resources Management at Local Level, Prosiding International Conference on Public Organization, INCONPO, 2011
2011 dan 2014
Buku Analisis Kebijakan Publik, Jakarta: Universitas Terbuka (bersama dengan Sri Suwitri dan Kismartini)
2013
The Implementation of Giving Birth Guarantee Program (Jampersal) in Semarang Regency, Prosiding The MDGs to 2015 and Beyond: Success and Challenges in Developing Localized Strategies and Self Reliance ditulis oleh Wulandari Hastuti, Hartuti Purnaweni, dan Kismartini, IGSA, UGM, 2013 xxviii
2014
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Kendeng Utara Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 12 No 1, April 2014
xxix
Nama : Dr. J.C. Tukiman Taruno Tempat/tanggal lahir : Bantul, 27 Desember 1948 Jabatan : Pemerhati Pendidikan Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Dosen Pasca Sarjana Universitas Katolik Sogijapranata (UNIKA) Semarang, UNDIP Semarang dan UNS Surakarta/ Pakar Bidang Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat (Community Development)
Riwayat Pekerjaan:
2012 – 2014
Konsultan Bank Dunia untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Jakarta
2011 – 2013
Konsultan untuk ADB dalam program ACDP untuk Baseline study Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas, Jakarta
2010 - 2011
Konsultan ADB untuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) SD dan SMP, Yogyakarta
Karya Ilmiah: -
xxx
Nama : Drs. Nurdiyanto, MSi Tempat/tanggal lahir : Semarang , 10 Februari 1962 Jabatan : Direktur LPPM Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM), Semarang/ Pakar Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan
Riwayat Pekerjaan:
2002-2012
Team Leader PNPM Mandiri Perkotaan Provinsi Jawa Tengah
1989-2004
Staf Pengajar Fisip Untag Semarang
Karya Ilmiah:
Manajemen Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
xxxi
Nama : Bahruddin Tempat/tanggal lahir : Semarang, 9 Februari 1965 Jabatan : Pekerja Sosial Lingkup Pekerjaan dan Keahlian : Penggagas Komunitas Belajar Qariyah Tayyibah, Salatiga/ Pakar Bidang Pengorganisasian Komunitas Masyarakat
Riwayat Pekerjaan: 2004-2007
2007-2011
2011-2014
2002 – 2003
2003 - Sekarang
Ketua DPP Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Ketua Dewan Pertimbangan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Ketua Dewan Pertimbangan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Ketua Dewan Presidium Konfederasi Masyarakat Warga Salatiga (Konmawas) Pemrakarsa Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT)
xxxii
Karya Ilmiah: Skripsi – KERAGAMAN MASYARAKAT MUSLIM DALAM KEHIDUPAN SOSIAL (studi proses belajar 1993
dan proses adaptasi masyarakat muslim Salatiga dalam kehidupan beragama di Indonesia) Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga
xxxiii