Buku Panduan Guru
Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah www.britishcouncil.or.id
Buku ini dikembangkan oleh: Cliff Southcombe dari Social Enterprise Europe
Diadaptasi untuk keperluan British Council Indonesia oleh: Rini Sudaryani Mahardhika S. Sadjad
Kontributor Ir. Azhar Qozazirin Budi Purnawanto, ST, M.MPd Iip Waripah. Fajar Anugerah Rubiyanto, S.Sos Ir. Salamah Setyawan, S.Pd Siti Mugi Rahayu Syaeful Alam, S.Pdi
Modul tersebut telah diujicobakan secara terbatas oleh para kontributor di Pondok Pesantren Al Ittifaq, pada tingkat SD/ MI, SMP/ MTs, dan SMA/ MA. Modul ini dinilai memadai untuk keperluan sosialisasi pengembangan kewirausahaan sosial di sekolah, namun tidak tertutup kemungkinan adanya pengembangan lebih lanjut di kemudian hari. Saran dan kritik atas isi dan format modul dapat disampaikan ke
[email protected]
Hak Kekayaan Intelektual Modul Skills for Social Entrepreneurship dimiliki oleh British Council Indonesia dan Cliff Southcombe. Kami memberikan izin kepada semua pihak untuk menggunakan modul tersebut untuk kepentingan non-komersil. Segala bentuk pengembangan dan penggunaan modul harus mencantumkan nama British Council Indonesia dan Cliff Southcombe.
Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul, kami ucapkan banyak terima kasih.
Petunjuk Penggunaan
Modul ISSN
Modul ini dirancang untuk digunakan oleh para guru dalam mengajarkan materi Kewirausahaan Sosial bagi siswa-siswi di tingkat pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Madrasah Aliyah.
Penyusunannya disesuaikan dengan memperhatikan konteks anak-anak muda yang dinamis, dan di antara mereka kemungkinan telah memiliki potensi wirausaha namun memerlukan stimulasi dan dukungan agar kemampuan mereka dapat berkembang.
Modul ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab yang masing-masing berisi Pengantar dan Manual Guru serta pada bagian akhir terdapat Lampiran.
•
Pengantar merupakan penjelasan yang berkaitan dengan topik bab terkait serta pendekatan teori
•
Manual Guru terdiri dari :
1. Tujuan umum pembelajaran
Menjelaskan tentang maksud dari penyampaian materi
2. Tujuan khusus kegiatan
Menjelaskan tentang sasaran yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran
3. Durasi
Menjelaskan tentang jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan latihan atau tugas
4. Sasaran siswa
Menjelaskan tentang tingkat jenjang pendidikan yang disarankan
5. Persiapan
Menjelaskan tentang persiapan peralatan yang diperlukan
Petunjuk Penggunaan
6. Pengaturan Kelas
Menjelaskan tentang pengaturan tata ruang kelas agar tercipta suasana kelas yang mendukung
7. Pengajaran
Merupakan rangkaian tahapan yang disarankan dalam memandu pelaksanaan latihan dan tugas
8. Kesimpulan kegiatan
Merangkum tentang keterkaitan antara materi latihan dan tugas yang telah dilaksanakan dengan konteks kewirausahan sosial
9. Evaluasi
Menjelaskan tentang capaian yang diharapkan setelah hasil pembelajaran
•
Lampiran terdiri dari informasi maupun lembaran isian yang akan digunakan pada saat siswa melaksanakan latihan.
Penggunaan materi dapat disesuaikan dengan kondisi maupun kurikulum sekolah masing-masing. Jika modul tersebut tidak dapat digunakan dalam kelas sebagai bagian dari kurikulum, kami menyarankan alternatif penggunaan modul sebagai materi kegiatan tambahan.
Aktivitas siswa melalui tugas dan latihan memerlukan tingkatan perencanan dan pengelolaan yang berbeda-beda. Kami menyarankan agar siswa-siswi diberi kesempatan sebanyak mungkin dalam persiapan pengorganisasian - mencari sumber informasi yang diperlukan secara bersama, keterlibatan aktif dalam diskusi dan pemilihan ketua kelompok– ini semua adalah bagian dari bekerja sama - dan kerjasama adalah prasyarat untuk membangun kewirausahaan sosial yang sukses.
Guru dapat menggunakan tugas-tugas dengan dinamis sehingga memungkinkan terciptanya suasana kelas yang hangat, menarik dan kreatif.
Daftar Isi
Pengantar I : Kewirausahaan Sosial • Pendahuluan
1
• Pengertian Kewirausahaan Sosial
3
• Model-model Kewirausahaan Sosial
5
Manual Guru 1-1 : Makhluk Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?
12
Manual Guru 1-2.a : Apakah Kewirausahaan Sosial Itu ?
15
Manual Guru 1-2.b : Apakah Kewirausahaan Sosial Itu ?
18
Manual Guru 1-3 : Lembaga Kewirausahaan Sosial atau Perusahaan ?
23
Pengantar II : Memahami Komunitas
25
• Komunitas Manual Guru 2-1 : Mengenali Komunitas
27
Manual Guru 2-2 : Mengidentifikasi Masalah
29
Manual Guru 2-3 : Alternatif Pemecahan Masalah
33
Manual Guru 2-4 : Pernyataan Tujuan
37
• Potensi Komunitas Manual Guru 2-5 : Mengukur Potensi Ekonomi Komunitas
41
• Pemangku Kepentingan/Stake Holder Manual Guru 2-6 : Memetakan Stake Holder
46
III. Merancang Usaha Sosial Anda Manual Guru 3-1 : Kanvas Model Bisnis
53
IV. Pengantar Audit Sosial Manual Guru 4-1 : Studi Banding ke Sekolah Lain
Lampiran
56
64
Pendahuluan
I. Kewirausahaan Sosial PENDAHULUAN
Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat nilai-nilai sosial yang membentuk kearifan lokal (local wisdom) dan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat, dan tepa selira (toleransi). Hadirnya kearifan lokal ini tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai religi yang dianut masyarakat Indonesia sehingga nilai-nilai kearifan lokal ini makin melekat pada diri mereka. Tak mengherankan, nilai-nilai kearifan lokal ini dijalankan tak semata-mata untuk menjaga keharmonisan hubungan antarmanusia, tetapi juga menjadi bentuk pengabdian manusia kepada Sang Pencipta. Kearifan lokal inilah yang mendorong manusia berkelompok dan membentuk entitas. Bagi Francis Fukuyama, penulis buku Trust the Social Virtues and the Creation of Prosperity, kearifan lokal merupakan modal sosial yang dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Fukuyama menunjukkan hasil studi di berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi, dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang lebih luas tumbuh di antara sesama pelaku ekonomi. Dengan bahasa lain, modal sosial ini mampu ditingkatkan menjadi kewirausahaan sosial. Termotivasi oleh permasalahan yang dihadapi masyarakat (social problem), muncullah inisiatif untuk menciptakan manfaat sosial (social benefit) yang kemudian turut menumbuhkan manfaat ekonomi (economic benefit) sehingga berdirilah Social Enterprise atau lembaga kewirausahaan sosial. Dalam bangunan perekonomian Indonesia saat ini, tingkat pengangguran pemuda masih cukup tinggi, sehingga akan mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi pula apabila tidak memperoleh perhatian yang serius. Beberapa masalah sosial yang dipengaruhi oleh tingginya pengangguran diantaranya kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, jual-beli manusia (human trafficking), dan lain sebagainya. Kondisi tersebut akan mengganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional. Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah suatu solusi nyata yang dapat membantu mengatasi permasalahan di atas. Salah satu solusi tersebut adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan pada setiap individu yang ada di masyarakat, terutama kaum muda sebagai tulang punggung bangsa, diantaranya adalah melalui pengembangan kewirausahaan sosial berbasis sekolah.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
1
Pendahuluan
Kewirausahaan Sosial di Pondok Pesantren Al Ittifaq Di wilayah dataran tinggi selatan Bandung terdapat sebuah lembaga pendidikan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ittifaq yang dipimpin oleh KH. Fuad Affandi, yang dikenal dengan panggilan akrab Mang Haji. Ponpes Al Ittifaq mengajarkan siswa tingkat TK, MI, MTs dan MA.
Selain menyediakan sarana pendidikan dan pembelajar-
an, Ponpes Al Ittifaq juga berperan sebagai penggerak agribisnis sayuran dataran tinggi. Bersama lima gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitar ponpes, dan melibatkan santrinya dalam aktivitas agribisnis, Ponpes Al Ittifaq menyuplai 3-4 ton sayuran per hari ke gerai-gerai Hero (Giant), Makro (Lotte), Diamond, Yogya, Ramayana dan Superindo serta Restoran-restoran dan hotel yang ada di Bandung dan Jakarta. Bila rata-rata harga sayuran tersebut Rp. 3000/kg, maka omzet yang dihasilkan Ponpes Al Ittifaq bisa sampai Rp. 270 juta per bulan.
Omzet ini menjadi sumber penghasilan lebih dari 400 petani yang tinggal di sekitar lingkungan ponpes dan menjamin penghidupan 326 orang santri yang umumnya kaum dhuafa. Bila ditambah anggota keluarga petani, ribuan orang bergantung pada kegiatan ekonomi yang diawali Mang Haji sejak 1970-an.
Untuk mengelola ratusan juta rupiah itu, Mang Haji mendirikan lembaga keuangan pondok pesantren yang bertujuan untuk menyimpan uang hasil pendapatan dari distributor yang sebelumnya melewati bank-bank. Dari sinilah para santri dan warga yang terlibat dalam agribisnisnya dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan sistem simpan pinjam.
Di tangan Fuad Affandi, agama yang biasanya dipraktikkan sebatas ibadah shalat, mengaji dan berdo’a, diubah menjadi agama yang bersifat sosial, menekankan etos kerja serta agama sebagai etika pembebasan. Sang Kiai bukan hanya tampil sebagai aktor penjaga nilai-nilai masyarakat, tapi juga sebagai agen perubahan sosial.
Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung (Al-Jumu’ah,62;10) 2
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I
Pengertian Kewirausahaan Sosial Entrepreneurship atau kewirausahaan memiliki pengertian yang luas, kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan/atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang inovatif. Seorang entrepreneur atau wirausaha adalah seorang yang berusaha dengan kegigihan dan keberaniannya sehingga usahanya mengalami pertumbuhan. Seorang entrepreneur adalah seorang yang “moving forward”, maju terus ke depan sehingga usahanya tumbuh dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, konsep entrepreneurship dikenal luas mulai business entrepreneur, creative entrepreneur, technopreneur sampai social entrepreneur.
Wirausaha sosial atau social entrepreneur adalah seorang yang berusaha dalam aktivitas kewirausahaan dengan memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.
Kewirausahaan sosial diawali dengan keprihatinan terhadap keadaan sosial yang berujung menjadi sebuah model bisnis baru. Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan disiplin, inovasi dan keteguhan seperti yang lazim ditemukan di dunia bisnis. Dapat dikatakan kewirausahaan sosial menggunakan sikap mental wirausaha demi tujuan-tujuan sosial. Potensi Profit +
Perusahaan Komersil
Kewirausahaan Sosial
Dampak Sosial/ Lingkungan
Kegiatan Sosial Tradisional
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
3
Pengantar I
Kabinet Sektor Ketiga yang mengatur soal Kewirausahaan Sosial di Inggris mendefenisikan Kewirausahaan Sosial sebagai bisnis/usaha yang tujuan utamanya adalah untuk tujuan sosial. Pada prinsipnya, mereka menginvestasikan kembali pendapatan mereka kepada usahanya atau komunitasnya untuk mencapai tujuan sosial tersebut. Tidak seperti usaha komersil, mereka tidak didorong untuk menghasilkan laba untuk pemegang saham ataupun pemiliknya.
Pada tabel di bawah tergambarkan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh organisasi nirlaba,kewirausahaan sosial, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial/lingkungan dan perusahaan konvensional.
Beberapa contoh lembaga tersebut diatas adalah : Organisasi nirlaba : PMI , UMV (Ummi Maktum Voice) Kewirausahaan sosial : Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita, Saung Mang Udjo Perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial/lingkungan : Bakrie Telecom, Aqua Perusahaan konvensional : Kebab Baba Rafi, Amanda cake
4
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I
Karakteristik Kewirausahaan Sosial • Kegiatan dirintis oleh sekelompok warga/komunitas • Pengambilan keputusan tidak didasari oleh kepemilikan modal • Sifatnya partisipatif, terutama melibatkan mereka yang dipengaruhi oleh kegiatan dan dampak kewirausahaan sosial tersebut • Pembagian keuntungan yang terbatas • Tujuan sosial/manfaat komunitas dinyatakan secara eksplisit
Model-Model Kewirausahaan Sosial Sutia Kim Alter dalam buku Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable Social Change menulis bahwa terdapat tiga model kewirausahaan sosial berdasarkan metode operasionalnya, yakni:
Model 1: Program Sosial yang Terintegrasi dalam Kegiatan Usaha Kewirausahaan Sosial Model 1 memiliki misi sosial yang secara langsung tercapai dengan mengembangkan kegiatan usahanya. Oleh sebab itu, hubungan antara kegiatan kewirausahaan dan program sosial saling terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan.
Contoh Kasus: KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI ( TELAPAK ) Silverius Oscar Unggul, yang dikenal juga dengan nama Onte, adalah seorang pemerhati lingkungan yang berjuang untuk menghentikan penebangan hutan ilegal.
Menyadari bahwa penebangan hutan ilegal didorong oleh kebutuhan ekonomi dari masyarakat, Onte membangun komunitas penebang hutan di Konawe Sulawesi Tenggara pada tahun 2005. Ia lalu membentuk Koperasi Hutan Jaya (HJL) dan membina masyarakat untuk melakukan tebang pilih jati lalu menanam tanaman jati baru, dengan penerapan prinsip penebangan ramah lingkungan yaitu menanam 10 bibit untuk setiap pohon yang ditebang.
Hasilnya, sistem ini mendapat sertifikat eco-labelling dari Forest Steward Council yang memungkinkan HJL untuk mengekspor kayu ke Eropa. Efeknya praktek penebangan hutan illegal menurun tajam dan kesejahteraan masyarakat Konawe Selatan meningkat karena harga jual kayu HJL meningkat dari Rp.600.000,-/kubik menjadi Rp.6,4 juta/kubik. Pola ini bergulir ke daerah lain, seperti © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
5
Pengantar I
di Kulon Progo, Pekandangan Lampung dan direncanakan sampai Papua. Anggota yang tergabung di HJL sebanyak 756 KK.
Sumber: http://www.telapak.org/
Model 2: Program Sosial yang Bersinggungan dengan Kegiatan Usaha Kewirausahaan Sosial Model 2 memiliki misi sosial yang bersinggungan dengan kegiatan usahanya. Ini berarti sebagian dari kegiatan usahanya berjalan terpisah dari misi sosial yang ingin dicapai.
Meskipun demikian, kegiatan usaha dari Kewirausahaan Sosial Model 2 tetap berkaitan erat dengan program sosialnya.
Contoh Kasus: Greeneration Indonesia (GI) Termotivasi oleh isu perubahan iklim, Greeneration Indonesia dibentuk pada tahun 2005 untuk mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan. Pada tahun 2006 GI mengadakan kegiatan bertajuk ’KEBUNKU (Kertas Bekasku Hijaukan Bandungku), yaitu program yang berusaha menciptakan siklus untuk mengembalikan pohon yang telah dimanfaatkan (jadi kertas) menjadi pohon kembali.
Guna menjaga kesinambungan dari program mereka, pada tahun 2008 GI melakukan restrukturasi dan mengembangkan infrastruktur usaha. GI kemudian memperkenalkan produk utama mereka, BaGoes, yakni tas ramah lingkungan yang dapat menjadi pengganti penggunaan kantong plastik. Selain pembuatannya yang ramah lingkungan, tas BaGoes juga mempromosikan pentingnya mengurangi jumlah sampah sehingga sejalan dengan visi awal pembentukan GI.
Keuntungan yang diperoleh dari BaGoes kemudian disalurkan untuk program-program GI seperti Masuk RT yang berusaha mengajarkan sistem pengolahan sampah rumah tangga yang ramah lingkungan kepada masyarakat sekitar mereka.
Sumber: http://greeneration.org/home
6
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I
Model 3: Program Sosial yang Terpisah dari Kegiatan Usaha Kewirausahaan Sosial Model 3 memiliki unit usaha yang terpisah dari program sosial yang menjadi tujuan utamanya. Pada model tersebut unit usaha dibentuk agar keuntungan dapat diinvestasikan kembali ke program sosial guna menjaga keberlanjutannya. Contoh Kasus: Oxfam Great Britain Oxfam Great Britain adalah lembaga swasta penyedia dana dari Inggris. Lembaga ini berawal dari gerakan amal skala kecil untuk membantu orang yang kelaparan dengan nama Komite Oxford untuk Bantuan Kelaparan. Pada tahun 1942, selama Perang Dunia II, Yunani diduduki oleh NAZI. Sekutu melakukan blokade, sehingga rakyat kekurangan makanan, obat-obatan dan akibatnya banyak orang yang mati di jalanan. Komite itu mendapatkan sumbangan untuk membantu Yunani pada tahun 1943. Namun setelah perang berakhir, Oxfam memutuskan untuk tetap membantu penderitaan akibat perang -- atau karena sebab lain -- dan mulai membuka toko amalnya yang pertama di Broad Street, Oxford. Tahun 1960 dana amal Oxfam semakin bertambah, orientasi kerjanya pun berubah. Sumbangan lembaga ini mulai diarahkan pada masyarakat miskin di negara dunia ketiga. Selama kelaparan di Bihar, India (1966-1967) Oxfam mengirim beberapa sukarelawan, dan mulai menolong masyarakatnya agar mandiri, dapat memperbaiki sistem pengairan, pertanian dan kesehatan mereka. Pada tahun 1970 jaringan bisnis toko Oxfam berkembang pesat dan menjadi salah satu sumber dana utama bagi lembaga amalnya. Di kemudian hari, berdirilah lembaga-lembaga Oxfam di Amerika Serikat, Canada, Quebec, Australia, Belgia, Hong Kong, Irlandia dan Inggris yang masing-masing berdiri sendiri tetapi diikat dengan jaringan Oxfam internasional. Visi dan misi Oxfam adalah mengusahakan masyarakat yang terbebas dari kemiskinan, kesusahan dan penderitaan dengan cara membantu mengatasinya. Oxfam memimpikan agar seluruh masyarakat mendapatkan makanan yang cukup, tempat tinggal, prasarana bagi kelangsungan hidup, memperoleh pendidikan dasar dan perawatan kesehatan, penghargaan atas hak asasi manusia, bebas menjalankan agama, menemukan cita-cita mereka sendiri dan bebas dari konflik militer. Sumber : www.oxfam.org.uk © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
7
Pengantar I
Kewirausahaan Sosial di Sekolah Lembaga pendidikan dapat memerankan peran penting dalam menumbuhkan jiwa wirausaha bagi anak didiknya. Melalui kegiatan pengembangan wawasan hingga terjun langsung dalam praktek kegiatan usaha di sekolahnya maka kesempatan belajar (langsung) dapat diberikan bagi pemuda usia produktif agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan yang ditopang oleh sikap mental kreatif, inovatif, profesional, bertanggung jawab, serta berani menanggung resiko dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya sebagai bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya
Contoh Kasus KRAFTY KIDS di Shotton Hall Scholl,Peterlee Shotton Hall School adalah sekolah menengah di Peterlee, County Durham, Inggris. Sekolah ini mengkhususkan pada pendidikan seni pertunjukan,dengan usia murid antara 11 - 16 tahun. Pada tahun 2000 dimulai program E2E (Education To Employment), dimana siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan wirausaha, komunikasi, kerjasama tim, kepribadian dan keterampilan teknis.
Siswa-siswa E2E kemudian mengembangkan program Krafty Kids. Mereka mengunjungi pabrik serta gudang setempat untuk mengumpulkan barang-barang sisa yang biasanya terbuang. Kemudian mereka mengolahnya menjadi kerajinan tangan maupun bahan siap pakai untuk membuat kerajinan tangan dan dijual ke sekolah-sekolah di lingkungan mereka. Program tersebut dijalankan selama satu semester dan kemudian dilanjutkan oleh kelompok siswa berikutnya. Sejak Krafty Kids dijalankan, sebagian lulusan berhasil terserap di dunia kerja maupun diterima di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Di Indonesia, praktek kewirausahaan sosial berbasis sekolah tidaklah baru. Bahkan sekolah-sekolah swasta di Indonesia dijalankan sebagai Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan.
8
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I
Implementasi prinsip-prinsip dan semangat kewirausahaan sosial sangat tampak pada berbagai sekolah Islam yang memiliki visi dan misi pendidikan, agama dan sosial. Beberapa Kewirausahaan Sosial berbasis Sekolah Islam yang telah diidentifikasi oleh British Council adalah:
Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (1) Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf
Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf (Perwira AbA) terletak di Desa Wonosari, Klaten, Jawa Tengah. Perwira AbA dibentuk oleh Yayasan Amalul Musaki pada tahun 2000 dengan tujuan mendidik wirausahawan muda yang profesional, mandiri dan berakhlak Islami.
Sejak pertama kali dibentuk Perwira AbA telah melatih lebih dari 2000 murid, usia 18-25 tahun dari seluruh Indonesia. Perwira AbA memberikan pendidikan gratis terkait kewirausahaan serta keterampilan berternak, bertani, eletronik dan akupuntur.
Agar dapat memberikan pendidikan gratis kepada para siswanya, Perwira AbA, di bawah pimpinan Bapak Akbar Mahalli, menjalankan unit usaha berupa peternakan dimana karyawan sekolah bersama dengan para siswa membesarkan hingga ratusan ekor sapi, kambing, dan ribuan ekor ayam. Peternakan tersebut juga menjadi laboratorium bagi siswa-siswa yang ingin belajar bisnis peternakan.
Perwira AbA juga berkontribusi terhadap kesejahteraan komunitas desa dengan membentuk Koperasi Perwira AbA yang menerapkan sistem bagi hasil dengan anggota koperasi yang memelihara dan membesarkan ternak milik sekolah. Melalui mitra-mitra seperti Dompet Duafa, Perwira AbA dapat menyalurkan hewan ternak dan menjaga keberlanjutan dari kegiatan sekolah dan koperasi.
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf 7:56)
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
9
Pengantar I
Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (2) Koperasi Sekolah Bina Amal, Semarang
Dirintis pada tahun 2006, Koperasi Sekolah Bina Amal menjual berbagai jenis kebutuhan sekolah, ATK, makanan ringan dan katering sekolah serta menyediakan layanan simpan-pinjam bagi karyawan sekolah.
Koperasi Sekolah Bina Amal turut melibatkan guru dan karyawan sekolah, orang tua murid, industri rumah tangga, maupun komunitas di sekitar sekolah dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi.
Dengan menitipkan barang dagangan di koperasi sekolah, beberapa anggota komunitas dan orang tua murid dapat memperoleh penghasilan tambahan. Koperasi juga sedang merintis jasa penyediaan Laptop kepada guru untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, dengan cara, koperasi membelikan terlebih dahulu kemudian guru mengangsur bulanan dengan bagi hasil yang disepakati. Anggota Koperasi Bina Amal pada tahun 2010 mencapai lebih dari 100 orang dengan omzet hingga 120 juta per tahun.
Koperasi Sekolah Bina Amal terletak di salah satu sudut SDIT Bina Amal di Jl. Kyai Saleh No. 8 Semarang, dan turut melibatkan siswa dalam kegiatan praktek jual-belinya. Selain menyediakan jajanan sehat dan bersih, Koperasi Sekolah Bina Amal juga memberikan pengalaman belajar kepada siswa-siswi dengan cara ditugaskan secara bergilir untuk menjaga koperasi pada saat jam istirahat. Berbagai hasil karya seni siswa juga dipajang di Koperasi Sekolah Bina Amal dan dibeli oleh para orang tua siswa yang tertarik.
10
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I
Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (3) Koperasi Sekolah Produk Siswa Mandiri, SMP Muhammadiyah 12 Gresik
Koperasi Sekolah Produk Siswa Mandiri (KSPSM) didirikan oleh para guru dan siswa SMP Muhammadiyah 12 Gresik dengan dukungan penuh dari pihak manajemen sekolah. Koperasi tersebut menjual makanan ringan dan produk-produk seni yang dibuat sendiri oleh para siswa.
KSPSM melibatkan semua guru, siswa, dan komunitas kurang mampu yang terletak di sekitar sekolah dalam menjalankan kegiatan usaha.
Salah satu tujuan utama dari KSPSM adalah mengembangkan semangat kewirausahaan dan keterampilan praktis kepada siswa dengan melibatkan mereka dalam proyek-proyek kewirausahaan yang dilakukan oleh KSPSM.
Siswa-siswa diajak merancang dan memproduksi aneka produk seperti kaos, gantungan kunci, mug, dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut kemudian dijual di koperasi. Semangat kewirausahaan juga dikembangkan oleh SMP Muhammadiyah 12 Gresik dalam kurikulum sekolah maupun kegiatan tahunan sekolah berupa bazar yang diadakan oleh para siswa.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
11
Manual Guru I - 1
Mahluk Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?
Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas. Cara untuk mendeskripsinya pun dapat beragam, salah satunya melalui deskripsi visual atau mengungkapkannya melalui gambar.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa dapat menggambarkan pengertian kewirausahaan sosial melalui gambar mahluk tertentu. 2. Siswa dapat menjelaskan gambar tersebut atau simbol yang ada kaitannya dengan pengertian kewirausahaan sosial
Durasi : minimal 45 menit
Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda.
Persiapan 1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masingmasing terdiri dari 4-5 orang 2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan kegiatan menggambar dan diskusi antar anggota kelompok.
Pengajaran Jelaskan kepada siswa bahwa pelajaran ini bersifat kreatif
1. Pada kertas karton/ flip chart, minta masing-masing kelompok menggambarkan sebuah mahluk. Mahluk tersebut dapat berupa mahluk yang ada maupun mahluk kreasi kelompok sendiri. 2. Ajak siswa untuk memikirkan bahwa mahluk tersebut dapat menjelaskan tentang pengertian kewirausahaan sosial. 3. Tugaskan para ketua kelompok secara bergantian untuk menjelaskannya kepada seluruh kelom12
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 1
pok di kelas.
Kesimpulan Kegiatan Sesi ini mendorong siswa untuk dapat mengidentifikasikan kewirausahaan sosial dan menuangkannya secara kreatif dalam bentuk gambar. Kewirausahaan sosial dapat dicirikan dengan ka-rakteristik : berbasis masyarakat, memecahkan masalah sosial/ lingkungan di masyarakat, menciptakan kemandirian , melakukan aktivitas usaha,
menjalankan kaidah kewirausahaan atau enterepreneurship, keuntungan bisnis diinvestasikan kembali untuk pengembangan usaha, memberikan manfaat bagi orang lain maupun lingkungan, berpegang teguh pada nilai-nilai, dan sebagainya.
Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan : Apakah mereka telah dapat mengembangkan kreativitas mereka dengan menggambarkan “makhluk” tersebut?. Selanjutnya pastikan bahwa gambar tersebut telah dapat mewakili deskripsi tentang kewirausahaan sosial.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat)kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar ; mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran (3) : 104)
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
13
Manual Guru I - 2.a
Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?
Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penerapannya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial perlu diawali dengan memperkenalkan karakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial serta contoh lembaga-lembaga yang telah menerapkannya.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa memahami pengertian kewirausahaan sosial 2. Siswa dapat membedakan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional 3. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional
Durasi : minimal 45 menit
Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada nilai-nilai dan tujuan sosial dari kegiatan usaha (tolongmenolong, kerja sama, rasa empati, dan sebagainya). Untuk siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA, selain diskusi mengenai nilai dan tujuan sosial, juga bahas susunan organisasi dan proses pengambilan keputusan yang demokratis.
Persiapan : 1. (Bila kondisi memungkinkan, siapkan perangkat komputer yang memiliki akses internet) 2. Siapkan form “Lembaga kewirausahaan Sosialkah ?” yang terdapat pada Lampiran halaman 69 3. Siapkan kertas dan spidol hitam untuk setiap kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.
Pengajaran : 1. Tugaskan kepada tiap kelompok untuk memilih ketua yang nantinya akan melaporkan hasil diskusi di kelompok tersebut 14
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 2.a
2. Tugaskan murid untuk meneliti melalui website beberapa lembaga usaha berikut yang merupakan kombinasi dari:
Perusahaan konvensional Lembaga usaha atau bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba melalui aktivitas komersial.
• BCA • Telkomsel • Aqua • Kebab Ali Baba • Body Shop
Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial Lembaga usaha yang memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.
• Telapak • Bina Swadaya • Koperasi • Greeneration Indonesia • Saung Angklung Udjo
Silakan menambahkan nama-nama perusahaan konvensional dan Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial yang Anda ketahui pada daftar tersebut.
3. Saat menyampaikan contoh-contoh usaha di atas, jangan memisahkan antara perusahaan konvensional dengan Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial. 4. Minta siswa untuk mengelompokkan usaha-usaha di atas berdasarkan tabel berikut (Tabel tersebut ada pada Lampiran Modul agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa:
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
15
Manual Guru I - 2.a
Nama Usaha
Perusahaan Konvensional
Kewirausahaan Sosial
Mengapa?
Mengapa?
5. Dalam diskusi, sangat mungkin muncul perdebatan. Fasilitasi perdebatan atau perbedaan pendapat yang mungkin muncul dengan pertanyaan-pertanyaan kritis berikut: • Apa tujuan utama dari perusahaan tersebut? • Adakah permasalahan sosial/ lingkungan yang perlu diselesaikan? • Apakah perusahaan terlibat secara langsung untuk mengatasi masalah tersebut ? • Apakah terdapat perbedaan dari mengurangi dampak negatif dengan menciptakan dampak positif dari kegiatan usaha? Apa perbedaannya?
Kesimpulan Kegiatan Sesi ini memberikan informasi bagi pemahaman siswa terhadap pengertian tentang kewirausahaan sosial. Meski terdapat karakteristik yang umumnya dimiliki oleh suatu aktivitas bisnis yaitu mendapatkan keuntungan (profit), namun kemudian bagaimana pemanfaatannya serta apakah ada keterlibatan masyarakat didalam aktivitas usahanyalah yang akan membedakan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional.
16
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 2.a
Evaluasi Untuk memastikan para siswa memahami pohon konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan sesi, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:
1. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang pengertian kewirausahaan sosial? 2. Perbedaan apa saja yang dapat mereka jelaskan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional?
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
17
Manual Guru I - 2.b
Catatan: Manual Guru I-2.b merupakan alternatif dari Manual Guru I-1.a jika terdapat kesulitan dalam memperoleh akses internet sehingga menyulitkan siswa dalam mencari informasi me-ngenai perusahaan konvensional dan sosial yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan.
Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?
Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penerapannya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial perlu diawali dengan memperkenalkan karakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial serta contoh lembaga-lembaga yang telah menerapkannya.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa memahami pengertian kewirausahaan sosial 2. Siswa dapat membedakan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional 3. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional
Durasi : minimal 90 menit
Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada nilai-nilai dan tujuan sosial dari kegiatan usaha (tolongmenolong, kerja sama, rasa empati, dan sebagainya). Untuk siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA, selain diskusi mengenai nilai dan tujuan sosial, juga bahas susunan organisasi dan proses pengambilan keputusan yang demokratis.
Persiapan : 1. Siapkan form “Lembaga kewirausahaan Sosialkah ?” 2. Siapkan kertas dan spidol hitam untuk setiap kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.
18
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 2.b
Pengajaran : 1. Tugaskan kepada tiap kelompok untuk memilih ketua yang nantinya akan melaporkan hasil diskusi di kelompok tersebut 2. Tugaskan murid untuk meneliti beberapa klipping koran/majalah dari beberapa lembaga usaha (lihat Lampiran Modul halaman 65-68 agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa) yang merupakan kombinasi dari:
Perusahaan konvensional Lembaga usaha atau bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba melalui aktivitas komersial.
• Bakrie Telecom • Kebab Turki Baba Rafi
Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial Lembaga usaha yang memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.
• Greeneration Indonesia • Saung Angklung Udjo
Silakan menambahkan nama-nama perusahaan konvensional dan Perusahaan berbasis kewirausahaan sosial yang Anda ketahui pada daftar tersebut.
3. Saat menyampaikan contoh-contoh usaha di atas, jangan memisahkan antara perusahaan konvensional dengan perusahaan berbasis kewirausahaan sosial. 4. Minta siswa untuk mengelompokkan usaha-usaha di atas berdasarkan tabel berikut (Tabel tersebut ada pada Lampiran Modul agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa):
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
19
Manual Guru I - 2.b
Nama Usaha
Perusahaan Konvensional
Kewirausahaan Sosial
Mengapa?
Mengapa?
5. Dalam diskusi, sangat mungkin muncul perdebatan. Fasilitasi perdebatan atau perbedaan pendapat yang mungkin muncul dengan pertanyaan-pertanyaan kritis berikut: • Apa tujuan utama dari perusahaan tersebut? • Adakah permasalahan sosial/ lingkungan yang perlu diselesaikan? • Apakah terdapat perbedaan dari mengurangi dampak negatif dengan menciptakan dampak positif dari kegiatan usaha? Apa perbedaannya?
20
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 3
Lembaga Kewirausahaan Sosial atau Perusahaan ?
Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penerapannya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial diperkenalkan karakteristikkarakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dari perusahaan berbasis kewirausahaan sosial 2. Siswa dapat membedakan antara karakteristik-karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional
Durasi : minimal 90 menit
Sasaran siswa: Kami menganjurkan Materi bab ini untuk siswa tingak SMP/ MTs dan SMA/ MA.
Persiapan
1 Fotokopi dan gunting tabel 1.1 pada hal. 20 menjadi 18 bagian,dan dilaminasi. Harap dicatat bahwa terdapat tabel 1.1 yang dirancang untuk tingkat SMP/ MTs dan SMA/ MA. 2 Tempelkan secara menyebar dalam ruangan, ada baiknya juga sebagian ditempelkan pada tempat yang cukup sulit untuk ditemukan.
Pengajaran
1. Jelaskan kepada siswa bahwa pelajaran ini bersifat energik! 2. Instruksikan agar siswa menentukan pasangan belajarnya dan menyiapkan alat tulis serta selembar kertas 3.Jelaskan kepada siswa bahwa terdapat 18 kartu tersebar di kelas dan berisi keterangan tentang lembaga usaha. Setiap pasangan herus dapat menemukan kartu tersebut dan menuliskan isi tulisan yang tercantum pada kartu.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
21
Manual Guru I - 3
4. Salah seorang dari pasangan bertugas mencari kartu ,sementara pasangan lainnya tetap duduk di kursi untuk menuliskan isi kartu yang telah didapat pasangannya. 5. Siswa yang bertugas mencari kartu harus dapat menemukan salah satu kartu, membacanya dan mengingat isinya. Ia lalu menyampaikan isi kartu tersebut secara tepat kepada teman pasangannya untuk dicatat. Peringatkan siswa untuk tidak berteriak dalam menyampaikan isi kartu tersebut. 6. Setelah siswa tersebut menemukan sembilan kartu, kini saatnya setiap pasangan untuk saling bertukar posisi dan tugas. 7. Setelah kedelapan belas kartu ditemukan, kelompokkan kedelapan belas pernyataan tertulis tersebut berdasarkan sifat-sifat yang menjadi ciri khas kewirausahaan sosial atau perusahaan. Minta siswa untuk turut mengidentifikasi sifat-sifat mana yang sama-sama dimiliki oleh Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial maupun perusahaan konvensional. 8. Ada baiknya tabel pada lampiran pada halaman 70 yang berisi tiga kolom kosong telah disediakan bagi siswa. 9. Sesi ini dapat berbentuk kompetisi, pasangan yang paling cepat menyelesaikan tugasnya tanpa berteriak akan menjadi pemenang ! 10. Jelaskan tentang hasil pengelompokan sebagaimana tercantum pada tabel 1.2 (kunci jawaban) pada halaman 21, terdapat kemungkinan perbedaan pendapat di antara siswa ataupun antara siswa dan guru - kembangkan suasana diskusi yang baik.
22
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 3
Tabel 1.1 Untuk SMP/ MTs dan SMA/ MA
memiliki jalinan yang kuat dengan komunitas tertentu
tidak terlalu memperhatikan tentang dampak sosial
memiliki nilai altruistis*
bersifat terbuka dan memiliki akuntabilitas terhadap anggota
memiliki kepudulian terhadap penguatan anggotanya
melibatkan dan membangun sukarelawan
menawarkan kepemilikan kepada para pekerja
menciptakan kesejahteraan sosial
menghasilkan keuntungan atau laba
berani mengambil resiko
menggunakan kembali seluruh keuntungan atau labanya kepada usaha
inovatif
membagikan keuntungan atau labanya kepada para pemegang saham
didorong oleh kemauan kuat untuk mengatasi masalah sosial
memiliki standar etika
memiliki komitmen kepada tujuan sosial dan/atau lingkungan
memiliki semangat pemecahan permasalahan
membangun kesejahteraan pribadi para pemiliknya
*) al·tru·is·tis a bersifat mendahulukan kepentingan orang lain
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
23
Manual Guru I - 3
Tabel 1.2 Kunci Jawaban untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/ MA
Kewirausahaan sosial 1. Memiliki jalinan yang kuat dengan komunitas tertentu 2. Memiliki nilai altruistis 3. Memiliki kepudulian terhadap penguatan anggotanya 4. melibatkan dan Membangun sukarelawan 5. menawarkan kepemilikan kepada para pekerja 6. Menciptakan kesejahteraan sosial 7. Menggunakan kembali seluruh keuntungan atau labanya kepada usaha 8. Didorong oleh kemauan kuat untuk mengatasi masalah sosial
24
Perusahaan Konvensional 1. Tidak terlalu memperhatikan tentang dampak sosial 2. Membangun kesejahteraan pribadi para pemiliknya 3. Membagikan keuntungan atau labanya kepada para pemegang saham
Kewirausahaan sosial maupun Perusahaan Konvensional 1. Menghasilkan keuntungan atau laba 2. Bersifat terbuka dan memiliki akuntabilitas 3. Inovatif 4. Berani mengambil resiko 5. Memiliki standar etika 6. Memiliki semangat pemecahan masalah 7. Memiliki komitmen kepada tujuan sosial dan/atau lingkungan
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru I - 3
Kesimpulan Kegiatan Sesi ini memberikan informasi bagi pemahaman siswa terhadap pengertian tentang kewirausahaan sosial serta karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Kewirausahaan sosial adalah entitas bisnis dengan prinsip-prinsip kewirausahaan yang dimiliki seperti kepekaan menangkap peluang, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif, serta keberanian untuk mengisi peluang. Wirausahawan sosial memiliki orientasi melakukan aktivitas usaha bukan untuk mendapatkan profit semata-mata, namun lebih dari itu adalah mencoba membantu masyarakat dengan ide kreatifnya untuk mengatasi masalah sosial yang ada.
Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan sesi, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:
1. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial? 2. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang karakteristik perusahaan konvensional?
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
25
Pengantar II
II. MEMAHAMI KOMUNITAS KOMUNITAS
Komunitas dapat didefenisikan sebagai kelompok sosial yang saling berinteraksi dalam satu daerah/ wilayah tertentu, yang biasanya memiliki latar belakang budaya dan sejarah yang sama. Dengan perkembangan media komunikasi seperti internet, komunitas tidak lagi dibatasi oleh lokasi atau wilayah nyata yang sama tetapi biasanya disatukan oleh kebutuhan, ketertarikan, kepercayaan, atau sejumlah kondisi lain yang serupa. Seberapa besarkah suatu komunitas? Tidak ada batasan terhadap ukuran komunitas dan ini kembali pada kebutuhan dari komunitas tersebut. Yang paling penting dari suatu komunitas adalah identitas yang disepakati dan dimiliki bersama oleh semua anggota komunitas (collective identity). Kewirausahaan sosial dibentuk dengan tujuan menyelesaikan permasalahan sosial yang terdapat di suatu komunitas. Oleh sebab itu, penting untuk dapat mengenali langkah pertama dalam merancang kewirausahaan sosial yaitu mengidentifikasi terlebih dahulu permasalahan yang ingin diselesaikan serta mencari akar dari permasalahan sosial yang dapat diidentifikasi. Dari sinilah visi dan misi suatu aktivitas kewirausahaan akan terfokus untuk dapat bekontribusi dalam pemecahan masalah. Pengembangan suatu komunitas akan dipengaruhi oleh kerjasama yang terbangun, wirausahawan sosial yang berhasil umumnya sangat ditunjang selain oleh performa personalnya juga oleh kemampuan dalam bekerjasama. Bekerjasama nampaknya harus menjadi kebutuhan utama dalam kewirausahaan sosial, intinya adalah bagaimana kita dapat menggalang kerjasama dalam konteks hubungan yang saling menguntungkan dengan pihak lain (dependensi) maupun dalam konteks membangun kemandirian (interdependensi) komunitas. Kerja sama yang dibangun tidak hanya antar anggota kelompok namun juga dalam konteks yang lebih luas yaitu antara kelompok atau komunitas dengan stakeholder atau para pemangku kepentingan yang relevan (masyarakat, perusahaan, pemerintah, lembaga pendukung seperti NGO,lembaga pendidikan dan sebagainya, serta lingkungan).
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat)kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar ; mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran (3) : 104)
26
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Materi
Koperasi Peternak Bandung Selatan : Mensejahterakan Komunitas Peternak Sapi Perah
Seorang pria yang mengayuh gerobak beroda tiga dengan wadah kotak berwarna biru dan putih memasuki kompleks perumahan. Di depan gerobak ada gambar seekor sapi dan tulisan KPBS. Suara keluar dari loud speaker kecil yang berada di sampingnya dan terdengar berulang-ulang. “… KPBS …Pangalengan …KPBS … Pangalengan…”, suara Maman yang nyaring memanggil pembeli. Matahari yang terik tidak dihiraukan saat dua bocah ditemani ibunya bergegas mendekat untuk membeli susu segar. Produk susu berkemasan cup (gelas plastik) memiliki empat pilihan rasa, strawbery, mocca, cokelat dan melon, sedangkan susu bantal merupakan susu murni. Maman merupakan salah seorang dari ratusan penjual susu KPBS yang berkeliling ke kompleks-kompleks perumahan di Bandung dan sekitarnya, menjajakan susu pasteurisasi milk treatment, pabrik pengolahan susu milik Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS).
Tak hanya ratusan orang penjaja seperti Maman. Industri yang dimotori oleh KPBS itu telah ‘menghidupi’ ribuan anggota dan bahkan puluhan ribu anggota masyarakat lainnya.
Milk treatment memang tak sekedar menghasilkan susu segar, tapi juga susu yang akan diolah lebih lanjut oleh industri pengolah. Dan, KPBS tak hanya menangani bidang ini saja. Usaha ko-perasi yang berbasis di Jl. Raya Pangalengan No. 340 Kabupaten Bandung, Jabar, telah menggurita dengan enam unit lain, mulai pelayanan barang dan pakan ternak, PMT Cirebon, pem-bi-bitan dan hijauan, unit kesehatan hewan dan anggota, penyuluh, serta hingga unit usaha PT. BPR Bandung Kidul.
Saat ini KPBS memiliki 7.100 orang anggota di mana sebanyak 4.701 diantaranya merupakan anggota aktif peternk sapi perah yang setiap hari memasok susu. Manfaat KPBS dapat dirasakan oleh setidaknya 22 ribu orang.
Peternak Pangalengan kini sudah bisa merasakan keuntungan lebih karena harga susu yang membaik. Susu KPBS kini menjadi langganan rutin IPS, seperti PT. Ultra Jaya dan PT. Frisian Flag. Kini, hal yang paling penting adalah menjaga kualitas susu. Pihak perbankan pun kini tidak lagi pelit mengucurkan kredit kepada Anggota KPBS karena pinjaman selalu dilunasi.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
27
Materi
Selain untuk anggotanya, KPBS menjadikan warga setempat sebagai mitra yang kreatif dengan memproduksi makanan dan minuman dari susu, seperti tahu susu, krupuk susu, dan dodol susu. Tak sekedar mensejahterakan anggota. Pantas, jika KPBS mendapatkan penghargaan sebagai salah satu koperasi terbaik .
28
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-1
Mengenali Komunitas
Tujuan umum pembelajaran : Komunitas dapat didefinisikan secara luas, untuk itu hal pertama yang perlu dilakukan ketika membahas ataupun merencanakan Kewirausahaan Sosial adalah mengidentifikasi komunitas.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa memahami kelompok mana saja yang termasuk dalam komunitas mereka 2. Menciptakan kesadaran siswa terhadap komunitas mereka 3. Memotivasi siswa agar memiliki inisiatif dalam membantu masyarakat/ anggota komunitas
Durasi : minimal 45 menit
Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada mengenali komunitas terdekat dengan mereka. Untuk siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA sertakan diskusi mengenai pentingnya menjadi bagian dari suatu komunitas.
Persiapan : 1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masingmasing terdiri dari 4-5 orang 2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.
Pengajaran: Diawali dengan mengidentifikasi komunitas yang paling dekat dengan mereka. Siswa kemudian diajak mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Siapa saja yang menjadi anggota komunitas sekolah kita? 2. Apakah komunitas sekolah kemudian merupakan anggota dari komunitas yang lebih besar lagi? 3. Siapa saja yang juga merupakan anggota komunitas-komunitas yang telah diidentifikasi? © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
29
Manual Guru 2-1
4. Minta setiap kelompok untuk menggambarkan bagan komunitas yang telah mereka diskusikan seseuai dengan bagan di bawah. 5. Hasil diskusi mungkin dapat digambarkan seperi bagan berikut:
Kesimpulan Kegiatan Kewirausahaan sosial dapat dicirikan dengan salah satu karakteristiknya yaitu berbasis komunitas. Komunitas dapat merupakan kumpulan individu dan atau kelompok yang saling berhubungan dengan keragaman interaksinya. Sesi ini mendorong siswa untuk dapat mengidentifikasikan komunitas di sekitar mereka dan mengidentifikasi keterkaitan diantara kelompok atau komunitas yang teridentifikasi.
Evaluasi Untuk memastikan para siswa memahami konsep komunitas dalam kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan : Apakah mereka telah dapat mengidentifikasi komunitas disekitar mereka? Selanjutnya pastikan bahwa mereka dapat melihat hubungan yang mungkin terdapat diantara kelompok atau komunitas tersebut.
30
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-2
Mengidentifikasi Masalah
Tujuan umum pembahasan materi: Dalam menjalankan usahanya, seorang wirausahawan perlu mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang dihadapi komunitasnya agar langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi permasalahan dapat tepat sasaran.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada di sekitar mereka secara terstruktur menggunakan Pohon Masalah 2. Siswa dapat menganalisa permasalahan hingga menemukan akar penyebabnya.
Durasi : minimal 90 menit
Sasaran siswa: Kegiatan ini perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. 1. Siswa yang berusia 7-12 tahun sudah mulai berpikir secara logis dan mampu melakukan analisa permasalahan yang sederhana. Ajak mereka untuk memikirkan permasalahan yang nyata di sekitar mereka dan bebaskan mereka untuk memikirkan hubungan kausalitas sederhana. 2. Siswa yang berusia 12 tahun ke atas sudah dapat berpikir secara abstrak dengan menggunakan metode pemikiran yang logis. Kegiatan berikut akan lebih mudah untuk dilakukan siswa yang duduk pada tingkat SMP/ MTs dan SMA/ MA.
Persiapan 1. Siapkan potongan kertas berwarna dengan ukuran sepertiga kertas A 4 2. Blu-tack cukup banyak untuk menempelkan kertas pada dinding. Ini dapat diperoleh di toko Gramedia terdekat. 3. Spidol hitam untuk menulis 4. Latihan ini memerlukan dinding kosong dalam ruang kelas 5. Jika menggunakan double-tape sebagai substitusi blu-tack, pastikan Anda tidak menempelkannya langsung pada dinding atau papan tulis.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
31
Manual Guru 2-2
Pengajaran 1. Mulailah sesi dengan membahas persoalan-persoalan yang sering ditemui siswa-siswa Anda dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa menjadi diskusi dimana semua siswa dilibatkan. 2. Dari semua permasalahan yang dibahas, minta para siswa memilih satu Permasalahan Utama yang disepakati oleh semua siswa. Arahkan siswa untuk memilih masalah yang didefinisikan dengan jelas (untuk mempermudah sesi ini) dan spesifik. 3. Minta salah seorang siswa untuk menulis permasalahan utama dalam bentuk pernyataan pada salah satu potongan kertas dan tempelkan di samping kiri dinding. 4. Langkah berikutnya adalah membentuk Rantai Penyebab. Perlahan-lahan dan secara metodis, fasilitasi siswa untuk menyebutkan satu penyebab dari permasalahan utama. Minta salah satu siswa untuk menuliskannya di kartu dan letakkan kartu ini di samping kanan kartu masalah. 5. Jika peserta lain setuju, maka terus fokus ke penyebab ini dan tanyakan ‘Apa yang menyebabkan ini terjadi?’ Ajak siswa untuk terus mendiskusikan penyebab dari setiap pernyataan, tuliskan lagi di sebuah kartu dan letakkan kartu tersebut di samping kanan permasalahannya. 6. Lakukan terus hingga siswa tidak lagi dapat menemukan penyebab, sebelum kembali ke kartu permasalahan utama kemudian mencari penyebab baru. 7. Setelah selesai, runut kembali ‘pohon’ yang sudah tersusun dan rangkum keterkaitan rantainya. Umumnya dapat terlihat suatu tema pada rantai sebab-akibat tertentu. 8. Apabila peserta masih ingin melanjutkan sesi ini untuk membahas solusi dari masalah tersebut, sebaiknya difasilitasi. Ini akan, setidaknya, mengakhiri sesi dengan sentimen positif di antara peserta, bahwa kita akan berfokus pada penyelesaian masalah, bukan hanya merumuskan masalah. 9. Langkah selanjutnya adalah untuk mengubah setiap pernyataan masalah menjadi tujuan, dengan membuatnya menjadi pernyataan positif di masa depan.
Catatan untuk Guru Perlu diingat bahwa tujuan dari kegiatan ini bukan untuk mencari penyebab yang benar dan salah, tetapi untuk mencari penyebab permasalahan dari sudut pandang siswa.
Jika Anda tidak setuju suatu pernyataan penyebab siswa, jangan sampaikan pendapat Anda karena dapat menghentikan diskusi.
32
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-2
Contoh:
Permasalahan Utama
Rantai Penyebab
Permasalahan sosial yang dipilih bisa berupa permasalahan sosial yang diidentifikasi oleh siswa sebagaimana contoh di atas. Siswa juga bisa memilih permasalahan yang mereka hadapi di sekolah, seperti:
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
33
Manual Guru 2-2
Pada langkah Langkah 9, ubahlah bersama-sama semua kalimat berkonotasi negatif menjadi kalimat positif. Misalnya: “Dana subsidi tidak tersedia.” Ubahlah kalimat tersebut menjadi: “Dana subsidi tersedia.” Setelah mengubah semua kalimat negatif menjadi positif, berilah motivasi pada siswa agar menjadikan pernyataan-pernyataan ini sebagai target yang perlu mereka capai. Kesimpulan Kegiatan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah: 1. Ketika menghadapi permasalahan kita perlu mencari akar penyebabnya agar dapat diselesaikan. Untuk itu permasalahan perlu dianalisis secara logis dan sistematis 2. Penyelesaian permasalahan diawali dengan penetapan target. Jangan terperangkap dalam permasalahan tetapi jadikan penyelesaian permasalahan tersebut target yang harus dicapai 3. Terkait kewirausahaan sosial, kita tidak perlu berambisi memecahkan permasalahan yang melampaui kapasitas kita. Pohon masalah membantu kita mencari rangkaian permasalahan yang lebih spesifik sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat sasaran. 4. Ajak siswa untuk memilih target yang dapat mereka capai. Misalnya terkait contoh di atas, siswa mungkin tidak dapat menambah pendapatan keluarga atau meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi mereka dapat mencari cara untuk menciptakan usaha yang dapat mensubsidi siswa kurang mampu atau dapat menciptakan kelompok belajar yang dapat mengemas pelajaran secara lebih menarik. Evaluasi Untuk memastikan para siswa memahami pohon masalah, sebelum menyimpulkan sesi, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut: 1. Manfaat apa yang menurut mereka dapat dipetik dari kegiatan tersebut? 2. Mengapa penting untuk menelaah akar penyebab permasalahan? 3. Permasalahan-permasalahan apa lagi yang dapat mereka telaah dengan pohon masalah?
34
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-3
Alternatif Pemecahan Masalah
Tujuan umum pembahasan materi: Siswa mendiskusikan kegiatan-kegiatan yang ingin mereka ambil terkait permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisa.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa menggunakan diskusi sebagai sarana untuk saling mengungkapkan pendapat 2. Siswa termotivasi untuk menjadi bagian dari upaya/ gerakan penyelesaian masalah 3. Siswa dapat memikirkan dan memutuskan apa yang dapat mereka lakukan bersama-sama untuk mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi Durasi : minimal 60 menit Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA. Persiapan 1. Dari kegiatan diskusi Pohon Permasalahan sebelumnya, pilihlah 3-5 pertanyaan terbuka yang dapat menstimulasi diskusi. Misalnya: • Apa saja kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing siswa?
Ini akan menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa
• Kegiatan seperti apa yang menurut kamu membosankan?
Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang tidak menarik bagi siswa penting untuk mengetahui apa yang mereka tidak ingin lakukan.
• Bagaimana kita menjaga agar kegiatan yang kita rencanakan dapat berkelanjutan?
Siswa belum tentu merasa bahwa membuka ‘usaha’ adalah jalan keluar yang ingin mereka ambil. Ini tidak apa-apa tetapi mereka tetap perlu diajak untuk memikirkan solusi jangka panjang.
• Apa saja peraturan yang menurut kamu harus ada jika membentuk suatu usaha?
Siswa diminta untuk menetapkan kebijakan atau peraturan bagi mereka sendiri. Misalnya produk yang ingin dijual, sistem pengambilan keputusan, penggunaan laba, dan lain sebagainya.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
35
Manual Guru 2-3
• Bagaimana kita dapat memanfaatkan uang yang dihasilkan dari usaha kamu?
Memikirkan ide-ide penggunaan uang yang dapat mereka hasilkan dapat menjadi motivasi siswa agar terus bersemangat.
2. Tulislah pertanyaan-pertanyaan tersebut pada selembar ‘Menu’ kemudian letakkan di tengahtengah meja. Setiap meja dapat diberi pertanyaan yang berbeda-beda.
Pengaturan Ruangan Atur ruangan kelas agar terdapat meja-meja yang cukup untuk 4-5 siswa per meja.
Buatlah suasana ruangan menjadi menyenangkan untuk diskusi. Bawa cemilan dan minuman dan letakkan pada setiap meja agar siswa menjadi lebih semangat.
Pengajaran Jelaskan kepada para siswa bahwa kegiatan berikut bernama Kafe Diskusi dan tujuannya adalah untuk menemukan ide-ide agar sebagai satu kelas mereka dapat bersama-sama memutuskan apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang telah mereka identifikasi.
36
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-3
Terdapat dua peran dalam Kafe DIskusi yakni Tuan Rumah dan Tamu.
Tuan Rumah berperan: • Menetap pada satu meja • Menyambut tamu yang datang ke mejanya • Memperkenalkan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada Menu • Memfasilitasi diskusi terkait dengan Menu • Mencatat ide-ide yang dilontarkan oleh tamu dan menyimpulkan diskusi
Tamu berperan: • Berkontribusi secara aktif dalam diskusi yang difasilitasi oleh Tuan Rumah • Berpindah ke meja berikutnya begitu mendapatkan intruksi dari guru
Berikut adalah langkah-langkah dari kegiatan Kafe Diskusi: 1.
Guru menugaskan satu Tuan Rumah pada setiap meja
2.
Guru membagi para siswa yang berperan sebagai Tamu menjadi kelompok-kelompok kecil sesuai dengan jumlah meja yang tersedia. Sebaiknya satu kelompok maksimal 5 siswa.
3.
Guru meminta para Tamu untuk memilih meja yang ingin mereka datangi, satu meja hanya boleh didatangi oleh satu kelompok pada setiap putaran.
4.
Tuan Rumah memperkenalkan pertanyaan-pertanyaan pada Menu dan mengajak para tamu untuk memberikan pendapat mereka.
5.
Guru memberikan waktu diskusi 7-8 menit.
6.
Guru memberi waktu 2 menit kepada Tuan Rumah untuk menyimpulkan diskusi.
7.
Kelompok Tamu berpindah ke meja lain dan disambut oleh Tuan Rumah berikutnya.
8.
Lakukan kembali langkah-langkah 1-7 sampai semua kelompok Tamu sudah melakukan diskusi pada setiap meja.
9.
Bukalah sesi diskusi kelas dengan meminta para Tuan Rumah untuk melaporkan hasil kesimpulan dari mejanya.
10. Apakah siswa-siswa di kelas memiliki pendapat yang sama, berbeda-beda, bahkan bertentangan? Ini tidak apa-apa dan justru baik untuk diskusi.
Catatan untuk guru Kegiatan ini harus dilakukan dalam suasana bersemangat dan menyenangkan. © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
37
Manual Guru 2-3
Peran para ‘Tuan Rumah’ sangat penting, oleh sebab itu, sebaiknya pilih orang-orang yang mampu untuk memimpin diskusi dan memotivasi partisipasi aktif dari siswa lain. Jika perlu tunjuk para ‘Tuan Rumah’ sebelum sesi Kafe Diskusi berlangsung dan ajak mereka diskusi agar benar-benar memahami peran mereka.
Kegiatan Kafe Diskusi baik untuk menstimulasi diskusi dan menjadi ajang brainstorming guna mengembangkan ide-ide yang dimiliki para siswa. Tantangan berikutnya adalah menuliskan ide yang telah disepakati secara terstruktur dan mengkaji validitas dari rancangan usaha yang akan dibentuk. Arahkan diskusi ke Manual Guru 2-4 mengenai Pernyataan Tujuan.
38
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-4
Pernyataan Tujuan Tujuan umum pembahasan materi: Siswa menetapkan tujuan-tujuan dan hasil (output) kegiatankegiatan terkait alternatif pemecahan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisa. Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa menggunakan diskusi sebagai sarana untuk saling mengungkapkan pendapat 2. Siswa termotivasi untuk menjadi bagian dari upaya/ gerakan penyelesaian masalah dan penetapan tujuan 3. Siswa dapat memutuskan apa yang dapat mereka lakukan bersama-sama untuk mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi dan menetapkan tujuan Durasi : 45 menit Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA. Berikut contoh Pernyataan Tujuan dengan berdasarkan pada Pohon Masalah yang telah kita susun sebelumnya:
TUJUAN BESAR
Mengurangi jumlah siswa putus sekolah
TUJUAN PROYEK
Meningkatkan kesempatan bagi siswa kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan
OUTPUT
Tersedianya koperasi siswa; yang hasilnya digunakan untuk mensubsidi biaya pendidikan siswa kurang mampu
OUTPUT
Pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola koperasi
OUTPUT
Menghimpun dana swadaya siswa yang akan digunakan sebagai dana awal koperasi
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
39
Manual Guru 2-4
Keterangan :
TUJUAN BESAR menjelaskan mengenai tujuan umum yang diidentifikasi sebagai permasalahan utama pada Pohon Masalah.
TUJUAN PROYEK • menjelaskan mengenai hasil yang terjadi ketika tujuan output tercapai • menjelaskan mengenai perubahan perilaku pengguna jasa, atau • menjelaskan mengenai pola aliran manfaat, atau
OUTPUTS jasa atau produk yang akan dihasilkan oleh proyek/ kegiatan/ usaha yang disepakati bersama oleh para siswa.
TANDA PANAH dari dari atas ke bawah menunjukkan bahwa output paling bawah adalah langkah untuk dapat mencapai output di atasnya. Tercapainya output mendukung tercapainya tujuan proyek yang kemudian berkontribusi terhadap tujuan besar yang diidentifikasi dari awal.
Pengajaran:
1. Bawakan sesi berikut secara perlahan karena sesi ini dapat dengan mudah membingungkan peserta
2. Gunakan pernyataan masalah yang sudah dirumuskan sebelumnya, dan minta siswa untuk mengubahnya menjadi pernyataan “situasi positif yang diharapkan terjadi”, atau kita sebut ‘pernyataan tujuan’. Sampaikan pada mereka, tidak perlu khawatir apakah tujuan tersebut dapat tercapai atau tidak, kita akan membahas hal itu kemudian.
3. Terangkan bahwa apa yang kita sedang lakukan pada sesi bukanlah lagi melihat pada pernyataan sebab dan akibat namun pernyataan-pernyataan positif sebagai cara untuk mencapai tujuan.
4. Jelaskan (merujuk pada pernyataan-pernyataan paling atas dari pohon masalah) bahwa peserta akan sama-sama merumuskan tujuan besar/ umum, yaitu payung tujuan besar yang akan men40
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-4
jadi landasan dari perusahaan berbasis kewirausahaan sosial tersebut.
5. Sekarang fokuskan diskusi peserta untuk merumuskan pernyataan manfaat utama yang bisa diberikan oleh kewirausahaan berbasis komunitas mereka. Mungkin saja bukan merupakan pernyataan tujuan dari pernyataan masalah awanya dibahas, bisa saja berasal dari pernyataan yang lebih rendah (sebab atau akibat)
6. Jelaskan pada peserta bahwa apa yang kita susun dalam kerangka kerja ini akan membantu mengembangkan tata kelola (governance) bagi kewirausahaan berbasis komunitas kita.
7. Minta peserta untuk memaparkan hasil diskusi kelompok mereka atau berkelilinglah untuk mengecek hasil diskusi tiap kelompok. Pastikan peserta memahami dengan jelas bahwa ‘output’ yang mereka tentukan akan berkontribusi langsung pada ‘purpose’ dan selanjutnya hingga ke pernyataan tujuan umum/overall objective.
Kesimpulan dan Evaluasi Kegiatan Kesimpulan dan evaluasi kegiatan dapat merujuk pada Tabel Objektif di atas. Tantang siswa untuk benar-benar melaksanakan apa yang telah mereka rencanakan.
Siswa yang paham dengan materi pada kegiatan ini akan menghasilkan Tabel Objektif yang memiliki struktur logika yang baik dan tetap mengacu pada permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
41
Manual Guru 2-4
POTENSI KOMUNITAS
Potensi ekonomi komunitas adalah sumber daya yang dimiliki komunitas yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama.
Kewirausahaan sosial berbasis komunitas dapat memperoleh pembiayaan melalui berbagai metode. Berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk kewirausahaan sosial dapat dicontohkan sebagai berikut :
Level
Sumber yang umum
Strategis
Pemerintah pusat Pemerintah daerah Dana-dana internasional (lembaga donor) Organisasi Sosial atau Lembaga tingkat nasional yang memiliki kepedulian pada tujuan sosial tertentu
Pendanaan untuk keseluruhan hasil dari perusahaan – biasanya dengan jalan kemitraan dengan organisasi lain Proyek Pendanaan untuk manfaat yang spesifik dan terukur, yang dilakukan oleh perusahaan Pendapatan Dari hasil penjualan barang dan jasa
Komunitas Kontribusi dari komunitas terhadap tujuan perusahaan
Dana pemerintah Yayasan dan dana perwalian (trust) Sponsor pribadi
Penjualan Kontrak jasa / servis Sewa Pinjaman Investasi Penyertaan Modal Acara penggalangan dana lokal (crowd sourcing) Akad/Hibah Donasi Iuran keanggotaan sukarela
Amal Pendanaan untuk tujuan-tujuan amal dari organisasi secara keseluruhan atau proyek-proyek tertentu
Pribadi Investasi dari sector swasta, baik untuk tujuan komersial ataupun tujuan etis.
42
Dana amal nasional Dana Perwalian (trust) lokal
Sponsor Pemodalan Kemitraan Donasi dan hibah dari perusahaan lain Investasi filantropis
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-5
Mengukur Potensi Ekonomi Komunitas
Tujuan umum pembahasan materi: Terdapat dua hal prinsip yang perlu diperkenalkan kepada siswa tentang pemahaman terhadap aktivitas ekonomi masyarakat :
1. Kegiatan ini akan membuka wawasan siswa mengenai konsumen potensial dan bagaimana mereka membelanjakan uangnya.
Wirausaha sukses memiliki intuisi tentang konsumen mereka - siapa yang akan membelanjakan uangnya pada suatu barang/jasa tertentu. Demikian pula dengan wirausahawan sosial.
2. Kegiatan ini dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagaimana kekuatan kolektif dapat dikelola secara lebih baik guna mendukung terbangunnya suatu kewirausahaan sosial.
Komunitas yang dapat mempertahankan sebanyak mungkin dana di lingkungan mereka sendiri akan lebih mudah meningkatkan investasi usaha sekaligus mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa memahami besarnya kekuatan komunitas jika digerakkan sebagai kesatuan kolektif 2. Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat jumlah uang yang cukup besar yang dapat dihimpun dari komunitas, 3. Siswa dapat memahami bagaimana anggota komunitas dapat mengoptimalkan kekuatan mereka untuk mengambil alih kendali atas uang mereka dan menggunakannya untuk kepentingan dan kesejahteraan mereka sendiri.
Durasi : minimal 90 menit
Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA. Jika ingin diajarkan pada siswa kelas 4-6 SD/ MI, kami anjurkan untuk menyederhanakan pembahasan dengan menekankan pada manfaat mengerjakan/mengumpulkan sesuatu secara kolektif/berkelompok.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
43
Manual Guru 2-5
Persiapan : 1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masingmasing terdiri dari 4-5 orang 2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 5-6 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.
Pengajaran: 1. Perkenalkan tujuan dari kegiatan tersebut, yakni mengidentifikasi dan menggali potensi ekonomi yang ada pada suatu komunitas 2. Ajak para siswa untuk memandang teman-teman sekelas mereka sebagai satu komunitas kecil 3. Minta setiap kelompok untuk membuat perkiraan jumlah total uang saku di kelas mereka selama sebulan jika uang saku semua siswa di kelas disatukan. 4. Minta setiap kelompok untuk membuat perkiraan pengeluaran rata-rata siswa di kelas. Berapa pengeluaran kolektif dari siswa-siswa di kelas. 5. Minta setiap kelompok mengisi bagan berikut:
6. Minta setiap kelompok untuk melaporkan hasil diskusi mereka. Adakah perbedaan antar perkiraan setiap kelompok? Apa yang menyebabkan perbedaan kesimpulan tersebut?
7. Setelah setiap kelompok melaporkan masing-masing temuan mereka, arahkan diskusi kelas untuk membahas beberapa isu berikut: • Tekankan kata kolektif dalam diskusi. Apakah para siswa menduga bahwa ‘pemasukan’ kolektif kelas mereka setiap bulannya sedemikian besar? • Luangkan waktu yang cukup banyak untuk membahas kotak ‘pengeluaran kolektif’. Apa saja pengeluaran yang umumnya dilakukan oleh siswa-siswa dalam kelas ini? Misal: makanan 44
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-5
ringan, pulsa, alat tulis, buku, dst. • Adakah langkah-langkah yang dapat dilakukan secara kolektif untuk mengurangi pengeluaran kelas? Misal: apakah harga pulsa dapat lebih murah jika para siswa menyatukan uang mereka dan membeli pulsa bersama-sama setiap bulannya? • Jika mereka mengelola pengeluaran dan simpanan secara kolektif apakah ada potensi untuk meningkatkan pendapatan kolektif kelas?
Tentunya perkiraan tentang pendapatan bersifat asumtif, demikian pula dengan perkiraan dana yang masuk maupun keluar komunitas. Jangan terlalu terpaku pada nilai yang sangat akurat, lebih penting adalah bahwa siswa dapat secara kreatif mengembangkan idenya dalam mengembangkan potensi usaha di komunitas.
Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah membuat siswa bersemangat dengan potensi yang bisa mereka kembangkan di sekitar mereka.
Jika para siswa tampak tertarik dengan konsep tersebut, ajak mereka untuk menganalisa potensi ekonomi yang ada di komunitas sekitar mereka.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai bahan diskusi adalah:
1. Berdayakan komunitas dengan pengetahuan mengenai potensi sumberdaya/ekonomi mereka sendiri 2. Mulai proses untuk mengeksplorasi aktivitas usaha yang mungkin meningkatkan potensi ekonomi komunitas/kelompok 3. Libatkan kelompok ‘inti’ (orang yang memiliki pengaruh) dari komunitas untuk mulai berpikir tentang kewirausahaan berbasis komunitas di lokasi tersebut © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
45
Manual Guru 2-5
4. Alihkan fokus dari penciptaan lahan kerja atau pelatihan kepada upaya untuk memperbaiki potensi ekonomi komunitas dengan cara mengenali kekuatan/kelebihan yang mereka miliki namun belum disadari atau belum dimanfaatkan
Penggunaan analisa masalah merupakan cara yang baik untuk memancing gagasan tentang kewirausahaan sosial berbasis komunitas, disamping itu terdapat metode pelengkap yang dapat membantu anggota komunitas memahami mengenai potensi ekonomi mereka sebagai komunitas.
Kesimpulan Kegiatan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah: 1. Ketika suatu komunitas/ kelompok bergerak secara kolektif, maka komunitas/ kelompok tersebut akan jauh lebih kuat 2. Guna meningkatkan potensi komunitas, kita tidak hanya perlu memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan tetapi juga bagaimana kita dapat menekan pengeluaran secara kolektif 3. Pengelolaan uang secara kolektif dapat dilakukan sehingga menguntungkan semua pihak
Evaluasi Untuk memastikan para siswa memahami potensi ekonomi komunitas, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:
1. Apakah potensi individu meningkat bersama dengan meningkatnya potensi komunitas? 2. Apakah potensi komunitas dapat optimal jika setiap anggota komunitas bergerak sendiri-sendiri 3. Apa yang dapat mereka lakukan sebagai komunitas kelas untuk meningkatkan potensi mereka sendiri?
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.( Al-Hujuraat (49) :15)
46
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-6
Memetakan Stake Holder
Tujuan umum pembelajaran: Dalam menjalankan usahanya, seorang wirausahawan perlu mengidentifikasi dan menganalisa para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial jauh lebih bervariasi karena melibatkan berbagai kalangan masyarakat dalam kegiatan operasional usaha maupun dalam pelaksanaan program-program sosialnya.
Tujuan khusus kegiatan: 1. Siswa dapat mengidentifikasi para pemangku kepentingan dalam kegiatan-kegiatan sekolah yang berhubungan dengan mereka 2. Siswa dapat menganalisa masing-masing pemangku kepentingan secara terstruktur
Durasi : minimal 90 menit
Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA.
Persiapan : 2. Pilih suatu usaha/ aktivitas sekolah yang dikenali oleh siswa-siswa Anda. Labih baik membiarkan siswa memilih sendiri usaha/ aktivitas sekolah yang ingin dianalisa. Jika perlu, beritahukan kepada mereka pada pelajaran minggu sebelumnya agar mereka memiliki kesempatan untuk mencari informasi terkait usaha/ aktivitas tersebut. 3. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masingmasing terdiri dari 4-5 orang 4. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok
Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.
Pengajaran: 1. Pada kertas karton/ flip chart, minta masing-masing kelompok menggambarkan bagan di bawah:
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
47
Manual Guru 2-6
2. Tuliskan nama usaha/ aktivitas sekolah pada lingkaran tengah. 3. Ajak siswa untuk memikirkan para pemangku kepentingan yang terkait dengan aktivitas usaha, serta dapat mempengaruhi atau terpengaruh oleh Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial serta pihak-pihak yang mengapresiasikan usaha/ aktivitas tersebut ataupun sebaliknya.
Contoh: Pemangku kepentingan yang dibuat oleh Koperasi Sekolah Orang tua siswa (penerima bantuan)
Orang tua siswa (donatur)
Koperasi Sekolah untuk Subsidi Biaya Sekolah Siswa kurang Mampu
Kepala Sekolah
Guruguru
Guru Binaan dan Konseling
Siswa (target konsumen)
Pengurus OSIS Penjaga Koperasi
4. Minta Para siswa untuk kemudian mengidentifikasi Pemegang kepentingan Primer, Sekunder dan Tertier berdasarkan tabel di atas.
Contoh: 2
1
1
Orang tua siswa (penerima bantuan)
Kepala Sekolah
2
Orang tua siswa (calon donatur)
Koperasi Sekolah untuk Subsidi Biaya Sekolah Siswa kurang Mampu
Guruguru
Guru Binaan dan Konseling
1
1 Siswa (target konsumen)
Pengurus OSIS
3
Penjaga Koperasi
1
48
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 2-6
5. Ajak siswa untuk membahas masing-masing pemangku kepentingan yang telah diidentifikasi dengan mempertimbangkan:
• Ekspektasi - Apa harapan mereka terhadap kegiatan? • Manfaat – Manfaat apa yang akan mereka terima? • Sumber daya – Sumber daya apa yang dapat mereka berikan atau mereka butuhkan?
Silakan mengacu pada Lampiran halaman 74-75
6. Minta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil temuan mereka. Apakah ada yang berbeda pendapat? 7. Tantang mereka untuk mengulang kegiatan di atas terhadap institusi/ usaha di sekitar mereka.
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
49
Pengantar III
III. MERANCANG USAHA SOSIAL ANDA
KANVAS MODEL BISNIS UNTUK KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Pendahuluan Sesi ini dapat dihantarkan dengan menggunakan presentasi “Business Model Canvas” (selanjutnya BMC) yang sudah diadaptasi dari presentasi oleh Alex Osterwalder PhD. Presentasi tersebut dapat diunduh bersama dengan Modul Skills for Social Entrepreneurs. Untuk penjelasan presentasi, silakan mengacu pada Lampiran 3.1.
Menurut Alex Osterwalder PhD Sebuah model bisnis adalah gambaran logis mengenai bagaimana sebuah organisasi menciptakan, menghantarkan dan menangkap sebuah nilai.
Berikut adalah Business Model Canvas yang dirancang oleh Alex Osterwalder PhD (ini juga merupakan informasi untuk Slide 11.
Komponen dasar Business Model Canvas:
PN KP
M U SB
MP
© Adapted from Alexander Osterwalder
BR JD
SP
SPeng
− PN: Penawaran Nilai. Hal (produk atau jasa) apa yang dapat suatu organisasi/bisnis/usaha tawarkan? Contoh: produknya berupa makanan/penganan bagi siswa, tapi nilai yang ditawarkan misalnya makanan halal, sehat terjamin. Jasa yang ditawarkan berupa pencucian pakaian siswa, tapi nilai yang ditawarkan adalah kebersihan, kepraktisan dan kerapihan pakaian dengan harga yang terjangkau 50
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar III
− SP: Segmen Pasar. Orang/lembaga yang akan menikmati nilai yang ditawarkan. Bisa saja ada 2 pasar yang akan menikmati nilai yang ditawarkan, dan hanya salah satu yang dapat menawarkan balik nilai ekonomi (sanggup membayar). Contoh: yang menikmati makanan halal dan sehat adalah siswa, tapi yang membayar adalah orang tuanya atau malah pihak lain. − JD: Jalur Distribusi. Terkait dengan bagaimana upaya organisasi/bisnis/usaha menghantarkan nilai yang ditawarkan, kepada segmen pasar yang akan menikmati dan membayarnya. Contoh: ditawarkan melalui kantin sekolah, melalui jasa antar jemput langsung ke rumah siswa. − BR: Bina Relasi. Terkait dengan upaya menyampaikan informasi positif dan mengelola mekanisme umpan balik dari penikmat nilai. Tujuannya adalah untuk memelihara keinginan mereka untuk terus menikmati nilai yang ditawarkan namun juga mengetahui secara terus menerus bagaimana meningkatkan kualitas tawaran nilai sehingga penikmatnya akan terus ‘setia’ − SPeng: Sumber Penghasilan. Semua komponen di atas bagian SP akan menentukan darimana organisasi/bisnis/usaha dapat meraih nilai ekonomis yang akan membantu mereka untuk terus berusaha. Contoh: Menawarkan nilai atas produk makanan sehat dan halal kepada orang tua murid sehingga mereka bersedia membayar agar anak mereka tidak perlu jajan pada saat sekolah dan meminimalisir peluang mereka sakit karena jajanan kurang sehat, penghasilannya adalah dari pembayaran orang tua. Yang menikmati langsung produk adalah siswa, yang menikmati nilai yang ditawarkan adalah orang tua siswa, yang membayar adalah orang tua siswa. − KP: Kegiatan Produksi. Terkait dengan apa saja yang dilakukan untuk menghasilkan nilai yang dapat ditawarkan. Contoh: Membeli bahan makanan, mengolahnya menjadi makanan, mengemasnya dan menjajakannya − MP: Material Produksi. Hal-hal/barang-barang yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai yang dapat ditawarkan. Contoh: x kg bahan makanan per hari, x kotak kemasan makanan, kios, dsb − MU: Mitra Usaha. Pihak-pihak yang dapat/sudah terlibat untuk KP dan MP. Misalnya: sesama staf pengajar/staf administratif/orang tua yang terlibat dalam produksi dan distribusi, supplier, dsb. − SB: Struktur Biaya. Bagaimana (dan berapa) biaya muncul akibat KP dan pengadaan MP. Contoh: Ongkos membeli bahan makanan, biaya mengolah, mengemas dan menjajakan makanan, dsb
Setelah memahami semua komponen dasar, perhatikan contoh Business Model Kanvas untuk Grameen Bank:
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
51
Pengantar III
Langkah Pengisian 1: Grameen Bank menyediakan layanan pinjaman mikro kepada wirausahawan kurang mampu melalui cabang Grameen Bank di desa-desa. Namun, kegiatan operasional cabang Grameen Bank tidak dilakukan di gedung perkantoran. Grameen Bank menggunakan agen perorangan untuk menghubungkan antara segmen pasar (yakni peminjam).
Langkah Pengisian 2: Sebagai bank yang menyediakan layanan pinjaman, pemasukan utama Grameen Bank adalah bunga pinjaman. Ini adalah pendapatan utama dari Grameen Bank. Sumber penghasilan bagi bank syariat Islam adalah melalui skema bagi hasil yang disepakati dengan wirausahawan yang meminjam uang.
Langkah Pengisian 3: Untuk memastikan kegiatan simpan-pinjam Grameen Bank berkelanjutan, makan kegiatan utama bank tersebut adalah pengelolaan resiko serta peminjaman dan penagihan pinjaman. Kebanyakan peminjam Grameen Bank adalah masyarakat berpenghasilan rendah sehingga sangat penting untuk mengelola dan menjaga tingkat resiko pinjaman.
52
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar III
Salah satu mitra terpenting Grameen Bank adalah pemerintah Bangladesh sebagai pemberi modal awal dan pendukung kegiatan-kegiatan Grameen Bank. Oleh sebab itu, menjaga relasi dengan pemerintah juga merupakan bagian dari model bisnis Grameen Bank.
Langkah Pengisian 4:
Struktur biaya Grameen Bank adalah agen dan biaya modal pinjaman. Alasan mengapa Grameen Bank dapat bertahan hingga sekarang adalah karena berhasil menjaga agar Struktur Penghasilan (SPeng) selalu lebih besar dari Struktur Biaya (SB)
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
53
Pengantar III
Contoh:
Contoh di atas terkait dengan pembentukan koperasi sekolah guna mensubsidi siswa putus sekolah. Perhatikan bahwa terdapat dua kotak dengan warna berbeda pada BMC tersebut. Jika suatu usaha menawarkan dua produk atau pelayanan yang berbeda, berikan tanda dengan warna berbeda dan gunakan secara konsisten pada kotak-kotak BMC lainnya. Ini untuk memudahkan pemahaman logika di balik BMC yang Anda buat. Koperasi sekolah pada contoh di atas menyediakan dua jenis pelayanan. Yang pertama, dalam kotak-kotak berwarna pink, adalah model bisnis untuk produk makanan ringan, minuman, ATK dan hasil keterampilan siswa yang dijual melalui koperasi. Yang kedua, dalam kotak-kotak berwarna biru, adalah layanan pemberian subsidi sekolah bagi siswa-siswa yang terancam putus sekolah. Karena layanan pemberian subsidi tidak memiliki Material Produksi (MP) dan Struktur Biaya (SB) maka kedua kotak tersebut tidak diisi oleh kotak berwarna biru.
54
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 3.1
KANVAS MODEL BISNIS
Tujuan Umum Pembelajaran: 1. Memperkenalkan konsep model bisnis/model usaha 2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta mengenai Business Model Canvas sebagai salah satu alat untuk mengembangkan model wirausaha sosial
Tujuan Khusus Kegiatan: 1. Peserta dapat memahami manfaat model bisnis/usaha 2. Peserta memahami definisi model bisnis/usaha yang ditawarkan Alex Osterwalder 3. Peserta dapat memahami manfaat menggunakan Business Model Canvas (visualisasi model usaha, metode untuk menganalisa model usaha dan metode untuk memaparkan model usaha pada pihak lain) 4. Peserta dapat menggunakan Business Model Canvas untuk menganalisa model bisnis/usaha atau untuk mendeskripsikan model bisnis/usaha yang dirintis/sudah dijalankannya
Target peserta: 1. Sesama staf pendidik atau staf non pendidik 2. Manajemen sekolah (Pimpinan Sekolah) 3. Manajemen yayasan 4. Siswa tingkat SMA/SMK/STM
Durasi : minimal 45 menit, maksimal 120 menit (partisipasi penuh peserta)
Persiapan teknis: 1. Siapkan proyektor atau lembar paparan untuk dibagikan kepada peserta. 2. Siapkan pula lembar Kanvas pada lampiran untuk latihan; cetak 1 yang besar untuk digunakan bersama/berkelompok atau cetak ukuran A3 untuk digunakan masing-masing. Sebagai alternatifnya, Anda dapat menyalin matriks BMC ke papan tulis atau ke plastik atau ke kertas flipchart. 3. Pelajari dengan baik presentasi BMC, terutama bagian mengenai tugas Peepo Bag 4. Siapkan beberapa contoh kasus perusahaan swasta, LSM, Koperasi dan organisasi lain bila diperlukan untuk memberikan ilustrasi tentang BMC
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
55
Manual Guru 3.1
Pengajaran 1. Jika Anda akan menggunakan presentasi yang telah disiapkan oleh British Council, silakan mengacu pada penjelasan slide yang dilampirkan dalam modul. 2. Setelah menjelaskan konsep Business Model Kanvass, ajak siswa untuk mengingat kembali rencana usaha yang telah didisuksikan saat membuat Pohon Masalah, Tabel Objektif, dan Potensi Ekonomi Komunitas. 3. Cetak Business Model Canvas dalam ukuran A3 atau gambar struktur Business Model Canvas pada papan tulis. 4. Minta para siswa untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan mengisi kotak-kotak pada Business Model Canvas berdasarkan usaha yang telah direncanakan pada sesi-sesi sebelumnya. 5. Setelah setiap kelompok selesai mengisi Business Model Canvas, minta masing-maisng kelompok untuk melakukan presentasi di depan kelas. 6. Minta siswa-siswa dari kelompok lain untuk memberikan masukan konstruktif terhadap presentasi kelompok: Apakah hasil setiap kelompok berbeda-beda? Apakah logika dari Business Model Canvas mereka mudah dipahami?
Catatan Guru Tantang kreatifitas Anda dan siswa Anda! Kami telah menyediakan contoh koperasi sekolah pada modul ini, namun sebaiknya Anda mencoba untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan segar.
Kesimpulan Kegiatan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah: 1. Menuliskan rencana kegiatan sangat efektif secara terstruktur akan memudahkan kita saat masuk ke fase pelaksanaan 2. Business Model Canvas dapat digunakan ketika merencanakan usaha ataupun kegiatan sekolah karena memastikan bahwa tidak ada komponen dalam perencanaan yang terlupakan 3. Diskusi membantu kita menghasilkan perencanaan yang baik karena banyak ide-ide baru yang dapat bermunculan.
Kesimpulan dan Evaluasi Kegiatan Kesimpulan dan evaluasi kegiatan dapat merujuk pada Business Model Canvas di atas. Tantang siswa untuk benar-benar melaksanakan apa yang telah mereka rencanakan. 56
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 3.1
Siswa yang paham dengan materi pada kegiatan ini akan menghasilkan Business Model Canvas dengan struktur logika yang baik dan tetap mengacu pada permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.( Ash-Shaaf (61) : 4)
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
57
Pengantar IV
PENGANTAR AUDIT SOSIAL
Pengertian tentang Audit Sosial hingga kini masih terus dikembangkan, namun konsep Sosial Audit dapat dijelaskan sebagai :
Suatu cara untuk mengukur sejauh mana suatu kelompok masyarakat atau organisasi menjalankan apa yang telah menjadi tujuan dan nilai-nilai yang dipegangnya. Merupakan suatu cara untuk memastikan apakah organisasi tetap relevan, layak dan dapat berkelanjutan.
Prosesnya berlangsung secara terus menerus dan merupakan kegiatan yang melekat pada perusahaan atau organisasi untuk membantu dalam pelaksanaan seluruh aktivitasnya apakah tetap berlangsung sesuai dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan pencapaian , sehingga memungkinkan seluruh pihak pemangku kepentingan untuk mempelajari sejauhmana organisasi dijalankan selama ini.
Terdapat empat tahapan utama : Tahap pertama adalah menentukan maksud dan tujuan serta nilai-nilai yang disepakati bersama. Ketiga tahap berikutnya dapat terangkum dalam pernyataan berikut ; Prove it, Report it, Improve it (Buktikanlah, Laporkanlah, Tingkatkanlah) Skema Proses Audit Sosial
RENCANA KERJA PERNYATAANV ISI DAN MISI PELAKSANAAN KEGIATAN
HASIL KERJA
PENERIMA MANFAAT PENYANDANG DANA PEMANGKU KEPENTINGAN LAINNYA
58
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar IV
Praktek audit sosial di Indonesia secara umum dapat digambarkan melalui bagaimana suatu organisasi koperasi melaksanakan musyawarah atau yang kita kenal dengan RAT (Rapat Anggota Tahunan),dimana pengurus memaparkan kinerja organisasi selama setahun berjalan dan rencana kerja satu tahun mendatang. Pertemuan ini dihadiri oleh para anggota,pengurus pe-ngawas dan pemangku kepentingan lainnya. Mengapa melakukan Audit Sosial? Manfaat
Penjelasan
Menghindari misi yang samar-samar atau “Mission Mist”
Maksud dan tujuan perusahaan sebaiknya rutin ditinjau ulang dan disepakati secara demokratis
Tata kelola organisasi yang baik
Tujuan yang telah disepakati kemudian dapat diukur dan dimonitor sesuai dengan kriteria internal
Nilai-nilai yang jelas
Nilai-nilai ditetapkan dan disepakati bersama
Tata kelola organisasi yang efektif
Kebijakan,peraturan-peraturan dan bila perlu AD/ ART ditinjau ulang secara teratur
Pemangku kepentingan
Analisis pemangku kepentingan mengidentifikasi siapa atau pihak mana saja para pemangku kepentingan
Kualitas keterlibatan pemangku kepentingan
Seluruh pemangku kepentingan, baik penerima manfaat maupun pemangku kepenti-ngan lainnya terlibat dalam proses tata kelola organisasi melalui dialog yang demokratis
Bekerja dengan efektif
Seluruh tugas-tugas serta peran-peran para pengelola maupun pekerja ditinjau ulang secara teratur
Practices what it preaches
Survey dilakukan terhadap penerapan nilai-nilai organisasi dan kesesuaiannya dengan situasi masa kini
Bergerak sesuai kekuatan
Rencana tindak berdasarkan analisis SWOT
Mengenali “posisi”
Analisa posisi
Penggunaan alat untuk tatakelola organisasi yang baik
Pengukuran dan alat serta metode kontrol kualitas ditinjau secara teratur
Pelatihan yang sesuai
Kebutuhan Pelatihan bagi pengelola dan pekerja dianalisis, juga ditinjau kesesuaian nya dengan tujuan organisasi dan waktunya.
Pertemuan yang efisien
Tinjau seluruh pertemuan,pelatihan sebagai suatu kesatuan
Memiliki keterbukaan dan akuntabilitas kepada komunitas
Laporan Audit Sosial
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
59
Pengantar IV
Organisasi di tatanan kewirausahaan sosial terus tumbuh dan berubah secara dinamis. Proses Audit Sosial akan meningkatkan kesadaran kita tentang aturan dasar yang sama yang akan mempersatukan kita. Hal ini juga mengingatkan kita atas tujuan awal maupun hasil akhir dari upaya kita.
Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah bersabda,”Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”(Khoirunnas Anfauhum Linnas) HR. Tabhrani dan Daruquthni. Disahihkan al-Albani dalam “Ash-Shahihah”)
60
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 6-1
STUDI BANDING KE SEKOLAH LAIN
Kegiatan ini dapat didukung dengan ‘alat’ analisa “Business Model Canvas” (selanjutnya BMC) yang dikembangkan oleh Alex Osterwalder PhD
Tujuan Umum pembelajaran : 1. Memperkenalkan contoh nyata sebuah kewirausahaan sosial setempat 2. Memahami bagaimana model bisnis sebuah kewirausahaan sosial dipraktekkan
Tujuan khusus kegiatan: 1. Tujuan Khusus: Peserta dapat mengenali dan mempelajari sebuah kewirausahaan sosial yang ada di lingkung geografis mereka (dekat dengan mereka) 2. Peserta memahami tantangan dan peluang yang dihadapi oleh sebuah kewirausahaan sosial yang ada di lingkung geografis mereka (dekat dengan mereka) 3. Peserta dapat menggunakan Business Model Canvas untuk membuat deskripsi/visualisasi model usaha untuk memaparkan model usaha sebuah kewirausahaan sosial yang ada di lingkung geografis mereka (dekat dengan mereka) dan menganalisa model bisnisnya 4. Peserta dapat mengembangkan wawasan tentang proses audit sosial
Durasi : minimal 60 menit (tanpa kunjungan) hingga ke 1 hari penuh (kunjungan langsung peserta)
Sasaran peserta: 1. Sesama staf pendidik atau staf non pendidik 2. Manajemen sekolah (Pimpinan Sekolah) 3. Manajemen yayasan 4. Siswa tingkat SMA/SMK/STM
Persiapan: 1. Cari informasi mengenai kewirausahaan sosial di sekitar sekolah Anda, sebaiknya yang tidak terlalu jauh. Informasi dapat didapatkan melalui riset lewat internet, menghubungi Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI – www.aksi-indonesia.org), bergabung dengan komunitas Tangan Di Atas (TDA – www.tangandiatas.com) atau bertanya kepada sesama peserta pelatihan sebelumnya. © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
61
Manual Guru 6-1
2. Siapkan lembar informasi yang harus digali. Sebaiknya informasi pada poin sebelumnya juga digali dengan menggunakan struktur yang ada di lembar ini. 3. Apabila ingin mengadakan kunjungan lapangan untuk sesi studi banding, hubungi dulu perwakilan resmi kewirausahaan sosial yang akan dijadikan tempat kunjungan. Bila memungkinkan, usahakan Anda mengunjungi mereka dulu dan merancang program kunjungan bersama mereka (kegiatannya apa saja, informasi yang akan digali selama kunjungan apa saja, apa yang perlu dipersiapkan tuan rumah, dst) 5. Apabila tidak akan mengadakan kunjungan lapangan, Anda dapat mengundang perwakilan kewirausahaan sosial tersebut ke sekolah Anda atau menyiapkan bahan-bahan berupa artikel, profil wirausaha sosial tersebut dari internet atau hasil wawancara/kunjungan Anda ke kewirausahaan sosial tersebut 6. Siapkan lembar kerja BMC untuk kerja mandiri atau kerja kelompok
Lembar Penggalian Informasi Studi Banding Gali informasi mengenai kewirausahaan sosial dengan menggunakan panduan pertanyaan berikut: 1. Apa tujuan sosial mereka ? 2. Apa nilai/manfaat sosial/lingkungan hidup yang mereka tawarkan? 3. Apakah tujuan sosial tersebut tertulis dan dijadikan landasan (AD-ART dan sejenisnya)? 4. Apa struktur legal (bentuk hukum) kewirausahaan sosial tersebut? 5. Bagaimana proses pengambilan keputusannya? 6. Apa nilai-nilai/filosofi yang mereka percayai dan pegang teguh sebagai landasan kerja/organisasi mereka? Apakah tertulis (AD-ART dan sejenisnya) 7. Bagaimana mereka memperoleh penghasilan? 8. Apa tantangan awal ketika mereka memulainya? 9. Apa faktor kunci yang mereka pikir/rasa sebagai pendorong keberhasilan mereka sejauh ini? 10. Siapa segmen konsumen mereka (siapa yang menikmati nilai yang mereka tawarkan dan siapa yang membeli nilai yang mereka tawarkan)? 11. Bagaimana mereka menjangkau segmen konsumen mereka dalam hal distribusi nilai yang ditawarkan dan membina komunikasi 2 arah dengannya? 12. Apa saja kegiatan produksi dan material yang mereka butuhkan untuk menghasilkan nilai yang mereka tawarkan? 13. Siapa atau apa saja mitra kerja mereka dalam kewirausahaan sosial ini? 62
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 6-1
14. Berapa biaya produksi dan ongkos kegiatan produksi nilai yang mereka tawarkan? 15. Berapa harga yang mereka tetapkan untuk nilai yang mereka tawarkan? 16. Apakah mereka melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala? 17. Apakah prosedur pemantauan dan evaluasi telah disepakati bersama? 18. Apakah usaha tersebut relevan dengan tujuan sosial yang ditetapkan? 19. Apakah usaha tersebut dapat mengembangkan nilai ekonomis (layak usaha) ? 20. Apakah manfaat yang dirasakan komunitas dapat dipertahankan secara berkelanjutan ?
Catatan: •
Pertanyaan di atas tidak harus diajukan secara urutan tertentu, walaupun tujuan sosial dan nilai sosial suatu kewirausahaan selayaknya menjadi informasi utama yang perlu digali
•
Ajukan pertanyaan, bila peserta mengunjungi langsung kewirausahaan sosial tersebut, dengan cara yang santun dan tidak memberi kesan mengkritik atau mengevaluasi, tekankan sikap ingin tahu dan belajar dari sesama
•
Sedapat mungkin, bila Anda merancang kegiatan kunjungan langsung, pastikan pihak tuan rumah sudah siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Bukan dengan cara Anda memberikan langsung daftar pertanyaan tersebut namun dengan cara Anda bertanya langsung atau menyampaikan bahwa mungkin selama kunjungan, peserta akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
63
Manual Guru 6-1
Pengajaran 1. Sampaikan di awal sesi apa yang akan dilakukan dan tujuan melakukan sesi 2. Sampaikan di awal sesi, secara singkat mengenai kewirausahaan sosial yang akan dijadikan studi banding 3. Bagikan lembar informasi dan artikel/profil kewirausahaan sosial yang akan dikaji oleh peserta 4. Bila Anda tidak melakukan kunjungan lapangan, pilihan Anda adalah melakukan studi banding berdasarkan profil kewirausahaan sosial yang sudah Anda riset atau mengundang perwakilan kewirausahaan sosial sebagai narasumber 5. Bila Anda melakukan kunjungan lapangan beri tahu lokasi yang akan dikunjungi, Anda dapat membuat janji untuk bertemu di lokasi pada hari dan jam yang disepakati dengan peserta 6. Alokasikan 45-75 menit untuk menggali informasi (membaca profil dan menstrukturkan informasi atau bertanya pada Anda, bila tidak ada narasumber ataupun kunjungan lapangan) menggunakan lembar penggalian informasi (dengan bertanya pada narasumber bila Anda mengundangnya atau melakukan kunjungan lapangan) 7. Pandu mereka untuk kemudian membuat deskripsi/visualisasi model bisnis kewirausahaan sosial yang dikaji dengan lembar kerja BMC. 8. Sebagai alternatif, bila peserta sangat aktif, Anda dapat memandu mereka untuk membuat deskripsi/visualisasi model bisnis alternatif yang peserta dapat pikirkan untuk meningkatkan keberlanjutan dan keberhasilan pencapaian tujuan sosial kewirausahaan sosial tersebut Catatan: Sebaiknya bila Anda melakukan kunjungan atau narasumber masih ada di kelas, sesi analisa dengan BMC ditekankan ulang pada para peserta tujuannya bukan untuk mengkritisi atau mengevaluasi tapi untuk memahami, belajar dan bila mungkin usulan untuk meningkatkan model bisnis kewirausahaan sosial yang dikaji
Kesimpulan kegiatan Sesi ini mendorong siswa untuk dapat lebih dalam memahami implementasi konsep kewirausahaan sosial dalam suatu aktivitas yang terorganisasi dan berbasis komunitas. Ke64
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Manual Guru 6-1
giatan ini juga dapat menggambarkan secara sederhana bagaimana suatu kegiatan audit sosial diterapkan. Evaluasi Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial dan audit sosial, sebelum menyimpulkan sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan : Apakah mereka telah menjelaskan jawaban dari pertanyaan pada lembar Studi Banding ?, Apakah penyusunan BMC telah sesuai dengan kondisi nyata Kewirausahaan Sosial yang telah mereka kunjungi? Selanjutnya pastikan bahwa mereka dapat melihat penerapan konsep kewirausahaan sosial dan menyimpulkan apakah aktivitas pada lembaga tersebut relevan dengan tujuan sosialnya serta dapat berkelanjutan.
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (Al-A’raf (7) : 85)
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
65
LAMPIRAN
66
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
67
Lampiran 1-2
KEWIRAUSAHAAN SOSIALKAH ?
1.1 Kebab Turki BABA RAFI
Siang itu, Hendy Setiono berkemeja batik cokelat dipadu celana hitam. Cukup sederhana. Tak tecermin tampang seorang bos dari perusahaan beromzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan. Kebab adalah makanan khas Timur Tengah (Timteng) yang dibuat dari daging sapi panggang, diracik dengan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise, lalu digulung dengan tortila.
Hendy mengisahkan, pada Mei 2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang bertugas di perusahaan minyak di Qatar. Selama di negeri yang baru sukses melaksanakan Asian Games itu, dia banyak menemui kedai kebab yang dijubeli warga setempat. Lantaran penasaran, Hendy yang mengaku hobi makan itu lantas mencoba makanan yang lezat bila dimakan dalam kondisi masih panas tersebut. “Ternyata, rasanya sangat enak. Saya tak menduga rasanya seperti itu,” papar Hendy.
Begitu tiba kembali di Surabaya, dia langsung menyusun strategi bisnis. Yang pertama dilakukan adalah mencari partner. Dia tidak ingin usahanya asal-asalan. Dia kemudian bertemu Hasan Baraja, kawan bisnisnya yang kebetulan juga senang kuliner. Awalnya, mereka sengaja melakukan trial and error untuk menjajaki peluang bisnis serta pangsa pasarnya.
September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya mulai beroperasi. Mengawali sebuah bisnis memang tidak mudah. Apalagi untuk meraih sukses seperti sekarang. Suka duka pun dirasakan, hasilnya dalam 3-4 tahun, dia berhasil mengembangkan sayap di mana-mana. Bahkan, hingga pengunjung 2006, pengusaha muda tersebut mencatat telah memiliki 100 outlet Kebab Turki Baba Rafi yang tersebar di 16 kota di Indonesia. Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sumber : www.babarafi.com
68
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 1-2
1.2 SAUNG ANGKLUNG UDJO
Saung Angklung Udjo (disingkat SAU), didirikan oleh Udjo Ngalagena (alm) yang akrab dengan panggilan Mang Udjo dan isterinya, Uum Sumiati. Mang Udjo dikenal sebagai pembuat angklung sejak tahun 1966, yang didasarkan atas hobi.
Kegemarannya akan angklung mendorong Udjo untuk mengajak orang-orang di komunitasnya untuk memberikan kontribusi positif kepada kerajinan angklung dan seni pertunjukan permainan angklung serta pertunjukan tradisional kesenian Sunda. SAU merupakan sanggar seni sebagai tempat pertunjukkan seni, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai obyek wisata budaya khas Jawa Barat, dengan mengandalkan semangat gotong royong antar sesama warga.
Generasi kedua, putra-putri mang Udjo, berusaha membawa SAU untuk mewujudkan cita-cita dan harapan Abah Udjo (alm) yang atas kiprahnya dijuluki sebagai legenda Angklung, yaitu Angklung sebagai seni dan identitas budaya yang membanggakan. Pada awalnya SAU merupakan usaha keluarga, baru setelah tahun 1995, diadakan penataan dan berorientasi pada profit. Badan Hukum SAU telah berbentuk Perusahaan Terbatas, yang setelah pak Udjo almarhum, diteruskan oleh putra-putrinya (ada ada 10 orang). Kondisi lokasi SAU dapat diibaratkan oase kebudayaan di tengah perkampungan padat, di atas tanah seluas 1,2 hektar. Saat ini SAU mengembangkan cikal bakal konsep perusahaan berbasis masyarakat, dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam memproduksi angklung, mereka dijadikan perajin binaan. Perusahaan memodali dana dan bahan baku untk pembuatan angklung di rumah sesuai dengan target permintaan, kemudian diserahkan kembali ke perusahaan. Sebagian artis pertunjukan musik angklungpun adalah anak-anak dan remaja di komunitas sekitar. Dan sebagian besar anak-anakpun dapat terus melanjutkan sekolahnya dari beasiswa SAU.
Saat ini SAU mampu menghasilkan pendapatan yang signifikan dari pertunjukan rutin dan semakin dikenal di tataran internasional.
Sumber : www.angklung-udjo.co.id
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
69
Lampiran 1-2
PT Bakrie Telecom Tbk menuntaskan penyerahan infaq Hape Esia Hidayah dengan menyerahkan danA hampir mendekati Rp 5 Miliar yang dananya disisihkan Rp 10 ribu dari setiap unit penjualan hape tersebut. Keseluruhan infaq diberikan kepada 5 lembaga sosial yang kompeten & memiliki lisensi sebagai penyalur infaq yang independent. Masing-masing adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dompet Dhuafa Republika, Bakrie Untuk Negeri, ANTV Peduli dan BTEL ROCKS (Reaching Out Communities and Kids) yang merupakan Corporate Sosial Responsibility (CSR) dari PT Bakrie Telecom. Rakhmat Junaidi, Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk menjelaskan perusahaan sengaja menitikberatkan pembagian infaq pada sektor pendidikan mengingat sektor ini merupakan salah satu investasi utama masa depan bangsa. ”Pendidikan bukan saja terbatas pada pendidikan formal di sekolah tapi juga menyangkut program pelatihan untuk membangkitkan semangat kewirausahaan. Jadi ada keseimbangan antara pengetahuan dan ketrampilan sehingga peserta didik lebih siap menghadapi turbulensi kehidupan di masa depan”, ujar Rakhmat ketika menyampaikan sambutannya di acara penyerahan infaq Hape Esia Hidayah di Jakarta kemarin. Program-program yang dilakukan antara lain Bakrie Telecom bersama Majelis Ulama Indonesia mengembangkan program pelatihan bagi para santri dan kaum dhuafa melalui Yayasan Sekar Bumi. Selain pendidikan yang bersifat pelatihan ketrampilan (skill), Bakrie Telecom juga menunjang aktivitas pendidikan formal seperti program membaca selama 1 tahun kepada anak-anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah dengan melakukan pembagian gratis Koran Berani (Berita Anak Indonesia). “Kami bersyukur atas kepedulian dan dukungan para pelanggan Hape Esia Hidayah karena mereka bukan saja merasakan manfaatnya dalam membantu kegiatan beribadahnya, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lainnya dengan Infaq yang kami sisihkan”, ujarnya.
Sumber : www.bakrietelecom.com
70
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 1-2
1.4 GREENERATION INDONESIA (GI) Termotivasi oleh isu perubahan iklim, Greeneration Indonesia dibentuk pada tahun 2005 untuk mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan. Greeneration Indonesia (GI) adalah sebuah perusahaan yang menawarkan gaya hidup ramah lingkungan melalui produk dan program. Direktur Greeneration Indonesia, M Bijaksana Junerosano berpendapat bahwa “Selama ini masyarakat berprinsip semua kejadian bisa saja terjadi asal not in my backyard termasuk pada kerusakan alam. Hal ini yang perlu diubah cara pandangannya bahwa isu lingkungan adalah tanggung jawab semua,” . Berbagai program pun diciptakan Greenaration dengan berdasarkan pada visi “Indonesia Lestari” melalui empat misi yakni pengelolaan sampah, Indonesia cukup air, hemat energi, dan langit cerah Indonesia. “Dari misi itu kami turun menjadi program-program kampanye untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Untuk sekarang kami fokus kepada yang pengelolaan sampah dulu baru tahun depan mulai fokus ke cadangan air,” ucap Sano. Tidak mengherankan apabila kemudian para anak muda ini di tahun 2006 membuat sebuah program bertajuk KEBUNKU (KErtas Bekasku hijaUkan BanduNgKu), yaitu program yang berusaha menciptakan siklus untuk mengembalikan pohon yang telah dimanfaatkan (jadi kertas) menjadi pohon kembali. Program Kebunku ini ditujukan bagi para pelajar sekolah dengan mengajarkan pendaurulangan kertas untuk kemudian dijual. Hasil penjualan akan digunakan untuk membeli bibit pohon dan kemudian ditanam. Guna menjaga kesinambungan dari program mereka, pada tahun 2008 GI melakukan restrukturasi dan mengembangkan infrastruktur usaha. GI kemudian memperkenalkan produk utama mereka, BaGoes, yakni tas ramah lingkungan yang dapat menjadi pengganti penggunaan kantong plastik. Selain pembuatannya yang ramah lingkungan, tas BaGoes juga mempromosikan pentingnya mengurangi jumlah sampah sehingga sejalan dengan visi awal pembentukan GI. Keuntungan yang diperoleh dari BaGoes kemudian disalurkan untuk program-program GI seperti Masuk RT yang berusaha mengajarkan sistem pengolahan sampah rumah tangga yang ramah lingkungan kepada masyarakat sekitar mereka. Sumber: http://greeneration.org/ho
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
71
Lampiran 1-1.b
KEWIRAUSAHAAN SOSIALKAH ?
Perusahaan Mengapa?
Kewirausahaan Sosial Mengapa?
1.1
1.2
1.3
1.4
72
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 1-2
LEMBAGA KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ATAU PERUSAHAAN ?
Kewirausahaan sosial
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Perusahaan korporasi
Kewirausahaan sosial maupun Perusahaan korporasi
73
Lampiran 2.6
MEMETAKAN STAKE HOLDER
Status Pemangku Kepentingan
Nama Pemangku Kepentingan
Primary Stakeholders
1. 2. 3. ..........
Secondary Stakeholders
1. 2. 3. ..........
Tertiary Stakeholders
1. 2. 3. ..........
74
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 2.6
MEMETAKAN STAKE HOLDER
Nama Pemegang Kepentingan
Ekspektasi
Manfaat
Sumberdaya
Catatan : Ekspektasi - Apa saja harapan mereka terhadap kegiatan kita Manfaat - Manfaat apa saja yang akan mereka terima Sumber daya - Sumber daya apa saja yang dapat mereka berikan atau mereka butuhkan
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
75
Lampiran 3.1
PENJELASAN SLIDE BUSINESS MODEL CANVAS
Slide 1: “Kenapa kita perlu menggunakan Model Bisnis?”
Biarkan peserta mencoba menjawab pertanyaan ini, individual atau diskusi berkelompok. Jawaban: Terkadang kita butuh untuk menuliskan apa yang berusaha kita capai dengan suatu usaha, tujuan menuliskan bisa karena kita perlu menganalisanya atau kita perlu menjelaskannya ke orang lain dengan jelas. Tanyakan berapa banyak peserta yang bingung ketika harus menjelaskan usaha mereka ke pihak lain. Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini
Slide 2: “Apa hubungan antara wirausaha sosial yang berupaya memberikan dampak sosial /dan lingkungan hidup.....dengan model bisnis?
Biarkan peserta mencoba menjawab pertanyaan ini, individual atau diskusi kelompok Jawaban: Ketika usaha ‘biasa’ saja perlu kejelasan model bisnis, maka wirausaha sosial lebih perlu model bisnis yang jelas, agar mudah dijalankan atau ketika menjelaskannya kepada pihak lain. Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini sendiri
Slide 3: Apakah organisasi berikut membutuhkan model bisnis?
Pertanyaan pembuka lanjutkan ke slide berikutnya
Slide 4: Perusahaan Ritel
Biarkan peserta mencoba menjawabnya. Jawaban: “Tentu saja sebuah perusahaan ritel membutuhkan dan memiliki model bisnis yang jelas.” Jika diperlukan, coba bahas secara singkat model bisnis dari sebuah perusahaan ritel yang terkemuka di daerah Anda...misal sebuah toko kelontong, model bisnisnya adalah membeli secara grosir 76
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 3.1
barang-barang kebutuhan pokok untuk kemudian dijual kembali secara eceran. Keuntungan dia dapatkan dari selisih antara harga barang secara grosir dan harga ketika dijual secara eceran. Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini sendiri
Slide 5: Koperasi
Biarkan peserta mencoba menjawabnya. Jawaban: Sebuah koperasi, betapapun kecil, membutuhkan dann seharusnya memiliki model bisnis yang jelas. Jika diperlukan, coba bahas secara singkat contoh sebuah koperasi di daerah peserta, misal koperasi simpan pinjam menghimpun dana setoran dari anggotanya untuk kemudian dipinjamkan pada salah satu anggota yang membutuhkan. Selisih antara dana pinjaman yang dikembalikan (plus bunga) dan dana awal yang dihimpun merupakan pendapatan utama koperasi simpan pinjam
Slide 6: NGO
Biarkan peserta mencoba menjawabnya. Jawaban: Sebuah NGO walaupun bergerak tidak untuk memaksimalkan pendapatan bagi pendiri/ pengurusnya, tetap membutuhkan aliran dana masuk untuk membiayai operasional pelaksanaan kegiatan mereka. Sebuah NGO ‘tradisional’ model bisnis nya adalah menghimpun dana hibah/grant atau dana sosial untuk disalurkan/dikelola untuk kepentingan sosial dan menutupi biaya operasionalnya.
Slide 7: Lembaga pengelola zakat.
Biarkan peserta juga mencoba menjawabnya. Jawaban: Sebuah lembaga amil zakat tetap membutuhkan dana untuk membiayai operasional organisasi. Model usaha sebuah lembaga amil zakat adalah menghimpun sebanyak mungkin dana zakat, menyalurkannya kepada yang berhak dan menggunakan hak pengelola zakat untuk membiayai operasional organisasi. © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
77
Lampiran 3.1
Slide 8: Kesimpulan: Semua bentuk organisasi tadi memiliki model usaha/bisnis yang dapat diurai, dianalisis dan divisualisasikan
Kesimpulan 1 dan tujuan 1 sesi tercapai
Slide 9: Jadi apa definisi model bisnis/usaha?
Biarkan peserta mencoba menjawabnya secara individu atau diskusi kelompok
Slide 10: Sebuah model bisnis adalah gambaran logis mengenai bagaimana sebuah organisasi menciptakan, menghantarkan dan menangkap sebuah nilai
Definisi yang diajukan Alex Osterwalder, PhD adalah sebagaimana disebut di atas. Kata kuncinya dalam definisi ini adalah: • Gambaran yang berarti harus ada deskripsi atau visualisasi • Logis yang berarti ada hubungan yang jelas antar deskripsi dan hubungan tersebut harus masuk akal • Organisasi berarti kegiatan/usaha yang akan dijalankan/sudah berjalan • Menciptakan yang berarti memberi nilai dari yang (sebelumnya) tidak ada nilai atau memberi nilai tambah (sesuatu menjadi lebih ‘berharga’). Dapat berarti nilai ekonomis atau nilai lain yang memiliki makna keberhargaan atau kebermaknaan • Menghantarkan yang berarti harus dapat mendistribusikan/menyampaikan nilai yang ditawarkan kepada yang membutuhkan/menginginkannya • Menangkap berarti harus dapat memperoleh nilai ekonomi atau manfaat dari kegiatan menciptakan dan menghantarkan nilai tersebut sebelumnya
Catatan: Dapat saja peserta tidak/kurang menyetujui definisi ini, namun untuk kepentingan kegiatan pembelajaran definisi ini akan digunakan untuk membatasi dan mengarahkan proses belajar. 78
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 3.1
Slide 11: Komponen dasar Business Model Canvas
PN KP
M U SB
MP
BR JD
sumber: www.businessmodelgeneration.com
SP
SPeng
Fasilitator memaparkan pada peserta mengenai komponen dasar Business Model Canvas: − PN: Penawaran Nilai. Hal (produk atau jasa) apa yang dapat suatu organisasi/bisnis/usaha tawarkan? Contoh: produknya berupa makanan/penganan bagi siswa, tapi nilai yang ditawarkan misalnya makanan halal, sehat terjamin. Jasa yang ditawarkan berupa pencucian pakaian siswa, tapi nilai yang ditawarkan adalah kebersihan, kepraktisan dan kerapihan pakaian dengan harga yang terjangkau − SP: Segmen Pasar. Orang/lembaga yang akan menikmati nilai yang ditawarkan. Bisa saja ada 2 pasar yang akan menikmati nilai yang ditawarkan, dan hanya salah satu yang dapat menawarkan balik nilai ekonomi (sanggup membayar). Contoh: yang menikmati makanan halal dan sehat adalah siswa, tapi yang membayar adalah orang tuanya atau malah pihak lain. − JD: Jalur Distribusi. Terkait dengan bagaimana upaya organisasi/bisnis/usaha menghantarkan nilai yang ditawarkan, kepada segmen pasar yang akan menikmati dan membayarnya. Contoh: ditawarkan melalui kantin sekolah, melalui jasa antar jemput langsung ke rumah siswa. − BR: Bina Relasi. Terkait dengan upaya menyampaikan informasi positif dan mengelola me© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
79
Lampiran 3.1
kanisme umpan balik dari penikmat nilai. Tujuannya adalah untuk memelihara keinginan mereka untuk terus menikmati nilai yang ditawarkan namun juga mengetahui secara terus menerus bagaimana meningkatkan kualitas tawaran nilai sehingga penikmatnya akan terus ‘setia’ − SP: Sumber Penghasilan. Semua komponen di atas bagian SP akan menentukan darimana organisasi/bisnis/usaha dapat meraih nilai ekonomis yang akan membantu mereka untuk terus berusaha. Contoh: Menawarkan nilai atas produk makanan sehat dan halal kepada orang tua murid sehingga mereka bersedia membayar agar anak mereka tidak perlu jajan pada saat sekolah dan meminimalisir peluang mereka sakit karena jajanan kurang sehat, penghasilannya adalah dari pembayaran orang tua. Yang menikmati langsung produk adalah siswa, yang menikmati nilai yang ditawarkan adalah orang tua siswa, yang membayar adalah orang tua siswa. − KP: Kegiatan Produksi. Terkait dengan apa saja yang dilakukan untuk menghasilkan nilai yang dapat ditawarkan. Contoh: Membeli bahan makanan, mengolahnya menjadi makanan, mengemasnya dan menjajakannya − MP: Material Produksi. Hal-hal/barang-barang yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai yang dapat ditawarkan. Contoh: x kg bahan makanan per hari, x kotak kemasan makanan, kios, dsb − MU: Mitra Usaha. Pihak-pihak yang dapat/sudah terlibat untuk KP dan MP. Misalnya: sesama staf pengajar/staf administratif/orang tua yang terlibat dalam produksi dan distribusi, supplier, dsb. − SB: Struktur Biaya. Bagaimana (dan berapa) biaya muncul akibat KP dan pengadaan MP. Contoh: Ongkos membeli bahan makanan, biaya mengolah, mengemas dan menjajakan makanan, dsb
Catatan: Dapat disampaikan kepada peserta bahwa BMC dapat digunakan untuk mendeskripsikan/memvisualisasikan seluruh komponen bisnis atau usaha secara rinci, misal: frekuensi dan metode spesifik distribusi, biaya per material produksi, dst. Namun untuk tahap awal, BMC sebaiknya digunakan untuk mendeskripsikan dan memvisualisasikan hal yang umum dulu tentang bisnis/usaha yang akan dibahas.
Slide 12: Matriks/Bagan BMC di kertas kerja
80
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Lampiran 3.1
Sampaikan pada para peserta bahwa mereka akan dapat menggunakan/membuat BMC sendiri untuk tujuan belajar praktek. Sampaikan ulang mengenai kotak/area isian dalam BMC. Sampaikan pula bahwa BMC digagas Alex Osterwalder untuk dikerjakan dengan kertas tempel/post-its namun kita bisa saja menggunakan cara lain (menulis di plastik atau papan tulis yang dapat dihapus). Contohkan bagaimana mengerjakan BMC dgn menggunakan post-its.
Slide 13: Contoh BMC dari sebuah NGO/LSM ‘tradisional’
Paparkan contoh bagaimana model usaha sebuah NGO/LSM ‘tradisional’. Mulai dari bagian tengah dan kanan, yang mendeskripsikan bagaimana mereka tawarkan adalah nilai-nilai sosial dan ‘janji’ bahwa mereka akan dapat menghantarkan nilai sosial tersebut ke pihak/orang yang membutuhkan. Yang akan menikmati manfaat dari nilai sosial itu (biasanya) tidak dapat memberikan ganti nilai ekonomisnya, namun ada pihak lain yang bersedia dan sanggup memberikan ganti nilai ekonomi atas nilai sosial/manfaat yang akan dihantarkan NGO/LSM tersebut kepada penikmatnya. Lanjutkan dengan paparan bagian kirinya.
Slide 14: Model usaha Grameen Bank
Paparkan/diskusikan bersama bagaimana model usaha Grameen Bank. Mereka ingin memecahkan masalah kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman mikro untuk usaha. Pinjaman mikro diberikan kepada wanita miskin di tingkat desa dengan cara di’distribusikan’ langsung oleh petugas peminjam tingkat desa, begitupun bina relasinya. Kegiatan produksi mereka adalah mencari modal awal, mendistribusikan pinjaman, mengambil pengembalian pinjaman, mengembalikan modal awal, mendampingi kegiatan usaha. Materi produksi mereka adalah dana pinjaman, alat komunikasi utk para distributor pinjaman. Mitra kerjasama mereka adalah bank pemerintah atau lembaga internasional yang dapat memberikan modal awal, pemerintah tingkat desa dan pengusaha lokal. Penghasilan mereka adalah marjin/selisih pengembalian dengan sistem bagi hasil. Struktur biaya terbesar mereka adalah ‘komisi’ bagi distributor pinjaman
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
81
Lampiran 3.1
Slide 15: Tugas kelompok: mendeskripsikan kemungkinan model usaha alternatif untuk Peepo Bag Fasilitator menjelaskan mengenai karakteristik produk Peepo Bag. Tekankan informasi bahwa Peepo Bag diciptakan dengan tujuan sosial, memecahkan masalah sanitasi (buang air) di negara berkembang dan/ di desa-desa yang belum ada infrastruktur sanitasi dan target penggunanya tidak sanggup membayar bahkan ongkos produksi Peepo Bag. Beri waktu diskusi antara 15-30 menit sekaligus mempersiapkan presentasinya. Gunakan lembar kerja Peepo Bag yang sudah disiapkan. Fasilitator mengunjungi kelompok untuk memastikan mereka memiliki pemahaman yang cukup standar tentang BMC dan komponen2nya. Slide 16: Presentasi kelompok Berikan waktu 3-5 menit bagi tiap kelompok untuk memaparkan deskripsi dan visualisasi yang telah mereka diskusikan bersama. Catat hal-hal menarik dari model yang dipaparkan dan cara mereka berdiskusi/memaparkan Slide 17-18: Alternatif model usaha Peepo Bag yang sudah pernah diusulkan Jelaskan dengan singkat atau dengan menggunakan BMC, mengenai beberapa alternatif model usaha serta keunggulan2nya. Slide penutup (opsional) Tugas mandiri Ada 3 pilihan: 1. Minta peserta untuk mendeskripsikan/memvisualisasikan model usaha sosial yang ada di sekolah mereka/lingkungan mereka/mereka sedang jalankan sebagai pribadi, 2. Minta peserta untuk mendeskripsikan/memvisualisasikan model usaha yang sudah terkenal di Indonesia (misal BUMN, PSSI, PMI, OrMas, dsb), atau 3. Minta mereka mempelajari terlebih dahulu informasi mengenai organisasi2 tersebut melalui riset pribadi (internet, koran, majalah, dsb)
82
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
83