BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN Dina Aryanti*, Diah Arruum** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Phone/fax: +6287869141570 E-mail:
[email protected]
Abstrak Budaya organisasi merupakan sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya dan sekaligus sebagai pembeda dengan organisasi lain. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi. Jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana dengan teknik total sampel. Analisa statistik yang digunakan uji Spearman. Hasil analisas univariat didapat budaya organisasi kurang baik 54,1% dan kepuasan kerja tidak puas 60,7%. Hasil analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p)= 0,037 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak. Disaran bagi pimpinan rumah sakit untuk mampu melibatkan perawat pelaksana dalam pengambilan keputusan di dalam tindakan keperawatan serta mampu mengintegrasikan nilai-nilai penting di dalam rumah sakit sehingga setiap perawat pelaksana mampu mencapai kepuasan kerja.
Kata Kunci: Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja
PENDAHULUAN Pemahaman atas budaya organisasi merupakan sarana terbaik bagi rumah sakit untuk dapat memahami sumber daya manusia dari berbagai profesi di dalam rumah sakit karena budaya organisasi merupakan organisasi merupakan ketentuan aturan dan norma yang tidak tertulis yang menjadi standar perilaku yang dapat diterima dengan baik oleh anggota organisasi (Sunarto, 2004). Hasil penelitian Marie (2004) menunjukkan bahwa budaya organisasi di Nevada hospital digolongkan baik. Hal ini terlihat dari gaji perawat yang tinggi, sumber daya manusia yang kompeten dan yang paling utama adalah rumah sakit tersebut menjunjung tinggi budaya kerjasama yaitu penghargaan yang tinggi dan kepedulian terhadap kerja tim dan partisipasi. Budaya organisasi tersebut sangat kontras apabila dibandingkan dengan fenomena budaya organisasi di Rumah Sakit Indonesia.
Carlis (2009) melihat fenomena yang ada di rumah sakit di Kabupaten Aceh ternyata dijumpai bahwa nilai-nilai budaya yang pernah ada sedikit demi sedikit mulai hilang. Hal ini dapat dilihat nilai senioritas yaitu pemahaman staf terhadap budaya organisasi dalam hubungan saling menghormati antara staf. Berdasarkan fenomena tersebut pembentukan budaya organisasi yang baik akan memberikan implikasi pada kepemimpinan di rumah sakit, pengelolaan potensi-potensi dari berbagai kelompok agar dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi. Denison (2006 dalam Casida, 2007) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Rumah sakit misalnya, dikatakan efektif jika ia berhasil memenuhi kebutuhan para kliennya atau memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Robbins (2007) mengemukakan bahwa terdapat sebuah model keterkaitan antara budaya organisasi 18
dengan kepuasan kerja, yaitu budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah pula. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2005) mengenai hubungan budaya organisasi dan kepuasan kerja dengan motivasi kerja perawat menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti tertarik untuk meneliti tentang budaya organisasi dan kepuasan kerja. Masalah pokok yang di kaji dalam penelitian ini adalah hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Tabel 2. Distribusi Perawat Pelaksana berdasarkan Kepuasan Kerja Perawat Variabel
Kepuasan Tidak Puas Kerja Puas
Budaya Organisasi
Budaya organisasi
Kurang Baik Baik
33 28
r p
Kepuasan Kerja Perawat 0,268 0,037*
*P<0,05 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksan di RS Bhayangkara Medan. Hal ini dibuktikan dari nilai signifikan (p) adalah 0,037 (p<0,05). Nilai korelasi (r) adalah 0,268. Nilai korelasi kedua hubungan ini menujukkan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi kedua hubungan lemah.
Tabel 1. Distribusi Perawat Pelaksana berdasarkan Budaya Organisasi f
37 24
Persentase (%) 60,7 39,9
Tabel 3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Kategori
f
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan sebagian besar perawat pelaksana menyatakan tidak puas bekerja di RS Bhayangkara Medan 60,7%. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat separuh yang menyatakan tidak puas dari total jumlah perawat.
METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif korelasi. Sampel untuk penelitian ini berjumlah 61 orang dengan menggunakan teknik total sampel. Uji reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha. Analisa data dalam penelitian ini menggunkan uji Spearman.
Variabel
Kategori
Persentase (%) 54,1 45,9
Pembahasan Hasil analisa univariat yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi di RS Bhayangkara Medan menurut persepsi perawat pelaksana kurang baik 54,1% (Tabel 1). Hal tersebut ditunjukkan dari persentase, bahwa 34,4% perawat pelaksana menyatakan kepala ruangan selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan perawat pelaksana. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti saat pengambilan data pada Juni 2011 dengan lima orang perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan menyatakan bahwa
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas jumlah perawat pelaksana yang menyatakan budaya organisasi kurang baik 54,1%. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat separuh yang menyatakan kurang baik dari total jumlah perawat.
19
perawat pelaksana jarang terlibat dalam pengambilan keputusan. Salah satu perawat juga menyatakan bahwa kepala ruangan hanya menunjuk satu orang untuk diminta pendapat karena perawat tersebut dinilai memiliki banyak pengalaman. Hal ini juga yang mengakibatkan perawat lain di ruangan jarang dilibatkan dalam tindakan keperawatan. Keterlibatan merupakan suatu sifat yang menampilkan tingginya perkembangan di dalam organisasi yang ditunjukkan dari sikap staf yang bersedia secara suka rela bekerja dan mengikuti aturan di dalam organisasi, karena dengan keterlibatan staf merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari organisasi, memiliki otonomi dan kepercayaan untuk melakukan tindakan ataupun pengambilan keputusan dalam organisasi (Casida, 2007). Sesuai dengan penelitian Christensen (2012) menunjukkan bahwa staf yang memiliki kemampuan membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih bertanggung jawab pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran positif terhadap lingkungannya. Berdasarkan fenomena yang terjadi di RS Bhayangkara Medan menunjukkan 52,5% perawat pelaksana menyatakan bahwa tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan kerjasama tim. Sejalan dengan Marquis dan Huston (2010), pengorganisasian pada ruang rawat terbagi menjadi beberapa metode salah satunya metode keperawatan tim. Keuntungan dari penerapan model keperawatan ini adalah asuhan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, anggota tim diberikan otonomi seluas mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, anggota tim memiliki kemungkinan untuk mengembangkan keahlian yang mereka miliki, dan memberikan otonomi kepada anggota tim untuk menimbulkan kepuasan kerja yang tinggi. Sesuai dengan Mangkuprawira (2010) menjelaskan beberapa ciri-ciri yang mencerminkan ketangguhan suatu tim dapat dilihat dari adanya koordinasi dari pimpinan dan kesadaran staf bahwa mereka merupakan bagian penting dari tim.
Denison (2006 dalam Casida, 2007) menyatakan bahwa organisasi harus mampu beradaptasi dengan pengaruh lingkungan luar dengan cara melakukan perubahan di dalam internal organisasi. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan sebanyak 72,1% perawat pelaksana menyatakan bahwa kepala ruangan selalu berusaha meningkatkan pelayanan keperawatan. Thoha (2002) menyatakan bahwa perubahan di dalam organisasi adalah usaha untuk penyempurnaan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah, serta pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tujuan merupakan merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap realistis (Marquis dan Huston, 2010). Berdasarkan fenomena yang terjadi menunjukkan 55,7% perawat pelaksana menyatakan bahwa kepala ruangan selalu membuat rencana tindakan yang komprehensif dan mudah dicapai. Sejalan dengan Marquis dan Huston (2010) menerangkan bahwa suatu perencanaan harus mampu mempertimbangkan segala aspek baik itu masa lalu, masa sekarang dan berusaha merencanakan masa depan organisasinya, hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan individu di dalam organisasi. Denison (2006 dalam Zwan, 2006) menyatakan bahwa tujuan merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak. Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan mengenai yang harus dilakukan dari organisasi atau perusahaan (Wibisono, 2006). Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi organisasi untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan 60,5% perawat pelaksana menyatakan bahwa perawat selalu melakukan tindakan
20
keperawatan sesuai dengan visi-misi yang ditetapkan di ruangan. Pembuatan dan pelaksanaan visi ataupun misi suatu organisasi harus sesuai dengan konsistensi yang dianut di dalam organisasi tersebut. Sutrisno (2010) menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada sistem keyakinankeyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat ada nilainilai kunci, kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Berdasarkan fenomena di RS Bhayangkara menunjukkan bahwa 67,2% perawat pelaksana menjawab bahwa kepala ruangan selalu menerapkan peraturan yang tegas bagi perawat. Data tersebut didukung dari hasil wawancara dengan salah satu kepala ruangan, beliau menyatakan apabila ada perawat melakukan kesalahan maka kepala ruangan akan menegur perawat tersebut. Sejalan dengan penelitian Denison (2006 dalam Zwan, 2006) di Russian Organisations menunjukkan bahwa staf yang menganggap nilai-nilai inti di organisasi merupakan hal yang penting di dalam organisasi yang dapat menjadi pertahanan untuk integritas organisasi sehingga staf bertindak berdasarkan nilainilai di dalam organisasi tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan seseorang. Munandar (2004) menyatakan bahwa kepuasan kerja dicerminkan melalui lima indikator yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap imbalan, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap supervisi, dan kepuasan terhadap rekan kerja. Berdasarkan hasil analisa kepuasan kerja perawat pelaksana selama bekerja di RS Bhayangkara Medan menunjukkan bahwa sebagian besar kepuasan kerja perawat pelaksana dalam kategori tidak puas yaitu sebesar 60,7%. Hal ini ditunjukkan dari pernyataan bahwa 32,8 % perawat yang menyatakan tidak puas dengan jaminan sosial di rumah sakit. Data tambahan yang didapatkan peneliti pada
Juni 2012 melalui wawancara didapatkan pengakuan dari beberapa perawat bahwa rumah sakit tidak memberikan jaminan sosial bagi perawat. Daft (2006) menyatakan bahwa salah satu hirarki kebutuhan Maslow yaitu kebutuhan akan rasa aman yang meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional. Griffin (2004) menambahkan kebutuhan akan rasa aman akan terpenuhi apabila di dalam lingkungan kerja dipenuhi kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan dan jaminan sosial, sehingga jika salah satu kebutuhan tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan ketidak puasan. Penelitian yang dilakukan Harahap (2004) di salah satu rumah sakit di Medan menunjukkan bahwa perawat 34,5 % puas dengan jaminan sosial di rumah sakit. Selain ketidak puasan tentang jaminan sosial, 31,1% perawat merasa tidak puas dengan sistem promosi di rumah sakit. Selain itu 21,8% perawat menyatakan tidak puas dengan kesempatan belajar bagi perawat.. Berdasarkan hasil pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat tidak puas dengan kebijakan rumah sakit dalam hal jaminan sosial, promosi dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Namun tidak semua penyataan menyebutkan bahwa perawat tidak puas bekerja di rumah sakit 65,6% menyatakan puas dengan sistem supervisi yang dilakukan rumah sakit. Sesuai pernyataan Harahap (2004) menyatakan bahwa supervisi merupakan salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja. Robbins (2007) menjelaskan kepuasan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya apabila pimpinan atasan bersifat ramah dan dapat memahami serta menunjukkan minat pada pekerjaan staf. Pernyataan lain yang mendukung bahwa kepuasan kerja perawat terpenuhi yaitu 80,3% perawat menyatakan puas dengan otonomi di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Rosita (2005) menunjukkan 50,8% staf merasa puas dengan otonomi yang diberikan perusahaan. Robbins (2007), salah satu kondisi yang dapat membuat staf mengalami kesenangan dan kepuasaan kerja yaitu pekerjaan yang menantang serta otonomi atau kemandirian 21
melakukan tindakan di organisasif dan mengeluarkan pendapat. Berdasarkan analisa data tentang kepuasan kerja didapatkan secara keseluruhan perawat yang bekerja di Rumah sakit Bhayangkara 60,7% adalah tidak puas. Namun situasi dan kondisi yang ada pada saat ini harus menjadi perhatian pihak rumah sakit bila perkembangan rumah sakit ingin terus ditingkatkan, baik dalam hal kualitas pelayanan ataupun sarana dan prasana. Handoko (2002) mengatakan bahwa kepuasan kerja dapat dicapai jika pekerjaan tersebut penuh tantangan, adanya sistem penghargaan yang adil berupa upah dan promosi jabatan, kondisi kerja yang mendukung dan budaya organisasi yang baik. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan Spearman test, terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan nilai signifikansi (p) = 0,037 (<0,05) dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,268). Hal ini menegaskan bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain bahwa terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan. Sejalan dengan hasil penelitian Manik (2009) yang menjelaskan bahwa budaya organisasi mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja. Rosita (2005) juga menambahkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya budaya organisasi yang baik maka akan mengakibatkan kepuasan kerja staf terpenuhi. Penelitian yang dilakukan Bastian (2006) dengan menggunakan regresi linier dan berganda didapat hasil bahwa budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja staf dengan tingkat signifikansi F hitung adalah 0,000(p< 0,05). Hal ini menunjukkan budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Hubungan budaya organisasi yang tidak terlalu kuat dengan kepuasan kerja yaitu dengan r (0,268), dikarenakan kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit Bhayangkara bukan dominan
disebabkan oleh budaya organisasi. wawancara yang dilakukan peneliti bulan Juni 2012 didapatkan pengakuan dari beberapa perawat bahwa yang mengakibatkan mereka puas bekerja di Bhayangkara karena mereka membetahkan diri untuk tetap bekerja di rumah sakit Bhayangkara selain itu status kepegawai yang telah mereka terima yang akhirnya mereka puas bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Artinya semakin baik budaya organisasi di rumah sakit maka kepuasan kerja akan semakin meningkat. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak baik budaya organisasi maka semakin kepuasan kerja akan menurun. Diharapkan untuk pimpinan rumah sakit agar dapat menyelesaikan masalah eksternal dan mengadakan perubahan di internal di dalam rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Bastian. (2006). Pengaruh budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Dharmo. Tesis : Ekonomi UI. Dibuka pada tanggal 10 Februari 2012. Carlis, Y. (2009). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Casida, J. (2007). Leadershiporganizational culture relationship in nursing units of acute care hospitals. Nursing Economic. Dibuka pada tanggal 4 Februari 2012. Dibuka melalui: www. Pdf.com Christensen. (2012). An exploration of industry, culture and Revenue. Dibuka pada tanggal 5 Juli 2012. Dibuka melalui: www. Findarticle.com.
22
Daft, R.L,. (2006). Management (Jilid 2, Edisi Keenam). Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Rosita.
Griffin. (2004). Manajemen (Jilid 2, Edisi Ketujuh). Jakarta: Erlangga.
(2005). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Karyawan PT. Tolan Tiga Indonesia. Tesis Pasca Sarjana USU.
Saputra, R. (2005). Hubungan Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja dengan Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Karya Bhakti Kota Bogor.
Handoko. (2002). Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Harahap, B. (2004). Kepuasan Kerja dan Hubungannya dengan Kinerja Perawat di Bagian Rawat Inap RS. Permata Bunda Medan. Tesis FKM USU.
Sunarto. (2004). Manajemen Karyawan. Yogyakarta: Amus. Sutrisno, E. (2010). Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Mangkuprawira. (2010). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Thoha, M. (2002). Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Jakarta.
Manik, Esalona Anilena.. (2008). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja karyawan Pada PT. Trakindo Utama Medan. Tesis: Fakultas Ekonomi USU.
Wibisono, D. (2006). Manajemen Kinerja. Jakarta: Erlangga. Zwan. (2006). Assessing Organisational culture in a Private Hospital in the western cape. University of Western Cape. Dibuka pada tanggal 4 Juli 2012. Diambil melalui: www.pdf.com.
Marie, S. (2004). The Corporate Culture of Nevada Hospital. Master of public Administration Concentration in Health Care Greenspun College of Urban Affair. Diambil dari www.pdfbook.com. Dibuka pada tanggal 3 Juli 2012. Marquis, L.B, & Huston J,C. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC. Munandar. (2004). Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan Unjuk kerja Perusahaan. Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Robbins, S. P. (2007). Management. (ninth ed). United States: Pearson Education Inc.
23