BUDAYA FOTO PREWEDDING DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Aris Fotografer, Jl. Harvest Citi Blok Ob 1V No.15, Cibubur) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
IRFAN HELMI NIM: 1110044100030
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H/2016 M
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat,7 September 2016
Irfan Helmi
iii
ABSTRAK Irfan Helmi. NIM 1110044100030. BUDAYA FOTO PREWEDDING DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Aris Fotografer, Jln. Harvest City, Blok OB 1V, No. 15, Cibubur.) Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437/ 2016. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor yang membuat para calon pengantin ingin melaksanakan pemotretan Prewedding pada saudara Aris (Fotografer Prewedding), dan Bagaimana Syariat Islam memandang kegiatan pemotretan Prewedding yang dilaksanakan sebelum akad nikah, pada kasus pemotretan saudara Aris (Fotografer Preedding.) Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data Primer berasal dari hasil wawancara penulis dengan saudara Aris selaku Fotografer Prewedding. Sumber data sekunder berasal dari buku-buku rujukan dan website yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang ada pada skripsi ini. Dan teknik penulisannya berdasarkan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kesimpulan bahwa Trend adalah faktor yang paling puncak yang menyebabkan banyaknya calon pengantin mendatangi saudara Aris untuk di potret dalam bentuk Foto Prewedding. Dan Syariat Islam memandang haram kegiatan pemotretan Prewedding yang dilakukan oleh saudara Aris, hal itu di sebabkan dalam pemotretannya selalu menggambarkan perilaku khalwat, ikhtilat, dan kasyful aurat. Kata Kunci :Foto Prewedding, Khalwat, Ikhtilat, dan Kasyful Aurat. Pembimbing
:Prof.Dr.H. Amin Suma, S.H.,MH.,MM.
Daftar Pustaka
:Tahun 1993 s/d 2012
iv
KATA PENGANTAR Puja serta puji syukur penulis tujukan pada Allah SWT, karena berkat irodah NYA, hidayah NYA, Allah masih memberikan sehat jasmani maupun rohani. Shalawat serta salam lupa penulis tujukan pada baginda besar Nabi Muhammad SAW. Karena berkat pejuangan dakwahnya, akhirnya kita bisa mengenal Islam, Iman, dan Ihsaan. Dengan segala hormat, Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis, yakni Bapak Momon Sahliman dan Ibu Otin, karena dengan kasih sayang dan do’anya, pada akhirnya penulis bisa memasuki pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Juga, penulis persembahkan untuk Amelia, semoga lancar selalu studinya, dan Elin Marlina, semoga selalu di mudahkan Allah dalam tugas kebidanannya. Banyak sekali hambatan dan rintangan yang membentang di saat penulis menyusun Skripsi ini, dan dari itu pula penulis sadar bahwa keilmuan penulis masih jauh terasa cukup. Namun walau begitu, berkat masukan dan nasihat beliau-belau ini, akhirnya penulis bisa mematahkan hambatan dan rintangan itu semua. Beliau-beliau itu semua ialah: Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Dr. Abdul Halim, MA dan Bapak Arip Purkon, MA, selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof.Dr.H. Amin Suma, S.H.,MH.,MM, selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah rela dan ikhlas memberikan waktu, tenaga, dan keilmuan, demi terciptanya Skripsi ini. Kata terimakasih sungguh elok untuk di sematkan pada beliau. Semoga beliau selalu dalam fii sabiilillah hatta yarji’a.
v
4
Kepada segenap Civitas Akademika Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan segalanya untuk penulis selama berada di bangku perkuliahan
5
Terima kasih pula untuk Sarah Annisa, S.E yang selalu mencharge semangat penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.
6
Kepada KH. Mad Rodja Sukarta, selaku pimpinan Pondok Pesantren Daarul
Muttaqien,
yang telah mendidik penulis selama 6 tahun di Pondok Pesantren tercinta. Serta para Asaatidz dan Asaatidzah Pondok Pesantren Daarul Muttaqien, ilmu-ilmu yang bermanfaat sungguh penulis rasakan saat di jenjang Universitas. Semoga KH. Mad Rodja Sukarta dan seluruh asaatidz asaatidzah selalu di limpahkan kesehatan dan selalu fi sabilillah. 7
Sahabat-sahabat seperjuangan penulis, Muhsin Dumbella, S.Sy, Ircham Maha Putra, Ivan Rb, dan semua teman-teman Peradilan Agama angkatan 2010. Serta kepada teman-teman KKN (STMJ), kalian hebat.
8
Tak lupa pula pada Remaja Islam Al-Kautsar (RISKA), yang ketika dalam
majelis,
sempat mendoakan penulis demi terselesaikannya Skripsi ini. Juga pada Ustadz Jeje Fauzi, SH selaku guru penulis yang selalu mendobrak keberanian penulis untuk tampil di muka umum dan memberikan pencerahan-pencerahan qalbu untuk kemajuan diri penulis. Semoga seluruh anggota Remaja Islam Al-Kautsar (RISKA) dan Ustadz Jeje Fauzi, SH selalu di sehatkan, di berkahkan umur, dan permudah rejeki. Akhirnya, Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan solusi bagaimana seharusnya Hukum Islam itu di tegakkan di zaman modern ini. Amiin yaa robbal alamiin. Ciputat, 7 September 2016
Irfan Helmi
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… i LEMBAR PERYATAAN………………………………………………………... ii ABSTRAK………………………………………………………………………... iii KATA PENGANTAR…………………………………………………………… iv DAFTAR ISI……………………………………………………………………... vi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..viii BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………….. 1 A. B. C. D. E. F.
BAB II
Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 3 Tujuan Penelitian dan Manfaatnya ...................................................... 4 Studi Review Terdahulu ...................................................................... 4 Metode Penelitian ................................................................................ 7 Sistematika Penulisan .......................................................................... 9
KAJIAN TEORI ............................................................................11 A. Pengertian Fotografi & Hukumnya Dalam Islam ............................... 11 B. Pengertian Foto Prewedding &Sejarahnya......................................... 11 C. Pengertian Ikhtilat, Khalwat, & Kasyful Aurat .................................. 13
BAB III
PROFIL ARIS SUHENDI .............................................................21 A. Profil Aris Suhendi. ............................................................................ 21 B. Latar Belakang Berprofesi Sebagai Fotografer Prewedding .............. 22 C. Alasan Para Calon Pengantin Ingin Mengabadikan Dirinya Dalam Foto Prewedding................................................................................. 22
BAB IV
FOTO PREWEDDING DALAM PANDANGAN ISLAM.........26 A. Foto-foto Prewedding Berikut Analisisnya Dalam Hukum Islam...... 26 B. Contoh Solusi Foto Prewedding Sesuai Syariat Islam…………... 36 C. Pendapat Ulama dan Hujjahnya.. ....................................................... 39
BAB V
PENUTUP.......................................................................................41 A. Kesimpulan......................................................................................... 41 B. Saran ................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA…………………..……………………………………........ 45 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Lampiran Tentang Mohon Kesediaan Pembimbing……………………… 48
vii
2. Lampiran Tentang Surat Permohonan Data/Wawancara………………… 49 3. Lampiran Tentang Surat Jawaban dari Aris Suhendi…………………….. 50
viii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi. 2. Surat Keterangan Permohonan Data/Wawancara. 3. Surat Jawaban Aris Suhendi.
ix
`BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waktu berjalan cepat dan pasti, hingga merubah detik menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari dan seterusnya. Yang pada akhirnya waktu juga lah yang membawa semuanya pada zaman modern seperti sekarang ini. Zaman modern yang di kenal dengan sebutan era globalisasi telah didominasi oleh pesatnya perkembangan teknologi. Keadaan yang seperti ini membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat dari banyak segi. Perubahan yang besar ini telah mengusung kemajuan yang luar biasa, sekaligus menimbulkan kegelisahan di kalangan orang banyak.1 Semua itu telah membawa perubahan besar terhadap perilaku manusia yang menjadi wilayah kompetensi moral.
Sekarang banyak orang mulai mempertanyakan kembali
kompetensi, sekaligus peran dan kemampuan moral untuk mengantisipasi, mengatur dan mengendalikan moral masyarakat. Semakin hari perilaku masyarakat kian membiarkan, tidak kritis lagi dalam memerangi nilai moral dan etika. Bahkan nilai sakral agama sekalipun. 2 Nilai sakral agama ini dapat diambil contoh mengenai Pernikahan. Kita tahu, bahwa sebuah pernikahan akan berjalan sah bila rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Namun, di samping rukun dan syarat yang harus dipenuhi, rasanya beberapa sunnah pernikahan nampaknya telah dijadikan kebiasaan bahkan kewajiban oleh masyarakat sekarang ini. Salah satu contoh sunnahnya adalah “Resepsi”, atau dalam bahasa arab di sebut Walimatul ‘urs. Bagi sebagian ulama yang ber mazhab Syafi’i, Hanbali dan Maliki, berpendapat bahwa menghadiri acara Walimatul ‘urs bagi orang yang diundang adalah wajib. Datang ke suatu pesta pernikahan hukumnya sama dengan datang ke pesta-pesta yang lainnya,
1
Muhammad Djakfar, Agama Etika, dan Ekonomi (Malang:UIN Malang Press, 2007), h. 3. Muhammad Djakfar, Agama Etika, dan Ekonomi, h. 4.
2
1
2 sebagaimana yang ter maktub dalam kitab Al-Bahr. Ini mengambil hukum Qiyas dimana jumhur ulama tidak berbeda pendapat bahwa menghadiri acara tasyakuran seperti aqiqah, dan lainnya adalah sunnah, maka walimatul ‘urs pernikahan itu di qiyaskan kepada pestapesta yang lainnya.3 Berbicara mengenai Walimatul ‘urs, maka tak jauh berbicara mengenai pernakpernik perhiasan yang menghiasi sudut ruangan walimatul ‘urs. Pernak-pernik tersebut tepatnya adalah Foto Prewedding sang kedua calon pengantin. Pada Foto Prewedding tersebut ter gambarkan sepasang keturunan Adam dan Hawa yang tengah berbahagia. Sebuah gambaran kebahagiaan sekali dalam seumur hidup yang ter lukiskan dalam Album Foto Prewedding. Seakan gambaran manis massa-massa pacaran terangkum satu dalam album Foto Prewedding. Memang pengambilan gambar Foto Prewedding ini belum ada pada massa Nabi, dan terlebih hal tersebut bukanlah bagian dari rentetan sunnah pernikahan seperti halnya Walimatul ‘urs. Dan kemudian tiada lah masalah bila mana pengambilan gambar Foto Prewedding ini di laksanakan, karena tidak sampai merusak rukun dan syarat pernikahan. Tetapi yang perlu di garis bawahi disini, Proses pengambilan gambar Foto Prewedding selalu memunculkan adegan mesra antara kedua calon pengantin, padahal kedua calon pengantin tersebut belum sah sebagai sepasang suami istri. Hal-hal yang semakin membuat miris, selain ber adegan mesra, biasanya calon mempelai wanita mengenakan pakaian yang seksi. Walau ada Foto Prewedding yang masih mengedepankan kaidah-kaidah Syariat Islam dengan cara mengenakan pakaian yang menutup aurat dan menjaga jarak dari sentuhan, tetapi Foto Prewedding yang mengenakan pakaian seksi dan beradegan mesra lah yang lebih mendominasi dan membudaya di tengah fakta yang ada. Hingga na’udzubillahi min dzalik sering sekali di temukan adegan yang belum selayaknya tergambarkan bagi mereka yang belum menikah. Adegan yang penuh dengan unsur syahwat seperti merangkul, memeluk, menggendong, bahkan bercumbu mesra. 3
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Jogja: Darussalam, 2004), h. 181.
3 Itulah beberapa bentuk kesewenang-wenangan para calon pengantin yang tak lagi memperhatikan norma-norma agama. Padahal tanpa ada kontak sentuh, dan membuka aurat, Foto Prewedding akan tetap menggambarkan bahwa mereka lah kedua mempelai yang tengah menjadi raja dan ratu sehari dalam acara Walimatul ‘urs. Kembali kepada hal pernikahan, sebuah pernikahan yang suci sungguh telah dikotori dengan kebiasaan melakukan pemotretan Prewedding yang beradegan dan berpakaian yang terlarang oleh Syariat Islam. Hal ini cukup membuktikan bahwa berkembangnya teknologi tidak menentukan perilaku masyarakat akan semakin membaik, justru dijadikan fasilitas untuk melanggar norma-norma Syariat yang telah termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bahkan hal ini menjadi membudaya. Dari hal tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa realita yang ada dalam Budaya Foto Prewedding seringkali berbenturan dengan aturan Syariat Islam dan otomatis hal ini mengandung masalah. Berdasarkan masalah dan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti lebih lanjut menjadi sebuah Skripsi dengan memberi judul “BUDAYA FOTO PREWEDDING DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM, STUDY KASUS ARIS PHOTOGRAPER (Jln. Harvest City, Blok OB 1V, No. 15, Cibubur)”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah Oleh karena pembahasan mengenai Budaya Foto Prewedding sangat luas, maka
penulis membatasinya hanya pada Foto Prewedding yang di hasilkan oleh Aris
Suhendi sebagai Fotografer Prewedding. 2. Rumusan Masalah Supaya skripsi ini lebih terarah, maka penulis mencantumkan dua rumusan masalah sebagai berikut:
4 a.
Apa saja faktor yang membuat para calon pengantin ingin melaksanakan
pemotretan Prewedding pada saudara Aris Suhendi ? b.
Bagaimana Syariat Islam memandang kegiatan pemotretan Prewedding,
khususnya pemotretan yang dilakukan oleh Aris Suhendi ? C. Tujuan Penelitian dan Manfaatnya 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apa saja faktor yang membuat para calon pengantin ingin melaksanakan pemotretan Prewedding pada Aris Suhendi. b. Untuk mengetahui bagaimana Syariat Islam memandang kegiatan pemotretan Prewedding, khususnya pada pemotretan yang dilakukan oleh Aris suhendi. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan di bidang ilmu Syariah Kontemporer. Sehingga dapat diambil hikmah, dan menjadi acuan bagi akademisi, serta sebagai pedoman untuk di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim, khususnya mengenai budaya Foto prewedding. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan di kalangan teoritis, praktis dan aktivis syariah. Serta menyebarkan nilainilai agama secara efektif dan efisien, juga disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
D. Studi Review Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, penulis menemukan sebuah skripsi yang juga sedikit mirip pembahasannya dengan skripsi yang penulis sendiri tulis. Namun tentunya juga terdapat perbedaan-perbedaan.
5 Skripsi yang pertama di tulis oleh Adiana Rakhmi Halan. Ia adalah Mahasiswi IAIN Sunan Gunung Ampel dari Fakultas Syariah, Program Studi Mu’amalat. Skripsinya berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Upah Fotografer Prewedding (Hasil Keputusan Bahsul Masail ke XII Forum Musyawarah Pondok Pesantren Puteri (FMP3) Se Jawa Timur.” Dalam Analisisnya, Adiana menyatakan Upah Fotografer Prewedding berstatus hukum Haram. Karena dalam pemotretan tersebut mengandung unsur Ikhtilat, Khalwat, dan Kasyful Aurat. Namun bila dalam pemotretan tersebut tidak terkandung unsur Ikhtilat, Khalwat, dan Kasyful Aurat, maka satus hukum upah Fotografer Prewedding tersebut Halal. Karena bagaaimana pun juga sang Fotografer telah menunjukkan rela terhadap kemaksiatan di hadapannya setiap kali pemotretan. Berbeda dengan Skripsi yang penulis tulis. Skripsi yang penulis tulis lebih terarah kepada Status hukum Foto Prewedding, dan bukan terarah pada upah Fotografer Prewedding. Adegan dalam pemotretan Prewedding di nyatakan Haram bila mengandung unsur Ikhtilat, Khalwat, dan Kasyful Aurat. Namun Halal bila tidak mengandung unsur Ikhtilat, Khalwat, dan Kasyful Aurat, maka status hukum pemotretan tersebut akan sah-sah saja. Dan penulis dalam menganalisis Skripsi, bukan berasal dari bahtsul Masail Pondok Pesantren Puteri (FMP3) Se Jawa Timur. Melainkan berstudi kasus hasil jepretan Aris Suhendi selaku Fotografer Prewedding. Skripsi yang kedua ditulis oleh Nur Aisya Wulandari. Ia adalah Mahasiswi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Skripsinya berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Foto Prewedding Pada Media Online Detik.com dan Kompas.com” Skripsinya tersebut berisi tentang pemberitaan pengharaman Foto Prewedding pada Detik.com, yang berusaha membentuk opini publik tentang bagaimana rumusan yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia tentang pengharaman Foto Prewedding. Detik.com lebih membingkai berita yang di keluarkan MUI saja, namun pemberitaan yang dikeluarkan oleh Detik.com seakan-akan membenarkan keharaman tentang Foto Prewedding tersebut. Pemberitaan yang di
6 keluarkan Detik.com lebih menyudutkan Foto Prewedding kepada masalah etika serta Syariat Islam yang menjadi pokok pembahasan pengharaman Foto Prewedding tersebut. Selanjutnya pemberitaan Foto Prewedding pada Kompas.com, lebih terarah pada klarifikasi MUI, dimana MUI mempunyai peranan menanggapi dan membahas persoalan hukum haram atau tidak, seperti yang di keluarkan Ponpes Lirboyo tentang haram atau tidaknya pemotretan Foto Prewedding. Pemberitaannya berusaha membentuk suatu opini publik tentang pengharaman pemotretan Foto Prewedding. Studi Review yang selanjutnya di ambil dari
Forum Musyawarah Pondok
Pesantren Putri (FMP3) se Jawa Timur, yang merupakan organisasi dibawah Nahdlatul Ulama (NU), mengeluarkan 6 rumusan yang cenderung haram. Rumusan tersebut dalam rangka bahtsul masail pada Kamis (14/1/2010), atau bertepatan dengan bahtsul masa'il FMP3 yang ke XII dan digelar jelang perayaan 1 abad Pondok Pesantren Lirboyo. Kegiatan ini diikuti 248 perwakilan dari 46 pondok pesantren putri se Jawa Timur. Hasilnya, dihasilkan pada sejumlah permasalahan yang mengemuka di tengah masyarakat. Acara yang dibagi menjadi beberapa komisi diantaranya mengeluarkan rumusan tentang hukum pembuatan Foto Prewedding, seperti kita ketahui bersama bahwa banyaknya umat islam yang kerap menampilkan foto calon pengantin di lembar undangan pernikahan mereka. Permasalahan intinya adalah apalagi kalau bukan potensi kemaksiatan yang timbul, karena sebelum menikah sang calon pengantin kerap berpose bermesraan layaknya pasangan yang sudah menikah. Foto Prewedding di haramkan karena dengan 2 pertimbangan, yang pertama yaitu bagi pasangan mempelai dan fotografer yang melakukannya. Untuk mempelai diharamkan apabila dalam pembuatan foto dilakukan dengan dibarengi adanya ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), khalwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat).
7 Sementara pekerjaan fotografer Prewedding juga diharamkan karena dianggap menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan.4 Studi review yang selanjutnya di ambil dari Kompas. Com. Pada pemberitaan tersebut wartawan kompas.com mewawancarai wakil sekretaris komisi fatwa MUI Asrorun Ni’am Soleh pada hari minggu 17 januari 2010. Dalam jawabannya, Asrorun Ni’am Soleh mengatakan “Pengambilan foto untuk mengenalkan siapa yang menikah itu tidak apa-apa selama tidak melanggar ketentuan syar;I, foto prewedding itukan biasa di pakai di undangan atau ketika di acara pernikahan. Kecuali jika foto di ambil dengan cara berciuman, jelas tidak boleh” Dengan demikian dapat di ambil kesimpulan bahwa, hukum asal dari Foto Prewedding adalah boleh-boleh saja, tetapi bisa menjadi haram bila dalam adegannya selalu memunculkan perilaku tak senonoh. E.
Metode Penelitian Metode penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang diatur dan di tentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.5 a.
Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam skripsi ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian Studi
Kasus. Penelitian Studi Kasus ini penulis lakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap objek masalah yang diteliti. Hingga akhirnya penelitian ini akan memberikan solusi terhadap peristiwa atau kejadian yang ada dilapangan. Dan pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan rasional. Pendekatan rasional adalah salah satu cara untuk
4
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2010/01/15/2643/fmp3-foto-pre-wedding- dinyatakanharam/#sthash.EE61sVoU.dpuf. Diakses pada tanggal 1 Januari 2016, pukul 21:20 5 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Social (Jakarta selatan: Penerbit Salemba Humanika, 2012, cet-3), h. 17.
8 mencari tahu jawaban atas suatu masalah dengan anggapan bahwa sesuatu yang ingin diketahui itu ada dalam fikiran manusia (internal wisdom)6 b.
Data Penelitian Data penelitian ini menyangkut 2 hal. Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer
didapat dari hasil wawancara langsung dengan Fotografer Prewedding. Berbeda dengan Data Sekunder yang dirujuk langsung dari buku-buku ilmiah yang ada kaitannya dengan cakupan masalah dalam skripsi ini. c.
Metode Pengumpulan Data Melalui wawancara. Menurut moeloeng, wawancara adalah pecakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.7 Dalam hal ini, pihak yang diwawancara adalah saudara Aris (Fotografer Prewedding). Pada akhirnya, Wawancara di lakukan untuk mendapatkan data yang di butuhkan dan di harapkan bisa menemukan semua permasalahan yang ada. Ini karena wawancara di lakukan langsung dengan Fotografer Prewedding yang mengetahui langsung permasalahan di lapangan. Mengumpulkan sample Foto Prewedding hasil karya responden. Dengan menunjukkan sample Foto Prewedding, di harapkan penelitian ini bisa terlihat lebih jelas dan terbukti. Karena pada penelitian ini, penulis menganalisisnya langsung dari hasil Foto yang penulis terima dari Fotografer Prewedding. Melalui Studi kepustakaan (library research), yaitu untuk memperoleh landasan teorotis yang ada kaitannya dengan tema skripsi ini, dimana penellitian yang ini dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun website.8 Rujukan terhadap buku-buku/website yang terkait dengan permasalahan skripsi, di harapkan dapat mempermudah penulis dalam memutus rantai persoalan terkait Budaya Foto Prewedding. 6
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah,2010), h. 17. Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Social, h. 118. 8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 141.
7
9 d. Analisis Data Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara analisis Data Kualitatif, yakni upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.9 e. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. Teknik penulisan Ayat Al-Qur’an dan Hadits ditulis satu spasi, termasuk terjemahan Al-Qur’an dan Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis diawal.10 F.
Sistematika Penulisan
Dalam menata skripsi ini, penulis menyajikannya dalam lima Bab. Rangkaian Bab tersebut meliputi : Bab 1 : Pada Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, Batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 : Pada Bab ini berisi tentang landasan beberapa teori yang ber kaitan dengan penulisan skripsi ini. Meliputi : Pengertian Fotografi, Foto Prewedding, sejarah Foto Prewedding, Ikhtilat, Khalwat, dan Kasyful aurat. Bab 3 : Pada Bab ini, diuraikan tentang Profil Aris Suhendi sebagai Fotografer Prewedding, hal yang melatarbelakanginya menjadi Fotografer Prewedding, Faktor-faktor
9
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 248. Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 11. 10
10 calon pengantin ingin melakukan pemotretan Prewedding, serta jumlah statistik perbedaan jumlah faktor-faktor terlaksananya pengambilan Foto Prewedding. Bab 4 : Pada Bab ini, diuraikan contoh beberapa sample Foto Prewedding hasil karya Aris Suhendi, berikut analisis penulis mengenai Ikhtilat/Khalwat dan Kayful aurat yang dijadikan alasan utama pengharaman Foto Prewedding. Dan contoh solusi Foto Prewedding yang sesuai dengan Syariat Islam. Bab 5 : Pada Bab ini, penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian, memberikan dua saran bermanfaat, dan yang akhirnya penutup.
11
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Fotografi & Hukumnya Dalam Islam Fotografi berasal dari bahasa Yunani, dari kata photos dan graphos. Photos berarti cahaya dan graphos berarti tulisan/lukisan. Jadi secara harfiah, fotografi adalah melukis dengan bantuan cahaya.11 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan, dengan kata lain fotografi juga diartikan melukis dengan cahaya.12 Ada beberapa pihak yang meragukan hukum dari Fotografi itu sendiri, apakah fotografi dapat disamakan dengan hukum melukis atau menggambar, yang mana hal tersebut terlarang oleh Islam. Jelasnya persoalan ini seperti difatwakan oleh Syekh Bukhait, Mufti Mesir dalam risalah “ Al-Jawabusy Syaafii Fii Ibaahatit-Tashwiril Futughrafi.” Bahwa pengambilan gambar dengan fotografi, yakni menahan bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah dikenal di kalangan orang-orang yang berprofesi demikian, sama sekali tidak termasuk gambar yang dilarang. Karena menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan menciptakan gambar yang belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa menandingi makhluk ciptaan Allah. Sedangkan tindakan ini tidak terdapat dalam pengambilan gambar melalui alat fotografi (tustel) tersebut.13 B.
Pengertian Foto Prewedding & Sejarahnya Kata Foto Prewedding berasal dari bahasa Inggris yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia akan berarti foto sebelum pernikahan. Namun seiring waktu, banyak yang akhirnya menganggap bahwa foto ini berarti foto di suatu lokasi, dengan konsep serta pakaian yang memang dipersiapkan untuk kemudian hasil foto tersebut dipajang pada acara resepsi, pada undangan dan pada souvenir pernikahan. 11
M. Mudaris, Jurnalistik Foto, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996), h.7. Griand Giwanda, Panduan Praktis Belajar Fotografi, (Jakarta: Puspa Swara, 2001), h.2. 13 Yusuf Qardhawi, Halal & Haram, Penerjemah Abu said Al-Falahi, Annur Rafiq Shaleh Tamhid, (Rabbani Press: Jakarta, 2005), h. 126. 12
11
12 Padahal pengertian dari kata ini sendiri sebenarnya adalah foto yang dilakukan sebelum pernikahan itu sendiri. Bisa meliputi foto pertunangan, foto acara Midodareni (dari adat budaya Jawa, malam sebelum pernikahan berlangsung). Jadi pengertian yang betul tentang Foto Prewedding adalah benar – benar foto yang dilakukan sebelum acara pernikahan, bisa berupa foto dokumentasi sebuah acara adat sebelum pernikahan, foto dokumentasi pertunangan maupun foto gaya yang selama ini banyak diketahui oleh orang dengan sebutan Pre Wedding.14 Awal Mula Foto Prewedding mungkin paling tepat diawali saat industri fotografi berkembang pesat di wilayah China pasca terbukanya sistem Ekonomi China di tahun 90an, dari yang sangat Komunis bergeser menjadi sedikit lebih Kapitalis. Saat itu wilayah Cina kebanjiran produk Elektronik dari Jepang, Korea & Taiwan. Para investor pun berbondong bondong untuk membuat pabrik Elektronik di Cina, karena Production Cost yang cukup murah (terutama birokrasi & ijin usaha). Saat bersamaan, di wilayah asia timur sedang gencar dengan sinetron asia berbau percintaan seperti meteor garden dsb. sebagai perangkat iklan dari Sinetron tersebut digunakan media promosi seperti poster dengan menampilkan berbagai pose mesra pasangan . Hasil foto saat itu masih menggunakan pengolahan sederhana, property seadanya dengan olahan warna terang khas Asia. begitulah sejarah konsep foto Prewedding/ Engagement Photo. Tidak ada info siapa pencetus pertama kali konsep prewedding photography ini. Namun diyakini ide pemotretan Pre wedding pada mulanya digunakan oleh kalangan hi class ( royal wedding bangsa eropa) dengan maksud membuat sebuah acara pernikahan seperti sebuah acara Premiere Film , Foyer bertaburan foto, Mezzanine yang meriah, dll. Konsep pre wedding photography berkembang sangat pesat di cina, pre-wedding photography menjadi bisnis yang menjamur merambah kalangan menengah ke bawah. bahkan dikatakan Industri Fotografi di China sudah seperti Produksi “Ban Berjalan”. Dalam 1 studio terdapat 5 set dekorasi dimana para calon pengantin mengantri untuk di foto bergantian. Dari sana
14
Artikel diakses pada 18 Agustus 2015 dari http://demelophoto.com/pengertian-tentang-foto-prewedding.html pukul 01.30
13 prospek bisnis baru bernama Fotografi Prewedding, mulai berkembang di Taiwan, Hongkong, Jepang, hingga akhirnya menyentuh Indonesia.15 C.
Pengertian Ikhtilat, Khalwat, & Kasyful Aurat Ikhtilat adalah suatu keadaan dimana pria bercampur dengan wanita yang bukan mahromnya, tanpa ada hijab yang menghalangi antara keduanya. Khalwat adalah perilaku berdua-duaan antara seorang pria dengan seorang wanita, atau sejenis keadaan itu, seperti ketika berada dalam gedung bioskop secara berpasangan laki-laki dan perempuan. Khalwat maupun Ikhtilat hukumnya haram dalam agama Allah, karena keduanya merupakan sarana perusak moral ummat islam dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, serta mendatangkan kemurkaan Allah SWT.16 Menurut pandangan Dr Abdul Karim Zaidan dalam karyanya Mufashal Fii Ahkami Mar’ah. Sesungguhnya asal hukum dalam masalah berkumpulnya seorang laki-laki dan wanita adalah haram. Namun dibolehkan berikhtilat antara laki-laki dan perempuan jika memang terdapat dharurah syariah, hajat syariah, maslahah syariah, atau karena hukum adat dalam beberapa keadaan berikut: a.
Ikhtilat yang dibolehkan sebab darurat: Seorang laki-laki yang menolong seorang wanita pada saat wanita tersebut dikejar
oleh seseorang yang akan menganiayanya. b.
Ikhtilat yang dibolehkan sebab hajat syariah: •
Berikhtilatnya laki-laki dan wanita untuk bermuamalah syariah seperti jual beli,
gadai, dan lainnya. •
Berikhtilatnya laki-laki dan wanita untuk menghormati tamu.
•
Berikhtilatnya laki-laki dan wanita dalam kendaraan umum untuk memenuhi
hajat (kebutuhan hidup sehari-hari seperti berbelanja dan sebagainya.)
15
Artikel diakses pada 18 Agustus 2015 dari http://www.fotografer.net/forum/forum.view.php?id pukul
13.30 16
Muhammad Ahmad Muabbir Al-Qathany & Wahbi Sulaiman Gwohjii & Muhammad Bin Luthfi AshShobbag, Pesan Untuk Muslimah, (Gema Insani Press: Jakarta, 1996), h. 27.
14 c.
Ikhtilat yang sudah menjadi hukum adat yang bersifat positif: •
Berikhtilatnya laki-laki dan wanita disalah satu tempat berkumpul seperti
lapangan upacara, auditorium atau saat mengunjungi salah seorang sahabat dengan catatan pakaian dan adab harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam dan hukum syariat, pandangan antara para lelaki dan wanita-wanita tersebut tidak terdapat syahwat dan tidak ada khalwat antara seorang lelaki dan seorang wanita. Menurut imam Abi Bakar Usman Bin Muhammad Syatho Adhimmyati ulama dari mazhab Syafi’I dalam karyanya “Hasyiah I’anah Tholibhin” beliau mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut: “Adapun hukum berkumpulnya seorang wanita dan seorang lelaki pada perayaan yang tidak melanggar hukum syar’iyah di akhir Ramadhan (perayaan malam takbiran) adalah makruh selama tidak terdapat persentuhan badan antara lawan jenis yang ajnaby secara sengaja dan tanpa kebutuhan dharurat. Maka jika terjadi persentuhan yang disengaja dan tidak dalam kebutuhan dhorurat adalah haram hukumnya.” 17 Dari ‘Umar bin Al Khattab, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ﺳﱢﯿﺌَﺘُﮫُ َﻓﮭُ َﻮ َ ُﺳ ﱠﺮﺗْ ُﮫ ﺣَﺴَ َﻨﺘُﮫُ َوﺳَﺎءَﺗْﮫ َ ﻦ ْ ن ﺛَﺎِﻟﺜُﮭُﻤَﺎ َو َﻣ َ ﺸﯿْﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ﺣﺪُﻛُ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻣ َﺮَأةٍ َﻓ ِﺈ ﱠ َ َن أ ﺨُﻠﻮَ ﱠ ْ ﻻَ َﯾ ٌُﻣ ْﺆ ِﻣﻦ “Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1: 18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim). Kondisi berbaurnya wanita dengan laki-laki merupakan salah satu sumber terjadinya perbuatan-perbuatan hina dan menyebarnya perbuatan zina. Kondisi seperti ini adalah salah satu penyebab terjadinya bencana kematian umum dan penyebab turunnya bencana wabah yang beruntun. Dahulu, ketika para wanita pelacur berbaur dengan tentara Musa, sehingga tersebarlah perbuatan-perbuatan amoral dia ntara mereka, maka Allah SWT
17
330
Abdul Karim Zaidan, Mufashal Fii Ahkamil Mar’ah, (Muassasah Arrisalah, 1993) cet.1 juz 3, h.328-
15 menurunkan bencana wabah di tengah-tengah mereka. Sehingga hanya dalam waktu sehari saja, orang yang meninggal mencapai angka tujuh puluh ribu. Kisah ini masyhur didalam kitab-kitab tafsir.18 Diantara penyebab kematian adalah tersebarnya perbuatan zina, disebabkan para wanita dibiarkan bebas berbaur dengan laki-laki, berjalan diantara kaum laki-laki dengan bersikap tabarruj. Seandainya para pemimpin dan penguasa mengetahui kerusakan yang ditimbulkan dari kondisi seperti ini sebelum diperingatkan oleh agama, maka mereka pasti akan bersikap jauh lebih tegas untuk mencegah munculnya kondisi seperti ini. Abdullah bin Mas’ud r.a berkata: “ jika perbuatan zina telah menyebar disuatu wilayah, maka Allah memberi izin untuk kebinasaannya.” Ibnu Abi ad–Dunya meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rosulullah SAW bersabda, dan diantara isi sabda beliau tersebut adalah, “Dan tidak menyebar perbuatan zina ditengah-tengah suatu kaum, kecuali banyak kematian juga akan menyebar diantara mereka.”19 Masih mengenai hal ini, Imam Ibnul Qayyim pernah berkata, “Diantaranya adalah penguasa harus mencegah terjadinya percampuran antara laki-laki dan perempuan di pasar-pasar, gang-gang dan tempat-tempat berkumpulnya laki-laki. Imam malik r.a. berkata, “imam atau penguasa hendaknnya mengatur dan mengawasi tempat para tukang emas dan perhiasan yang biasa didatangi kaum wanita. Dan saya berpendapat bahwa hendaknya jangan dibiarkan seorang gadis datang ketempat tukang emas. Adapun perempuan tua atau pembantu kecil yang tidak menimbulkan kecurigaan jika duduk didekatnya, maka saya melihat tidak apa-apa berada didekatnya.”20 Diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid RA, Rasulullah bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesudahku fitnah lebih berbahaya bagi kaum laki-laki lebih dari perempuan.” (Bukhari, Muslim)
Dalam masyarakat modern dewasa ini keluarga muslim menghadapi berbagai tantangan yang digerakkan dengan cermat dan teratur oleh kekuatan barat, baik kaum salib, kaum komunis, kaum zionis maupun oleh anak-anak kaum muslimin yang berguru kepada mereka, untuk menghancurkan keutuhan dan kemurnian keluarga muslim, untuk
18
Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan, (Gema Insani: Depok, 2002), h. 251 Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan, h. 253. 20 Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik anak Perempuan, h. 252.
19
16 menyebar luaskan dekadensi moral, menyerukan pembauran kaum wanita dan pria, pengharusan kaum wanita belajar dalam lembaga pendidikan yang bercampur aduk lakilaki dan perempuan, menggalakan model-model pakaian yang terbuka aurat, memaksa kaum wanita keluar rumah dan memasuki lapangan kerja yang tidak sesuai dengan kepribadian dan fitrahnya.21 Rasulullah SAW bersabda:
ُﻞ َﻟﮫ ﺤﱡ ِ ن َﯾ َﻤﺲﱠ ا ْﻣ َﺮَأ ًة ﻻ َﺗ ْ ﻦ َأ ْ ﺣﺪِﯾ ٍﺪ ﺧَ ْﯿﺮٌ ﻟَﮫُ ِﻣ َ ﻦ ْ ﻂ ِﻣ ٍ ﺨ َﯿ ْ ِﻞ ﺑِﻤ ٍ ُﻦ ﻓِﻲ َر ْأسِ رَﺟ َ َن ﯾُﻄْﻌ ْﻷ َ “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Betapa bahayanya perilaku ikhtilat, sehingga baginda Nabi Muhammad pun mengibaratkan bahwa tertusuk oleh pasak yang terbuat dari besi, masih lebih baik di bandingkan harus menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom. Ini menunjukkan ketegasan dari baginda Nabi Muhammad kepada ummatnya untuk menjauhi perilaku ikhtilat dan khalwat. Selanjutnya mengenai hal membuka aurat. Dalam kamus Arab-Indonesia karya Prof. DR. H. Mahmud Yunus dijelaskan, Kasyful berasal dari kata kasyafa yaksyifu. Yang berarti membukakan atau menampakkan sesuatu. Sedangkan aurat mengandung arti anggota tubuh yang tidak baik diperlihatkan. Pada umumnya kata aurat ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Ada juga para ahli tata Bahasa Arab yang mengatakan kata “Aurat” berasal dari “Aaro” artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan menimbunnya. Ini berarti pula, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat dilihat dan dipandang. Ada juga yang lain yang berpendapat, kata “Aurat” berasal dari kata “A’wara” yakni sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan. Jadi aurat sesuatu anggota yang harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.22
21 22
Salim Basyarahil, Petunjuk Jalan Hidup Wanita Islam, (Gema Insani Press: Jakarta, 1993), h. 69. Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, (Al-Mawardi Prima: Jakarta, 2001), h. 18.
17 Semua ulama sepakat bahwa menutup bagian anggota badan berdasarkan sunnah fi’liyah hukumnya wajib bagi laki-laki maupun perempuan.23 Yang menjadi perdebatan adalah sampai manakah batasan-batasan aurat laki-laki dan perempuan. Dan apakah batasan aurat di dalam shalat berbeda dengan batasan aurat di luar shalat. Perbedaan mengenai aurat berakar pada perbedaan penafsiran terhadap surah AlAhzab:13, An-Nur:31, dan 58. Dalam Al-Ahzab:13, kata aurat diartikan oleh mayoritas ulama tafsir sebagai “celah yang terbuka terhadap musuh, atau celah yang memungkinkan orang lain mengambil kesempatan untuk menyerang.” Sedangkan dalam An-Nur:31 dan 58, kata aurat diartikan sebagai “sesuatu dari anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang ataupun dianggap buruk bila diperhatikan.” Aurat dalam bahasa arab memang secara literal berarti “celah, kekurangan, sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk dari anggota tubuh manusia yang membuat malu untuk dipandang.” Dalam Al-Qur’an, lafaz aurat disebut empat kali. Dua kali dalam bentuk tunggal (mufrad), surat Al-Ahzab:13, dan dua kali dalam bentuk plural (jamak) dalam surah An-Nur:31 dan 58.24 Mazhab Hanafi, sebagaimana diterangkan Al-Samarkandi dalam tuhfat al-Fuqahat, memperkenalkan dua macam aurat, yaitu aurat di dalam dan di luar shalat. Di dalam shalat, aurat perempuan batasannya adalah seluruh anggota badan kecuali muka, telapak tangan, dan telapak kaki. Sedangkan di luar shalat berlaku ketentuan lain; yaitu tentang tatakrama pergaulan keluarga. Menurut mazhab Maliki, sebagimana diterangkan Kahalil ibn Ishaq al-Jundi dalam al-Mukhtasar, batasan aurat perempuan adalah semua anggota badan kecuali muka dan telapak tangan; kaki tidak termasuk pengecualian. Sedangkan pandangan mazhab Syafii hampir sama dengan mazhab sebelumnya, yakni bahwa batasan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali muka, telapak
23 24
Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, (Serambi Ilmu Semesta: Jakarta, 2010), h. 13. Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, h. 12.
18 tangan dan telapak kaki. Hanya saja mazhab ini lebih terperinci membedakan kedudukan aurat di dalam atau di luar lingkungan keluarga dekat (mahram.) Menurut mazhab Ahmad ibn Hanbal, sebagai mana diungkapkan Mansur alBahuti dalam Kasyaf al-Qina’ Matn al-Qina; aurat perempuan dewasa adalah seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan, baik di dalam maupun di luar shalat.25 Itulah beberapa pandangan dari para Imam Mazhab mengenai batasan aurat wanita. Namun sungguh mengherankan, para wanita sekarang ini seakan tutup mata mengenai persoalan aurat yang seharusnya tertutup dengan pakaian dan jilbab. Hingga kebanyakan para wanita sekarang ini seakan berlomba untuk memperlihatkan auratnya dimuka umum. Dalam konteks
“menutup aurat” (satru al-’aurat), syariat Islam tidak
mensyaratkan bentuk pakaian tertentu, atau bahan tertentu untuk dijadikan sebagai penutup aurat. Syariat hanya mensyaratkan agar sesuatu yang di jadikan penutup aurat, harus mampu menutupi warna kulit. Oleh karena itu, seorang wanita Muslim boleh saja mengenakan pakaian dengan model apapun, semampang bisa menutupi auratnya secara sempurna. Hanya saja, ketika ia hendak keluar dari rumah, ia tidak boleh pergi dengan pakaian sembarang, walaupun pakaian itu bisa menutupi auratnya dengan sempurna. Akan tetapi, ia wajib mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab yang dikenakan di atas pakaian biasanya. Sebab, syariat telah menetapkan jilbab dan khimar sebagai busana Islami yang wajib dikenakan seorang wanita Muslim ketika berada di luar rumah, atau berada di kehidupan umum. Walhasil, walaupun seorang wanita telah menutup auratnya, yakni menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangan, ia tetap tidak boleh keluar keluar dari rumah sebelum mengenakan khimar dan jilbab. Pada Majalah “ALLEWA Al-Islami” terbitan Mesir tanggal 10-5-1984 No: 120 di muat sebuah artikel berjudul sebagai tersebut di atas di tulis oleh Syeikh Abdur Rahim Syoum, imam dan khatib pada Masjid Jami’ el-Banaat sebagai berikut:
25
Nasaruddin Umar, Fiqih Wanita Untuk Semua, h. 16.
19 “Rasulullah S.A.W. mengancam kita menyingkapkan aurat dan memerintahkan kita mengikuti perintah-perintah Allah serta menyusuri jalan agama yang suci. Oleh sebab itu para “Ummul Mukminiin” adalah manusia-manusia yang paling terbaik untuk membicarakan soal ini guna menjadi suri tauladan bagi “kaum mukminaat” lainnya. Diantara contoh yang terdapat didalam soal ini, bahwa Siti Aisyah r.a, isteri Rasulullah S.A.W. pernah menangis hingga basahlah dengan air mata beliau telakung yang menutup leher dan dada beliau seketika beliau membaca firman Allah SWT: 33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.26 Wanita Muslimah mengenakan hijab yang sesuai dengan ketentuan syariat saat keluar dari rumah, yaitu pakaian islami, yang batasan-batasanya sudah ditetapkan nash dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dia juga tidak boleh keluar dari rumah atau menampakkan diri di hadapan laki-laki lain yang bukan mahromnya dalam keadaan bersolek dan memakai wewangian. Dia tidak melakukan hal-hal ini karena mengetahui bahwa semua itu haram berdasarkan nash Al-Qur’an yang pasti maknanya. Wanita muslimah yang sadar bukanlah termasuk golongan wanita yang berpakaian tetapi seperti telanjang, yang
dapat di perdaya masyarakat-masyarakat modern yang keluar dari
petunjuk Allah dan tiada taat kepada-Nya. Wanita muslimah adalah wanita yang badannya gemetar karena takut terhadap gambaran yang disampaikan Rasulullah SAW, gambaran tentang wanita-wanita yang suka bersolek, sesat, dan rusak. Sabda beliau,
ت ٌ ب اﻟْ َﺒ َﻘ ِﺮ َﯾﻀْ ِﺮﺑُﻮنَ ﺑِﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسَ َو ِﻧﺴَﺎ ٌء ﻛَﺎﺳِﯿَﺎتٌ ﻋَﺎ ِرﯾَﺎ ِ ﺳﯿَﺎطٌ َﻛ َﺄذْﻧَﺎ ِ ْﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻟﻢْ َأ َرھُﻤَﺎ ﻗَﻮْ ٌم َﻣ َﻌﮭُﻢ ِ ْن ِﻣﻦْ َأھ ِ ﺻﻨْﻔَﺎ ِ ﺤﮭَﺎ َﻟﯿُﻮﺟَﺪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺴِﯿ َﺮ ِة ُﻣﻤِﯿﻼَت َ ﺤﮭَﺎ وَإِنﱠ رِﯾ َ ﺠﺪْنَ رِﯾ ِ ﻻ َﯾ َ َﺠﱠﻨ َﺔ و َ ْﻦ اﻟ َ ْﺧﻠ ُ ْﻻ َﯾﺪ َ ﺖ اﻟْﻤَﺎ ِﺋَﻠ ِﺔ ِ ْﻣَﺎ ِﺋﻼَت رُءُوﺳُ ُﮭﻦﱠ َﻛ َﺄﺳِْﻨ َﻤ ِﺔ اﻟْﺒُﺨ َﻛﺬَا وَ َﻛﺬَا “Dua golongan dari penghuni neraka yang tidak pernah kulihat yang seperti mereka berdua, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor-ekor sapi, yang dengan cemeti itu mereka memukuli manusia, dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, 26
Fuad Moh Fachruddin, Aurat & Jilbab dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1984), h. 86
20 berlenggok-lenggok dan bergoyang-goyang, kepala mereka seperti punuk onta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk sorga dan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau sorga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian lama dan sekian lama.” Imam Asy-Syaukani berkata, kata-kata “dua golongan dari penghuni neraka” menunjukkan tercelanya dua golongan ini. An-Nawawi menyatakan, hadits ini termasuk mukjizat kenabian. Dua golongan ini sudah ada sekarang. Telah diketahui bahwa Imam An-Nawawi termasuk ulama abad kelima maka bagaimana jika beliau hadir bersama kita sekarang? Asy-Syaukani berpendapat, “Hadits itu dikemukakan oleh pengarang sebagai dalil bahwa wanita tidak boleh memakai baju yang menggambarkan badannya dan ia adalah salah satu tafsir. Disamping itu ia memberitahukan bahwa orang yang melakukannya akan masuk neraka dan tidak mencium bau surga, padahal bau surga tercium dari jarak 500 tahun. Itu adalah ancaman keras yang menunjukkan pengharaman sifat-sifat dari kedua golongan ini.”27 Oleh karenanya, Islam mengharamkan wanita mengenakan pakaian yang dapat menunjukkan dan mengungkapkan tubuh yang ada di baliknya karena tipis. Begitu pula pakaian yang menunjukkan lekuk-lekuk bagian tubuh, khususnya bagian-bagian yang sensitive mendatangkan fitnah, seperti payudara, paha, pinggul, dan sebagainya.
27
Al Hasyimi, Muhammad Ali, Jati Diri Wanita Muslimah, Penerjemah M. Abdul Ghaffar, (Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar, 1998), h. 36.
21
BAB III PROFIL ARIS SUHENDI (FOTOGRAFER PREWEDDING) A. Profil Aris Suhendi Nama lengkapnya adalah Aris Suhendi, namun biasa dipanggil dengan Aang atau Waysky. Ia lahir sebagai seorang muslim pada tanggal 2 Oktober 1981 di Jakarta. Tidak seperti Fotografer-fotografer pada umumnya yang mengenyam pendidikan fokus pada dunia Fotografi, justru Aris Suhendi sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan yang memfokuskan pada dunia Fotografi. Lebih dari itu, pelatihan-pelatihan atau seminarseminar seputar dunia Fotografi pun tidak pernah ia ikuti. Ilmu-ilmu Fotografi yang ia miliki saat ini adalah hasil dari belajar kepada kawannya yang sudah menjadi Fotografer Professional. 3 tahun penuh ia belajar ilmu-ilmu Fotografi kepada kawannya. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya itu, akhirnya kini ia menjadi Fotografer Prewedding. Walau ia tidak memiliki ijazah S1, tetapi sebenarnya ia sempat masuk dalam dunia perkuliahan pada tahun 2001. Namun sayang, belum sempat ia meraih toga wisuda, ia telah lebih dulu menikah dan mempunyai anak. Dan karena sudah lebih fokus kepada keluarga barunya itulah akhirnya ia tidak bisa kembali focus melanjutkan kuliahnya hingga massa perkuliahannya berakhir pada status Drop Out. Ketika masih membujang, ia tinggal bersama pamannya di daerah Tangsel. Namun setelah menikah ia tidak lagi tinggal bersama pamannya dan berpindah ke kota Ci bubur. Saat ini ia bertempat tinggal di kota Ci bubur, tepatnya di JL. Harvest City Blok Ob 1V No. 15. Di tempat tinggalnya itulah ia kini ditemani oleh seorang istri dan 6 orang anak yang setia menghilangkan rasa lelahnya di setiap pulang bekerja. B. Latar Belakang Berprofesi Sebagai Fotografer Prewedding Latar belakang yang membuatnya menjadi Fotografer Prewedding adalah desakkan ekonomi. Memiliki 6 orang anak tentunya harus diimbangi dengan penghasilan yang cukup. Sebenarnya ia telah memiliki pekerjaan tetap, yakni sebagai Editor Film di Karnos Film (Rumah Produksi Film milik H Rano Karno di kota Ci bubur.) Namun ternyata
21
22 gajinya sebagai Editor Film belum terasa cukup, akhirnya ia memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan, yaitu menjadi Fotografer Prewedding. “Alasan kenapa seneng pemotretan prewedding, Dengan berubahnya jaman menjadi era globalisasi dan Multimedia, dengan banyaknya stasiun TV, TV kabel juga maraknya dunia perfilman. Bidang film khususnya menawarkan berbagai pilihan profesi yang bisa ditekuni dan tentu saja dengan penghasilan yang lumayan dengan bidang Profesi dari sutradara, produser, Director of Photography, Art Director, Casting Dircetor, Set Builder, Special Effect, Lightingman, Sound recordist, Musician, Editor sampai penata rias, namun Saya tetap menyadari bahwa Industri film dan televisi adalah industri kompetitif yang melihat setiap individunya berdasarkan kepada karya-karya film yang pernah dibuat sebelumnya. terkadang saya mengajak orang-orang yang berpengalaman di dunia film dan televisi untuk berbagi pengalaman untuk menghasilkan film-film yang layak dibanggakan, akan tetapi setelah sinopsis cerita dan skenario jadi tetap saja harus mempunyai investor yang siap untuk mendanai Film yang akan kita buat, untuk itu bagaikan mancing di laut tentunya untuk mendapatkan ikan yang besar haruslah memiliki kapal yang besar. akan tetapi sesungguhnya ikan ikan yang kecil tentunya banyak sekali di pinggir pantai yang tentunya hanya dapat di ambil dengan perahu yang kecil. Artinya aang mengambil peluang yang tentunya sudah jelas dan berkesinambungan, itu jika kita lihat dari segi bisnis. senengnya liputan prewedding ini karena pekerjaan kita tidak pernah monoton, selalu bertemu orang yang berbeda beda, lokasi berbeda beda, serta ide yang berbeda pula. Bahkan aang bisa melihat suatu tempat yang mustahil aang datangi kalau bukan karena pekerjaan ini.”28 Jawabnya saat penulis mewawancarainya seputar dunia Foto Prewedding. Dimulai
sejak
menjadi
Fotografer
Prewedding
hingga
saat
penulis
mewawancarainya, telah ada 58 calon pengantin yang berhasil ia potret. Tidak susah baginya untuk memasarkan usahanya itu, bahkan tidak sampai membuat iklan-iklan. Tetapi karena pergaulannya yang luas itulah yang membuatnya banyak dilirik para calon pengantin untuk dimintai jasanya. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan secara empat mata dengan Aris Suhendi, ia mengungkapkan betapa besarnya minat para calon pengantin yang mendatanginya untuk di potret, walau mereka harus mengorbankan waktu, tenaga, dan uang. C.
Beberapa Alasan Para Calon Pengantin Ingin diPotret Dalam Bentuk Foto
Prewedding. a.
28
Sekedar isi kekosongan sebelum hari pernikahan.
Wawancara Pribadi dengan Aris suhendi. Cibubur 20 April 2016
23 Mitos Zaman dahulu : “Pengantin jangan kemana-mana menjelang hari H pernikahan”. Istilah itu mungkin telah umum ditelinga masyarakat. Mitos itupun seakan mewajibkan calon pengantin untuk di rumah saja selama menunggu hari pernikahan. Namun itu mitos lama. Telah banyak generasi sekarang ini yang meninggalkannya. Sekarang banyak calon pengantin yang ingin menyibukkan dirinya menjelang hari pernikahan, Seperti mencari W.O (Wedding Organizer) dan melakukan pemotretan Prewedding. Akhirnya pemotretan Prewedding terasa asik untuk mengisi waktu kosong menjelang hari pernikahan b.
Dokumentasi/Kenang-kenangan. Banyaknya para calon pengantin yang mendatangi Aris Suhendi juga untuk
menjadikan Foto Prewedding sebagai bentuk dokumentasi. Sebuah dokumentasi berbentuk Foto Prewedding dianggap sebagai cara jitu untuk dikenang kembali di waktu yang akan datang. Seakan keadaan-keadaan sebelum menikah tetap tergambarkan dalam bentuk Foto Pewedding. c.
Trend. Di Zaman modern ini, segalanya bisa menjadi trend. Mulai dari celana, baju, gaya
bahasa, sampai tempat nongkrong bisa terpengaruh oleh trend. Dimana tren adalah suatu hal kekinian dan dikategorikan “wajib” untuk diikuti bagi sebagian mereka yang tak mau tertinggal oleh zaman. Begitu juga dengan Foto Prewedding. Hal ini bukanlah salah satu dari rukun atau pun syarat pernikahan. Terlebih di Zaman Nabi belum ada sama sekali yang mengenal Trend Foto Prewedding. Namun seiring berjalannya waktu, segalanya banyak yang berubah. Hingga dunia Fotografi telah di sandingkan dengan moment pernikahan, maka lahirlah Trend Foto Prewedding. Dan hal ini sudah dianggap wajib bagi mereka yang merasa orang zaman sekarang, bahkan membudaya. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Aris Suhendi, hingga saat ini telah ada 58 pasangan calon pengantin yang telah di potretnya. Al-hasil faktor Trend adalah faktor yang paling dominan sebagai alasan mengapa banyaknya calon pengantin
24 ingin di potret. Ini di karenakan Trend Foto Prewedding telah di jadikan gaya hidup di kalangan masyarakat, dan di anggap hal yang kekinian. Apalagi biasanya para calon pengantin akan memajang hasil Foto Prewedding mereka di acara resepsi, tampilan gambar pada souvenir-souvenir undangan, dan kartu undangan. Berharap para undangan bisa melihat kemesraan di antara mereka. Maka dari itu untuk mempermudah mengumpulkan data berapa saja perbedaan jumlah pasangan dalam segi faktor keinginan membuat album Foto Prewedding, maka penulis mengumpulkannya dalam bentuk tabel. Tabel adalah angka yang di susun sedemikian rupa menurut kategori tertentu sehingga memudahkan pembahasan dan analisisnya.29 Dan lebih rinci lagi, penulis menggunakan tabel distribusi frekuensi. Tabel 1.1 Tabel Distribusi Frekuensi30
Nilai (X) 1 2 3
Frekuensi (F) ISI KEKOSONGAN DOKUMENTASI TREND JUMLAH
Nilai Tengah 12 19 27 58
Mean = 12 + 19 + 27 = 58 = 19,3 3 3 Median = 12, 19, 27 = 27
Tabel distribusi frekuensi adalah tabel yang di buat untuk menyederhanakan bentuk dan jumlah data sehingga ketika di sajikan, dapat mudah di pahami atau di nilai. Mean merupakan ukuran statistik yang cenderung paling sering di gunakan31. Median merupakan nilai tengah dari data setelah di urutkan mulai dari yang kecil sampai yang besar.32 Dari data di atas dapat di fahami bahwa, faktor isi kekosongan berjumlah 12 pasangan, Dokumentasi berjumlah 19 pasangan, dan faktor Trend berjumlah 27 pasangan. Jika di total, jumlah keseluruhan adalah 58 pasangan. Kemudian dari jumlah angka tersebut, 29
Di akses dari muhammadazisrizkianugrah.word tanggal 03 maret 2016, pada jam 16:15 Di akses dari zaneta9bp2.blogspot.com tanggal 03 maret 2016 pada jam 16:32. 31 Di akses dari Rumusstatistik.com pada tanggal 2 maret 2016 jam 1:27 32 Di akses dari Suryagedur.wordpress.com pada tanggal 2 maret 2016 jam 1:29
30
25 angka yang paling tinggi adalah faktor “Trend.” Maka jelas sudah bahwa Trend adalah faktor yang paling tinggi mengapa banyaknya calon pengantin ingin di potret dalam bentuk Foto Prewedding. Dan sesuai dengan namanya “Prewedding”, maka status 58 pasangan pengantin yang telah mendatangi saudara Aris untuk di potret adalah “Calon pengantin”, Namun sayangnya dari hasil wawancara yang penulis amati, “semua” calon pengantin yang di potretnya, dalam berpose, lebih memilih kontak sentuh (ikhtilat) dibanding menjaga jarak. Adapun mengenai pose, Aris Suhendi tidak memaksa kehendaknya, namun ia memberi kebebasan bagi para calon pengantin untuk berpose seperti apa. “Mengenai pose, saya tidak mengatur mereka maunya bagaimana, tapi kebanyakan dari mereka, meminta posisi yang mesra. Seperti bergandengan tangan, merangkul, berpelukan, menggendong, bahkan bercumbu mesra pasangannya”33 Begitu juga dengan lokasi pemotretan atau tema pemotretan. Semuanya ada di tangan calon pengantin. Aris Suhendi hanya mengikuti keinginan para calon pengantin yang maunya bagaimana dan seperti apa. Aris Suhendi yang benar-benar tidak pernah mengenyam pendidikan berbasis Islam, membuat dirinya kurang faham dengan Syariat Islam. Hal inilah yang membuatnya seakan-akan menunjukkan sikap rela terhadap kemaksiatan disetiap kali pemotretannya berlangsung. Dan yang ada di benaknya mungkin adalah bagaimana caranya membuat Foto Prewedding yang sebaik mungkin sesuai keinginan para clientnya. Belum lagi selama penulis mewawancarainya, ia belum menemukan sepasang calon pengantin pun yang meminta di buatkan Foto Prewedding dengan konsep yang Islami.
33
Wawancara Pribadi dengan Aris Suhendi. Cibubur 20 April 2016
26
BAB IV FOTO PREWEDDING DALAM PANDANGAN ISLAM Fenomena Foto Prewedding yang dihasilkan oleh Aris Suhendi hanyalah sebagian kecil
dari
fenomena
Foto
Prewedding
yang
ada
sekarang
ini.
Walau fenomena Foto Prewedding sebenarnya hanyalah trend belaka, namun fenomena ini seakan telah membudaya menjelang hari pernikahan tiba. A.
Foto-foto Prewedding (karya Aris Suhendi) dan Analisisnya Dalam Hukum Islam Demi mencapai penelitian yang lebih rinci dan akurat, maka penulis menjabarkan 3 Foto Prewedding karya Aris Suhendi. Berikut analisisnya sebagai berikut: Foto No. 1
Foto bersumber dari koleksi Foto Prewedding Aris Suhendi
Pada Foto Prewedding diatas nampak sepasang pria dan wanita melakukan adegan mesra layaknya suami istri. Sang wanita dengan santai berbaring di paha pria, sang pria mengecup kening sang wanita, dan tangan sang pria menggenggam erat tangan sang wanita di atas perutnya. Di tambah sang wanita mengenakan pakaian super seksi dan tanpa kerudung, hingga nampaklah aurat-auratnya seperti rambut, leher, lengan, bahkan setengah bagian dari payudaranya. Betapa norma-norma Syariat Islam mengenai khalwat, ikhtilat, dan kasyful aurat, telah lengkap terkomposisi pada Foto Prewedding diatas. Islam tidak pernah membahas masalah Foto Prewedding, karena pada zaman turunnya Al-Qur’an belum ada sama sekali kegiatan pemotretan seperti sekarang ini. Terlebih juga ulama salaf belum ada yang membahas tentang masalah hukum Foto
26
27 Prewedding. Namun, karena adegan pada Foto Prewedding di atas nampak terkandung unsur khalwat dan ikhtilat, maka penulis menghukumi Foto Prewedding tersebut di atas berdasarkan perilaku khalwat dan ikhtilat yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu penulis menarik dalil Q.S Al-Israa(17):32. Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Israa(17): 32) Para ulama berkata, “Firman Allah SWT “janganlah kalian semua mendekati zina’ ini lebih mendalam dari pada di katakan (janganlah kalian semua berzina), 34 karena kalau saja bahasa dalam Al-Qur’an itu menggunakan “jangan berzina,” maka yang di larang itu zina nya saja, tetapi hal-hal yang mendekati perbuatan zina seperti adegan pada Foto Prewedding diatas tidak dilarang. Itulah mengapa bahasa yang di pakai dalam Al-Qur’an adalah jangan mendekati zina, karena Bahasa itu lebih mendalam dan menjurus kepada perilaku ikhtilat dan khalwat yang sering terjadi di sekitar. Dalam adegan pada Foto Prewedding diatas cukup menjadi fakta bahwasanya Perilaku ikhtilat dan khalwat seperti itulah yang dimaksud para ulama dalam menafsirkan Q.S Al-israa (17): 32 sebagai bentuk perbuatan mendekati zina. Adegan
pada Foto
Prewedding diatas sang wanita yang berbaring di atas paha pria dan sang pria mencium keningnya, besar kemungkinan adegan tersebut mengundang syahwat di antara kedua belah pihak. Tidak mungkin ada asap bila tidak ada api. Begitu juga tidak mungkin ada perzinahan, bila tidak ada perilaku ikhtilat dan khalwat seperti yang tergambarkan pada Foto Prewedding di atas. Akhirnya gaya adegan antara sang pria dan wanita pada Foto Prewedding diatas mengandung unsur pornografi dan pornoaksi. Mengenai perilaku ikhtilat dan khalwat yang
34
Syaikh Imam Al-Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Penerjemah Ahmad Khotib, (Surah Al-Hijr, Annaml, Al Israa dan Al-Kahfi), (Pustaka Azzam: Jakarta Selatan, 2008), h. 627.
28 terjadi pada Foto Prewedding diatas, baginda Nabi Muhammad telah menyinggungnya dalam Hadits yang berikut, Rasululallah SAW bersabda:
ﺳﱢﯿﺌَﺘُﮫُ َﻓﮭُ َﻮ َ ُﺳ ﱠﺮﺗْ ُﮫ ﺣَﺴَ َﻨﺘُﮫُ َوﺳَﺎءَﺗْﮫ َ ﻦ ْ ن ﺛَﺎِﻟﺜُﮭُﻤَﺎ َو َﻣ َ ﺸﯿْﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ﺣﺪُﻛُ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻣ َﺮَأةٍ َﻓ ِﺈ ﱠ َ َن أ ﺨُﻠﻮَ ﱠ ْ ﻻَ َﯾ ٌُﻣ ْﺆ ِﻣﻦ “Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1: 18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim). Adegan pada Foto Prewedding sebelumnya, tergambarkan contoh sikap ikhtilat dan khalwat yang terlarang oleh Syariat Islam. Dan perilaku seperti itulah awal dimana perzinahan biasanya terjadi, karena syetan telah hadir di antara mereka untuk menggoda supaya manusia terjerumus dalam lubang perzinahan. Hadits di atas merupakan hadits yang langsung diucapkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Sungguh tidak ada lagi keraguan dari apa-apa yang disampaikan beliau tentang bahayanya perilaku ikhtilat dan khalwat.
Kemudian, pada Foto di atas tergambarkan adegan sang pria yang mencium wanita. Mengenai hal ini terdapat kisah seorang pemuda pada zaman Nabi telah mengaku sengaja mencium wanita non mahrom. Berdasarkan asbaabunnuzul tersebut, maka turunlah Q.S. Huud (11):14. Allah SWT berfirman: “Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka Ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu[713] Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?” Setelah mendengar pengakuan pemuda tersebut, Rasul memintanya untuk segera bertaubat kepada Allah dan insyaallah Allah akan mengampuni dosanya. Kemudian pemuda itu bertanya: “Yaa Rasul apakah pengampunan dosa tersebut hanya khusus untuk aku?” “Untuk seluruh ummatku” jawab Rasul.
29 Dari contoh adegan Foto di atas, itulah peristiwa mencium wanita non mahrom yang juga termasuk perbuatan mendekati zina, karena terlebih perilaku mencium cepat sekali merangsang birahi di antara wanita maupun lelaki. sebagaimana para ulama telah menafsirkan dalam Q.S Al-Israa (17):32. Belum lagi, pakaian yang sejatinya mempunyai fungsi untuk menutupi bagian-bagian aurat, sama sekali tidak teraplikasikan pada pakaian si wanita pada Foto Prewedding tersebut. Hingga akhirnya
nampaklah pada Foto
Prewedding tersebut bagian-bagian aurat yang sejatinya wajib ditutupi seperti rambut, leher, lengan, bahkan bagian payudara.
Mengenai hal ini, Allah SWT telah
menyinggungnya dalam Q.S Al-A’raaf(7):79. Allah SWT berfirman : “Hai anak Adam Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS:Al-A’raaf 79) Tentang ayat ini, Abu Ja’far berkata: “Allah SWT berfirman kepada orang-orang arab bodoh yang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang, karena mengikuti perintah syetan dan tidak taat kepada Allah. Dia memberi tahu mereka akan tertipunya mereka dengan tipuan syetan hingga syetan dapat menguasai mereka dan berhasil membuka tutupan Allah yang Dia karuniakan kepada mereka hingga aurat mereka nampak dan sebagian dari mereka melihat aurat sebagian yang lainnya, padahal Allah telah menganugerahkan apa yang dapat menutup aurat mereka. Mereka mengalami peristiwa yang telah dialami oleh kedua orang tua mereka, Adam dan Hawa, yang tertipu oleh tipuan iblis, hingga dia berhasil membuka tutupan Allah yang dikaruniakan kepada mereka, sehingga nampaklah bagi mereka aurat mereka. Iblis berhasil menelanjangi mereka.”35 Takwil firman Allah: wariisyaa (dan pakaian yang indah), Abu ja’far berkata: Para ahli qiraat berbeda pendapat dalam membaca lafazh wariisyaaa. Mayoritas ahli qira’at membaca wariisyaa, tanpa huruf alif. Sementara itu, disebutkan dari Zirr bin Hubaisy dan Hasan Al-bashri, bahwa mereka semua membaca wariyasyaa.36 Takwil firman Allah: (Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik) Abu Ja’far berkata: Para ahli takwil berbeda 35
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah Abdul Somad, Yusuf Hamdani, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008), h. 906. 36 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, h. 911.
30 pendapat tentang firman Allah ini. Sebagian berpendapat bahwa lafazh walibasuttaqwa maksudnya adalah “Keimanan.”37 Peristiwa orang-orang arab bodoh yang mengelilingi ka’bah dengan telanjang merupakan bentuk ketidak taatannya kepada Allah SWT sehingga membuatnya mengikuti perintah syetan. Hal tersebut terjadi tak jauh bedanya dengan pakaian wanita pada Foto Prewedding di atas. Ia memang telah berpakaian, namun seakan seperti telanjang karena tetap memperlihatkan aurat-auratnya yang yang seharusnya tertutupi. Libaasuttaqwa yang sejatinya melekat pada diri seorang wanita, kini banyak ditanggalkan, dan malah memilih memamerkan auratnya di muka umum, termasuk di muka kamera saat sesi pengambilan gambar Prewedding. Selanjutnya masih mengenai aurat yang harus ditutupi oleh pakaian, Rasulullah SAW bersabda :
ت ٌ ﺳ َﯿﺎتٌ ﻋَﺎ ِرﯾَﺎ ِ ن ﺑِﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسَ َو ِﻧﺴَﺎ ٌء ﻛَﺎ َ ب اﻟْ َﺒﻘَﺮِ ﯾَﻀْ ِﺮﺑُﻮ ِ ﺳﯿَﺎطٌ َﻛ َﺄذْﻧَﺎ ِ ْن ِﻣﻦْ َأھْﻞِ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻟﻢْ َأ َرھُﻤَﺎ َﻗﻮْمٌ َﻣ َﻌﮭُﻢ ِ ﺻِﻨْﻔَﺎ ﺟ ُﺪ ﻣِﻦْ ﻣَﺴِﯿ َﺮ ِة َ ﺤﮭَﺎ َﻟﯿُﻮ َ ﺤﮭَﺎ وَإِنﱠ رِﯾ َ ن رِﯾ َ ْﺠﺪ ِ ﻻ َﯾ َ ﺠﱠﻨ َﺔ َو َ ْﻦ اﻟ َ ْﺖ اﻟْﻤَﺎ ِﺋَﻠ ِﺔ ﻻَ ﯾَﺪْﺧُﻠ ِ ْﻦ َﻛ َﺄﺳْ ِﻨ َﻤﺔِ اﻟْﺒُﺨ ﻣُﻤِﯿﻼَت ﻣَﺎ ِﺋﻼَت رُءُوﺳُﮭُ ﱠ َﻛﺬَا وَﻛَﺬَا "Dua golongan dari penghuni neraka yang tidak pernah kulihat yang seperti mereka berdua, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor-ekor sapi, yang dengan cemeti itu mereka memukuli manusia, dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggok-lenggok dan bergoyang-goyang, kepala mereka seperti punuk onta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk sorga dan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau sorga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian lama dan sekian lama.”
Foto No. 2
Foto bersumber dari koleksi Foto Prewedding Aris Suhendi
37
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, h. 915.
31 Pada Foto Prewedding berikutnya nampaklah sepasang calon pengantin saling menempelkan tubuhnya. Tak terketinggalan sang pria memegang lengan sang wanita. Sang wanita yang mengenakan kebaya belum cukup menutup auratnya. Hal itu karena bahan kebaya yang di kenakannya masih transfaran, hingga terlihat lengan dan bahunya. Belum lagi kain kerudung tidak nampak di kepala sang wanita, membuat rambut dan lehernya bebas terlihat. Walaupun tidak sampai mencium seperti adegan pada Foto Prewedding yang pertama, namun adegan memegang lengan dan menempelkan tubuh pada Foto Prewedding no 2 di atas termasuk dalam kategori ikhtilat dan khalwat yang dimaksud Q.S Al-israa (17): 32. Asy-Syaukani berkata: “Dalam pelarangan zina dengan menggunakan muqaddimahnya dan larangan ini paling kuat. Sesungguhnya segala sesuatu sarana menuju ke haram, maka haram pula hukumnya berdasarkan makna eksplisit ungkapan (Walaa taqrobuzzinaa) itu.” 38 Adapun mendekati zina dalam prakteknya ada beberapa pendekatan, seperti khalwat, ikhtilat, mengumbar aurat, pandangan mata yang liar dan pikiran atau hati yang kotor. Hubungan seksual illegal (Zina) membuka jalan bagi banyak kerusakan individual, social, dan keluarga. Karenanya, hal itu sangat dilarang dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, masalah zina disebutkan berbarengan dengan dosa-dosa besar seperti kekafiran, pembunuhan, dan pencurian. Dan walaupun pakaian sang wanita pada Foto Prewedding no 2 di atas tidak lebih seksi dari Foto Prewedding yang pertama, namun baju kebaya hijau yang dikenakannya cukup terlihat transfaran hingga menampakkan warna kulit. “Mengenai pakaian yang menampilkan warna kulit (tembus pandang), terdapat sebuah kisah dari Asma binti Abu bakar, yang mana ia pernah menghadap baginda Nabi Muhammad SAW dengan pakaian yang tipis. Lalu beliau berpaling darinya seraya berkata: Sesungguhnya jika wanita sudah cukup umur tidak boleh di lihat kecuali ini dan ini, ucapnya sambil menunjukkan pada wajah dan kedua tangannya.”39 Dari kisah singkat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sebuah pakaian tidak cukup dikatakan pantas oleh Syariat Islam bilamana masih tetap memunculkan warna
38
Syaikh Imam Al-Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Penerjemah Ahmad Khotib, (Surah Al-Hijr, Annaml, Al Israa dan Al-Kahfi), h. 628 39 Ceramah Mamah Dedeh pada program tv “Mamah dan Aa” tanggal 23 Oktober 2015 pukul 06.30
32 kulit, karena hal itu tetap bisa memancing syahwat. Penceramah Islam Mamah Dedeh dalam tausiahnya sempat berkata: “Fungsi pokok pakaian ada 3. pertama sebagai penutup aurat, kedua sebagai keindahan, dan yang ketiga sebagai libaasuttaqwa. Adapun pengertian libaasuttaqwa menurut jumhur ulama adalah pakaian yang dapat melindungi diri sendiri. Maksudnya adalah seorang wanita apabila telah mengenakan pakaian yang Syar’i, yaitu dengan kain kerudung, pakaian yang longgar (tidak ketat), dan tidak transfaran, maka wanita tersebut akan terbebas dari kejahatan syahwat para lelaki, terlebih terbebas dari ancaman pemerkosaan.”40 Pada akhirnya Foto Prewedding no 2 di atas juga tergolong haram, karena terkandung unsur khalwat, ihktilat, dan kasyful aurat. Belakangan ini telah berkembang jilbab yang memiliki bentuk bermacam gaya rupa atau biasa disebut jilbab tuttorial. Berbagai tata cara model berhijab yang modern tentu dapat meberikan nilai lebih akan kreasi dan inovasi pada setiap penampilan seseorang. Kesan variasi gaya yang modis tentu dapat menunjang setiap penampilannya. Sehingga tidak akan ada kesan monoton yang dapat menimbulkan rasa jenuh dan bosan akan tampilan gaya pada seseorang. Untuk dapat tampil menawan dengan model balutan busana hijab yang dikenakannya tentu seorang wanita harus lah rela berganti ganti style berhijab yang digunakannya. Dengan berbagai macam model hijab modern yang bermunculan pada saat ini memang menambah rentetan akan inovasi baru pada trend fashion hijab modern terbaru abad ini. Dengan berhijab yang modern sesuai dengan yang sedang trendy pada masa kini sungguh dapat menjadikan seorang wanita tampil modis fashionable. 41 Seandainya Trend Jilbab Tuttorial tersebut dibudayakan pula dalam dunia Foto Prewedding, tentunya sang wanita akan terelihat jauh lebih cantik dan anggun. Hingga budaya Foto Prewedding yang umumnya mengumbar aurat, diharapkan bisa terbiasa dibalut dengan libasuttaqwa.
40
Ceramah Mamah Dedeh pada program tv “Mamah dan Aa” tanggal 23 Oktober 2015 pukul 06.35 http://fashionhijabmodern.blogspot.co.id/2015/02/gambar-tutorial-hijab-modern-syari.html. Diakses pada tanggal 28 oktober 2015 , jam 20.07 41
33
Foto No. 3
Foto bersumber dari koleksi Foto Prewedding Aris Suhendi
Pada Foto Prewedding di atas nampaklah sepasang calon pengantin yang beradegan mesra layaknya telah sah sebagai suami isteri. Sang lelaki memeluk pasangannya dari arah belakang, dan kedua tangannya saling bertemu di hadapan perut sang wanita. Sama seperti Foto Prewedding no 1 dan 2, Foto Prewedding no 3 di atas pun mengandung unsur khalwat dan ikhtilat yang merupakan perbuatan mendekati zina seperti apa yang di maksud Q.S Al-Israa(17):32 sebelumnya. Namun bila dibandingkan dengan foto Prewedding yang pertama dan kedua, nilai plus sang wanita pada Foto Prewedding no 3 di atas adalah mengenakan pakaian yang menutup aurat dan berkerudung, sebagaimana kriteria pakaian yang Syar’I sebagai berikut : a. Menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. b. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk tubuh. c. Tidak tipis dan tembus pandang sehingga menampakkan kulit tubuh. d. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. e. Tidak mencolok dan berwarna yang dapat menarik perhatian. f. Tidak menyerupai pakaian untuk wanita kafir. g. Bukan merupakan pakaian untuk mencari kemasyhuran. Wanita pada Foto Prewedding no 3 di atas telah memenuhi standar pakaian yang baik menurut Syariat Islam di atas. Namun sayang beribu sayang, walau sang wanita telah mengenakan pakaian yang sopan, namun unsur ikhtilat dan khalwat yang merupakan
34 perilaku mendekati zina sebagaimana tafsir Q.S Al-israa (17):32 tetap tidak bisa terhindarkan. Akhirnya pada foto Prewedding no 3 di atas, walau sang wanita telah berpakaian yang Syar’I, tetapi tetap tergolong Foto Prewedding yang haram karena terkandung unsur khalwat dan ikhtilat. Wanita muslimah yang lurus itu ialah ia yang tidak mau bercampur dengan laki-laki dan akan menghindarinya menurut kesanggupannya. Tidak mencari-cari jalan untuk bercampur dengan laki-laki dan tidak mendorong orang lain melakukannya. Dalam hal ini ia akan mengikuti Fatimah binti Rosulullah SAW, Ummahatul-Mukminin, dan istri orangorang salaf yang salih dari kalangan sahabat, tabiin dan siapapun yang mengikuti mereka dengan cara yang baik. Dia tentu menyadari bahwa pergaulan bebas membawa dampak yang kurang baik terhadap kedua belah pihak. Dampak ini bisa dirasakan orang-orang barat di sekitar sector kehidupan, khususnya terlihat dengan menurunnya prestasi belajar. Karena itu mereka sengaja hendak memisahkan anak-anak putri dari anak laki-laki diberbagai jenjang lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga sekolah. Usaha ini sudah disaksikan sekian banyak tokoh pendidikan dari kalangan orang-orang muslim yang pernah berkunjung ke eropa, amerika dan Rusia, diantaranya Ustadz Ahmad Muzhir Al-Uzhmah, yang diutus kementrian pendidikan Syiria untuk mengadakan survey ilmiah ke Belgia. Disana dia mengunjungi beberapa sekolah dan beberapa lembaga pendidikan Belgia. 42 Dalam sebuah kunjungannya ke sekolah dasar khusus anak-anak putri, dia bertanya kepada direkturnya yang juga wanita, “Mengapa anda tidak mencampur pelajar putra dan putri di jenjang pendidikan ini ?” Direktur sekolah dasar itu menjawab, “Kami sudah merasakan sendiri dampak negative mencampur pelajar putra dan putri, sekalipun itu di jenjang sekolah dasar seperti ini.” Bahkan ada berita yang menyebutkan bahwa Rusia sudah mencoba model ini, dengan menyelenggarakan perguruan tinggi tersendiri yang memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi. Di Amerika ada seratus tujuh puluh fakultas diberbagai perguruan tinggi 42
Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jatidiri Wanita Muslimah, Penerjemah M.Abdul Ghaffar, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 62.
35 yang sudah memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi, karena para dosennya sudah menyadari bahaya pergaulan bebas terhadap masyarakat dan berbagai sector kehidupan social. Banyak kejadian di penjuru dunia yang menunjukkan bahaya pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita, yang semuanya menyodorkan bukti akurat tentang hikmah islam yang membatasi pergaulan ini dan dijauhi masyarakat muslim yang mengikuti petunjuk Allah. Karena dengan cara ini mereka bisa menyingkirkan bahayanya yang sangat besar, yang bisa mengguncang hati dan sanubari.43 Betapa hebatnya ketiga negara tersebut, yang mana dari sektor pendidikan saja sudah mengedepankan perilaku preventif dengan cara memisahkan pencampur-bauran antara pelajar putra dan putri. Namun sayangnya, di negara ini, negara dengan notabene jumlah muslimnya terbesar di dunia, tidak mampu memisahkan pelajar putra dan putri, dan lembaga pendidikan yang berani memisahkan pelajar putra dan putri hanyalah “Pesantren”. Selain itu semuanya bercampur baur. Alhasil penulis menarik tolak ukurnya, lembaga pendidikan di Indonesia ini saja sudah membiarkan adanya campur baur antara siswa putra dan putri. Itu saja dari segi lembaga pendidikan yang sudah terkesan membiarkan adanya pencampur bauran. Jadi jelas, dalam pergaulan diluar sekolah pun mereka akan nampak terbiasa berbaur dengan lawan jenis. Maka sudah wajar saja ketika siswa siswi tersebut lulus dari pendidikannya, kemudian menikah, dan ingin mengikuti trend Foto Prewedding, mereka pun membumbui pemotretannya dengan ikhtilat dan khalwat yang sudah dianggap “adat yang biasa”. Seandainya saja, foto yang dipamerkan bukanlah Foto Prewedding yang saling ber mesraan dan mengumbar aurat. Foto Prewedding yang dipotret secara terpisah dan menutup aurat pun tetap memberikan gambaran jelas bahwa merekalah calon suami istri yang memiliki hajatan, tanpa harus dalam kondisi bermesraan dan mengumbar aurat. Menurut hemat penulis, hal itu jauh lebih aman dan Syar’i dibanding harus saling bersentuhan. Rentetan mobil yang ada di kemacetan pun memilih menjaga jarak antara satu meter sampai dua meter, itupun dilakukan demi menghindarkan diri dari kontak 43
Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jatidiri Wanita Muslimah, Penerjemah M.Abdul Ghaffar, h. 64.
36 sentuh yang mengakibatkan kerugian di antara keduanya. Dengan adanya jarak tersebut, alhasil membuat mobil yang di belakang dan yang ada didepannya aman dari tabrakkan . Begitu pula jarak pemisah dalam beradegan dan busana yang Syar’i seharusnya wajib di terapkan demi menghindarkan diri masing-masing dari kemudharatan yang di larang Syariat Islam. Dan bila hal itu telah di terapkan, insya Allah akan memberikan efek positif bagi calon pengantin yang menginginkan adanya sesi pemotretan Prewedding. Terlebih juga berdampak positif bagi para calon pengantin lain yang juga ingin melaksanakan sesi pemotretan Prewedding. Hingga di harapkan budaya Foto Prewedding yang umumnya mengandung unsur ikhtilat, khalwat, dan kasyful aurat, berubah menjadi menjaga jarak dan berbusana Syar’i. Sebenarnya hal ini merupakan PR bagi Aris Suhendi, bahkan juga bagi seluruh Fotografer Prewedding untuk tidak membiarkan para client-nya memilih beradegan mesra dan berpakaian terbuka aurat pada sesi pemotretan. Karena bagaimanapun juga ia pun terlibat dalam pemotretan tersebut dan ikut turut mendapatkan dosa disebabkan sikap rela terhadap kemaksiatan yang ada di hadapannya setiap kali pemotretan. B. Contoh Solusi Foto Prewedding Sesuai Syariat Islam Demi memberikan solusi, maka penulis memberikan beberapa contoh yang bisa dijadikan tauladan yang baik bagi mereka yang akan melaksanakan pemotretan. Di antaranya: Foto Prewedding (solusi) No. 1
Foto bersumber dari bridetheory. Blogspot. Co. id.
37 Nampaklah adegan dalam Foto Prewedding diatas, sepasang calon pengantin yang memiliki kesibukkan di perpustakaan. Posisi keduanya yang saling berhadapan namun terhalang oleh rak buku yang cukup besar, ternyata mampu menghindarkan keduanya dari perilaku ikhtilat dan khalwat. Ditambah sang wanita yang mengenakan kain kerudung dan pakaian yang menutup aurat dan longgar, semakin menambah keindahan pada Foto Prewedding tersebut. Foto Prewedding (solusi) No. 2
Foto bersumber dari id. Pinterest.com
Adegan sepasang calon pengantin yang berwajah timur tengah di atas nampaknya mengambil tema Shalat berjamaah. Posisi keduanya yang duduk diantara kedua sujud mampu melahirkan adegan Foto Prewedding yang jauh dari unsur Khalwat dan ikhtilat. Tidak ada kontak sentuh diantara keduanya, tidak ada posisi “berdua-duaan”, karena di belakangnya nampak lalu lalang orang-orang, Pakaiannya pun termasuk pakaian yang sesuai ajaran Islam.
38
Foto Prewedding (solusi) No. 3
Foto bersumber dari pernikahan cosplay.com
Pada Foto Prewedding tersebut nampaklah sepasang calon pengantin yang saling duduk bersama menghadap meja yang berisi buah-buahan dan minuman. Duduknya pun tanpa ada kontak sentuh, terbebas dari khalwat karena dibelakangnya dikawal oleh 7 Superhero, serta pakaian sang wanita yang tergolong sesuai dengan Syariat Islam. Itulah beberapa contoh solusi bagaimana seharusnya adegan dan busana dalam Foto Prewedding menurut Syariat Islam. Tentunya dengan saling menjaga jarak dan terlepas dari membuka aurat seperti beberapa contoh di atas, hal tersebut akan terlihat jauh lebih indah dan nikmat dipandang. Pada akhirnya penulis mengemukakan bahwa hukum dari Foto Prewedding adalah boleh-boleh saja, namun bisa menjadi haram bila terkandung
39 perilaku ikhtilat, khalwat, dan kasyful aurat seperti contoh Foto Prewedding karya Aris Suhendi sebelumnya. C.
Pendapat Ulama dan Hujjahnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara mengeluarkan fatwa bahwa Foto Prewedding adalah haram. Prof. Dr. Abdullah Syah, MA. mengatakan bahwa Foto Prewedding yang dimaksud adalah foto mesra calon suami dan calon istri yang dilakukan sebelum akad nikah. Foto Prewedding diharamkan karena saat berfoto itu mereka belum memiliki ikatan apa-apa. Itu tidak dibenarkan dalam hukum Islam.44 Pada 2010 silam, Forum Bahtsul Masail Putri ke-12 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, menetapkan haram kegiatan Foto Prewedding.45 Forum santri tersebut juga menganjurkan pemotretan itu dilakukan setelah akad nikah, untuk menghindari perbuatan maksiat. Pengharaman kegiatan Fotografi Prewedding oleh forum bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur ke-12 di Ponpes Lirboyo, Kediri, diamini Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Ridwan. Cholil setuju karena hal itu selaras dengan ajaran Islam. \\\"Kalau dikembalikan ke syariat, saya tidak keberatan atas fatwa itu,\\\" ujar Cholil pada detikcom, Jumat (15\/1\/2010). Jika merujuk ke ajaran Islam, lanjut Cholil, foto laki-laki dan perempuan sebelum nikah seperti suami istri memang haram hukumnya. \\\"Kalau sudah nikah difoto dengan pose suami istri itu tidak apa-apa. Itu tak langgar syariat,\\\" jelasnya. 46 Pada laman Detik.Com terbitan 15 januari 2010 yang berjudul “Ketua MUI sependapat Foto Prewedding haram.” Pada pemberitaan tersebut, yakni Ketua MUI K.H Chalil Ridhwan sependapat dengan Forum Bahtsul Masail Pesantren Puteri (FMP3) seJawa Timur ke 12 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Yang mana dalam ungkapannya, bila belum menikah, maka perilaku-perilaku yang biasanya dilakukan oleh pasangan 44
http://rumaysho.com/5503-hukum-foto-pre-wedding. Diakses pada tgl 28 oktober 2015 pada jam 17.05 http://majalah.hidayatullah.com/2015/06/wabah-selfie-dan-prahara-foto-pre-wedding/. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015, jam 17.14 46 http://news.detik.com/berita/1279360/ketua-mui-sependapat-foto-pre-wedding-haram. Diakses pada tanggal 28 oktober 2015, jam 17.20 45
40 suami-isteri, haram dilakukan. Terlebih lagi beliau mengungkapkan, yang menjadi pokok masalah dalam adegan pemotretan Prewedding yaitu terlaksananya perilaku-perilaku yang menunjukkan pasangan muda-mudi yang belum menikah, namun dalam adegan itu tergambarkan seakan-akan mereka telah menikah. Seperti adanya ikhtilat, khalwat, dan kasyful aurat.
41
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian penulis pada skripsi ini, akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan. Kesimpulan itu ialah sebagai berikut a.
Apa saja faktor yang membuat para calon pengantin melaksanakan
pemotretan Prewedding pada saudara Aris (Fotografer Prewedding) ? Terdapat tiga faktor yang membuat para calon pengantin mendatangi Aris Suhendi untuk dipotret. Beberapa faktor tersebut ialah sebagai berikut : 1.
Isi kekosongan menjelang hari pernikahan Mitos Zaman dahulu : “Pengantin jangan kemana-mana menjelang hari H
pernikahan”. Istilah itu mungkin telah umum ditelinga masyarakat. Mitos itupun seakan mewajibkan calon pengantin untuk di rumah saja selama menunggu hari pernikahan. Namun itu mitos lama. Telah banyak generasi sekarang ini yang meninggalkannya. Sekarang banyak calon pengantin yang ingin menyibukkan dirinya menjelang hari pernikahan, Seperti mencari W.O (Wedding Organizer) dan melakukan pemotretan Prewedding. Akhirnya pemotretan Prewedding terasa asik untuk mengisi waktu kosong menjelang hari pernikahan 2.
Dokumentasi/kenang-kenangan Banyaknya para calon pengantin yang mendatangi Aris Suhendi juga untuk
menjadikan
Foto Prewedding sebagai bentuk dokumentasi. Sebuah dokumentasi
berbentuk Foto Prewedding dianggap sebagai cara jitu untuk dikenang kembali di waktu yang akan datang. Seakan keadaan-keadaan sebelum menikah tetap tergambarkan dalam bentuk Foto Pewedding.
41
42 3.
Trend. Zaman modern ini, segalanya bisa menjadi trend. Mulai dari celana, baju, gaya
bahasa, sampai tempat nongkrong bisa terpengaruh oleh trend. Dimana tren adalah suatu hal kekinian dan dikategorikan “wajib” untuk diikuti bagi sebagian mereka yang tak mau tertinggal oleh zaman. Ternyata Trend adalah faktor paling memuncak, yang membuat mayoritas calon pengantin mengabadikan dirinya dalam bentuk Foto Prewedding. Ini dikarenakan Trend sudah dianggap hal yang wajib untuk diikuti bagi sebagian mereka yang merasa orang zaman sekarang. Terlebih dari itu, hasil dari pengambilan gambar tersebut bisa dijadikan hiasan pada saat acara resepsi, tampilan gambar pada kartu undangan, maupun tampilan gambar pada souvenir pernikahan. Itulah yang membuat mereka semakin tertarik untuk mengikuti Trend Foto Prewedding. Tabel 1.1 Tabel Distribusi Frekuensi
Nilai (X) 1 2 3
Frekuensi (F) ISI KEKOSONGAN DOKUMENTASI TREND JUMLAH
Nilai Tengah 12 19 27 58
Rata-rata = 12 + 19 + 27 = 58 = 19,3 3 3 Median = 12, 19, 27 = 27 Dari penghitungan tersebut, maka terbuktilah Trend merupakan faktor yang paling memuncak dimana banyaknya pasangan calon pengantin yang mendatangi Aris Suhendi untuk dipotret dalam bentuk album Foto Prewedding.
b. Bagaimana Syariat Islam memandang kegiatan pemotretan Prewedding, khususnya
pada pemotretan Aris Suhendi?
Pelaksanaan pemotretan yang ada pada Aris Suhendi, Syariat Islam memandangnya haram. Karena kegiatan pemotretan Prewedding yang dikerjakannya selalu mengandung
43 unsur ikhtilat, khalwat, dan kasyful aurat. Dalam Syariat Islam, mereka yang belum ada dalam tali ikatan pernikahan, haram hukumnya untuk berdua-dua’an, saling bermesraan layaknya perilaku suami isteri. Terlebih pakaian yang membuka aurat dan tidak adanya jilbab semakin menambah keharaman pada pelaksanaan pemotretan Prewedding tersebut. Selanjutnya hal tersebut berbenturan dengan Q.S Al-Isra’:32 yang mengandung pelajaran bagi setiap umat muslim untuk melakukan tindakan preventif dalam menjauhi zina. Tindakan preventif dalam menjauhi zina tentunya tidak melakukan khalwat, ikhtilat, dan kasyful aurat yang memancing birahi di antara keduanya. Ini di karenakan perzinahan selalu di dahului dengan tindakan-tindakan khalwat dan ikhtilat seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya. Jadi yang perlu digaris bawahi, hukum dasar dari Foto Prewedding adalah bolehboleh saja, namun hukum tersebut bisa menjadi haram bilamana dalam adegannya selalu memunculkan perilaku khalwat, ikhtilat, dan kasyful aurat seperti Foto-foto Prewedding hasil karya Aris Suhendi. B. Saran 1.
Alangkah lebih baiknya Aris Suhendi selaku Fotografer Prewedding, mengubah
budaya Foto Prewedding, menjadi Pascawedding. Yang mana dalam kamus besar bahasa Indonesia pasca berarti sesudah, dan wedding berarti menikah. Jelasnya pemotretan ini dilaksanakan setelah akad nikah. Jadi dalam melaksanakan pemotretan ini, seharusnya Aris Suhendi hanya menerima mereka yang sudah menikah. Bila pemotretan ini dilakukan setelah adanya akad atau dengan kata lain telah lebih dulu menjadi sepasang suami isteri, maka bila ingin ada adegan khalwat dan ikhtilat, hal itu tidaklah bermasalah dari segi Hukum Islam. Namun tetap tidak diperbolehkan kasyful aurat. 2.
Namun apabila pengambilan gambar tetap ingin dilaksanakan sebelum pernikahan,
alangkah lebih baiknya saudara Aris Suhendi mengarahkan kepada calon kedua mempelai untuk tetap menjaga jarak dan mengarahkan untuk memakai pakaian sopan dengan cara berjilbab seperti pada contoh solusi Foto-foto Prewedding yang telah penulis jabarkan sebelumnya. Hingga diharapkan budaya Foto Prewedding yang selalu menampakkan
44 adegan mesra, berubah menjadi menjaga jarak, mengenakan pakaian yang Syar’i, dan berjilbab. 3.
Alangkah lebih baik lagi bila ada sosialisasi dari para Da’i atau tokoh masyarakat
kepada masyarakat untuk tidak membiasakan adegan mesra dan pakaian terbuka saat pengambilan gambar Foto Prewedding. Sosialisasi dari pada Da’I atau tokoh masyarakat akan dirasa sangat ampuh untuk menekan terjadinya pengambilan gambar Foto Prewedding yang tak dibenarkan dalam Islam, karena para Da’I dan tokoh masyarakat selalu berkecimpung dalam elemen masyarakat.
45
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Asmawi, Mohammad, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, (Jogja: Darussalam, 2004) Ajidarma, Seno Gumira, Kisah Mata, Fotografi, (Yogyakarta: Galang Press, 2002) Abdullah, Sulaiman, Sumber Hukum Islam(Permasalahan dan fleksibilitasnya), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) Al-Hasyimy, Muhammad Ali, Jatidiri Wanita Muslimah, Penerjemah M.Abdul Ghaffar, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 1998) Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999) Adhimyati, Abi Bakar Usman, I’anah Tholibhin, (Beirut-Libanon:Darrul Khutub Ilmiyah, 1995) cet.1, juz 1 Basyarahil, H Salim, Petunjuk Jalan Hidup Wanita Islam, (Gema Insani Press: Jakarta, 1993) Bin Zakaria, Abu Maryam, 40 Kebiasaan Buruk Wanita, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2003) Bin Jarir Athabari, Abu Ja’far Muhammad, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah Abdul Somad, Yusuf Hamdani, (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008) Djakfar, Muhammad. Agama etika, dan ekonomi, (malang:Uin Malang press, 2007) Faqih Imani, Allamah kamal, TAFSIR NURUL QUR’AN, Penerjemah Salman Nano, ( Al-Huda: Jakarta) Fakultas Syariah dan Hukum, Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004) Giwanda, Griand, Panduan Praktis belajar Fotografi, (Jakarta: Puspa Swara, 2001) Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu social Jakarta selatan: Penerbit Salemba Humanika, 2012, cet-3 Marzuki, Mahmud, peter,, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008 Mun’im, Ibrahim, abdul, Mendidik Anak Perempuan, Gema Insani: Depok, 2002 http://rumaysho.com/5503-hukum-foto-pre-wedding.html. Diakses pada tgl 28 oktober 2015 pada jam 17.05 http://majalah.hidayatullah.com/2015/06/wabah-selfie-dan-prahara-foto-pre-wedding/.Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015, jam 17.14 http://news.detik.com/berita/1279360/ketua-mui-sependapat-foto-pre-wedding-haram.Diakses pada tanggal 28 oktober 2015, jam 17.20
46 http://fashionhijabmodern.blogspot.co.id/2015/02/gambar-tutorial-hijab-modern-syari.html dikases pada tanggal 28 oktober 2015 , jam 20.07 http://mimbarkata.blogspot.co.id/2014/08/warisan-baju-kebaya.html. Artikel diakses pada tanggal 5 november 2015 jam 10:45 http://prabuagungalfayed.blogspot.co.id/2014/09/berjilbab-tafsir-ibnu-katsir-surat-nur.html. Diakses pada tanggal 5 November 2015 jam 14:29 http://www.nyatnyut.com/2014/08/08/apa-jilboobs-itu/. november 2015 pada jam 11:00
Artikel
diakses
pada tanggal
5
http://demelophoto.com/pengertian-tentang-foto-pre-wedding.html Ibrahim, Abdul mun’im, Mendidik Anak Perempuan, (Gema Insani: Depok, 2002) Ismail, Ilyas, Pilar-pilar takwa (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009) Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994) Kotto, Alaiddin, Ilmu Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh (sebuah pengantar), (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2011) Moloeng, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) Muhammad Ahmad Muabbir Al-Qahtany & Wahbi Sulaiman Gwohjii & Muhammad Bin Luthfi Ash-Shobbag, Pesan Untuk Muslimah, (Gema Insani Press: Jakarta, 1996) Mudaris, M, Jurnalistik Foto, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996) Qardhawi, Yusuf, Halal & Haram, Penerjemah Abu said Al-Falahi, Annur Rafiq Shaleh Tamhid, (Rabbani Press: Jakarta, 2005) Rijal Hamid, Syamsul, Buku Pintar Agama Islam (Bogor: Cahaya Islam, 2006) Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh2, (Jakarta: Kencana, 2011) Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian (Ciputat: Uin Syarif Hidayatullah,2010) Umar, Nasaruddin, Fikih Wanita Untuk Semua, (Serambi Ilmu Semesta: Jakarta, 2010) Wawancara dengan Aris Suhendi, tanggal 20 April 2016 www.Impresiphotography.com , di akses pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 22.10 www.bastianphotography.com, di akses pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 22.10 bridetheory. Blogspot. Co. id, di akses pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 22.10 www.Bintang.com, di akses pada tanggal, 27 Juni 2016 pukul 22.10 www. Lukihermanto.com, di akses pada tanggal, 27 Juni 2016 pukul 22.10 www.Thepotomoto. Wordpress.com, di akses pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 22.10 www.id. Pinterest.com, pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 22.10 Yanggo, T Huzaemah ., Fiqih Perempuan Kontemporer, (Al-Mawardi Prima: Jakarta, 2001)
47 Zaidan, Abdul Karim, Mufashol Fi Ahkamil Mar’ah, (t.t, Muassasah Arrisalah, 1993) cet.1, juz 3
48
49
50