[COVER DEPAN]
RESENSI
Suap dan Korupsi
Refleksi Alkitabiah dan Studi Kasus dalam Marketplace Asia Penulis Penyunting Alih bahasa Isi Penerbit
B
uku mungil ini ditulis oleh Hwa Yung, seorang pendeta yang melayani di sebuah gereja di Malaysia, pengajar di Seminari Teologi Malaysia, serta pendiri sekaligus direktur dari Trinity Theological College, Singapore. Sebagai pendeta yang banyak melayani di Asia, Hwa Yung menyadari bahwa banyak n e ga ra d i A s i a s e d a n g m e n ga l a m i perkembangan dan pertumbuhan pesat di bidang sosial-ekonomi. Banyak orang Kristen juga mengalami kemajuan dalam bisnis, usaha, maupun dipercayai untuk memiliki pengaruh yang potensial di tempatnya bekerja. Sepintas semua perkembangan ini terlihat sangat baik; namun jika kita renungkan sejenak, segala kemajuan tersebut sebenarnya juga diiringi dengan ber-
2
SAMARITAN
: Hwa Yung : Soo-Inn Tan : Yulius Tandyanto : 90 Halaman 11,5 x 20.5cm : Literatur Perkantas
tambahnya “tekanan” terhadap orang-orang Kristen, atau lebih jelasnya terhadap “integritas iman” dari orang-orang percaya ini. Kadang disadari, dan kadang tidak. Demikian sebagian orang Kristen melihat “tekanan” tersebut.Tekanan yang kadang muncul dalam wujud uang, nafsu, dan kekuasaan, membuat orang Kristen kadang tidak sadar untuk melihat, dan kurang menanggapi tekanan tersebut secara bersungguh-sungguh. Buku ini ingin memberikan wawasan dan mengingatkan mengenai hal-hal yang dapat dihadapi oleh orang-orang Kristen yang berada dalam perkembangan marketplace (pasarloka) saat ini. Betapa kuat dan nyata-nya tekanan budaya bribery (suap) and corruption, dan oleh karena itu betapa pentingnya untuk memupuk kekuatan spiritual serta dukungan rohani gereja di tengah menghadapi kuasa dosa dalam dunia nyata. Buku kecil ini memberikan juga contohcontoh cara pandang yang kerap diambil oleh orang-orang Kristen saat menghadapi keadaan sehari-hari tersebut. Ada yang memandang bahwa segala tekanan dapat diatasi dengan menghindar sejauh mungkin dari pekerjaan yang “punya potensi” untuk memunculkan tekanan; tetapi hal ini juga sama saja dengan menjadi terang yang diletakkan di bawah gantang; tidak dapat menyinari sekelilingnya. Ada juga yang memi-
Edisi 3 Tahun 2013
liki cara pandang dualistis; berpikir bahwa kehidupan religius-nya adalah dimensi yang berbeda dengan kehidupan duniawi-nya. Dan beberapa cara pandang lain yang kadang kita peru disadarkan betapa salahnya cara pandang itu. Buku ini menanggapi berbagai paradigma tersebut, mengkritisi apa yang salah, mengkoreksi bagaimana memperbaikinya, dan membimbing kita menerapkan prinsip-prinsip yang Alkitabiah dalam pekerjaan kita. Bab dalam buku ini juga menceritakan kutipan dalam Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru; tentang tekanan yang hampir sama yang sebenarnya juga telah dihadapi oleh orang percaya pada abad-abad tersebut, serta bagaimana mereka bersikap. Tiga bab terakhir buku ini juga berisikan studi kasus, dua bab kesaksian dari seorang manager dan seorang pebisnis, dan satu lagi dari seorang dokter yang bekerja di sebuah perusahaan. Buku ini cukup kaya dari sisi sudut pandang; di bagian tengahnya, Hwa Yung meminta beberapa tokoh teologi lain untuk turut menulis dan memberikan komentar atas uraian pada bab sebelumnya. Sekalipun berukuran kecil, buku ini melakukan pengajarannya secara spesifik, sekaligus kaya dalam isi dari topik yang dibahas. Buku ini baik untuk memperlengkapi baik pebisnis, profesional medis, dan juga para pengatur kebijakan di rumah sakit atau struktural. Oleh dr. Elia A.B. Kuncoro Department of Radiation Oncology Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta Indonesia
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
3
RESENSI
Samaritan diterbitkan sebagai sarana informasi dan pembinaan bagi mahasiswa dan tenaga medis Kristen Penerbit: Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas
Edisi 3 Tahun 2013
Pemimpin Umum: dr. Lineus Hewis, Sp.A Redaksi: dr. Grace Rumempouw, Sp.Pros DR. dr. Lydia Pratanu Gunadi, MS dr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KIC dr. Eka Yudha Lantang, Sp.AN Ir. Indrawaty Sitepu, MA dr. Elia A.B. Kuncoro
DAFTAR ISI 5 ATRIUM: KITA SUDAH SIAP? 10 FAKTUAL: ASURANSI KESEHATAN NASIONAL BPJSSJSN DI MATA PELAYAN MEDIK 13 FAKTUAL: KITA BUTUH ANUGERAH 16 FAKTUAL: DOKTER KELUARGA KIAN PENTING 21 FAKTUAL: DIJERAT PIDANA DEMI KESELAMATAN PASIEN, MAU? 24 FAKTUAL: PELUANG DAN TANTANGAN SISTEM BPJS 26 FAKTUAL: PESERTA BPJS WAJIB PATUHI SISTEM RUJUKAN 29 FAKTUAL: DOKTER DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: KESIAPAN DAN HARAPAN? 33 FAKTUAL: KITA BUTUH PERSEKUTUAN 35 UNTAIAN FIRMAN: “DIALAH YANG MEMBUAT KAMI BERHASIL!” 38 DARI SUKU KE SUKU: SUKU ASILULU: MEMANCING SENDIRI 40 HUMORIA 41 INFO: KAMP MEDIS NASIONAL MAHASISWA XIX 42 ANEKA: MERAYAKAN NATAL 44 ANTAR KITA: “JANGAN TAKUT, SEBAB AKU BESERTAMU” 45 KESAKSIAN: KEPUTUSAN TUHANLAH YANG TERLAKSANA 47 INFO: MISSION HOSPITAL INTEREST GROUP (MHIG) 50 LAPORAN: SEMAKIN HARI SEMAKIN TERASA *Foto dan gambar dari berbagai sumber
4 4
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Redaksi Pelaksana: Thomas Nelson Pattiradjawane Sekretaris Redaksi: Dra. Jacqueline Fidelia Rorimpandey Alamat Redaksi: Jl. Pintu Air Raya No. 7 Blok C-5 Jakarta 10710 Tel: 021-345 2923, Fax: 021-352 2170 email:
[email protected] FB: Medis Nasional Perkantas Twitter: @MedisPerkantas Cover & Layout: Hendri Wijayanto & Danny Apriyanto Percetakan: PT. Digigrafx Isi diluar tanggung jawab percetakan
Bagi sahabat PMdN yang rindu mendukung PMdN melalui majalah SAMARITAN, dapan mentransfer ke BCA, KCU. Matraman Jakarta Rek. 342 256 6799 a.n. Eveline Marceliana Bukti transfer mohon dikirim melalui fax atau email dengan nama dan alamat pengirim yang lengkap
Dari Redaksi
W
aktu merambat sedemikian cepat. Tahun 2013 segera kita lalui. Dan, Natal Yesus Kristus kembali kita rayakan. Ingat Natal, ingat bayangan di benak kita. Ada pohon natal raksasa, ada diskon fashion besarbesaran, ada Panitia yang sibuk, sampai ada pengemis dan anak jalanan yang “nguping” kotbah Kabar Kesukaan di gereja-gereja. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah akan ada perbedaan fundamental antara perayaan Natal kali ini dengan Natal sebelumnya? Akankah terulang halhal yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya? Adakah perubahan hidup ke arah yang lebih baik? Pelbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2013, baik di tingkat internasional maupun di negeri sendiri, membuktikan tidak ada yang dapat memastikan ke mana perubahan-perubahan itu pada akhirnya akan membawa kita. Satu hal, bahwa masa depan kita akan penuh dengan pelbagai tantangan. Mulai 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan yang akan beroperasi. Lalu, 9 April 2014 ada Pemilihan Umum. Mencermati hal itu, Natal mengundang kita untuk jeda sejenak. Merenung, membuka lebar-lebar ruang batin, bahwa: bahasa Allah yang menyapa manusia untuk menghalau jauh-jauh ketakutan dan menepis kecemasan dalam kehidupan. “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa”. Sambil melihat kembali, keberpihakan Allah di hari-hari yang silam, mari kita terus berdoa, dan berharap. Selamat Hari Natal 2013 dan selamat menjalani Tahun 2014. Imanuel!
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
5
ATRIUM
M
Kita Sudah Siap?
enurut peta jalan (road map) Kementrian Kesehatan maka pada tahun 2014 seluruh rakyat Indonesia akan terlindungi oleh asuransi kesehatan. Artinya siapapun kita, kalau kita sakit, apapun penyakitnya, berat atau ringan, semua biaya perawatan dan pengobatan akan ditanggung oleh asuransi kesehatan. Pada tanggal 31 Desember 2013 rencananya PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri akan dibubarkan dan melebur menjadi BPJS yang antara lain mengurus asuransi kesehatan semesta (Universal Coverage). Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi seperti di negara-negara maju. Negara jiran kita, Malaysia, sudah lebih dulu menerapkan sistem asuransi kesehatan untuk seluruh penduduknya. Kenapa Indonesia tidak bisa ? Kita semua tentu akan menyambut baik berita gembira ini. Sebenarnya ini adalah suatu reformasi kebijakan kesehatan yang merupakan terobosan yang luar biasa. Dapat dikatakan suatu “Maha-Karya”. Tetapi apakah kita semua siap menghadapi perubahan ini ? Nyatanya banyak dari kita yang belum mengetahui makna dari reformasi kebijakan kesehatan ini. Sistem asuransi kesehatan Kepesertaan Semesta nantinya yang akan menanggung semua biaya kesehatan anggota keluarga. Penyakit ringan maupun yang terberat sekalipun. Baik rawat jalan maupun rawat inap. Sistem asuransi Kepesertaan Semesta akan merubah sistem Pembiayaan Kesehatan Negara kita. Saat ini sumber pembiayaan
6
SAMARITAN
kesehatan berasal dari APBN atau APBD untuk sistem Jamkesmas, jamkesda atau SKTM. Dan dari kantung masyarakat sendiri (out of pocket) untuk pelayanan kesehatan swasta. Sistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dana, pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung dan menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi -tingginya. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara. Diantaranya adalah pemerataan akses ke pelayanan kesehatan (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di negara kita seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan u n t u k m e n j a m i n t e rs e l e n g ga ra nya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari suatu sistem pelayanan kesehatan. Kemauan masyarakat untuk membayar premi asuransi secara berkesinambungan adalah sangat penting untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di negara kita. Persyaratan penting lainnya adalah, masyarakat harus mengikuti persyaratan sistem pelayanan kesehatan sosial. Yaitu rujukan berjenjang. Artinya, seorang pasien tidak bisa berobat ke dokter sesuai seleranya.
Edisi 3 Tahun 2013
Mereka akan ditunjuk seorang dokter keluarga atau dokter Puskesmas yang secara rutin bertugas menjaga kesehatannya. Pasien tidak bisa berpindah ke lain dokter atau Puskesmas lain. Tidak bisa berobat langsung ke dokter spesialis langganan tetapi harus dirujuk oleh dokter keluarganya. Demikian juga kalau dirawat. Kita tidak diperkenankan memilih rumah sakit favorit. Harus dirawat di rumah sakit regional sesuai dengan tempat tinggal. Bila diperlukan baru dirujuk ke rumah sakit rujukan. Bagaimana kalau melanggar aturan ini? Bisa-bisa saja. Hanya biasanya tunjangan asuransi tidak berlaku. Kita harus membayar sendiri semua biaya pengobatan dari kantung sendiri (out of pocket). Saat ini sistem pelayanan kesehatan samasekali tidak ter-struktur. Pasien bebas menentukan kemana dia akan berobat. Ke dokter umum, spesialis atau konsultan. Ke puskesmas, rumah sakit atau rumah sakit rujukan. Hal ini akibat kebanyakan pasien bebas memilih dokter atau rumah sakit karena membayar biaya pengobatannya dari kantungnya sendiri (out of pocket money). Penyakit yang sebenarnya bisa diobati di tingkat dokter umum berobat ke spesialis. Tentu biayanya menjadi lebih tinggi. Setiap sarana kesehatan seolah berlomba menyediakan pemeriksaan canggih, dengan akibat utilisasi rate-nya rendah, sehingga akan terjadi kenaikan unit-cost akibat penerapan teknologi canggih yang tidak terkendali “supply induced demand”. Lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor management of resources and services) mengakibatkan sistem rujukan tidak berjalan dan tidak terstruktur. Penyakit yang sebenarnya dapat ditangani di puskesmas (dengan biaya rendah) ditangani di rumah sakit (dengan
biaya tinggi) dan rumah sakit (rujukan) menjadi puskesmas raksasa. Kenyataannya memang pengelolaan sarana kesehatan (Rumah Sakit) lebih cenderung menganut mekanisme pasar. Buktinya jumlah rumah sakit di kota-kota besar yang notabene penghasilan penduduknya tinggi lebih banyak dibanding daerah-daerah yang penduduknya berpenghasilan rendah. Demikian juga dengan dokter dan dokter spesialis. Mereka lebih senang berkumpul di kota-kota besar. Karena uang memang beredar di kota-kota besar. Pasien yang potensial membayar berada disitu. Akibatnya didaerah kekurangan dokter. Puskesmas kekurangan dokter umum. Biasanya hanya satu, padahal lebih sering ikut rapat dengan pak Camat. Akibatnya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak bermutu. Pasien lebih sering dirujuk ke rumah sakit padahal tidak perlu. Rumah sakit rujukan tidak dapat meningkatkan pelayanan karena pasiennya terlalu banyak. Tatanan semacam ini menjadikan biaya pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi, tidak merata, tidak efektif dan tidak efisien. Pada saat Kepesertaan Semesta sudah berjalan dengan baik, tatanan semacam ini akan berubah, atau HARUS berubah.. Para dokter dan dokter spesialis dapat tetap tinggal didaerah. Malahan jumlahnya harus ditambah. Karena akan terjadi pemerataan pelayanan kesehatan. Semua penduduk baik di kota besar, kota kecil maupun pedesaan, baik yang tidak mampu maupunmampu semuanya akan mempunyai akses ke sarana kesehatan. Mereka semua akan dibayar oleh sistem asuransi kesehatan. Dokter di daerah tidak akan kekurangan pasien. Tetapi agar sistem pelayanan kesehatan berjalan seimbang maka sistem rujukan secara berjenjang harus diterapkan dengan ketat. Seseorang yang cukup berobat di Puskesmas
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
7
atau dokter keluarga tidak boleh berobat ke dokter spesialis, kecuali bila dirujuk oleh dokternya. Tetapi tentu masyarakat mempunyai hak, yaitu mendapat dokter keluarga atau Puskesmas yang bermutu dan berkualitas (assured quality). Ini adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Pemerintah harus cukup menyediakan sarana fisik Puskesmas yang baik. Harus dapat dilengkapi dengan cukup dokter atau perawat yang kompeten. Ini tentu bukan pekerjaan mudah atau murah. Puskesmas harus distandarisasi dan kualitasnya ditingkatkan. Yang sudah ada harus diperbaiki baik fasilitas fisik, peralatan medis maupun tenaga dokter. Harus dibangun banyak sekali Puskesmas dengan standar yang sudah ditetapkan. Harus dilibatkan Balai Pengobatan swasta dan dokter keluarga. Tapi mereka juga harus distandarisasi sesuai dengan kompetensinya. Harus dibangun lebih banyak rumah sakit. Sedang yang sudah ada diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Semua rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta harus dilibatkan dan siap untuk melayani sesuai dengan kompetensinya. Tidak ada lagi persaingan secara terselubung antar rumah sakit, karena semua akan mendapat pasien sesuai kapasitasnya. Utilisasi alat canggih akan meningkat sehingga biaya pengobatan dapat menurun. Mengingat begitu besarnya modal yang telah diinvestasikan untuk membangun rumah sakit pemerintah maupun swasta, tentu hal ini tidak akan semudah membalikan telapak tangan. Pemerintah c.q. Kementrian Kesehatan harus menjadi regulator yang ketat tapi adil. Bila reformasi pembiayaan kesehatan dan reformasi pelayanan kesehatan berjalan dengan baik maka akan sangat banyak dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis 4
8
SAMARITAN
dibutuhkan untuk mengisi puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit yang didirikan. Institusi pendidikan SDM bidang kesehatan (dokter, dokter gigi, bidan, perawat) harus menjadi bagian dari reformasi sektor kesehatan. Dalam peningkatan kebutuhan SDM kesehatan, maka Fakultas kedokteran harus mempercepat dan memperbanyak produksi dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis maupun konsultan. Namun kualitas harus tetap terjaga, sesuai dengan kompetensinya. Peran dokter secara individual, adalah meningkatkan kompetensinya sesuai kebutuhan stake holder (sistem pelayanan kesehatan). Untuk dokter umum dan dokter gigi dapat melayani UKM dan UKP dengan paradigma sehat dengan sistem kapitasi (dokter keluarga). Sedang dokter spesialis harus dapat bekerja dengan sistem rujukan berjenjang. Dokter konsultan harus juga berkompetensi sebagai dokter pendidik klinik. Semua dokter ,baik umum atau spesialis, tidak usah takut kekurangan pasien atau kekurangan pendapatan, karena akses penduduk ke sarana kesehatan dijamin oleh sistem asuransi (pemerataan akses ke pelayanan kesehatan). Dokter spesialis konsultan akan berkurang pasiennya, tetapi itu memberikan kesempatan agar dia mempunyai lebih banyak waktu dengan pasiennya dan bertugas sebagai pendidik. Dengan cara ini mungkin para pasien mampu menjadi cukup puas dan tidak usah berobat keluar negeri. Tatanan sistem honor dari jenjang dokter umum-dokter spesialis-dokter spesialis konsultan harus ditata ulang oleh badan pengelola (BPJS), agar mereka mendapat p e n g h a s i l a n ya n g m e m a d a i s e s u a i kompetensinya. BPJS sendiri mempunyai tugas yang berat tetapi mulia, karena menyangkut kemaslahatan masyarakat banyak. Mereka harus benar-benar dipilih
Edisi 3 Tahun 2013
orang yang jujur dan berdedikasi serta diberi vaksin kebal korupsi. Karena kalau mereka berhasil maka pujiannya akan menjadi dunia dan akhirat. Kepesertaan semesta adalah terobosan kebijakan kesehatan yang luar biasa. Bayangkan memasukan sekitar 240 juta penduduk Indonesia kedalam sistem asuransi sosial. Ini hampir menyamai negara Amerika Serikat atau seluruh Eropa Barat dijadikan satu .Tapi belum banyak masyarakat yang menyadari masalah ini. Pemerintah juga nampaknya belum mensosialisasikan hal ini secara gencar. Padahal menurut peta jalan (road-map)nya akan dimulai tahun 2014. Tetapi untuk mensukseskan program ini harus ada kerjasama yang erat dari semua pihak. Baik masyarakat, termasuk LSM. Penyelenggara pelayanan kesehatan maupun pemerintah, Semua pihak harus mengerti hak dan kewajibannya. Apakah nanti masyarakat karena kurang mengerti akan protes? Apakah kemudian LSM akan demo. Mungkin karena berita yang kurang berimbang dimedia massa. Apakah para dokter dan dokter spesialis akan mogok? Rumah sakit swasta tidak mau bergabung ? Padahal kita tahu manfaatnya jenis asuransi sosial semacam ini. Semua pihak akan diuntungkan Tetapi untuk mencapai kesempurnaan tentu memerlukan waktu. Mungkin pada awalnya akan berjalan lambat dan tidak mulus. Menyongsong jaminan semesta pada tahun 2014. Marilah kita semua bertekad dan berkomitmen untuk tidak saling menyalahkan tetapi saling mengingatkan. Marilah kita saling bergandeng tangan, bahu membahu dan saling membantu agar kebijakan kesehatan ini mulai dengan tepat waktu dan berjalan pada jalur yang benar. Semoga! */tnp, dari berbagai sumber
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
9
FAKTUAL
Asuransi Kesehatan Nasional
BPJS-SJSN
Di Mata Pelayan Medik Oleh dr. Handrawan Nadesul
Sebagaimana kita maklumi, bahwa sistem asuransi nasional yang sudah sejak lebih sepuluh tahun lalu digulirkan, baru disahkan bakal berlaku awal tahun 2014. Lebih dari sekadar mimpi bagi masyarakat kita, oleh karena inilah cara terbaik, dan pilihan yang benar untuk secara utuh bisa menyehatkan segenap rakyat kita. ermasalahan kesehatan kita yang masih abadi setelah sekian lama merdeka, ialah belum setiap kali semua rakyat yang jatuh sakit punya kemampuan untuk memperoleh pengobatan. Hal itu terjadi oleh karena sistem layanan kesehatan dan medik kita masih memilih harus membayar sebelum dilayani (paid for services). Kondisi layanan medik seperti itu acap memunculkan kecemburuan sosial oleh karena orang mampu selalu bisa mendapatkan layanan medik bahkan melebihi yang diperlukannya. Sementara rakyat papa yang pada kenyataannya lebih sering sakit, dan lebih banyak yang baru berobat kalau sudah gawat, sebetulnya lebih mendesak kebutuhan untuk ditolong, dan dibela. Solusi menunggu perbaikan kondisi ekonomi masyarakat tidak mungkin bisa lebih cepat dari laju serbuan ancaman penyakit. Maka tepat kalau asuransi nasional yang kini diputuskan untuk menjadi solusi pilihannya.
P
Bisa Berobat Saban Kali Sakit Hambatan masyarakat kita tidak selalu bisa berobat setiap kali sakit, akan terjembatani oleh kehadiran asuransi kesehatan nasional. Satu yang segera akan
10
SAMARITAN
dihadapi oleh pelayan medik (provider kesehatan) ialah bakal membeludaknya kunjungan berobat ke semua layanan medik dan kesehatan, jika tidak ditata. Solusinya sistem rujukan harus diberlakukan. RSCM, seperti halnya kebanyakan RS provinsi sebagai RS rujukan puncak (top referral) masih akan menjadi seperti pasar malam kalau semua pasien tumpah ke sana, tanpa seleksi. Aturannya RS hanya menerima rujukan dari RS di tingkat yang lebih bawah saja. Selama masih bisa ditangani di Puskesmas, pasien tak perlu berbondongbondong ke rumah sakit. Dengan hadirnya asuransi kesehatan nasional, sekaligus menata ulang sistem rujukan yang selama ini belum sepenuhnya berjalan. Buat pelayan medik, membeludaknya pasien melebihi angka biasanya, bisa diterima akal mengingat setiap pasien sudah m e m u n g k i n ka n m e m a n fa at ka n h a k berobatnya setiap kali sakit. Namun supaya bobot kerja dokter, perawat, dan RS tidak melebihi yang seharusnya dipikul, sehingga layanan medik tetap profesional, sistem rujukan harus berjalan. Kita memahami, bobot kerja pelayan medik yang melebihi kapasitas, karena dokter juga manusia, bisa menurunkan kualitas layanan kalau bukan malah berisiko kealpaan medik juga. Malapraktik medis bisa munculsebagai akibat bobot kerja layanan medik yang melampaui profesionalitas seorang dokter. Memeriksa pasien ratusan dalam sehari, jelas menjadikan kerja dokter
Edisi 3 Tahun 2013
tidak lagi bisa konsisten profesional. Isu layanan medik kita yang bikin kapok pasien mampu sehingga muncul kenyataan pasien kita cenderung berobat ke luar negeri, bukan mustahil lebih karena kualitas layananmedik kita krisis profesionalisme. Makin berjubel pasien yang harus dilayani, makin kurang profesional rata-rata kinerja profesi dokter. Akibat bobot kerja dokter berlebih, dokter tak cukup waktu untuk menjawab yang pasien tanyakan, menjadi judes melayani (misconduct) karena badan sudah lelah, melayani sembrono karena masih banyak pasien menunggu, dan banyak lagi fakta buruk yang pada ujungnya merugikan pihak pasien. Kasus seorang profesor yang bobot kerja hariannya membaca ratusan hasil rontgen di sebuah RS besar, harus dimaklumi kalau pernah alpa membaca hasil rontgen, saking sudah lelah dan tidak bisa berkonsentrasi lagi. Kealpaan begini bukan sebab alasan isi kepala. Begitu juga kasus dokter bedah pasien yang baru dibedahnya mengalami perdarahan hanya lantaran dokter harus segera meninggalkan RS melayani pasien di RS lain demi kejar setoran. Kinerja dokter praktik kutu loncat cenderung kurang profesional berisiko merugikan pasien. Layanan Medik Lebih Tertata Selain sistem rujukan menjadikan pasien lebih tertib dalam berobat, standardisasi obat dan perawatan RS sebagaiman lazim dibangun dalam sistem asuransi kesehatan nasional, ikut menambah kepastian pasien dalam berobat. Pasien berasuransi tak mungkin kebanjiran obat dalam resep dari dokter nakal (polypharmacy), karena obat sudah terstandardisasi minimal, dengan efek samping terendah, serta memberikan efek obat optimal. Demikian pula ihwal perawatan
rawat inap, RS tak punya peluang untuk nakal menahan pasien lebih lama dari standard perawatan yang sudah dibuat baku. Tuntutan lebih pasien pun tidak perlu ada, dan kecemburuan sosial pasien tak harus pasien rasakan. Dalam sistem asuransi sudah tertata sikap layanan yang profesional, bersesuaian dengan kaidah medik, karena dokter tidak menyimpan kepentingan untuk mencari laba dari pasien di RS, atau di praktik pribadi. Resep bisa diaudit oleh pihak apotek. Selain itu dalam berpraktik dokter di RS akan terbangun kerja tilik sejawat (peer-review), s e h i n g ga ke h e n d a k p ro fe s i d o k te r memanfaatkan ketidaktahuan pasien untuk mendapat laba, menjadi tidak lagi berpeluang. Satu hal yang masih kita lupakan, yakni aspek pencegahan primer. Kelemahan pembangunan kesehatan kita karena mengabaikan pembangunan di hulu untuk membuat masyarakat lebih cerdas hidup sehat lewat penyuluhan (komunikasiinformasi-edukasi). Selama ini kita masih lebih terfokus pada pembangunan kesehatan di hilir setelah masyarakat jatuh sakit. Padahal membangun kesehatan lebih berat di hilir, menunggu masyarakat jatuh sakit, dengan memberi obat murah dan rumah sakit gratis, ongkosnya lebih membengkak ketimbang dengan menyuluh masyarakat di hulu sebelum mereka telanjur sakit. Kalkulasi perhitungan ekonomi kesehatan oleh asuransi kesehatan nasional pun akan menjadi lebih langsing bila angka kesakitan bisa ditekan sekiranya kegiatan pencegahan dilaksanakan. Upaya preventif primer hendaknya sekaligus dilakukan oleh pelayan medik, baik dokter, perawat, maupun bidan berbarengan pada saat memberikan layanan pengobatan. Bukan semata puskesmas, rumah sakit pun sama berkewajiban
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
11
memberikan layanan preventif bagi semua pasien supaya sekurang-kurangnya pasien tak sampai terulang jatuh sakit yang sama, yang akan menambah pengeluaran pihak asuransi nantinya. Bila pembangunan kesehatan mendahulukan pembangunan kesehatan di hulu, masyarakat bertemu dengan dokter bukan hanya kalau sedang sakit saja, terlebih merasa wajib bertemu dokter juga pada waktu sedang sehat. Masyarakat yang lebih sering bertemu dokter saat tidak sakit, makin meningkat derajat kesehatannya. Namun yangmenjadi persoalan bersama, apakah mau semua pelayan medik bersusah-susah memberikan tambahan layanan pencegahan ketika sedang memberikan pengobatan?
practitioner) dulu IDI punya patokan sekali periksa berapa (lima) kilogram beras terbaik. Tidak patut menghargai profesi dokter di bawah kepantasan, namun kemungkinan itu yang mungkin nanti bakal menjadi dilemanya. Pekerjaan profesi dokter itu bersifat moral yang tidak diperkenan melaba. Namun bila penghargaan yang dokter terima mengganggu citra profesi sehingga seorang dokter tidak tampil selayaknya seorang profesional dokter, dampaknya luas terhadap kualitas maupun apakah masyarakat tidak kehilangan trust terhadap dokter kalau dokternya masih naik ojek, dan rumahnya masih kontrakan.
Kecemburuan Profesi Satu hal yang dikeluhkan praktisi medik di Indonesia selama ini, bahwa penghargaan pemerintah terhadap semua pelayan medik dirasakan tidak realistis. Tak cukup hanya dengan dalih pengabdian, kalau profesi dokter menuntut lebih dalam hal imbalan jasa. Membiarkan kondisi dokter kita tak hidup layak dari hanya gaji, memunculkan rasa kecemburuan profesi melihat sejawatnya di negara maju mendapat penghasilan kecukupan. Sekolahnya sama susahnya, penghargaan yang diterima tidak sama. Kasus brain-drain dokter negara sedang berkembang mencari nafkah di negara maju, juga punya alasan kecemburuan profesi semacam ini. Isu bahwa penghargaan atas jasa profesi asuransi nasional ini yang di bawah kepantasan, tidak semua dokter paling idealistis pun ikhlas menerimanya. Imbal jasa dokter itu bukanlah upah melainkan honorarium, bentuk penghargaan atas jasa. Untuk honorarium dokter umum (general
12
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Dr. Handrawan Nadesul Bekerja Pennsylvania Psychiatir Institute CNI & Penulis
FAKTUAL
KITA BUTUH
ANUGERAH dr. B. Christina
aya, pertama kali berkenalan dengan Kelompok Kecil, sewaktu di SMA. Walaupun hanya satu tahun. Namun perjumpaan saya yang sesungguhnya dgn kelompok tumbuh bersama (KTB) terjadi di masa mahasiswa. Saat itu KTB dari PMK FK kami sedang direstrukturisasi, sehingga saya memutuskan untuk bergabung dengan KTB dari Perkantas. Atas anugerah Allah, saya diberikan kesempatan untuk bergabung dalam 1 kelompok yang terdiri dari 3 org mahasiswa FK lainnya dan dipimpin oleh senior yang juga mahasiswa FK. KTB kami (yang tak pernah diberi nama resmi) berjalan selama 3 tahun, dimana 1 tahun terakhir kami jalani secara mandiri karena senior pembimbingnya sudah koass. Tentu kita sudah sangat familiar dengan kisah-kisah keberhasilan KTB selama masa mahasiswa, bagaimana KTB tersebut menjadi lahan pertumbuhan pribadi maupun kelompok yang sangat baik. Syukurnya hal itupun bisa kami alami selama masa kuliah. KTB menjadi masa “spiritual growth” di dalam kehidupan saya saat itu. Bahkan bisa berlanjut hingga dunia ko-ass. Di masa ko-ass, Allah mempertemukan kami dengan pembimbing KTB yang baru, seorang dokter senior (sangat senior sampai-sampai kami tak bisa memanggil dia kakak karena perbedaan usia yang jauh, atau tante karena kesannya tidak sopan, dan tetap memanggil “Dok” saja). Dan seperti koass pada umumnya, kami merasa kesulitan untuk mengatur pertemuan KTB dibanding zaman kuliah dulu. Ada waktu dimana kami menghilang (saat semuanya sedang di bagian-bagian mayor), tapi berkat kegigihan PKTB kami dan atas anugerah Allah tentunya, kami bisa muncul lagi di bulan-bulan rotasi bagian-bagian minor dan berkumpul untuk belajar FT dan sharing dlm pertemuan KTB. Terus demikian hingga kami lulus menjadi dokter. Apa yang begitu menarik dari KTB sehingga saya terus mengambil bagian di dalamnya? Ini pertanyaan yang saya tanyakan kepada diri sendiri. Tapi sebelum tiba pada hal itu, ada baiknya kita menyamakan persepsi mengenai KTB. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) adalah kumpulan orang-orang yang dengan menyadari akan kasih karunia Allah yang berlaku di dalam kehidupan mereka, bertemu untuk mendalami firman Tuhan, berbagi pengalaman, serta saling mendukung dan mendoakan antara seorang dengan yang lain dalam proses pemulihan karakter dan pertumbuhan menjadi seperti Kristus Dengan kata lain, KTB adalah suatu komunitas pemuridan. Di dalam KTB baik pemimpin maupun anggotanya berkomitmen untuk bertumbuh bersama dalam persekutuan dan pemahaman akan firman Tuhan (FT). Tapi tidak cukup sampai disitu. Baik pemimpin maupun anggotanya harus terus mempraktekkan pemahaman akan FT tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan akhirnya supaya semakin serupa dengan Kristus. Dalam kaitan dengan panggilan kita sebagai org Kristen yang diberikan “priviledge” untuk menjadi dokter, maka KTB medis bertujuan untuk menjadikan kita semakin serupa dengan Sang Tabib Agung, dr.Yesus Kristus.
S
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
13
Hal-hal ini yang membuat KTB menarik bagi saya. Setelah belajar FT dari khotbah Minggu dan Saat Teduh setiap hari/PA pribadi, KTB adalah tempat yang tepat untuk mendiskusikan pemahaman tentang kebenaran FT dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Yang menguatkan adalah kesadaran bahwa kita tidak berjuang sendirian. Ada saudara-saudara seiman yang juga bergumul dalam aplikasi kebenaran tersebut dan bersama2 saling mendoakan, menguatkan, mengingatkan, dan menegur jika perlu supaya tetap di jalan yang lurus. Setelah menjadi dokter, saya mengambil PTT cara lain di sebuah RS misi di pedalaman. Pemahaman saya tentang Kristus sebagai Tabib Agung diperjelas disana. Atas anugerah Allah, saya dipertemukan dengan para dokter2 senior yang mengasihi Allah secara nyata. Mereka menjadi mentor-mentor saya yang menunjukkan kesatuan antara panggilan menjadi dokter dan panggilan sebagai orang Kristen. Mereka mempraktekkan kasih Kristus dalam melayani setiap pasien yang datang, terutama mereka yg tidak mampu secara finansial. Mereka mempraktekkan iman kepada kuasa Kristus saat melakukan perawatan medis maupun tindakan operatif dalam kasus-kasus yang begitu sulit untuk ukuran manusia. Di tengah segala keterbatasan, mereka berusaha untuk memahami pasien secara komprehensif, bukan hanya kondisi fisiknya, namun juga kondisi spiritual, mental, dan sosio-ekonominya. Pengalaman ini yang membuat saya cukup gegar budaya saat kembali ke kota dan bekerja di RS swasta. Kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan apa yang saya pegang, alami, dan hidupi selama di pedalaman dan membuat saya bergumul. Selain itu jadwal kerja saya yang “shift-based” membuat saya kesulitan untuk berkomitmen thd sesuatu yg terjadwal rutin. “I feel like losing myself” adalah frase yg menggambarkan kondisi saya pasca pedalaman. Kemudian saya teringat kembali kepada KTB. PMdK memberi saya kepercayaan untuk memegang KTB koass. Tetapi saya juga membutuhkan komunitas yang setara. Atas pengaturan Tuhan, ada 3 alumni tempat saya PTT dulu yang akhirnya mengambil spesialisasi di kota yang sama dengan saya, plus 1 alumni yang bisa bolak-balik jika akan KTB. Akhirnya kami berlima memutuskan untuk bersama-sama belajar FT dlm KTB. Bahan yang kami pakai adalah PA Medis “Dokter yang Memperkenankan Hati Tuhan”. Dulu saya pikir itu hanya untuk koass. Tetapi setelah dipelajari, ternyata isinya relevan dengan kehidupan alumni. Topik-topik yang dibahas adalah hal-hal yang kami alami setiap hari saat menjalankan panggilan sebagai dokter. Tantangan bagi seorang dokter Kristen adalah mempertahankan fokus kepada Pribadi yg benar dan fokus pada hal-hal yang benar dan bernilai kekal dalam menjalankan panggilan sehari-hari. Jika ia berada di suatu lingkungan yang memberi pengaruh buruk, mendapat masukan yang tidak sehat, melihat contoh-contoh yang tidak baik, maka pelan-pelan, lama kelamaan, baik disadari/tidak ia akan ikut tererosi. Apalagi kalau ia seorang “single fighter”. Dokter juga butuh pertolongan, tidak hanya melulu menolong orang lain. Jika dokter kehilangan fokus, maka akan berpengaruh pada pelayanan pasien. Pasien yang seharusnya menjadi subyek kasih karunia justru menjadi obyek eksploitasi. Disinilah peran penting KTB. Dari sekian banyak peran pentingnya, suatu KTB yang sehat minimal dapat menjadi 2 hal bagi para alumni, yaitu “constant reminder”&“support group” : 1) KTB sebagai “constant reminder” Kunci untuk memiliki hidup yang tetap terfokus adalah dengan mengisi hati & pikiran kita dengan kebenaran FT. KTB membahas Firman Tuhan karena hanya FT yang dapat
14
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
menjadi pegangan dan kompas penunjuk arah. Di tengah dunia yang serba relatif dan mengesampingkan kebenaran, Firman Tuhan dalam Alkitab adalah kebenaran absolut, kekal, dan sejati yang harus dipegang. - Dalam KTB medis, ada nilai lebih yang dimiliki, yaitu kita dapat bersama-sama menggumulkan aplikasi FT yg dipelajari secara nyata dalam setting hubungan dokter–pasien sebagaimana yang kita hadapi hari demi hari. Bukan hanya membahas teori saja, tetapi bagaimana aplikasi praktisnya. Maka FT yang dipelajari dapat menjadi “constant living reminder”. 2) KTB sebagai “support group” Seorang dokter bukanlah manusia super yang harus serba tahu, serba bisa, selalu kuat dan gembira. Dokter pun butuh ditolong. Disinilah peran KTB yang berikutnya yaitu sebagai support group untuk pertumbuhan rohani (bukan semata-mata tempat curhat). Sesama dokter tentu akan lebih bisa saling memahami. KTB yang sehat mendorong keterbukaan dan menjaga kerahasiaan sehingga setiap orang didalamnya merasa “secure” untuk jujur mengakui kelemahan dan kejatuhannya, sebagai langkah awal menuju pemulihan. Selain mengingatkan tentang kebenaran FT. KTB berperan sebagai tenaga pendorong dan pendukung, Didalamnya kita berdoa dan bergumul bersama sehingga kita tahu kita tidak berjuang sendirian. Masih ada orang-orang yang juga memiliki panggilan dan kerinduan yang sama dengan kita. Masih ada orang-orang yang juga sedang berjuang dalam pertumbuhan rohani mereka. Maka ini akan menolong untuk tetap fokus & dapat melayani pasien sebagai subyek kasih karunia. Kita bisa mengabarkan kasih Kristus kepada pasien melalui pelayanan medis yang kita berikan pada mereka. Mungkin sekarang ada yang bertanya, bagaimana caranya supaya KTB medis ini berjalan. Sampai detik saya menulis inipun, kami baru saja mengganti jadwal pertemuan KTB untuk bulan ini. KTB bersama 1 dokter yang tinggal diluar kota dan 3 residen (2 diantaranya bagian mayor) benar-benar sangat menantang - menantang masalah jadwalnya. Memang tidak mudah. Ada beberapa hal yang dapat membantu kelancaran suatu KTB, antara lain : harus ada komitmen dari awal untuk memberi prioritas pada KTB; cukup kelompok kecil saja (3-5 orang) – lebih mudah mengatur jadwal, lebih terperhatikan, waktu pertemuan dan sharing tidak terlalu lama; pilih bahan yang relevan dengan kebutuhan masing-masing anggota – preferable bahan PA medis; komitmen waktu – mulai tepat waktu dan ada batas alokasi waktu per pertemuan; komitmen untuk saling terbuka dan saling menjaga (menjaga kerahasiaan dan menjaga supaya tetap di jalur yang benar). Saya akui tidak akan lebih mudah dari waktu mengikuti KTB masa kuliah dulu. Tapi saya pikir ini sangat berharga untuk diperjuangkan. “We will make time for something we consider priceless, valuable, & important for us”. Kita butuh anugerah dan pertolongan Allah untuk tetap teguh. Tapi itu tidak menghilangkan tanggung jawab pribadi kita. Kalau mau tetap fokus dan tidak terseret arus dunia, kita bertanggung jawab untuk memberi makan hati/pikiran kita dengan asupan yang bermutu tinggi. Kita bertanggung jawab untuk melingkupi sekitar kita dengan orang-orang yang dapat dipercaya, yang dapat memberikan masukan yang benar dan teguran yang membangun, yang berjuang dan bergumul bersama kita. Hingga akhirnya kita, bersama-sama dengan saudara seiman lain, dapat berdiri teguh untuk menjalankan panggilan Allah sebagai dokter Kristen di tengah dunia yang sakit jasmani dan rohaninya. dr. B. Christina Alumni MMc IV - Dokter umum Alumni Universitas Padjadjaran 2007, Perkantas Jatinangor, dan PMdK Bandung SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
15
FAKTUAL
P
DOKTER KELUARGA KIAN PENTING
emerintah memastikan sekitar 62 persen atau 150 juta rakyat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan gratis saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai beroperasi 1 Januari 2014. Besarnya jumlah penduduk Indonesia dan munculnya berbagai jenis penyakit, meningkatkan kebutuhan akan dokter spesialis. Sementara ini dokter spesialis menumpuk di perkotaan atau ibu kota provinsi. Kekuranga dokter spesialis dapat disiasati dengan pembenahan sistem rujukan dan peran dokter keluarga. Barangkali banyak di antara kita yang masih bingung dengan pengertian dokter keluarga. Nyatanya, sampai sekarang layanan dokter keluarga ini belum memasyarakat, bahkan di kalangan para dokter istilah ini pun masih rancu. Sebagian menafsirkan bahwa dokter keluarga itulah yang menangani keluarga-keluarga atau pelanggannya adalah keluarga. Sementara sebagian lagi justru menganggapnya sebagai bentuk kelas baru di antara yang sudah dikenal sebelumnya, seperti dokter umum dan dokter spesialis. Lantas, siapa sebenarnya yang disebut dokter keluarga? Mereka adalah dokter yang bertanggungjawab melaksanakan pelayanan kesehatan personal, terpadu, berkesinambungan, dan proaktif yang dibutuhkan oleh pasiennya dalam kaitan sebagai anggota dari satu unit keluarga, serta komunitas tempat pasien itu berada. Sifat pelayanannya meliputi peningkatan derajat ke s e h ata n ( p ro m o t i f ) , p e n c e ga h a n (preventif), kuratif, dan rehabilitatif. Bila berhadapan dengan suatu masalah khusus yang tak mampu ditanggulangi, dokter keluarga bertindak sebagai
16
SAMARITAN
koordinator dalam merencanakan konsultasi atau rujukan yang diperlukan kepada dokter spesialis yang lebih sesuai. Dari pengertian ini terlihat jelas bahwa sifat dan layanan kesehatan dokter keluarga amat berbeda dengan dokter lain. Definisi yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 1982 di atas sesuai dengan pengertian dokter keluarga yang disepakati oleh The American Academic of General Practice, dan Singapore College of General Practice. Berhati Besar, Tasnya Kecil Dari prinsip pokok yang dimiliki, pelayanan dokter keluarga di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Pada zaman penjajahan dulu sempat populer dengan sebutan huisarts. Konsep kerja sang dokter lebih mengutamakan pelayanan proaktif yang tidak sekadar menunggu pasien di kamar praktik, tapi juga mendatangi pasien di rumah. Dalam film serial televisi (TVRI) yang pernah diputar di sini, Little House on the P r a i r i e , d i ga m b a r ka n d e n ga n j e l a s bagaimana dr. Baker rajin mengunjungi keluarga-keluarga yang menjadi pasiennya. Dia kenal secara dekat orang-orang di kawasan pelayanannya. Setiap pasien diperlakukan sebagai manusia, bukan sebuah kasus penyakit. Itulah sebabnya, hubungan dokter dengan pasien amat manusiawi. Secara jenaka M.H. Somers dan R.A. Sommers dalam bukunya Doctors, Patient and Health Insurance (The Brooking Inst, Washington DC, 1970) menggambarkan simbol pelayanan kesehatan tempo doeloe sebagai the kindly old family doctor with big
Edisi 3 Tahun 2013
heart and little bag, part healer, part priest, and part family conselor. Sayangnya, pelayanan kedokteran yang lebih personal, lebih efektif, dan efisien ini lambat laun menghilang dari khazanah pelayanan kesehatan di tanah air. Bahkan sejak sekitar tahun 1960-an mulai ditinggalkan. Mungkin, tinggal para kakek dan nenek kita saja yang sekarang masih ingat. Perkembangan dunia kedokteran yang antara lain ditandai munculnya banyak spesialisasi dan sub-spesialisi, serta meningkatnya penggunaan berbagai peralatan kedokteran canggih yang tidak diikuti oleh penataan sub-sistem pelayanan kesehatan serta sub-sistem pembiayaan kesehatan agaknya menjadi penyebab terjadinya pergeseran itu. Belum lagi munculnya dampak negatif lain sebagai konsekuensi logis kemajuan ilmu kedokteran. Ribuan jenis obat paten berbagai merek bermunculan di pasar dengan harga yang tinggi. Dokter spesialis membuka praktik di rumah-rumah dengan tarif yang lumayan mahal. Namun, menumpahkan kesalahan pada kedua faktor tadi juga tidak beralasan, mengingat keduanya merupakan simbol kemajuan dunia kedokteran di tanah air. Kalau mengacu pada gambaran Somers tadi, yang kita lihat sekarang ini ibaratnya bukan lagi seorang dokter berhati besar dengan tas kecil (a doctor with big heart and little bag). Melainkan justru sebaliknya, seorang dokter dengan hati kecil tapi tasnya besar. Hilangnya sentuhan pelayanan dokter keluarga agaknya berhubungan erat dengan menurunnya kualitas pelayanan dokter umum. Sementara kemampuan dan keterampilan diagnosis maupun terapi yang dimiliki para dokter spesialis dan sub-
spesialis meningkat dengan amat cepat, pengetahuan dan keterampilan diagnosis dan terapi yang dimiliki dokter umum malah menurun. Begitu pula keterampilan tindakan m e d i s s e o ra n g d o kte r u m u m j a u h ketinggalan jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan para koleganya yang spesialis atau sub-spesialis. Dalam kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika masyarakat kurang menghargai pelayanan dokter umum. Banyak anggota masyarakat, meski hanya menderita penyakit sederhana dan bersifat ringan langsung datang ke dokter spesialis. Baru mengidap congek saja sudah lari ke spesialis THT. Sementara yang merasa kulitnya gatalgatal, buru-buru ke dokter spesialis kulit. Fenomena yang lebih memprihatinkan banyak terjadi di kota-kota besar. Pasien datang dan pergi serta berpindah-pindah dari satu tangan dokter spesialis ke dokter spesialis lainnya. Kalau sudah demikian pelayanan kedokteran akhirnya menjadi t i d a k u t u h , t e r ko t a k - ko t a k , t i d a k berkesinambungan, tidak efisien, serta amat mahal. Akibat dari semua itu posisi dokter umum terjepit. Pelayanan dokter umum yang mestinya berperan penting dalam menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang lebih terpadu, berkesinambungan, dan personal terkadang tidak diperhitungkan lagi. Yang lebih parah, dokter umum dianggap dokter kelas dua. Kembalikan Konsep Dokter Keluarga Belakangan ini pemerintah berusaha mengembangkan kembali konsep pelayanan dokter keluarga. Caranya? Tentu saja bukan dengan melahirkan pelayanan kedokteran keluarga yang bersifat spesialistis, atau mewajibkan dokter spesialis menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Satu-
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
17
s a t u nya p i l i h a n ya n g te p a t u n t u k mengembangkan pelayanan kedokteran keluarga di Indonesia adalah dengan lebih memantapkan dan menyempurnakan pelayanan kedokteran umum. Kualifikasi dokter keluarga adalah dokter umum plus. Ini terlihat dari konsekuensi pelayanannya, yakni sebagai manager health care bagi pasiennya. Sebagai contoh, rekam medis yang dibuatnya berbeda dengan yang dilakukan dokter umum. Rekam medisnya ditujukan untuk perawatan yang berkesinambungan. Jadi rekam medis tidak hanya terjadi kala sakit, tetapi juga di saat sehat. Nilai plus seorang dokter keluarga juga ditandai oleh pendidikan lanjutan yang diperolehnya setelah menyandang gelar dokter umum. Terutama yang mencakup pelbagai cabang ilmu kedokteran yang bersifat spesialistis, meski sama sekali tidak diarahkan pada konsep multispesialis. Kehendak untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Inggris telah dimulai sejak 1844, tetapi saat itu banyak mendapat tantangan. Baru kemudian pada 1952 praktik dokter keluarga ini mendapat pengakuan. Sementara pemerintah Australia secara resmi mengakui program ini pada 1973, yakni dengan mulai diselenggarakannya family medicine program. Uniknya, negara tetangga dekat justru selangkah lebih dulu dalam menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Filipina memulai sejak 1960 namun secara lembaga baru dikenal pada 1972 seiring dengan berdirinya The Philipine Academy of Family Physicians. Sedangkan Singapura melaksanakannya sejak 1971. Belum populernya pelayanan dokter keluarga di mata masyarakat antara lain juga karena tingkat pemahaman masyarakat
18
SAMARITAN
tentang paradigma sehat yang dicanangkan pemerintah masih berbeda-beda. Padahal pengertian pemeliharaan kesehatan bukan pada waktu sakit saja. Melainkan justru pada upaya untuk mempertahankan kesehatan pada saat tidak sakit. Memang pandangan ini masih banyak menimbulkan suara pro-kontra. Dari ilmu ekonomi, melakukan investasi bahkan intervensi pada orang sehat atau mereka yang tidak sakit dirasakan akan lebih costeffective daripada intervensi terhadap orang yang jelas sudah sakit. Tapi pendapat ini tidak terlalu beralasan mengingat biaya menjadi peserta program dokter keluarga tidak terlalu besar. Program Menuju Sehat Lantas bagaimana bentuk layanan dokter keluarga? Bagaimana caranya kalau kita mau ikut sebagai peserta? Salah satu contohnya, adalah program layanan dokter keluarga dengan tema Program Kemitraan Menuju Sehat (PROMIS) yang dilakukan oleh sebuah klinik layanan kesehatan di Jakarta. Klinik ini memiliki beberapa dokter keluarga dengan daerah layanannya di Jakarta Selatan dan sekitarnya. Dalam program layanannya, setiap peserta akan dibuatkan semacam rapor kesehatan, berupa rekam medis yang dirancang untuk menjamin pelayanan kesehatan berkesinambungan. Rapor kesehatan ini terdiri atas data kesehatan (health profile) dan data kesakitan (illness profile) peserta, termasuk riwayat kesehatan anggota keluarganya. Kedua data ini berguna untuk menilai, memantau, dan memberikan pelayanan kesehatan mulai dari bayi sampai manula. Untuk menggali informasi ini, peserta diminta mengisi silsilah kesehatan keluarga. Mulai dari data kakek-nenek sampai saudara
Edisi 3 Tahun 2013
yang tinggal serumah. Ayahnya mengidap penyakit apa, atau memiliki alergi apa. Kalaupun mereka sudah meninggal, kasus meninggalnya disebabkan karena apa. Ini antara lain dimaksudkan untuk mengetahui adanya faktor resiko penyakit keturunan yang barangkali dimiliki si peserta. Kalau misalnya ayah dan kakak Anda ternyata meninggal karena penyakit jantung, upaya preventif yang akan ditempuh difokuskan pada pencegahan munculnya penyakit yang sama. Sementara informasi tentang penyakit dan riwayat kesehatan calon peserta, bisa didapatkan melalui wawancara langsung dengan yang bersangkutan. Setelah profil kesehatan keluarga dan peserta diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menjalani intial health assessment (IHA), yaitu pengujian kesehatan awal yang lengkap dan sistematis, sesuai umur dan faktor risiko yang ada pada diri calon peserta. Profil awal ini berguna untuk merancang upaya penanganan kesehatan yang spesifik dengan kondisi peserta. Dengan rekam medis seperti ini, penanganan masalah kesehatan seseorang tidak akan tumpang tindih dan segala peristiwa yang terkait dengan kesehatan akan terdokumentasikan dengan baik. Menurut pakar kesehatan, idealnya seorang dokter keluarga mampu melayani sekitar 500 keluarga. Kalau diasumsikan satu keluarga terdiri dari empat jiwa, rasionya seorang dokter bisa melayani 2.000 jiwa. Dengan catatan sang dokter bekerja full-time, hanya memusatkan perhatiannya pada pasien yang menjadi mitra pantauannya. Perbandingan ini berdasarkan asumsi bahwa baik kunjungan maupun komunikasi antar dokter dan pasien dilakukan bila dirasa perlu dan tidak saban hari. Meskipun tidak tertutup kemungkinan pasien bisa menghubungi dokter kapan saja jika ada masalah.
Nggak apa-apa kok ditelepon Dari pengalaman selama ini, secara psikologis masih ada sebagian masyarakat yang belum begitu siap dengan pendekatan proaktif dokter keluarganya. “Ada kalanya ketika saya menelepon ke rumah seorang pasien, dia malah kaget dan terkesan kurang siap. Mungkin saja dalam hatinya timbul pertanyaan, ‘Nggak ada apa-apa kok d i t e l e p o n ‘. P a d a h a l s a y a s e k a d a r menanyakan perkembangan kesehatannya sebagai upaya pemantauan rutin paling tidak per 2 – 3 bulan jika pasien tak punya masalah,” demikian pengakuan seorang dokter yang merintis layanan dokter keluarga di kompleks BDN, Sawangan, Bogor. Di lain pihak pada kondisi tertentu, pendekatan ini sering justru secara psikologis berdampak besar. Ada pasien yang baru mendengar atau dikunjungi dokternya saja sudah merasa separuh sembuh. Sebaliknya, untuk dokternya sendiri, baru dua menit pasien masuk ruang praktiknya, ia sudah dapat “membaca” kondisi pasien pegangannya. Sehingga, tanpa banyak menyita waktu, pengobatan dapat segera dilakukan. Tapi jika pasien ingin bertanya lebih banyak, tanpa sungkan-sungkan pasien dapat bertanya. Dokter keluarga selalu stand by selama 24 jam. Ia bisa dihubungi, kapan saja pasiennya membutuhkan. Tetapi hal itu tidak membuat dokter terpaku di tempat praktik dan tidak bisa ke manamana untuk memperluas wawasan. Ia bisa i k u t s e m i n a r u n t u k m e n i n g ka t ka n pengetahuan dan mengembangkan diri, sementara seorang rekan sejawatnya bertindak sebagai penggantinya. Begitu pula pasien yang menjadi mitra dokter keluarga, tak perlu harus seratus persen bergantung padanya. Sang dokter dapat membimbing pasien untuk melakukan pengobatan mandiri. Pasien cukup menele-
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
19
pon dokternya dan mengkonsultasikan obat yang diminumnya. Karena dua pertiga kasus dari pasien yang datang ke dokter sebenarnya bisa ditangani sendiri. Pasien harus tahu kesehatan dirinya sendiri karena itu adalah tanggung jawabnya, bukan tanggung jawab dokter saja. Bermitra dengan dokter keluarga memang masih belum dikenal luas di tanah air. Tapi banyak manfaat yang didapat seandainya Anda menjadi peserta program kemitraan dengan dokter keluarga. Adagium yang mengatakan health is not valued till sickness comes amat tepat untuk melukiskan betapa pentingnya peranan kemitraan Anda dengan dokter keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga. (Dari pelbagai sumber/TNP).
20
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
Dijerat Pidana
Demi Keselamatan Pasien,
Mau?
dr. Fushen, M.H., M.M.
D
alam beberapa bulan terakhir kasus dr.Ayu dkk. mendapatkan sorotan yang begitu besar dari berbagai kalangan, khususnya dokter. Kasus ini akan selalu diingat sebagai salah satu peristiwa besar dalam bidang hukum kesehatan. Bermula dari keinginan menyelamatkan pasien dalam pekerjaannya di bagian Obsgin, dr.Ayu dkk. melakukan SC Cito yang berakhir dengan kematian pasien meskipun anak pasien dapat diselamatkan. Keluarga pasien merasa tidak puas dan menempuh jalur hukum untuk mendapatkan keadilan. Pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dr.Ayu dkk. divonis bebas, tetapi keluarga pasien mengajukan kasasi dan oleh Mahkamah Agung dr.Ayu dkk. divonis 10 bulan penjara. Kasus tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak, termasuk adanya aksi solidaritas dokter di seluruh Indonesia yang berhenti sejenak dalam memberikan pelayanan umum, tetapi tetap memberikan pelayanan kegawatdaruratan. Selain itu, banyak dokter yang menjadi takut dengan ancaman pidana karena merasa penegakan hukum yang tidak tepat pada kasus dr.Ayu
dkk. Dokter-dokter tersebut cenderung memilih "kebijakan" defensive medicine, yaitu melakukan pemeriksaan penunjang selengkapnya bahkan cenderung berlebihan untuk mendapatkan diagnosis seakurat mungkin dan menghindari tuntutan hukum.Terlepas dari proses pelayanan kesehatan dan proses peradilan yang terjadi, pada tulisan ini saya akan menguraikan bagaimana dokter kristen seharusnya bersikap dalam sebuah sistem hukum yang ada. Setiap orang, termasuk dokter, yang berada di Indonesia harus patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Ketentuan hukum tersebut di antaranya Pancasila dan UUD 45, undang-undang, peraturan pemerintah, dan kebijakankebijakan yang ada. Belajar dari Roma 13:1-7, kita diharuskan untuk taat pada pemerintah sebagai wakil Allah di dunia ini. Dan, Tuhan Yesus memberi teladan, saat Ia dicobai. Dalam Markus 12:13-17, Ia memberikan jawaban,"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Pertanyaan yang menarik adalah bagaimana bila penegakan hukum tidak dijalankan dengan baik? Bagaimana bila kita menghadapi situasi yang menurut kita tidak adil? Bagaimana bila hukum menjerat dokter meskipun telah melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien? Pada dasarnya profesi dokter sebagai pengabdian diwujudkan dalam bentuk hubungan dokter-pasien yang berlandaskan tolong-menolong. Pasien menjumpai dokter untuk meminta pertolongan dan dokter
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
21
memberikan pelayanan kesehatan sebagai upaya memberikan pertolongan pada pasien yang membutuhkan. Dalam ilmu hukum, prinsip tersebut dikenal dengan nama Zaakwarneming. Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan dokter-pasien dalam pelaksanaan layanan kesehatan lebih ditekankan pada proses yang terjadi dengan usaha yang sungguh-sungguh (inspanning verbintenis) dan bukan semata-mata dinilai dari hasil atau kesembuhan pasien (resultaat verbintenis). Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan kerjasama antara dokter dan pasien. Kerjasama yang baik dapat dicapai dengan komunikasi yang baik antara dokter sebagai ahli medis dan pasien sebagai penderita yang menginginkan kesembuhan. Hukum dalam bidang kesehatan muncul dengan tujuan untuk mengatur pelayanan kesehatan yang ada serta memberikan perlindungan bagi dokter dan pasien. Sayangnya profesi medis tidak memiliki pengetahuan yang mendalam di bidang hukum, sebaliknya profesi hukum tidak memiliki pengetahuan yang mendalam di bidang medis. Kedua bidang ilmu tersebut memiliki cakupan yang sangat luas sehingga memerlukan penghubung untuk dapat menerapkan hukum pada profesi kesehatan dengan tepat. Hukum kesehatan merupakan bidang ilmu yang menjembatani antara profesi medis dengan profesi hukum. Untuk merespon suatu fenomena dengan tepat tentunya diperlukan pengetahuan yang cukup terkait fenomena tersebut. Dokter dituntut untuk memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan karena terkait dengan profesi yang diemban. Hal serupa juga berlaku untuk ahli hukum yang berhadapan dengan kasus hukum kesehatan. Untuk memahami hukum kesehatan seorang dokter tidak harus kuliah magister hukum kesehatan, bahkan selama masa
22
SAMARITAN
pendidikan kedokteran seharusnya setiap mahasiswa kedokteran telah mendapatkan sedikit pengetahuan mengenai hukum kesehatan. Pengetahuan minimal yang saya yakin ada dalam setiap proses pendidikan kedokteran adalah etika. Bagi sebagian orang, etika dianggap sangat berbeda dengan hukum, tetapi sebenarnya etika merupakan cikal bakal munculnya hukum tertulis. Oleh karena itu, bila mengamalkan nilai etika dengan baik seharusnya kecil peluang dokter untuk bermasalah dengan hukum. Untuk mengenal dan menambah pengetahuan di bidang hukum kesehatan beberapa cara dapat dilakukan seperti m e m b a c a b u ku h u ku m ke s e h a ta n , berdiskusi, atau mengikuti seminar hukum kesehatan. Kembali ke pertanyaan yang belum terjawab, bagaimana bila penegakan hukum tidak dijalankan dengan baik? Bagaimana bila kita menghadapi situasi yang menurut kita tidak adil? Bagaimana bila hukum menjerat dokter meskipun telah melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien? Sebagai warga negara yang baik dan memiliki hak terhadap kepastian hukum, tentu berbagai upaya perlu ditempuh untuk menegakkan keadilan. Upaya melalui jalur hukum tentu menjadi hal yang wajar dilakukan. Selain itu, penghimpunan dukungan masyarakat juga diperlukan karena yang diperjuangkan adalah kepentingan masyarakat, bukan semata-mata k e p e n t i n g a n p r o f e s i . Bagi sebagian orang, etika dianggap sangat berbeda dengan hukum, tetapi sebenarnya etika merupakan cikal bakal munculnya hukum tertulis. Oleh karena itu, bila mengamalkan nilai etika dengan baik seharusnya kecil peluang dokter untuk bermasalah dengan hukum. Untuk mengenal dan menambah pengetahuan di
Edisi 3 Tahun 2013
bidang hukum kesehatan beberapa cara dapat dilakukan seperti membaca buku hukum kesehatan, berdiskusi, atau mengikuti seminar hukum kesehatan. Kembali ke pertanyaan yang belum terjawab, bagaimana bila penegakan hukum tidak dijalankan dengan baik? Bagaimana bila kita menghadapi situasi yang menurut kita tidak adil? Bagaimana bila hukum menjerat dokter meskipun telah melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien? Sebagai warga negara yang baik dan memiliki hak terhadap kepastian hukum, tentu berbagai upaya perlu ditempuh untuk menegakkan keadilan. Upaya melalui jalur hukum tentu menjadi hal yang wajar dilakukan. Selain itu, penghimpunan dukungan masyarakat juga diperlukan karena yang diperjuangkan adalah kepentingan masyarakat, bukan semata-mata kepentingan profesi. Dalam menjalankan profesi di bawah ancaman pidana atau tekanan jerat hukum, mari kita belajar dari perjalanan hidup Tuhan Yesus. Dalam perjalanan hidup Tuhan Yesus kita tahu bahwa Ia melayani banyak orang tanpa diskriminasi, tetapi banyak orang yang menghujat dan berusaha mencelakakan. Puncaknya pada Matius 27:15-26 dan Lukas 23:13-25 ketika Tuhan Yesus dihadapkan pada Pilatus. Saat itu Yesus Kristus dibandingkan dengan Yesus Barabas yang adalah seorang penjahat. Namun, pada akhirnya yang dibebaskan adalah Yesus Barabas, sedangkan Yesus Kristus harus disalibkan dan mati. Menurut saya pengadilan yang dilakukan oleh Pilatus sangatlah ekstrim karena ia sendiri tahu dengan jelas bahwa Yesus Kristus tidak b e rs a l a h , te ta p i p a d a a k h i r nya i a memutuskan untuk menghukum orang yang tidak bersalah tersebut. Uniknya akibat dari hukuman tersebut, Yesus Kristus mati di salib
dan dosa manusia ditebus! Apa yang dilakukan Tuhan Yesus dapat kita jumpai dalam profesi medis yang kita jalani. Melayani orang tanpa diskriminasi, menerima hujatan, seringkali ada orang yang mencelakai kita karena profesi ini, bahkan mungkin ada teman sejawat yang harus kehilangan nyawa karena pengabdiannya. Maukah kita menjalani profesi kita dengan mengikuti teladan Tuhan Yesus?
SAMARITAN
Oleh: dr. Fushen, M.H., M.M.
Edisi 3 Tahun 2013
23
FAKTUAL
PELUANG DAN TANTANGAN
SISTEM BPJS dr. Paran Bagionoto, SpB, FInaCS, FICS
S
eperti kita ketahui bersama mulai tanggal 01 Januari 2014 SJSN bidang kesehatan akan dilaksanakan oleh BPJS kesehatan. Siap atau tidak siap, Dokter atau Rumah Sakit yang menjadi Mitra BPJS/Provider BPJS untuk melayani masyarakat, harus melaksanakan pelayanan ini dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan SJSN akan menimbulkan sikap optimis ataupun pesimis dari Provider BPJS, oleh sebab itu perlu kita mengetahui hal –hal apa yang akan terjadi melalui SJSN ini yaitu : 1. SJSN kesehatan memberikan manfaat jaminan kesehatan kepada perseorangan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan . 2. SJSN Kesehatan dilaksanakan dengan terstruktur melalui sistem Rujukan, mulai dari pelayanan Primer, Sekunder/Tertier (Dokter,Klinik, Puskesmas, RumahSakit Tipe D,C, B, A) 3. Provider BPJS melayani hampir semua jenis penyakit 4. Iuran biaya untuk pelaksanaan medis dasar tidak diperbolehkan 5. Provider BPJS akan direkredensialing setelah 2 tahun melayani sebagai provider BPJS dengan syarat antara lain; ijin operasional, penetapan kelas Rumah Sakit dan Akredetasi Rumah Sakit (Semua Rumah Sakit yang selama ini sudah melayani Jamkesmas, ASKES Sosial ataupun Jamsostek akan menjadi mitra BPJS) 6. BPJS sebagai pembeli pelayanan
24
SAMARITAN
kesehatan terbesar (Single Mayor Payor) berhak memutuskan : a. Siapa menjadi mitra/provider BPJS b. Premi yang diberlakukan (Premi relatif rendah dibandingkan asuransi kesehatan swasta) • Pola pembayaran yang prospektif ? Kapitasi ? Paket INACBG ? Rawat Jalan ? Rawat Inap ? Diagnosis ? Morbiditas dan Komorbiditas ? Tingkat Keparahan ? Kelas Rumah Sakit ? Kelas Perawatan ( Bukan dengan sistem pembayaran “Fee For Service”) 7. Lonjakan jumlah pasien pada awal pelaksanaan SJSN dan termasuk pasienpasien dengan kasus berbiaya besar dan pasien katastrofik. Melihat fakta – fakta ini maka provider BPJS, Dokter,dan fasilitas kesehatan, akan menyikapinya dengan optimistik ataupun pesimistik,mengapa, sebab pelaksanaan SJSN akan merubah sistem pelayanan dansistem bisnis yang selama ini dilakukan, dengan fakta – fakta di atas maka mau atau tidak mau provider BPJS dalam pelayanannya harus mengendalikan biaya sekaligus mutu pelayanannya. Kegagalan merubah sistem pelayanan dan bisnis untuk mengakomodasikan faktafakta di atas akan menyebabkan : ? Cash flow Rumah sakit terganggu sehubungan dengan tarif dan proses verifikasi dan pembayaran Klaim yang memerlukan waktu, juga karena lonjakan
Edisi 3 Tahun 2013
pasien maka Rumah Sakit perlu menambah persediaan obat dan barang medis habis pakai maupun barang logistik umum ? Hilangnya motivasi dokter dan tenaga kesehatan lain oleh karena “ Dibayar Murah “ Mutu pelayanan Rumah Sakit yang menurun sehubungan cash flow RS yang terganggu,yang mengakibatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan RS menurun. ? Timbul banyak kecurangan di dalam Rumah Sakit sehubungan dengan pelayanan dan nilai klaim yang diajukan kepada BPJS ? Bahkan tidak menutup kemungkinan banyak RumahSakit keluar dari SJKN dan bangrut. Oleh sebab itu kunci semua itu , secara optimistik provider B PJ S h a r u s mengendalikan mutu dan melakukan efisiensi. Berdasarkan pengalaman RS.Mardi Waluyo Metro, Lampung selama 5 tahun melayani Jamkesmas ternyata tidak saja RS.Mardi Waluyo Metro Lampung Survive tetapi juga Growth (Bertumbuh), kuncinya adalah jiwa melayani dan bekerja dengan sekuat tenaga untuk melayani orang –orang yang Tuhan kirimkan untuk dilayani, konsekwensinya adalah : ? Dokter mau dibayar murah ? Managemen RS lebih memikirkan kesejahteraan dokter dan karyawan ? Managemen RS berupaya sungguhsungguh untuk mencari cara untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan pembiayaan yang sangat efisien. Tahun 2014 bagi RS. Mardi Waluyo merupakan tahun yang mensukacitakan, karena bila 5 tahun ini bisa survive dan G r o w t h m a k a t a h u n 2 0 1 4 Tu h a n
memberikan kepada RS.MardiWaluyo Metro Lampung “ FISHING GROUND” Yang sangat besar untuk menjala “IKAN” .Oleh sebab itu RS.Mardi Waluyo tahn 2014 membuat Tema “ Tebarkanlah Jalamu” untuk menjala “IKAN” dengan menjalin kerja sama dengan gereja beserta masyarakat meluncurkan program “ MOBILE CLINIC” Harapan kami tahun 2014 ada 10 mobil yang diserahkan kepada gereja dan masyarakat untuk menjadi sarana Transportasi untuk pasien – pasien yang miskin di seluruh wilayah Lampung untuk dilayani. Sungguh SJSN 2014 bagi kami berkat dan p e l u a n g ya n g s a n gat b e s a r u nt u k pengembangan pelayanan “ MENJALA IKAN” Oleh karena Tuhan memberikan “FISHING GROUND” yang bertambah besar. Dr. Paran Bagionoto, SpB, FInaCS, FICS saat ini menjabat sebagai direktur RS Mardi Waluyo, Metro, Lampung. Beliau menjalani pendidikan dokter umum di FK UGM, dan menjalani pendidikan ahli bedah umum di FK UNAIR. Sebelum- nya ia telah bekerja di beberapa rumah sakit misi antara lain RS Bethesda Serukam, RS Baptis Kediri, dan RS Imanuel Lampung.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
25
FAKTUAL
S
Peserta BPJS Wajib Patuhi Sistem Rujukan
istem rujukan dimulai dari primary care (pelayanan dasar), yakni puskesmas, dokter keluarga, atau klinik. Dari sinilah yang mengetahui persis riwayat kesehatan pasien untuk menentukan perawatan berkelanjutan dan perawatan pribadi, baru kemudian dirujukan ke rumah sakit ataupun spesialis. Jika peserta mau langsung ke rumah sakit atau spesialis, tidak akan ditanggung BPJS, atau bayar sendiri. Dengan sistem rujukan, maka pelayanan kesehatan akan jauh lebih efektif dan efisien. Pasien yang tidak seharusnya dibawa ke rumah sakit bisa dicegah, sehingga mengurangi pasien tunggu maupun penolakan pasien oleh rumah sakit karena alasan tempat tidur penuh. Adapun paket manfaat yang diperoleh peserta, mulai dari puskesmas hingga ke spesialis, sesuai kebutuhan medis. Artinya, perawatan yang bisa mengembalikan fungsi organ tubuh dan kemampuan berproduktif. “Paket manfaatnya tidak boleh kurang dari paket jaminan sekarang, yakni Jamkesmas, Askes, ataupun Jamsostek. Obat-obatnya pun yang cost-effective, artinya biar generik tetpai ampuh. Kalau mahal tetapi tidak ampuh percuma saja,” ujar Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan. (SP 16 Februari 2012). Di negara Indonesia, sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan
26
SAMARITAN
mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya. Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendirisendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Rujukan dibagi dalam rujukan medik/perorangan yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi, dan operasional. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi dilakukan apabila: • Pa s i e n m e m b u t u h ka n p e l aya n a n kesehatan spesialistik atau subspesialistik; • Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesui dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
Edisi 3 Tahun 2013
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan yang lebih rendah dilakukan apabila: • Permasalahan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan yang lebih rendah s e s u a i d e n g a n ko m p e t e n s i d a n kewenangannya; • Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; • Pasien memerlukan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau • Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah pemahaman masyarakat tentang alur ini sangat rendah sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sebagaimana m e s t i ny a . M a sy a ra ka t ke b a ny a ka n cenderung mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan.
Manfaat sistem rujukan • Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker), manfaat sistem rujukan adalah membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran p a d a s e t i a p s a ra n a ke s e h a t a n ; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan. • Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer), m a n fa a t s i st e m r u j u ka n a d a l a h meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang; mempermudah m a sya ra kat d a la m m en d a p at ka n pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan. • Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin; memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu. Dalam membina sistem rujukan ini perlu ditentukan beberapa hal: 1. Regionalisasi Regionalisasi adalah pembagian wilayah pelaksanaan sistem rujukan. Pembagian wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara administratif, tetapi dimana
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
27
perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya system rujukan itu dicapai. Hal ini untuk menjaga agar pusat sistem rujukan mendapat arus penderita secara merata. Tiap tingkat unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan dalam sistem rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu. 2. Penyaringan (screening) • Oleh tiap tingkat unit kesehatan. Tiap unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan dalam sistem rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu. 3. Kemampuan unit kesehatan dan petugas. • Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya. Walaupun demikian diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan tertentu. Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang masing-masing diharapkan dari unit kesehatan, beserta petugasnya. (Dari pelbagai sumber/TNP)
28
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
DOKTER DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:
KESIAPAN DAN HARAPAN? dr. Benyamin Sihombing ,MPH
aat mengikuti d e m o keprihatinan t erhadap dr. Ayu b e b e ra p a wa kt u lalu, saya agak tersentak ketika salah satu yel-yel yang diteriakkan orator dan diamini peserta demo adalah “...tolak BPJS...”. Ini sepertinya tidak pernah dibicarakan pada persiapan unjuk rasa yang intinya adalah ketidak adilan terhadap dr. Ayu yang dirasakan korps dokter. Mungkin hal itu muncul spontan karena adanya isu yang belum tuntas dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. Namun menolak ide BPJS, yang berarti menolak universal health coverage menurut saya merupakan langkah mundur karena menunda perbaikan dari masalah-masalah kronis yang kita hadapi selama ini. Direktur Jenderal WHO, Dr Margareth Chan tegas mengatakan bahwa health for all hanya dapat dicapai dengan universal health coverage. Saya hanya menduga-duga bahwa mungkin teriakan diatas hanya ekspresi emosional spontan saja atau ketidak mengertian tentang maksud dan isi UU SJSN.
S
SJSN, BPJS, JKN apaan tuh? UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) lahir dari perintah langsung dari UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah sistem bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak dengan berpegang kepada prinsip: kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan yang wajib, dan amanat. Sedangkan BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang meliputi: program jaminan kesehatan, program jaminan hari tua, program jaminan kecelakaan, dan program jaminan kematian. Penyelenggara program jaminan kesehatan disebut BPJS kesehatan. U n t u k m e n j a l a n ka n ke t e n t u a n ketentuan dalam 2 undang-undang di atas, maka pemerintah menetapkan Peraturan Presiden No 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, yang berisikan aturan dan petunjuk yang lebih teknis. Ini merupakan program bersama Pemerintah dan masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Prinsipnya yang sehat membantu yang sakit, dan yang tidak mampu dibantu oleh yang mampu. Masyarakat diwajibkan membayar iuaran dimana sistem pembayarannya: pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai formal dipotong dari gaji berdasarkan prosentase; sedangkan untuk pekerja nonformal, mereka diwajibkan membayar premi; sedangkan untuk rakyat miskin akan disubsidi oleh pemerintah dengan istilah PBI (penerima bantuan iuran). Dengan diterapkannya program JKN ini per 1 Januari 2014, diharapkan tak ada lagi masyarakat yang terpaksa mengeluarkan
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
29
uang dari dompetnya sendiri ketika ia membutuhkan pelayanan kesehatan dasar, baik di puskesmas, klinik danrumah sakit. Tidak ada lagi rakyat yang “Sadikin”, yakni sakit sedikit langsung miskin, dimana uang yang dikumpulkan dari hasil bekerja dan menabung puluhan tahun, bisa habis dalam sekejap saat kita sakit. Siapkah Dokter? Saat bertemu dengan teman-teman sejawat yang berasal dari beberapa daerah, saya menanyakan tentang persiapan dan kesiapan institusi tempat mereka bekerja. Menarik mendengar tanggapan mereka. Sebagian mereka beranggapan bahwa fasilitas kesehatan belum siap untuk melaksanakan program JKN ini. Sebagian merasa bahwa alih alih memperbaiki carutmarut pelayanan kesehatan saat ini, program ini dianggap akan menimbulkan masalah baru. Yang patut di sayangkan, sebagian sejawat malah tidak tahu program ini dan tidak mengerti apa hubungannya itu dengan praktek pelayanan medis yang dilakukannya. Yang terakhir ini memang tidak terlepas dari lambatnya sosialisasi tentang JKN ini ke seluruh lapisan masyarakat, namun sebagian juga karena kurangnya kesadaran profesi medis untuk mau tahu informasi “diluar” lingkup bidangnya. BPJS merupakan representasi dari masyarakat/pasien. Bersatunya masyarakat dalam BPJS adalah bentuk kekuatan baru dalam menghadapi kekuatan pemilik fasilitas layanan kesehatan, baik yang dikelola pemerintah maupun oleh swasta. Melihat dua kekuatan besar di atas, sepertinya dokter dan profesional kesehatan berada pada posisi yang lebih lemah. Mereka yang selama ini relatif kuat karena menentukan berbagai hal dalam
30
SAMARITAN
pemberian pelayanan kesehatan, dalam program JKN menjadi berubah skenarionya. Ini sebagian terlihat saat penentuan besaran iuran premi jaminan kesehatan nasional bagi warga miskin yang besarnya Rp 19.225 perjiwa perbulan, yang tidak memenuhi harapan para dokter dan dirasa kurang menghargai profesi dokter. Yang mana dalam hitungan per kapitasi, dokter nantinya diperkirakan akan mendapat pendapatan kurang layak. Padahal saat ini menurut Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dari 110 ribu anggota IDI, sekitar 70 persen hidup dalam level tidak sejahtera, yakni hidup pas-pasan dengan gaji sekitar Rp 1,8 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Pada saat pasien membayar out of pocket (membayar sendiri dan langsung) mungkin membayar jasa dokter dengan murah relatif masih diterima. Namun saat sistem JKN sudah diterapkan, persepsi itu semestinya berubah, dimana urusan bayar membayar bukan lagi antara dokter dengan pasiennya tetapi bergeser antara dokter dengan badan penyelenggara yang dalam hal ini adalah BPJS. Dalam sistem ini kemampuan membayar pasien menjadi lebih baik dari sebelumnya karena BPJS ini adalah menjadi penanggung risiko untuk biaya kesehatan seluruh rakyat. Maka mungkin inilah saat yang tepat dimana diharapkan dokter khususnya dokter umum mendapatkan jasa yang layak. Namun melihat kenyataan sampai saat ini, wacana itu harus terus diperjuangkan. Terjadinya peralihan dari sistem fee for service (dibayar per pelayanan yang diberikan ke pasien)menjadi kapitasi (membayar sejumlah tetap per kapita per bulan) untuk jenjang pelayanan primer dan paket Indonesian Case Based Groups (INA CBGs) untuk jenjang pelayanan sekunder dan tersier, merupakan tantangan baru bagi
Edisi 3 Tahun 2013
provider kesehatan. Provider kesehatan atau Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) pun tidak bisa sembarangan lagi, sebab ia harus bekerja sama dengan BPJS melalui kontrak disertai dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Menurut Perpres No 12 tahun 2013, fasilitas kesehatan milik Pemerintah dan pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; sedangkan fasilitas kesehatan milik swasta yang memenuhi persyaratan dapat (tidak wajib) menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Semua yang menjadi mitra BPJS harus berstandar klinik; artinya klinik itu memiliki minimal ada tiga dokter yang berpraktik selama 24 jam, juga laboratorium, ada apotek, dimana semuanya terintegrasi di satu tempat.Ini dimaksudkan agar pasien mendapatkan layanan yang komprehensif dan tak perlu kesana kemari. Syarat kerjasamanya salah satunya adalah bahwa RS atau klinik tersebut sudah terakreditasi pelayanannya. PPK akan ada tiga strata,yakni: PPK I (primer), PPK II (sekunder) dan PPK III (tersier). Untuk mendirikan institusi pelayanan kesehatan setingkat klinik, saat ini sepertinya tidak sulit perizinannya. Namun yang jadi masalah adalah investasi di layanan apotik dan laboratorium yang mungkin nilainya diatas kemampuan dokter rata-rata. Tidak semua dokter memiliki modal untuk membangun klinik sendiri seperti yang dipersyaratkan pemerintah. Sebagian teman sejawat berpendapat, walaupun ada SJSN kesehatan maka dokter akan tetap menjadi buruh yang sulit sejahtera, entah menjadi buruh dari dokter lainnya yang punya modal atau baruh dari pemilik modal non dokter. Sehubungan dengan mitra BPJS harus berstandar klinik, kita perlu juga mencermati Penjelasan pasal 23 dalam UU SJSN, dimana dinyatakan bahwa yang termasuk fasilitas
kesehatan primer adalah termasuk praktik dokter, bukan hanya klinik. Sehingga aturan yang menyatakan bahwa mitra BPJS dalam layanan primer harus berstandar klinik, bisa menjadi kritik yang berbuah tuntutan hukum untuk Pemerintah dan BPJS kesehatan. Akankah memenuhi harapan? Dari sisi masyarakat, pertanyaan kritis yang muncul adalah: “...gratis sih gratis, tapi apakah layanannya tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat?” Ini terutama untuk masyarakat yang berada di daerah terpencil dan geografis sulit. Merujuk standard WHO, untuk memenuhi pelayanan yang optimal maka harus tersedia 1 tempat tidur untuk 1000 penduduk. Jumlah fasilitas kesehatan primer yang didaftarkan untuk pelaksanaan program JKN baru sebanyak 15.790 fasilitas kesehatan termasuk 9.412 puskesmas, dimana 3.697 diantaranya rusak. Sedangkan dari 9.510 puskesmas yang ada, 14,7 persen di antaranya tidak memiliki dokter dan 16,7 persen tidak memiliki tenaga kesehatan seperti bidan atau perawat. Perpres No 12 mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan. Dan saat ini pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan terus dikejar dan diprioritaskan di daerah-daerah terpencil untuk, sehingga masyarakat dijamin mendapat layanan yang komprehensif. Namun komprehensif yang dimaksud juga bukan berarti tidak terbatas. Karena tetap ada batasan, seperti contohnya kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan layanan yang tidak dijamin meliputi seperti pelayanan yang bertujuan kosmetik, general check up,
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
31
pengobatan alternatif, pengobatan untuk mendapatkan keturunan dan lain-lain. Masyarakat perlu memahami tentang batasan layanan-layanan dalam program JKN agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika menggunakannya kelak. Sementara untuk memenuhi tenaga kesehatan yang melayani, Menteri Kesehatan akan mengisi fasilitas kesehatan tersebut dengan 3.000 calon PNS dokter sampai akhir tahun ini. . Ini untuk memenuhi tenaga kesehatan yang distribusinya tidak merata. Setidaknya dibutuhkan 40 dokter, 11 dokter gigi, dan 9 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk paramedis, 117 perawat dan 75 bidan per 100.000 penduduk. Diperkirakan pada tahun-tahun pertama terjadi euforia penduduk ingin merasakan pelayanan kesehatan baru, dengan melonjaknya kunjungan ke fasilitas kesehatan, seperti yang terjadi saat DKI Jakarta menerapkan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dan setelah sistem ini berjalan dalam waktu tertentu, kemungkinan besar akan banyak penduduk yang tidak menggunakan jaminan kesehatannya untuk berobat karena ia berhasil menjaga kesehatan sehingga. Makin sedikit yang sakit dan makin banyak dana yang tidak terpakai untuk pelayanan kuratif yang berimplikasi positif pada semakin besar potensi dana JKN yang bisa digunakan kembali untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Dan sangat logis bila ini termasuk memberikan insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan di pelayanan primer yang telah berhasil menyehatkan penduduk melalui program promotif dan preventifnya. Melihat situasi yang ada dan terus berkembang, saya tidak terlalu muluk berharap bahwa program JKN akan berjalan mulus Januari tahun 2014. Akan terjadi
32
SAMARITAN
“tsunami kecil” dalam sistem pelayanan kesehatan baru ini pada level masyarakat, penyelenggara Pelayanan kesehatan (PPK) seprti yang sudah di prediksi oleh berbagai pihak. Perbaikan-perbaikan dan koreksi masih terus diperlukan searah perjalanan waktu agar program ini semakin sempurna termasuk didalamnya peran penting, perlindungan hukum dan kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Untuk itu dokter harus siap terlibat aktif sebagai subjek. Karena kesiapan dokter dalam program JKN kedepan merupakan salah satu kunci keberhasilan penerapan layanan kesehatan masyarakat yang komprehensif untuk mencapai universal health coverage yang ditargetkan tahun 2019. dr. Benyamin Sihombing ,MPH Master of Public Health course , National University of Singapore ( 2008 -2009) Saat ini Bekerja di Ditjen Pengendalian Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI & Neglected Propical Diseases ( NTD) Programme, WHO Indonesia
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
K
Kita Butuh Persekutuan Ns. Karina Juliasna Sinulingga, S.Kep
etika orang lain masih bermalasmalasan di tempat tidur atau bercengkrama dengan keluarganya di hari libur yang menyenangkan di rumah, tidak demikian dengan petugas kesehatan yang harus stand by di rumah sakit untuk pasien-pasien yang belum dimandikan, belum diberikan obat pagi, belum dipersiapkan untuk tindakan-tindakan operasi atau emergensi, belum bed making (perbeden), belum visite, belum mencatat semua tindakan yang harus didokumentasikan, dan masih banyak lagi rentetan tugas yang harus dikerjakan. Rasanya tidak cukup waktu bersama pasien seharian di bangsal, belum mendengarkan keluhan pasien yang satu, pasien yang lain sudah memanggil untuk membantunya melakukan sesuatu yang mungkin sangat remeh tapi tidak sangup untuk dilakukan oleh mereka. Sehingga sering tidak keluar kata penolakan dari mulut kita, namun juga tidak ada senyum yang ikhlas dan bahasa tubuh yang menunjukkan kita bahagia melakukan semua tugas itu. Masih ingatkah kita visi dan motivasi kita dalam melayani pasien-pasien kita, masih ingat contoh pelayan yang terbaik yang Tuhan Yesus berikan. Berbicara mengenai pelayanan saya tidak pernah lupa mengenai kisah orang Samaria yang baik hati, saya yakin semua kita hafal dengan kisah ini. Yang menarik dikisah itu adalah orang samaria ini tidak mengenal
orang yang ditolongnya itu, namun dia memberikan pelayanan yang terbaik. Di akhir cerita apa yang dia dapat, tidak ada selain uang dan tenaganya yang terkuras. Akankah kita sama atau lebih dari orang Samaria itu, ketika melayani pasien-pasien kita?. Orang Samaria itu sepertinya tidak sengaja bertemu di jalan dengan orang yang dirampok itu. Kita setiap hari bertemu dengan orang yang memang bukan kebetulan kita bertemu dengan mereka. Mereka datang karena membutuhkan keahlian kita untuk kesembuhan mereka, betapa kita punya peluang yang besar membagikan kasih Kristus. Namun itu tidak akan terjadi temanteman, bila kita tidak punya hubungan yang baik dengan Sang Penyembuh Yang Agung. Ayo cek hidup kita masing-masing. Kita juga membutuhkan teman-teman yang menguatkan kita, yang membantu kita untuk terus bertumbuh dan berbuah banyak. Kita butuh persekutuan KTB atau PA dengan teman-teman sekerja lainnya. Persekutuan Perawat yang ada di Jakarta saat ini, sudah setahun lebih melakukan KTB bersama di beberapa RS di Jakarta dan juga ibadah atau PA bersama sebulan sekali. Sebagian besar adalah alumni keperawatan yang sudah dibina di kampus masing-masing sebelumnya. KTB, PA dan Ibadah ini sangat bermanfaat untuk mengingatkan kembali visi dan misi perawat yang Tuhan tempatkan dengan spesial pada tempat kerja masingmasing. Kami bertumbuh bersama, berbagi hidup bersama, bukan hanya menambah pengetahuan tentang bidang keperawatan dan kerohanian. Tapi lebih lagi memberikan yang terbaik dalam pelayanan pada pasienpasien.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
33
Benar, pasien membutuhkan tenaga kesehatan yang kompeten, namun mereka akan lebih bahagia dan cepat sembuh ketika melihat perawat yang ramah, mudah tersenyum dan membantu tanpa pamrih bahkan mau berkorban seperti orang Samaria itu. Saya selalu mengatakan kepada diri saya sendiri: being a servant is a privilege. Tak ada yang lebih berharga ketika membasuh kaki orang yang tidak dikenal, dan sebagai perawat, kita bahkan memandikannya. Jangan pernah tukar kebahagian ini dengan mata uang apapun, ini tidak bisa dibayar dengan upah apapun di dunia ini. Tuhan Yesus bilang “upahmu besar di sorga”. Nah untuk teman-teman semua, ayo! aktifkan KTB-mu lagi, bertumbuh lagi dan berbuah lebih banyak lagi untuk kemuliaan-Nya.
Oleh: Ns. Karina Juliasna Sinulingga, S.Kep Bekerja di International SOS
34
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Ir. Indrawaty Sitepu, MA
“Dialah yang Membuat Kami Berhasil!” Nehemia 2-6
Strategi Menghadapi Tantangan Dalam Membangun Bangsa
D
ari Nehemia pasal 2, 4 dan 6 paling tidak ada tiga tahap yang dapat kita cermati dan pelajari bagaimana strategi Nehemia menghadapi tantangan dalam membangun kembali tembok Yerusalem. Yakni: Pertama, tantangan dan strategi sebelum pembangunan di mulai (tahap persiapan). Tantangan datang dari kepala daerah setempat (pasal 2). Kelihatannya Nehemia sudah mengantisipasinya. Nehemia telah meminta surat-surat pengantar dari Raja. Seandainya ia tidak mengantisipasinya, besar kemungkinan dia tidak akan pernah sampai ke Yerusalem. Karena surat-suratnya lengkap dan pasukan berkuda serta bersenjata juga mengawal dia (2.9), maka para kepala daerah (Bupati) tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan dia lewat. Beberapa kepala daerah sangat kelihatan tidak menyukainya. Salah seorang diantaranya ialah Sanbalat, kepala daerah Samaria. Ketika Sanbalat, orang Horon dan Tobia, orang Amon pelayan itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal karena ada orang yang datang mengusahakan kesejahteraan orang Israel (2.9-10). Ketika Sanbalat, orang Horon dan Tobia orang Amon, pelayan itu dan Gesyem, orang Arab mendengar itu, mereka mengolok-olokkan dan menghina. Kata
UNTAIAN FIRMAN
mereka,”Apa yang kamu lakukan itu, apa kamu mau berontak terhadap Raja” (2.19). Sanbalat dan komplotannya sengaja menyudutkan Nehemia dengan tuduhan memberontak terhadap Raja. Tapi Nehemia dengan bijak menjawab, “ Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami hamba-hambaNya, telah siap untuk membangun.Tetapi kamu tak punya bagian atau hak dan tidak akan diingat di Yerusalem!” (2.20). Dalam tahap persiapan ini, Nehemia mempersiapkan berkas-berkas keperluan administrasi dengan lengkap juga diberi bonus ‘pengawal’ oleh Raja serta jawaban yang tangkas dan cerdas yang keluar dari pengenalan yang dalam akan Tuhan yang mengamanatkan tugas pembangunan tersebut kepadanya. Kedua , tantangan dan strategi pada masa berlangsungnya pembangunan (tahap pembangunan). Dapat dikata, sejak tahap persiapan, tantangan terus berlangsung bahkan bertubitubi. Ketika Sanbalat mendengar, bahwa kami sedang membangun kembali tembok,angkitlah amarahnya dan ia sangat sakit hati. Ia mengolok-olok orang Yahudi dan berkata dihadapan saudara-saudatanya dan tentara Samaria:” Apa gerangan yang dilakukan orang-orang Yahudi yang lemah ini, apakah mereka memperkokoh sesuatu, a p a ka h m e r e ka h e n d a k m e m b a w a persembahan, apakah mereka akan selesai dalam sehari, apakah mereka akan menghidupkan kembali batu-batu dan timbunan puing yang sudah terbakar habis seperti ini ” Juga berkatalah Tobia, orang
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
35
Amon itu, yang ada di dekatnya:” Sekalipun mereka membangun kembali, kalau seekor anjing hutan meloncat dan menyentuhnya, robohlah tembok batu mereka.” (4.1-3),... ketika Sanbalat dan Tobia serta orang Arab dan orang Amon dan orang Asdod mendengar, bahwa pekerjaan perbaikan tembok Yerusalem maju dan bahwa lobanglobang tembok mulai tertutup, maka sangat marahlah mereka. Mereka semua mengadakan persepakatan bersama untuk memerangi Yerusalem dan mengadakan kekacauan di sana. (4.7-8). Pada tahap ini strategi Nehemia dan tim nya; Tetapi kami berdoa kepada Allah kami dan mengadakan penjagaan terhadap mereka siang dan malam (4.9), menempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan perlengkapan yang dibutuhkan yaitu pedang, tombak dan panah dibagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, dibelakang tembok, ditempattempat yang terbuka (4.13). Lalu Nehemia bangun, berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: “ Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan ya n g m a h a b e s a r d a n d a syat d a n berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk istrimu dan rumahmu.”(4.15). Juga dilakukan pembagian tugas dan semua siaga, sebagian melakukan pekerjaan dan sebagian yang lain memegang tombak, perisai dan panah dan mengenakan baju zirah, sedang para pemimpin berdiri dibelakang segenap kaum Yehuda yang membangun di tembok. Orang-orang yang memikul dan mengangkut melakukan pekerjaannya dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain mereka memegang senjata. Setiap orang yang membangun bekerja dengan berikatkan pedang pada pinggangnya (4.16-18). Ada sangkakala yang
36
SAMARITAN
siap dibunyikan untuk berkumpul sebagai tanda komando dari Nehemia dan meyakini bahwa Allah yang berperang bagi umatNya (4.20). Tetapi itu tidak berarti Nehemia dan tim berpangku tangan. Nehemia dan tim bekerja keras melakukan tanggungjawab dan bagiannya masing-masing,...kami semua tidak sempat menanggalkan pakainan kami. Setiap orang memegang senjata dengan tangan kanan (4.23) Ketiga, tantangan dan strategi setelah pembangunan selesai (tahap selesai). Ketika Sanbalat dan Tobia dan Gesyem, orang Arab itu dan musuh-musuh kami yang lain mendengar bahwa aku telah selesai membangun kembali tembok, sehingga tidak ada lagi lobang, walaupun sampai waktu itu di pintu-pintu gerbang belum kupasang pintunya, maka Sanbalat dan Gesyem mengutus orang beberapa kali kepadaku dengan pesan untuk mengadakan pertemuan b e r s a m a . Te t a p i m e r e k a b e r n i a t mencelakakan aku (6.1-2). Ada lagi surat terbuka dengan tuduhan-tuduhan yang berupa fitnah terhadapku (6.5-6). Juga berupa ancaman-ancaman untuk mengintimidasi serta membusukkan namaku di depan umum (6.10-13). Strategi Nehemia dalam tahap ini, tidak memenuhi undangan licik Sanbalat dan Gesyem, tidak memberi ruang untuk mundur dan takut melainkan tetap fokus dan berusaha sekuat tenaga pada penyempurnaan penyelesaian pembangunan (6.9) dan menyerahkan Tobia dan Sanbalat serta nabiah Noaja dan nabinabi lain yang menakut-nakuti Nehemia kepada Allah. Maka selesailah tembok itu pada tanggal dua puluh lima bulan Elul dalam waktu lima puluh dua hari. Ketika semua musuh kami mendengar hal itu, takutlah semua bangsa sekeliling kami. Mereka sangat
Edisi 3 Tahun 2013
kehilangan muka dan menjadi sadar, bahwa pekerjaan itu dilaksanakan dengan bantuan Allah kami. Dalam setiap tahap pembangunan, ada tantangan tersendiri, dan ada strategi yang harus dilakukan Nehemia. Mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pembanguan tersebut yaitu berdoa, menyerahkannya kepada Tuhan. Demikian juga kiranya kita. Dalam setiap tahap perjuangan kita dalam rangka ikut ambil bagian dalam membangun bangsa ini. Pasti ada berbagai strategi yang perlu kita lakukan. Tetapi di dalam semua itu ada hal yang akan selalu sama dan selalu ada yaitu mendoakannya, menyerahkannya kepada Tuhan sehingga berhasil dan orang-orang akan melihat bahwa pekerjaan yang kita lakukan tersebut dilaksanakan dengan bantuan Allah kita. Terpujilah Tuhan. Ir. Indrawaty Sitepu, MA Pengurus Harian Nasional Perkantas dan Koordinator Divisi Medis & Alumni.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
37
DARI SUKU KE SUKU
Suku Asilulu
Memancing Sendiri
O
rang-orang Asilulu tinggal di pulau Ambon, tepatnya di pedesaan Asilulu dan Ureng, di wilayah Leihitu, kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara. Daerah Asilulu dapat dijangkau baik dengan transportasi darat maupun laut. Transportasi umum ke kota Ambon tersedia beberapa kali sehari. Pulau Maluku, yang menurut sejarah disebut "Kepulauan Rempah-Rempah", merupakan rangkaian dari lebih dari seribu pulau yang tersebar di bagian timur Indonesia. Kepulauan ini meliputi sebagian besar pulau antara Sulawesi dan Papua Nugini serta antara Timor dan Filipina. Bahasa Asilulu merupakan salah satu bahasa asli kepulauan Ambon. Bahasa ini dipakai oleh orang-orang yang tinggal di pesisir barat. Orang-orang di pedesaan Negri Lima berbicara dengan bahasa yang mirip, namun bahasa mereka berbeda dan terkadang dikenal dengan istilah Henalima. Menurut sejarah, Bahasa Asilulu merupakan bahasa perdagangan untuk wilayah ini. Bahkan saat ini, tidak mengherankan jika bertemu orang yang berasal dari pulau di sekitar daerah itu, seperti Seram, yang dapat berbicara dalam bahasa Asilulu. Berdoa kepada Tuhan Menangkap ikan merupakan mata pencaharian utama bagi orang-orang Asilulu. Karena padi jarang tumbuh di daerah tersebut, hasil pertanian mereka biasanya berupa cengkeh dan pala. Para nelayan tidak mengetahui ritual-ritual tradisional khusus,
38
SAMARITAN
walaupun komunitas mereka biasanya mendasari semua aktivitas dan pekerjaan dalam doa menurut pengakuan atau kepercayaan setiap individu. Sebelum pergi melaut, para nelayan berdoa kepada Tuhan untuk meminta berkat dan perlindungan. Ikan hasil tangkapan dipakai untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan selebihnya dijual. Beberapa jenis ikan yang biasa ditangkap seperti cakalang, tenggiri, momar, silapa, lalosi, dan kawalinya. Dari desa Luhu, Iha-Kulur, dan Asilulu, kebanyakan ikan hasil tangkapan mereka dijual ke Hitu dan Ambon. Para nelayan menggunakan berbagai macam metode untuk menangkap ikan, seperti jaring (rorahi), menebarkan jala, dan perangkap ikan dari rotan. Ketika mereka melaut menggunakan jala atau jaring (pukat, mereka dapat melakukannya dengan berkelompok. Pemimpin kelompok itu disebut "tanase", sementara pengikut-pengikutnya disebut
Edisi 3 Tahun 2013
“masnait". Mereka dapat menangkap momar, kawalinya, make, julung-julung dan tuing-tuing (ikan terbang) dengan jala atau perangkap ikan. Orang Asilulu memancing sendiri jika menggunakan perangap ikan dari rotan. Ikan batu-batu biasanya ditangkap dengan teknik memancing yang satu ini. Melebur Sebagai orang Muslim, mereka percaya bahwa mereka akan dihakimi berdasarkan pengetahuan mereka tentang Al-quran serta apa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka. Orang-orang Asilulu telah melebur agama Islam ke dalam praktik kepercayaan tradisional setempat. Mereka mencampuradukkan praktik-praktik kebudayaan tradisional dengan pengajaran-pengajaran Islam ke dalam berbagai acara mereka, seperti pernikahan, sunatan, upacara kerajaan, dan pembangunan masjid. Transportasi Untuk memasarkan hasil produksi mereka ke perkotaan Ambon dan Hitu, orang-orang Asilulu memerlukan transportasi yang nyaman. Transportasi yang memuaskan ini akan menjaga ikan tetap segar ketika sampai ke kota. Saat ini, infrastruktur transportasi sangatlah terbatas. Sampai saat ini, para pengadu domba dari luar seringkali memicu lingkaran kekerasan yang berbahaya dan pembalasan dendam di antara kelompok Ambon. Pulau yang terpisah-pisah ini membutuhkan kedamaian, peraturan, dan pemulihan. Sumber: Profil Suku-Suku yang Terabaikan-PJRN/*tnp.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
39
as Menjadi Sinterkl ko Risime di mal. Tapi nikmati menjadi Sinterklas kesulitan Aku mengalami gkuanku. tua seringdud para orang uk di pan rang k-anaknyaaku meminta ana uk, seo kali-kali mau buj Setelah ber aku pangku. gadis kecil akhirnya inkan di Hari Natal “Apa yang paling kamu ing ini?” tanyaku. Dia berteriak, “Turun!”
HUMORIA Seorang wanita harus an saat sedang berada di melahirk dalam lift rumah sakit tempatku bekerja . ”Tenang saja, Ibu”, Hibur rekanku sesama perawat kepada calon ibu yang kesakitan. “ Tahun lalu, kudengar ada wanita yang harus melahirkan di halaman depan rumah sakit kami.” Pasien itu tambah keras berteriak, “Itu juga aku!””
Melahirkan Dadakan
Salah Pemahaman
Seorang prajurit muda masuk rumah sakit militer tempat aku bekerja. Perawat yang memeriksanya memberi tahu, Jangan khawatir. Kamu akan segera sembuh. Kami akan memberikan plasma kepada kamu.” “ ”Bagus”, jawabnya. “Saya tidak suka melihat TV model lama itu.””
Sumber: www.readersdigest.co.id/*tnp
40
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
INFO
Kamp Medis Nasional Mahasiswa XIX Tema
: “Jadilah Otentik, Tangguh, & Misioner bagi bangsamu” Tanggal : 12-17 Agustus 2014 Lokasi : Bitdec, Tanah Lot, Bali Uraian Tema :
T
ema ini disarikan dari Kitab II Timotius, dimana dalam pesan Rasul Paulus kepada Timotius, diingatkan untuk memiliki iman yang tulus ikhlas seperti yang dimiliki oleh neneknya, Lois, dan ibunya, Eunike (II Tim. 1:5). Pada bagian berikut, Rasul Paulus mendorong Timotius untuk kuat dalam kasih karunia (II Tim. 2:1), dalam menghadapi berbagai penderitaan, ajaran sesat, dan tantangan jaman. Di akhir dari suratnya (II Tim. 4), Rasul Paulus meneguhkan Timotius untuk memenuhi panggilan pelayanannya. Tema ini sangat relevan dengan kondisi yang kita hadapi saat ini dimana tidak sedikit mahasiswa Kristen yang terlibat dalam program pembinaan di persekutuan hanya memandangnya sebatas aktivitas belaka, tanpa sungguh-sungguh berjuang untuk menghidupinya, sehingga mereka tidak bertumbuh dalam pengenalan yang semakin dalam akan Tuhan. Tidaklah mengherankan jika banyak yang akhirnya undur saat menghadapi banyak tantangan dan kesulitan hidup, dan bahkan ada yang berpaling dari iman kepada Kristus. Hal ini sangatlah ironis ketika menyadari bahwa saat ini rakyat Indonesia justru sangat membutuhkan sosok pemimpinyang berintegritas dan memiliki semangat juang tinggi, serta berani menegakkan kebenaran di tengah hiruk pikuk korupsi dan penyimpangan yang semakin marak terjadi. Kiranya melalui Kamp Medis Nasional XIX, para mahasiswa medis Kristen Indonesia diingatkan, diperlengkapi, dan diteguhkan untuk terus bertumbuh menjadi teladan hidup yang otentik, tangguh dalam segala keadaan, dan senantiasa berjiwa missioner bagi bangsa. Dr. Lineus Hewis , Sp.A (Panitia Pengarah KMdN XIX)
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
41
ANEKA
Merayakan Natal "Semoga, Natal tahun ini nggak ada bom," begitu teman saya menulis "statusnya" di fesbuk. aya jadi kepikiran. Ada atau tidak ada bom, Natal di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan tidak mungkin berjalan wajar. Apalagi di daerahdaerah dilanda konflik. Bagaimana mungkin bila tempat-tempat ibadah dijaga lebih ketat oleh puluhan polisi? Bandingkan semua itu dengan suasana Natal di Amerika Serikat atau Australia. Kata teman saya, di sana kesunyian dan keheningan Natal mencapai puncaknya di pusat kota dan ruang publik. Kebanyakan toko dan kantor tutup berhari-hari. Jalanjalan lengang. Penduduk setempat berhimpun bersama keluarga, berbagi hadiah dalam tawa, di sekitar jamuan makan dan minum lebih istimewa dari sehari-hari. Semua ini tidak selalu disertai penghayatan keagamaan. Natal yang dijaga pasukan keamanan di I n d o n e s i a d a l a m b e b e ra p a t a h u n belakangan juga bisa dibandingkan dengan Natal yang diperdagangkan secara meriah di pusat kota Singapura. Konon, di negeri yang mayoritasnya bukan Nasrani itulah Natal dirayakan dalam masa terpanjang di dunia. Tapi ini bukan perayaan keagamaan. Di sana Natal menjadi sebuah alasan untuk jalanjalan di pusat pertokoan, industri wisata, atau mengobral nafsu belanja habis-habisan. Ses u n g g u h nya ka u m Na s ra n i d i Indonesia tidak perlu terlalu berkecil hati dengan semua itu. Ancaman rasa aman justru merupakan suasana yang paling pas dan cocok untuk Natal. Bukankah bayi Yesus dilahirkan dalam suasana penuh tekanan
S
42
SAMARITAN
dan ancaman demikian? Jauh dari gemerlap suasana pesta kekeluargaan seperti di negeri Barat atau pesta belanja seperti di Singapura. Kisah kelahiran Yesus merupakan kisah pembuangan, pelarian dan pengungsian yang dialami Maria, serta penolakan terhadap kelahiran itu di mana-mana. Kisah Natal adalah kisah kelahiran seorang bayi kudus di sebuah kandang binatang yang kotor dan bau. Perayaan Natal di bulan Desember bersalju merupakan cara orang di Eropa B a rat m e raya ka n ke l a h i ra n Ye s u s . Penggunaan pohon Natal konon dimulai di Jerman abad ke-18, kemudian disebarkan kaum perantau Jerman di Inggris dan Amerika. Tradisi merayakan Natal di bulan Desember baru dimulai sekitar tahun 220. Sebelumnya lebih banyak orang di Timur Tengah yang percaya Yesus dilahirkan dan kemudian wafat pada tanggal yang sama: 25 Maret. Orang-orang Eropa itu tentunya tidak membayangkan tradisi mereka akan diikuti secara mendunia pada hari-hari ini. Tidak ada keharusan merayakan Natal di negeri tropis Asia dengan pohon Natal atau pohon apa pun. Apalagi pakai kapas sebagai salju-saljuan. Bahkan tidak ada keharusan merayakannya pada tanggal 25 Desember. Apalagi dengan pesta foya belanja ala Natal di Singapura. Tidak juga harus menggantikan semua itu dengan kerudung Timur Tengah ala Maria, ibunda Yesus, atau jenggot Timur Te n ga h a l a Yu s u f, ata u S i nte r k l a s bertampang indo. Sesungguhnya yang lebih mirip dengan suasana asli kelahiran Yesus justru acara Natal di daerah-daerah di tanah air yang di-
Edisi 3 Tahun 2013
ANEKA landa konflik, penindasan, dan penderitaan. Mirip dengan aslinya karena suasana penuh ancaman bahaya itu menjadi latar belakang yang hadir apa adanya. Bukan barang dekorasi yang dibeli di toko dan dipasang seperti halnya hiasan di sekitar pohon Natal. Barangkali makna Natal beberapa tahun belakangan ini lebih mudah dihayati oleh mereka yang jauh dari pohon Natal, hadiah terbungkus kertas berwarna-warni Natal, dan pesta. Mereka yang habis-habisan dilecehkan, dizalimi, dihina. Mereka yang terpaksa mengungsi ke kandang binatang, karena tidak pernah punya rumah, karena perang saudara, atau kampungnya terbenam lumpur. Kaum Nasrani yang nasibnya lebih mujur masih punya pilihan merayakan Natal tanpa harus ikutan-ikutan menderita dan terjun bebas masuk daerah perang atau danau lumpur. Mereka bisa meniru kecerdasan orang-orang Barat di Eropa tanpa pohon Natal, tetapi dengan mempribumikan Natal seperti yang dilakukan orang-orang Eropa ratusan tahun lalu. Kalaupun kehadiran sebatang pohon dianggap perlu dalam perayaan Natal, kita bisa mencari pohon yang lebih akrab. Jelas bukan beringin yang sudah telanjur dijadikan lambang kekuasaan banyak negara dan kerajaan. Mungkin pohon pisang lebih pas untuk Natal karena sangat merakyat di seluruh Nusantara bahkan Asia. Pohon pisang itu tidak perlu dihiasi dengan bola keemasan dan gemerlap lampu, tetapi dengan rekam medis pasien, resep obat pasien yang perlu kita bayar, atau brosur tawaran wisata. :) Selamat merayakan Natal. */tnp
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
43
ANTAR KITA “Jangan Takut, Sebab AKU Besertamu” dr. Lusiana Batubara
S
etelah melewati hari yang begitu melelahkan, dikelilingi dengan banyak orang yang tidak berhenti meminta pertolongan, Yesus naik ke dalam perahu dan mengajak murid-muridnya bertolak ke seberang. Danau Galilea, tempat dimana perahu mereka berlayar, adalah danau yang seringkali sulit ditebak. Danau ini terlihat sangat teduh, namun bila udara dingin berhembus diantara pegunungan yang mengelilingi danau ini bertemu dengan udara panas diatas permukaan air, maka badai besarpun dapat terjadi tanpa diduga-duga. Dan diantara banyak waktu yang lainnya, dari ketujuh hari dalam satu minggu dan duapuluh empat jam dalam satu hari, badai itu datang disore itu, diwaktu itu, pada detik itu, pada saat mereka tengah mencoba untuk membaringkan diri dan beristirahat. Angin bertiup dengan sangat dahsyat, menciptakan ombak yang mengombang-ambingkan perahu kecil mereka dan membawa air masuk ke dalam perahu itu. Badai yang datang sore itu tampaknya sangat besar, sehingga murid-murid yang sudah sering berlayar diatas danau itu sebagai seorang nelayan tampak begitu panik, mereka sangat ketakutan dan membangunkan guru mereka yang pada saat badai itu terjadi sedang tertidur di buritan kapal. Didalam ketakutan mereka, murid-murid membangunkan Yesus dan mempertanyakan kepedulianNya terhadap keselamatan mereka. Seolah hendak meminta pertanggung jawaban kepada Dia yang telah membawa mereka berlayar diatas danau itu. Dalam perjalanan kita mengikut Yesus, ada kalanya Ia membawa kita ke suatu tempat yang tidak terduga. Diantara jutaan manusia yang hidup di bumi ini, pada waktu ini, mungkin kitalah yang dipilih untuk berada di atas danau itu dan merasakan terjangan ombak yang menghempaskan perahu tempat satu-satunya kita dapat merasa aman. Badai itu datang tiba-tiba, kita mungkin tidak akan mengira bahwa ia akan datang menghampiri kita dalam sebuah perjalanan yang tampaknya baik-baik saja. Dari bagian firman ini kita belajar, bahwa Yesus mungkin akan membawa kita ke tempat-tempat yang menakutkan, ke tempat yang akan membuat kita gentar dan ketakutan. Tapi, ingatlah selalu bahwa kita sedang ada dalam satu perahu bersama-Nya, kita tidak sedang berlayar seorang diri, Ia ada dan senantiasa menyertai kita. Didalam badai itulah kita bisa memahami seberapa besar iman yang kita miliki kepada-Nya, seberapa besarkah kita mempercayakan hidup kita kepada-Nya, dan seberapa besarkah penyerahan kita kepada-Nya. Ia tahu, Ia mengerti, dan Ia berkuasa meredakan badai itu untuk kita dan kita akan melihat, kuasa-Nya, kasih-Nya, dinyatakan bagi kita. Badai itu datang bukan untuk mencelakai kita, tetapi untuk menolong kita belajar percaya dan bergantung penuh kepada-Nya. Do not fear, for I have redeemed you; I have summoned you by name; you are mine. When you pass through the waters, I will be with you; and when you pass through the rivers, they will not sweep over you. When you walk through the fire, you will not be burned; the flames will not set you ablaze. Isaiah 43: 2
44
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
ANTAR KITA
KESAKSIAN
Keputusan TUHANlah Yang Terlaksana dr. Verury Verona Handayani
I want to serve the purpose of God in my generation I want to serve the purpose of God while I’m alive I want to give my life for something that will last forever Oh, I delight, I delight to do Your will What is on Your heart, show me what to do Let me know Your will and I will follow You What is on Your heart, show me what to do Let me know Your will and I will follow You
L
agu di atas terdengar familiar di telinga kita saat mengikuti Kamp Medis. Tumbuh di persekutuan mahasiswa dan mengikuti berbagai kamp medis mahasiswa dan alumni dari tahun ke tahun tidak lantas membuat saya mudah mengetahui dan menjalani panggilan Tuhan dalam hidup saya. Seperti juga banyak alumni lain ketika lulus, saat itu saya juga bingung menentukan pilihan. Semakin banyak pilihan, maka semakin banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Tetapi nilai-nilai yang saya dapatkan dari persekutuan mahasiswa dan dari kamp medis yang saya ikuti menolong saya dalam menentukan pilihan untuk menjalani panggilan. Mengikuti Kamp Medis Nasional Alumni pada Juli 2012, Tuhan menaruhkan beban di hati saya untuk pergi ke RS misi. Tetapi, RS misi yang mana? Syukur kepada Tuhan bahwa Dia m e nye d i a ka n b e b e ra p a o ra n g ya n g menginspirasi saya. Mereka sudah terlebih dahulu pergi, melayani, dan menggarami sebuah RS misi di Sumatera Utara, di RS HKBP
Balige. Mereka membagikan pengalaman mereka di sana dalam mengerjakan pelayannya serta kondisi RS misi yang memang membutuhkan tenaga dokter. Pulang dari kamp, beban di hati saya besar untuk juga ikut melayani di sana. Lulus dokter pada Oktober 2012 dari Universitas Diponegoro Semarang, saya kembali ke rumah saya di Jakarta dan kembali berkumpul dengan keluarga. Saat itu, begitu banyak pilihan di depan mata. Sambil menunggu keluarnya STR untuk boleh berpraktik, saya menggumulkan rencana saya saat itu. Saya mengutarakan keinginan saya untuk melayani di RS HKBP Balige kepada kedua orang tua, namun orang tua tidak terlalu mendukung keinginan saya saat itu. Satu yang pasti di hati saya, saya ingin bekerja di rumah sakit. Panggilan itu begitu kuat, tetapi karena orang tua keberatan saya melayani di RS misi tersebut, maka saya pun mencari pekerjaan di beberapa RS swasta di Jakarta. Saya menghormati keinginan orang tua saya sambil mengimani, mungkin memang belum saatnya saya pergi ke RS misi, pasti ada saatnya nanti. Bekerja di sebuah RS swasta di Jakarta, saya banyak dibukakan mengenai berbagai hal. RS swasta pada umumnya berorientasi pada keuntungan. Hal ini harus dilakukan oleh RS swasta demi menjaga kelangsungan hidupnya. Mereka harus membiayai pegawainya, mulai dari cleaning service sampai direktur, walaupun terkadang saya melihat
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
45
beberapa hal yang bertentangan dengan hati nurani saya. Hal ini terjadi karena memang sistem kesehatan di Indonesia belum ideal bagi semua pihak. Saya belajar bagaimana menghadapi pasien dengan kesabaran yang tinggi, bekerja sama dengan perawat dan teman sejawat dokter umum maupun spesialis. Selama bekerja di RS swasta tersebut, kesejahteraan saya secara finansial sangat terpenuhi, dekat dengan keluarga, di kota besar Jakarta dengan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat. Boleh dikata, saat itu saya berada di zona nyaman saya. Tetapi, betulkah saya merasa bersukacita menjalani semua itu? Ternyata tidak, ada sebuah kekosongan dalam hati saya. Saya menjalani rutinitas, tetapi hati saya merasa tempat saya bukan disini, dan memang hati tidak dapat diingkari. “All other standards of success – wealth, power, position, knowledge, friendships – grow tiny and hollow if we don’t satisfy with this deeper longing (calling).” – Os Guinnes, “Rising to the Call” Sebagai orang percaya, saya yakin dalam hati kita Tuhan telah memberikan Roh-Nya, dan Roh itu yang terus-menerus mengajari kita, juga dalam menemukan panggilan dan menjalaninya. Saya pikir saat itu, saya sudah menetapkan pilihan saya. Saya akan berkarir di RS tersebut, zona yang sangat nyaman, beberapa tahun setelah itu saya akan melanjutkan ke PPDS, dan seterusnya dan seterusnya. Kitab Amsal berkata, “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.” (Amsal 16:9) “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” (Amsal 19:21). Beban di hati saya untuk pergi ke RS misi tidak pernah dihilangkan-Nya, bahkan saat saya sudah berada di zona nyaman saya, hati saya Dia buat tidak nyaman. Saya kembali menggumulkan beban saya ke RS misi dan Puji Tuhan, kali ini orang tua saya melunak. Bahkan ibu saya kali ini mendukung rencana saya.
46
SAMARITAN
Keluar dari RS swasta tempat saya bekerja, bukanlah hal yang mudah. Menghadapi tantangan dari manajemen RS, Tuhan betulbetul mengajari saya untuk tidak mengandalkan pikiran saya sendiri. Banyak orang bertanya-tanya tentang keputusan saya, apakah yang saya cari di RS misi? Beberapa orang terdekat saya kaget dengan keputusan saya tersebut. Apa yang saya cari? Secara finansial pasti berbeda dari RS saya sebelumnya, saya akan kembali jauh dari keluarga, dan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan pasti tidak secepat di kota besar. Tetapi anehnya, hati saya merasa nyaman. Kontras dengan keputusan untuk keluar dari zona nyaman, hati saya merasa nyaman. Walupun saya tahu akan banyak tantangan di RS misi yang akan saya datangi, saya tahu Tu h a n a k a n m e n g u a t k a n s ay a . D i a menunjukkan beberapa konfirmasi-Nya yang membuat saya semakin yakin bahwa saya telah memutuskan hal yang tepat. Januari 2014, saya akan memulai lembaran baru di tahun yang baru. Saya yakin Tuhan tidak pernah salah, dan jalan hidup saya sudah diatur oleh-Nya. Tidak kebetulan saya harus melalui ini semua, butuh waktu satu tahun bagi saya dari sejak lulus sampai akhirnya memutuskan untuk berangkat ke RS misi. Mungkin memang saya harus melalui ini semua dulu, setelah itu barulah Dia mengutus saya ke RS misi. Tidak ada yang Dia sia-siakan, suatu saat saya akan mengetahui bahwa apa yang telah saya lalui dulu akan berguna bagi pelayanan saya selanjutnya. Dia yang telah memperlengkapi saya, akan terus menolong s aya m e l a ku ka n p a n g g i l a n - N ya d a n menggenapi rencana-Nya dalam hidup saya. Selamat mengikuti Kamp Medis Nasional Alumni X di Tahun 2014 dan mendapatkan berkat khusus dari Tuhan bagi setiap pribadi. Tuhan memberkati.
Edisi 3 Tahun 2013
dr. Verury Verona Handayani RS HKBP Balige, Sumatera Utara
Mission Hospital Interest Group
(MHIG)
P
ada 7 Juli 2012 di Kamp Medis Nasional Alumni Perkantas berkumpul sekitar 30 orang yang memiliki minat terhadap pelayanan RS Misi. Kami berasal dari latar belakang yang berbeda, ada yang bekerja di kota, desa, maupun pedalaman, ada yang bekerja sebagai dokter umum, dokter gigi, maupun dokter spesialis. Namun, saat itu kami dipersatukan oleh minat yang sama terhadap pelayanan RS Misi sehingga dibentuklah sebuah wadah yang disebut sebagai Mission Hospital Interest Group (MHIG). MHIG Merupakan Interest Group nonprofit yang independen dan interdenominasi. Interest group atau grup minat ini membahas secara khusus berbagai hal yang terkait dengan rumah sakit misi, seperti kondisi terkini RS Misi di berbagai daerah, pokokpokok doa mingguan, berbagi pengalaman pelayanan dari rekan-rekan yang bekerja di berbagai RS Misi di Indonesia. Bentuk komunikasi yang paling aktif dilakukan dalam MHIG adalah melalui mailing list. Pada awalnya MHIG tidak memiliki bentuk pelayanan yang tetap karena anggota mailing list MHIG tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Namun, seiring dengan perjalanannya saat ini MHIG memiliki beberapa kegiatan yang terpola di antaranya pokok doa mingguan, presentasi pelayanan ke kampus atau gereja, dan pertemuan bulanan. Selain itu, MHIG juga kerap membagikan informasi dari RS yang sedang menghadapi masalah atau adanya kebutuhan tertentu. Latar belakang MHIG dimulai dari fakta saat ini terdapat 56 Balai Pengobatan dan 70 RS Kristen yang tercatat di Pelkesi
INFO
(www.pelkesi.or.id), tetapi tidak semua RS tersebut bermisi, tidak semua menjalankan perannya sebagai rumah sakit kristen yang mencerminkan Kristus pada setiap orang yang hadir di rumah sakit tersebut. Sebuah hal yang menarik bahwa sebenarnya banyak Individu/Organisasi yang memiliki kerinduan untuk bermisi melalui diri/dana bahkan ingin mendirikan RS, sementara di pihak lain RS Misi yang tersisa di Indonesia berada dalam keadaan krisis dan tidak dikenal oleh orang banyak. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa banyak individu/organisasi yang seharusnya bisa melayani jiwa-jiwa lewat RS Misi yang membutuhkan. MHIG lahir dari kerinduan adanya jejaring yang menghubungkan RS Misi dengan Pusat Sumber Daya Beberapa masalah yang umumnya dialami oleh RS Misi adalah lokasi yang terisolir secara geografis dan komunikasi, kurangnya sumber daya manusia (medis, dan non-medis), dan kurangnya sumber daya penunjang (infrastruktur, perawatan alatalat, pengembangan). Permasalahan tersebut umumnya muncul karena kondisi RS yang umumnya berada di daerah dengan akses yang sulit, kurangnya tunjangan kesejahteraan bagi karyawan, sistem manajemen yang kurang baik, dan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh RS Misi. Dengan adanya berbagai permasalahan tersebut, maka jenis bantuan yang dapat diberikan untuk RS Misi di antaranya adalah doa, bantuan sumber daya manusia, dan bantuan sumber daya penunjang. Doa merupakan hal penting yang dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun. Pokok doa secara rutin dibagikan setiap
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
47
minggunya dalam mailing list MHIG. Kebutuhan sumber daya manusia di RS Misi dapat terbantu dengan adanya jejaring dengan pusat sumber daya manusia seperti persekutuan mahasiswa, sedangkan sumber daya penunjang dapat terbuka kesempatan kerjasama bila ada jejaring dengan donatur baik dari individu, gereja, maupun lembaga pelayanan lainnya. MHIG memiliki visi untuk menjadi pusat pembentukan jejaring RS Misi di Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, MHIG berusaha untuk membangun jejaring antar RS Misi, Persekutuan Mahasiswa, Gereja, Lembaga Misi, dan Instansi maupun Individu yang memiliki kesamaan visi. Dalam pelaksanaannya MHIG berusaha untuk menghimpun dan membagikan informasi mengenai pelayanan RS Misi, khususnya yang teratur dilakukan melalui pokok doa mingguan. Rencana MHIG selanjutnya yang saat ini sedang didoakan adalah melakukan kunjungan dan pengumpulan informasi dari beberapa RS Misi yang ada. Pertemuan bulanan MHIG saat ini rutin diadakan di berbagai tempat di Jakarta karena sebagian besar anggota yang aktif melayani di MHIG berdomisili di Jakarta. Pertemuan bulanan ini selain bertujuan untuk saling mengenal dan berdiskusi mengenai MHIG, juga bertujuan untuk berbagi ke temanteman yang baru mendengar mengenai MHIG. Pertemuan bulanan umumnya diadakan di dekat kampus yang memiliki Persekutuan Mahasiswa. MHIG juga terlibat dalam berbagai acara yang memberikan kesempatan untuk berbagi mengenai pelayanan RS Misi seperti pada acara kamp, persekutuan mahasiswa, undangan dari gereja, dan berbagai bentuk acara lainnya. Hal ini juga dipandang sebagai momentum yang baik untuk membagikan
48
SAMARITAN
pelayanan RS Misi kepada lebih banyak orang, tidak terbatas pada dokter dan tenaga medis, tetapi juga pada profesi lain karena pelayanan RS Misi melibatkan berbagai profesi selain medis. Beberapa RS Misi yang aktif berkomunikasi dengan MHIG hingga saat ini di antaranya adalah RSU Bethesda Serukam, RS HKBP Balige, RSK Tayu, RS Immanuel Mulia, Klinik Hohidiai, RSK Lindi Mara. Selain itu, ada beberapa RS Misi yang terdata dalam MHIG, tetapi belum terhubung dengan baik sehingga MHIG berencana untuk melakukan kunjungan dan menjalin komunikasi dengan RS-RS tersebut. Saat ini jumlah anggota mailing list MHIG telah mencapai 70 orang. Bagi rekan-rekan yang ingin bergabung dapat mengirimkan email berisi identitas dan perkenalan ke
[email protected]. Atau m e n d a f t a r m e l a l u i w e b groups.yahoo.com/group/mhig/join Selain mailing list MHIG saat ini juga sedang mengembangkan penyebaran informasi melalui media sosial lain seperti Twitter @RSMisi dan Facebook Fan Page www.facebook.com/mhigindonesia.
Edisi 3 Tahun 2013
Fushen, Koordinator MHIG 2012-2013
Jelang JKN, Dokter Diminta Tak Cemaskan Besaran Gaji
P
ara petugas kesehatan seperti dokter dan perawat diharapkan tidak perlu mengkhawatirkan masalah gaji dan intensif pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014 mendatang. "Dokter tidak perlu khawatir. Gaji dan intensif akan dibayar sesuai porsinya, baik yang di rumah sakit maupun puskesmas," kata Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan, Usman Sumantri dalam suatu kesempatan di Jakarta. Untuk rumah sakit, biaya dokter masuk dalam paket pengobatan INA-CBG's. Biaya yang dibayarkan juga sudah termasuk biaya obat dan pemeriksaan. Sementara untuk puskesmas, dokter akan dibayar menggunakan sistem kapitasi. Dalam sistem ini pemberi pelayanan kesehatan menerima sejumlah penghasilan yang dihitung per peserta pada periode waktu. Biaya kapitasi diperkirakan sebesar Rp.6000 sampai Rp.7000. Hal ini bergantung pada umur peserta, tingkat biaya hidup, dan jam kerja dokter. "Nantinya biaya kapitasi memang tidak sama. Puskesmas yang kerja dokternya 24 jam dan 12 jam tentu berbeda," kata Usman. Daerah dengan mayoritas penduduk lansia, kemungkinan berbiaya kapitasi tinggi. Hal ini dikarenakan, lansia lebih sering berobat dibanding usia muda. Sama halnya pada daerah dengan biaya hidup yang tinggi. Satu dokter akan menangani 2.500 sampai 3.000 orang. Bila ada yang sakit sebanyak 50 orang, dengan biaya per kasus Rp. 100 ribu maka total biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 5.000.000. Padahal biaya kapitasi yang diperoleh adalah Rp 21
INFO
juta, dari 3.000 pasien dengan biaya per kepala Rp. 7 ribu. "Selisih antara biaya pengobatan dan kapitasi itulah yang menjadi hak dokter. Angka ini bisa berubah bila masyarakat yang sehat semakin banyak," kata Usman. Perolehan juga menyesuaikan dengan jumlah dokter yang praktik di puskesmas tersebut. Sistem ini juga membuka peluang persaingan antar puskesmas. Puskesmas dengan pelayanan berkualitas, tentu akan memperoleh pasien lebih banyak. "Untuk dokter yang berpraktik di pedalaman tentu akan kita beri tambahan insentif khusus. Bentuknya masih dalam pembahasan, bisa berupa insentif uang, kemungkinan diangkat menjadi PNS, atau kesempatan menempuh pendidikan spesialis, " kata Sekertaris Jenderal Kementrian Kesehatan RI, Supriyantoro. “Memang masih ada banyak kekhawatiran, apalagi kita belum pernah melakukan hal serupa. Namun hal ini harus dilaksanakan demi kesehatan yang lebih baik. Penundaan juga tidak berdampak lebih baik pada persiapan yang dilakukan,” kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM UI), Hasbullah Thabrany, pada seminar Tinjauan dan Kaleidoskop Kesehatan 2013 yang diselenggarakan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK FKM UI) di Jakarta Desember lalu.
SAMARITAN
Sumber: www.kompas.com
Edisi 3 Tahun 2013
49
Perlu Dibentuk Tim Pengawas Program JKN 2014
P
elaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional 2014 perlu diawasi. Apalagi, pada tahun pertama pelaksaanaannya rawan masalah, terutama pada pembiayaan dan pelayanan kesehatan. Pengawasan dilakukan supaya kualitas pelayanan yang diberikan JKN 2014 tetap terjaga. “Untuk tahun awal pelaksanaan JKN 2014, peninjauan pengawasan harus dilakukan satu bulan sekali. Pengawasan ini nantinya akan dilakukan tim eksternal yang independen, sehingga kualitas pengawasannya bisa dipertanggungjawabkan,” kata pengamat kebijakan kesehatan Hasbullah Thabrany, pada seminar Tinjauan dan Kaleidoskop Kesehatan 2013 yang diselenggarakan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK FKM UI) di Jakarta pada Rabu (18/12/2013). Hasbullah mengatakan, dirinya merencanakan sebuah tim pengawasan beranggotakan tiga elemen yakni perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi profesi. Ketiga profesi tersebut akan menganalisa apa saja persoalan dalam pelaksanaan JKN 2014 dan mencari penyelesaian. Saran ini kemudian akan
50
SAMARITAN
INFO
direkomendasikan kepada Kementerian Kesehatan RI. Director Government Affairs-ASEAN Johnson and Johnson Medical, Shanti Shamdasani menambahkan, pengawasan merupakan bagian dari kontrol sistem pelaksanaan asuransi kesehatan nasional. "Kita dapat mencontoh Thailand yang lebih dulu melaksanakan jaminan kesehatan. Di negara tersebut pengawas inti terdiri atas badan atau orang yang mengerti regulasi dan organisasi profesi,”ujarnya. Shanti menambahkan,badan tersebut akan menilai kemajuan maupun hambatan yang terjadi di lapangan. Pengawasan ini, kata Shanti, akan mengoptimalkan pelaksanaan asuransi mulai tahun pertama. Hal ini dikarenakan persoalan yang ada bisa segera diatasi. “Tentunya jalan keluar yang dihasilkan tidak dibiarkan begitu saja. Kita memberikan rekomendasi tersebut pada pemerintah. Rekomendasi tersebut harus disikapi selama 2-3 minggu berikutnya, meski persoalan yang ada belum tentu bisa diselesaikan,” kata dia. Pengawasan tersebut, kata Shanti, juga melibatkan media. Hanya saja media tidak lantas memberitakan segala persoalan yang ada. Media hanya memberitakan penyikapan pemerintah pada rekomendasi, untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
Edisi 3 Tahun 2013
Sumber: www.kompas.com
ANTAR KITA Segenap Redaksi Majalah Samaritan, Pengurus dan Staf Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas Mengucapkan:
Selamat Ulang Tahun 1
dr. Magdalena Tobing
01 Nov 2013
31
dr. Lucy Nofrida Siburian
29 Nov 2013
2
dr. Ida Bernida Sp. P
02 Nov 2013
32
dr. Lucy Nofrida Siburian
29 Nov 2013
3
dr. Imelda Sastradibrata
03 Nov 2013
33
drg. Lince Devitrianto
01 Des 2013
4
dr. Jefferson Nelson Munthe, SpOG
05 Nov 2013
34
drg. Destrin
01 Des 2013
5
dr. Mercy Monica Pasaribu
06 Nov 2013
35
dr. Alexander M.J. Saudale,SpPD
02 Des 2013
6
dr. Andreas Infianto, MM
07 Nov 2013
36
dr. Sugianto
02 Des 2013
7
dr. Partogi Tua S
07 Nov 2013
37
dr. Naomi Felisia Tika
02 Des 2013
8
dr. Rita Astriani Noviati
08 Nov 2013
38
dr. Yonathan Kristiono Gunadi
05 Des 2013
9
dr. Handy Intan, SpOG
08 Nov 2013
39
dr. Sinthania karunia M T
07 Des 2013
10
dr. Delia Marpaung
08 Nov 2013
40
dr. Desta Ardini
08 Des 2013
11
dr. Novika Pristiwati
09 Nov 2013
41
dr. Arida S.D. Sumbayak
09 Des 2013
12
dr. Ruth Minar N.Sitorus
10 Nov 2013
42
dr. Dodi Hendradi, SpOG
09 Des 2013
13
dr. Cahyo Novianto,MSiMed, SpB
10 Nov 2013
43
dr. Ronald Efraim Pakasi
11 Des 2013
14
drg. Hilda Suherman
11 Nov 2013
44
dr. Daniel Budiutomo
12 Des 2013
15
drg. Alfrida Marsinta P
14 Nov 2013
45
dr. Sisca N. Siagian
15 Des 2013
16
drg. Hanny Christina W.
15 Nov 2013
46
dr. Timotius Dian P,Sp.A, Sp.KJ, MHA
15 Des 2013
17
dr. Renata Marpaung
15 Nov 2013
47
dr. Anne Maria Sihotang
16 Des 2013
18
dr. Shinta B.
15 Nov 2013
48
drg. Marice Herlina
17 Des 2013
19
dr. Herlina Eka Shinta
15 Nov 2013
49
drg. Eveline M.Liman, SpKG
17 Des 2013
20
dr. Susi Hartati Novintry Sitorus
15 Nov 2013
50
dr. Lukas Daniel Leatemia
17 Des 2013
21
dr. Erlyn Limoa ,SpKJ
17 Nov 2013
51
drg. Setiawan Kusuma
19 Des 2013
22
dr. Karlince Sitanggang
18 Nov 2013
52
dr. Purnama Nugraha
20 Des 2013
23
dr. Edi Kristanto
18 Nov 2013
53
dr. Dessy Setiawati
20 Des 2013
24
dr. Yusak Siahaan
20 Nov 2013
54
dr. Purnama Nugraha
20 Des 2013
25
dr. Zwingly Porajow
20 Nov 2013
55
dr. Budiani Christina N.M
22 Des 2013
26
dr. Nova Juliana Sagala
21 Nov 2013
56
dr. Hannah Kiati Damar,SpKK
22 Des 2013
27
dr. Levina S. Pakasi
21 Nov 2013
57
dr. Merry Anne Natalina S
23 Des 2013
28
drg. Daisy Novira, MARS
22 Nov 2013
58
dr. Natalina Soesilawati, SpA
24 Des 2013
29
dr. Benny T.M. Togatorop
24 Nov 2013
59
dr. Indah Puspajaya
26 Des 2013
30
dr. Donna Pandiangan
25 Nov 2013
60
dr. Herfina Yohanna Nababan
27 Des 2013
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
51
LAPORAN
Semakin Hari
Semakin Terasa...
ICMDA Regional Secretaries Meeting dan Pertemuan dengan CMF Korea dan EMFI India. aya bersyukur diberikan kesempatan oleh ICMDA (International Christian Medical Dental Association) untuk mewakili wilayah Asia Tenggara dalam pertemuan tahunan para pimpinan regional ICMDA di Bristol, Tennessee, 17-21 Oktober 2013. Sesungguhnya ada banyak pergumulan saat mendapatkan penunjukkan ini mengingat selama ini keterlibatan saya hanya terbatas untuk Indonesia, bukan regional. Namun berkat dorongan berulang-ulang dari CEO ICMDA, dr. Vinod Shah,dan South East Asia Regional Secretary, dr. Goh Wei Leong, saya akhirnya memutuskan untuk berangkat. Menarik bahwa ketika PMdN selama ini merasa sangat terbatas dalam memelihara dan mengembangkan pelayanan medis di tanah air, ada banyak pihak yang mulai mengapresiasi pelayanan kita dan sangat mengharapkan peran PMdN dalam mengemban kepemimpinan dan pengembangan pelayanan ICMDA di regional Asia Tenggara. Melalui pertemuan ini, saya diharapkan memiliki wawasan yang lebih luas dan beban yang lebih global dalam pelayanan medis Kristen dunia. Pertemuan ini jauh dari formalitas seperti yang saya bayangkan sebelumnya, walau sangat serius dan disiplin dalam waktu ,mulai tepat jam 8 pagi selesai jam 5 sore. Secara umum pertemuan terbagi menjadi 2 bagian utama, pertama-tama adalah pemaparan tentang aktivitas dan rencana ke depan dari semua regional, yang terdiri dari Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Barat, AfrikaTimur, Afrika Selatan, Metna (Timur Tengah, Turki, & Afrika Utara), Eurasia, Asia Timur, Asia Tenggara, Pertemuan dengan Ketua & Pengurus Asia Selatan, dan Australia & Oceania. Persekutuan Medis Korea di Seoul Bagian kedua dari pertemuan ini adalah merumuskan konsep tentang program mentoring ICMDA untuk diterapkan oleh persekutuan-persekutuan medis di dunia. Dari presentasi per regional yang disampaikan tampak bahwa region Asia Tenggara adalah salah satu yang belum berkembang, mengingat dari 11 negara yang tercakup dalam regional ini, hanya Indonesia dan Singapore yang memiliki pelayanan medis yang berjalan secara berkesinambungan dan memiliki kontak dengan ICMDA. Regional Asia Timur yang dimotorioleh Taiwan, Jepang dan Korea Selatan, berkembang sangat baik dan mulai menjangkau negara-negara sekitarnya seperti Cina dan Mongolia. India sebagai motor penggerak di Asia Selatan, walaupun mengalami banyak kesulitan dalam menjangkau beberapa negara disekitarnya seperti Pakistan dan Bangladesh, telah membangun kemitraan yang luas dengan negara-negara di Afrika dan menjadi berkat lewat program-program pendidikan yang dilaksanakan di sana dengan bekerja sama dengan pengajar-pengajar dokter-dokter dari India dan Eropa. Kawasan Afrika dan Amerika Tengah dan Selatan sangat
S
52
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
menjanjikan, bahkan ditengah konflik yang tengah berkecamuk di beberapa negara, pelayanan mahasiswa berjalan dengan didukung oleh para alumninya. Pelayanan di kampus banyak didukung oleh IFES atau kita kenal dengan Perkantas di Indonesia, dan materi-materi yang berhubungan dengan medis diberikan oleh para alumni persekutuan medis di wilayahnya. Oceania, yang terdiri dari Australia, Selandia Baru dan beberapa negara kecil di gugus kepulauan masih sangat berpusat pada Australia yang sudah mapan dan mengalami kendala dalam menjangkau dan menghidupkan pelayanan di negara-negara tetangganya. Amerika Utara yang terdiri dari Amerika Serikat dan Kanada, dan Eurasia, yang terdiri dari Eropa dan negara-negara pecahan Uni Soviet,sudah jauh lebih mapan dibandingkan dengan kawasan lainnya. Ditunjuk menjadi pembuat notulen dan pengumpul materi presentasi selama 4 hari berturut-turut benar-benar membuat saya kewalahan, namun menjadi berkat karena saya menjadi peserta yang paling rajin mendengar dan melakukan verifikasi pertanyaan dan jawaban sebelum diserahkan ke pimpinan rapat. Di waktu luang saya juga tidak mau melewatkan kesempatan untuk belajar sebanyak-banyaknya dari para senior dalam pelayanan medis diantaranya penulis buku yang kita kenal seperti dr. Pertemuan dengan Ketua & Pengurus Persekutuan Medis India di Chennai David Steven dan dr. Gene Rudd dari CMDA Amerika, serta dr. Kevin Vaughan dari CMF Inggris. Dalam perjalanan pulang saya mampir di Seoul, Korea Selatan dan sungguh bersyukur diberikan kesempatan bertemu dengan ketua persekutuan medis Korea (CMF Korea), Prof. Kim Minchul, DR. Kim Chang Hwan dan Pastor Cho K-Young dalam sebuah jamuan makan malam. Sungguh menakjubkan pekerjaan Tuhan di sana, dalam usianya yang ke 33 tahun CMF Korea telah menjadi berkat bagi banyak bangsa dengan mengutus 4-5 dokter misi setiap tahunnya ke negara-negara tetangganya dan saat ini ada lebih dari 50 dokter misi yang sedang berada di ladang misi. Mereka membagikan bahwa saat ini CMF Korea memiliki 20 tenaga purna waktu, terdiri dari 15 pendeta dan 5 dokter, untuk mengelola sekitar 40 persekutuan medis di kampuskampus dengan didukung oleh alumni-alumni dari CMF Korea. CMF Korea mengadakan mission trip 2 kali dalam setahun, musim panas mereka akan ke negara di sebelah utara mereka dan pada musim dingin ke selatan, dengan melibatkan para mahasiswa dan alumninya. Melalui pertemuan ini juga mereka menginformasikan bahwa pada awal tahun 2014, tepatnya 25 Januari sd 1 Februari, mereka akan mengadakan mission trip ke Pulau Sumba dan mereka sangat mengharapkan keikutsertaan para mahasiswa dan dokter dari PMdN. Rupanya mereka sudah sering mission trip ke Indonesia dengan difasilitasi para misionaris Korea di Indonesia. Beberapa minggu kemudian saya kembali diberi kesempatan mengunjungi pengurus Persekutuan Medis India (EMFI: Emmanuel Medical Fellowship of India) di kota Chennai, bagian selatan India. Saya diterima oleh ketua EMFI dr. Manoj Jacob dan coordinator divisi misinya dr. Mathew George. India dikenal sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di dunia setelah Cina dengan lebih dari 1,2 milyar penduduk yang mayoritas beragama Hindu. SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
53
Persekutuan medis di India adalah salah satu yang sudah berkembang dengan baik di kawasan Asia, dan sangat berhasil dalam memotivasi para alumninya dalam bermisi ke daerah-daerah terpencil di negeri India dan negara tetangga mereka seperti Bhutan dan Nepal. Para alumni EMFI juga yang membangun jaringan rumah sakit misi yang sangat terkenal di India yaitu Emmanuel Hospital Association dimana mereka mengelola lebih dari 20 RS misi dibawah satu management sehingga dapat mengefisienkan SDM dan dana. EMFI saat ini memiliki 15 tenaga purna waktu, 1 diantaranya dokter yaitu ketuanya, untuk mengelola persekutuan medis di kampus-kampus di seluruh India. Para staff purna waktu tersebut dilatih di IFES (Perkantas di Indonesia) sebelum terjun melayani di lapangan. Para staff ini nantinya melayani mahasiswa medis dan dokter/dokter gigi dengan didukung oleh para alumni dari EMFI. Mereka membagikan bahwa dalam kondisi finansial yang terbatas mereka membutuhkan dana sekitar 60 juta rupiah per bulan untuk gaji dan biaya operasional lainnya dan Tuhan selalu mencukupkannya tepat pada waktunya melalui para alumninya. Salah satu program yang dibuat EMFI untuk menjembatani antara pelayanan mahasiswa dan alumni adalah dengan mengadakan program pendampingan bagi alumni yang baru lulus, baru mulai bekerja, baru membina kehidupan berkeluarga di kota-kota dimana mereka ditempatkan. Dengan program ini para alumni dari EMFI yang lebih senior berhasil menolong para alumni muda dalam memulai karirnya dan mempertahankan kontak dengan mereka. Di akhir dari perjalanan ini saya mencoba menyimpulkan apa yang telah saya amati dan pelajari: 1. Semua negara dengan persekutuan medis yang maju memiliki pelayanan mahasiswa medis yang kuat, yang dikebanyakan negara di tangani secara bersama oleh IFES (Perkantas) dan CMF (Persekutuan medis). 2. Diperlukan tenaga purna waktu yang memadai, baik medis maupun non-medis, untuk mengelola pelayanan medis yang tersebar di kampus-kampus dan kota-kota yang berbeda. 3. Persekutuan medis yang berkembang selalu memiliki alumni-alumni medis yang berkomitmen kuat dalam memberi waktu, tenaga dan dana untuk melayani para mahasiswa dan alumni muda. 4. Persekutuan medis yang maju dan berkembang selalu mengemban misi yang kuat, baik dalam menjangkau masyarakat yang terabaikan maupun berkontribusi dalam penentuan kebijakan kesehatan di negaranya. Di penghujung tulisan ini saya mengajak kita semua untuk berkontribusi secara nyata sesuai dengan kemampuan yang Tuhan telah karuniakan kepada kita dalam mengembangkan pelayanan medis nasional, sehingga semakin hari semakin terasa dampak dari kehadiran para tenaga medis Kristen di negeri tercinta ini. Dr. Lineus Hewis , Sp.A Alumni FK UGM Residensi Pesiatri di Zamboanga City Medical Center Philipine ( 1998 -2002 ) FK UI RSCM ( 2002 – 2004 ) Dokter Specialis Anak di The Jakarta Wowen & Children Clinic dan RS Medistra RS.Graha Kedoya 9 2004 – sekarang ) Ketua Pelayanan Medis Nasional ( PMdN) Perkantas /CMDFI ( 2004 – sekarang )
ICMDA Regional Secretaries Meeting di Bristol, Tennessee
54
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Imanuel Sahabat-sahabat PMdN yang terkasih, Sepanjang tahun ini saya diberikan kesempatan untuk beberapa kali mengunjungi sebuah negara di selatan Asia dalam rangka menjalani pendidikan lanjutan di bidang alergi. Selama kunjungan tersebut saya berkesempatan mengamati dari dekat ibadah dari beberapa rekan dokter yang mengajak saya mengunjungi kuil-kuil di sana. Saya melihat bagaimana patung-patung dalam citra hewan-hewan tertentu dimandikan dan didandani serta diperlakukan secara sangat sakral. Saya menyaksikan sendiri bagaimana rekan saya tersungkur dalam menghayati pertemuannya dengan sang ilahi. Salah satu rekan saya yang paling akrab ini berujar bahwa bagi bangsanya ada ratusan bahkan ribuan Tuhan yang disembah dan ketika Tuhan yang disembah itu terasa jauh di alam sana, ia sangat membutuhkan seorang guru dalam kehidupan sehari-hari untuk mengajarinya bagaimana hidup yang berkenan di hadapan para Tuhan yang disembahnya. Pada kesempatan lain seorang kakek dari negeri tetangga yang sedang menjalani program pengobatan di rumah sakit misi Kristen tempat saya belajar, menyatakan bahwa dia tidak memiliki agama walau dia meyakini Allah ada di setiap tempat yang dia kunjunginya, namun baginya Allah terlalu abstrak untuk dideskripsikan dan merasa aneh kalau ada agama yang mampu membuat Allah begitu personal dalam kehidupan umatnya. “Itu bukan Allah yang sesungguhnya”, tambahnya. Beliau tidak tersinggung ketika saya justru mengkonfrontir ucapannya dengan mengajaknya berfikir bahwa Allah bukanlah Allah, jika Dia tidak mampu memperkenalkan diri-Nya kepada manusia ciptaan-Nya sendiri, lalu pembicaraan berlanjut tentang Allah yang hadir dalam wujud manusia untuk menolong manusia yang tidak berdaya dalam sebuah karya keselamatan yang hanya mungkin bila Allah yang memprakarsainya. Diakhir diskusi kami, saya hanya ucapkan bahwa Yesus mengasihinya, dan akan menolongnya memahami dan mengimaninya, dan dia menjabat saya dengan hangat. “Imanuel, Allah beserta kita”, serentak muncul di benak saya dan seakan mendapatkan makna baru dalam perbendaharaan kata saya. Kata yang selalu saya dengar dalam lagu-lagu natal dan kotbah-kotbah natal selama bertahun-tahun seakan bergema jauh lebih kuat ketika saya dikelilingi oleh orang-orang yang melihat Allah sebagai sosok yang hanya mengamati jauh dari ketinggian dan tidak sungguh-sungguh hadir dalam kehidupan umatnya. Saya bersyukur Allah tidak lalai menepati janjinya yang diucapkan melalui Nabi Yesaya (Yes. 7:14) lebih dari 700 tahun sebelum kelahiran Kristus. Imanuel juga mengingatkan saya betapa berharganya manusia di hadapan Allah karena hal ini berarti juga Anak Allah sendiri harus rela meninggalkan surga mulia untuk turun ke dunia, hidup di tengah-tengah manusia, mengambil rupa seorang hamba dan mati secara hina untuk membawa manusia kembali ke dalam persekutuan dengan Allah dan menjadi tidak binasa (Yoh. 3:16, Fil.2:5-8). Sahabat PMdN, dalam suasana Natal ini kita kembali diingatkan betapa seharusnya kita bersyukur dan menikmati kehadiran Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Yesus bukan hanya sebagai Guru, Dia juga Gembala yang agung bagi kita domba-domba-Nya (Yoh. 10), sekaligus Sahabat yang sejati (Yoh. 15:9-17), yang rela menyerahkan nyawa-Nya demi menebus kita, bahkan ketika kita masih dalam dosa (Roma 5:8). Dia bukanlah Allah yang tinggal nun jauh di sana, Dia hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti lirik dari lagu: “He lives, He lives, Christ Jesus lives today, He walks with me, and talks with me, along life’s narrow way….”. Akhirnya, saya mewakili seluruh pengurus PMdN, mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru kepada seluruh sahabat PMdN yang selama ini telah bersama-sama mendoakan dan mendukung pelayanan PMdN. Kiranya kehadiran Kristus dalam hidup kita membawa berkat dan suka cita bagi orang-orang di sekitar kita. Tuhan Yesus memberkati. “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia, Imanuel” – yang berarti Allah menyertai kita. (Mat. 1:23) Dr. Lineus Hewis , Sp.A Alumni FK UGM Residensi Pesiatri di Zamboanga City Medical Center Philipine ( 1998 -2002 ) FK UI RSCM ( 2002 – 2004 ) Dokter Specialis Anak di The Jakarta Wowen and Children Clinic & RS Medistra RS.Graha Kedoya 9 2004 – sekarang ) Ketua Pelayanan Medis Nasional ( PMdN) Perkantas /CMDFI ( 2004 – sekarang )
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
55