Pengaruh Ekstrak Daun Polyscia Obtusa Dan Elephantopin Scaber.L Terhadap Sel B220+ Dan TER 119+ Mencit Balb/C Bunting yang Diinfeksi Bakteri Salmonella thypimurium Ainun Fadhilah1), Moh Sasmito Djati M.S1) 1)
Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 65145 Malang. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Percobaan ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak daun Elephantopus scaber,L dan Polyscias obtusa terhadap sel B220+ dan TER 119+ mencit (Mus musculus) bunting. Mencit (Mus musculus) dikelompokkan menjadi kontrol K1 : mencit diberikan injeksi Salmonella tanpa diberi hasil ekstraksi. Sedangkan perlakuan terbagi menjadi 2 berdasarkan perbandingan ekstrak daun PI : Polyscias obtusa (PO) : Elephantopus scaber (ES) 0%:100% dan PII : Polyscias obtusa (PO) : Elephantopus scaber (ES) 50%:50%. Setelah aklimasi selama 7 hari, mencit dikawinkan dengan metode monogami, dan umur 7 hari kebuntingan diinjeksi Salmonella thyphimurium secara intraperitoneal. Pembedahan dilakukan 2x yaitu hari ke 14 dan 18. Mekanisme pembedahan didislokasi leher, dibedah dan diisolasi organ bone marrow untuk dianalisa sel B220 danTER 119. Selanjutnya dilakukan analisa flowcytometri, dan analisa statistika menggunakan One way ANOVA. Hasil percobaan yang dilakukan menunjukaan bahwa perlakuan I dan Perlakuan II terhadap sel B220+ bila dibandingkan dengan kontrol tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, ekspresi Sel B220+ tertinggi terlihat pada perlakuan II hari ke 18. Ekspresi sel TER119 untuk perlakuan I dan II tidak menunjukkan perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan kontrol, hasil tertinggi dimiliki oleh kontrol hari ke 14. Kata kunci: B220+, Elephantopus scaber L , Polyscias obtusa , Salmonella ,TER 119+
ABSTRACT This study aims to determine the effect of Polyscias obtusa and Elephantopus scaber L leaf extract for lymphocyte development and hematopoesis. Mice (Mus musculus) are grouped into control and treatment KI: mice given injection of Salmonella without extract. The treatment is divided into two there are PI : Polyscias obtusa (PO) : Elephantopin scaber (ES) 50%: 50% and PII : Polyscias obtusa (PO) : Elephantopin scaber (ES) 0%: 100%. Mice has acclimation for 7 days, after that mice ere inbreading whit monogamy metod. When pregnancy has 7 days has injected intraperitoneally with Salmonella thyphimurium. Doing sugery 2 sesion after 14 and 18 days. Sugery mechanism whit dislocation on neck and isolated bone marrow organs for analysis of cells B220+ and TER 119+. Flowcytometri analysis, and statistic analysis using one way ANOVA. The results of experiments that treatment I (PI) and Treatment II (PII) of the cells B220+ when compared with the controls showed no significant differences. Expression of cell B220+ higher was seen in the treatment of the second day 18. Expressions cells TER119 for treatments I and II did not show significant differences when compared with the control, the highest yield is owned by the control day 14 . Key words: B220, Elephantopus scaber, L, Polyscias obtusa, Salmonella thyphimurium, TER 119
Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 4 | 2014
218
PENDAHULUAN Tanaman obat yang dimiliki Indonesia yang memiliki peran penting salah satunya tapak liman (Elephantopus scaber, L) dan kedondong laut (Polyscias obtusa). Secara umum kedua tanaman tersebut diantaranya mengandung lupeol, stigmasterol ,flavonoida, steroida dan triterpenoida, saponin serta tanin. Ekstrak daun Tapak liman (Elephantopus scaber, L) telah terbukti meningkatkan poliferasi dan diferensiasi eritrosit, sehingga ekspresi TER-119 meningkat (Singh et al., 2005). Sedangkan ekstrak daun Polyscias obtusa mengandung senyawa flavonoida yang dipercaya mampu mampu memodulasi sistem imunitas spesifik, dan meningkatkan kinerja IL-2 dan selanjutnya memodulasi poliferasi limfosit Sel B220+. Sebagai negara tropis selain keberagaman jenis tanaman obat, juga memiliki keberagaman mikroorganisme patogen salah satunya Salmonella thyphimurium. Salmonella thyphimurium merupakan bakteri pathogen gram negatif yang memiliki kemampuan transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang, dan kemampuan menghindari sistem imun inang (Beswandjarum,2011). Saat bunting hewan mengalami perubahan sistem imun, karena terjadi implantasi embrio. Kebuntingan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh betina diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Bunting merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis bunting tidak dapat diabaikan (Cunningham, 2006). Pentingnya sistem ketahanan tubuh ketika kondisi hewan dalam kondisi bunting maka dari itu diberikan ekstrak tapak liman (Elephantopus scaber, L) dan kedondong laut (Polyscias obtusa), untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak perlu diamati pada sel B220+ dan TER 119 METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 di Laboratorium Fisiologi Hewan, dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Desain penelitian Kelompok perlakuan dibagi menjadi 4 kelompok yang dibedakan antara kontrol dan perlakuan, dengan 2 kali pebedahan didasarkan lama pemberian ekstrak daun dengan masing masing ulangan sebanyak 3 ekor.
Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 4 | 2014
Konsentrasi Ekstrak
Kelo mpok Perla kuan
Bun ting
K1 P1 P2
√ √ √
E. Scabe r − 50 25
P.o btus a − 0 25
Infe ksi
− √ √
Pembedah an hari &jumlah ulangan Ke -14
Ke18
3 3 3
3 3 3
Percobaan ini memiliki alur metode sebagai berikut : 1. Uji Konfirmasi Isolat S. typhimurium dikonfirmasi dengan: A. Uji media BSA Isolat murni diambil ose dan dilakukan streak plate pada media BSA, diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Isolat S. typhimurium membentuk koloni berwarna hitam. B. Uji katalase Isolat murni dengan media NA diambil satu ose secara aseptis ke gelas objek yang telah ditetesi hidrogen peroksida H2O2. Isolat positif akan menghasilkan gelembung gas. C. Uji cat gram Isolat diletakkan pada gelas objek, kemudian ditetesi cat Gram A, B, C, dan D secara berurut turut, masing masing selama 2 menit, 1 menit, 30 detik, dan 30 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir setiap akan diberi pewarna yang berbeda untuk menghilangkan warna sebelumnya. Preparat diamati menggunakan mikroskop. S. typhimurium berwarna merah karena tergolong bakteri Gram negatif. D. Uji KIA dan LIA Koloni positif dari uji media BSA diambil satu enten, ditusukkan ke media KIA dan LIA secara vertikal disepanjang media dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Koloni S. typhimurium akan membentuk garis berwarna hitam. E. Uji patogenitas Satu ose isolat S. typhimurium dilakukan streak plate pada media blood agar. Diinkubasi pada 370C selama 24 jam. Koloni yang terbentuk berwarna bening menandakan bakteri tersebut dapat menginfeksi organisme lain. 2. Pembuatan Kurva Standar S. typhimurium ditumbuhkan pada media NB selama 24 jam. Biakan murni ditambahkan dengan media NB steril dengan perbandingan konsentrasi 0%, 12,5%, 25%, 37,5%, 50%, 62,5%, 75%, 87,5% dan 100% sebanyak 4 ml. Masing masing suspensi tersebut dihitung absorbansinya berdasarkan
219
spektrofotometer pada panjang gelombang 600nm. Larutan blanko berupa NB steril. Masing masing suspensi bakteri tersebut dihitung jumlah selnya menggunakan haemocytometer. 3. Pap smear dan vaginal plug Mencit yang akan digunakan diamati tampilan morfologi yaitu vagina berwarna merah dan terbuka. Metode smear dilakukan dengan cara cotton bud dibilas dengan aquades dan dimasukkan kedalam vagina mencit betina dengan sudut ±45º dan diputar sebanyak 2-3 putaran dan dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 5 menit kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Preparat diamati morfologi sel epitel dengan menggunakan mikroskop perbesaran 400x. Mencit yang sedang mengalami fase estrus kemudian dikumpulkan dengan pejantan dan dibiarkan hingga 12 jam. Pengamatan vaginal plug dilakukan keesokan paginya ±05:30 WIB. Mencit yang terdapat vaginal plug dihitung sebagai hari kebuntingan ke-0. 4. Pembuatan dan pemberian ekstak daun E. scaber dan P. obtusa Masing masing daun E. scaber dan P. obtusa dicuci dan dikering anginkan selama 2 hari. Daun yang telah kering diblender secara terpisah sampai halus. Masing masing daun ditimbang 500 g untuk dilarutkan dalam etanol 5 L dalam wadah yang berbeda dan didiamkan selama 24 jam untuk diambil supernatan. Supernatan ini selanjutnya dimasukkan dalam destilator pada suhu 780C hingga pelarut etanol menguap dan tersisa endapan seperti pasta. Pemberian ekstrak daun E. scaber dan P. obtusa dilakukan dengan cara disonde setiap hari sejak hari ke-0 kebuntingan. 5. Infeksi S. Typhimurium Bakteri S. typhimurium dalam agar slant dicuplik dengan menggunakan ose dan dimasukkan dalam media NB 10 ml. Biakan selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam. Biakan aktif tersebut dituang ke dalam NB steril 90 ml. Biakan yang diperoleh kemudian diinjeksikan pada mencit dengan konsentrasi 107 sel/ml sebanyak 0,5 ml ketika usia kebuntingan mencit 7 hari. 6. Isolasi Sel Limfosit Bone marrow hasil isolasi di flusing menggunakan spuit, kemudian sel yg telah di dapatkan digerus dengan pangkal spuit dalam cawan berisi PBS dan disaring menggunakan wire. Suspensi sel tersebut dipindah ke dalam tabung propilen dan disentrifugasi 2500 rpm selama 5 menit pada suhu 4ºC. Pelet diresuspensi dengan 1mL PBS untuk diambil 30µl kemudian dimasukkan dalam microtube
Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 4 | 2014
berisi 1ml PBS untuk disentrifugasi kembali pada 1500 rpm suhu 100C selama 5 menit. Pelet selanjutnya ditambah PBS berisi antibodi monoklonal FITC anti-B220 dan PE-anti TER 119 sebanyak 50µl dan diinkubasi selama 20-30 menit sebelum dianalisis menggunakan flowcytometri. 7. Analisis Flowcytometri Suspensi sel dipindahkan ke dalam cuvet flowcytometer, ditambah 500 µl PBS dan dihomogenkan. Selain itu dilakukan koneksi antara komputer dan flowcytometer yang telah berada pada keadaan aquiring . Setelah semua instrum siap, cuvet dipasang pada nozzle BD Bioscience FACS Calibur TM flowcytometry. Data dari flowcytometer selanjutnya diolah dengan software BD CellQuest ProTM dan ditampilkan dalam bentuk histogram. 8. Analisis Data Jumlah relatif sel T CD8+ dan CD8+CD62L dianalisis menggunakan program SPSS. Dilakukan transformasi data dikarenakan data yang diperoleh memiliki nilai pada kisaran angka 0-20%. Desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap analisis one way anova dengan selang kepercayaan >95%. Apabila terdapat perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan, dilanjutkan dengan uji Turkey atau Games-Howell HASIL DAN PEMBAHASAN Profil jumlah relatif sel B220+ dan TER 119 + kelompok K1, P1 dan P2 sebagai berikut : Gambar 1. Profil Jumlah relatif Sel B220+ dan TER 119+ sebagai berikut :
Gambar 1. Ekspresi sel B220+ dan TER 119+ Presentase sel B220+ tertinggi terlihat pada perlakuan II (PII) dimana eksrtrak yang digunakan adalah 50% Elephantopus scaber dan 50% Polyscias obtusa. Presentase tertinggi TER 119 dari hasil analisa flowcytometri juga terdapat pada perlakuan
220
II(PII) dengan nilai 24,71%. Analisa flowcytometri menggunakan prinsip menyebarkan cahaya, eksitasi cahaya, dan emisi molekul flowresence untuk menghasilkan data dengan parameter tertentu dari prtikel dan sel – sel dalam rentang 0.5-4.0µm. Sumber cahaya yang digunakan adalah sinar laser (Ormerod,2000). 1. Ekspresi Sel B220+
Azizah (2011) menjelaskan bahwa konserntrasi flavonoid yang kurang optimal tidak memberikan pengaruh yang optimal pula bagi poliferasi sel limfosit, hal ini yang terjadi pada hasil percobaan 2. Ekspresi Sel TER 119+ Percobaan yang telah dilakukan pengaruh ekstrak Elepanthopus scaber L dan Polyscias obtusa terhadap ekspresi sel TER 119 adalah sebagai berikut :
Bone marrow merupakan organ limfoid primer yang merupakan tempat diproduksinya sel imonokompeten, dan merupakan tempat pematangan sel B220+. Percobaan yang telah dilakukan menunjukkan adanya ekspresi Sel B220+ yang di isolasi dari organ Bone marrow , hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Ekspresi Sel TER 119+
Gambar 2. Jumlah rata – rata Relatif sel B220+ (p>0.05) pada masing – masing kelompok perlakuan Hasil analisa menggunakan one way anova menunjukkan bahwa pemberian bahwa pemberian ekstrak Elepanthopus scaber L dan Polyscias obtusa memberikan peningkatan terhadap ekspresi sel B220+, namun tidak berbeda nyata apabila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dimungkinkan karena perlakuan formulasi ekstrak Elepanthopus scaber L dan Polyscias obtusa memiliki sifat yang bekerja secara antagonis sehingga hasil yang ditunjukkan kurang optimal. Peningkatan jumlah sel B220+ dimungkinkan karena adanya flavonoid, dan injeksi patogen berupa Salmonella thypimurium yang mampu merangsang poloferasi sel limfosit. Flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi IL-2 dan meningkatkan poliferasi sel limfosit. Poliferasi sel limfosit dirangsang oleh adanya antigen, terutama diatur oleh pengaruh IL-2, terhadap reseptor IL-2 pada permukaan reseptornya. Selain itu poliferasi IL2 juga merangsang poliferasi dan diferensiasi sel B dan NK (Saifulhaq, 2009). Flavonoid memiliki efek imunostimulan dengan memacu produksi IL-2 yang meningkatkan poliferasi sel limfosit (Midleton,2000).
Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 4 | 2014
Hasil dari analisa menunjukkan bahwa ekspresi sel TER 119+ tertinggi terlihat pada perlakuan 2 (P2) dimana perbandingan antara ekstrak P.obtusa dan E.scaber sama. Namun hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan apabila dibandingakn dengan kontrol. TER 119 merupakan antigen yang akan diekspresikan pada sel eritrosit. Jangka hidup eritrosit normal pada mencit adalah 42-56 hari, dan eritopoesis terjadi selama 3 – 4 hari, namun beberapa faktor seperti anemia, hipoksia dan inflamasi dapat mempercepat eritopoesis dan meningkatkan pelepasan eritrosit pada perifer (Roeffler, dkk, 2008). Penurunan ekspresi sel TER 119 pada hasil yang tertera dimungkinkan dikarenakan adanya injeksi bakteri Salmonella thypimurium. Menurut Sudoyo (2006) Salmonella typhimurium baik pada saluran cerna maupun organ lain, akan menyebabkan reaksi inflamasi. Injeksi Salmonella thypimurium mampu menyebabkan efek inflamasi yang berpengaruh terhadap aktifitas eritrosit. Selama terjadinya proses oksidasi kerusakan pada eritrosit dapat menyebabkan lepasnya hemoglobin dari sitoplasma,serta terdapatnya eritrosit yang memiliki abnormalitas akan segera dihancurkan oleh makrofag (Martine, 2002). KESIMPULAN Pemberian ekstrak Elepanthopus scaber L dan Polyscias obtusa dengan perlakuan 1(P1) maupun perlakuan 2 (P2) terhadap sel B220+ dan
221
TER 119 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap perlakuan kontrol, hal ini dikarenakan belum diketahuinya pemberian dosis yang tepat antarakedua ekstrak. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Sasmito Djati MS, selaku pembimbing muhaimin mbak nanik, pak harmaji, Roffico, Nida asfi, Nurul Faiza dan smua pihak yang telah membantu dalam penelitian. DAFTAR PUSTAKA [1] Azizah N.F. 2011. Efek pemberian Tapak Liman terhadap hematopoesisi Mencit Model Anemia.Thesis.Universitas Brawijaya.Malang [2] Beswandjarum.http://www. Beswandjarum.com/ article_download_pdf/ article_pdf_24. Pdf. Diakses tanggal 24 Desember 2013. [3] Bratawidjadja K.G.2010. Imunologi dasar Edisis 9.Balai Penerbit FKUI Jakarta. [4] Middleton E. C., Kandaswarni, dan Theoharides. 2000. The Effect of Plant Flavonoid on Mammalian Cells: Implications for Inflamation, Heart Disease, and Cancer. Journal Pharmacol. 52(4):673-571 [5] Martine J.T. 2002. Heinz Body Anemia In Cats.Vetenary Clinical Pathology Clerkship program. http://www.vet.uga.edu. Diakses tanggal 5Juli 2014 [6] Rifa’i M. 2011. Imunologi dan Bioregulator. UB press. Malang. [7] Saifulhaq M. 2009. Pengaruh pemberian Ekstrak Buah Mahkuta Dewa Dosis Bertingkat terhadap polifrasi Limfosit Lien pada Mencit BALB/C.Biomedia (1)2.33 [8] Singh ,S.D.J .2005. Wound healing activity of the leaf extracts and Deoxyelephantopi Isolate From Elephantopus scaber Lin Phytochemistry.37:238-242
Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 4 | 2014
222