Boks : yaan UMKM Sektor P ertanian Pembia embiay Pertanian KEBIJAKAN Secara umum kebijakan Pemerintah maupun Bank Indonesia yang terkait dengan pengembangan UMKM cukup banyak, namun belum terkomunikasikan secara baik sehingga implementasi dari kebijakan tersebut kurang optimal. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan UMKM diantaranya adalah: (1) Berperan dalam penyediaan pendanaan secara tak langsung melalui penerbitan SUP No. 005 dan penyaluran kembali kredit eks KLBI (relending) kepada BUMN Koordinator (PT PNM, BTN dan BRI) (2) Penerbitan dan penyempurnaan pengaturan kepada perbankan dalam rangka mendukung penyaluran kredit kepada UMKM (3) PBI No. 3/2/PBI/2001 perihal Pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK). BI menganjurkan bank untuk menyalurkan kredit Usaha Kecil. (4) PBI No. 7/39/PBI/2005 perihal Pemberian Bantuan Teknis dalam pengembangan UMKM. (5) PBI No. 6/25/PBI/2004 dan SE-BI No. 6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum (6) PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimal Pemberian Kredit Bank Umum (7) PBI No. 7/45/PBI/2005 mengenai Perlakuan Khusus terhadap Bank Umum Pasca Bencana Nasional (8) PBI No. 7/8/PBI/2005 mengenai Sistem Informasi Debitur. (9) PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Penghitungan ATMR (10) PBI No. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Perubahan Kedua PBI No. 8/2/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif
Terkait dengan ketentuan yang terakhir, bahwa ketentuan ini merupakan ketentuan relaksasi yang memberi kelonggaran penilaian kualitas linkage program dengan BPR. Dalam ketentuan sebelumnya penilaian kualitas linkage program dengan BPR tidak diatur secara khusus. Persisnya kriteria lama tunggakan pokok/bunga untuk kategori kurang lancar dan macet diubah dari 5 hari menjadi 30 hari. Menetapkan bahwa kredit usaha kecil dan menengah dapat ditetapkan kualitasnya hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok/bunga dengan batasan plafond kredit yang dikaitkan dengan penilaian atas Risk Control System kredit dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan masingmasing bank. Dalam ketentuan sebelumnya kredit usaha menengah belum dapat ditetapkan kualitasnya hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok/bunga. Adanya penambahan item agunan yang dapat digunakan sebagai pengurang pembentukan PPAP: dari semula 4 item menjadi 6 item dengan tambahan Resi Gudang dan mesin. Selanjutnya SE 8/3/DPNP yang memberikan bobot ATMR terhadap kredit KUK sebesar 85%, KPR 40% dan pegawai/pensiunan 50% apabila syarat yang ditetapkan dipenuhi. Sebelumnya kredit tersebut dibobot 100%, kecuali apabila dijamin pemerintah/BUMN maka dibobot 0%.
RESI GUDANG Ada satu item dalam ketentuan di atas yang memberi angin segar bagi sektor pertanian. Dengan diperhitungkannya Resi Gudang sebagai pengurang pembentukan PPAP hingga sebesar 70%, diharapkan akan mendorong industri perbankan
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
51
untuk membiayai sektor Pertanian, karena bank bisa memanfaatkan Resi Gudang sebagai menjadi agunan kredit. Dasar hukum keberadaan Resi Gudang juga sangat kuat, diantaranya UU No.9 Tahun 2006 : Sistem Resi Gudang dan PP No.36 tgl 22 Juni 2007 terkait dengan barang-barang yang dapat disimpan di gudang. Sehingga, sangat optimis implementasi PBI No.9/6/2007 dapat terlaksana, tinggal menunggu kesiapan SDM perbankan dalam memahami karakteristik usaha pertanian. Secara ringkas, Resi Gudang merupakan tanda bukti yang dikeluarkan perusahaan pergudangan. Resi Gudang ini bisa dijadikan agunan untuk memperoleh kredit dengan jangka waktu palin lama 1 tahun (tergantung komoditinya). Cara memperolehnya : •
Setelah panen, petani bisa menyerahkan hasil panennya ke perusahaan pergudangan yang berhak mengeluarkan Resi Gudang. Petani nanti memperoleh Resi Gudang sebagai tanda bukti. • Resi Gudang ini mencantumkan kuantitas dan kualitas barang yang disimpan. • Ini bisa diajukan ke bank sebagai agunan. • Bank bisa memberikan kredit atau pembiayaan sampai 70% dari nilai agunan, tergantung jenis dan kualitas barangnya. Pola pembiayaan yang mirip dengan mekanisme pembiayaan dengan agunan Resi Gudang tersebut sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh beberapa bank nasional.
PEMBIAYAAN BANK SYARIAH UNTUK PRODUK SEKTOR PERTANIAN Selain itu, masih banyak pola pembiayaan perbankan untuk produk-produk sektor pertanian, diantaranya adalah pembiayaan melalui perbankan syariah.
52
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
(1) Bai’ Salam (Up front financing) Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera sebelum muslam fiih diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Piutang salam harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan barang bukan penerimaan dalam bentuk uang tunai. Hutang salam adalah modal usaha salam yang diterima oleh bank sebagai penjual dari pembeli. Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. r
NASABAH /PENJUAL
PEMBELI
Kirim pesanan
q Pemesanan barang nasabah dan bayar tunai
o
p
Kirim dokumen
Bayar
n
Negosiasi pesanan dengan kriteria
BANK Barang yang diterima harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang diterima bank salah atau cacat maka penjual (supplier) harus bertanggung jawab atas kelalaiannya. Apabila nilai pasarnya lebih rendah daripada nilai akad maka bank mengakui sebagai kerugian salam. Apabila nilai pasarnya lebih tinggi daripada nilai akad maka bank tidak mengakui sebagai keuntungan salam. Bank sebagai pembeli dapat meminta jaminan untuk menghindari risiko yang merugikan. Barang pesanan yang disepakati antara penjual dan pembeli harus diketahui karakterisktiknya secara umum jenis, macam, kualitas dan kuantitasnya. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai karakteristiknya maka penjual harus bertanggung jawab.
Hutang salam merupakan kewajiban bank yang harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan barang bukan pembayaran dalam bentuk uang tunai . Spesifikasi dan harga barang harus disepakati di awal akad dan harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyedia-kan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat: akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. (2) Muzaraah Pembiayaan ini melibatkan tiga pihak yakni Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Pembiayaan ini, dana berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan dari pemilik, serta benih dan ketrampilan dari petani. (3) Musaqah Sama halnya dengan pembiayaan Muzaraah, Pembiayaan ini juga melibatkan tiga pihak yakni Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Dimana dana berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan dari pemilik, serta ketrampilan dari petani. Namun sejauh ini pembiayaan Muzaraah dan Musaqah belum ada yang mengajukan, sehingga aturan dari Bank Indonesia belum dikeluarkan. Seandainya ada petani yang menginginkan pembiayaan seperti ini untuk sementara bisa dibiayai melalui mekanisme pembiayaan Mudharabah atau Musyarakah. (4) Mudharabah Mutlaqah (Bagi hasil) Pembiayaan mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha
dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan dimuka. Pembiayaan mudharabah dapat diberikan dalam bentuk kas dan atau non-kas yang dilakukan secara bertahap atau sekaligus. Pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhiri-nya akad mudharabah. Perjanjian/ Akad bagi hasil Nasabah (Ketrampi lan/Keahli an)
Bank (Modal 100%) Proyek/Usaha
Nisbah x%
Pembagian Keuntungan
Nisbah y%
MODAL
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah. Dalam hal terjadi kerugian dalam usaha pengelola dana (mudharib),bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) akan menanggung semua kerugian sepanjang kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola dana (mudharib). Kelalaian atau kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad, tidak terdapat kondisi force majeur dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad atau hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
53
Pada prinsipnya pembiayaan mudharabah tidak mensyaratkan jaminan, kecuali dalam hal pengelola dana tidak memenuhi syarat yang ditetapkan. Pencairan jaminan dapat dilakukan apabila pengelola terbukti melakukan pelanggaran kesepakatan. Persyaratan Mudharabah: modal berupa uang tunai atau barang yang dapat dinilai dengan uang. Jumlah modal harus jelas, nyata dan bisa dilihat, harus diserahkan kepada pelaksana dan keuntungan harus jelas pembagian keuntungannya dan sebaiknya berbentuk nisbah. (5) Mudharabah Muqayyadah (Bagi hasil) Pembiayaan mudharabah (muqayyadah) adalah akad kerjasama usaha antara nasabah pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah pengelola dana (mudharib) dimana pihak bank bertindak sebagai perantara pembiayaan. Pemilik dana menetapkan pelaksanaan kegiatan dengan syarat-sayarat tertentu berupa jenis usaha, tempat, waktu maupun tatacara pelaksanaannya. Nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan dimuka. Bank Perantara Nasabah (Shahibul Maal)
Perjanjian/ Akad bagi hasil
Nasabah (Mudharib)
Proyek/Usaha Nisbah x%
Pembagian Keuntungan
Nisbah y%
Syarat-syarat lainnya mengacu kepada Pembiayaan mudharabah. Bank dalam kegiatan ini bertindak sebatas perantara/ penghubung antar pemilik dana dan pengelola. Oleh sebab itu memiliki tanggung jawab yang terbatas. Apabila bank sebagai chanelling agent maka dibukukan dalam laporan perubahan dana investasi terikat. Apabila sebagai executing agent maka dibukukan
54
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
sebesar porsi risiko yang ditangung bank. Sebagai agen/perantara pembiayaan bank dapat meminta fee sebagai imbalan. (6) Musyarakah (Perkongsian) Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. NASABAH parsial: asset value
BANK parsial: asset value Proyek/ Usaha Keuntungan
Bagi hasil keuntungan sesuai kesepakatan nisbah)/ kerugian sesuai porsi kontribusi modal
Musyarakah dapat berupa musyarakah permanen maupun musyarakah menurun. Musyarakah permanen adalah musyarakah yang jumlah modalnya tetap sampai akhir masa musyarakah. Sedangkan di dalam musyarakah menurun, jumlah modalnya secara berangsur menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah. Keuntungan atau pendapatan musyarakah dibagi di antara mitra musyarakah berdasarkan kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah dibagi diantara mitra musyarakah secara proporsional berdasarkan modal yang disetorkan. Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva non-kas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan hak paten yang sesuai dengan syariah.
Dalam pembiayaan musyarakah setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang di sengaja. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh tidak dipenuhinya persyaratan sesuai akad; tidak terdapat kondisi force majeur dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad; atau hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
55