BOKS 1
PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA
1. Overview Inflasi Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus (Korteweg, 1973; Auckley, 1978, Boediono, 2001). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila kenaikan harga itu meluas kepada barang-barang yang lain. Inflasi yang terus menerus sering disebut sebagai inflasi yang persisten. Marques (2005) mendefinisikan persistensi inflasi sebagai kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ketingkat ekuilibriumnya setelah timbulnya suatu shock. Derajat persistensi yang tinggi menunjukkan lambatnya tingkat inflasi ke tingkat alamiahnya. Sebaliknya derajat persistensi yang rendah menunjukkan cepatnya tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat alamiahnya.
Shock
dimaksud antara lain dapat berupa kebijakan pemerintah, gangguan distribusi, bencana alam dan perubahan cuaca. Inflasi Sulawesi Tenggara yang direpresentasikan oleh inflasi Kota Kendari pada 10 tahun terakhir (pasca krisis) tercatat rata-rata sebesar 9,42%, dengan tingkat inflasi terendah sebesar 3,70% dan tertinggi sebesar 25,37% (y.o.y). Tingkat inflasi terendah di Kota Kendari selama periode pengamatan terjadi pada awal tahun 2000 (Januari) yang didorong oleh penurunan harga-harga setelah mengalami inflasi yang sangat tinggi pada tahun 1998 hingga semester pertama tahun 1999, yang merupakan dampak dari krisis moneter dan politik yang terjadi di Indonesia. Sementara inflasi tertinggi terjadi pada triwulan IV-2005 (Oktober) yang merupakan dampak dari kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan harga komoditas lainnya.
Jan‐10
May‐09
Sep‐08
Jan‐08
Sep‐06
May‐07
Jan‐06
Sep‐04
Inflasi Nasional
May‐05
Jan‐04
Sep‐02
May‐03
Jan‐02
May‐01
Jan‐00
30 25 20 15 10 5 0 ‐5 ‐10
Sep‐00
Inflasi Kendari
Grafik 1 Inflasi IHK Kota Kendari dan Nasional (% yoy), sumber: BPS
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
Dari grafik 1 di atas terlihat bahwa pergerakan inflasi Kota Kendari searah dengan pergerakan inflasi nasional, namun rata-rata pergerakannya lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional. Dari grafik 1 juga dapat dilihat bahwa adanya dugaan inflasi di Kota Kendari memiliki derajat persistensi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut disebabkan oleh masih tingginya tingkat ketergantungan Sulawesi Tenggara terhadap ketersediaan pasokan komoditi dari daerah lainnya. Namun perlu penelaahan lebih lanjut untuk membuktikan dugaan tingginya derajat persistensi inflasi Kota Kendari. Dalam penelitian ini, persistensi inflasi daerah yang akan diukur adalah inflasi Kota Kendari yang merupakan representasi inflasi Sulawesi Tenggara, yang meliputi inflasi umum, disagregasi inflasi (core inflation, administered price dan volatile inflation), inflasi pra-ITF dan pasca-ITF serta inflasi komoditas yang memiliki total sumbangan ±50% terhadap inflasi. Adapun metode yang akan dipergunakan adalah model Autoregresive (AR). Selain itu untuk mendapatkan perbandingan hasil estimasi akan dipergunakan juga model Bootstrap dan Rolling Regression. 2. Hasil Estimasi Persistensi Inflasi Hasil estimasi terhadap inflasi umum dengan menggunakan model AR menunjukkan bahwa inflasi umum Kota Kendari memiliki derajat persistensi yang cukup tinggi yakni sebesar 0,82. Hasil tersebut juga terkonfirmasi dengan hasil estimasi menggunakan metode bootstrap (BS) dan rolling regression yaitu masing-masing sebesar 0,81 dan 0,86. Inflasi Kota Kendari berdasarkan kelompoknya menunjukkan derajat persistensi yang cukup tinggi selama periode pengamatan yaitu rata-rata sebesar 0,87 (grafik 2). Kelompok komoditas yang memiliki derajat persistensi paling tinggi adalah kelompok kesehatan yakni sebesar 0,93. Sementara kelompok yang memiliki derajat persistensi paling rendah adalah kelompok bahan makanan yaitu sebesar 0,74.
bahan makanan
0.74
pendidikan
0.85
makanan jadi
0.88
sandang
0.88
perumahan
0.90
transpor
0.90
kesehatan
0.93 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Grafik 2 . Persistensi Inflasi Kelompok Komoditas.
35
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
Hasil estimasi derajat persistensi komoditas terpilih di Kota Kendari menunjukkan nilai yang cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 0,85. Dari 20 komoditas terpilih, terdapat 15 komoditas yang memiliki derajat persistensi di atas 0,80. Derajat persistensi inflasi paling tinggi dimiliki oleh komoditas rokok kretek filter yaitu sebesar 0,92. Komoditas yang memiliki derajat persistensi diatas 0,80 sebagian besar merupakan komoditas yang termasuk dalam kelompok perumahan dan makanan jadi yang juga memiliki derajat persistensi yang cukup tinggi masingmasing sebesar 0,90 dan 0,88. Berdasarkan disagregasi inflasi, komoditas-komoditas tersebut termasuk dalam kelompok disagregasi administered price dan core inflation yang juga memiliki derajat persistensi yang cukup tinggi yaitu 0,92 dan 0,82.
kembung
0.64
gula
0.73
bawal
0.75
pisang
0.79
cakalang
0.81
angkutan
0.85
kontrak
0.85
listrik
0.86
tukang
0.86
emas
0.87
nasi
0.88
beras
0.88
rokok
0.88
mitan
0.89
semen
0.89
seng
0.89
akademi
0.90
bensin
0.90
layang
0.90
kretek filter
0.92 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Grafik 3. Persistensi Inflasi Komoditas Terpilih
3. Sumber Persistensi Inflasi Sebagaimana umumnya yang terjadi di daerah lain di Indonesia, inflasi yang terjadi di Kota Kendari bukan hanya disebabkan oleh faktor fundamental seperti tingginya permintaan agregat (agregat demand), namun lebih banyak didorong oleh adanya permasalahan struktural perekonomian seperti buruknya kondisi infrastruktur jalan dan pelabuhan, perubahan cuaca, faktor musiman (hari raya keagamaan), pola pembentukan harga baik pada level distributor
36
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
maupun pedagang, ekspektasi inflasi (inflation ecpectation) dan adanya ketergantungan dengan daerah lain dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang kesemuanya sifatnya dapat dikatakan persisten. Kondisi infrastruktur jalan saat ini dalam kondisi yang kurang baik, dimana 78,30% kondisi jalan provinsi masuk dalam kategori rusak berat dan ringan. Dengan panjang jalan yang mengalami kerusakan tersebut memberikan gangguan terhadap kelancaran distribusi khususnya dari sisi biaya. Selain adanya perpanjangan waktu pengiriman akibat kerusakan jalan yang paling minim berimplikasi pada biaya bahan bakar yang bertambah. Selain itu, kondisi jalan yang rusak telah mendorong masyarakat daerah sekitar untuk melakukan pungutan-pungutan perbaikan jalan yang juga menambah biaya pengiriman. Sementara itu infrastruktur pelabuhan masih terkendala pada terbatasnya fasilitas pelabuhan baik dari sisi luas maupun infrastruktur pendukungnya, yang mengakibatkan sering terhambatnya aktivitas bongkar muat yang pada gilirannya juga menimbulkan biaya tinggi. Faktor musiman disisi kondisi alam, wilayah provinsi Sulawesi Tenggara merupakan daerah kepulauan, sehingga aktivitas transportasi banyak dilakukan melalui sarana transportasi laut. Dengan demikian kelancaran aktivitas distribusi barang sangat tergantung pada kondisi cuaca. Faktor musiman seperti hari raya keagamaan, juga menjadi pendorong meningkatnya harga-harga terutama pada saat puasa dan menjelang hari raya lebaran karena meningkatnya permintaan barang konsumsi oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian besar penduduk Sulawesi Tenggara beragama Islam. Sementara itu ketergantungan pasokan
dari daerah lain terkonfirmasi berdasarkan
penelitian “Identifikasi Asal Barang Yang Memberikan Sumbangan Terhadap Inflasi Kota Kendari” serta
depth interview
yang dilakukan oleh Bank Indonesia Kendari kepada pelaku usaha,
memperlihatkan bahwa 80% komoditas yang dikonsumsi masyarakat Kota Kendari berasal dari luar wilayah Kota Kendari. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat sentra produksi komoditas di Kota Kendari yang dapat mencukupi pasokan kebutuhan konsumsi masyarakat Kota Kendari. Sementara itu, panjangnya jalur distribusi dalam artian perpindahan tangan dari produsen ke konsumen juga turut menambah biaya pengadaan pasokan. Jika terjadi kenaikan harga, maka pada setiap pelaku usaha juga akan melakukan penyesuaian harga, sehingga semakin panjang jalur distribusi semakin banyak penyesuaian harga yang terjadi dan menyebabkan harga melonjak tinggi. Dari hasil survei Bank Indonesia Kendari juga diketahui bahwa, jika terjadi kenaikan harga, setiap pelaku usaha tidak hanya melakukan penyesuaian kenaikan harga saja tapi juga penyesuaian kenaikan margin keuntungan sehingga semakin meningkatkan lonjakan harga selain dari kenaikan harga komoditas itu sendiri.
37
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
Selain beberapa hal tersebut diatas, penyebab persistensi inflasi juga disebabkan oleh seringnya terjadi kenaikan harga, yaitu berdasarkan hasil penelitian Pembentukan Harga Produk Manufaktur, menunjukkan bahwa dalam satu tahun lebih dari 80% dari pedagang retailer pada masing-masing kelompok komoditas melakukan kenaikan harga rata-rata hingga 5x. Kelompok bahan makanan merupakan kelompok komoditas yang seluruhnya melakukan penyesuaian kenaikan harga sebanyak 5x dalam setahun. Sementara, rata-rata 7% dari pedagang retailer melakukan kenaikan harga antara 6-10x dalam satu tahun (Grafik 15). Kelompok perumahan merupakan kelompok yang memiliki proporsi kenaikan harga sebanyak 6-10% dalam setahun yang paling banyak dibandingkan kelompok lainnya yaitu sebesar 19%. Ekspektasi merupakan representasi dari kejadian yang akan datang (future). Misalnya ketika akan terjadi kenaikan harga BBM, para pelaku ekonomi akan meresponnya. Untuk menjaga agar tetap bisa bertahan, suka tidak suka, harga jual harus dinaikkan, karena adanya kenaikan biaya input. Ketika harapan penghasilan masa depan berkurang, tindakan yang rasional adalah mempertahankan margin keuntungan. Transportasi
100%
Pendidikan, Rekreasi&OR
97%
3%
1 ‐ 5
Transportasi
6 ‐ 10
Pendidikan, Rekreasi&OR
100%
Kesehatan
100%
> 10
Kesehatan
89%
Sandang
11%
98%
Perumahan
3%
81%
Makanan Jadi Bahan Makanan
4% 97%
3%
20%
40%
3%
93%
4% 4%
62%
Makanan Jadi
50%
Bahan Makanan
10%
3%
98%
Sandang Perumahan
15%
100% 0%
87%
38% Sebanding
50%
Lebih kecil
60%
80%
100%
Grafik 4. Frekuensi Menaikkan Harga
0%
50%
100%
Lebih besar
Grafik 5 Respon Kenaikan Harga
4. Sumber Persistensi Inflasi Komoditas Terpilih Pada studi ini dilakukan analisa terhadap sumber persistensi inflasi komoditas pada lima komoditas dengan derajat persistensi inflasi yang paling tinggi namun terlebih dahulu mengeluarkan komoditas yang harganya ditentukan oleh pemerintah yaitu bensin, minyak tanah, dan menggabungkan komoditas yang memiliki jenis yang sama, seperti rokok kretek filter dan rokok kretek menjadi rokok. Lima komoditas yang akan dilakukan analisa adalah rokok, ikan layang, seng, semen dan beras. Penyebab persistensi pada bahasan ini akan dilihat dari sisi asal barang, jalur distribusi, alur dan alat transportasi serta informasi lainnya yang didapatkan berdasarkan survei dan penelitian sebelumnya.
38
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
Kelompok
Komoditas
Asal Barang
Bahan
Beras
Unaaha
Makanan Ikan
Jalur Distribusi
Alur Transportasi
petani-pedagang-distributor-
Sidrap-Bajoe-Kolaka-Kendari-
Sulawesi Selatan
pengecer-konsumen
Anduonohu
Perairan
Maluku,
Produsen
(Sulawesi
pengecer
Menui-Wawotobi-Kendari
Produsen-distributor-grosir-
Surabaya – Kendari
Menui
dan
-
Distributor
–
Perairan Maluku-Kendari
Tengah), Kendari
Makanan
Rokok
Surabaya
Jadi
retailer
Perumahan
Semen
Makassar Surabaya
dan
Produsen-
distributor-sub
distributor-pengecer-konsumen
Makassar – Bajoe – Kolaka – Kendari Surabaya - Kendari
Seng
Jakarta
Produsen
-
Distributor
–
Jakarta – Kendari
pengecer
Tabel 6. Penyebab Persistensi Inflasi
5. Kesimpulan dan Saran
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : a.
Inflasi kota Kendari persisten tinggi dengan derajat persistensi 0,82, yang didorong oleh persistensi pada kelompok komoditas yang memiliki derajat persistensi berkisar antara 0,74– 0,90. Berdasarkan disagregasi, kelompok inflasi administered price dan core memiliki derajat persisteni yang cukup tinggi yaitu 0,92 dan 0,82 sementara volatile food hanya sebesar 0,78.
b.
Dari 20 komoditas penyumbang inflasi tertinggi yang diukur, terdapat 14 komoditas yang memiliki derajat persistensi >0,80, dengan rokok kretek filter sebagai komoditas yang memiliki derajat persistensi paling tinggi dan ikan kembung sebagai komoditas yang memiliki derajat persistensi paling rendah.
c.
Penyebab persistensi inflasi di Kota Kendari sebagaimana umumnya yang terjadi di daerah lain di Indonesia, inflasi yang terjadi di Kota Kendari bukan hanya disebabkan oleh faktor fundamental seperti tingginya permintaan agregat (agregat demand), namun lebih banyak didorong oleh adanya permasalahan struktural perekonomian seperti
buruknya kondisi
infrastruktur jalan dan pelabuhan, perubahan cuaca, faktor musiman (hari raya keagamaan), pola pembentukan harga baik pada level distributor maupun pedagang, ekspektasi inflasi (inflation ecpectation) dan adanya ketergantungan dengan daerah lain dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.
39
BANK INDONESIA KENDARI
BOKS
Dari hasil analisis dapat disampaikan beberapa saran rekomendasi yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya pengendalian inflasi agar tidak persisten tinggi, yaitu : a. Masih tingginya ketergantungan Sulawesi Tenggara terhadap daerah lain serta jumlah distributor yang relatif sedikit diduga berpotensi membuka ruang lebih lebar bagi pedagang untuk menaikkan harga. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah daerah yang lebih optimal antara lain melalui peningkatan peran pemerintah daerah dalam menjaga kecukupan pasokan serta mempengaruhi pembentukan harga dengan melakukan pengawasan yang berlanjut serta antisipatif terhadap kecukupan pasokan. b. Dalam memenuhi pasokan kebutuhan dalam kota Kendari, khususnya komoditas yang bisa dihasilkan sendiri seperti beras, diperlukan peran pemerintah daerah untuk mendorong peningkatan produksi melalui peran perusahaan daerah maupun swasta untuk berinvestasi di sektor komoditas tersebut yang sumber pembiyaannya dapat melibatkan sektor perbankan. c. Biaya distribusi yang cukup tinggi juga menjadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap kenaikan harga baik pada level distributor maupun pedagang retail. Oleh karena itu, peningkatan sarana infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan pergudangan sangat diperlukan guna menjaga kelancaran arus distribusi barang. d. Perlu adanya perluasan kewenangan pemerintah daerah, selain melakukan pengawasan juga melakukan pengaturan harga guna melindungi konsumen. e. TPID perlu membangun awareness masyarakat akan adanya target inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bersama dengan pemerintah, pembentukan awareness tersebut diperlukan untuk membentuk ekspektasi inflasi masyarakat serta membentuk masyarakat yang kritis akan perkembangan harga-harga konsumsi.
40