BLENDED LEARNING : MODEL PEMBELAJARAN KOMBINASI E-LEARNING DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH Dodon Yendri, M.Kom Program Studi Sistem Komputer Universitas Andalas e-mail :
[email protected] [email protected]
Abstract Distant learning in Indonesia has been regulated according UU No. 20 Tahun 2003 about SISDIKNAS. One of the most important thing in distant learning is the up to-date principle where basically either teacher or student have an ability to use modern learning technique such as Information Technology and Communication (ICT), learning resources that always enable to be updated and many more. The eLearning education has been being a trend and even has been being as a sale value itself for the host institution but still being considered as a complementary thing. One of the main factors is the infrastructure problem of the availability of the internet connection. A low quality of the internet bandwidth and the price of the distant learning itself which still be considered as an expensive way of learning. One of the most efficient e-Learning method is a blanded-learning. Blanded learning is a learning method that combine the face-to-face based with the e-Learning based method, which mean the face-to-face learning process was being support with the E-Learning in order to be more interactive and the purpose of the learning process is able to reach optimically. To conduct the blended-learning efficiently, there are sixs step in the designing process that are : (1) determine the learning materials (2) determine the applied design (3) determine the on-line learning format (4) Conduct a test with the design (5) Conduct the blended-learning (6) Prepare criterion for evaluation. Beside that, the host of the distant learning must aware when is the appropriate time to conduct the blended learning system. Keywords : Distance Learning, e-Learning, Blended Learning
1. Pendahuluan Pemerintah telah mengatur pendidikan jarak jauh berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), dimana yang dimaksud dengan pendidikan jarak jauh adalah “pendidikan yang pesertanya didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lainnya”. Soekartawi (2003) memberikan ciri-ciri yang lebih spesifik dari pendidikan jarak jauh yaitu: • Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan pembelajaran. • Selama proses belajar siswa selaku peserta didik dan guru selaku pendidik terpisahkan oleh tempat, jarak geografis dan waktu atau kombinasi dari ketiganya. • Karena siswa dan guru terpisah selama pembelajaran, maka komunikasi diatara keduanya dibantu dengan media pembelajaran, baik media cetak (bahan ajar berupa modul) maupun media elektronik (CD-ROM, VCD, telepon, radio, video, televisi, komputer). • Jasa pelayanan disediakan baik untuk siswa maupun untuk guru, misalnya resource learning center atau pusat sumber belajar,
bahan ajar, infrastruktur pembelajaran, dan sebagainya). Dengan demikian baik siswa maupun guru tidak harus mengusahakan sendiri keperluan dalam proses belajar-mengajar. • Komunikasi antara siswa dan guru bisa dilakukan baik melalui cara komunikasi satu maupun dua arah (two-ways communication). Contoh komunikasi dua arah ini, misalnya teleconferencing, video-conferencing, emoderating, dsb-nya). • Poroses belajar-mengajar pada pendidikan jarak jauh masih dimungkinkan dengan melakukan pertemuan tatap muka (tutorial), walaupun itu bukan suatu keharusan. • Selama kegiatan belajar, siswa cenderung membentuk kelompok belajar, walaupun sifatnya tidak tetap dan tidak wajib. • Karena hal-hal seperti yang disebutkan diatas, maka peran guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan siswa bertindak sebagai participant. Pendidikan jarak jauh seperti yang diamanatkan dalam SISDIKNAS, tentu saja perlu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yakni (a) kebebasan, (b) kemandirian, (c) keluwesan, (d) keterkinian, (e) kesesuaian, (f) mobilitas, dan (g) efisiensi. Dalam pembahasan ini penulis
hanya akan mengulas prinsip keterkinian saja. Prinsip keterkinian pada dasarnya baik guru maupun siswa mempunyai kecenderungan menggunakan metode pembelajaran yang modern, apakah itu teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang dipakai, bahan ajar atau lainnya. Karena itu baik siswa maupun guru dituntut untuk belajar dan terus belajar. Oleh karena itu konsep pembelajaran berbasis e-Learning sangat membantu selama materi yang disampaikan cukup menarik dan memikat sehingga para siswa lebih termotivasi untuk memahami materi yang disajikan. 2. Permasalahan Saat ini pendidikan barbasis e-Learning telah menjadi trend dan bahkan telah menjadi nilai jual tersendiri bagi institusi-instusi penyelenggara pendidikan terutama pendidikan jarak jauh. Namun dalam implementasinya metode pembelajaran berbasis e-Learning saat ini masih banyak berperan sebagai pelengkap dari pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap muka, baik itu terhadap proses belajar mengajar pada jenis pendidikan akademik, vokasi maupun profesi. Salah satu faktor peyebab utamanya adalah masalah infrastruktur, terutama ketersediaan jaringan internet serta kualitas bandwith yang rendah dan harga yang relatif tergolong mahal. Disamping itu lemahnya kualitas dan kontrol terhadap metode pendidikan e-Learning seperti belum mampunya siswa mengelola waktu dan memproses informasi secara mandiri menjadi permasalahan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan e-Learning. Oleh karena itu salah satu alternatif metode pembelajaran e-Learning yang tepat digunakan saat ini adalah metode Blended Learning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan sistem pembelajaran berbasis kelas (face to face) dan pembelajaran berbasis e-Learning, yaitu dengan memanfaatkan media elektronik. Artinya, proses pembelajaran metode face to face di support dengan e-Learning sehingga interaktif dan manfaat pembelajaran dapat di capai dengan optimal. Dengan menerapkan metoda Blanded Learning ini memungkinkan pengguna sumber belajar online terutama yang berbasis web dengan tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka. Pendekatan sistem pengajaran ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengajaran secara langsung (real time) ataupun dengan cara sebagai tempat pemusatan pengetahuan (knowledge).
3. Teori Dasar e-Learning dan Blanded Learning a. E-Learning e-Learning atau electronic learning merupakan suatu proses perkembangan teknologi yang diaplikasikan dalam hal penyampaian pengetahuan dalam proses belajar mengajar. eLearning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mengalami masalah dalam proses perataan pendidikan bagi masyarakatnya dikarenakan oleh jarak, oleh karena itu e-Learning merupakan pilihan yang dapat diterapkan. Dalam berbagai literatur, para ahli mendefinisikan e-Learning sebagai berikut: 1. Soekartawi, Haryono dan Librero, (2002), eLearning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses. 2. Parker, Judith (2009) , elearning is Learning in which technology plays a major role in the delivery of content and the communication between instructor and students and between students. Kemudian Cisco mendefinisikan filosofis eLearning sebagai berikut: a). e-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. b). e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. c). e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. d). Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Berdasarkan definisi dan filosofi diatas, dapat dijelaskan bahwa secara prinsip, e-Learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan media elektronik sebagai alat bantunya, media elektronik tersebut dapat saja berupa internet, TV, CD ROM, Radio,
2
Teleconfrence, dan lain sebagainya. Konsep eLearning harus mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. b. Blended Learning Blended learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode eLearning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-Learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-toface). Beberapa ahli mendefinisikan blended learning sebagai berikut : 1. Valiathan, Purnima (2002) blended learning is used to describe a solution that combines several different delivery methods, such as collaboration software, Web-based courses, EPSS (electronic performance support systems), and knowledge management practices. 2. Rooney, (2003), Blended learning is a hybrid learning concept integrating traditional inclass sessions and e-Learning elements. Ahli lainnya memberikan definisi lebih luas lagi, seperti Whitelock & Jelfs (2003), memberikan tiga pengertian untuk blended learning, yaitu : c. The integrated combination of traditional learning with web-based online approaches (drawingon the work of Harrison); d. The combination of media and tools employed in an e-Learning environment; e. The combination of a number of pedagogic approaches, irrespective of learning technology use (drawing on the work of Driscoll). Martin Oliver dan Keith Trigwell dalam jurnal e-Learning, Volume 2, Number 1 tahun 2005, mendefinisikan blended learning : 1. Combining or mixing web-based technology to accomplish an educational goal; 2. Combining pedagogical approaches (‘e.g. constructivism, behaviorism, cognitivism’) to produce an optimal learning outcome with or without instructional technology; 3. Combining any form of instructional technology with face-to-face instructor-led training; and 4. Combining instructional technology with actual job tasks. Dari berbagai definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended learning lebih menekankan kepada penggabungan / penyatuan metode pembelajaran secara konvensional (faceto-face) dengan metode e-Learning. Seperti terlihat pada Gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. Posisi/Irisan Blended Learning 4. Pendekatan Blanded Learning Dalam penerapannya blanded learning menggabungkan berbagai sumber secara fisik dan maya (virtual) dengan pendekatan seperti disajikan pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Pendekatan Blanded Learning Live face-to-face (formal) • Instructor-led classroom • Workshops • Coaching/monitor ing • On-the-job (OTJ) training Virtual Collaboration / synchronous • Live e-Learning classes • E-mentoring
Self-paced learning • Web learning modules • Online resource links • Simulations • Scenarios • Video and audio CD/DVDs • Online selfassessments • Workbooks
Live face-to-face (informal) • Collegial connections • Work teams • Role modeling
Virtual collaboration/ asynchronous • E-mail • Online bulletin boards • Listservs • Online communities Performance support • Help systems • Print job aids • Knowledge databases • Documentation • Performance/decis ion support tools
Sumber : Strategies for building blended learning By Allison Rosset, Felicia Douglis, and Rebecca V. Frazee
Dari pendekatan diatas dapat dilihat bahwa blanded learning memadukan berbagai metode
3
pengajaran dengan memanfaatkan teknologi dan menyesuaikan kondisi yang disepakati semua pihak. Sedangkan teknologi virtual yang ada dapat dimanfaatkan untuk proses blended learning. 5. Blended Learning : Inovasi Baru Pembelajaran Jarak Jauh Pemikiran dan upaya untuk memperbaiki pelaksanaan pendidikan jarak jauh terus dilakukan oleh para ahli. Maksudnya tentu saja agar diperoleh keluaran (output) yang lebih baik. Karena itu, blended learning merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual. Kombinasi keunggulan dua model pembelajaran tersebut dapat dilihat di Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Penilaian Komparatif Tiga Model Pembelajaran
No
Variabel
1 2
Registrasi Lingkungan pembelajaran Lingkungan kampus Kehadiran guru/tutor Jadwal kelas
3 4 5
6 7
8 9 10
e-mail Audio-video conferencing, chatting Konsultasi Kerja kelompok Tugas-tugas rumah
Kelas konvension al
Kelas Virtual
Di kampus Hidup
Online Terprogram
Di kampus
Di luar kampus Tidak diperlukan Kapan saja & dimana saja
Diperlukan
Kelas Kombinasi (Blended Learning) Keduanya Keduanya Keduanya Keduanya
Ya Tidak ada
Kapan saja & dimana saja Ya Ya
Tatap muka Ya
Diumumkan Tidak
Keduanya Ya
Ya
Tidak
Ya
Tertentu tempat & waktunya Tdk ada Tidak ada
Sumber: Soekartawi (2005). Informasi yang disajikan di Tabel 2 memberikan petunjuk bahwa pelaksanaan pendidikan jarak jauh terlihat lebih fleksibel. Dengan demikian melalui pendekatan blended learning prinsip-prinsip kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas, dan efisiensi seperti yang disyaratkan dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh tersebut relatif mudah untuk dipenuhi. 6. Manfaat Blended Learning Bila saja blended learning ini dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka paling tidak ada tiga manfaat yang dapat diperoleh, yaitu: a. Meningkatkan hasil pembelajaran melalui pendidikan jarak jauh
b. Meningkatkan kemudahan belajar sehingga siswa menjadi puas dalam belajar melalui pendidikan jarak jauh, dan c. Mengurangi biaya pembelajaran. Profesor McGinnis (2005) dalam artikelnya yang berjudul ‘Building A Successful Blended Learning Strategy’, menyarankan 6 hal yang perlu diperhatikan manakala orang menyelenggarakan blended learning. Ke-enam hal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyampaian bahan ajar dan penyampaian pesan-pesan yang lain (seperti pengumuman yang berkaitan dengan kebijakan atau peraturan) secara konsisten. 2. Penyelenggaraan pembelajaran melalui blended learning harus dilaksanakan secara serius karena hal ini akan mendorong siswa cepat menyesuaikan diri dengan sistim pendidikan jarak jauh. Konsekuensinya, siswa lebih cepat mandiri. 3. Bahan ajar yang diberikan harus selalu mengalami perbaikan (updated), baik dari segi formatnya maupun ketersediaan bahan ajar yang memenuhi kaidah ‘bahan ajar mandiri’ (self-learning materials) seperti yang lazim digunakan pada pendidikan jarak jauh. 4. Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula awal 75:25 dalam artian bahwa 75% waktu digunakan untuk pembelajaran online dan 25% waktu digunakan untuk pembelajaran secara tatap muka (tutorial). Karena alokasi waktu ini belum ada yang baku, maka penyelenggara pendidikan bisa membuat ‘uji coba’ sendiri, sehingga diperoleh alokasi waktu yang ideal. 5. Alokasi waktu tutorial sebesar 25% untuk tutorial, dapat digunakan khusus bagi mereka yang tertinggal, namun bila tidak memungkinkan (misalnya sebagian besar siswa menghendaki pembelajaran tatap muka), maka waktu yang tersedia sebesar 25% tersebut bisa dipakai untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami isi bahan ajar. Jadi semacam penyelenggaraan ‘remedial class’. 6. Dalam blended learning diperlukan kepemimpinan yang mempunyai waktu dan perhatian untuk terus berupaya bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran. Selanjutnya secara lebih spesifik Profesor Steve Slemer (2005) dan Soekartawi (2005b) menyarankan enam tahapan dalam merancang dan menyelenggarakan blended learning agar hasilnya optimal. Ke-enam tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tetapkan macam dan materi bahan ajar, kemudian ubah atau siapkan bahan ajar
4
tersebut menjadi bahan ajar yang memenuhi syarat untuk pendidikan jarak jauh. Karena medium pembelajarannya adalah blended learning, maka bahan ajar sebaiknya dibedakan atau dirancang untuk tiga macam bahan ajar, yaitu: a. Bahan ajar yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa, b. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui cara berinteraksi melalui cara tatap-muka, dan c. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui cara berinteraksi melalui cara online/web-based learning. 2. Tetapkan rancangan dari blended learning yang digunakan. Pada tahap ini diperlukan ahli e-Learning untuk membantu. Intinya adalah bagaimana membuat rancangan pembelajaran yang berisikan komponen pendidikan jarak jauh dan tatap-muka yang baik. Karena itu dalam membuat rancangan pembelajaran ini, perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan antara lain: a. Bagaimana bahan ajar tersebut disajikan. b. Bahan ajar mana yang bersifat wajib dipelajari dan mana yang sifatnya anjuran guna memperkaya pengetahuan siswa. c. Bagaimana siswa bisa mengakses dua komponen pembelajaran tersebut. d. Faktor pendukung apa yang diperlukan. Misalnya software apa yang digunakan, apakah diperlukan kerja kelompok, apakah diperlukan learning resource centers (sumber pembelajaran) di daerah-daerah tertentu. e. Dan lain-lainnya. 3. Tetapkan format dari on-line learning- apakah bahan ajar tersedia dalam format html (sehingga mudah di cut and paste) atau dalam format PDF (tidak bisa di cut and paste). Juga perlu di beritahukan ke siswa dan guru hosting apa yang dipakai, yaitu apakah on-line learning tersebut menggunakan internet link apa ?. apakah Yahoo, Google, MSN atau lainnya. 4. Lakukan uji terhadap rancangan yang dibuat. Ini maksudnya apakah rancangan pembelajaran tersebut bisa dilaksanakan dengan mudah atau sebaliknya. Cara yang lazim dipakai untuk uji seperti ini adalah melalui cara ‘pilot test’. Dengan cara ini penyelenggara blended learning bisa minta masukan atau saran dari pengguna atau peserta pilot test. 5. Selenggarakan blended learning dengan baik sambil juga menugaskan instruktur khusus (dosen/guru) yang tugas utamanya melayani
pertanyaan siswa, apakah itu bagaimana melakukan pendaftaran sebagai peserta, bagaimana siswa atau instruktur yang lain melakukan akses terhadap bahan ajar, dan lainlain. Instruktur ini juga bisa berfungsi sebagai petugas promosi (public relation) karena yang bertanya mungkin bukan dari kalangan sendiri, tetapi dari pihak lain. 6. Siapkan kriteria untuk melakukan evaluasi pelaksanaan blended learning. Memang banyak cara bagaimana membuat evaluasi ini, namun Semler (2005) menyarankan sebagai berikut: a. Ease to navigate, dalam artian seberapa mudah siswa bisa mengakses semua informasi yang disediakan di paket pembelajaran yang disiapkan di komputer. Kriterianya: makin mudah melakukan akses adalah makin baik. b. Content/substance, dalam artian bagaimana kualitas isi instruksional yang dipakai. Misalnya bagaimana petunjuk mempelajari isi bahan ajar, bagaimana bahan ajar itu disiapkan, apakah bahan ajar yang ada sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan sebagainya. Kriterianya: makin mendekati isi bahan ajar itu dengan tujuan pembelajaran adalah makin baik. c. Layout/format/appearance, dalam artian apakah paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk belajar, atau informasi lainnya) disajikan secara profesional. Kriterianya: makin baik penyajian bahan ajar adalah makin baik. d. Interest, dalam artian sampai seberapa besar paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk belajar, atau informasi lainnya) yang disajikan mampu menimbulkan daya tarik siswa untuk belajar. Kriterianya: bila paket pembelajaran yang disajikan mampu menimbulkan siswa untuk terus tertarik belajar adalah makin baik. e. Applicability, dalam artian seberapa jauh paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk belajar, atau informasi lainnya) yang disajikan bisa dipraktekkan secara mudah. Kriterianya: makin mudah dipraktekkan adalah makin baik. f. Cost-effectiveness/value, dalam artian sampai seberapa murah biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti paket pembelajaran tersebut. Kriterianya: semakin murah semakin baik. 7. Kapan Dibutuhkan Blended Learning Tidak selalu metoda blended learning dibutuhkan untuk memecahkan masalah pembelajaran jarak jauh. Proses pembelajaran
5
blended learning lebih tepat diterapkan pada saat seorang siswa membutuhkan tambahan materi pelajaran. Secara lebih luas, kebutuhan blended learning menjadi sangat penting pada saat ; • Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya. • Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan siswa. • Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar. • Membantu proses percepatan pengajaran. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya. Hal ini lah yang menjadi acuan mengapa untuk saat ini sistem pembelajaran blended learning masih sangat baik di terapkan di Indonesia agar lebih dapat terkontrol secara tradisional juga. 8. Kesimpulan Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal : 1. Pendidikan jarak jauh telah diatur dalam SISDIKNAS yang tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 2. Blended learning salah satu solusi alternatif memecahkan permasalahan pendidikan jarak jauh yang tepat saat ini, karena pelaksanaannya merupakan campuran dari berbagai keunggulan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh. 3. Blanded learning menggabungkan berbagai sumber secara fisik dan maya (virtual) 4. Ada enam langkah dalam menyelenggarakan blended learning: (a) menetapkan macam dan materi bahan ajar, (b) menetapkan rancangan dari blended learning, (c) menetapkan format dan link dari on-line learning, (d) melakukan uji terhadap rancangan yang dibuat, (e) selenyelenggarakan blended learning dengan baik dan benar, dan (f) siapkan kriteria untuk melakukan evaluasi. 5. Blended learning lebih dibutuhkan disaat siswa memerlukan tambahan pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Ayala,
Gerardo, dkk., (2008), Towards Computatonal models for Mobile Learning Objects, Journal IEEE. Agnes Kukulska-Hulme, John Traxler, (2005), Mobile learning: a handbook for educators and trainers, Routledge. Dziuban, Charles D., dkk., (2004), Blended Learning, (http://net.educause.edu/ir/library/pdf/E RB0407.pdf) diakses 18 Januari 2011. Hoic-bozic, Natasa, dkk, (2009), A Blended Learning Approach to Course and Implementation, IEEE Transactions on Education, Vol. 52, Hunaiyan, Ahmed, dkk, (2009), The Design Of Multimedia Blended e-Learning System : Cultural Consideraion, Journal IEEE. McGinnis, M. (2005). Building A Successful Blended Learning Strategy, (http://www.ltimagazine.com/ltimagazin e/article/articleDetail.jsp?id=167425), diakses tanggal 20 Januari 2011. Oliver, Martin & Trigwell, Keith, (2005), eLearning Journal, Volume 2, Number 1 Rooney, J. E. 2003, Blended learning opportunities to enhance educational programming and meetings. Association Management, 55(5), 26-32. Republik Indonesia, (2003), Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Soekartawi, A. Haryono dan F. Librero, (2002), Greater Learning Opportunities Through Distance Education: Experiences in Indonesia and the Philippines. Southeast Journal of Education. Tang, Xian, dkk, (2008), Study on The Application of Blended Learning In The College English Course, Journal IEEE. Wang, 2009, Handbook of Research on ELearning Applications for Career and Technical Education:Technologies for Vocational Training Whitelock, D. & Jelfs, A. (2003), Editorial: Journal of Educational Media Special Issue on Blended Learning, Journal of Educational Media, 28(2-3), pp. 99-100.
6