PEMBELAJARAN BERBASIS BLENDED LEARNING
Oleh: Dr. Wasis D. Dwiyogo, M.Pd Email:
[email protected];
[email protected] Web: www.pembelajaranvisioner.com HP. 081 2323 9743
Kecenderungan pembelajaran masa depan telah mengubah pendekatan pembelajaran tradisional ke arah pembelajaran masa depan –yang disebut sebagai pembelajaran abad pengetahuan–, bahwa orang dapat belajar: di mana saja, artinya orang dapat belajar di ruang kelas/kuliah, di perpustakaan, di rumah, atau di jalan; kapan saja, tidak sesuai yang dijadwalkan bisa pagi, siang sore atau malam; dengan siapa saja, melalui guru, pakar, teman, anak, keluarga atau masyarakat; melalui sumber belajar apa saja, melalui buku teks, majalah, koran, internet, CD ROM, radio, televisi, dan sebagainya. Ciri-ciri pembelajaran pada abad pengetahuan, yaitu: guru sebagai fasilitator, pembimbing dan konsultan, guru sebagai kawan belajar, belajar diarahkan oleh orang yang belajar, belajar secara terbuka, fleksibel sesuai keperluan, belajar terutama berdasarkan proyek dan masalah, berorientasi pada dunia empirik dengan tindakan nyata, metode penyelidikan dan perancangan, menemukan dan menciptakan, kolaboratif, berfokus pada masyarakat, hasilnya terbuka, keanekaragaman yang kreatif, komputer sebagai peralatan semua jenis belajar, interaksi multimedia yang dinamis, serta komunikasi yang tidak terbatas. Untuk merekayasa sistem pembelajaran pada abad pengetahuan ini, perlu pula dipahami hakikat, terminologi atau pengertian tentang pembelajaran. Kata pembelajaran, sekarang ini, lebih banyak digunakan untuk mengganti kata pengajaran. Padahal, pembelajaran memiliki makna yang
berbeda dibandingkan dengan pengajaran. Pembelajaran merujuk ke memfasilitasi belajar, sedangkan pengajaran merujuk ke arah mengajar (interaksi dengan pengajar sebagai sumber belajar utama). Pembelajaran lebih menekankan pada upaya menata lingkungan di luar diri pebelajar (faktor eksternal), agar terjadi proses belajar (faktor internal). Sedangkan pengajaran lebih menekankan pada proses mengajar-belajar dengan pengajar (guru) sebagai aktor utama, atau dibarengi dengan media sebagai alat bantu atau alat peraga lainnya. Dengan demikian, pembelajaran adalah upaya menata lingkungan sebagai sumber belajar agar terjadi proses belajar pada diri si pebelajar. Upaya menata lingkungan dilakukan dengan menyediakan sumber-sumber belajar, misalnya: guru, buku teks, bahan pembelajaran, orang sumber, televisi, VCD, radio-kaset, majalah, koran, internet, CD ROM, lingkungan dan bahkan juga temannya sendiri. Ukuran keberhasilan pembelajaran adalah proses terjadinya interaksi antara pebelajar yang belajar dengan pembelajar. Bukan terletak pada pengajar yang menyampaikan informasi (mengajar?). Dengan demikian, rekayasa pembelajaran yang utama adalah penyediaan sumber-sumber belajar. Guru bukan satu-satunya sumber belajar, ia hanya salah satu bagian dari sumber belajar. Semua sumber-sumber belajar dirancang agar dapat mendorong prakarsa dan proses belajar menjadi lebih efektif, efisien, dan menarik, agar pebelajar tetap “betah” untuk terus belajar. Oleh karena itu, fungsi guru akan berubah ke arah guru sebagai pengelola pembelajaran. Fungsi guru yaitu merancang penyediaan sumber-sumber belajar agar belajar menjadi lebih mudah, lebih cepat, lebih menarik, dan lebih menyenangkan. Dalam merekayasa sistem pembelajaran yang optimal, ada delapan faktor yang saling berinteraksi, yaitu: (1) pebelajar (siswa, mahasiswa, santri, karyawan, masyarakat?), (2) isi (apa isi yang diajarkan: fakta, konsep, prinsip, pemecahan masalah dsb?), (3) tujuan (pengetahuan, sikap, perilaku?), (4) lingkungan belajar (di kelas, laboratorium, perpustakaan, lapangan?), (5) pembelajar (siapa pembelajaranya?), (6) sumber belajar (buku, majalah, koran, VCD, komputer, radio?), (7) strategi (pengelolaan, penyampaian, organisasi), dan (8) evaluasi (tes lisan, tes tertulis, menyusun karya tulis, porto folio, dan memecahkan masalah?). Pada setiap peristiwa pembelajaran baik yang di lakukan di sekolah maupun di luar sekolah, kedelapan faktor ini harus menjadi pertimbangan utama. Dalam berbagai kajian dan penelitian dinyatakan bahwa pendidikan merupakan indikator kejayaan bangsa, demikian pula guru memegang peran penting dalam membelajarkan para peserta didik (learner). Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan guru menjadi indikator kunci keberhasilan pendidikan. Memasuki abad dua puluh satu ini, guru sebagai sumber belajar utama dirasa tidak memadai lagi, sumber belajar guru harus terintegrasi dengan sumber belajar lain, yaitu sumber belajar cetak, audia, audio visual, dan komputer. Bahkan perlu juga memanfaatkan handphone sebagai mobile learning. Pendidik masa depan dalam kegiatan pembelajaran dapat berfungsi sebagai seniman (artist) dan ilmuwan (scientist) dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dan mengelola sumber-sumber belajar yang sengaja dirancang dan dimanfaatkan. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan guru dalam merancang pembelajaran terutama dalam WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 1
upaya memecahkan masalah atau mengaplikasikan dalam rancangan pembelajaran mata pelajaran agar kualitas pembelajaran meningkat yang sensitif terhadap perkembangan ilm u pengetahuan dan teknologi yang di kenal dengan Pembelajaran Berbasis Blended Learning (PPBL). Dengan PBPL maka pembelajaran bukan hanya berbasis pada tatap muka, tetapi dikombinasikan dengan sumber yang bersifat Offline maupun Online.
LINGKUNGAN
HANDPHONE
KOMPUTER
AUDIO VISUAL
AUDIO
CETAK PENGAJAR
Agar para pengajar Jurusan Pendidikan Jasmani dan kesehatan pada berbagai jenjang sensitif terhadap perkembangan pengetahuan tentang pembelajaran masa depan, diperlukan serangkaian kegiatan untuk mengembangkan pembelajaran. Kegiatan ini sangat urgen dilakukan untuk memfasilitasi upaya peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis blended learning. Dengan Pembelajaran Berbasis Blended Learning akan memudahkan bagi pebelajar (learner) untuk mengakses pembelajaran penjas dengan menggunakan berbagai modus belajar. Melalui pembelajaran berbasis blended learning juga akan meningkatkan keterampilan soft skill (keterampilan memanfaatkan teknologi informasi) bagi pelajar dan mahasiswa. Melalui Pembelajaran Berbasis Blended Learning akan membangun jembatan antara konteks pembelajaran yang bersifat teaching-based, instructor-mediated ke arah konteks pembelajaran yang bersifat learning-based. Keuntungan yang akan diperoleh melalui pembelajaran ini terutama untuk menyediakan sumber-sumber belajar bagi mahasiswa yang berpeluang untuk mengembangkan setiap individu mencapai kemampuan optimal dalam keterampilan hard skill maupun soft skill. WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 2
Blended Learning Blended learning terdiri dari kata blended (kombinasi/ campuran) dan learning (belajar). Istilah lain yang sering Tatap digunakan adalah hybrid course (hybrid = Muka campuran/kombinasi, course = mata PEMBELA kuliah). Makna asli sekaligus yang paling JARAN umum blended learning mengacu pada BERBASIS BLENDED belajar yang mengkombinasi atau LEARNING mencampur antara pembelajaran tatap muka (face to face = f2f) dan pembelajaran OFFLINE ONLINE berbasis komputer (online dan offline). Thorne (2003) menggambarkan blended learning sebagai "It represents an opportunity to integrate the innovative and technological advances offered by online learning with the interaction and participation offered in the best of traditional learning. Sedangkan Bersin (2004) mendefinisikan blended learning sebagai: “the combination of different training “media” (technologies, activities, and types of events) to create an optimum training program for a specific audience. The term “blended” means that traditional instructor-led training is being supplemented with other electronic formats. In the context of this book, blended learning programs use many different forms of e-learning, perhaps complemented with instructor-led training and other live formats”. Istilah blended learning pada awalnya digunakan untuk menggambarkan mata kuliah yang mencoba menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Saat ini istilah blended menjadi populer, maka semakin banyak kombinasi yang dirujuk sebagai blended learning. Dalam metodologi penelitian, digunakan istilah mixing untuk menunjukkan kombinasi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Adapula yang menyebut di dalam pembelajaran adalah pendekatan eklektif, yaitu mengkombinasi berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Namun, pengertian pembelajaran berbasis blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasi strategi penyampaikan pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara online (internet dan mobile learning).
“Blended learning adalah pembelajaran kombinasi antara tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline), dan pembelajaran berbasis internet (online)”
Pembelajaran berbasis Blended learning berkembang sekitar tahun 2000 dan sekarang banyak digunakan di Amerika Utara, Inggris, Australia, kalangan perguruan tinggi dan dunia pelatihan. Melalui blended learning semua sumber belajar yang dapat memfasilitasi terjadinya belajar bagi orang yang belajar dikembangkan. Pembelajaran blended WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 3
dapat menggabungkan pembelajaran tatap muka (face-to-face) dengan pembelajaran berbasis komputer. Artinya, pembelajaran dengan pendekatan teknologi pembelajaran dengan kombinasi sumber-sumber belajar tatap muka dengan pengajar maupun yang dimuat dalam media komputer, telpon seluler atau iPhone, saluran televisi satelit, konferensi video, dan media elektronik lainnya. Pebelajar dan pengajar/fasilitator bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran blended adalah memberikan kesempatan bagi berbagai karakteristik pebelajar agar terjadi belajar mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar akan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik. Walaupun masih terjadi perdebatan ekstrim antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran berbasis komputer, makalah ini tidak berpretensi untuk melemahkan salah satu di antaranya, tetapi justru ingin memadukan atau mengkombinasikan berbagai modus belajar yang telah berkembang sampai saat ini. Hasil penelitian yang dilakukan Dziuban, Hartman, dan Moskal (2004) menemukan bahwa program blended learning memiliki potensi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan juga menurunkan tingkat putus sekolah dibandingkan dengan pembelajaran yang sepenuhnya pembelajaran online. Demikian juga ditemukan bahwa model pembelajaran berbasis blended lebih baik daripada pembelajaran tatap muka (Face to face). Berdasarkan temuannya yang disajikan dalam Tabel 1 menunjukkan perbandingan tingkat keberhasilan (bagi siswa mencapai nilai A, B, atau C) selama dua tahun persembahan Web. Pada tabel 2.1. disajikan hasil penelitian pembelajaran yang dilakukan melalui tatap muka (face to face), pembelajaran kombinasi (blended) dan pembelajaran melalui internet (online) penuh. Tabel 1. Persentase nilai hasil belajar antara pembelajaran tatap muka (face to face), pembelajaran kombinasi (blended) dan pembelajaran melalui internet (online) (Dziuban, Hartman, & Moskal, 2004) Musim Semi Panas Dingin Semi Panas Dingin Semi Pembelajaran 2001 2001 2001 2002 2002 2002 2003 Tatap Muka 91 93 91 90 94 91 91 (Face to Face) Kombinasi (Blended) Internet (Online) penuh
91 89
97 93
94 90
91 92
97 92
92 92
91 91
Pembelajaran berbasis blended learning, di samping untuk meningkatkan hasil belajar, bermanfaat pula untuk meningkatkan hubungan komunikasi pada tiga mode pembelajaran yaitu lingkungan pembelajaran yang berbasis ruang kelas tradisional, yang blended, dan yang sepenuhnya online. Para peneliti memberikan bukti yang menunjukkan bahwa blended learning menghasilkan perasaan berkomunitas lebih kuat antar mahasiswa daripada pembelajaran tradisional atau sepenuhnya online (Rovai dan Jordan, 2004). Dalam penelitian pengembangan SDM di perusahaan, Barbian (2002) menyimpulkan bahwa metode blended learning meningkatkan produktivitas karyawan lebih besar daripada metode pembelajaran tunggal. WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 4
Komposisi blended yang sering digunakan yaitu 50/50, artinya dari alokasi waktu yang disediakan, 50% untuk kegiatan pembelajaran tatap muka dan 50% dilakukan pembelajaran online. Atau ada pula yang menggunakan komposisi 75/25, artinya 75% pembelajaran tatap muka dan 25% pembelajaran online. Demikian pula dapat dilakukan 25/75, artinya 25% pembelajaran tatap muka dan 75% pembelajaran online. Pertimbangan untuk menentukan apakah komposisinya 50/50, 75/25 atau 25/75 bergantung pada analisis komptensi yang ingin dihasilkan, tujuan mata pelajaran, karakteristik pebelajar, interaksi tatap muka, strategi penyampaian pembelajaran online atau kombinasi, karakteristik, lokasi pebelajar, karakteristik dan kemampuan pengajar, dan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan analisis silang terhadap berbagai pertimbangan tersebut, pengajar akan dapat menentukan komposisi (presentasi) pembelajaran yang paling tepat. Namun demikian, pertimbangan utama dalam merancang komposisi pembelajaran adalah penyediaan sumber belajar yang cocok untuk berbagai karakteristik pebelajar agar dapat belajar lebih efektif, efisien, dan menarik. Dalam skenario pembelajaran berikutnya tentu saja harus memutuskan untuk tujuan mana mana yang dilakukan dengan pembelajaran tatap muka, dan bagian mana yang offline dan online. Misalnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, pada saat menjelaskan pengetahuan dan teknik gerak dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komputer (offline), untuk melihat aplikasi gerakan dalam suatu pertandingan dapat dilakukan melalui akses internet (online), dan pada saat menjelaskan dan mendemonstrasikan, melatih keterampilan, melatih disiplin, dan sportivitas lebih cocok dilakukan dengan tatap muka. Demikian pula dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di mana guru atau instruktur semua kegiatan berbasis audio (pemahaman pendengaran, ekspresi oral) akan berlangsung di ruang kelas, sedangkan kegiatan berbasis teks akan dilakukan secara online. Yang penting, pembelajaran berbasis blended learning bertujuan untuk memfasilitasi terjadinya belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar dengan memperhatikan karakteristik pebelajar dalam belajar. Pembelajaran juga dapat mendorong peserta untuk memanfaatkan sebaik-baiknya kontak face-to-face dalam mengem-bangkan pengetahuan. Lalu, persiapan dan tindak-lanjutnya dapat dilakukan secara offline dan online. Program belajar yang total online tidak dianjurkan untuk pembelajaran yang masih mempertimbangkan perlunya kontak tatap muka antara pebelajar dan pengajar. Namun, dalam pembelajaran ada kalanya pebelajar tidak dapat datang karena berbagai kendala, misalnya di jurusan pendidikan jasmani ada sebagian mahasiswa yang aktif sebagai olahragawan yang mempunyai jadwal latihan dan pertandingan yang ketat dan tidak sinkron dengan jadwal perkuliahan, maka pembelajaran berbasis offline dan online menjadi memungkinkan untuk dilakukan pada kelas reguler mahasiswa. Pembelajaran berbasis blended learning merupakan pilihan terbaik untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan daya tarik yang lebih besar dalam berinteraksi antar manusia dalam lingkungan belajar yang beragam. Belajar blended menawarkan kesempatan belajar untuk menjadi baik secara bersama-sama dan terpisah, demikian pula pada waktu yang sama maupun berbeda.
WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 5
Sebuah komunitas belajar dapat dilakukan oleh pelajar dan pengajar yang dapat berinteraksi setiap saat dan di mana saja karena memanfaatkan yang diperoleh komputer maupun perangkat lain (iPhone) sebagai fasilitasi belajar. Blended learning memberikan fasilitasi belajar yang sangat sensitif terhadap segala perbedaan karakteristik pskiologis maupun lingkungan belajar.
Gambar 4.
Rata-Rata Persentasi Hasil Belajar Tatap Muka Dan Blended Berdasarkan Etnis (Rovai Dan Jordan, 2004)
Hasil penelitian Karen Precel, Yoram Eshet-Alkalai, and Yael (2009) terkait dengan kontribusi komponen-komponen dalam blended learning menunjukkan bahwa komponen pembelajaran yang dianggap paling berkontribusi belajar adalah tugas-tugas (rerata = 4,72), buku cetak (rerata = 4,54), presentasi pertemuan (rerata = 4,42), dan pertemuan kuliah tatap muka dengan instruktur (rerata = 4,15). Video online kuliah memberikan kontribusi terhadap belajar (rerata = 3,83), buku pelajaran online memiliki kontributsi rata-rata untuk belajar (rerata = 3.32), walaupun kontribusinya rendah hampir setengah dari peserta (46,5%) menyatakan sering menggunakannya.
Keuntungan Blended Learning Berdasarkan perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran, saat ini tidak ada metode pembelajaran tunggal yang ideal untuk semua jenis pembelajaran pelatihan, karena setiap teknologi memiliki keunggulan masing-masing. Teknologi cetak memiliki keunggulan yang sangat fleksibel sebagai sumber belajar, dapat dibawa ke mana-mana tanpa menggunakan listrik. Sedangkan komputer mempunyai keunggulan pembelajaran yang lebih interaktif dapat berupa teks, gambar, film, animasi dan dapat dikonversi dalam berbagai bentuk digital, tetapi mobilitasnya terbatas karena bergantung kepada catu daya listrik. Pada kasus tertentu pembelajaran melalui audio lebih efektif dibandingkan dengan video. Jadi masing-masing teknologi mempunyai keunggulan untuk tujuan belajar tertentu, untuk karakteristik bidang tertentu. Demikian juga metode pembelajaran untuk siswa di Sekolah Dasar dapat efektif, tetapi tidak untuk mahasiswa pascasarjana, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 6
metode pembelajaran yang berbeda untuk karakteristik pebelajar yang berbeda. Untuk memenuhi semua kebutuhan belajar dengan berbagai karakteristik orang yang belajar maka pendekatan melalui blended learning adalah yang paling tepat. Dengan blended leaning memungkinkan pembelajaran menjadi lebih profesional untuk menangani kebutuhan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan memiliki daya tarik yang tinggi. Keuntungan yang diperoleh dengan manfaat pembelajaran berbasis blended bagi lembaga pendidikan atau pelatihan adalah: • memperluas jangkauan pembelajaran/pelatihan; • kemudahan implementasi; • efisiensi biaya; • hasil yang optimal; • menyesuaikan berbagai kebutuhan pebelajar, dan • meningkatkan daya tarik pembelajaran.
Peran Pengajar Peran pengajar dalam pembelajaran berbasis blended learning sangat penting dalam mengelola pembelajaran. Yang pasti pengajar harus melek informasi. Di samping memiliki keterampilan mengajar dalam menyampaikan isi pembelajaran tatap muka, pengajar juga harus memiliki kpengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan sumber belajar berbasis komputer (Microsoft Word dan Microsoft PowerPoint) dan keterampilan untuk mengakses internet, kemudian dapat menggabungkan dua atau lebih metode pembelajaran tersebut. Seorang pengajar dapat memulai pembelajaran dengan tatap muka terstruktur kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran berbasis komputer offline dan pembelajaran secara online. Kombinasi pembelajaran juga dapat diterapkan pada integrasi e-learning (online), menggunakan komputer di kelas, dan pembelajaran tatap muka di kelas. Bimbingan belajar perlu diberikan kepada pebelajar sejak awal, agar para pebelajar memiliki keterampilan belajar kombinasi sejak awal, karena kemampuan ini akan menjadi alat belajar di masa depan. Peran pengjaar sangat penting karena hal ini memerlukan proses transformasi pengetahuan isi dan blended learning sebagai alat. Dengan makin baiknya sistem ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, maka penduduk dunia akan semakin banyak pula, oleh karena itu perlu dilakukan pembelajaran yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya, pembelajaran berbasis blended learning merupakan suatu keniscayaan untuk dilaksanakan dalam sistem pembelajaran, khususnya di Indonesia. Kunci dari semua ini terletak pada peran pengajar yang mengusai kompetensi untuk mengelola pembelajaran berbasis blended learning.
Unsur-Unsur Blended Learning WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 7
Pembelajaran berbasis blended learning mengkombinasikan antara tatap muka dan e-learning tinggi paling tidak memiliki 6 (enam) unsur, yaitu: (a) tatap muka (b) belajar mandiri, (c) aplikasi, (d) tutorial, (e) kerjasama, dan (f) evaluasi. Pembelajaran Tatap muka Pembelajaran tatap muka dilakukan seperti yang sudah dilakukan sebelum ditemukannya teknologi cetak, audio visual, dan komputer, pengajar sebagai sumber belajar utama. Pengajar menyampaikan isi pembelajaran, melakukan tanya jawab, diskusi, memberi bimbingan, tugastugas kuliah, dan ujian. Semua dilakukan secara sinkron (synchronous), artinya semua pebelajar belajar isi pembelajaran pada waktu dan tempat yang sama. Beberapa variasi yang dilakukan, misalnya dosen membagi perkuliahan ke dalam topik-topik yang harus di bahas oleh mahasiswa di depan kelas, mehasiswa membuat makalah untuk presentasi mahasiswa sebagai peserta dan melakukan klarifikasi, tanya-jawab, dan memecahkan masalah. Dengan menggunakan pendekatan berpusat pada pebelajar, kuliah dilakukan dengan tutorial, buku kerja, menulis makalah, dan penilaian. Pembelajaran Mandiri Dalam pembelajaran tatap muka, untuk mengakomodasi perbedaan individual kemudian berkembang dengan memberikan tugas belajar mandiri melalui pembelajaran menggunakan modul, sekarang di sekolah digunakan Lembar Kerja Siswa. Tujuannya tentu agar siswa yang berlainan karakteristik kecerdasannya akan belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya. Dalam sumber belajar untuk pembelajaran mandiri ini, kebanyakan pengajar memerlukan buku teks 2 atau atau lebih sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran berbasis blended learning, akan banyak sumber belajar yang harus diakses oleh pebelajar, karena sumber-sumber tersebut tidak hanya terbatas pada sumber belajar yang dimiliki pengajar, perpustakaan lembaga pendidikannya saja, melainkan sumber-sumber belajar yang ada di perpustakaan seluruh dunia. Pengajar yang profesional dan kompeten dalam disiplin ilmu tentu dapat merancang sumber-sumber belajar mana saja yang dapat diakses untuk mengkombinasikan dengan buku, multi media, dan sumber belajar lain. Pembelajaran Berbasis Masalah Aplikasi dalam pembelajaran berbasis blended learning dapat dilakukan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Masalah. Melalui pembelajaran berbasis masalah, pebelajar akan belajar berdasarkan masalah yang harus dipecahkan, kemudian melacak konsep, prinsip, dan prosedur yang harus diakses untuk memecahkan masalah tersebut. Ini berbeda dengan pembelajaran konvensional, yang di tahap awal disajikan konsep, prinsip, dan prosedur yang diakhiri dengan menyajikan masalah. Asumsinya, pebelajar dianggap belum memiliki pengetahuan prasyarat untuk memecahkan masalah, sehingga konsep-konsep tersebut disajikan terlebih dahulu. Melalui pembelajaran berbasis masalah, pebelajar akan secara aktif mendefinisikan masalah, mencari berbagai alternatif pemecahan, dan melacak konsep, prinsip, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 8
Pembelajaran Tutorial Program pembelajaran berbasis komputer memerlukan kegiatan tutorial tatap muka, namun sifat tutotial berbeda dengan pembelajaran tatap muka konvensional. Pada tutorial, pebelajar yang aktif untuk menyampaikan masalah yang dihadapi, seorang pengajar akan berperan sebagai tutor yang membimbing. Sejumlah program universitas menggunakan berbagai pembelajaran interaktif komputer. Perusahaan menyediakan pembelajaran berbasis CD-ROM dan konten online. Meskipun aplikasi teknologi dapat meningkatkan keterlibatan pebelajar dalam belajar, peran pengajar masih diperlukan sebagai tutor. Pembelajaran Kolaborasi Kerjasama atau kolaborasi merupakan salah satu ciri penting pembelajaran masa depan yang lebih banyak mengedepankan kemampuan individual, namun kemampuan ini kemudian disinergikan untuk menghasilkan produk, karena produk masa depan, apalagi produk komputer baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak yang kompleks, diperlukan pendekatan interdisipliner. Oleh karena itu produk masa depan adalah produk yang dihasilkan dari kegiatan kolaborasi. Keterampilan kolaborasi harus menjadi bagian penting dalam pembelajaran berbasis blended learning. Hal ini tentu berbeda dengan pembelajaran tatap muka konvensional yang semua pebelajar belajar di dalam kelas yang sama di bawah kontrol pengajar, dalam pembelajaran berbasis blended, maka pebelajar bekaerja secara mandiri dan berkolaborasi. Oleh karena itu, tagihan dalam pembelajaran ini akan berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Evaluasi pembelajaran berbasis blended learning tentunya akan sangat berbeda dibanding dengan evaluasi pembelajaran tatap muka. Evaluasi harus didasarkan pada proses dan hasil yang dapat dilakukan melalui penilaian evaluasi kinerja belajar pebelajar berdasarkan portofolio. Demikian pula penilaian perlu melibatkan bukan hanya otoritas pengajar, namun perlu ada penilaian diri oelh pebelajar, maupun penilai pebelajar lain.
Penutup Agar para pengajar di Indonesia sensitif terhadap perkembangan pengetahuan tentang pembelajaran masa depan, diperlukan serangkaian kegiatan secara inklusif maupun eksklusif, massal maupun terbatas oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pengajar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui seminar, pelatihan, dan lokakarya dengan baik secara sentralisasi maupun desentralisasi untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dalam pembelajaran, meliputi teknologi cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan teknologi telepon seluler. Pembelajaran yang memanfaatkan semuanya itu apabila dikemas menjadi satu kesatuan dengan kombinasi yang berprinsip sinergi, maka pembelajaran tersebut menjadi berkualitas karena mampu memfasilitasi sumber belajar yang beragam. Semoga kebangkitan pembelajaran yang sensitif terhadap perkembangan teknologi segera terwujud. WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 9
Daftar Rujukan
Alavi, M. and D.E. Leidner, "Research Commentary: Technology Mediated Learning - A Call for Greater Depth and Breadth of Research," Information Systems Research, 2001, 12: 1, pp. I1-10. Alavi, M., G.M. Marakasand Y. Yoo, "A Comparative Study of Distributed Learning Environments on Learning Outcomes," Information Systems Research, 2002, 13: 4, pp. I404-415. Bersin, Josh. 2004. The Blended Bearning Book:Best Bractices, Proven Methodologies, and Lessons Learned. San Francisco: Pfeiffer Brunner, D.L., "The Potential of the Hybrid Course Vis-a-Vis Online and Traditional Courses," Teaching Theology and Religion, 2006, 9: 4, pp. I229-235.
Charles D. Dziuban, Joel L. Hartman, Patsy D. Moskal, 2004. Blended Learning. Research Bulletin. Volume 2004, Issue 7. March 30, 2004. Cogburn, D.L. and Hurup, D. (2006). The World is Our Campus: Synchronous collaboration software lets universities unite colleagues, students, and researchers from all over the globe. Network Computing for IT by IT, retrieved August 6, 2006 from http://www.networkcomputing.com/showArticle.jhtml?articleID=184428959&pgno=1 Dagada, R. and M. Jakovljevic, "'Where Have all the Trainers Gone?' E-Learning Strategies and Tools in the Corporate Training Environment," Proceedings of the 2004 Annual Research Conference of the South African Institute of Computer Scientists and Information Technologists on IT Research in Developing Countires, Stellenbosch, Western Cape, South Africa, 2004, pp. I194-203. DeNeui, D.L. and T.L. Dodge, "Asynchronous Learning Networks and Student Outcomes: The Utility of Online Learning Components in Hybrid Courses," Journal of Instructional Psychology, 2006, 33: 4, pp. I256-259. Galbreth, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Set. Educational Technology, Vol XXXIX, Number 6, November-Desember 1999.
Garrison, D.R. & Vaughan, N.D. 2008. Blended learning in Higher education framework, Principles, and Guidelines. San Fransisco: John Willey & Sons, Inc Garnham, C. and R. Kaleta, "Introduction to Hybrid Courses," March 20, 2002, 8: 6, pp. I1-3. Garnham, C. and R. Kaleta, "Introduction to Hybrid Courses," March 8, 2002, 8: 6, pp. I1-3. Hodges, C.B., "Self-Regulation in Web-Based Courses: A Review and the Need for Research," The Quarterly Review of Distance Education, 2005, 6: 4, pp. I375-383. WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 10
Karen Precel, Yoram Eshet-Alkalai, and Yael Alberton. 2009. Pedagogical and Design Aspects of a Blended Learning Course. International Review of Research in Open and Distance Learning. Volume 10, Number 2. ISSN: 1492-3831 April – 2009 Negash, S. and M.V. Wilcox, "Synchronous Hybrid e-Learning: Teaching Complex Information System Classes Online," Proceedings of the 18th Annual International Information Resources Management Association Conference, Vancouver, British Columbia, Canada, 2007, Piccoli, G., R. Ahmadand B. Ives, "Web-Based Virtual Learning Environments: A Research Framework and a Preliminary Assessment of Effectiveness in Basic IT Skills Training," MIS Quarterly, 2001, 25: 4, pp. I401-426. Ranganathan, S., S. Negash and M.V. Wilcox, "Hybrid Learning: Balancing Face-to-Face and Online Class Sessions," Proceedings of the Tenth Annual Conference of the. Southern Association for Information Systems Jacksonvill, Florida, 2007, Sauers, D. and R.C. Walker, "A Comparison of Traditional and Technology-Assisted Instructional Methods in the Business Communication Classroom," Business Communication Quarterly, 2004, 67: 4, pp. I430442. Seng, L.C. and S. Al-Hawamdeh, "New Mode of Course Delivery for Virtual Classroom," Aslib Proceedings, 2001, 53: 6, pp. I238-242.
Thorne, Kaye. 2003. Blended Learning: How to integrate online & traditional learning. London: Kagan Page Limited. Wikipedia, the free encyclopedia. Blended Learning. (www.wikipedia.com, diakses tanggal 29 agustus 2010)
WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 11
Tentang Fasilitator
WASIS D. DWIYOGO, lahir di Cimahi tanggal 25 Mei 1958. Pendidikan formal yang diselesaikan adalah Sekolah Dasar Negeri Poncowati, Lampung Tengah (1971), Sekolah Menengah Pertama Negeri (1974), Sekolah Menengah Atas Negeri Jurusan Ilmu Pasti & Alam (1977), Sarjana Pendidikan kepelatihan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Semarang (1985), Magister Pendidikan bidang teknologi pembelajaran IKIP Malang (1994), dan Doktor dalam Teknologi Pembelajaran dari Universitas Negeri Malang (1999). Sejak tahun 1987 sampai sekarang menjadi dosen di Universitas Negeri Malang. Mengajar untuk Matakuliah: Pengembangan Kurikulum (S1), Teknologi Pembelajaran (S1), Metodologi Penelitian (S2), Landasan Pendidikan dan Pembelajaran (S2), Wawasan Pendidikan (S3). Di samping mengajar juga sebagai fasilitator berbagai pelatihan pada Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK, Diklat Perpustakaan Nasional, peneliti dan reviewer penelitian yang diselenggarakan oleh Dikti dan Menpora. Secara periodik mengadakan pelatihan: Metodologi Penelitian dan Pengembangan secara nasional untuk dosen, Penulisan Buku Ajar untuk Dosen/Guru/Widya Iswara. Sekarang sedang aktif mengembangkan Pembelajaran Visioner untuk memecahkan masalah masa depan. WEB yang telah dikembangkan untuk keperluan perkuliahan mahasiswa dengan alamat www.pembelajaranvisioner.com
WASIS D DWIYOGO ǀPEMBELAJARAN PENJAS BERBASIS BLENDED LEARNING| 12