BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN TINDAKANNYA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan Pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
OLEH ARMAN A1A207103
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2012
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
Kendari,
September 2012
Menyetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Rifai Nur, M.Hum NIP. 19570909 198811 1 001
Basrin Melamba, S.Pd., M.A. NIP. 19771015 200501 1 001
Mengetahui: Ketua Jurusan P.IPS
Edy Karno, S.Pd., M.Pd NIP. 19720817 200012 1 001
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
BIOGRAFI ARSAMID AL ASHUR: PIKIRAN DAN TINDAKANNYA OLEH Nama : ARMAN NIM : A1A2 07 103 Program Studi : Pendidikan Sejarah Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo pada hari Rabu tanggal 10 Oktober 2012, berdasarkan Surat Keputusan Dekan FKIP Unhalu Nomor: 1252/SK/UN29.1/PP/2012, tertanggal 05 Oktober 2012 dan dinyatakan Lulus.
PANITIA UJIAN Tanda Tangan Ketua
: Dr. H. Mursidin T., M.Pdd
(…………….…….....)
Sekretaris
: Pendais Hak, S.Ag, M.Pd
(…………….…...…..)
Anggota
: 1. Drs. H. Abd Rauf Suleiman, M.Hum
(……………...….…..)
2. Dr. Rifai Nur, M.Hum
(……………....……..)
3. Drs. Hayari, M.Hum
(……………....……..)
4. Basrin Melamba, S.Pd., M.A.
(……………....……..)
Kendari, Oktober 2012 Mengetahui, Dekan FKIP Unhalu
Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si NIP. 19601231 198610 1 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini yang berjudul “Biografi Arsamid Al Ashur: Pikiran dan Tindakannya” di bawah bimbingan Dr. Rifai Nur, M.Hum, dan Basrin Melamba, S.Pd, M.A. masing-masing sebagai pembimbing I dan pembimbing II. Banyak pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini mengucapkan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Djaharuddin dan Almarhumah Sikala yang telah memberikan pengorbanan, perjuangan untuk menyekolahkan penulis sejak kecil dan selalu memberi dorongan, semangat serta iringan do‟a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga kepada kakak-kakak penulis yang tercinta, Larumasa beserta Rosmina, Amir beserta Haryani, Syamsul serta adikku Aslan. Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada bapak Arsamid Al Ashur kesediaannya meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan keterangan kepada penulis sehubungan dengan data yang diperlukan dalam skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya atas bimbingan dan arahan baik
iv
yang berupa materil ataupun moril sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses perkuliahan sampai selesainya skripsi ini secara berturut-turut: 1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S, selaku Rektor Universitas Haluoleo 2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo 3. Edy Karno, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 4. Dra. Aswati M., M.Hum, selaku ketua program studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo. 5. Buhari La Bia, S.Pd, selaku staf Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo. 6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah dan di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo terkhusus kepada Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd selaku penasehat akademik penulis, terimakasih atas didikan dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa. 7. Seluruh staf administrasi yang bertugas di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo. 8. Hj. Sitti Amar, S.Sos yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
v
9. Rekan-rekan mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo angkatan 2007, terkhusus “Nurlupiana, S.Pd, Langgiong, S.Pd, Eko Yogyantoro, Pepi Yanto, S.Pd., Popi Yatno, Candra Putra, La Husu, Jusmiati, Suharni Suddin, S.Pd., Ranti Amir” yang telah memberikan dukungan moril. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaannya, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Demikian ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah diberikan kepada penulis semoga mendapat imbalan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amien Ya Rabbal Alamin.
Kendari,
Penulis
vi
2012
ABSTRAK Arman (A1A207103). Skripsi ini berjudul Biografi Arsamid Al Ashur: Pikiran dan Tindakannya. Dibimbing oleh Dr. Rifai Nur, M.Hum. selaku Pembimbing I, dan Basrin Melamba, S.Pd, M.A. selaku Pembimbing II. Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pengetahuan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari. Adapun permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur? (2) Bagaimana pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki? (3) Bagaimana Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki? Metode yang digunakan dalam skripsi dan penulisan biografi ini adalah metode sejarah (historical method) yang meliputi empat tahap/langkah kerja yaitu: heuristik (pencarian dan pengumpulan sumber), kritik sumber (kritik intern dan ekstern), interpretasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Sumber yang digunakan dalam skripsi terdiri dari tiga jenis sumber data yaitu sumber tertulis, sumber lisan (wawancara), dan sumber benda (gambar-gambar dan foto-foto). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, dan studi lapangan (wawancara). Skripsi ini mengungkapkan bahwa Arsamid merupakan tokoh pelestari
budaya Tolaki. Selain itu, Arsamid Al Ashur merupakan tokoh yang memiliki pendirian yang kuat, kreatitf, inovatif, dan terampil. Arsamid Al Ashur berasal dari keluarga yang sedehana. Ia lahir di Tawanga (Kabupaten Kolaka) pada tanggal 10 Oktober 1943, nama kecilnya adalah Zainuddin, sebuah nama yang diberikan oleh orang Jepang bernama Saigon. Ayahnya bernama Ndau dan Ibunya bernama Takube. Arsamid Al Ashur merupakan anak pertama dari delapan bersaudara kandung. Arsamid Al Ashur menyelesaikan pendidikan terakhirnya di SGA Kendari tahun 1964. Setelah menamatkan sekolahnya di SGA Kendari, Arsamid Al Ashur
memulai karirnya sebagai seorang guru. Setelah itu, ia menjadi pegawai pada BKDH Tk II Kendari, Pemangku Adat Tolaki (Tolea-Pabitara), dan menjadi anggota DPRD Tk II Kabupaten Kendari selama tiga periode (1977-1992). Peran Arsamid Al Ashur sebagai seorang Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki dimulai sejak tahun 1966 sampai sekarang yang diawali pada acara perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari, pada saat itu Arsamid Al Ashur bertindak sebagai Tolea (Juru Bicara dari pihak laki-laki). Selain itu, Arsamid Al Ashur selalu dipercaya oleh pemerintah Kendari untuk melakukan upacara penyambutan terhadap tamu-tamu yang datang ke Sulawesi Tenggara, baik tamu yang berasal dari dalam negeri maupun tamu yang berasal dari luar. Upacara penyambutan tersebut dilakukan secara Adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan Kalo Sara, serta selalu melakukan penobatan ataupun pengukuhan terhadap Pengurus Lembaga Adat dan pelaku-pelaku adat Tolaki lainnya. Pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan dapat dilihat pada hasil karya-karyanya mengenai kebudayaan Tolaki. Karya-karya Arsamid Al Ashur tersebut yaitu berupa tulisan dan desain baju batik asli Tolaki yang diberi nama Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid Al Ashur). Baju Batik tersebut telah diproduksi dan digunakan. Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki yaitu melakukan sosialisasi dan pelatihan tentang hukum adat perkawinan Tolaki serta mengukuhkan sejumlah Tolea-Pabitara.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ KATA PENGANTAR ......................................................................... ABSTRAK ........................................................................................ DAFTAR ISI .................................................................................. DAFTAR GAMBAR ....................................................................
i ii iii iv vii viii x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................ B. Rumusan Masalah ................................................................... C. Tujuan dan Manfaat .................................................................
1 4 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep dan Teori Biografi .......................................................... B. Konsep dan Teori Peran ............................................................... C. Teori Tindakan ......................................................................... D. Skripsi Relevan .........................................................................
8 11 14 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Skripsi ......................................................... B. Jenis Skripsi ............................................................................... C. Metode Skripsi ......................................................................... D. Sumber Data Skripsi ..................................................................
19 19 19 23
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Sosial – Budaya Arsamid Al Ashur ............................. 1. Keluarga ............................................................................ 2. Lingkup Budaya .................................................................. 3. Geografis ............................................................................ 4. Status Sosial ....................................................................... B. Latar Belakang Kehidupan Arsamid Al Ashur ..................... 1. Masa Kecil sampai Dewasa .................................................. 2. Pendidikan .......................................................................... 3. Pekerjaan .............................................................................. 4. Perkawinan ......................................................................... 5. Petualangan Politik Arsamid Al Ashur ................................. 6. Struktur Adat ....................................................................... C. Peran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki .................................................................... D. Pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki ..................................................................
viii
25 25 30 33 34 36 36 39 46 54 60 61 63 73
E. Tindakan Arsamid Al Ashur sebagai Pakar Adat Tolaki ..................................................................................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. B. Saran ........................................................................................ C. Implikasi Skripsi Terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
82
88 89 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Foto Orang Tua Arsamid Al Ashur, Ndau dan Pandiri
Gambar
2. Karya Tulis Arsamid Al Ashur
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
........
30
..........................................
77
3. Foto Baju Batik Desain Arsamid Al Ashur yang telah diproduksi ....................................................................
81
4. Foto Desain Baju Batik Arsamid Al Ashur yang belum diproduksi .............................................................
81
5. Foto Prosesi Pengukuhan dan Praktek Tolea Pabitara di Desa Porabua Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka. ................................................................
85
6. Foto Prosesi Pengukuhan / Sumpah Serapah Para Pelaku Adat Tolaki, Tolea dan Pabitara, oleh Bapak Arsamid Al Ashur Al Ashur di Hotel Arisandi Kecamatan Unaaha Kab. Konawe ......................
86
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia dalam proses sejarah selalu menempatkan dirinya sebagai objek sekaligus subjek sejarah. Sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang lagi. Keseluruhan proses itu berlangsung terlepas dari subjek manapun; jadi, objektif berarti tidak memuat unsur-unsur subjek pengamat atau pencerita. Sedangkan sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruksi, ialah bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kesatuan itu menunjukkan koherensi, pelbagai unsur bertalian satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling menopang dan saling bergantung satu sama lain. (Kartodirjdo, 1992: 14-15). Manusia sebagai makhluk sejarah mampu menciptakan kebudayaan, dan dalam setiap fase-fase kehidupan manusia, manusia tidak pernah melepaskan diri dari kebudayaannya karena masyarakat turut mengambil andil dalam kebudayaan tersebut. Kemunduran dan kemajuan kebudayaan suatu daerah tidak lepas dari figur seorang tokoh pendukung kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, sangat perlu untuk memahami peranan tokoh dimasa lalu sebagai bagian dari pendukung kebudayaan suatu masyarakat.
1
Untuk memahami peranan para tokoh dimasa lalu dapat dilihat kembali melalui jejak-jejak yang mereka tinggalkan. Jejak-jejak itu dapat berupa tulisan maupun keterangan-keterangan lisan dari para tokoh (jika masih hidup) ataupun orang yang mengenal tokoh tersebut, baik secara langsung atau pun tidak langsung mengenai kehidupan para tokoh tersebut. Dalam khasanah buku yang menceritakan kisah tentang seorang “tokoh”, paling tidak dikenal dalam tiga jenis. Pertama, otoboigrafi. Otobiografi merupakan kisah perjalanan kehidupan seseorang yang ditulis sendiri oleh sang “tokoh”. Kedua, memoar. Memoar merupakan tulisan kenang-kenangan tentang seseorang yang ditulis oleh banyak orang yang pernah mengisi dinamika kehidupan sang tokoh, baik kawan sekolah, kolega, atasan, bawahan, kerabat, maupun orang lain yang pernahmengenalnya. Ketiga, biografi. Biografi adalah kisah perjalanan kehidupan seorang tokoh yang ditulis oleh orang lain berdasarkan informasi dari si tokoh maupun narasumber lain (Sembiring, 2010: 2). Dalam tulisan ini penulis menggunakan bentuk yang ketiga yaitu biografi, karena di sini penulis bertugas sebagai penulis riwayat hidup seseorang. Biografi merupakan salah satu bentuk penghargaan yang bisa diberikan kepada tokoh yang berperan penting di tengah-tengah masyarakat.Di samping itu, biografi mempermudah orang untuk mempelajari sejarah. Banyak orang sangat sulit bahkan tidak dapat mempelajari sejarah melalui tema-tema sejarah, akan tetapi lebih mudah memasuki masa-masa yang silam melalui biografi.
2
Selain itu, dengan biografi dapat dipahami para pelaku sejarah, zaman yang
menjadi
latar
belakang
biografi,
lingkungan
sosial-politiknya
(Kuntowijoyo, 2003: 203). Selanjutnya Kuntowijoyo mengemukakan bahwa sebenarnya sebuah biografi tidak perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan sejarah, cukup partisipan, bahkan the unknown (Kuntowijoyo, 2003: 203204). Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi perlu memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosialbudaya, dan perkembangan diri. (Kuntowijoyo, 2003: 207). Dalam tulisan ini penulis mengangkat seorang tokoh dari masyarakat Tolaki yang memiliki peran penting dalam adat istiadat dan kebudayaan Tolaki bernama Arsamid Al Ashur. Arsamid Al Ashur lahir di Tawanga Kabupaten Kolaka pada tanggal 10 Oktober 1943. Ketika masih kecil, Arsamid sering dibawah ayahnya untuk mengikuti acara-acara adat seperti pada acara perkawinan. Arsamid menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya di Wawotobi tahun 1977, SMP Negeri di Kendari tahun 1960, dan SGA Negeri di Kendari tahun 1964. Setelah menyelesaikan pendidikan terakhirnya, Arsamid kemudian diangkat menjadi guru Sekolah Dasar di Benua Kecamatan Angata tanggal 01 Agustus 1964 sampai tahun 1968. Setelah itu ia pindah bekerja di Kantor Bupati Kepala Daerah Kendari tahun 1969. Arsamid memulai karirnya di lembaga legislatif dengan menjadi anggota DPRD Tk. II Kendari dari unsur Golkar selama tiga periode yaitu,
3
periode pertama 1977-1982, periode kedua 1982-1987, dan periode ketiga 1987-1992. Tahun 2003 Arsamid akhirnya pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan pangkat Pembina Golongan IV/a. Kegiatan-kegiatan Arsamid dalam bidang kebudayaan antara lain menjadi anggota tim peneliti kebudayaan kebudayaan daerah Propinsi Sulawesi Tenggara pada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sultra tahun 1974 sampai 1978, anggota tim Penterjemah 36 ButirButir Pancasila ke dalam Bahasa Tolaki, pemrakarsa pemberian gelar kepada Drs. H. Anas Bunggasi (Buapti Kendari tahun 1987-1992) pada tahun 1992, akhir masa jabatan beliau, bersama-sama dengan Abdurrauf Tarimana dengan gelar Tabaununggu Temalau Wonua, artinya pimpinan daerah yang tersohor dan menjadi buah bibir masyarakat, desainer batik motif budaya asli Tolaki tahun 1998 sampai sekarang dengan merek cipta Titomas (Motif Tolaki Ramuan Arsamid). Dalam kegiatan menulis, Arsamid mulai aktif sejak tahun 2000 sampai sekarang. Arsamid telah menyelesaikan beberapa buku tentang Kebudayaan Tolaki antara lain alam bidang Bahasa dan Sastra, Sejarah, dan Karya terjemahan ke dalam bahasa Tolaki. Peran Arsamid sebagai tokoh adat Tolaki khususnya sebagai Tolea dan Pabitara profesional dimulai sejak tahun 1966 yang diawali dalam urusan perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Waktu itu Arsamid belum dikukuhkan sebagai seorang Tolea dan Pabitara.
4
Pada masyarakat Tolaki, penanganan suatu urusan adat khususnya masalah perkawinan ada yang berdasarkan kehendak dan kepentingan yang mempunyai urusan, dan ada yang menurut pelaku adat. Faktor itulah yang kemudian menimbulkan terjadinya perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan antara lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya. Selain itu, masih adanya penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan perkawinan yang sering dilakukan sebagian pelaku adat khususnya Tolea dan Pabitara yang disebabkan karena mereka belum dikukuhkan/sumpah serapah. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya hal tersebutmaka Arsamid sebagai Pakar Adat Tolaki sekaligus sebagai pengurus pada Lembaga Adat Tolaki melalui LAT yang berada di daerah-daerah terus melakukan upaya sosialisasi Hukum Adat Perkawinan Tolaki dan Pelatihan Tolea-Pabitara sekaligus mengukuhkan kembali para Tolea-Pabitara. Ada beberapa alasan mengapa penulis tertarik untuk menuliskan biografi Arsamid yaitu: 1. Historiografi mengenai biografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan khusunya pada Program Studi Pendidikan Sejarah belum mendapat perhatian dari mahasiswa untuk melakukan penulisan tentang biografi seorang tokoh dalam bentuk karya tulis, skripsi. 2. Arsamid merupakan salah satu tokoh adat, budayawan Tolaki yang memiliki peran penting dalam pelestarian, pengembangan kebudayaan tolaki, namun belum banyak orang yang mengetahui sosok Arsamid.
5
Dari uraian di atas, penulis tertarik menuliskan biografi beliau menjadi sebuah tulisan atau karya ilmiah dengan judul Biografi Arsamid Al Ashur: Pikiran dan Tindakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permaslahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur?
2.
Bagaimana pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki?
3.
Bagaimana tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menjelaskan latar belakang kehidupan Arsamid Al Ashur dari masa kecil, pendidikannya,
pekerjaannya,
latar
belakang
keluarganya,
dan
pengalamannya serta kegiatan-kegiatannya dalam bidang kebudayaan. 2.
Menjelaskan tentang pikiran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat sekaligus budayawan Tolaki.
3.
Menjelaskan tindakan Arsamid Al Ashur sebagai pakar Adat Tolaki.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
4.
Bagi mahasiswa, diharapakan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa secara umum dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah khusunya tentang biografi.
5.
Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai salah satu tokoh masyarakat khususnya masyarakat Tolaki.
6.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapakan agar pemerintah lebih memahami, memperhatikan, dan memberikan penghargaan yang pantas bagi tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan kebudyaan Tolaki. Selain itu, tulisan ini dapat menjadi bahan masukan dalam rangka pengembangan, pengkajian dan penulisan biografi di Sulawesi Tenggara.
7.
Bagi penulis/peneliti, dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan berpikir peneliti dalam ilmu sejarah dan dalam penulisan biografi khususnya.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dan Teori Biografi 1. Konsep Biografi Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang. Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai
sebuah
kisah
riwayat
hidup
seseorang
(http://kolom-
biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-cara-menulis.html). Dalam ilmu sejarah, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi informasi-informasi penting,namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik (Silitonga, 2011: 7). Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang (Jeperson, 2009: 6).
8
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang.Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung.Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping Koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi itu. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan (http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-caramenulis.html). Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan misanlya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang akan mungkin peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu menghadapi rintangan tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan
9
mengambil resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa dan mengapa(http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografiserta-cara-menulis.html). Selain itu, dalam buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar belakang dari yang ingin kita tulis antara lain: 8.
Keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak). Pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tertinggi jika ada. Pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan
yang
tidak
ada
hubungannya
sama
sekali
dengan
kepengarangannya. 9.
Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang masih berbentuk naskah, karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai dia meninggal.
10. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya, dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang menanggapi (Silitonga, 2011: 6).
10
Berdasarkan sudut pandang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa biografi merupakan pendeskripsian hidup seseorang di masa lampau baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal, yang terkenal atau pun yang tidak terkenal. Dalam kaitannya dengan penelitian dan penulisan biografi ini, maka biografi dalam tulisan ini bertujuan untuk menceritakan perjalanan hidup Arsamid Al Ashur yang masih hidup serta eksistensinya dalam masyarakat Tolaki. 2. Teori Biografi Untuk memahami kehidupan seorang tokoh secara utuh sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat, haruslah dikaji kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi kehidupan tokoh tersebut. Sutherland dalam bukunya Introductory Sociology menyatakan bahwa pada hakikatnya, kehidupan pribadi itu merupakan abstraksi dari individu, masyarakat, serta budayanya. Ketiga aspek tersebut mempunyai peranan saling mempengaruhi kepribadian seseorang. Sedangkan Onghokham menyatakan bahwa silsilah, keluarga, dan orang-orang sekelilingnya pada masa kanak-kanak sampai dengan masa dewasa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan tokoh (Mulyanto, 1990: 7). B. Konsep dan Teori Peran 1. Konsep Peran Hendropuspito (1989: 178) mengungkapkan bahwa istilah peranan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon 11
itu sendiri.Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan. Sedangkan Soekanto mengungkapkan bahwa peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status), yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal yaitu: 11. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. 12. Peranan merupakan suatu konsep perihal yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 13. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial (Soekanto, 2009: 217). Dalam Kamus Sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah 1) aspek dinamis dari kedudukan, 2) perangkat hak-hak dan kewajiban, 3) perilaku aktual dari pemegang kedudukan, dan 4) bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang (Soekanto, 1993: 440). Horton & Hunt dan David Berry memiliki penjelasan yang hampir sama mengenai konsep peran. Horton & Hunt menyatakan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status (Horton dan Hunt, 1991: 118-119). Sedangkan David Berry mengungkapkan bahwa konsepsi peran mengandaikan seperangkat harapan. Kita diharapakan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu dan mengharapkan orang lain untuk bertindak dengan cara-
12
cara tertentu pula. Lebih lanjut Berry mengatakan bahwa bila individu-individu menempati kedudukan-kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap kedudukan
yang
mereka
tempati
itu
menimbulkan
harapan-harapan
(expectations) tertentu dari orang-orang disekitarnya (Berry, 2003: 99). Bertolak dari sudut pandang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa peran merupakan suatu fungsi atau tugas yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai status atau kedudukan dalam masyarakat dengan seperangkat harapan. Dalam
kaitannya
dengan
biografi
ini,
maka
penulis
akan
mengungkapkan peran Arsamid Al Ashur sebagai Tokoh Adat/Masyarakat dan Budayawan Tolaki. 2. Teori Peran Untuk memberikan penjelasan mengenai peranan Arsamid Al Ashur sebagai seorang tokoh adat dan budayawan Tolaki, maka akan digunakan teori peran yang dikemukakan oleh Broom dan Selznick. Broom dan Selznick mengemukakan bahwa peran dapat ditinjau dari tiga perspektif, yaitu perspektif prescribed role, perspektif perceived role, perspektif actual role. 14. Perspektif Prescribed Role Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapanharapan masyarakat atau peranan yang ideal. Setiap masyarakat pada umumnya selalu mempunyai harapan tertentu dari individu yang menempati status atau posisi sosial tertentu, seperti suami, istri, orang tua dan anak. Harapan itu tentu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
13
15. Prespektif Preceived Role Perspektif Precieved role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan pribadi. Peranan ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat tetapi harus dilakukannya karena menurut pertimbangan hal itu adalah baik. 16. Perspektif actual role Perpektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujudnyatakan atau diaktualisasikan. Pelaksanaan suatu peranan seringkali tidak cuma didasarkan atas harapan-harapan masyarakat (prescribed role) atau pertimbangan-pertimbangan pribadi (precieved role) tetapi juga berdasarkan tekanan-tekanan yang dialami atau peluang-peluang yang ada atau situasi-situasi khusus. Dari ketiga jenis peran tersebut, maka penulis menggunakan jenis peran yang ketiga dalam menjelaskan peranan Arsamid, yaitu perspektif actual role; yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujudnyatakan atau diaktualisasikan.
C. Teori Tindakan Untuk memberikan penjelasan mengenai tindakan Arsamid sebagai pakar Adat Tolaki sekaligus Dewan Pengurus Lembaga Adat Tolaki Sultra akan digunakan teori collective action yang dijelaskan oleh Charles Tilly. Menurutnya bahwa tindakan kolektif adalah orang-orang yang bertindak secara bersama-sama untuk mencapai kepentingan bersama. Menurut Tilly, sepanjang
14
sejarah ada tiga jenis tindakan kolektif, masing-masing dengan causal faktornya sendiri. Ketiga jenis tindakan kolektif tersebut sebagai berikut: Pertama, competitive collective action, yaitu dua pihak atau lebih bersaing untuk merebut atau menegakkan sesuatu.Kedua, reactive collective action, yaitu adanya upaya untuk mengembalikkan hak-hak yang mapan dalam masyarakat yang telah digusur oleh pihak-pihak tertentu.Ketiga, pro collective action, yaitu upaya untuk menciptakan suatu struktur sosial yang baru yang sebelumnya tidak ada (Permana, 2004: 7). Dari ketiga jenis tindakan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis tindakan yang kedua, reactive collective action, yaitu adanya upaya untuk mengembalikkan hak-hak yang mapan dalam masyarakat yang telah digusur oleh pihak-pihak tertentu. D. Penelitian Relevan Ada beberapa tulisan mengenai biografi diantaranya, yang ditulis oleh Jeperson Valerius Silalahi, Biografi Guntur Sitohang sebagai Pemusik dan Pembuat Alat Musik Batak Toba. Jeperson menjelaskan bahwa Guntur Sitohang lahir dari pasangan yang tidak memiliki kultur seniman. Namun atas kebebasan yang diberikan orang tuanya dalam mengembangkan minat
dan bakatnya,
maka
hal itu
menjadikannya terbentuk menjadi seorang pemusik Batak Toba yang handal. Kemampuan yang dimilkinya dalam memainkan berbagai alat musik Batak Toba sejak belasan tahun.
15
Jeperson juga menulis bahwa Guntur Sitohang telah mengambill peranan penting dalam perjalanan kelangsungan musik tradisi Batak toba, hal tersebut diperjelas dengan andilnya dalam mewakili maupun memimpin kontingen dari Samosir maupun Toba pada event-event kebudayaan ditingkat Provinsi maupun maupun nasional. Selain itu, Jeperson juga menulis bahwa selai sebagai pemusik yang handal, Guntur Sitohang juga aktif dalam membuat alat musik. Dalam membuat alat musik, Guntur Sitohang banyak belajar dari pengalamannya sebagai pemusik. Tulisan lain mengenai biografi yaitu biografi yang ditulis oleh Eva Angelina Sembiring, Biografi Rakuta Sembiring Brahmana. Tulisan ini menjelaskan tentang latar belakang kehidupan Rakutta Sembiring Brahmana, dan
aktivias
politiknya
selama
menjadi
kapala
daerah.
Eva Angelina S. menjelaskan bahwa awal karirnya dimulai dengan mengikuti pelatihan sipil dan kemudian turut serta dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Eva Angelina S. juga menulis bahwa pada awalnya beliau menjabat sebagai Bupati Tanah Karo pada tahun 1946. Pada tahun 1954-1960 Rakutta Sembiring Brahmana dipindah tugaskan ke daerah Asahan. Di Asahan beliau menjabat sebagai Bupati. Dan yang terakhir beliau menjabat sebagai Walikota Pematang Siantar 1960-1964. Walaupun Rakutta Sembiring Brahmana bukan putra daerah tetapi dia bisa menjadi seorang pemimpin di daerah orang lain. Selama ia memimpin di tiga wilayah beliau telah memberikan sumbangsih yang sangat besar melalui kebijakan-kebijakan yang ia buat.
16
Sedangkan tulisan lainnya yaitu biografi yang ditulis oleh Sansri Nuari Silitonga, Nur „Ainun Sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biogarafi dan Analisis Struktur Rentak Senandung, Mak Inang, dan Lagu Dua yang dinyanyinkannya. Dalam tulisan ini, Sansi Nuari Silitonga menjelaskan bahwa Nur „Ainun adalah sosok perempuan yang memiliki sifat keagamaan (religious). Segala sesuatu yang beliau kerjakan selalu berhubungan erat dengan Tuhan, seperti pada saat sebelum naik panggung Nur‟Ainun selalu berdoa meminta agar semua dilancarkan (meminta berkat). Bukan cuma itu saja, Nur „Ainun juga selalu menyempatkan dirinya untuk melakukan sholat 5 waktu, dan ini sesuatu pekerjaan yang tidak pernah dia lupakan, biar dalam keadaan bagaimana pun, beliau selalu melakukanya. Tulisan lain mengenai biografi yaitu biografi yang ditulis oleh Suharni Suddin, Supu Yusuf Dari Seorang Bangsawan, Pejuang Hingga Birokrat. Dalam tulisan tersebut Suharni menjelaskan bahwa dalam usia 19 tahun, setelah menamatkan pendiddikan Osvianya, Supu Yusuf memulai karirnya sebagai Menteri Polisi di Onderofdeeling Bone pada tanggal 1 Nopember 1940. Perannya dalam mempertahankan kemerdekaan di daerah Kendari dan Kolaka yaitu sebagai pelopor terbentuknya organisasi pemuda Merah Putih di daerah Kendari, Wawotobi dan Andoolo. Sebagai motivator bagi masyarakat dan pemuda Sulawesi Tenggara agar sadar akan proklamasi kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu, Suharni juga
17
menulis bahwa peranan Supu Yusuf bukan hanya di bidang milter akan tetapi juga di bidang pemerintahan, sosial dan organisasi.
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada tanggal 30 April 2012 sampai selesai. Tempat penulis melakukan penelitian yaitu di Benu-Benua Kota Kendari dan di Kelurahan Arombu Kabupaten Konawe. Kedua tempat tersebut merupakan tempat tingal Arsamid. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif pendekatan strukturis yang merupkan perpaduan antara pendekatan individualis dan strukturalis. Pendekatan strukturis ini lebih memusatkan pada peran individu atau kelompok sosial tertentu, sebagai faktor perubahan. Sedangkan struktur sosial menjadi wadahnya yang mengikat antara individu atau kelompok sosial sehingga terjadi interaksi (Permana, 2004: 5). C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian dan penulisan biografi ini adalah
metode
historis
atau
metode
sejarah
(historical
methode).
Sebagaimana dikemukakan Gottschalk, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 2006: 39). Sedangkan Sjamsuddin mendefinisikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui sejarah (Sjamsuddin, 2007: 14).
19
Menurut Ernest Bernheim, metode sejarah memiliki 4 (empat) tahapan kerja yaitu (1) heuristik, yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah, (2) kritik, menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah, (3) Aufassung, penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang dipungut dari dalam sumber-sumber sejarah, dan (4) Darstellung, penyajian ceritera yang memberikan gambaran sejarah yang terjadi pada masa lampau. (Sjamsuddin dan Ismaun, 1996: 19-20). Berdasarkan pendapat di atas, maka langkah kerja yang digunakan dalam penelitian dan penulisan biografi ini menggunakan prosedur metode sejarah kritis dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Heuristik (Pengumpulan Sumber) Pada tahap ini, penulis berusaha melakukan pencarian, pengumpulan
dan pengklasifikasian berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber sejarah (historical sourcess) adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung memberitahukan kepada kita tentang sesuatu kenyataan kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality) (Sjamsuddin, 2007: 95). Sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda. Adapun teknik yang peneliti gunakan dalam melakukan pengumpulan sumber/data penelitian tersebut, yaitu studi literatur (studi kepustakaan) dan studi lapangan. 17.
Studi literatur (studi kepustakaan). Studi ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan membaca sejumlah literatur. Literatur berupa buku-
20
buku (karya tulis), dokumen-dokumen, serta catatan-catatan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh data tertulis berupa buku, dokumen, serta catatan-catatan lainnya yang relevan dengan kajian. Dengan telaah semacam ini penulis mendapat bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai perbandingan atau tolak ukur terhadap bahan yang diperoleh dilapangan. 18.
Pengumpulan data dengan penelitian lapangan dilakukan melalui
metode sejarah lisan (oral history) yaitu dengan melakukan wawancara terhadap Arsamid Al Ashur serta orang yang berhubungan dengan beliau. Selain melakukan wawancara, peneliti mengunjungi tempat penjualan (distributor) Batik Tolaki Ramuan Arsamid (TITOMAS), Laksana Tailor Wawotobi. Di tempat tersebut peneliti mengambil gambar berupa bajubaju motif TITOMAS yang digunakan di beberapa sekolah di Kabupaten Konawe, serta foto dari almarhum H. Ambo Dalle dan anaknya, Baharuddin. 2. Tahap Kritik Sumber Setelah melakukan kegiatan pengumpulan sumber, tahap selanjutnya adalah melakukan kritik sumber. Kritik sumber dimaksudkan untuk menyeleksi, menilai, atau menguji semua sumber yang telah berhasil dikumpulkan, baik dari segi otentisitas (kesejatian, ketulenan, keaslian) maupun kredibilitas (kebenaran, keabsahan, kesahihan) sumber (Hadara, 2004: 3).
21
Dalam metode sejarah, kritik sumber dibagi menjadi dua macam yaitu eksternal dan internal. Kritik eksternal bertujuan untuk menilai otentisitas dan integritas sumber, sedangkan kritik internal bertujuan untuk menguji realibilitas dan kredibilitas sumber. 19.
Kritik Ekstern Kritik ekstern merupakan penilaian sumber dari aspek luar / fisik
dari sumber tersebut seperti kertas, tinta, gaya tulisan, kata-kata, hurufhurufnya. Pada tahap kritik ini, ada tiga pertanyaan penting yang diajukan,yaitu: (1) Adakah sumber itu memang sumber yang dikehendaki? (2) Adakah sumber itu asli atau turunan? (3) Adakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah (Hadara, 2004: 4). 20.
Kritik Intern Kritik intern merupakan penilaian terhadap kesaksian dari isi
sumber. Ada empat pertanyaan pokok untuk menilai kebenaran (kredibilitas) dari kesaksian isi sumber tersebut yaitu : (1) apakah saksi di dalam memberikan kesaksiannya mampu menyatakan kebenaran?, (2) apakah saksi mau menyatakan kebenaran?, (3) apakah saksi melaporakan secara akurat mengenai detil yang sedang diuji, (4) apakah ada dukungan (koroborasi) secara merdeka terhadap detil yang sedang diperiksa? (Hadara, 2004: 6) 3. Tahap Interpretasi Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan penyusunan karya ilmiah sejarah setelah mengumpulkan sumber (heiristik)
22
dan kritik sumber adalah melakukan interpretasi. Pada tahap ini dilakukan pengolahan, penyusunan dan penafsiran terhadap fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya. Berbagai fakta yang berbeda antara satu dengan lainnya tersebut kemudian dirangkaikan dan dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras, di mana peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya. Interpretasi adalah proses menafsirkan data dan fakta yang telah didapatkan. Tahapan interpretasi merupakan tahap pemberian makna terhadap data-data yang diperoleh dalam penelitian. Dalam tahap ini, penulis menggabungkan data yang diperoleh dari sumber selama penelitian kemudian dirangkaikan dan diinterpretasi. 4. Tahap Penulisan (Historiografi) Pada tahap ini, penulis melakukan penulisan akhir sebagai hasil dari ketiga tahapan sebelumnya, yaitu heusristik, kritik, dan interpretasi. Sjamsuddin menjelaskan bahwa memasuki tahapan ini sejarawan akan mengerahkan segala daya dan pikirannya dengan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. Sehingga pada akhirnya ia harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruha hasil penelitiannya atau penemuannya ke dalam suatu tulisan yang utuh (Sjamsuddin: 2007: 156). Hasil penelitian yang diperoleh tersebut, disusun menjadi sebuah karya ilmiah berupa skripsi. D. Sumber Data Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga jenis sumber data, yaitu sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda. 23
21. Sumber tertulis berupa dokumen (resmi atau pribadi seperti surat-surat pengangkatan,
piagam penghargaan,
ijazah),
tulisan-tulisan tokoh
khususnya mengenai karya-karya Arsamid dalam bentuk tulisan, serta literatur lainnya yang ada relevansinya dengan kajian dalam penelitian dan penulisan biografi Arsamid Al Ashur. 22. Sumber lisan yaitu dengan melakukan wawancara terhadap Arsamid Al Ashur dan oarang yang berhubungan dengan beliau. 23. Sumber benda, terutama gambar-gambar atau foto-foto yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
24
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Sosial – Budaya Arsamid 1. Keluarga Arsamid lahir dari buah perkawinan pasangan Ndau dengan Takube. Pasangan ini dikarunia delapan orang anak, lima orang putera dan tiga orang putri yaitu, Arsamid sebagai putera sulung/Iliwua atau Ponduha‟a Sanggula yang lahir pada hari senin tanggal 10 Oktober 1943 di Tawanga (Kabupaten Kolaka), Lawetasi (Muis L) sebagai putera kedua lahir pada tangal 01 Mei 1945 di Tawanga (Kolaka), anak ketiga bernama Tie (Amimah) sebagai putri pertama mereka lahir pada tanggal 27 Juli 1948 di Tawanga (Kolaka), anak keempat bernama Hamka sebagai putera ketiga mereka lahir pada tanggal 16 Desember 1951 di Tawanga (Kolaka), anak kelima bernama Abidin sebagai putera keempat mereka lahir pada tanggal 18 Juni 1953, anak keenam bernama Burhan sebagai putera kelima yang lahir pada tanggal 25 Nopember 1955 di Tawanga (Kolaka), anak ketujuh adalah seorang perempuan bernama Yurni sebagai putri kedua lahir pada tanggal 03 Juli 1962 di Tawanga (Kolaka), dan yang terakhir pasangan ini kembali dikaruniai seorang puteri bernama Jusni yang lahir pada tanggal 21 Januari 1965 di Tawanga (Kabupaten Kolaka). (Arsamid, 2006: 2). Ndau adalah seorang Hoofd Mandor (kepala mandor) pada perkebunan Jepang milik tuan Saigon di Tawanga Tua (Kabupaten Kolaka) dan juga merupakan seorang Imam. Setelah pindah ke Wawotobi (Kabupaten Konawe)
25
Ndau kembali mengabdikan dirinya sebagai Imam di Tawanga (Wawotobi). Setelah lama mengabdikan diri menjadi Imam akhirnya ia diangkat oleh Bupati Kendari menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah TK II Kendari sebagai Pesuruh Sekolah Dasar sampai ia meninggal. Kakek dan nenek Arsamid dari ayahnya bernama Lawa‟e dan Mareti. Arsamid mengatakan bahwa kakeknya merupakan seorang yang dikenal sebagai mbupiu mot‟uo, mbusopu motu‟o, dan Tolea-Pabitara motu‟odi Tawanga Tua (Kab. Kolaka). Sebagai seorang Tole-Pabitara Lawwa‟e selalu bisa menyelesaikan semua permasalahan yang timbul dalam urusan-urusan adat perkawinan (Arsamid, wawancara 12 Nopember 2011). Sedangkan ayah Ndau sendiri bernama Para yang bekerja sebagai petani dan mbusopu. Untuk lebih jelas, berikut adalah silsilah keturunan Arsamid: Para
Lawa’e
Mareti
Para
Para
Ndau
Takube
Para
Arsamid
Tie (Amimah)
Para
Abidin
Para
Lawetasi (Muis L) Para
Para
Yurni
Para
Hamka Para
Para
Burhan Para
Sumber: (Arsamid, wawancara 15 April 2011)
26
Jusni Para
Ndau hanya menyelesaikan pendidikannya sampai pada jenjang pendidikan dasar yaitu di Sekolah Rakyat (SR) 3 Tahun Sanggona. (Arsamid, 2006: 2). Arsamid mengatakan bahwa pada waktu itu Sekolah Rakyat hanya ada di empat daerah yaitu di Mowewe, Puriala, Wolasi, dan di Sanggona. Setelah tamat ia akan melanjutkan pendidikannya, Zending School (Sekolah Kristen) di Poso. Untuk masuk di sekolah tersebut syaratnya harus di baptis terlebih dahulu baru bisa berangkat. Akan tetapi Ayahnya yaitu Lawa‟e melarangnya untuk tidak ikut sekolah Zending tersebut karena, pertama jika ia (Nda‟u) masuk Kristen, ia pasti akan makan babi, dan kedua mereka akan berpisah sampai di hari kemudian.Akhirnya Ndau membatalkan kepergiannya ke Poso dan memilih pergi ke Watunohu, Kolaka Utara untuk belajar agama Islam kepada orang Bugis. Di Watunohu, Ndau belajar selama tiga tahun. Arsamid mengatakan bahwa di sana Nda‟u belajar tentang Tauhid, mengaji, baca barsanji, tafsir Al Qur‟an, dan pengetahuan islam lainnya. Setelah selesai, ia pergi ke Tawanga Tua (Kabupaten Kolaka) dan bekerja diperkebunan Mitsubishi Jepang milik tuan Saigon sambil mengabdikan dirinya sebagai Imam di tempat tersebut. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Lebih lanjut Arsamid mengatakan bahwa di perkebunan tersebut Ndau dipekerjakan sebagai Hoofd Mandor (kepala mandor). Selain menjadi hoofd mandor, Ndau juga bergabung di perjuangan merah putih pimpinan Sulewata Lasandara dengan memimpin beberapa anggotadan salah satu yang menjadi anggotanya adalah Hamid, kemenakan dari Sulewata Lasandara, yang juga
27
sedang bekerja di perkebunan tersebut. Jenis tanaman yang ditanam di perkebunan tersebut yaitu berupa kapas, mentimun, mentimun Jepang, ketimun Jepang, dan semangka Jepang. Saat bertugas sebagai Hoofd Mandoria dipanggil dan diperintahkan oleh Komandan Polisi Militer (PM) Kolaka untuk membawa merah putih masuk ke Wawotobi dan disebarkan, merah putih tersebut berukuran kecil. Agar merah putih tersebut tidak dilihat oleh tentara Jepang maka Ndau menyembunyikan bendera merah putih kecil tersebut dibalik kopianya. Ndau membawa merah putih tersebut dari perkebunan Mitsubishi Jepang dengan naik rakit (onia) bersama dengan Hamid dan anggota lainnya melalui sungai Konawe‟eha dengan membawa mentimun, semangka, dan ketimun Jepang ke Bose-bose, Wawotobi (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Keesokan malamnya mereka ditangkap oleh tentara Jepang dan bendera tersebut kemudian di ambil. Ndau kemudian dipenjara bersama dengan temantemannya termasuk Hamid. Sekarang penjara tersebut dijadikan sebagai Rujab Camat Wawotobi akan tetapi tidak ada yang menempatinya karena dianggap keramat. Penjaga penjara (Opas) saat itu bernama Laidi. Setelah Sulewatang Lasandara mendengar berita tertangkapnya Ndau dan Hamid, Sulewata Lasandara kemudian memberitahukan kepada Laidi supaya mereka dijaga dengan baik, jika mereka dipukul maka dia akan mati. Setelah beberapa hari mereka dipenjara akhirnya mereka dibebaskan dan Ndau kembali di Tawanga tua (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
28
Sebagai seorang ayah yang memiliki tanggung jawab terhadap anakanaknya, Ndau selalu menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anaknya pada saat mereka makan.Ayahnya sering berhenti makan sejenak lalu mengatakan kepada mereka bahwa hanya waktu sekarang mereka duduk melingkar menghadap makanan, tetapi kelak suatu saat tatkala mereka sudah dewasa mereka akan memiliki rumah, keluarga dan tanggung jawab masing-masing sebagai kepala keluarga. Kedua hidup ini adalah perjuangan, siapa-siapa yang tidak memiliki perhatian terhadap sekolahnya, maka besok dan kedepannya dia akan memikul basung. Ketiga, orang yang memiliki perhatian yang besar terhadap sekolahnya maka dia tidak akan menjadi sarang pembodohan orang lain (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Selain itu, sebagai seorang ayah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Islam, Ndau selalu mengajari anak-anaknya membaca AlQur‟an dan pengetahuan agama Islam lainnya. Arsamid dan adik-adiknya selalu diajarkan membaca Al Qur‟an kadang dengan menggunakan bahasa bugis, hal tersebut tidaklah mengherankan karena ayahnya belajar Islam kepada orang Bugis di Watunohu selama tiga tahun dengan menggunakan bahasa bugis. Selain itu, Arsamid selalu dibawah oleh ayahnya ke masjid untuk melakukan shalat lima waktu. Setelah mengabdikan diri sebagai Imam di Uelawu Kecamatan Wawotobi ia kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Kendari sebagai Pesuruh Sekolah Dasar hingga pensiun. Ndau
29
meninggal tanggal 30-12-1984 dan dimakamkan di Tawanga Kec.Wawotobi Kabupaten Kendari. Ibunda Arsamid bernama Takube binti Laterengga yang juga dilahirkan di Tawanga, Kolaka, tanggal 26 Juli 1927 dengan pendidikan Sekolah Rakyat 3 Tahun. Arsamid mengatkan bahwa setelah ibunya menyelesaikan sekolahnya di SR Tawanga (Kolaka) ibunya kemudian bekerja diperkebunan Jepang. Pekerjaan ibu-ibu waktu itu termasuk ibunya adalah memintal kapas menjadi benang dan akhirnya dididik serta dilatih untuk menenun. Tenunan yang mereka hasilkan adalah berupa handuk, akan tetapi bentuknya masih kasar. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Pada tanggal 7 Maret 2006 Ibunda Arsamid meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di Tawanga Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.
Gambar 1 Foto Orang Tua Arsamid (Sumber: Dokumentasi Pribadi Arsamid)
2. Lingkup Budaya Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan suku Tolaki terdapat satu simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai
30
masalah atau persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka yang disebut dengan Kalo Sara. Didalam berinteraksi sosial terdapat nilai-nilai luhur lainnya yang merupakan filosofi kehidupan yang menjadi pegangan. Adapun filosofi kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain sebagai berikut : a.
Budaya O‟sara (Budaya patuh dan setia terhadap putusan lembaga adat). Masyarakat
Tolaki merupakan masyarakat
menyelesaikan
secara
adat
sebelum
yang
lebih
memilih
dilimpahkan/diserahkan
ke
pemerintah dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. b.
Budaya Kohanu (budaya malu). Budaya malu sejak dulu merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan, pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat Tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk
31
selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi yang terdepan. c.
Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan). Budaya ini merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai berikut: 1) Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno” Artinya : Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain akan banyak sopan kepadanya. 2) “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara” Artinya : Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat maka ia akan dikenakan sanksi / hukuman 3) “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo” Artinya : Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan kebaikan
d.
Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo‟aso” (budaya bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu). Masyarakat tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat, pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan
32
peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu . e.
Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri sebagai orang tolaki). Budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat sifat mandiri, kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki. (Santoso, 2011)
3.
Geografis a. Kelurahan Arombu Kecamatan Unaaha Kelurahan Arombu sebagai salah satu wilayah Kecamatan Unaaha
memiliki luas 100 ha atau 2,96 persen dari luas wilayah Kecamatan Unaaha. Kecamatan Unaaha sendiri memiliki luas wilayah 3,375 ha atau 0,29 persen dari wilayah Kabupaten Konawe. Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Unaaha selain Kelurahan Arombu yaitu Kelurahan Puunaha, Tumpas, Latoma, Ambekairi, Tuoy, Asinua, Wawonggole, dan Unaaha. Jadi jumlah kelurahan yang terdapat di Kecamatan Unaaha yaitu sebanyak sembilan kelurahan. Dilihat dari topografinya Kelurahan Arombu tergolong topografi datar. Sedangkan bila ditinjau dari segi batas-batasnya, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tumpas, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Latoma, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Desa Ameroro (Kecamatan Uepai), dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Puunaha. (http://konawekab.bps.go.id/?page_id=93)
33
b. Kelurahan Benu-Benua Kota Kendari Luas wilayah Kelurahan Benu-Benua 1.500 Ha, dengan kondisi dataran 200 ha, perbukitan/pegunungan 700 ha dan ketinggian dari permukaan laut 24 m. Wilayah Kelurahan Benu-Benua terdiri dari 2 Lingkungan dan 4 RW. Waktu tempuh ke ibu kota Kecamatan dengan jarak 500 km sekitar 10 menit. Waktu tempuh ke Kota Kendari dengan jarak 17 km sekitar 30 menit, dan waktu tempuh ke ibu Kota Provinsi dengan jarak 24 km sekitar 45 menit. Keadaan iklim Kelurahan Benu-Benua beriklim Tropis dengan suhu udara rata-rata 21˚C dengan tingkat curah hujan 250 mm/tahun. Sebelah utara, Kelurahan Benu-Benua berbatasan dengan Kecamatan Soropia, Kab. Konawe, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sodohoa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Poasia, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Punggaloba. (Tambera, 2011) 4.
Status Sosial Sebelum penulis menguraikan status sosial Arsamid, maka penulis akan
menjelaskan terlebih dahulu sistem pelapisan sosial pada masyarakat Tolaki. Sistem pelapisan sosial pada masyarakat Tolaki tampak dalam tiga lapisan, yakni: (1) lapisan golongan anakia (bangsawan) yang disebut juga pu‟uno o kasu (induk pohon), maksudnya adalah pelindung, pemimpin; (2)
lapisan
golongan towonua (penduduk asli, pemilik negeri) yang juga disebut tonomotuo (golongan orang yang dituakan), atau ata wonua (hamba negeri), maksudnya adalah abdi negara, rakyat, atau toonotoka itono (orang biasa,
34
orang kebanyakan), disebut juga tononggapa, tonodadio (penduduk, orang banyak); dan (3) lapisan golongan o ata (budak, hamba sahaya). Orang Tolaki yang tergolong dalam lapisan bangsawan ialah mereka yang dalam silsilah dikenal masih keturunan dari raja-raja yang pernah memerintah pada dua kerajaan yaitu kerajaan Konawe (Lakidende gelar Sangia Ngginoburu)
dan
Kerajaan
Mekongga
(Laduma
gelar
Sangia
Nibandera).Sedangkan dalam hal bangsawan asli atau tidak asli, dikenal tiga istilah yakni (1) anakia motaha atau anakia songo (bangsawan tulen), ialah anak yang ayah dan ibunya adalah bangsawan. (2) anakia ndina‟asi (bangsawan tidak tulen), ialaha anak yang ayahnya bangsawan dan ibunya orang kebanyakan. (3) anakia mbatua (bangsawan turun martabat), ialah anak yang ayahnya orang kebanyakan dan ibunya orang bangsawan. Orang Tolaki yang tergolong dalam lapisan penduduk asli, pemilik negeri, orang kebanyakan ialah mereka yang dalam silsilah dikenal masih keturunan dari Oheo di Asera, Pasa‟eno di Mowewe, dan Latuanda di OloOloho, dan Lapabuka di Landono. Selain itu, lapisan golongan ini pula terdiri atas tiga golongan, yakni (1) golongan Tonomotuo (pemangku adat). Golongan pemangku adat ini adalah keturunan yang ayah dan ibunya masih golongan penduduk asli. (2) Ata wonua (golongan rakyat biasa). Golongan rakyat biasa adalah keturunan yang ayahnya masih asli dari golongan pemangku adat tetapi ibunya dari keturunan budak. (3) Tono me‟ombu (golongan rakyat yang mengabdi pada kepada golongan bangsawan). Golongan ini adalah keturunan yang ayahnya berasal dari keturunan budak dan ibunya dari keturunan
35
pemangku adat (golongan pemangku adat yang turun derajat). (Tarimana, 1989: 199-200). Berdasarkan uraian di atas, maka status (kedudukan) Arsamid dalam sistem pelapisan sosial masyarakat Tolaki berada pada lapisan yang kedua, yakni golongan tonomotu‟o (pemangku adat) yang berasal dari Tawanga dimana ayah dan ibunya masih golongan penduduk asli, bahkan ayahnya merupakan seorang pemangku adat. B. Latar Belakang Kehidupan Arsamid 1.
Masa Kecil sampai Dewasa Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Arsamid dilahirkan
pada senin tanggal 10 Oktober 1943 di desa Tawanga Kabupaten Kolaka. Arsamid mengatakan bahwa dia dilahirkan pada pukul 12.00 WITA tepat saat beduk masjid dibunyikan. Tawanga adalah suatu kampung pada suatu lembah yang sejuk, subur dan damai di hulu sungai Konawe‟eha yang juga dikenal dengan namaAmololu (Arsamid, 2006: 1). Arsamid mengatakan bahwa sejak masuknya gerombolan DI/TII Kahar Muzakar tahun 1955 di Tawanga Kabupaten Kolaka, maka masyarakat di daerah tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu masyarakat yang berada di bawah kekuasaan DI/TII dan masyarakat yang berhasil melarikan diri. Arsamid dan keluarganya termasuk kedalam masyarakat yang berada di bawah kekuasaan gerombolan DI/TII dan selalu dirayonisasi dari hutan satu ke hutan lainnya. Sedangkan masyarakat yang melarikan diri menuju ke Wawotobi dan membuat suatu perkampungan di daerah tersebut yang diberi nama Tawanga. Sehingga desa Tawanga berada
36
di dua Kabupaten yaitu di Kabupaten Kolaka dikenal dengan Tawanga Tua dan di Kabupaten Konawe tepatnya di Kecamatan Wawotobi dengan nama Tawanga (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011) Sejak lahir sampai dengan tahun 1959 ia masih menggunakan nama Zainuddin. Zainuddin adalah nama yang diberikan oleh Tuan Saigon (orang Jepang) yang membuka perkebunan kapas di Kolaka. Tuan Saigon memberikan nama tersebut karena saat itu karya Buya Hamka tentang Tenggelamnya Kapal van der Wijck yang menceritakan tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati sedang populer/terkenal, sehingga Tuan Saigon memberikan nama tersebut (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Pada saat ia akan masuk kembali di SMP Masyarakat di Wawotobi Zainuddin merubah namanya menjadi Arsamid, dengan alasan agar bisa diterima kembali disekolah tersebut. Pada saat berada di Tawanga Tua, Arsamid merupakan anak yang nakal dan jahil. Dalam perjalanan pulang dari sekolah jika Arsamid telah melewati teman sebayanya dua atau tiga langkah Arsamid kemudian berbalik memukul perut temannya jika ada yang melawan ia mengajaknya mencari tempat untuk berkelahi.Akan tetapi tidak ada satupun teman sebayanya yang berani melawannya. Selain itu, Arsamid pernah mencuri uang perak milik neneknya.Saat itu neneknya menyimpan uangnya di dalam bunggebungge (semacam tempat menyimpan pakaian) Arsamid lalu mengambilnya dan digunakannya untuk berjudi dengan teman-temannya. Selain mencuri, Arsamdi sering menangkap ayam tetangganya. Jika sedang berjalan sendirian, Arsamid sering membawa
37
beras atau jagung dan jarum. Setelah melihat ayam tetangganya Arsamid kemudian mengumpankan beras atau jagung tersebut. Setelah Arsamid menangkap ayam tersebut ia kemudian menusukkan jarum ke tenggorokan ayam agar tidak bisa menelan. Cara lain yang dia perlakukan terhadap ayam yaitu dengan caramencabut bulu ayam. Arsamid baru melepaskan ayam tersebut jika ia telah mencabuti semua bulu ayam tersebut (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Di
Wawotobi
(Kabupaten
Konawe)
Arsamid
sangat
senang
menggembala kambing. Arsamid mengatakan bahwa ada dua hewan yang tidak bisa ia pelihara yaitu kuda dan ayam. Arsamid tidak bisa memelihara kuda karena jika Arsamid menyebut nama kuda tersebut maka kuda tersebut akan mati. Sedangkan pada ayam, Arsamid tidak bisa memeliharannya dengan baik karena Arsamid sangat suka makan telur, setiap ayam yang mulai bertelur dia selalu mengambil telurnya sehingga ayam tersebut tidak bisa berkembang biak. Suatu ketika saat
Arsamid sedang menggembalakan kambing-
kambingnya, anggota TNI yang akan ke Kolaka lewat dan tanpa bertanya terlebih dulu pada Arsamid mereka langsung mengangkut kambingkambingnya ke dalam mobil dan meneruskan perjalanan mereka. Setelah itu, Arsamid pulang kerumah dan ia memberitahukan ayahnya bahwa menjadi tentara itu bagus. Kemudian ayahnya menanyakan alasan mengapa Arsamid mengatakan seperti itu, Arsamid lalu memberitahukan ayahnya bahwa dengan menjadi tentara kita bisa mengambil milik orang lain sekehendak kita. Maka saat itulah timbul niat dalam diri Arsamid bahwa suatu hari nanti jika dia
38
menjadi tentara, dimanapun dia bertugas dia akan mengambil barang milik orang lain dan memukul pun akan dia lakukan (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). 2.
Pendidikan Arsamid Al Ashur mengawali pendidikannya pada tahun 1950 di
Sekolah Rakyat (SR) VI Tahun di Tawanga Kabupaten Kolaka, saat itu usianya mulai masuk tujuh tahun. Waktu itu, anak-anak umumnya masuk sekolah ketika ujung jari kanan sudah mencapai telinga kiri bila lengan kanannya dilengkungkan di atas kepalanya, ketika itu dianggap sudah mencapai usia sekolah. Setelah menempuh pendidikan selama lima tahun (1950-1955), waktu itu ia duduk di kelas V SR VI tahun Tawanga, ia terpaksa harus berhenti selama satu tahun karena adanya gangguan dari Gerombolan DI/TII Kahar Muzakar dimana keluarga dan orang tuanya berada dalam kekuasaan DI/TII tersebut dan mereka selalu dirayonisasi dari hutan satu ke hutan lain. Selama berada dalam kekuasaan DI/TII tersebut, ia pernah akan dikirim ke Bonepute, Sulawesi Selatan, bersama dengan teman lainnnya termasuk Muslimin Su‟uduntuk menempuh pendidikan Jami‟atul Islamiyah. Akan tetapi, dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan tersebut ia sakit dan akhirnya dia dikembalikan.
Sedangkan Muslimin Su‟ud
berhasil
menamatkan
pendidikan Jami‟atul Islamiyahnya di Bonepute, Sulawesi Selatan (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Tahun 1956 masyarakat distrik Tawanga yang masih tersisa di Kampung lama (Tawanga Tua) dievakuasi oleh Tentara Batalyon 718
39
KoDPSST ke Wawotobidan akhirnya mereka kembali bergabung dengan sanak keluarga yang terlebih dahulu tiba di Tawaraotebota. Di Wawotobi inilah Arsamid kembali melanjutkan pendidikannya di SR VI Tahun Tawarotebota dan duduk di kelas VI. Tahun 1956 Arsamid mengikuti ujian akhir Sekolah Rakyat di Wawotobi. Pada waktu itu hasil ujian untuk seluruh rayon Wawotobi dibatalkan oleh panitia ujian di Kendari, karena hasil ujian tersebut terlambat dua hari diserahkan ke panitia ujian di Kendari karena tertinggal dirumah pak Surabaya yang bertugas sebagai Koordinator ujian saat itu. Arsamid mengatakan bahwa saat itu merupakan tahun terakhir penerimaan tamatan SR untuk masuk di Sekolah Guru B (SGB), baik yang berada di Kolaka maupun yang berada di Kendari. Saat itu Arsamid telah berencana untuk melanjutkan pendidikannya ke SGB yang merupakan sekolah pilihannya jika dia lulus dalam ujian akhir tersebut. Akan tetapi rencananya tersebut akhirnya gagal sehingga dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut, karena pada pelaksanaan ujian susulan Arsamid tidak lulus, disebabkan soal yang di ujiankan saat itu sudah berbeda. Arsamid akhirnya harus kembali mengulang di Kelas VI pada SR Tawanga di Tudaone. Pada tahun 1957, ujian akhir Sekolah Rakyat dilaksanakan dan Arsamid dapat mengikuti kembali ujian tersebut dan lulus. Setelah tamat dari SR Wawotobi, Arsamid melanjutkan sekolahnya di SMP Sawerigading Wawotobi yang dipimpin oleh direktur Edison Manalu yang berasal dari Manado dan wakilnya bernama Djamarin asal Banjarmasin,
40
sedangkan pemilik yayasan tersebut adalah H. Razak dari Amonggedo. Menjelang akhir tahun 1957, Wawotobi dan sekitarnya di bumihanguskan oleh gerombolan DI/TII Kahar Muzakar sehingga menyebabkan persekolahan berhenti, sekolah waktu itu tidak dibakar akan tetapi guru-guru telah melarikan diri. Tentara yang bertugas saat itu adalah Brimob pimpinan Kapten Sagala (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Arsamid menjelaskan bahwa gerombolan DI/TII Kahar Muzaar tersebut dapat dengan mudah masuk dan membakar Wawotobi karena saat itu Kapten Sagala yang sedang bertugas meninggalkan posnya. Arsamid melanjutkan, jika bukan karena Kapten Sagala meninggalkan posnya tentu Wawotobi tidak akan dibumihanguskan. Kapten Sagala meninggalkan posnya karena ia diberitahu oleh Andi Nur yang berada di Pondidaha bahwa Gerombolan DI/TII akan masuk ke Wawotobi. Andi Nur mengetahui bahwa DI/TII akan masuk sebab dia telah melakukan komunikasi dengan para gerombolan DI/TII tersebut, sehingga ia memberitahukan kepada kapten Sagala agar ia meninggalkan posnya. Saat itu Andi Nur telah menyediakan tiga perempuan cantik di Pondidaha dan Kapten Sagala bisa memilih perempuan mana yang akan ia nikahi. Tindakan yang telah dilakukan oleh Sagala dengan meninggalkan posnya tersebut telah membuat dirinya dibenci oleh sebagian besar temantemannya. Hal tersebut dibuktikan saat pemakamannya banyak temantemannya yang tidak pergi kepemakamannya karena mereka masih membenci tindakan Sagala saat itu (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
41
Setelah pembakaran Wawotobi, meskipun sekolah saat itu tidak dibakar akan tetapi guru-gurunya telah lari meninggalkan sekolah tersebut, pada tahun 1958 Arsamid akhirnya meninggalkan Wawotobi dan pergi ke Kolaka. Di Kolaka ia mendaftarkan diri menjadi siswa di SMP PGRI Kolaka. Sekolah tersebut berada dibawah pimpinan Maduid dan wakilnya Fiktor Sidupa. Saat itu ia kembali duduk di Kelas I karena tidak mengikuti repetisi kwartal ke III (penaikan kelas). Sedangkan beberapa temannya yang ke Kolaka terlebih dahulu berhasil mengikuti ujian akhir tersebut dan mereka naik ke kelas dua. Pada tahun 1960 setelah Arsamid naik ke kelas tiga, Arsamid meninggalkan SMP PGRI Kolaka dan kembali kepada orang tuanya di Wawotobi untuk tinggal kembali bersama mereka. Alasan mengapa dia meninggalkan sekolah tersebut karena selama kurang lebih dua tahun tinggal dan bersekolah di Kolaka dia jarang bertemu dengan kedua orang tuanya di Wawotobi oleh karena adanya gangguan keamanan dari gerombolan DI/TII Kahar Muzakar.Waktu itu hubungan antara daerah Wawotobi, Rate-Rate, Mowewe, sampai di Sabilambo terputus oleh adanya gangguan gerombolan DI/TII sehingga Arsamid takut pulang dengan berjalan kaki untuk menemui kedua orang tuanya. Arsamid hanya bisa pulang ke Wawotobi dengan menumpang mobil dagang dan mobil polisi yang akan ke Wawotobi (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Setelah meninggalkan SMP PGRI Kolaka dan tinggal di Wawotobi, Arsamid berniat untuk masuk kembali di SMP Masyarakat, peralihan nama dari SMP Sawerigading. Saat itu direkturnya telah beralih ke tangan Yaman
42
Suta dari Sumatera menggantikan Edison Manalu. Sebelumnya, setelah Wawotobi dan sekitarnya aman dari gangguan DI/TII, maka H. Razak sebagai pemilik yayasan tersebut
mengumumkan bahwa semua siswa SMP
Sawerigading yang melarikan diri supaya melapor kembali dan akan langsung naik kelas. Sedangkan siswa yang tidak melapor dan suatu saat akan masuk kembali maka tidak akan diterima di SMP Masyarakat. Ternyata Arsamid merupakan salah satu siswa yang tidak melapor karena telah pindah dan sedang bersekolah di SMP PGRI Kolaka. Dengan memberanikan diri Arsamid menghadap kepada Yaman Suta dengan harapan bisa diterima kembali. Arsamid mengatakan bahwa saat itu Yaman Suta masih mengenalinya dan ketika buku induk SMP Masyarakat Wawotobi ternyata namanya masih tercatat dalam buku tersebut sebagai siswa SMP Sawerigading yang lari meninggalkan sekolah. Berikut petikan percakapan antara Arsamid dan Yaman Suta: Yaman Suta :
Zainuddin tidak bisa lagi diterima kembali di sekolah ini karena hal itu berdasarkan pengarahan dari pimpinan yayasan bahwa siswa yang tidak melapor suatu saat akan masuk kembali tidak akan lagi diterima.
Arsamid
:
Saya
Pak
bukan
Zainuddin
tetapi
saya
adalah
Arsamidsiswadari SMP PGRI Kolaka. Memang saya sama-sama Zainuddin sekolah di sana dan sampai sekarang Zainuddin masih di sana. Yaman Suta:
Jadi kamu bukan Zainuddin?
Arsamid :
Iya Pak, saya bukan Zainuddin.
43
Yaman Suta :
Kalau Arsamid tidak ada namanya disini (dalam buku induk) dan kamu bisa masuk. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011)
Dengan alasan yang diberikan oleh Arsamid tersebut kepada Yaman Suta, akhirnya dia bisa diterima masuk di Sekolah tersebut sampai ia menyelesaikan sekolahnya. Pada 1961 seluruh siswa-siswi SMP Masyarakat Wawotobi termasuk Arsamid mengikuti ujian akhir SMP di Kendari, waktu itu ujian dilaksanakan secara bersama-sama dengan siswa-siswi SMP Negeri1 Kendari. Ujian tersebut dilaksanakan mulai dari tanggal 7 Agustus sampai dengan 20 Agustus berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan tanggal 5 Desember 1960 No. 801 / B.VI. Setelah mengikuti ujian, akhirnya ia lulus. Setelah tamat dari SMP tahun 1961, Arsamid melanjutkan sekolahnya di SGA PGRI Kendari.Arsamid mengatakan bahwa pada saat itu sekolah yang berada di Kendari tahun 1961 hanya ada tiga yaitu SGA PGRI Kendari, SMA Watu-Watu (sekarang SMA Negeri 1 Kendari) dan SMEA. Setelah naik ke kelas dua (1962) status SGA PGRI Swasta berubah menjadi SGA persiapan Negeri.Sekolah tersebut berada di bawah pimpinan direktur Abd. Hamid Hasan. Tahun 1963 Arsamid naik ke kelas tiga dan status SGA PGRI berubah menjadi SGA Negeri Kendari dan pimpinan sekolah tersebut beralih ke tangan Ambo Masse dari SGA Makassar menggantikan Abdul Hamid Hasan. Saat duduk di kelas tiga mereka telah mendapatkan Tunjangan Ikatan Dinas (TID) selama satu tahun. Sebelum ujian akhir dilaksanakan, sekolah tersebut menerima surat dari Irian Barat yang memberitahukan bahwa Irian 44
membutuhkan 400 guru SR, karena di sana tidak ada guru. Arsamid lalu mendaftarkan diri sebagai pendaftar pertama dari SGA Kendari yang akanmengisi kuota tersebut. Alasan dia mendaftarkan diri adalah pertama, Irian Barat merupakan bekas daerah defacto Belanda tentu banyak orang-orang Indo-Belanda dan dia bisa menikah dengan mereka. Kedua, gaji tidak akan sama antara daerah yang aman dengan daerah konferensi. Guru-guru yang berada di daerah konferensi gajinya tentu akan lebih tinggi. Setelah Arsamid mendaftarkan diri sebagai calon guru yang akan dikirim ke Irian, dia kembali ke Wawotobi dan memberitahukan ayahnya bahwa ia telah mendaftarkan dirinya untuk pergi ke Irian. Ayahnya kemudian mengatakan bahwa jika Arsamid pergi ke Irian, maka dia tidak akan ikut menikmati gaji Arsamid. Tahun 1964 akhirnya ujian SGA dilaksanakan. Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tanggal 28-11-1963 No. 94 / B.VI / RHS, maka ujian tersebut dilaksanakan pada tanggal 23 Maret sampai dengan 15 Juni 1964 di Kendari. Pada saat mereka ujian akhir, tiba-tiba datang surat kedua dari Irian yang isinya memberitahukan bahwa semua pendaftar yang berasal dari SGA Kendari dibatalkan karena telah diisi oleh guru-guru dari Jawa Barat tamatan tahun yang sama (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Berdasarkan uraian penjelasan di atas terlihat bahwa dunia pendidikan Arsamid tidak selalu berjalan teratur, dia selalu pindah dari satu sekolah ke sekolah berikutnya. Hal ini terjadi karena ketika dia bersekolah di Sekolah Rakyat tiga tahun Tawanga ia harus berhenti selama satu tahun karena adanya
45
gangguan gerombolan DI/TII Kahar Muzakar. Setelah pindah ke Wawotobi dia kembali melanjutkan sekolahnya di Sekolah Rakyat Wawotobi sampai selesai. Saat dia bersekolah di SMP Sawerigading Wawotobi dia kemudian pindah ke Kolaka karena gerombolanDI/TII Kahar Muzakar membumihanguskan Wawotobi. Ketika Arsamid sekolah di SGA PGRI Kendari, saat itu ia duduk di kelas dua, ia meninggalkan sekolahnya dan bergabung dengan DI/TII. 3. Pekerjaan Setelah menamatkan sekolahnya di SGA Kendari, Arsamid Al Ashur memulai karirnya sebagai seorang guru. Setelah itu, ia menjadi pegawai pada BKDH Tk II Kendari, Pemangku Adat Tolaki (Tolea-Pabitara), dan anggota DPRD Tk II Kabupaten Kendari selama tiga periode (1977-1992). Masyhur Masie mengatakan bahwa dulu beliau (Arsamid) bekerja sebagai Tuangguru (guru), mantan penilik Kebudayaan Kabupaten Kendari, setelah itu ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Kendari (Konawe). (Masyhur Masie Abunawas, wawancara 02 Agustus 2012). Berikut penulis uraikan mengenai pekerjaan beliau seperti yang disebutkan di atas: a. Seorang Guru Setelah menyelesaikan pendidikannya di SGA Negeri Kendari tahun 1964, sambil menunggu surat pengangkatan dan penempatannya, Arsamid kemudian pergi ke Mowewe. Di Mowewe, Arsamid diangkat menjadi Komandan Hansip (Pertahanan Sipil) menggantikan komandan hansip sebelumnya yaitu Slamet Riyadi. Saat Arsamid sedang bertugas, ayahnya
46
(Ndau)
menemuinya
dengan
membawakan
surat
pengangkatan
dan
penempatannya sebagai guru Sekolah Rakyat. Dalam surat tersebut Arsamid ditempatkan di Sekolah Rakyat Benua Kecamatan Angata. Arsamid diangkat menjadi guru Sekolah Rakyat di Benua pada tanggal 01 Agustus 1964 sampai tahun 1968. Kepala Ipdap saat itu bernama Salam dan wakilnya bernama M. Kasim Djufri. Saat itu, wilayah Lambuya masih bergabung di wilayah Andoolo. Status kepegawaiannya saat itu adalah sebagai Guru Putera DPB pada Daerah Tingkat II Kendari dengan dengan SK Gubernur Sulawesi Tenggara No.PPK 3/A/65 tanggal 5 April 1965 terhitung mulai tanggal 01 Agustus 1964 dengan Golongan II/a (PGPN 1961) dengan masa kerja fiktif 1 tahun. Tahun 1965 Sekolah Rakyat berubah nama menjadi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Rakyat di Benua berubah pula statusnya sebagai Sekolah Dasar Benua. b. Pegawai BKDH TK. II Kendari Pada tahun 1969 Arsamid dipindahkan oleh Abunawas dari Sekolah Dasar Benua ke kantor Bupati Kepala Daerah (BKDH) Tk. II Kendari dan ditempatkan pada bahagian Pendidikan dan Kebudayaanberdasarkan Surat Perintah Tugas No. PK.12/28/N/69 tanggal 09 Maret 1969. Pemindahan Arsamid tersebut disebakan oleh adanya konflik dengan Kipdap Wilayah Andoolo bernama Salam. Hubungan yang telah terjalin antara Arsamid dengan Abunawas membuat Arsamid dengan mudah dipindahkan oleh Abunawas. Arsamdi mengatakan bahwa perkenalan mereka dimulai saat Arsamid bersekolah di
47
SMP PGRI Kolaka dan Abunawas sedang bertugas sebagai Asisten Wedana di Kolaka waktu itu. Ketika Arsamid bersekolah di Kolaka, salah satu tempat tinggalnya adalah di rumah Abunawas. Arsamid mengatakan bahwa Masyhur Masie lahir di Kolaka dan Arsamid sering menjaga Masyhur Masie. Setelah Arsamid dipindahkan Arsamid ke kantor Bupati maka saat itulah Arsamid mulai terlibat lebih aktif dalam bidang kebudayaan yang akhirnya mengantarkan ia dalam urusan politik. Arsamid mengatakan bahwa yang mengantarkan dia sampai terlibat dalam urusan kebudayaan yaitu pertama, profesionalnya sebagai tokoh adat dalam mengurus masalah perkawinan yang dia mulai dari Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana tahun 1969 di Desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya orang dari Tawanga yang hadir membawakan peran sebagai Tolea maupun orang tua yang mewakili keseluruhan keluarga distrik Tawanga. Pada saat itu Arsamid berusia 23 tahun dan dia belum dikukuhkan sebagai tolea-pabitara. Kedua, perannya sebagai pemain Umo‟ara, sehingga setiap tamu yang datang ke Sulawesi Tenggara ia selalu dipercayakan oleh pemerintah setempat untuk melakukan upacara penyambutan secara adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan Kalo Sara. Dalam penyambutan tesebut, ada yang disambut dengan Umo‟ara di Bandara Wolter Monginsidi (sekarang Bandara Haluoleo) dan penyambutan dengan Kalo Sara nanti dilakukan di Kantor Gubernur. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Pada tahun 1971 bahagian Pendidikan dan Kebudayaan dilebur dan digabung pada Bahagian Kepegawaian Kantor BKDH Kab. Kendari, Arsamid
48
diangkat menjadi Kepala Seksi II bagian Pendidikan Guru-Guru dengan SK BKDH Kab. Kendari No. 20/1971 tanggal 09 Maret 1971. Dua tahun kemudian (1973) dia diangkat menjadi Kepala Bagian Kebudayaan dan Kesenian pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kendari dengan SK BKDH Kab.Kendari No. 37/1973 tanggal 14 Juni 1973. Pada tahun 1974 ia diangkat kembali menjadi Kabag urusan Kesenian dan Kebudayaan Dinas P dan K Kantor BKDH Tk. II Kendari dengan SK BKDH Kab. Kendari No. 13/1974 tanggal 03 Maret 1974. Pada tahun 1980 Arsamid diangkat menjadi Kasubag Humas dan Protokol Kantor BKDH Kab. Kendari dengan SK BKDH Kab. Kendari No. 140/1980 tanggal 29 September 1980. c. Tolea-Pabitara Secara harfiah, tolea berarti juru runding adat khususnya dalam kegiatan peminangan atau pernikahan yang sebagian orang dinilai terlampau rumit. Dalam melakukan upacara peminangan kedua belah pihak diwakili oleh juru bicara masing-masing yaitu tolea untuk juru bicara pihak laki-laki dan pabitara untuk juru bicara pihak perempuan. Tolea bisa juga disepadankan dengan diplomat, sebab tidak terbatas pada urusan perkawinan saja, melainkan urusan adat lainnya seperti perselisihan antara keluarga, kawin lari, hingga perselisihan antara etnis. Peran tolea begitu besarnya dalam kehidupan bermasyarakat etnis Tolaki. Menjadi mediator saat masyarakat bahkan antara pemerintahan yang berselisih. (Josshasrul, 2011).
49
Arsamid memulai karirnya sebagai tolea pada tahun 1966 pada saat almarhum Prof.Dr. Abdurauf Tarimana melangsungkan upacara pernikahannya di desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Saat itu Arsamid belum dikukuhkan sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara). Arsamid mengatakan bahwa saat itu tidak ada orang-orang dari Tawanga yang hadir untuk membawakan peran sebagai juru bicara dari pihak laki-laki (tolea) dan dan orang tua yang mewakili keseluruhan distrik Tawanga. Dengan pengalaman yang dimilikinya sejak kecil yang sering mengikuti ayahnya dalam urusan-urusan adat perkawinan, dia memberanikan diri untuk menjadi tolea dan akhirnya berhasil. (Arssamid, wawancara 12 Oktober 2011). Sejak saat itulah ia mulai menjadi tolea sampai sekarang dengan tetap memberi pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan bantuannya, baik berupa tenaga maupun pemikiran dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan urusan perkawinan. d. Anggota DPRD Tk II Kendari Setelah mengabdikan dirinya sebagai pegawai pada kantor Bupati Kabupaten Kendari sejak tahun 1969, maka pada tahun 1977 Arsamid diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tk. II Kendari dari unsur Golkar Non ABRI (saat itu Golkar masih bernama Sekber Golkar) dari hasil pemilu tahun 1977 untuk periode tahun 1977-1982, dengan SK Mendagri No. 212/OD/Tahun 1977 tanggal 29 Juni 1977. Pada periode pertama tersebut Arsamid tidak melakukan kampanye, akan tetapi ia diangkat
50
berdasarkan usulan dari BKDH Tk. II Kendari. Saat itu ia diangkat bersama dengan dua orang anggota polisi. Pada
tahun
1982
pemilu
kembali
dilaksanakan
dan
Arsamid
mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Tk. II Kendari dari partai Golkar untuk periode kedua dan akhirnya dia kembali terpilih untuk masa jabatan 1982-1987, dengan SK Gubernur Kdh Tk. I Sultra No. 361 Tahun 1982 tanggal 10 Juni 1982.Tahun 1987 pemilu kembali dilaksanakan, saat itu dia kembali mencalonkan dirinya sebagai menjadi anggota DPRD dari partai Golkar untuk ketiga kalinya.Dalam pecalonannya tersebutArsamid kembali terpilih menjadi Anggota DPRD Tk. II Kendari periode 1987-1992 dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tk.I Sultra No. 273 Tahun 1987 tanggal 29 Juni 1987. Pada pemilu tahun 1997 di Kota Kendari, Arsamid mencalonkan diri menjadi anggota DPRD dari partai Golkar di Kota Kendari. Namun dia tidak terpilih lagi karena Anas Bunggasi sebagai Ketua DPD Golkar saat itu menempatkan Arsamid sebagai calon legislatif di urutan terakhir.Saat itu, hubungan antara Arsamid dan Anas Bunggasi sedang tidak harmonis. Arsamid mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh karena adanya perbedaan pandangansaat Anas Bunggasi menjadi Bupati Kendari. Pertama, waktu itu akan dilakukan pembangunan Kantor Bupati di Inolobunggadue-Unaaha. Pada saat Andre Djufri menjabat sebagai Bupati telah ada komitmen/perjanjian antara Andre Djufri dan masyarakat Latoma mengenai tanah yang akandigunakan untuk pembangunan Kantor Bupati.Seperdua dihibakan untuk
51
pembangunan kantor Bupati, dan seperduanya diberikan kepada masyarakat Latoma. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Akan tetapi, pada saat Anas Bunggasi menjabat sebagai Bupati secara diam-diam mereka membagi-bagikan tanah tersebut kepada pejabat-pejabat dan menakut-nakuti masyarakat Latoma dengan caramemasang patok-patok sebagai hak milik para pejabat tersebut. Masyarakat Latoma kemudian melapor kepada Arsamid, Arsamid lalu memerintahkan kepada masyarakat Latoma untuk mencabut patok-patok tanah tersebut kemudian mengumpulkannya di kantor DPD Golkar untuk di bakar. Kedua, pungutan liar (pungli) di Grandis. Orang yang naik jonson akan dikenakan pajak. Arsamid tidak sependapat dengan keputusan tersebut dan mengatakan bahwa penarikan pajak tersebut tidak masuk akal dan tidak ada dasar hukumnya. Grandis merupakan pinggiran sungai Konawe yang telah dimanfaatkan oleh orang Tolaki untuk mencari penghidupan selama puluhan tahun. Selanjutnya Arsamid mengatakan bahwa tidak ada jasa apapun yang dijual oleh pemerintah di tempat itu sehingga ingin menarik retribusi di tempat tersebut. Ketiga, masalah dana pembangunan pos monyet rujab Bupati Konawe. Dalam pembahasan anggaran, dana yang akan digunakan dalam pambangunan pos monyet di rumah jabatan (Rujab) Bupati Konawe sebagaian dananya akan diambil dari pembangunan pasar Lambuya. Arsamid kemudian menolak rencana pengambilan dana dari pembangunan pasar Lambuya, dan dia mengatakan bahwa pantas pembangunan pasar Lambuya tidak selesai karena
52
dananya digunakan untuk pembangunan pos monyet. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Alasan itulah yang menyebabkan Anas Bunggasi selalu tidak senang kepada Asamid dan menempatkan Arsamid sebagai caleg diurutan terakhir saat pencalonanya sebagai anggota DRRD Tk. II Kendari pada pemilu 1997. Arsamid mengatakan bahwa meskipun Anas Bunggasi tidak senang kepada dirinya, namun Anas Bunggasi menyebut Arsamid sebagai anggota DPRD Tk. II Kendari yang vokal, yaitu berani menyuarakan hak-hak masyarakat dan berani menentang kepala daerah khususnya kepada dirinya. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Pada tahun 2004 pemilu kembali dilaksanakan dan Arsamid kembali lagi mencalonkan diri di Lembaga Legislatif dari Partai Karya Peduli Bangsa (PKB) di Kabupaten Konawe, akan tetapi Arsamid tidak terpilih masuk di lembaga legislatif. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa Arsamid Al Ashur memiliki kepekaan terhadap keadaan masyarakat serta sikap kritis terhadap orang atau pemerintah yang mengabaikan hak-hak masyarakat. Selain itu, Arsamid konsisten terhadap keputusan dan tindakannya. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Masyhur Masie Abunawas bahwa beliau (Arsamid) memiliki kepribadian peramah (Saramase) dan konsisten terhadap keputusan maupun tindakannya. (Masyhur Masie Abunawas, wawancara 02 Agustus 2012).
53
4.
Perkawinan Arsamid menikah pada tanggal 09 Maret 1970 di Tamboido, Tawanga
Kecamatan Wawotobi Kabupaten Kendari dengan mempersunting Pandiri binti Larowa. Pandiri lahir pada tanggal 31 Desember 1949 di Tawanga Kab.Kolaka. Pandiri merupakan anak ke tiga (Anamboletanggea) dari enam orang bersaudara kandung, dan satu orang saudara kandung se Ibu lain ayah. Ayahnya bernama Larowa dan Ibunya bernama Wegalina. Saudara-saudaranya yaitu Lakuasa (anak pertama), Wetangai (anak kedua), Wendodo (anak keempat), Lapondoku/Ahmad L. (anak keenam). Sedangkan saudaranya yang satu Ibu lain ayah bernama Rudin. Dari pernikahan Arsamid dengan isterinya (Pandiri), beliau dikaruniai lima orang anak yang terdiri dari tiga anak perempuan dan dua orang anak lakilaki. Adapun nama anak-anak Arsamid dan Pandiri adalah : a. Nursanti Arsamid yang lahir tanggal 14 Agustus 1971 di Kendari. Nursanti menyelesaikan strata satunya di Universitas Haluoleo pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Sedangkan strata duanya ia menyelesaikannya di Pasca Sarjan Universitas Haluoleo pada Jurusan IPS Prodi Sosiologi. Pekerjaan Nursanti sekarang adalah seorang guru di SMA Negeri 1 Sampara. b. Nani Arsamid yang lahir pada tanggal 19 Januari 1973, pendidikan terakhirnya adalah sarjana (S.1). Nani Arsamid bekerja sebagai pegawai Unhalu Kendari. Sekarang dia telah menyelesaikan studi masternya di Pascasarjana Unhalu.
54
c. Rino Arsamid, lahir pada tanggal 31 Maret 1979 berbintang Aries dengan pendidikan terakhir Sarjana Hukum Unhalu Kendari. d. Heni Arsamid, lahir tanggal 19 Agustus 1981 di Kendari berbintang Leo. Pendidikan terakhirnya adalah A.Md Com. e. Agus Kona Hina Arsamid. Ia lahir tanggal 30 Agustus 1983 di Kendari, berbintang Virgo, dengan pendidikan terakhir adalah Mahasiswa Unhalu Kendari. Sedangakan cucu-cucunya berjumlah tujuh orang, yaitu Muhammad Alif, Fadil, Annisa, dan Naufal dari pasangan Nursanti Arsamid dengan Budiman.Cucu-cucunya dari pasangan Heni Arsamid dengan Andi Ahyar Saransi yaitu Sulkifli (Jabarullah) dan Aprilia Vilanisa. Sedangkan cucunya yang terakhir bernama Amrisal, buah dari pasangan Robin Arsamid dengan Mastia. Sebagai orang tua yang memiliki kepedulian terhadap masa depan anakanaknya, Arsamid selalu mendidik dan terus menyekolahkan anak-anaknya agar mereka memiliki bekal untuk masa depan mereka masing-masing. Arsamid mengatakan bahwa menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguran tinggi merupakan salah satu keberhasilannya. Hal tersebut dikarenakan pendidikannya hanya sampai pada SGA sedangkan anak-anaknya sampai pada perguruan tinggi. Dalam mendidik anak-anaknya Arsamid mengajarkan kepada anakanaknya untuk patuh terhadap kedua orang tuanya. Selain itu, Arsamid juga
55
selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang etika, tatakrama, sopan santun, menghargai orang tua, berkeluarga, dan bertetangga. Pengetahuan dan pemahaman terhadap agama Islam merupakan satu hal yang tidak dilupakan oleh Arsamid. Oleh karena itu, guna menanamkan dan membekali anak-anaknya tentang pengetahuan dan pemahaman agama Islam khusunya tentang baca Al Qur‟an, Arsamid mendatangkan seorang guru ngaji ke rumahnya untuk mengajari anak-anaknya membaca Al Qur‟an. Anakanaknya yang sudah khatam Al-Qur‟an yaitu Nursanti dan Heni, sedangkan anak-anaknya yang lain belum khatam Al-Qur‟an. 5.
Menjadi Anggota DI/TII Tahun 1962 merupakan tahun kedua Arsamid dalam menempuh
pendidikannya di SGA PGRI Kendari. Arsamid mengatakan, ketika ia naik ke kelas dua, pada waktu itu ia bertemu dengan temannya yang masih ikut dalam DI/TII, kemudian temannya tersebut memberitahukan Arsamid bahwa DI/TII akan terbentuk dua batalyon dan akan bebas keluar masuk kota, akan tetapi masih kekurangan tenaga. Lalu Arsamid berkata di dalam hatinya bahwa itu adalah kesempatan yang baik dan ia bisa menjadi tentara. Akhirnya ia tertarik dengan tawaran tersebut. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Ketertarikan Arsanid tersebut membuatnya mengambil keputusan untuk meninggalkan SGA Kendari dan pergi ke Kolaka. Arsamid mengatakan bahwa ia pergi ke Kolaka dengan berjalan kaki. Setelah tiba di Kolaka, Arsamid lalu masuk di Mangolo. Di Mangolo Arsamid bertemu dengan Hasan yang berasal dari Mowewe. Tugas Hasan saat perjuangan DI/TII adalah penjaga Brem
56
Lapoko. Brem Lapoko merupakan senjata pertama yang DI/TII rebut dari tentara (TNI). Arsamid dan Hasan merupakan sahabat dekat ketika Arsamid berada dalam kekuasaan DI/TII tahun 1955. Arsamid kemudian meminta Hasan untuk membawahnya ke Tamboli tempat Komandan Batalyon 20, Ali Kamri, KDB Lasusua. Arsamid kemudian melapor dan dia diterima bekerja di bagian Staf PHB. Arsamid selanjutnya diberikan perlengkapan PHB, baju dan celana loreng satu pasang, serta pistol engkel buatan indobu dengan pangkat Letnan Satu. Arsamid melanjutkan, setelah bekerja selama tiga bulan dia tidak melihat tanda-tanda bahwa akan resmi terbentuk menjadi dua batalyon dan bebas keluar masuk kota. Arsamid kemudian meminta kepada Ali Kamri untuk melakukan operasi di daerah Mangolo bersama Hasan. Di Mangolo inilah Arsamid menentukan sikap bahwa tidak akan kembali ke Tamboli. Arsamid lalu membuka semua pakaian dan perlengkapan PHBnya dan memberikannya kepada Hasan untuk dikembalikan ke Mangolo. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). 6.
Gagal Menjadi Polisi Setelah Arsamid meningalkan Mangolo, ia kembali di Kolaka dan di sana
sedang terbuka pendaftaran Siswa Agen Polisi Tingkat Dua. Pada waktu itu tanda pangkat polisi masih berada di kerak baju. Kepala Polisi waktu itu adalah mantan Wakil Kepala Polisi saat Arsamid masih sekolah di SMP PGRI Kolaka dan Arsamid pernah tinggal di Asrama Polisi di rumah Ambo Dalle (Bugis). Ambo Dalle adalah seorang Kepala Perlengkapan, sehingga rumahnya
57
merupakan gudang senjata dan dapur Ambo Dalle berdekatan dengan dapur milik Wakil Kepala Polisi, Rustijo. Arsamid mengatakan bahwa waktu itu ia pergi menghadap pak Rustijo untuk menjadi calon Agen Polisi Polisi Tingkat Dua. Setelah bertemu dengan pak Rustijo, Pak Rustijo menanyakan kedatangan Arsamid, “mau apa kamu Zainuddin? Mau masuk Polisi?, Arsamid menjawab “ Ia Komandan”. Kemudian, Pak Rustijo lalu meminta Arsamid untuk mengukur tinggi dan berat badan. Setelah melakukan tes, akhirnya tes diumumkan dan ternyata ia lulus. Arsamid melanjutkan, pada waktu itu calon dari Kolaka yang lulus hanya tiga orang yaitu Arsamid, Labilu dari Buton dan Abdul Fatah. Setelah lulus mereka menunggu kapal Intata dari Makassar yang akan mengantar mereka ke Kendari untuk mengikuti tes umum agen polisi tingkat dua. Tes umum agen polisi yang akan dilaksanakan di Kendari waktu itu akan bersama-sama dengan caloncalon polisi dari empat kabupaten yaitu Muna, Buton, Kolaka dan Kendari. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Setelah menunggu selama beberapa hari ternyata kapal tersebut belum juga tiba sedangkan ujian umum calon Agen Polisi di Kendari tinggal dua hari. Karena khawatir akan ketinggalan tes tersebut Arsamid akhirnya menghadap ke Pak Rustijo untuk meminta surat perintah berjalan kaki dari Kolaka ke Kendari agar tidak terlambat mengikuti ujian umum di Kendari. Setelah Pak Rustijo memberikan surat jalan tersebut, Arsamid lalu berjalan kaki ke Kendari. Setelah satu malam melakukan perjalanan akhrnya ia tiba di Wawotobi dan menginap di rumah Ibunya. Keesokan paginya ia berangkat
58
untuk melanjutkan kembali perjalanannya ke Kendari. Pada sore hari ia sudah sampai di Benu-Benua, Kendari dan pagi harinya mereka melaksanakan ujian umum calon Polisi Agen Tingkat Dua. Arsamid mengatakan jumlah peserta ujian tersebut kurang lebih seratus orang dari empat kabupaten yaitu Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton. Akan tetapi, yang lulus hanya 29 orang termasuk Arsamid. Setelah lulus ujian, mereka lalu menunggu tes terakhir yang akan dilaksanakan di Makassar yaitu rontgen di Rumah Sakit Pelapomonia dan setelah rontgen akan melanjutkan pendidikan di Mawang (sekarang Batua). Waktu itu mereka telah mulai melakukan pra Latihan Baris-berbaris (LBB). Setiap subuh mereka mulai lari dari Asrama Polisi dengan memikul sepotong kayu sampai di lapangan BenuBenua. Di lapangan ini mereka kemudian diguling dilumpur, pelatih mereka waktu itu adalah pak Siala. (Arsamid, 16 Oktober wawancara 2011). Pak Rustijo sebagai Dantares pada waktu itu ke Makassar untuk mengambil kapal yang akan mengangkut mereka ke Makassar. Akan tetapi setelah sampai di Makassar, ia disogok sehingga semua calon Agen Polisi yang telah lulus ujian umum di Kendari diganti. Hal tersebut diketahui setelah salah seorang teman mereka yang telah lulus pendidikan di Mawang kembali di Kendari dan memberitahukan bahwa Pak Rustijo disogok dan semua agen polisi dari Kendari diganti. Oleh karena itu, maka Rustijo sebagai Kepala Dantares di Kendari waktu itu digantikan oleh Kapten Sagala. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011).
59
Setelah mereka batal berangkat, Arsamid lalu kembali kepada Hamid Hasan (direktur persiapan SGA Negeri) dengan harapan bisa diterima kembali. Pada awalnya Hamid Hasan tidak mau menerimanya, namun akhirnya Hamid Hasan menerima kembali Arsamid masuk di SGA Persiapan Negeri tersebut. Pada tahun 1964 ujian akhir SGA Negeri Kendari dilaksanakan dan ia lulus. 7.
Petualangan Politik Arsamid Setelah Arsamid dipindahkan ke kantor Bupati mulailah ia terlibat dalam
urusan-urusan politik. Diawali dengan menjadi pengurus pada Sekber Golkar melalui Kokarmendagri Kabupaten Kendari (Korps Karyawan Kementerian Dalam Negeri) sebagai Kepala Bidang Kerohanian dan Kebudayaan bersamasama dengan almarhum H. M. Mahdi (Palangga). Setelah itu, Arsamid kemudian menjadi pengurus Bapenhar Kokarmindagri (Korps Karyawan Pemerintahan Dalam Negeri) bagian Kesenian Kab. Kendari tahun 1970 dengan SK Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kendari No.UU.I/17/2/1970 tanggal 1-5-1970.Tahun 1978 s/d 1983 Arsamid menjadi anggota DPD Golkar Tk. II Kendari bahagian Kerohanian dan Kebudayaan.Tahun 1983 s/d 1985 menjabat sebagai Kepala Sekretariat DPD Golkar Tk. II Kendari. Menjadi Penatar Karakterdes Golkar Tk.I Sultra Tahap I tanggal 13 s/d 16 September 1984 di Kendari. Setelah menjabat sebagai Kepala Sekretariat, Arsamid kemudian menjabat sebagai Wakil Sekretaris bidang Perencanaan Bapekada DPD Golkar Tk. II Kendari selama tiga tahun, yaitu dari tahun 1985-1988. Kemudian tahun 1999-2000, Arsamid kembali menjabat sebagai Kepala Sekretariat Golkar Tk. II Kendari.
60
Tahun 2000 Arsamid keluar dari partai Golkar karena adanya perbedaan pandangan politik antara Arsamid dengan Abdul Samad sebagai ketua DPD Golkar yang baru di Kendari menggantikan Biohanes waktu itu. Setelah keluar dari Golkar, Arsamid kemudian masuk pada partai PPP Reformasi (pimpinan KH. Zainuddin, MZ) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi (PBR)dengan menjabat sebagai wakil Ketua PPP Reformasi cabang Konawe. Setelah tiga tahun dalam Partai Bintang Reformasi, Arsamid akhirnya keluar dari keanggotaan PBR karena adanya ketidakcocokan dengan ketua PBR. Setelah meninggalkan PBR, Arsamid kemudian masuk ke dalam Partai Karya Peduli Bangsa pimpinan R. Hartono (Madura) dengan menjadi Sekretaris Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) Kabupaten Konawe. Setelah tiga tahun menjadi Anggota PKPB Arsamid keluar dari kepartaian tersebut dan masuk ke dalam Partai Republikku sebagai Ketua DPC di Kabupaten Konawe. 8. Struktur Adat Suku Tolaki telah lama mendiami dataran tenggara Pulau Sulawesi. Suku ini menyebar di dua wilayah yang cukup luas yakni wilayah Kolaka, Konawe, Konawe Utara dan Konawe Selatan. Persebaran suku Tolaki ini tentunya membawa serta pranata-pranata sosial, politik, ekonomi dan tata nilai. Sumber nilai dalam suku Tolaki disebut Kalo. Secara harfiah, kalo adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran, caracara mengikat yang melingkar, dan pertemuan atau kegiatan bersama dengan pelaku membentuk lingkaran. Sebagai benda lingkaran, kalo dibuat dari rotan, dan ada juga yang terbuat dari bahan lainnya, seperti emas, besi, perak, benang,
61
kain putih, akar, dan pandan, bambu dan sebagainya. Menurut Tarimana, konsep kalo dalam kebudayaan Tolaki sangat luas ruang lingkup maknanya. Kalo secara umum meliputi o sara (adat istiadat), khususnya sara owoseno tolaki atau sara mbu‟uno tolaki, yaitu adat pokok, yang merupakan sumber dari segala adat-istiadat orang Tolaki yang berlaku dalam semua aspek kehidupan mereka. Kalo sebagai adat pokok dapat digolongkan ke dalam apa yang disebut: (1) sara wonua, yaitu adat pokok dalam pemerintahan; (2) sara mbedulu, yaitu adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada umumnya; (3) sara mbe‟ombu, yaitu adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan; (4) sara mandarahia, yaitu adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan keterampilan; dan (5) sara monda‟u, mombopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti, yaitu adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak, berburu, dan menangkap ikan. (Irwansyah, 2012) Sara Wonua (adat pokok dalam pemerintahan). Sara Wonua ini untuk mengatur dan menetapkan hak dan kewajiban, fungsi dan tugas seorang raja dan aparatnya, mengatur dan menetapkan struktur organisasi dan personalia untuk menyelengarakan pemerintahan, dan mengatur hubungan antara raja dan rakyatnya. Sara mbedulu, (adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada umumnya).Sara Mbedulu ini untuk mengatur hubungan antara keluarga inti, antar kelompok kerabat, dan antar golongan bangsawan dan bukan bangsawan. Dalam adat pokok ini tercakup apa yang disebut sara mberapu (adat perkawinan), merou (aturan sopan santun). Sara mbe‟ombu
62
(adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan). Adat pokok ini untuk mengatur dan menetapkan tempat-tempat upacara, alat-alat upacara, tata cara berdo‟a, perlakuan terhadap dukun, dan penyelenggaraan keagamaan. Dalam adat pokok ini tercakup apa yang disebut mombado (pantangan). Sara mandarahia (adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan keterampilan). Adat pokok ini mengatur bagaimana cara-cara pengambilan bahan, proses persiapannya, dan proses pertumbuhannya. Dalam adat pokok ini tercakup apa yang disebut dengan mepori (teliti, tekun). Sara monda‟u, mombopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti (adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak, berburu, dan menangkap ikan). Adat pokok ini mengatur dan menetapkan cara-cara dalam melakukan kegiatan-kgiatan tersebut. Dalam adat bercocok tanam tercakup apa yang disebut dengan owua. Sedangkan dalam beternak, berburu, dan menangkap ikan tercakup apa yang disebut Osapa. (Melamba, 2011: 109-111, Su‟ud, 2006: 201). C. Peran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Ketika Arsamid masih kecil, ia sering dibawah ayahnya dalam mengikuti acara-acara adat seperti acara perkawinan. Hal ini tidaklah mengherankan, karena ayah dari Arsamid ini sendiri adalah seorang tokoh adat yang sering kali dipanggil untuk menghadiri acara perkawinan dan bertindak sebagai juru bicara (pabitara). Peran Arsamid sebagai Tokoh adat dan Budayawan Tolaki yaitu melaksanakan tugasnya sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara), memperkenalkan adat Tolaki (Kalo Sara dan Umo‟ara) di Tingkat Nasional, melakukan penyambutan secara adat tamu-tamu yang berkunjung ke Sulawesi
63
Tenggara Khususnya di Kendari, melakukan pengukuhan perangkat Lembaga Adat Tolaki, dan melakukan ritual adat Tolaki lainnya. Peran-peran tersebut akan penulis jelaskan sebagai berikut: Pertama, melaksanakan tugas sebagai Tolea-Pabitara. Sejak kecil Arsamid sudah memiliki perhatian mengenai urusan-urusan adat khususnya masalah perkawinan. Perannya sebagai Tolea dan Pabitara di mulai sejak tahun 1966 saat pernikahan Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana (almarhum) di Desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari. Waktu itu, orang-orang dari Tawanga tidak ada yang hadir untuk membawakan peran sebagai Tolea maupun orang tua yang mewakili keseluruhan keluarga Distrik Tawanga. Dengan penuh keberanian dan pengalamannya sejak kecil yang sering mengikuti ayahnya dalam urusan-urusan adat perkawinan – meskipun waktu itu Arsamid belum dikukuhkan sebagai Tolea dan Pabitara – maka ia pun melakukannya dan akhirnya berhasil. (Arsamid, wawancara 12 Oktober 2011). Sejak saat itulah ia memulai perannya sebagai Tolea dan Pabitara sampai sekarang
dengan
tetap
memberi
pelayanan
bagi
masyarakat
yang
membutuhkan bantuan, baik berupa tenaga maupun pemikiran terhadap pemecahan masalah yang menjadi kesulitan dalam pelaksanaan urusan perkawinan. Kedua, memperkenalkan Adat Tolaki. Pada tahun 1976 Arsamid memperkenalkan Adat Kalo Sara di Tingkat Nasional pada pembukaan Taman Miniatur Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, dengan penampilan satu pragmen
64
di Anjungan Sulawesi Tenggara dan di Panggung Langgeng Sasana Budaya Tugu Api Pancasila. Ketiga, melakukan acara penyambutan. Pada tahun 1978 ia melakukan penyambutan secara Adat Tolaki yaitu Umo‟ara dan Kalo Sara kepada Tim Uskup Jerman Barat bagian Selatan pada kunjungannya di Sulawesi Tenggara, serta menyelenggarakan pesta rakyat Tradisional Perkawinan di Wolasi yang dihadiri tim tersebut. Saat itu acara resepsi yang biasanya dilakukan pada siang hari kemudian dirubah oleh Arsamid menjadi malam hari. Pada tahun yang sama, ia menyambut secara Adat Tolaki, Umo‟ara dan Kalo Sarakepada Syah Iran, Pangeran Abdu Reza Pahlevi, di Bandara Wolter Monginsidi Kendari dalam lawatannya di Sulawesi Tenggara. Masih pada tahun yang sama, Arsamid kembali melakukan penyambutan secara Adat Tolaki, Umo'ara dan Kalo Sara, Perdana Menteri Jepang, Nakasone, dalam kunjungannya ke Indonesia yang bertempat di Anjungan Sulawesi Tenggara Taman Mini Indonesia Indah. Pada tahun 1980 Wakil Presiden Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, melakukan kunjungan kerja di Sulawesi Tenggara. Waktu itu, mereka membuat skenario penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai sesepuh masyarakat Sulawesi Tenggara bagian daratan dan yang ditugaskan oleh Abdullah Silondae (Gubernur Sulawesi Tenggara yang keempat) untuk membuat teks penobatan Sri Sultan yaitu Abdul Hamid Hasan, Arsamid dan Anas Bunggasi. Pembuatan teks tersebut dilakukan di rumah Hamid Hasan selama dua hari dua malam dengan membuka dokumen
65
pelantikan Raja Tekaka dan Sao-Sao. Saat itu, mereka mendapatkan teks penyumpahan Raja Tekaka. Bunyi penggalan teks tersebut yaitu sebagai berikut: “... kalau kami mendukung yang mulia, yang mulia mengayomi kami. Kalau kami berlaku tidak ujur kepada yang mulia, maka kami akan terkena bala dan bencana. Tetapi kalau yang mulia melanggar adat istiadat kami, nyawa yang mulia akan terputus karenanya”. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Setelah selesai, hasil kerja tersebut dibawah kepada Eddi Sabara. Setelah Eddi Sabara membaca teks penobatan tersebut, ia meminta agar kata-kata “nyawa yang mulia akan terputus karenanya” dilunakkan. Husen A. Chalik sebagai Kepala Kebudayaan saat itu tanpa melakukan konsultasi dengan A. Hamid Hasan dan Arsamid langsung merubah kata-kata tersebut. Setelah teks tersebut dicetak, A. Hamid Hasan membaca teks tersebut dan marah karena sebagian kata-kata tersebut telah diubah tanpa sepengetahuan A. Hamid Hasan. Saat pelaksanaan gladi kotor, Edi Sabara meminta Yunus (sopir Edi Sabara) agar menjemput Hamid Hasan dan Arsamid untuk melihat skenario penobatan Sri Sultan, akan tetapi mereka tidak pergi. Setelah Yunus datang yang kedua kalinya maka Hamid Hasan meminta Arsamid yang pergi melihat skenario penobatan tersebut, sedangkan Hamid Hasan sendiri tidak ikut sampai hari pelaksanaan penobatan Sultan Hamengkubuwono IX. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Singgasana yang digunakan untuk penobatan berasal dari Yogyakarta sedangkan pakaian yang digunakan Sri Sultan dijahit di Yogyakarta. Dalam
66
prosesi penobatan tersebut, Arsamid bertindak sebagai pelaku yang menobatkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas nama Toonomotu‟o di Pehanggo. Nama yang dianugerahkan kepada beliau adalah Lasiara Hina, Tonambasa Oleo, artinya Pembawa kesejahteraan hidup seluruh rakyat. Setelah penobatan selesai, Sri Sultan Hamengkubuwono IX masuk ke dalam ruang yang telah disediakan oleh panitia bersama-sama dengan seluruh Dewan Adat Tolaki saat itu. Dalam ruangan tersebut terjadi dialog antara Hamengkuuwono IX dengan Abdullah Silondae. Berikut petikan percakapan mereka: Sri Sultan Hamengkubuwono IX : (bertanya kepada Abdullah Silondae) apa sudah seperti ini Pak Gubernur, sulaman baju Raja Konawe? Abdullah Silondae : (dengan spontan Abdullah Silondae menjawab) Iya pak, sudah seperti itu. Sri Sultan Hamengkubuwono IX : Kalau seperti ini, menurut ukuran Yogya ini baru setingkat camat, sedangkan saya adalah Sultan dan di bawah saya masih ada gubernur, bupati, camat. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Dari percakapan di atas, terlihat bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah merendahkan Kerajaaan Konawe. Arsamid mengatakan bahwa saat Sri Sultan dinobatkan sebagai sesepuh ada ucapan “kalau yang mulia melanggar adat istiadat kami, nyawa yang mulia akan terputus karenanya (kei polia o sara mberiou, nggo sowi sumowiko penaomiu”. Arsamid melanjutkan bahwa perkataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tersebut bukan lagi melecehkan tetapi sudah menghina Kerajaan Konawe. Dua bulan kemudian setelah kunjungaannya di Sulawesi Tenggara sekaligus penobatannya sebagai sesepuh
67
masyarakat Sultra bagian daratan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Pada tahun 1981 Arsamid melakukan dua kali penyambutan secara adat Tolaki yaitu pertama, ketika Menteri Perindustrian Sosial RI, M. Yusuf datang ke Sulawesi Tenggara dalam kunjungan kerjanya, pemerintah Sulawesi Tenggara melakukan penyambutan, dan penyambutan tersebut dilakukan dengan Umo‟ara dan Kalao Sara yang bertempat di Kantor Gubernur Sultra. Kedua, Arsamid melakukan penyambutan secara Adat Tolaki yaitu Umo‟ara dan Kalo Sara, kepada Presiden Soeharto dan Ibu beserta rombongan dalam kunjungan kerjanya di Sulawesi Tenggara pada tanggal 17 Desember 1981 bertempat di Bandara Wolter Monginsidi Kendari. Kunjungan tersebut dalam rangka untuk: (1) meresmikan Pekan Penghijauan Nasional XXI di Lalonggasu Kecamatan Tinanggea, (2) peninjauan PT. Kapas Indah Indonesia di Punggaluku Kecamatan Lainea Kabupaten Kendari. Menyambut secara Adat Tolaki, Umo‟ara dan Kalo Sara, presiden RI ke6 dan Wakilnya, Susilo Bambang Yudhoyono dan H.M. Yusuf Kalla, saat kunjungannya di Sulawesi Tenggara bertempat di Bandara Haluoleo Kendari. Berikut
teks
yang digunakan oleh Arsamid saat
melakukan
penyambutan terhadap tamu-tamu agung, baik dari dalam maupun dari luar Negeri yang datang ke Sulawesi Tenggara (Kendari). TEKS MOMBOWULE’AKO Inggomiu mberi‟ou ronga bawaamiu Metudu ndonganggee – numaambolawa‟i; Niwule mbeduluno – ineri mepoko‟asono; Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa; 68
I Sulawesi Tenggara. Kilaa leu wawe‟i – limba mokodunggu‟i; Sala rerekamami – ko‟ehe‟ehemami; Sala meririmami – ronga ko‟aumami. Hia ipowulewule – ronga ipo‟ineri; Inggomiu mberi‟ou. TEKS MOMBESARA Inggomiu mberi‟ou – ronga bawaamiu. Tudu‟ito – resa‟ito; Mepotira – mepokulelo; Sara pombokulaloimami – pombeowose mami; Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa I Sulawesi Tenggara.
Ni‟ino leumiu – ramai timbamiu; Leu nggo moleleu – timba nggo moretei Mbera ana niwawo – ronga toono nggapa I Sulawesi Tenggara; Pendoromami – mbewungguako mami; Aito kumii‟i – ronga mendeenggee; Taa mbodunggu mami – bara tesalamami. Keno ehepokaa – kuri wuliakono; Nopowawo Baraka – morupo weweunga; Aki wangga mbondule – owose mombehawa; Kilaa mewangu‟i – ronga mendotoki‟i; Wonua i Sulawesi Tenggra; Ine torono mbera ana niwawo – ronga toono nggapa. Kei dunggu wowahe – timba mbule mbendua; Wowahe ilipumiu – mbule iwonuamiu; Wowahe i rahamiu – mbule ilaikamiu; Timba terombu mbule – teposua mbendua; Mbera sawino raha – ihilaikamiu; Iamo i‟osakami – ai kolupekomami; O ruki timba mbule – ai leu mbendua; Mano lailaipo – keno nunu laiki; Mano lipa wilapo – ano tudu wulaki. Mbera toka ikeni – petotokihano; Keno laa salano – bara taa tekonono; Ai poko nggadu‟i – i poko ndekono‟i; Inggomiu mberi‟ou. 69
(Arsamid, Wawancara 23 Desenber 2011) Terjemahan: TEKS MOMBOWULE’AKO Yang kami hormati bapak... beserta rombongan. Adat sekapur sirih kami persembahkan kepada bapak sebagai lambang penghormatan tertinggi dari aparat bersama seluruh masyarakat sulawesi Tenggara Sebagai lambang pernyataan kami yang riang gembira, penuh kerinduan pada yang mulia. Sudilah kiranya bapak... untuk menikmati suguhan adat kami. TEKS MOMBESARA Yang kami hormati bapak... beserta rombongan. Sudah turun – Sudah terletak Sudah dipersembahkan – sudah diperhadapkan Adat kebesaran kami, bersama seluruh aparat dan masyarakat di Sulawesi Tenggara.
Kunjungan Bapak.... kali ini Datang untuk melihat dari dekat Seluruh aparat beserta masyarakat Di Sulawesi Tenggara Bapak... akan melihat dan memperhatikan Tentang hidup dan perikehidupan kami
Atas segala kekurangan kami. Kami semua berharap Kunjungan ini dapat membawah manfaat yang sebesar-besarnya Dalam membangun daerah di Sulawesi Tenggara. Di dalam kehidupan semua aparat bersama seluruh masyarakat. Kalau sampai kembali Kembali ke negeri tempat asal Kembali ke rumah Bila sudah bertemu Dengan segenap keluarga seisi rumah Jangan lupakan kami Biarlah sesekali asalkan sering kembali Biar hanya sekejap asalkan setiap bulan Sampai disinilah penerimaan kami secara adat Jika ada kekurangan dan kesalahan Mohon kiranya dimaafkan
70
Keempat, melakukan pengukuhan perangkat Lembaga Adat Tolaki. Pada tahun 2004 Arsamid melaksanakan pengukuhan terhadap Pengurus Besar Lembaga Adat Sarano Tolaki (PB LAST) di Unaaha. Tahun 2007 Arsamid melakukan Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Adat Tolaki Konawe-Mekongga (DPP LATKOM) Propinsi Sulawesi Tenggara Menggantikan PB LASTdi Unaaha atas nama Dewan Adat Tertinggi Sarano Tolaki, ketuanya adalah Rahmani Takahasi. Pengukuhan Pengurus Lembaga Adat Tolaki (LAT) Propinsi Sulawesi Tengggara menggantikan DPP LATKOM bertempat di pelataran MTQ Kendari tahun 2010, ketuanya adalah Masyhur Masie Abunawas. Pengukuhan terhadap pengurus lembaga adat tersebut dilakukan empat tahun sekali. Kelima, melaksanakan ritual Adat Tolaki lainnya. Yang dimaksud dengan ritual adat Tolaki adalah Mosehe Owose. Melaksanakan prosesi adat Tolaki pengambilan bongkah tanah di bekas pusat Kerajaan Konawe di Inolobunggadue. Arsamid mengatakan bahwa pengambilan tanah ditempat tersebut atas permintaan dari Menteri Pemuda dan Olahraga berdasarkan pembelajaran mereka di historis sejarah maka ditetapkan bahwa tanah yang akan digunakan untuk pembangunan Tugu Persatuan Pemuda akan diambil dari Kerajaan Konawe, sedangkan air yang akan digunakan berasal dari Kerajaan Muna. Tahun 1992 pada Festival Budaya Nusantara Tingkat Nasional, Arsamid melakukan peragaan Upacara adat ritual Mosehe Owose di Anjungan Sulawesi Tenggara Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, mewakili Sulawesi Tenggara.
71
Melaksanakan upacara ritual Mosehe Owose yang bertempat di makam Raja Lakidende II (Mokole Konawe ke-37) dimana saat itu Ibu Kota Kabupaten Kendari akan dipindahkan ke Kota Unaaha yang berpusat di Inolobunggadue oleh Bupati H. Andry Djufry, S.H. Menyelenggarakan upacara adat ritual Mosehe Owose di sekitar makam Raja Lakidende II tahun 2008 dalam rangka syukuran H. Nur Alam, S.E. menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara dan tertindak sebagai Mbusehe atas nama Toono Motu‟o di Pehanggo. Selain apa yang telah disebutkan dan dijelaskan di atas, Arsamid bersama almarhum Prof. Dr. H. Abdurrauf Tarimana menjadi penggagas terhadap pemberian gelar kepada H. Eddy Sabara, Gubernur Sulawesi Tenggara ke-3, pada akhir masa jabatannya dengan sebutan Mandarano Wonua, artinya Bapak Pembangunan. Dari uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Arsamid dalam kedudukannya sebagai sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki telah melaksanakan/mengaktualisasikan perannya tersebut dengan melaksanakan tugasnya sebagai pemangku adat (Tolea-Pabitara), memperkenalkan adat Tolaki (Kalo Sara dan Umo‟ara) di Tingkat Nasional, melakukan penyambutan secara adat tamu-tamu yang berkunjung ke Sulawesi Tenggara Khususnya di Kendari baik tamu yang berasal dari dalam negeri maupun tamu yang berasal dari luar negeri yang dilakukan dengan umo‟ara dan Kalo Sara, melakukan pengukuhan perangkat Lembaga Adat Tolaki, dan melakukan ritual adat Tolaki lainnya seperti upacara Mosehe.
72
D. Pikiran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki Mengenai pemikiran-pemikiran Arsamid mengenai kebudayaan Tolaki dapat dilihat pada karya-karyanya. Karya-karya Arsamid tersebut yaitu dalam bentuk tulisan dan dalam bentuk desain baju batik asli Tolaki yang diberi nama Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid). Baju Batik tersebut telah diproduksi dan digunakan. 1. Karya Tulis Arsamid Selain aktif dalam Lembaga Adat Tolaki dan sebagai pemangku adat Tolea-Pabitara, Arsamid juga aktif dalam kegiatan menulis. Arsamid mulai aktif dalam menulis sejak tahun 2000 sampai sekarang. Dalam menulis buku, Arsamid menambahkan namanya menjadi Asamid Al Ashur. Al Ashur mempunyai arti, Al dalam bahasa Arab artinya yang. Sedangkan Ashur berasal dari kata Mashur artinya dengan menulis buku nama akan dikenal para pembaca berlangsung secara abadi selamanya. (Arsamid, 2006: 2). Sejak itulah nama tersebut kemudian tidak hanya tertulis dalam karyakaryanya, akan tetapi dalam sertifikat, maupun piagam penghargaan nama tersebut selalu ditulis. Arsamid telah menyelesikan beberapa buku tentang Kebudayaan Tolaki yaitu antara lain dalam bidang Bahasa dan Sastra, Sejarah, dan Kebudayaan serta beberapa karya terjemahan ke dalam bahasa Tolaki seperti terjemahan Surat Yaasin ke dalam bahasa Tolaki. Pada tahun 2003 telah diluncurkan sebanyak tiga belas judul buku karyanya oleh Bupati Kendari bertempat di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Konawe.
73
Ketekunan Arsamid dalam melakukan penulisan tidak terlepas dari hasil diskusinya dengan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana mengenai Kebudayaan Tolaki. Arsamid mengatakan bahwa dalam diskusi tersebut Abdurrauf Tarimana (almrhm) selalu mengatakan kepada Arsamid bahwa budaya Tolaki adalah budaya tuturan, tatkala penuturnya meninggal maka tuturannya akan terkubur bersama dengan penuturnya. Maka pada saat itulah generasi akan kehilangan jejak. Contohnya, tentang Taenango. Arsamid melanjutkan bahwa sekarang orang yang pandai melakukan taenango rata-rata umurnya 80 tahun ke atas, sementara itu pelaku taenango sudah banyak yang meninggal. Selain itu, Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana (alm) juga mengatakan kepada Arsamid bahwa pekerjaannya (Arsamid) hanyalah menulis dan menulis. Apa yang kamu tahu dan apa yang pernah kamu dengar, tulis menurut apa adanya dan jangan dulu memberikan pertimbangan ilmu pengetahuan karena itu bukan tugas kamu (Arsamid), akan tetapi itu adalah tugas generasi yang akan datang. Sebab jika tidak menulis, maka generasi yang akan datang pada saatnya nanti bila ingin melakukan pembedahan tentang budaya Tolaki mereka tidak akan bisa karena tidak ada buku yang akan mereka bedah. Arsamid melanjutkan bahwa waktu itu almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana menawarkan kepada Arsamid agar membuat sebuah tulisan, dimana dengan tulisan tersebut Arsamid akan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di Unhalu karena almarhum Abdurrauf sendiri yang akan menjadi penguji utamanya. Saat itu Arsamid kebingungan karena ia tidak tahu harus menulis apa dan akan memulai darimana. Setelah Abdurrauf Tarimana meninggal
74
barulah ia mulai mengasah otaknya untuk melakukan penulisan sampai sekarang. (Arsamid, wawancara 05 Nopember 2011). Berikut adalah daftar dan deskripsi naskah karya tulis Arsamid Al Ashur: a. Daftar Naskah Karya Tulis 1) Bidang Bahasa dan Sastra yaitu: Aksara Tolaki bulan Mei tahun 2000, Kamus Tolaki 7000 Kata bulan Mei tahun 2000, Pluralisme Bahasa Tolaki september 2000, Sastra Lisan Tolaki bulan Mei tahun 2003, Sala Anngo bulan September tahun 2007. 2) Bidang Sejarah yaitu: Sejarah Watu Pinaho di Tawanga bulan September tahun 2000, Sejarah Pemerintahan Kabupaten Konawe, dan Sejarah Pemerintahan Kabupaten Konawe Selatan bulan Juli tahun 20003, Sejarah Kalo Sara bulan Juli 2007. 3) Cerita Rakyat yaitu: Mitos Asal Usul Padi bulan September 2008, Saweringadi bulan Februari 2011, dan Haluoleo bulan Februari 2011. 4) Adat Istiadat Daerah Tolaki yaitu: Hukum Adat Perkawinan Tolaki Juli 2006, Deskripsi Adat Perkawinan Tolaki bulan September 2001, Mosehe bulan Agustus 2003, Tata Krama dan Silaturrahmi Tradisi Budaya Tolaki bulan Maret 2007. 5) Karya Terjemahan yaitu: Surat Yaasin Terjemahan Bahasa Tolaki bulan Mei 2000, Al Barzanji Terjemahan Bahasa Tolaki bulan Juni 2000.
75
b. Deskripsi Naskah Karya Tulis Dalam uraian ini selain apa yang telah disebutkan dalam daftar naskah karya tulis di atas juga akan dijelaskan tentang pokok-pokok isi naskah yang terkandung di dalamnya. Deskripsi karya tulis adalah uraian singkat tentang karya
tulis,
dengan
tujuan
memberikan
uraian
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Disamping itu, deskripsi karya tulis juga dimaksudkan sebagai sesuatu yang memberikan petunjuk kepada orang lain agar dengan mudah dipahami. Dalam deskripsi karya tulis ini, penulis hanya mendeskripsikan sebagian hasil karya Arsamid Al Ashur karena hanya sebagian yang penulis dapat baca dari karya tulisnya. Adapun deskripsi karya tulisnya yaitu sebagai berikut: 1) Aksara Tolaki. Tulisanini mengenai huruf Tolaki yang berjumlah 18 huruf suatu analitik tentang arti lambang bilangari, sukora, dan andalahaebu dalam wujud aksara tolaki. Tulisan ini selesai dirampungkan pada bulan Mei tahun 2000. 2) Kamus Tolaki 7000 Kata. Tulisan ini diterbitkan oleh CV. Sahabat Offset Surabaya tahun 2000. Tulisan ini berisi tentang sejumlah kosa kata yang berasal dari dua dialek yaitu dialek Konawe dan dialek Mekongga. Karya ini ditulis oleh Bapak Arsamid Al Ashur dan di susun oleh Drs. H. Lukman Abunawas, SH., dan Drs. H. Azis Tondrang, MBA.
76
3) Pluralisme Bahasa Tolaki. Tulisan ini berisi menjelaskan tentang perbedaan antara dialek Mekongga dan Konawe. Tolaki yang tulisan ini selesai dirampungkan pada bulan september 2000. 4) Watu Pinaho di Tawanga. Tulisan ini menjelaskan tentang sebuah batu yang dijadikan sebagai monumen titik sentral tapal batas dua wilayah kerajaan serumpun yaitu Kerajaan Konawe di Kabupaten Kendari (sekarang Kabupaten Konawe), dan Kerajaan Mekongga di Kabupaten Kolaka. 5) Deskripsi Adat Perkawinan Tolaki. Tulisan ini berisi tentang teknik dan cara, tingkat-tingkat pembicaraan serta bahasa puitis yang dipergunakan dalam pelaksanaan adat istiadat perkawinan Tolaki. Tulisan dalam bentuk buku yang telah diterbitkan oleh Taman Budaya Sultra pada tahun 2006. 6) Hukum Adat Perkawinan Tolaki. Tulisan ini berisi tentang kaidah-kaidah hukum adat istiadat perkawinan secara garis besar yang meliputi tentang Kalosara, Kelembagaan Adat, isi adat, sanksi pelanggaran, dan kedudukan perangkat adat.
Gambar. 2 Beberapa Karya Tulis Arsamid (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
77
2. Desainer Batik Motif Budaya Asli Tolaki Dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memperkenalkan Kebudayaan Tolaki, Arsamid tidak hanya menulis buku yang berhubungan dengan kebudayaan Tolaki. Akan tetapi, lebih dari itu Arsamid telah terlebih dahulu membuat desain Batik Tolaki yang penggunaannya berlaku semua usia. Arsamid mulai membuat desain tersebut sejak tahun 1998 sampa sekarang. Desain baju tersebut, Arsamid beri nama TITOMAS yang artinya Motif Tolaki Ramuan Arsamid. Karya seni desain batik Arsamid tersebut telah mendapatkan rekomendasi dari salah seorang pakar antropologi Indonesia, almarhum Prof. Dr. A. Tarimana tahun 1998 dan dari Bupati Kabupaten Kendari Drs. H. Abdul Razak Porosi tahun 2000. Rekomendasi tersebut berfungsi sebagai persetujuan kepada Pencipta (Arsamid) dan Pengemban (Kompeksi Tailor Wawotobi). Dalam rekomendasi almarhum Abdurrauf Tarimana dijelaskan bahwa peruntukkan utama hasil karya Arsamid tersebut adalah bahan kemeja, juga boleh dipergunakkan untuk bahan kebutuhan lain seperti : baju wanita, Jas, Jaket, baju murid Sekolah Dasar, baju siswa SLTP dan baju siswa SMU. Sedangkan untuk pemakaiannya berlaku bagi semua tingkat usia dan jenis kelamin, waktu dan tempat pemakiannya bersifat bebas rapi, jenis kwalitas kainnya sesuai kebutuhan pemakai, warna dasar dan warna motif mengikuti perkembangan kemajuan. Motif yang digunakan pada pakaian tersebut seperti pineta‟ulumbaku (desain daun pakis), pinetotono (motif menyerupai manusia), dan motif kalo.
78
Karya seni batik tersebut telah mendapat dukungan dari kalangan tokoh Budaya Daerah Tolaki, pemuka-pemuka Adat Tolaki dan pemuka-pemuka masyarakat Tolaki yang banyak memberi perhatian terhadap Kebudayaan Tolaki. Karya desain Arsamid tersebut ada yang sudah diproduksi dan ada yang belum. Karya yang belum diproduksi tersebut dikarenakan adanya keterbatasan dana. Karya seni batik tersebut telah diproduksi dalam bentuk pakaian jadi sejak tahun 1998 oleh pengemban sekaligus sebagai distributor yakni Pengusaha Konfeksi Laksana Tailor Wawotobi, milik H. Ambo Dalle. Semasa hidup H. Ambo Dalle bekerjasama dengan Arsamid. Arsamid yang mendesain dan Ambo Dalle (alm) yang membawahnya ke Pekalongan lalu bekerjasama dengan Pengusaha Batik Pekalongan Selatan Alfa Collection By Rina HD Tex, milik Asmuni Kaza. Di tempat itulah desain baju batik bermotif Adat Tolaki karya Arsamid diproduksi/dicetak. Desain baju tersebut tersebut ada yang telah dijahit menjadi sebuah baju dan ada yang belum berbentuk baju. Kain desain inilah yang dibuat kembali menjadi baju sesuai keinginan pemesan (Arsamid, wawancara 20 Nopember 2011). Dalam melakukan hubungan kerjasama tersebut, H.Ambo Dalle dan Asmuni Kaza membuat perjanjian kontrak kerja. Berikut isi perjanjian kontrak kerja antara almarhum H. Ambo Dalle dan Bapak Asmuni Kaza pada tanggal 25 Juli 1999 di Pekalongan Selatan Jawah Tengah : PERJANJIAN KONTRAK KERJA 1. H. AMBO DALLE, Umur 47 Tahun, Alamat : Kel. Lalosabila, Kec. Wawotobi, Kab. Kendari, sebagai Pimpinan Konfeksi
79
2.
3.
4.
5.
6.
Laksana Tailor Distributor baju Adat Tolaki, selanjutnya disebut SEBAGAI PIHAK PERTAMA .................................................... ASMUNI KAZA, Umur 36 Tahun, Alamat : Kel. Banyurip Alit Gg 5/ 58 Kec. Pekalongan Selatan, Kodya Pekalongan, sebagai Pimpi. Pusat Batik dan Garment ALFA COLLECTION BY RINA HD TEX, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA ..... Pada tanggal 25 Juli 1999 di Pekalongan Jawa Tengah, PIHAK PERTAMA telah memberikan Order kepada PIHAK KEDUA berupa Hak untuk mencetak Kain Batik Bermotif Adat TOLAKI hingga menjadi Pakaian Jadi dalam bentuk Hem, Kemeja, Jas dan sejenisnya dalam jumlah tak terbatas ............................................ Syarat-syarat pemesanan yang diajukan PIHAK KEDUA telah disetujui dan dipenuhi oleh PIHAK PERTAMA, dengan cara pembayaran PIHAK PERTAMA menyanggupi mebayar sejumlah KAIN BATIK yang dipesan ......................................................... Perjanjian KOntrak Kerja ini berlaku sampai batas dikeluarkannya pernyataan masa berakhirnya Perjanjian Kontrak Kerja yang disepakati dan ditandatangani oleh Kedua Belah Pihak. .......................................................................................... Perjanjian Kontrak Kerja ini dibuat bersama di Pekalongan Jawa Tengah pada tanggal Dua Puluh Lima Juli Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan dan ditandatangani oleh masingmasing Kedua Belah Pihak. ......................................................... Pekalongan, 25 Juli 1999.
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
H. AMBO DALLE.
ASMUNI KAZA
Sehari setelah Perjanjian Kontrak Kerja tersebut, maka bapak H. Ambo Dalle mulai memesan baju batik tersebut sebanyak 1000 potong baju dengan harga Rp. 23.000,- perpotong baju, dengan jumlah Rp. 23.000.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Rupiah). Kemudian Bapak H. Ambo Dalle memberikan uang muka sebanyak Rp. 11.500.000,- (Sebelas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Arsamid mengatakan bahwa setelah H. Ambo Dalle meninggal, usaha Konfeksi Laksana Tailor dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Baharuddin
80
sampai sekarang. Pemasaran karya Arsamid ini terbanyak di sekolah-sekolah. (Arsamid, wawancara 20 Nopember 2011). Berikut adalah contoh baju batik dengan motif Titomas baik yang sudah diproduksi maupun yang belum.
Gambar 3. Foto Baju Batik Desain Arsamid yang telah diproduksi. Baju Batik yang digunakan di SMP Negeri 3 Andoolo dengan Motif Pinetotono, Kalo, dan di SMP Negeri 4 Lambuya dengan Motif yang sama pada SMP N 3 Andoolo tapi warna berbeda (Kanan) (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar 4. Foto Desain Baju Batik Arsamid yang belum diproduksi (Sumber: Dokumentasi Arsamid)
81
E. Tindakan Arsamid sebagai Pakar Adat Tolaki Perkembangan hidup manusia semakin cepat bergerak maju dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, sementara itu masyarakat senior hukum adat berangsur-angsur hilang di telan zaman dan tulisan sebagai pedoman tidak ada yang mereka tinggalkan. Perkembangan yang terjadi membawa pengaruh terhadap pola pikir dan pergeseran tata nilai budaya yang pada gilirannya generasi penerusnya akan kehilangan jejak di saat generasi penuturnya sudah habis terkubur bersama tuturannya. Arsamid Al Ashur, pengurus dewan pimpinan pusat Lembaga Adat Tolaki, mengatakan bahwa perkembangan kebudayaan Tolaki mengikuti perjalanan hidup manusia dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Dampak dari pekembangan yang terjadi adalah pergeseran tata nilai. Ada tradisi dari leluhur yang hilang dan sudah tidak diketahui, tetapi ada hal baru yang muncul dan menurut penyesuaian lalu dibudayakan. Arsamid melanjutkan bahwa selama ini ada beberapa daerah di Kabupaten Konawe dan sekitarnya yang melaksanakan perannya sebagai tolea dan pabitara, akan tetapi mereka tidak menunaikan sepenuhnya hak-hak masyarakat yang akan melakukan urusan perkawinan. Kebutuhan pelayanan terhadap urusan adat perkawinan selalu ada setiap saat. Kemudian muncul orang-orang yang tidak kharismatik, tidak memiliki segudang pengetahuan tentang hukum adat istiadat, tidak memiliki kemampuan bersilat lidah tapi hanya memiliki kemauan. Orang-orang inilah yang selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berbekal apa yang pernah mereka dengar
82
dan mereka lihat ditempat lain. Itulah yang mereka bawah kembali dikampungnya dan inilah yang mereka terapkan, masyarakat pun tidak ada yang keberatan. Sebab jika ada yang keberatan maka tidak ada yang akan mengurus urusan perkawinan mereka. Mereka (Tolea-Pabitara) inilah yang tidak terkena bala jika mereka memutar balikkan fakta, berbicara salah. Hal ini karena mereka belum dikukuhkan sebagai tolea dan pabitara. (Arsamid, wawancara 16 Okober 2011). Oleh karena itu, maka tindakan Arsamid sebagai pakar Adat Tolaki sekaligus anggota dewan pengurus pusat Lembaga Adat Tolaki adalah melakukan sosialisai dan pelatihan serta pengukuhan/sumpah serapah terhadap para pelaku adat khususnya para Tolea dan Pabitara yang ada di Sulawesi Tenggara agar tidak terjadi perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan adat perkawinan antara lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya serta tidak adanya pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat yang melakukan acara perkawinan. Untuk mengatasi terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh tolea dan pabitara terhadap hak-hak masyarakat yang melaksanakan urusan adat perkawinan, pada bulan April 2011 Arsamid melakukan kegiatan pelatihan adat sekaligus pengukuhan terhadap para tolea dan pabitara di Desa Porabua, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka. Antusias para pemangku adat di desa ini begitu kuat untuk turut mendukung jalannya kegiatan. Mereka bahkan ada yang rela datang dari jauh di desa di bagian hilir sungai Konawe‟eha menuju
83
Desa
Porabua,
Kecamatan
Uluiwoi,
Kabupaten
Kolaka,
tempat
dilaksanakannya kegiatan pelatihan adat. Untuk melakukan pengukuhan tersebut, Arsamid harus terlebih dulu mengumpulkan para tolea dan pabitara yang ada diberbagai daerah khusunya yang ada di Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe. Upaya tersebut tidaklah mudah, selain tempat domisili mereka yang cukup jauh di pelosok, pekerjaan para pemangku adat ini memang cukup padat.Sehari mereka bisa melayani banyak kegiatan adat, khususnya acara peminangan dan perkawinan. Sehingga membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mendapatkan konfirmasi kesediaan mereka berkumpul. Namun bukan hanya masalah kesiapan para tolea dan pabitara yang menjadi kendala, melainkan masih rendahnya kepedulian baik dari pihak pemerintah maupun dari para para pelaku adat di Lembaga Adat Tolaki itu sendiri atas kegiatan yang berbau budaya istiadat. Termasuk dukungan dari pemerintah daerah yang masih memandang kegiatan tersebut hanyalah pelengkap (Josshasrul, 2011). Demikian pula yang dikatakan oleh Arsamid bahwa
pemerintah
masih
kurang
peduli
terhadap
kegiatan-kegiatan
kebudayaan. Di sisi lain para pelaku adat di lembaga adat tolaki juga dinilai masih rendah kepedulian. (Arsamid, wawancara 16 Oktober 2011). Meskipun demikian, Arsamid tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Tokoh Adat/Masyarakat dengan melakukan pengukuhan terhadap para pemangku adat khusunya para Tolea dan Pabitara (Josshasrul, 2011).
84
Gambar 5 Foto Prosesi Pengukuhan / Sumpah Serapah Para Pelaku Adat Tolaki, Tolea dan Pabitara, oleh Bapak Arsamid Al Ashur (sedang memegang kertas dan mic) (Kiri), Praktek Tolea-Pabitara (Kanan) di Desa Porabua, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka (Sumber: Josshasrul, 2011)
Pada tanggal 29 Desember 2011 Arsamid bersama dengan Muslimin Suud kembali melakukan sosialisasi dan pelatihan serta pengukuhan pada sejumlah panggasara (Tolea-Pabitara) yang bertempat di Hotel Arisandi Kecamatan Unaaha Kabupaten konawe untuk yang kedua kalinya selama tahun 2011. Sebelum dilakukan sosialisasi dan pelatihan tentang hukum adat perkawinan tolaki maka para Tolea-Pabitara terlebih dahulu disumpah serapahi/dikukuhkan.Setelah mereka dikukuhkan, mereka diharapkan dapat melakukan tugasnya dengan baik, tidak melakukan pelanggaran dalam adat perkawinan.
85
Gambar 6. Foto Bapak Arsamid sedang melakukan pengukuhan/sumpah serapah terhadap para pelaku adat perkawinan Tolaki, Tolea-Pabitara di Hotel Arisandi Unaaha Kabupaten Konawe tanggal 29 Desember 2011. (Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti)
Gafur mengatakan bahwa sosialisasi tentang hukum adat perkawinan Tolaki yang dilaksanakan di Hotel Arisandi tersebut merupakan upaya penyeragaman terhadap pelaksanaan tata cara perkawinan Tolaki. Hal tersebut dikarenakan masih adanya perbedaan pada tata cara pelaksanaannya. Adapun prosesi pengukuhan terhadap sejumlah Tolea-Pabitara baik yang sudah pernah dikukuhkan maupun yang belum, maka hal tersebut juga merupakan tindakan untuk mengingatkan kembali kepada panggasara tentang peran mereka di masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya. (Gafur, wawancara di Mataiwoi tanggal 22 Agustus 2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Kamaruddin bahwa penyumpahan sejumlah panggasara (Tolea-Pabitara) di Hotel Arisandi tahun lalu (2011) oleh bapak Arsamid adalah suatu usaha agar para pelaku adat Tolea-Pabitara dapat menjalankan perannya dengan baik agar nantinya hak-hak masyarakat yang melaksanakan
86
perkawinan tidak ada yang terabaikan/dirugikan. (Kamaruddin, wawancara di Asao 23 Agustus 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengukuhan (sumpah serapah) sejumlah panggarasara (Tolea-Pabitara) oleh Arsamid Al Ashur merupakan suatu tindakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam urusan perkawinan yang dilakukan oleh Tolea Pabitara dan hak-hak masyarakat yang melakukan urusan perkawinan tidak ada yang diabaikan.
87
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1.
Arsamid berasal dari keluarga yang sederhana. Dilihat dari silsilah keturunannya, maka Arsamid masih keturunan Tolea-Pabitara karena kakek dan ayahnya merupakan Tolea-Pabitara yang berasal dari Tawanga (Kabupaten Kolaka). Arsamid Al Ashur pada masa kecilnya bernama Zainuddin. Pendidikan dasarnya dimulai pada Sekolah Rakyat VI di Tawanga Kabupaten Kolaka dan menyelesaikannya di Wawotobi. Arsamid menyelesaikan pendidikannya terakhirnya di SGA Kendari tahun 1964. Dunia pendidikan Arsamid tidak selalu berjalan teratur, dia selalu pindah dari satu sekolah ke sekolah berikutnya. Hal ini terjadi karena ketika dia bersekolah di Sekolah Rakyat tiga tahun Tawanga ia harus berhenti selama satu tahun karena adanya gangguan gerombolan DI/TII Kahar Muzakar. Setelah pindah ke Wawotobi dia kembali melanjutkan sekolahnya di Sekolah Rakyat Wawotobi sampai selesai. Saat dia bersekolah di SMP Sawerigading Wawotobi dia kemudian pindah ke Kolaka karena gerombolanDI/TII Kahar Muzakar membumihanguskan Wawotobi. Ketika Arsamid sekolah di SGA PGRI Kendari, saat itu ia duduk di kelas dua, ia meninggalkan sekolahnya dan bergabung dengan DI/TII. Setelah menamatkan pendidikannya ia menjadi guru SR/SD di Benua Kecamatan
88
Angata Kabupaten Konawe Selatan tahun 1964-1968, setelah itu ia pindah ke Kantor BKDH Tk. II Kendari tahun 1969. Pada tahun 1977 ia memulai karirnya di Lembaga Legislatif sebagai Anggota DPRD Tk. II Kendari dari Golkar sampai tahun 1992. 2.
Peran Arsamid sebagai seorang Tokoh Adat dan Budayawan Tolaki dimulai sejak tahun 1966 sampai sekarang yang diawali pada acara perkawinan almarhum Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana di Desa Motaha Kecamatan Lambuya Kabupaten Kendari, pada saat itu Arsamid bertindak sebagai Pabitara (Juru Bicara). Selain itu, Arsamid selalu dipercaya oleh pemerintah Kendari untuk melakukan upacara penyambutan terhadap tamu-tamu yang datang ke Sulawesi Tenggara, baik tamu yang berasal dari dalam negeri maupun tamu yang berasal dari luar. Upacara penyambutan tersebut dilakukan secara Adat Tolaki yaitu dengan Umo‟ara dan Kalo Sara, serta selalu melakukan penobatan ataupun pengukuhan terhadap Pengurus Lembaga Adat dan pelaku-pelaku adat Tolaki lainnya.
24. Pikiran Arsamid sebagai Tokoh Adat dan Budayawan dapat dilihat pada hasil karya-karyanya mengenai kebudayaan Tolaki. Karya-karya Arsamid tersebut yaitu dalam bentuk tulisan dan dalam bentuk desain baju batik asli Tolaki yang diberi nama Titomas (Batik Tolaki Ramuan Arsamid). Baju Batik tersebut telah diproduksi dan digunakan. 25. Tindakan Arsamid sebagai pakar Adat Tolaki yaitu melakukan sosialisasi dan pelatihan tentang hukum adat perkawinan Tolaki serta mengukuhkan sejumlah Tolea-Pabitara. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
89
perbedaan wujud dan tata cara pelaksanaan adat perkawinan antara lingkungan tertentu dengan lingkungan umumnya serta pelanggaran yang dilakukan oleh Tolea-Pabitara dalam urusan perkawinan yang akhirnya mengabaikan hak-hak masyarakat yang melakukan urusan perkawinan. B. Saran Adapun saran-saran yang ingin penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1.
Bagi pemerintah daerah dan masyarakat Tolaki diharapkan agar sudi kiranya membantu para tokoh adat dan budayawan Tolaki berupa materi agar mereka terus berkreativitas dalam mengembangkan Kebudayaan Daerah yang merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional. Karena kebudayaan adalah warisan yang sangat tinggi nilainya dimata dunia. Jika mereka diperhatikan oleh pemerintah, mereka juga tidak akan sungkansungkan memberikan ilmu mereka kepada generasi muda untuk meneruskannya, yang dari mereka inilah yang akan memperkenalkan kebudayaan daerah baik di Indonesia maupun di manca Negara.
2.
Bagi para tokoh adat dan budayawan Tolaki tidak berputus asa dan selalu mengembangkan kebudayaan Tolaki agar dunia dapat melihat akan keunikan kebudayaan Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara.
3.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini belum sangat sempurna sekali dalam bentuk penulisan sebuah karya ilmiah, untuk itu penulis sangat berharap besar sebuah kritikan-kritikan, dan masukanmasukan bagi orang-orang yang membaca penulisan karya ilmiah ini, untuk menyempurnakan penulisan karya ilmiah yang penulis buat.
90
C. Implikasi Penelitian terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah Pembelajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah. Melalui pembelajaran sejarah siswa mampu mengembangkan kompetensi secara kronologis untuk berpikir dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serat keragaman sosial buadya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa ditengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Pembelajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapi masa yang akan datang. Pengajaran sejarah lokal di sekolah bertujuan untuk membina pewarisan nilai-nilai kebudayaan lokal, dalam rangka pembentukan kesadaran nasional. Tujuan pembentukan kesadaran sejarah tidak dapat dilepaskan dari upaya pembentukan kesadaran individu dan kelompok masyarakat, yang akan mencakup pemilikan sejumlah pengetahuan tertentu (kognitif). Dalam hal ini meliputi pengetahuan tentang sejarah lokal dan pembentukan sikap serta kesadaran sejarah (afektif).Sehingga yang menonjol dalam pembelajaran sejarah lokal di sekolah adalah dua aspek psikologis penting dalam tujuan pendidikan yaitu pembentukan dan pembinaan kognisi dan afeksi dengan menggunakan sejarah lokal sebagai media pendidikannya.
91
Eksistensi guru sejarah adalah mencari untuk mengembangkan dan mencari informasi-informasi, yang berkaitan dengan kedaerahan, lingkungan sekolah, masyarakat bersama pemerintah daerah harus saling memberikan dukungan yang positif terhadap materi sejarah lokal melalui pembelajaran sejarah nasional di sekolah-sekolah. Kebudayaan daerah merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional, maka dengan adanya salah seorang tokoh (Arsamid) yang memiliki jiwa kecintaan terhadap
Kebudayaan
daerahnya
dengan
mengembangkan,
dan
melestarikannya, secara langsung telah ikut melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional. Oleh karena itu, Arsamid memiliki jiwa nasionalisme, kecintaan terhadap negara dan bangsanya, melalui pengembangan dan pelestarian kebudayaan Tolaki yang merupakan kebudayaan Nasional. Dalam pembelajaran IPS Sejarah (Lokal) siswa-siswa dapat mengenal tokoh
biografis
Arsamid
Al
Ashur
dalam
usahanya
melestarikan,
mengembangkan, dan memperkenalkan kebudayaan Tolaki. Ini semua dapat memberikan inspirasi kepada siswa-siswa putera daerah.
92
DAFTAR PUSTAKA
Arsamid Al Ashur. 2006. Otobiografi. Ditulis di Arombu Unaaha Berry, David. 2003. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Penerjemah, Paulus Wirutomo. Edisi I, cet. 4. Jakarta: Rajawali Pers. Gottschalk, L. 2007. Mengerti Sejarah. (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press. Hadara, Ali. 2004. Metode Sejarah. Makalah disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo, Tanggal 16-20 Juli 2004. Hendropuspito OC, D. 1989. Sosiologi Sistematik. Cet. Pertama. Yogyakarta: Kanisius. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1991. Sosiologi. Diterjemahkan oleh Aminuddin Ram dan TitaSobari. Jakarta: Erlangga. http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-caramenulis.html. Diakses tanggal 23 Nopember 2011. http://konawekab.bps.go.id/?page_id=93. Diakses 29 Mei 2012 Irwansyah. 2012. Kalosara Adat Tolaki. Online: http://irwansyahhukum.blogspot.com/2012/05/kalosara-adat-tolaki.html. Akses pada tanggal 26 Mei 2012. Josshasrul. 2011. Tolea dan Pabitara. http://Tolea%20dan%20Pabitara%20«%20josshasrul.htm. Tanggal 20 Nopember 2011
Akses
Kartodirjdo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
93
Mulyanto R.I., Sartini, A. Sardju Siswomartana, Radjiman, dan Riyanto. 1990. Biografi Pujangga Ranggawarsita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Melamba, Basrin dkk. 2011. Sejarah Tolaki di Konawe. Yogyakarta. Teras Permana, Rahayu. 2004. Kyai Haji Syam‟un (1883-1949): Gagasan dan Perjuangannya. (Tesis). Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Santoso,
Teguh. 2011. Adat dan Kebudayaan Suku Tolaki. Online. http://www.teguhsantoso.com/2011/02/adat-dan-kebudayaan-sukutolaki.html#ixzz1xXJz2los. Akses pada tanggal 26 Mei 2012
Sembiring, Eva Angelina. 2010. Biografi Rakuta Sembiring Brahmana (19141964). (Skripsi). Medan: Program Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sejarah, Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22088. Diakses pada tangal 11 Nopember 2011. Silitonga, Sansri Nuari. 2011. Nur „Ainun Sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, MakInang, danLaguDua yang Dinyanyikannya. (Skripsi). Medan: Program Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara. Online. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25557. Akses pada tanggal 11 Nopember 2011. Silalahi, Jeperson Valerius. 2009. Biografi Guntur Sitohang sebagai Pemusik dan Pembuat Alat Musik Batak Toba (Skripsi). Medan. Universitas Sumatera Utara. Online.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/13438. Diakses pada tangal 11 Nopember 2011. Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sjamsuddin, Helius dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Tenaga Akademik, Dirjen Pendidikan Tinggi dan Depdikbud. Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
94
Suharni, Suddin. 2011. Supu Yusuf Dari Seorang Bangsawan, Pejuang Hingga Birokrat. Kendari. Skripsi FKIP Unhalu Su‟ud, Muslimin. 2006. Osara (Hukum Adat Tolaki). Kendari: Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Sejarah dan Kebudayaan Tolaki Tambera, Haris. 2011. Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program P2MK Di Kelurahan Benu-Benua Kota Kendari. http://haristambera.blogspot.com/2011/01/analisis-partisipasi-masyarakat.html. Akses tanggal 29 Mei 2012 Tarimana, Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki (Seri Etnografis). Jakarta: Balai Pustaka.
95
LAMPIRAN-LAMPIRAN
96
Gambar : Bapak Arsamid Al Ashur di Rumah alm. H. Ambo Dalle, Wawotobi (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar : Peneliti Bersama Bapak Arsamid di Rumah Alm. H. Ambo Dalle (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
97
Gambar : Alm. Bapak H. Ambo Dalle, pemilik Laksana Tailor Wawotobi (Sumber: Dokumentasi Keluarga)
Gambar : Bapak Baharuddin (Anak alm. H. Ambo Dalle) yang meneruskan usaha ayahnya (Sumber: Dokumentasi Keluarga)
98
Gambar : Rumah alm. H. Ambo Dalle yang merupakan tempat Distributor Batik Adat Tolaki (Kiri) dan Papan Nama Laksana Tailor (Kanan) (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
Gambar : Ayah (Ndau) dan Ibu (Takube) Arsamid Al Ashur (Sumber: Dokumentasi Arsamid Al Ashur)
99
Gambar : Rumah Bapak Arsamid AL Ashur di Jl. Maleo No. 175 Kelurahan Arombu Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
1
2
4
3
Gambar . Baju TITOMAS (Batik Tolaki Ramuan Arsamid Al Ashur). Dari kiri ke kanan: (1) Baju Batik SMA N 1 Wawotobi dengan motif pineta’ulumbaku (motif tumbuhan paku) dan pinetotono (motif menyerupai manusia), (2) Baju Batik SMA N 1 Lambuya dengan motif tabere dan Kalo, (3) Baju Batik SMP N 4 Lambuya dengan motif pinetotono, Kalo, (4) Baju Batik SMP N 3 Andoolo, motifnya sama dengan SMP N 4 Lambuya tetapi warnanya berbeda.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
100
Gambar . Bahan baku pakaian dan pakaian jadi di Laksana Tailor Wawotobi milik Alm. H. Ambo Dalle, sekarang Burhanuddin yang melanjutkan usaha ayahnya (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis Peneliti)
Gambar . Desain Batik Tolaki karya Arsamid yang belum diproduksi (Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid, dan direproduksi oleh peneliti)
101
Lampiran. SERTIFIKAT-SERTIFIKAT SEMINAR, PENGHARGAAN
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
102
Lampiran. SERTIFIKAT PENGHARGAAN DARI H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN H. MUH. JUSUF KALLA
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur) SURAT KETERANGAN TELAH MENGIKUTI PENYULUHAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DAERAH SULAWESI TENGGARA TAHUN 1994/1995 DAN 1998/1999
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
103
PIAGAM-PIAGAM PENGHARGAAN DARI DEWAN PIMPINAN PUSAT GOLONGAN KARYA SULTRA
104
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
PIAGAM DARI BUPATI KEPALA DAERAH TK. II KABUPATEN KENDARI, dan DARI KETUA
LEMBAGA PEMILIHAN UMUM TAHUN 1977
105
Lampiran PIAGAM DARI GKPN SULTRA TAHUN 1972, PIAGAM DARI PANITIA MTQ KDI TAHUN 1979, DAN PIAGAM DARI PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA TAHUN 1980
Lampiran IJAZAH KURSUS BIMBINGAN SOSIAL A TAHUN 1965
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
106
Lampiran. SURAT KEPUTUSAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA-ANGGOTA DPRD PERIODE 1987-1992 YANG TELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
107
Lampiran. PERJANJIAN KONTRAK KERJA DAN SURAT-SURAT ASMUNI KAZA KEPADA ALMARHUM H. AMBO DALLE
108
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
Lampiran. REKOMENDASI Prof. DR. ABDURRAUF TARIMANA DAN BUPATI KABUPATEN KENDARI TENTANG TITOMAS
(Sumber: Dokumentasi Bapak Arsamid Al Ashur)
109
110