BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA KONSELOR Oleh: Dra. Samisih., M.Pd.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam sistem pendidikan sekolah, terdapat tiga pilar utama yang menopang keberhasilan sistem pendidikan tersebut, yaitu administrasi supervisi, pengajaran, dan bimbingan dan konseling. Ketiga pilar tersebut memiliki penanggung jawabnya masing-masing, namun dalam pelaksanaannya semua stake holder yang ada disekolah harus bahu membahu melaksanakannya. Bimbingan dan konseling sebagai salah satu pilar tersebut juga memiliki penanggung jawab yaitu konselor, akan tetapi pelaksanaannya diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak agar pelaksanaan bimbingan dan konseling yang memandirikan bagi siswa bisa berjalan dengan baik. Ironisnya, terdapat dua hal miris yang menjadi masalah utama pelaksanaan bimbingan dan konseling seperti hasil pengamatan yang dilakukan. Pertama Bimbingan dan Konseling di banyak sekolah tidak mendapatkan jam khusus untuk layanan bimbingan klasikal. Bimbingan klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru mata pelajaran tertentu yang berhalangan hadir atau dengan ‘suka rela’ memberikan jam pelajaran kepada konselor sekolah untuk bimbingan kelompok klasikal. Bimbingan klasikal untuk siswa kelas IX atau XII di banyak sekolah ditiadakan dengan alasan, persiapan Ujian Nasional di tahun terakhir masa studi SMP dan SMA amat penting. Selama in sekolah lebih memusatkan pengembangan kompetensi akademis-kognitif, peniadaan jam bimbingan kelompok klasikal adalah bentuk nyata pemusatan perhatian sekolah hanya pada aspek akademik saja. Penentu kebijakan pendidikan di tingkat sekolah memahami BK hanya berupa konseling saja dan terutama berfungi dalam mengatasi persoalan-persoalan siswa. BK sebagai bagian dari sekolah belum dapat membuktikan unjuk kerja yang berkualitas. Tiadanya
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
program BK berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa, pengelola sekolah, dan stake holder lain sulit memberi kepercayaan kepada BK. Kebijakan meniadakan jam bimbingan klasikal mengakibatkan fungsi developmental, fungsi pencegahan, dan pemeliharaan BK dalam aspek perkembangan personal, edukasional, dan karier tidak dapat dijalankan secara utuh. Ketidakmengertian dan prasangka administrator sekolah bahwa BK dianggap membuang-buang waktu dan tidak memberikan sumbangan berarti bagi perkembangan siswa mengakibatkan sulitnya memperoleh dukungan sekolah terhadap program BK.
Kedua, banyak terjadi dilapangan bahwa bimbingan dan konseling hanya dilakukan oleh konselor saja tanpa ada kerjasama dengan pihak lain. Dari pengamatan dilapangan, acap kali sekolah hanya memiliki satu orang konselor untuk melayani 450 siswa, pun demikian tidak ada guru lain yang terlibat untuk membantu dan hanya menyalahkan konselor saat ada siswa yang dinilai masih bandel di kelas. Pada kasus lain, terdapat konselor yang kerjanya hanya dudukduduk di kantor atau di kantin sekolah karena konselor tersebut pusing mengurusi siswa satu sekolah sendirian. Atau konselor yang harus pontang panting mengurusi semua kebutuhan siswa mulai bimbingan klasikal, konseling individu, home visit, dan membantu pendaftaran masuk perguruan tinggi bagi siswa kelas XII. Sehingga terlihat jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor kurang berdampak positif bagi siswa. Kedua hal diatas sudah berjalan sangat lama sekali, maka diperlukan keseriusan dari konselor untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya secara komperhensif, dengan tujuan memberikan pelayanan terbaik untuk membantu kemandirian siswa. Maka dibutuhkan gambaran utuh bimbingan dan konseling yang dapat dijadikan pedoman bagi konselor untuk membantu perkembangan siswa.
B. Rumusan Masalah Masalah bahasan ini dirumuskan sebagai berikut, bagaimanakah gambaran pelayanan bimbingan konseling komprehensif untuk membantu peserta didik mencapai perkembangan optimal?
C. Tujuan Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
Tujuan pembahasan ini yaitu untuk mengetahui gambaran pelayanan bimbingan konseling komprehensif untuk membantu peserta didik mencapai perkembangan optimal.
BAB II PEMBAHASAN
A. Komponen Program BK Komprehensif Program bimbingan dan konseling komprehensif mengandung empat komponen pelayanan, yaitu pelayanan dasar bimbingan, pelayanan responsif, perencanaan indiviual, dan dukungan sistem. 1. Pelayanan Dasar atau Guidance Curriculum Menurut Depdiknas (2007: 30), pelayanan dasar yaitu “Proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tugas perkembangan yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya”. Layanan dasar ini bertujuan untuk membantu konseli memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara lebih rinci, tujuan tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut “Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya (Depdiknas, 2007:31).”
2. Layanan Responsif Pelayanan responsif diartikan sebagai pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan (Depdiknas, 2007:32). Tujuan dari pelayanan responsif ini yaitu membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Lebih lanjut Depdiknas (2007: 33) menyatakan tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan. 3. Perencanaan Individual Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya (Depdiknas, 2007:35). Pemahaman konseli dan karakteristiknya secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Tujuan perencanaan individual ini dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat: • Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya. • Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya. • Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya. • Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya (Depdiknas, 2007:36).
4. Dukungan Sistem
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli. Menurut Depdiknas (2007:37) “Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini meliputi pengembangan jejaring (networking), kegiatan manajemen, riset, dan pengembangan.”
B. Ekspektasi Pelaksanaan BK Komprehensif Program BK Komprehensif bersifat sistemik yang mana program BK dirancang untuk menjangkau berbagai pihak, mulai dari siswa sebagai individu maupun kelompok, komunitas sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat. Pendekatan sistemik dalam program BK komprehensif menempatkan individu sebagai pusat sistem dan menciptakan hubungan antar subsistem yang mempengaruhi individu ke arah perkembangan positif seperti sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat (Erford, 2004). Sifat sistemik Program BK Komprehensif dilaksanakan dengan asesmen yang dapat merumuskan kebutuhan siswa dan stake holder penting lain seperi orang tua, komunitas sebaya, para guru, dan administrator sekolah; layanan BK yang menjangkau siswa dan stake holder lain yang relevan seperti orang tua, komunitas asal siswa, komunitas sebaya, para guru, dan masyarakat sekolah secara umum; program BK Sistemik dapat melibatkan stake holder tidak saja sebagai penerima layanan, tetapi juga sebagai rekanan dalam memberi layanan yang relevan, misalnya, dalam rangka menciptakan lingkungan keluarga asal yang sehat dan kondusif bagi tumbuh kembang siswa, komite sekolah dapat terlibat dalam mengorganisir kegiatan pendidikan keorangtuaan dan evaluasi proses, hasil (result), dan dampak (outcome, impact) yang menjangkau siswa dan stake holder tersebut di atas.
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
1.
Layanan Dasar atau Kurikulum Bimbingan Menurut Gysbers & Handerson (2007) kurikulum bimbingan ibarat sebuah
kendaraan untuk mengadirkan materi bimbingan kepada semua siswa dengan cara sistematis. Layanan dasar dapat diberikan secara klasikal atau kelompok. Fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. a. Bimbingan Kelas Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat). b. Pelayanan Orientasi Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi
di
Sekolah/Madrasah
biasanya
mencakup
organisasi
Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah/Madrasah. c. Pelayanan Informasi Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik. melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet. d. Bimbingan Kelompok Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5-10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti : cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
e. Pelayanan Pengumpulan Data/Apraisal/Aplikasi Instrumentasi Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen tes atau non tes.
2.
Layanan Responsif Menurut Gysbers & Handerson (2007) layanan responsif merupakan
bagian penting dari bimbingan dan konseling komprehensif karena kebutuhan untuk memberikan respon/pertolongan kepada siswa secara langsung dan seketika itu berdasarkan kebutuhan siswa, kegiatan yang bisa dilakukan yaitu konseling individual, konseling krisis, referal, konsultasi dengan orang tua, guru atau profesi lain. Menurut Depdiknas (2007: 33) “Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif”. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas. Kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam memberikan pelayanan responsif antara lain:
Konseling Individual dan Kelompok Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.
Kolaborasi dengan Orang tua Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah.
Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar Sekolah/Madrasah Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
Konsultasi Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan
lingkungan
Sekolah/Madrasah
yang
kondusif
bagi
perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
Bimbingan Teman Sebaya Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor.
Konferensi Kasus
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
Kunjungan Rumah Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
3.
Perencanaan Individual Menurut Gysbers & Handerson (2007) perencanaan individual menjadi
bagian dari bimbingan dan konseling komprehensif karena peningkatan kebutuhan dari semua siswa untuk merencanakanan secara sistematis, memonitor, dan mengelola perkembangannya dan untuk mengambil keputusan berikutnya tentang kehidupan, pendidikan, dan karier. Untuk melaksanakan perencanaan individual, aktivitas dan prosedur sepenuhnya digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam memahami dan secara berkala memantau perkembangannya. Siswa diajak untuk berkomitmen dengan tujuan, nilai, kemampuan, perilaku, dan kegemaran, dan kompetensi mereka, sehingga mereka melanjutkan perkembangan pendidikannya. Konselor menjadi “ahli pengembangan dan penempatan”. Perencanaan individual dilaksanakan dengan kegiatan yang membantu siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola perkembangan belajar dan karir mereka. Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; karir meliputi mengeksplorasi peluangpeluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4.
Dukungan Sistem Untuk memberikan pelayanan bimbingan yang prima dan efektif
mengikuti perkembangan jaman, diperlukan aktivitas pendukung seperti pengemngan kemampuan konselor, riset, dan pengembangan kurikulum. Dukungan sistem juga memfasilitasi kebutuhan bimbingan dari program sekolah yang lain untuk menciptakan iklim saling membantu dalam mensukseskan sitem pendidikan sekolah. Administrasi dan manajemen program bimbingan dan konseling komprehensif membutuhkan dukungan sistem. Itulah mengapa dukungan sistem menjadi komponen utama. Namun seringkali hal ini terlupakan dan dipandang sebelah mata, padahal sangat penting untuk menunjang tiga komponen lainnya. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: a. Pengembangan Jejaring (networking) Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi konsultasi dengan guru-guru, menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
Sekolah/Madrasah,
Sekolah/Madrasah
lainnya
dalam
bekerjasama rangka
dengan
menciptakan
personel lingkungan
Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling. b. Kegiatan Manajemen Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.
Pengembangan Profesionalitas
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/ Madrasah (pemerintah, dan swasta) untuk memper-oleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan
lingkungan
Sekolah/Madrasah
yang
kondusif
bagi
perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya Sekolah/ Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsurunsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan instansi pemerintah, instansi swasta, organisasi profesi, seperti ABKIN, para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, MGBK, dan Depnaker dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan.
Manajemen Program Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Gysbers & Handerson (2007) menambahkan “Dukungan sitem juga
termasuk kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung program sekolah lainnya, seperti membantu menjelaskan hasil tes IQ kepada guru dan orang tua dan membantu waka kurikulum menjelaskan kelebihan dan kekurangan siswa sebagai bahan penyusunan KTSP.” Namun perlu diperhatikan porsinya, karena tugas utama konselor adalah pada ketiga komponen bimbingan dan konseling komprehensif lain. Empat komponen tersebut harus dilaksanakan dengan proposi Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
tertentu, sesuai keadaan pada sekolah masing-masing. Berikut ini proporsi perhatian dan waktu yang harus dialokasikan untuk implementasi komponenkomponen program bimbingan dan Konseling komprehensif yang rekomendasikan oleh ASCA (2000).
Komponen Program Layanan Dasar Perencanaan Individu Layanan Responsif Dukungan Sistem
SD 35-45 % 10-30 % 30-40 % 10-15 %
SMP 25-35 % 15-25 % 30-40 % 10-15 %
SMA 15-25 % 25-35 % 25-35 % 10-15 %
C. Ciri Program BK Komperhensif 1.
Pengelolaan Program BK dilakukan dengan serius dan berkualitas. Seluruh langkah manajemen (asesmen, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan layanan inti dan pendukung, dan evaluasi) dilaksanakan dengan melibatkan siswa dan semua stake holder yang relevan. Siklus Asesmen, perencanaan, pengorganisasian, dan evaluasi adalah motor penggerak bagi pelaksanaan layanan inti dan layanan pendukung BK. Tanpa pengelolaan program BK semacam ini, layanan BK hanya akan menjadi aksi ‘spontan’ untuk mengatasi persoalan yang terus menerus bermunculan, sehingga pelayanan Bimbingan dan Konseling tidak dapat memberi dukungan optimal bagi perkembangan peserta didik secara optimal Schmidt (dalam Santohadi, 2007).
2.
Isi layanan BK mencakup 4 ragam bimbingan (personal, sosial, karier, belajar) tersedia secara lengkap. Layanan dalam empat ragam bimbingan tersebut diselenggarakan bagi siswa dan stake holder lain sesuai kebutuhan. Keseimbangan perhatian pada empat ragam bimbingan ini akan dengan mudah diperiksa dengan meninjau tujuan program BK, materi-materi yang dikelola melalui layanan bimbingan kelompok, persoalan-persoalan yang muncul dalam konseling dan direkam secara memadai.
3.
Pelayanan BK memenuhi beragam kebutuhan siswa dengan berbagai pendekatan, metode, dan jenis layanan yang beragam. Ragam bentuk layanan BK dan isi layanan BK dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan nyata peserta didik.
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
4.
Program BK memberi perhatian yang seimbang pada fungsi kuratif, developmental, preventif, dan perseveratif (CSCA, 2000). Keseimbangan pelaksanaan keempat fungsi BK ini membutuhkan perencanaan yang serius dan matang berdasarkan kebutuhan riil peserta didik yang diramu menjadi program yang aplikaitif dan implementasi program BK yang serius dan berkualitas.
5.
Layanan dalam BK Komprehensif dirancang secara berurutan dan fleksibel. Urut-urutan proses bimbingan dengan materi tertentu adalah implikasi dari prinsip perkembangan manusia. Program tersebut dapat dengan leluasa dimodifikasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan siswa dari waktu ke waktu.
6.
Program BK harus dapat memenuhi semua kebutuhan semua konseli dan semua orang yang signifikan bagi konseli yang berperan penting bagi perkembangan mereka. Kelompok sasaran Program BK dalam hal ini tidak hanya siswa, tetapi juga orang tua, guru, teman sebaya, dan masyarakat umum. Mereka menerima berbagai layanan seperti konsultasi, layanan konseling individual, dan bimbingan kelompok. Pemberian layanan BK bagi stake holder tersebut diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang peserta didik yang lebih luas (CSCA, 2000).
7.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling melibatkan banyak unsur yang mampu membantu perkembangan siswa secara utuh dalam kerja kolaboratif. Pihak-pihak yang terlibat dalam bimbingan dan Konseling misalnya konselor, guru-konselor, peer counselor, guru, tenaga medis, prikolog, psikiater, pekerja sosial, forum orang tua, orang tua secara pribadi, dan praktisi.
8.
Alasan mendasar pentingnya Program BK Komprehensif adalah agar layanan BK di sekolah memberi dampak positif bagi peserta didik dan pihak-pihak lain yang juga dilayani. Layanan BK bisa saja terjadi secara insidental tanpa direncanakan, tetapi BK yang insidental tidak dapat menjamin munculnya dampak positif dalam diri peserta didik secara optimal.
9.
Sosialisasi program BK kepada seluruh warga masyarakat sekolah dan luar sekolah didahulukan sebab kegiatan ini sangat strategis dalam menciptakan iklim yang mendukung pelaksanaan program BK sepanjang tahun ajaran.
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Tiadanya program BK berkualitas selama ini yang sesuai yang sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa, pengelola sekolah, dan stake holder lain sulit memberi kepercayaan kepada BK. BK selama ini dianggap sebagai guru yang hanya memajang daftar aktivitas dapat mengacu pada pola 17 atau pola-pola yang lain, tetapi tidak menonjolkan isi yang akan ‘digarap’, untuk mengembangkan aspek afektif, nilai, sikap, dan perilaku positif siswa. Pola 17 yang sering dipajang di ruang BK sebenarnya hanyalah ‘bungkus’ yang belum menampakkan ‘isi’. Ketidakmampuan BK di sekolah membuktikan unjuk kerja yang berkualitas dan ketidak percayaan administrator dan seluruh staff kependidikan di sekolah. Diperlukan bimbingan dan konseling komperhensif untuk menunjukkan unjuk kerja konselor sekolah yang utuh dan mampu menghantarkan siswa menuju perkembangan diri optimum dengan melaksanakan perencanaan program yang sesuai kebutuhan siswa, implementasi program dengan melibatkan seluruh siswa, stake holder sekolah, dan orang tua, bukan hanya sebagai sasaran tetapi juga sebagai pelaksana program bimbingan dan konseling, dan evaluasi program sebagai wujud akuntabilitas bimbingan dan konseling membantu siswa mencapai perkembangan optimal.
B. Saran 1.
Konselor menerapkan bimbingan dan konseling komperhensif untuk membantu siswa mencapai perkembangan diri yang optimal, agar siswa, stake
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
holder, dan orang tua memahami peran bimbingan dan konseling untuk membantu memandirikan siswa 2.
ABKIN sebagai organisasi profesi diharapkan merangkul pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang pelaksanaan bimbingan konseling komprehensif
3.
ABKIN merangkul pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menambah wawasan pengawas sekolah dan kepala sekolah tentang hakikat dan prinsip manajemen BK Komprehensif, pentingnya kebijakan pendidikan di sekolah yang mendukung implementasi program BK komprehensif dan pendidikan yang utuh. Penambahan wawasan ini diharapkan dapat memicu terciptanya iklim sekolah yang kondusif bagi implementasi program BK yang komprehensif yang melayani semua siswa secara optimal.
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907
DAFTAR RUJUKAN
Connecticut Comprehensive School Counseling Program. 2000. (Online), (http:// csca.org), diakses 15 Juli 2011. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rambu-Rambu pelaksanaan BK dalam jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK Erford, Bradley T. ed. 2004. Professional School Counseling, A Handbook of Theories, Program, and Practices. Texas: Pro-Ed. Gysbers, Norman C.&Patricia Henderson. 2007. Comprehensive Guidance Programs That Work II. Alexandria: American Counseling Association. Santoadi, Fajar. 2007. Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas (SMA) Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma (Prodi BK USD) di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006. Widya Dharma, Vol. 17, No. 2 , April 2007. 149175.
Jurnal Ilmiah Konseling, BK FKIP , UTP Vol.15 (2) Juli 2015 ISSN: 2086-1907