Bimbingan dan Konseling di Sekolah; Konsepsi Dasar dan Landasan Pelayanan, oleh Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd. Hak Cipta © 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-4462135; 0274-882262; Fax: 0274-4462136 E-mail:
[email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 978-602-262-303-8 Cetakan ke I, tahun 2014
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
KATA PENGANTAR
P
ewujudan kegiatan profesional bimbingan dan konseling di sekolah diyakini akan tercapai apabila para konselor memahami hakikat dan ciri khasnya secara memadai. Upaya pemahaman hakikat dan ciri khas pelayanan itu dapat diawali dengan membahas secara mendalam tentang konsepsi dasar dan landasan penyelenggaraan kegiatan tersebut. Buku ini ditujukan terutama bagi para pembaca (mahasiswa dan praktisi konseling pemula) yang ingin memahami makna pelayanan konseling. Melalui buku ini, penulis mengajak para pembaca untuk memahami hakikat, konsepsi dasar, dan landasan pengembangan aplikasi konseling sebagai bantuan kemanusiaan yang seyogiyanya tersedia pada latar pendidikan formal. Pembahasan secara filosofis ditekankan sehingga para pembaca diharapkan memperoleh pemahaman yang memadai tentang tujuan penggunaan berbagai pendekatan dan teknik konseling dalam suatu layanan bantuan. Sajian dalam buku ini terdiri atas delapan bab. Uraian diawali dengan menjelaskan konsepsi bimbingan dan konseling yang meliputi: pembahasan tentang batasan konseling, bimbingan, dan psikoterapi; Hakikat konseling, fungsi, dan landasan pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Untuk mempertegas urgensi kehadiran pelayanan konseling pada upaya pendidikan nasional, telah disajikan pula hasil tinjauan tentang konseling dalam dimensi filosofis pendidikan. Uraian pada bagian ini dibatasi pada pembahasan konseling dalam dimensi makna, isi, dan tujuan pendidikan. Kondisi ”wellness” pada diri konseli merupakan tujuan akhir konseling mutakhir merupakan isi sajian pada Bab 3. Uraian pada bab ini mencakup kajian tentang makna ”wellness” dan penciptaan kondisi tersebut pada berbagai lingkungan kehidupan konseli serta cara-cara penyiapan konselingnya. Penjelasan tentang diri dan tugas konselor sekolah, baik sebagai seorang pribadi maupun sebagai seorang professional disajikan pada Bab 4. Selanjutnya, pada Bab 5 uraian isi
vi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
buku membahas pendekatan konseling. Uraian pada Bab 6 secara khusus menyajikan penjelasan tentang Prgoram Peminatan Peserta Didik. Pada dua bab di bagian akhir dari buku disajikan pembahasan tentang hasil penelitian dalam bidang bimbingan dan konseling, yang mencakup: gambaran preferensi budaya dalam konseling (Suku Batak dan Suku Bali) dan pengalaman konselor dan konseli sebagai orientasi penelitian dalam konseling. Meskipun dalam kesederhanaan, penulis berharap semoga buku ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya para mahasiswa yang tengah memahami makna kehadiran layanan bimbingan dan konseling pada latar pendidikan. Untuk penyempunaan isi buku lebih lanjut di masa mendatang, masukan dan saran yang konstruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan. Dalam penyelesaian buku ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang sulit untuk disebut satu persatu. Kepada mereka semua, penulis sampaikan ucapan terima kasih banyak. Secara khusus, perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada isteri tercinta, Dra. Hj. Evalia, dan anak-anak tersayang (Ahmad Wanhar,S.T., Nurlina, dan Rizka Safitri, serta Qurrota A’yuni) yang setia membantu penulis dalam menyelesaikan dan mengembangkan karya ilmiah ini. Mudah-mudahan segala pekerjaan baik yang kita lakukan dapat menjadi amal soleh sehingga mendapat balasan yang sesuai dari Allah s.w.t. Amien yaa rabbal aalamien.
Bandarlampung, September 2014
Penulis.
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................
v
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................
vii
BAB I
KONSEPSI DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING .................................................
1
A. Batasan Konseling, Bimbingan, dan Psikoterapi ..................................................
1
B.
Hakikat Konseling ..............................................................................................
4
C. Peranan dan Fungsi Pelayanan Bimbingan dan Konseling ...................................
6
D. Landasan Pengembangan dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling .........
11
KONSELING DALAM DIMENSI FILOSOFIS PENDIDIKAN ........................................
17
A. Konseling dalam Dimensi Makna Pendidikan .....................................................
18
B.
Konseling dalam Dimensi Isi Pendidikan ............................................................
21
C. Konseling dalam Dimensi Tujuan Pendidikan .....................................................
26
D. Eksistensi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum ........................................
28
E.
Rangkuman ........................................................................................................
31
BAB III KONDISI ”WELLNESS” SEBAGAI TUJUAN AKHIR KONSELING ...............................
33
A. Makna ”Wellness” dalam Konseling ...................................................................
33
B.
Tujuan Konseling dan Penunaian Tugas Hidup ...................................................
36
C. Penciptaan “Wellness” pada Berbagai Lingkungan Kehidupan ............................
39
BAB II
viii
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
D. Penyiapan Konseling dalam Perwujudan ”Wellness” pada Konseli......................
42
E.
Rangkuman ........................................................................................................
46
BAB IV PENDEKATAN DALAM KONSELING ........................................................................
47
A. Pendekatan Psikodinamika .................................................................................
48
B.
Pendekatan Berorientasi eksperiensial dan Relasi................................................
51
C. Pendekatan Berorientasi Perilaku, Rasional-Kognitif dan "Tindakan" ...................
54
D. Rangkuman ........................................................................................................
63
KONSELOR SEKOLAH ..............................................................................................
65
A. Konselor sebagai Pribadi ....................................................................................
65
B.
Konselor sebagai Profesional ..............................................................................
69
C. Menjadi Konselor Kompeten Diversitas ..............................................................
72
D. Tugas Konselor Sekolah ......................................................................................
73
E.
Rangkuman ........................................................................................................
74
BAB VI PREFERENSI BUDAYA DALAM KONSELING ............................................................
75
A. Pendahuluan ......................................................................................................
75
B.
Konseptualisasi Preferensi Budaya Orang Bali & Batak........................................
77
C. Panduan Sesi Wawancara ...................................................................................
81
D. Evaluasi Diri .......................................................................................................
84
E.
Rangkuman ........................................................................................................
86
BAB VII ORIENTASI PENELITIAN DALAM KONSELING.........................................................
87
A. Pengalaman Konselor .........................................................................................
87
BAB V
B.
Pengalaman Konseli ........................................................................................... 101
C. Pengalaman Konseli Menjadi Konselor ............................................................... 109 D. Pengalaman sebagai Pelajaran bagi Konselor dan Konseli ................................... 116 E.
Rangkuman ........................................................................................................ 124
KEPUSTAKAAN ...................................................................................................................... 125 GLOSARI
.......................................................................................................................... 131
INDEK
.......................................................................................................................... 135
BAB I KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A. BATASAN KONSELING, BIMBINGAN, DAN PSIKOTERAPI Bimbingan, konseling, dan psikoterapi merupakan tiga istilah bantuan psikologis kemanusiaan. Meskipun ketiganya memiliki arah tujuan yang sama namun ketiganya mengandung makna dan tekanan tindakan yang berbeda. Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan pemaknaan ketiga istilah tersebut, khususnya di kalangan para mahasiswa dan praktisi bantuan kemanusiaan ini adalah: Bagaimanakah membedakan antara batas bantuan konseling, bimbingan, dan psikoterapi? Pertanyaan ini masih menjadi perdebatan dan belum ada ketegasan jawaban atas pertanyaan tersebut (Shertzer dan Stone, 1981). Sebahagian besar konselor mengetahui secara pasti apa yang mereka maksudkan dengan istilah bimbingan, konseling, dan psikoterapi--- hingga mereka mencoba untuk membedakan makna pada ketiganya. Sebagian yang lain merasa kesulitan membedakan batasan antara ketiganya karena hubungan pribadi penting dan semuanya memerlukan keadaan itu. Kelompok yang kedua ini melihat bahwa hubungan-hubungan pribadi yang lain --- guru-siswa, orang tua-anak, kawanteman—juga tergabung sebagai elemen tertentu secara lengkap ke dalam tiga teknik tersebut: bimbingan, konseling, dan psikoterapi. Alasan lain yang juga membingungkan mereka adalah adanya kesamaan dalam hal pengertian dari ketiga istilah tersebut. Batasan-batasan itu sangat umum dan oleh karenanya menuntut penjelasan tambahan atau pengubahan sebelum makna khusus menjadi jelas. Upaya para ahli dan praktisi untuk menjelaskan penggunaan istilah bimbingan telah dilakukan dengan melihat perbedaan penggunaannya, baik sebagai suatu konsep (mental image), sebagai suatu konstruk pendidikan (intellectual synthesis), maupun sebagai program pendidikan (practices taken to meet a demand). Penggunaan istilah bimbingan sebagai suatu konsep memberi batasan bahwa bimbingan itu merupakan suatu pandangan tentang kegiatan membantu seseorang. Penggunaan kata bimbingan sebagai suatu konstruk pendidikan bermakna bahwa bimbingan itu
2
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
mengacu ke penyediaan pengalaman dalam membantu peserta didik untuk memahami diri mereka. Penggunaan kata bimbingan sebagai suatu program menegaskan bahwa bimbingan itu mengacu ke prosedur dan proses organisasi untuk mencapai tujuan pribadi dan pendidikan tertentu. Begitu banyak kemungkinan dalam penggunaan istilah kata bimbingan sehingga tidak mungkin satu batasan mampu memberi penjelasan makna lengkap secara keseluruhan. Batasan berikut-- mungkin lebih mengenai kepada makna yang dikehendaki, bimbingan “is the process of helping individuals to understand themselves and their word” (Shertzer dan Stone, 1981; 40). Pada batasan ini terdapat empat kata kunci yang mencirikan bimbingan. Pertama, “process” (proses). Apa yang dimaksud dengan proses? Proses adalah suatu penomena yang menunjukkan kelangsungan perubahan sepanjang waktu. Penggunaan kata proses di sini menunjukkan bahwa bimbingan mencakup serangkaian tindakan dan tahapan kemajuan ke rah tujuan. Kedua, “helping” (bantuan). Apa yang dimaksud dengan bantuan di sini? Bantuan bermakna sebagai “aiding”, “assisting”, atau “availing”. Ketiga,” individuals” (seseorang atau sekelompok orang). Kata ini mengacu kepada peserta didik di sekolah. Secara lebih khusus, bimbingan itu bantuan yang diperuntukkan bagi peserta didik yang normal. Keempat, “to understand themselves and their word” (untuk memahami diri dan dunia mereka). Kalimat ini bermakna bahwa individu yang mendapatkan layanan bimbingan mengetahui siap diri mereka --menyadari identitas pribadinya, dan menerima secara jelas sifat pribadinya. Mereka lalu mengalami dunianya, lingkungan sekitar dan orang-orang teman mereka berinterkasi, secara lebih mendalam dan lengkap. Demikian juga halnya dengan istilah konseling, batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli cukup banyak dan pada pokoknya mereka mengakui bahwa konseling itu merupakan kegiatan untuk membantu individu atau sekelompok individu mengatasi masalah mereka. Burks dan Stefflre (1979: 4) membatasi dan menggambarkan konseling sebagai berikut: Counseling denotes a professional relationship between a trained counselor and client. This relationship is usually personto-person, although it may sometimes involve more than two people . It is designed to help client to understand and clarify their views of their life space, and to reach their self-determined goals through meaningful, well-informed choices and shrough resolution of problems of an emotisional or interpersonal nature.
Konseling itu merupakan suatu hubungan professional yang dilakukan oleh konselor untuk membantu konseli mendapatkan pemahaman dan penjernihan atau kejelasan pandangannya untuk dipakai sepanjang hidupnya sehingga pada setiap kesempatan konseli dapat menentukan pilihan yang berguna bagi diri dan lingkungannya. Secara lebih sederhana, Shertzer dan Stone, 1981: 168) menjelaskan bahwa konseling merupakan suatu proses belajar di mana individu belajar mengenai dirinya sendiri dan hubungan inter personalnya, dan melakukan perilaku yang memajukan perkembangan pribadinya. Sebagai proses belajar, pada konseling itu terjadi proses belajar-membelajarkan antarkonseli dan konselor. Artinya, sebagaimana konseli, konselor pun dapat belajar dari proses konseling, seperti dalam hal