BIMBINGAN BELAJAR TEKNIK DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KEBERANIAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT DI DALAM KELAS Siti Mardiyati dan Anna Yuniarti Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Sebelas Maret ABSTRACT : The objective of research is to find out the effectiveness of learning guidance with discussion technique to improve the bravery of expressing opinion in the classroom in the VII A Graders of SMPN 20 Surakarta in the school year of 2011/2012. The research was a guiding and counseling action research carried out in two cycles by identifying the problems existing in the classroom, planning namely to arrange the action procedures through the use of learning guidance model with discussion technique. Each cycle consisted of planning, acting, observing, evaluating, analyzing and reflecting. The subject of research was the VII A graders of SMP Negeri 20 Surakarta in the school year of 2011/2012 consisting of 14 students. The data source derived from the subject of research comprising of VII A graders of SMP Negeri 20 Surakarta. Techniques of collecting data used were observation and questionnaire. The data validation was done using method triangulation technique. The data analysis was conducted using percentage technique and descriptive analysis. The action used in this research was learning guidance with discussion technique, namely the one conducted with discussion method. The action was carried out in two cycles: I and II. The mean score of pretest was 43.29. The mean score of cycle I was 52.14, there was an increase of 20.75%, but the result had not been significant because the increase was still below the success indicator of 50%. The mean score of cycle II was 82.64, with the increase of 58.69% indicating the significant improvement. The conclusion of research was that the learning guidance with discussion technique effectively improved the bravery of expressing opinion in the classroom in the VII graders of SMP Negeri 20 Surakarta. Keywords: Discussion, learning guidance, bravery of expressing opinion. PEMBAHASAN Setiap individu belajar dimulai sejak adanya hubungan dengan individu lain disekitarnya sehingga memperoleh pengalaman yang bermanfaat di dalam tugas perkembangannya. Kehidupan manusia terdapat dua proses yang berjalan secara kontinyu yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Chasiyah, dkk (2009:1) menyatakan pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam waktu tertentu pada anak yang sehat. Pertumbuhan merupakan
perubahan secara fisik untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran badan manusia. Libert, Paulus dan Strauss (dalam Chasiyah dkk, 2009:3) menjelaskan bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada waktu tertentu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Pertumbuhan dan perkembangan manusia itu sendiri dimulai sejak sebelum lahir yaitu pada masa dalam kandungan sampai pada masa tua. Periodisasi perkembangan manusia terbagi menjadi lima periode yaitu masa dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa tua. Secara umum perkembangan individu digambarkan dalam periodisasi dengan perkiraan rentang usia di setiap periodenya. Santrock (terjemahan Mila Rachmawati & Anna Kuswanti, 2007:19) menjelaskan bahwa penggolongan periode perkembangan yang luas digunakan untuk menggambarkan perkembangan individu yaitu periode prakelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak tengah dan akhir, dan masa remaja. Kelima periode perkembangan individu, periode remaja yang banyak dibicarakan dalam kehidupan karena masa remaja merupakan masa yang unik, masa transisi menuju masa dewasa. Periode perkembangan remaja menurut Santrock (terjemahan Mila Rachmawati & Anna Kuswanti,
2007:20) adalah peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal, berlangsung dari usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai dengan usia 22 tahun. Lebih lanjut dijelaskan oleh Santrock bahwa masa remaja terbagi menjadi tiga tahap yaitu masa pueral, masa pubertas dan adoleses. Masa pueral berlangsung pada usia 12 tahun hingga 14 tahun, masa pubertas dimulai dari usia 14 tahun hingga 18 tahun dan masa adoleses berlangsung dari usia 18 tahun hingga 21 tahun. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.William Kay (dalam Syamsu Yusuf, 2004:72) menjelaskan bahwa mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. Hal tersebut dimaksudkan bahwa remaja mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan teman sebaya secara baik, sehingga dapat menciptakan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ciri dari hubungan sosial pada masa remaja terlihat pada adanya pembentukan kelompok sebaya sehingga pengaruh dari orang tua (dewasa) mulai berkurang. Kelompok sebaya dipandang dapat menawarkan dan memberikan kepuasan sosial yang lebih daripada keluarga karena remaja
mulai mencapai perkembangan otonominya yang menunjukkan kemandiriannya di dalam kehidupannya. Perkembangan pada masa remaja ditandai dengan pencarian identitas dan kebebasan untuk menemukan jati dirinya. Para ahli psikologi memandang bahwa pembentukan identitas atau jati diri merupakan tugas perkembangan utama bagi remaja. Erikson (dalam Syamsu Yusuf, 2004:71) berpendapat bahwa remaja merupakan masa berkembangnya identitas diri. Pada masa tersebut remaja memperoleh kesadaran yang jelas tentang perilaku yang diharapkan masyarakat pada dirinya. Pembentukan identitas remaja untuk mempersiapkan dirinya membentuk jati diri merupakan kontribusi dari pengalaman hidup remaja itu sendiri, karena melalui pergaulan sosial di masyarakat remaja memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya khususnya di dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dalam pergaulan sosial selain di lingkungan masyarakat juga terjadi di lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi pembentukan jati diri remaja. Kontribusi remaja sebagai hasil dari pembentukan identitas di lingkungan sekolah yaitu dengan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Blum dan Balinsky (dalam Bimo Walgito, 2010:28) berpendapat bahwa masalah yang dihadapi oleh
anak sesuai dengan perkembangannya salah satunya adalah sampai anak mencapai umur kurang lebih 14 tahun, persoalan yang sering muncul selalu berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran. Pengertian tersebut berarti permasalahan yang banyak muncul dalam diri remaja adalah persoalan yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran khususnya dalam pembelajaran di kelas yang berkaitan dengan keberanian mengemukakan pendapat atau persoalan di kelas. Hal tersebut menjadikan hambatan bagi siswa untuk mencapai keberhasilan belajar. David Elkid (dalam Desmita, 2009:110) menjelaskan bahwa pemikiran remaja berkembang dibandingkan dengan pemikiran anak usia sekolah, namun dalam kelabilan perkembangan remaja masih belum matang hal ini ditunjukkan dengan ketidakmatangan pemikiran yang disebut dengan egosentrisme remaja. Egosentrisme membuat remaja merasa bahwa tidak seorang pun dapat memahami isi hatinya, sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan perasaan tersebut remaja sering mengarang cerita tentang dirinya dengan penuh fantasi. Piaget (dalam Desmita, 2009:114) menjelaskan bahwa interaksi dengan teman sebaya dapat membantu remaja menguji pemikirannya, menerima umpan balik dan melihat orang lain mengatasi masalah. Sesuai dengan penjelasan diatas masa remaja yang dimulai dari
usia 12 tahun hingga usia 14 tahun yang lebih dikenal dengan masa remaja awal, dalam masa tersebut pada umumnya anak berada pada usia sekolah berjenjang tingkat menengah pertama atau SMP. Piaget (dalam Santrock terjemahan Mila Rachmawati & Anna Kuswanti, 2007:245) mengemukakan bahwa terdapat empat tahap perkembangan kognitif pada masa remaja awal yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Siswa SMP berada pada tahap perkembangan kognitif operasional formal karena rentang usia tahap tersebut berada diantara usia 11 tahun hingga 15 tahun. Tahap perkembangan kognitif operasional formal, siswa mampu berpikir logis dan abstrak mengenai kejadian-kejadian atau pengalaman-pengalaman yang konkret, sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak. Saat menyelesaikan suatu permasalahan pada tahap kognitif operasional formal, siswa akan berpikir lebih sistematis dan menggunakan pemikiran logis. Kualitas abstraksi pemikiran pada tingkat tersebut terlihat jelas dalam kemampuan anak menyelesaikan masalah verbal, artinya siswa mampu menyelesaikan permasalahan melalui presentasi verbal yaitu dengan menggunakan kalimat atau pendapat. Hal tersebut ditunjukkan pada keberaniannya di dalam mengemukakan pendapat pada saat pembelajaran dikelas.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru BK SMPN 20 Surakarta pada tanggal 25 Februari 2012 diterangkan bahwa, banyak siswa SMP yang belum mampu berpendapat secara formal didalam kelas. Fenomena tersebut sering dijumpai saat guru mengajar dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas. Siswa cenderung pasif dan kurang berminat untuk mengemukakan pendapat tentang pelajaran yang disampaikan oleh guru baik dalam bentuk bertanya maupun menjawab pertanyaan. Proses pembelajaran yang seharusnya terdapat interaksi dua arah akan menjadi bias karena banyak siswa yang terkesan kurang berminat atau pasif dalam menerima pelajaran dari guru. Thibaut dan Kelley (dalam Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2004:87) menunjukkan bahwa interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi ketika dua orang atau lebih hadir bersama, saling menciptakan suatu komunikasi yang efektif satu sama lain. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa interaksi merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih di dalam hubungan tersebut terjadi peristiwa saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sesuai dengan tahap perkembangan remaja terjadi komunikasi antar pribadi yang mengandung interaksi. Shaw (dalam Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2004:88) membedakan
interaksi menjadi tiga jenis, yaitu interaksi verbal, interaksi fisik, dan interaksi yang bersifat emosional. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan interaksi verbal terjadi apabila dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Interaksi tersebut dalam bentuk ungkapan kata-kata atau percakapan yang terjadi antara individu satu dengan yang lain. Interaksi fisik terjadi saat dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa tubuh atau isyarat. Misalnya orang yang sedang berkomunikasi dengan menganggukkan kepalanya berarti suatu tanda setuju dengan pendapat yang disampaikannya. Interaksi yang bersifat emosional terjadi manakala individu melakukan kontak satu sama lain dengan menumpahkan perasaannya. Misalnya seseorang yang meneteskan air mata saat berbicara dengan suara yang terbata-bata, maka dapat dimaknai orang tersebut sedang bersedih. Nichols (dalam Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2004:88) juga membedakan jenis interaksi yaitu interaksi dyadic dan interaksi tryadic yang dibedakan berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses interaksi yang terjadi. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa interaksi dyadic terjadi saat dua orang atau lebih terlibat interaksi namun interaksinya hanya terjadi interaksi dua arah saja. Misalnya guru yang sedang mengajar didalam kelas
dengan menggunakan teknik ceramah saat menerangkan dan memberikan tanya jawab tetapi tidak menciptakan dialog antar siswa. Interaksi tryadic yaitu yang terlibat di dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat. Sebagai bentuk dari interaksi tryadic yaitu terjadinya interaksi antara siswa dengan yang lain dan interaksi siswa dengan guru. Interaksi yang terlibat di dalamnya bukan saja interaksi dua arah tetapi juga terjadi interaksi timbal balik. Di dalam pembelajaran di kelas diperlukan interaksi tryadic yang diharapkan dapat memotivasi siswa menjadi berani mengungkapkan pendapatnya saat pelajaran berlangsung. Vygotsky (dalam Martinis Yamin, 2008:66) memandang bahwa perkembangan berpikir terjadi karena adanya perkembangan dialog yang kooperatif antara anak dengan anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih. Pengertian tersebut dapat ditransfer di dalam pembelajaran di kelas yaitu diharapkan dapat terjadi dialog kooperatif antara guru dengan siswa utamanya dalam mengemukakan pendapatnya. Kemampuan dan keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat dikelas perlu dirangsang oleh guru sehingga siswa termotivasi untuk berani berpendapat sesuai dengan pelajaran yang dihadapi. Penelitian tentang rendahnya keberanian mengemukakan pendapat
juga dilakukan oleh R.Sugiyanto (2009) dengan subjek penelitian mahasiswa program studi Pendidikan Geografi FIS UNNES semester 2 tahun 2003/2004 yang mengambil kuliah Geografi Tanah. Mahasiswa kurang berani mengemukakan pendapat karena adanya hambatan yang muncul dalam perkuliahan antara lain karena rendahnya atmosfer akademik, yang di antaranya masih kurang terampilnya dosen dalam bertanya dan kurangnya penerapan metode diskusi dan tanya jawab dalam proses pembelajaran. Penelitian tersebut dapat dimaknai bahwa antara mahasiswa dengan siswa SMP tidak berbeda dalam ketidakberaniannya mengemukakan pendapat dikelas. Untuk itu perlu juga hasil penelitian tersebut ditafsirkan bahwa untuk siswa SMP tidak jauh berbeda dalam mengemukakan pendapatnya dikelas. Keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas perlu dikuasai siswa, karena dengan keberanian mengemukakan pendapat yang baik siswa mampu melaksanakan berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama proses belajar mengajar berlangsung antara lain kegiatan yang menggunakan kemampuan verbal seperti berdialog, berpidato dan bermain peran atau sosiodrama. Kemampuan berbicara merupakan salah satu modal yang harus dikuasai oleh siswa agar siswa mampu menyampaikan gagasan dan pikirannya terhadap hal-hal yang dipelajari. Berbagai kemampuan
berbicara yang dikuasai siswa diharapkan akan membantu memperoleh hasil belajar yang optimal. Apabila siswa tidak memiliki keberanian berpendapat didalam kelas dikhawatirkan siswa akan mengalami berbagai gangguan dan hambatan dalam mencapai keberhasilan belajarnya. Hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang biasa terjadi pada siswa melainkan hal tersebut merupakan suatu hambatan besar bagi siswa untuk berhasil dalam belajar karena keberanian berpendapat dikelas akan menunjukkan kemampuannya dalam belajar. Hambatan tersebut perlu diatasi dengan menggunakan bimbingan belajar teknik diskusi. Teknik diskusi merupakan bentuk bimbingan belajar yang memberikan kesempatan semua siswa untuk berlatih berbicara secara terarah (Martinis Yamin, 2008:79). Oleh karena itu teknik diskusi sangat tepat digunakan dalam bimbingan belajar. Teknik diskusi melatih siswa untuk berbicara, berpendapat secara terarah di depan kelompoknya dan melatih siswa menghargai orang lain yang sedang berpendapat. Diskusi tepat digunakan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam berpendapat, mengungkapkan pendapat dan menanggapi pendapat orang lain. Diskusi merupakan salah satu cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang melatih siswa untuk mampu dan berani berpendapat didalam kelas. Disamping
melatih siswa agar mampu dan berani berpendapat di dalam kelas, diskusi juga mengembangkan sikap sosial siswa karena di dalam diskusi siswa berhadapan dengan teman sebaya yang berbeda sifat dan karakternya. Hal tersebut juga dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuen Ling Li (2004) ketika mengarahkan diskusi, guru berusaha untuk memastikan bahwa siswa memberikan jawaban yang diperlukan. Penekanan diskusi ditempatkan pada pemberian tugas-tugas dan pemantauan saat pemberian tugas. Penelitian tersebut difokuskan pada interaksi guru dengan murid di ruang kelas Taman KanakKanak di Hong Kong. Penyelenggaraan bimbingan belajar di dalam kelas diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi utamanya yang berkaitan dengan keberanian berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain. Proses belajar yang dilakukan dengan menggunakan teknik diskusi dapat menciptakan dinamika kelompok dalam kegiatan belajar karena dalam dinamika kelompok akan terbentuk kerjasama antar anggota untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dan mengembangkan keberanian berpendapat serta menghargai pendapat orang lain. Berdasarkan uraian diatas dipandang perlu adanya penelitian tentang bimbingan belajar teknik diskusi untuk meningkatkan keberanian
mengemukakan pendapat di dalam kelas. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Dede Rahmat Hidayat dan Aip Badrujaman (2012 : 12) menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan salah satu strategi yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Penelitian yang dilakukan memerlukan perencanaan. Perencanaan yang dimaksud mencakup gambaran mengenai tindakan yang akan dilaksanakan. Pada penelitian tindakan terdapat empat langkah penting yang dilakukan, yaitu: 1) Perencanaan Pada penelitian ini perencanaan tindakan meliputi kegiatan persiapan sebelum pelaksanaan diskusi. Adapun kegiatan persiapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Menyusun rancangan kegiatan berupa Satuan Layanan b. Menyiapkan instrument penelitian berupa angket dan observasi c. Menyusun pedoman keberanian mengemukakan pendapat
d. Membagi subjek penelitian menjadi kelompok dan menentukan kolaborator masing-masing kelompok. Kolaborator yang mendampingi pelaksanaan penelitian adalah Avita Widiasputri, Martantya Agung Nugroho serta dibantu oleh guru BK SMPN 20 Surakarta. e. Melatih kolaborator yang berkaitan dengan pelaksanaan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Kolaborator bertindak sebagai pembantu dalam pemberian bimbingan sebelum bertugas, kolaborator diberi pelatihan terlebih dahulu agar terbentuknya kesamaan pikiran antara peneliti dan kolaborator dalam memberikan bimbingan menggunakan cara yang sesuai dengan yang tertulis di dalam perencanaan. Kolaborator juga bertindak sebagai pengamat perilaku siswa saat dilaksanakan bimbingan teknik diskusi sesuai dengan kelompok yang menjadi tanggung jawabnya. f. Peneliti memberikan penjelasan mekanisme pelaksanaan tindakan. 2) Tindakan Tahap setelah perencanaan adalah tindakan atau pelaksanaan dari berbagai perencanaan yang telah
disusun. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan sebagai berikut : a. Melakukan persepsi, memberi motivasi untuk mengarahkan subjek memasuki materi yang akan dibahas. b. Menjelaskan tujuan diskusi dengan materi pembelajaran yang akan dicapai. c. Memberikan penjelasan tentang langkah-langkah diskusi. d. Peneliti memberikan kesempatan pada masingmasing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan kelompok lain. Tugas kolaborator mengamati subjek yang sedang mempresentasikan hasil diskusi. e. Peneliti dan kolaborator mengevaluasi hasil diskusi. 3) Observasi Observasi dengan mengamati tingkah laku yang dihasilkan pada saat dilaksanakan diskusi maupun setelah pelaksanaan tindakan dan menulis hasil temuan perilaku subjek, sehingga diketahui perilaku siswa yang berani mengemukakan pendapat di dalam kelas. Tahap observasi dilakukan, selanjutnya data dianalisis sesuai dengan hasil observasi.
4) Angket Angket keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas dilaksanakan setelah tindakan pada pertemuan ketiga disetiap siklus. Angket digunakan sebagai hasil post test subjek untuk mengetahui skor keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. 5) Refleksi Refleksi digunakan untuk mengkaji kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama siklus berlangsung, dalam refleksi berisi kegiatan pemaknaan hasil analisis, pembahasan, penyimpulan, dan identifikasi tindak lanjut. Hasil identifikasi tindak lanjut selanjutnya menjadi dasar dalam menyusun fase perencanaan (planning) siklus berikutnya. Pada penelitian
tindakan ini, langkah refleksi digunakan untuk mengkaji bimbingan belajar teknik diskusi mampu memberikan keberanian untuk mengemukakan pendapat didalam kelas. Jika dalam pelaksanaan Siklus I belum tercapai indikator keberhasilan yang diinginkan maka dilajutkan dengan pelaksanaan siklus berikutnya hingga terjadinya peningkatan indikator. Rencana tindakan pada penelitian ini terdiri dari rangkaian siklus. Apabila siklus I belum terjadi perubahan yang signifikan, maka perlu dilanjutkan pada siklus II. Setiap satu siklus terdiri dari empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Rencana tindakan tersebut dapat diuraikan dibawah ini :
Perencanaan Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS BERIKUTNYA
Bagan 2 : Rencana Tindakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan bimbingan belajar teknik diskusi keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas pada siswa kelas VII A SMP Negeri 20 Surakarta dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan utama yaitu : 1. Perencanaan, 2. Tindakan, 3. Observasi, 4. Analisis dan 5. Refleksi. Deskripsi hasil penelitian dari siklus I dan siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut : Pelaksanaan pratindakan dilakukan sebelum penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang dilakukan di SMP Negeri 20 Surakarta, terlebih dahulu diadakan observasi awal sebagai bahan untuk mencari informasi dan mengetahui kelas yang siswanya banyak mengalami hambatan dalam keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Hasil yang didapatkan dari observasi diperoleh kelas VII A sebagai kelas yang siswanya banyak mengalami hambatan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Setelah diperoleh kelas yang menjadi subjek dalam penelitian maka diberikan angket yang digunakan sebagai alat penunjang untuk menjaring siswa yang mendapatkan prioritas utama diberikan layanan bimbingan belajar teknik diskusi. Pemberian angket dilaksanakan pada tanggal 09 Mei 2012, jumlah siswa kelas VII A SMPN 20 Surakarta
sebanyak 30 orang siswa. Berdasarkan perolehan hasil angket didapatkan sebanyak 14 siswa yang memiliki hambatan dalam keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Siswa yang memiliki hambatan tersebut menjadi subjek penelitian dan diberikan layanan bimbingan belajar teknik diskusi agar berani mengemukakan pendapat di dalam kelas. Langkah selanjutnya setelah diperoleh subjek penelitian maka peneliti menyusun rancangan kegiatan berupa Satuan Layanan, dan menyusun pedoman keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Setelah itu dilaksanakan tindakan siklus I yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 21 Mei 2012, 23 Mei 2012 dan tanggal 24 Mei 2012. Pelaksanaan tindakan pada pertemuan pertama menggunakan metode diskusi Think Pair Share (TPS) dengan tema diskusi bercerita tentang pengalaman siswa yang mengesankan. Pertemuan kedua menggunakan metode diskusi Group Investigation dengan tema permasalahan terkini yang dibicarakan dalam masyarakat. Pertemuan ketiga tema diskusi yang digunakan tentang keberanian berpendapat di dalam kelas. Pada pelaksanaan tindakan siklus I subjek belum mengerti tentang tugas dan masih merasa kesulitan untuk mengemukakan pendapat sehingga pelaksanaan diskusi masih terpaku pada usaha yang dilakukan
oleh kolaborator agar pelaksanaan diskusi dapat berlangsung. Skor angket pretest dan skor angket siklus I terjadi peningkatan perubahan persentase sebesar 20,75%. Hasil diperoleh dari rata-rata skor pretest angket yaitu 43,29 sedangkan rata-rata skor siklus I adalah 52,14. Meskipun rata-rata angket siklus I meningkat dari rata-rata pretest namun penelitian belum dapat dikatakan berhasil hal ini dikarenakan rata-rata yang diperoleh pada perubahan persentase hanya sebesar 20,75% hasil persentase masih kurang dari 50% dari indikator keberhasilan yang harus dicapai maka dilaksanakan siklus berikutnya yaitu siklus II. Siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 05 Juni 2012, 06 Juni 2012 dan tanggal 07 Juni 2012. Pada pelaksanaan tindakan pertemuan pertama tema diskusi yang digunakan tentang penggunaan facebook. Pertemuan kedua dengan tema kecanduan game online, dan tema pertemuan ketiga yaitu tata krama dalam pergaulan sekolah. Jumlah kelompok setiap pertemuan dalam pelaksanaan diskusi pada siklus II sebanyak tujuh subjek, dimana dalam satu kelompok terdapat ketua kelompok yang bertugas sebagai pemimpin jalannya diskusi dan sekretaris kelompok bertugas menulis hasil diskusi dari anggota kelompok masing-masing. Pelaksanaan siklus II subjek mulai berani mengemukakan pendapat
terutama ketika diminta untuk mengutarakan pendapat di dalam kelas. Subjek mampu bekerjasama dalam kelompok dan aktif memberikan pertanyaan maupun tanggapan sesuai dengan materi yang sedang dibahas dalam diskusi. Hasil pelaksanaan siklus II diperoleh perubahan persentase yang meningkat dengan melihat skor siklus II dibandingkan dengan hasil siklus I yaitu sebesar 58,69%. Hasil diperoleh dari rata-rata skor siklus I angket yaitu 52,14 sedangkan rata-rata skor siklus II adalah 82,64. Sehingga pelaksanaan diskusi pada siklus II dinyatakan berhasil karena indikator keberhasilan lebih dari 50%. Hasil penelitian tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa subjek dari yang sebelumnya merasa malu mengemukakan pendapat dan terbatabata dalam mengemukakan pendapatnya dengan dilaksanakan bimbingan belajar teknik diskusi dapat merangsang subjek untuk berani mengemukakan pendapat. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa diskusi dapat digunakan di dalam kelas untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat subjek, hal senada juga dijelaskan oleh Tjokrodiharjo (dalam Trianto, 2009:124) yang menjelaskan bahwa tujuan diskusi dapat menumbuhkan keberanian siswa dalam keterlibatan dan partisipasi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sehingga dengan hasil yang telah dicapai dapat
dinyatakan bahwa bimbingan belajar teknik diskusi efektif meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat di dalam kelas. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa temuan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut : 1. Bimbingan belajar teknik diskusi untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas pada siswa kelas VII A SMP Negeri 20 Surakarta tahun pelajaran 2011/2012 dapat mencapai hasil yang diharapkan. Hal tersebut dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berjumlah 14 orang mampu mengalami peningkatan dalam keberaniannya mengemukakan pendapat. 2. Penelitian tindakan berlangsung dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dinyatakan mengalami peningkatan tetapi belum signifikan. Hal tersebut dikarenakan pada siklus I rata-rata peningkatan yang diperoleh oleh subjek sebesar 20,75%. Hasil tersebut belum mampu mencapai target pada indikator capaian penelitian sebesar 50% sehingga harus dilanjutkan ke siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II mampu meningkatkan keberanian
mengemukakan pendapat pada subjek yaitu sebesar 58,69%. Berdasarkan hasil tersebut maka, pelaksanaan tindakan pada siklus II dinyatakan berhasil. Hipotesis yang berbunyi : “Bahwa bimbingan belajar teknik diskusi efektif meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas pada siswa kelas VII A SMPN 20 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012” secara empirik dapat diterima kebenarannya. Berdasarkan hasil simpulan menggambarkan adanya peningkatan skor angket perubahan persentase dari siklus I ke siklus II, hal tersebut menunjukkan bahwa bimbingan belajar dengan teknik diskusi merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas pada siswa kelas VII SMP Negeri 20 Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Hasil yang dicapai dalam penelitian diharapkan dapat berpengaruh pada pembelajaran yaitu dapat memotivasi siswa berani mengemukakan pendapat di dalam kelas. Melalui teknik diskusi, siswa belajar berinteraksi dan membangun kepercayaan dirinya untuk berani mengungkapkan pendapat yang ada dalam pikirannya. Kemampuan siswa berinteraksi dengan orang lain akan mendorong siswa berani mengemukakan pendapat terutama di dalam kelas. Proses bimbingan belajar teknik diskusi, siswa belajar
memahami materi yang diberikan dan berani memunculkan pendapat saat diskusi sehingga antar siswa dengan siswa lain saling bertukar pikiran, sedangkan guru bertindak membantu, mengarahkan dan membimbing siswa. Berdasarkan simpulan, dan implikasi maka terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Guru Kepada guru sebagai fasilitator dan motivator dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas diharapkan mampu menggunakan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran dengan menggunakan bimbingan belajar teknik diskusi merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat yang dapat menumbuhkan daya kreativitas siswa, sehingga guru dapat mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa tentang materi pelajaran yang dimiliki siswa. 2. Guru BK Pelaksanaan bimbingan belajar dengan teknik diskusi membutuhkan waktu yang cukup panjang dan keaktifan siswa sangat diperlukan sehingga guru BK diharapkan mampu membagi waktu
dengan baik agar proses pemberian layanan bimbingan dapat berjalan dengan baik, sehingga diperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan. 3. Siswa Kepada siswa hendaknya berusaha menumbuhkan kemampuannya dalam mengemukakan pendapat sehingga memudahkan siswa memahami materi yang dijelaskan oleh guru karena siswa berani bertanya jika siswa belum memahami materi. Siswa hendaknya menggali kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengembangkan kemampuan guna meningkatkan hasil belajarnya. Siswa lebih percaya diri karena dengan mengemukakan pendapat dapat memotivasi diri dalam meningkatkan keberhasilan belajar siswa. 4. Peneliti Lain Kepada peneliti lain yang hendak mengkaji atau meneliti dengan variabel yang sama yaitu meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas tetapi menggunakan pendekatan yang berbeda agar dapat diketahui pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil penelitian selanjutnya dapat memberikan perbaikan terhadap hasil yang telah dicapai pada penelitian tindakan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA A.A.Istri N.Marhaeni. (2005). Konsep Dasar Dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas.Makalah. Diperoleh 15 Pebruari 2012, dari http://www.undiksha.ac.id/elearning/staff/images/img_info/4/7-282.pdf. Adhamaski Pangeran. (2010). Retorika. Diperoleh 12 Maret 2012, dari http://adhamaskipangeran.blogspot.com/2010/04/retorika.html. Akhmad Sudrajat. (2011). Ciri-Ciri Sekolah yang Melaksanakan Pembelajaran Aktif. Diperoleh 20 Juli 2012, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/07/ciri-ciri-sekolah-yangmelaksanakan-pembelajaran-aktif/. Astrid S. Susanto. (1985). Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Bandung: Binacipta Basrowi dan Suwandi. (2008). Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia Indonesia Bimo Walgito. (2010). Bimbingan + Konseling [Studi & Karier]. Yogyakarta: Andi Caray. (2008). Konsep Dasar Bimbingan Belajar. Makalah. Diperoleh 17 Juni 2011, dari http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/konsep-dasarbimbingan-belajar. html. Chasiyah, Chadidjah HA, Edy Legowo. (2009). Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Yuma Pustaka. Deni Nilayanti. (2007). Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Ketrampilan Oses Melalui Metode Demonstrasi dan Diskusi Informasi Disertai Portofolio sebagai Pelengkap Pembelajaran pada Pokok Bahasan Listrik Statis di SMP 10 Surakarta Tahun 2005/2006. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dede Rahmat Hidayah dan Aip Badrujaman. (2012). Penelitian Tindakan dalam Bimbingan Konseling. Jakarta: Indeks.
Deni Nilayanti. (2007). Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Ketrampilan Oses Melalui Metode Demonstrasi dan Diskusi Informasi Disertai Portofolio sebagai Pelengkap Pembelajaran pada Pokok Bahasan Listrik Statis di SMP 10 Surakarta Tahun 2005/2006. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dwight L. Goodwin & Thomas J. Coates.(1976). Helping Students Help Themselves. Amerika Serikat: Prentice-Hall. Goldberg, Alvin. A & Larson, Carl. E. (1985). Komunikasi Kelompok. Terj. Soemiati & Jusuf. Jakarta: Universitas Indonesia. Imas
Fadilah.(2008). Penerapan Model Cooperative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Mengemukakan Pendapat : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran PKn di kelas VII H SMP Negeri 1 Leles-Garut V. Skripsi. Diperoleh Maret 2012, dari . http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=8662.
Indra Munawar.(2010). Pengertian dan Ciri-Ciri Keberanian (Psikologi). Diperoleh Maret 2012, dari http://indramunawar.blogspot.com/2010/03/pengertian-dan-ciri-cirikeberanian-psikologi. Jos Daniel Parera. (1991). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga. J.S. Kamdhi. (1995). Diskusi Yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius. Kartini Kartono. (1985). Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta: CV Rajawali. Liek Wilardjo. (2012). Perilaku Organisasi. Diperoleh April 201, dari http://perilakuorganisasi.com/30-kutipan-tentang-keberanian.html. Martinis Yamin. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivisti. Jakarta: Gaung Persada Press. Mohammad Ali & Mohammad Asrori. (2004). Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Nana Sudjana. (1996). CBSA Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Oemar Hamalik. (1990). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Paul Suparno. (2008). Action Research: Riset Tindakan untuk Pendidik. Jakarta: PT Grasindo. Prayitno., M.Surya., Thantawy., Mungin Edy Wibowo., Karno To., Afif Zamzami.et al. (1997). Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah : Buku III Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Umum (SMU). Jakarta : Panebar Aksara. R.Sugiyanto. (2009). Penerapan Metode Bertanya Dalam Kegiatan Praktek Lapangan Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Mahasiswa. Jurnal. Volume 06 No.2. Diperoleh 16 Januari 2012, dari http://journal.unnes.ac.id/index.php/JG/article/view/94. Santoso Sastropoetro. (1990). Pendapat Publik, Pendapat Umum,dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. Santrock, JW. (2007). Perkembangan Anak. Terj. Mila Rachmawati & Anna Kuswanti. Jakarta: Erlangga. Suharsimi Arikunto. (1994). Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Syamsu Yusuf LN. (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar & Zainal Arifin. (1989). Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remadja Karya. Tommy Suprapto. (2011). Komunikasi Propaganda. Yogyakarta: CAPS. Tri Rejeki Andayani. (2009). Efektifitas Komunikasi Interpersonal. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Inovatif
Berorientasi
Universitas Kristen Petra. (2008). Opini. Diperoleh 19 Juni 2011, dari http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qa l=high&fname=/jiunkpe/s1/ikom/2008/jiunkpe-ns-s1-2008514040629162-singgasana-chapter2.pdf. Utami Sri Rahayu. (2008). Belum Bisa Mengemukakan Pendapat. Diperoleh Juli 2012, dari http://seputarmuslimah.blogspot.com/2008/08/belum-bisamengemukakan pendapat. Wagiyo. (2007). Layanan Bimbingan Belajar Model Pemfasilitasan Multiple Intelegences Siswa untuk Peningkatan Prestasi dan Kecintaan Belajar Mata Pelajaran Matematika; Studi Kasus pada Siswa di Kelas VI SD Negeri Karangmojo 03 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Yuen Ling Li. (2004). Pupil-Teacher Interactions in Hong Kong Kindergarten Classrooms – Its Implications for Teachers' Professional Development. Jurnal. Volume 7 No.1. Diperoleh 16 Januari 2012, dari http://www.springerlink.com/content/l6778m388p3p186u/.