Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, Nomor 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
BIMBINGAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN SIMULASI DALAM MENUMBUHKAN SIKAP PESERTA DIDIK TERHADAP MATEMATIKA Oleh : Baso Intang Sappaile1
Abstract This Research internal issue is do giving of tuition learn mathematics through game of simulation can grow student attitude to learning mathematics? This research aim to get information about influence giving of tuition learn mathematics through game of simulation to student attitude plant to learning mathematics. The subject was all grade two students of SMPN 3 Makassar owning negative attitude to learning mathematics. Used by instrument is attitude scale which consist of 17 statement item, 9 item which is favorable and 8 item which is not favorable. obtained to be data to be analysed by wearing descriptive statistic. Conclusion which is obtained in this research is: (a) before game of simulation there are twelve student having negative attitude to mathematics, (b) after given by tuition learn mathematics with game of simulation, the student twelfth have positive attitude to mathematics, and (c) there is difference of student attitude to mathematics among woman and men, good before and also after game of simulation. Kata kunci: bimbingan belajar, permainan simulasi, sikap peserta didik terhadap matematika.
1
Baso Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd. adalah Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Pendahuluan Hasil belajar merupakan kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar di sekolah adalah sikap peserta didik. Pendekatan yang dapat menumbuhkan sikap peserta didik terhadap matematika adalah bimbingan belajar matematika melalui permainan simulasi. Permainan simulasi dapat menyenangkan peserta didik dalam belajar di kelas yang bermuara kepada proses belajar yang berkualitas. Untuk menumbuhkan sikap peserta didik terhadap matematika, maka dalam penelitian ini dicobakan pemberian bimbingan belajar dengan permainan simulasi. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah bimbingan belajar matematika melalui permainan simulasi dapat menumbuhkan sikap peserta didik terhadap matematika? Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang: (a) pengaruh bimbingan belajar
matematika melalui permainan
simulasi terhadap sikap peserta didik, dan (b) gambaran sikap peserta didik terhadap matematika SLTP Negeri 3 Kota Makassar. Belajar merupakan suatu proses
yang
ditandai
dengan adanya
perubahan pada diri individu. Hudoyo (1988: 1) mengemukakan
bahwa
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang akibat aktivitas belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar bila dalam diri orang itu terjadi suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Sudjana (1990: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat Morgan (dalam Purwanto, 2003: 84) bahwa belajar adalah setiap perubahan yang
2 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
relatif menetap dalam tingkah laku yang menjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Gagne (dalam Purwanto, 2003: 84) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Bell (1991: 120) mengemukakan bahwa ada tiga hukum belajar yang utama, yaitu hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan. Permainan simulasi merupakan hukum latihan yaitu
pengalaman yang diulang-ulang
memperbesar peluang timbulnya respon yang kuat, namun pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan kadar belajar yang tinggi. Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak
yang diberi simbol-
simbol dan tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika diperlukan bimbingan belajar agar peserta didik mudah memahami konsep-konsep matematika. Sukardi (1983: 79) menyatakan bahwa bimbingan belajar adalah
proses
membatu individu
dengan berbagai cara untuk mencapai perkembangan seoptimal mungkin dalam melakukan aktivitas belajar. Selanjutnya dinyatakan bahwa tujuan bimbingan belajar secara umum adalah membantu peserta didik agar mendapat penyesuaian yang baik di dalam situasi belajar, sehingga setiap peserta didik dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Djaali (1986: 16) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kefektifan pengajaran matematika perlu ditempuh langkah-langkah penanaman konsep sampai kepada penerapannya, yaitu: langkah pemahaman, langkah peguatan, dan langkah penggunaan. 3 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Peserta didik SMP dapat dipandang masih berada dalam tingkat enactive, sehingga dengan permainan simulasi lebih cocok untuk tingkat sekolah tersebut. Sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Sutawidjaja, 1991: 3), bahwa
setiap individu pada waktu mengalami (mengenal)
peristiwa
(benda) di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatukan kembali peristiwa tersebut dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Ini dapat diartikan bahwa belajar dengan permainan simulasi peserta didik tidak merasa dipaksa untuk belajar dan peserta didik merasa senang belajar. Perasaan senang inilah yang merupakan salah satu komponen sikap yang akan dikembangkan atau ditumbuhkan kepada peserta didik. Sikap adalah keadaan internal yang terbentuk dan mempengaruhi pilihan tindakan pribadi terhadap kelompok benda, orang atau peristiwa (Gagne, 1974: 81). Sikap memiliki tiga komponen yaitu: komponen kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep, komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosionel seseorang, dan komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku (Mar'at , 1984: 13). Perasaan terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) ataupun perasaan tidak mendukung (tak-favorabel) obyek tersebut. Sedang yang dimaksud dengan obyek psikologis adalah lambanglambang, kalimat semboyan, orang, intuisi, pekerjaan atau profesi, ide yang dapat dibedakan ke dalam perasaan positif atau negatif (Tirta, 1987: 11). Sikap peserta didik terhadap matematika dimaksudkan adalah kecenderungan tindakan mereka terhadap matematika sebagai obyek yang didasarkan pada perasaan dan kesiapan peserta didik. Perasaan terhadap matematika dapat berupa perasaan positif atau perasaan negatif terhadap matematika. Perasaan positif terhadap matematika yang berarti mendukung, menyenangi pelajaran. Perasaan negatif terhadap matematika yang berarti tidak mendukung, tidak menyenangi pelajaran matematika. Perasaan terha4 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
dap matematika mungkin dipengaruhi oleh cara guru matematika menyajikan pelajaran atau faktor-faktor lain. Seorang yang aktif berusaha untuk mengerti tentang matematika, akan senang mempelajarinya. Sebaliknya seorang yang pasif, memiliki perasaan yang antipati, sehingga mereka tidak senang belajar matematika. Seseorang siap untuk belajar matematika, bilamana mereka mempunyai kecenderungan untuk belajar matematika. Kecenderungan ini muncul bila ada perasaan tertarik terhadap pelajaran matematika, atau mereka mengetahui bahwa belajar matematika penting untuk dilakukannya. Sebaliknya seseorang yang menganggap belajar matematika sesuatu yang berat untuk dilakukannya, mereka tidak berkeinginan atau tidak ada kecenderungan untuk belajar matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Hadis (1997: 60) mengenai permainan simulasi bagi peserta didik SMU Negeri di Kota Makassar. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa dengan permainan simulasi dapat meningkatkan sikap, minat, motivasi, dan prestasi belajar peserta didik. Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Mulyati (1988: 73) terhadap peserta didik SMP di Malang menunjukkan bahwa sikap peserta didik terhadap matematika berkorelasi positif dengan hasil belajar matematika.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperimen. Sebagai subjek penelitian adalah para peserta didik kelas II SLTP Negeri 3 Makassar yang berkasus, yaitu peserta didik yang memiliki sikap antipati terhadap belajar
matematika. Karakteristik subjek ini diperoleh berdasarkan hasil
identifikasi melalui guru matematika, wali kelas dan guru BP di sekolah tersebut. Desain penelitian adalah pres-test and post-test group design dengan pola O1 x O2, dengan O1
= observasi yang dilakukan sebelum 5
Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
pemberian simulasi, O2
= observasi yang dilakukan sesudah pemberian
simulasi, dan x = perlakuan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pemberian skala sikap kepada peserta didik sebelum dan sesudah permainan simulasi. Skala sikap tersebut memuat 17 butir pernyataan. Untuk pernyataan favorabel, setiap butir pernyataan diberi skor 4 jika peserta didik memilih sangat setuju, skor 3 jika peserta didik memilih setuju, skor 2 jika peserta didik memilih tidak setuju, skor 1 jika peserta didik memilih sangat tidak setuju. Untuk pernyataan takfavorabel, skornya dibalik. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif.
Hasil Penelitian Hasil analisis deskriptif untuk skor sikap peserta didik terhadap matematika sebelum dan sesudah bimbingan belajar melalui permainan simulasi disajikan pada Tabel-1, Tabel-2, dan Gambar-2. Tabel 1. Statistik deskriptif variabel sikap peserta didik terhadap matematika sebelum permainan simulasi Kelompok
Mean
Laki-laki Perempuan Gabungan
39,8 39,3 39,5
Standar Deviasi 2,1541 1,9166 2,0207
Minimum
Maksimum
n
36 36 36
42 41 42
6 6 12
Tabel 2. Statistik deskriptif variabel sikap peserta didik terhadap matematika sesudah permainan simulasi Kelompok
Mean
Laki-laki Perempuan Gabungan
52,20 44,57 47,75
Standar Deviasi 3,6000 4,4355 5,5696
Minimum
Maksimum
n
46 40 40
54 53 54
6 6 12 6
Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
SIKAP PESERTA DIDIK TERHADAP MATEMATIKA
L
P
SEBELUM PERLAKUAN
SESUDAH PERLAKUAN
Gambar 2: Pertumbuhan sikap peserta didik Pembahasan Hasil Penelitian Skor sikap peserta didik terhadap matematika yang telah diperoleh, dalam hal ini rata-rata skor, akan dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan. Penetapan kriteria didasarkan atas "method of summated rating". Penetapan batas-batas kategori, yaitu: titik tengah dari skor total masingmasing kategori jawaban (sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju) merupakan batas-batas interval kategori. Batas-batas kategori diperoleh dengan membuat patokan, yaitu dengan langkah-langkah (1) jumlahkan skor untuk tiap-tiap kategori, berdasarkan skor yang telah ditetapkan, (2) tandai bilangan-bilangan dari hasil pemjumlahan skor tersebut pada garis bilangan, dan (3) tentukan titik tengah dari setiap dua bilangan yang berurutan. Titik yang diperoleh masing-masing: 25,5; 42,5; dan 59,5 ditunjukkan pada Gambar-1.
7 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
17
22,5
sangat negatif
34
42,5
negatif
51
59,5
positif
68
sangat positif
Gambar 1. Interval skala sikap Berdasarkan garis bilangan tersebut, maka kriteria yang digunakan, yaitu: skor 17,0 - 25,5; 25,6 - 42,5; 42,6 - 59,5; 59,6 - 68,0 berturut-turut: sangat negatif, negatif, positif, dan sangat positif. Skor tertinggi yang mungkin dicapai oleh peserta didik adalah 68. Jika dikelompokkan sikap peserta didik terhadap matematika menjadi empat kategori, yaitu kategori I = sikap peserta didik terhadap matematika sangat negatif, kategori II = sikap peserta didik terhadap matematika negatif, kategori III = sikap peserta didik terhadap matematika positif, dan kategori IV = sikap peserta didik terhadap matematika sangat positif, maka diperoleh distribusi skor sikap peserta didik terhadap matematika berdasarkan kelima kategori tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel-3 berikut. Tabel 3. Distribusi skor variabel sikap peserta didik terhadap matematika sebelum permainan simulasi Kategori Skor I 17,0 - 25,5 II 25,6 - 42,5 III 42,6 - 59,5 IV 59,6 - 68,0 Gabungan
Frekuensi 0 12 0 0 12
Persentase 0 100 0 0 100
Dari Tabel-1 dan Tabel-2 dapat dilihat mean dan standar deviasi skor sikap peserta didik terhadap matematika dari 6 peserta didik laki-laki dan 6 peserta didik perempuan sebagai subjek penelitian. Jika diperhatikan selisih mean dan selisih standar deviasi
dari skor sikap peserta didik terhadap
matematika peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan, maka secara 8 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
statistika dapat dikatakan bahwa perbedaan sikap peserta didik laki-laki dan perempuan setelah bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi lebih besar daripada perbedaan sikap peserta didik laki-laki dan perempuan sebelum bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi, peserta didik laki-laki lebih cepat menerima dan menyenangi matematika daripada peserta didik perempuan. Berdasarkan Tabel-3, 100% peserta didik yang memperoleh skor sikap peserta didik terhadap matematika yang berada dalam kategori negatif dengan skor rata-rata 39,5 dan standar deviasi 2,0207. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sebelum permainan simulasi, peserta didik kelas II SLTP Negeri 3 Makassar bersikap negatif terhadap matematika. Skor tertinggi yang mungkin dicapai oleh peserta didik adalah 68. Jika dikelompokkan sikap peserta didik terhadap matematika menjadi empat kategori, yaitu kategori I = sikap peserta didik terhadap matematika sangat negatif, kategori II = sikap peserta didik terhadap matematika negatif, kategori III = sikap peserta didik terhadap matematika positif, dan kategori IV = sikap peserta didik terhadap matematika sangat positif, maka diperoleh distribusi skor sikap peserta didik terhadap matematika berdasarkan keempat kategori tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel-4 berikut. Tabel 4. Distribusi skor variabel sikap peserta didik terhadap matematika sesudah permainan simulasi Kategori Skor I 17,0 - 25,5 II 25,6 - 42,5 III 42,6 - 59,5 IV 59,6 - 68,0 Gabungan
Frekuensi 0 2 10 0 12
Persentase 0 16,7 83,3 0 100
9 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Berdasarkan Tabel-4, 83,3% peserta didik yang memperoleh skor sikap peserta didik terhadap matematika yang berada dalam kategori positif dengan skor rata-rata 47,75 dan standar deviasi 5,5696. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sesudah permainan simulasi, peserta didik kelas II SLTP Negeri 3 Makassar bersikap positif terhadap matematika. Dari uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa setelah peserta didik diberi bimbingan belajar dengan permainan simulasi terjadi perubahan sikap, yaitu: sebelum dilakukan permainan simulasi, 100% peserta didik bersikap negatif terhadap matematika dan setelah dilakukan permainan simulasi menjadi 16,7% peserta didik bersikap negatif terhadap matematika, atau sebelum dilakukan permainan simulasi, 0% peserta didik bersikap positif terhadap matematika dan setelah dilakukan permainan simulasi menjadi 83,3% peserta didik bersikap positif terhadap matematika. Dengan demikian, maka bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi dapat menumbuhkan sikap peserta didik terhadap matematika. Hal ini sesui dengan pendapat Sukardi (1983: 79) yang menyatakan bahwa dengan bimbingan belajar, peserta didik dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Berdasarkan Gambar-2, dapat dinyatakan bahwa secara umum, baik peserta didik laki-laki maupun peserta didik perempuan memiliki sikap positif ( x = 47,75 > 42, 5) terhadap matematika setelah diberikan bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi. Secara rinci dikemukakan berikut. 1. Sebelum perlakuan (sebelum diberikan bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi), peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki sikap negatif ( xL =39,8 < 42,5 dan xP =39,5 < 42,5) terhadap matematika. Namun skor sikap peserta didik terhadap matematika bagi peserta didik laki-laki ( xL =39,8) lebih tinggi daripada skor sikap peserta 10 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
didik terhadap matematika bagi peserta didik perempuan ( xP =39,5). Hal ini terjadi karena: (1) peserta didik laki-laki rmampu dan lebih cepat mengerti matematika daripada peserta didik perempuan walaupun masih dalam tingkat enactive, dan sesuai dengan teoretik bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna jika pertamatama disajikan kepada peserta didik dalam bentuk-bentuk konkrit,
(2)
dalam proses belajar matematika dengan permainan simulasi peserta didik laki-laki lebih serius daripada peserta didik perempuan, dan (3) peserta didik laki-laki lebih senang bermain simulasi daripada peserta didik perempuan. 2. Sesudah perlakuan (sesudah diberikan bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi), peserta didik laki-laki dan perempuan sudah memilki sikap positif ( xL =52,20 > 42,5 dan xP =44,57 > 42,5) terhadap matematika. Hal ini perlu disadari bahwa obyek abstrak matematika tidak dapat diubah menjadi konkrit, akan tetapi untuk memahami dapat ditempuh dengan menggunakan benda-benda konkrit. Sifat-sifat tertentu dari sekumpulan benda konkrit, dapat dijadikan titik tolak untuk memahami obyek matematika, sehingga peserta didik dapat tertarik belajar matematika. Skor sikap peserta didik terhadap matematika bagi peserta didik laki-laki ( xL =52,20) lebih tinggi daripada skor sikap peserta didik terhadap matematika bagi peserta didik perempuan ( xP =44,57), walaupun keduanya belum dalam kategori sangat positif (59,5 x 68). Hal ini dapat diartikan dan diduga bahwa peserta didik laki-laki sudah berada dalam tingkat ikonic, sedang peserta didik perempuan masih dalam transisi. 3. Dalam proses bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi mulai dari awal sampai selesai bimbingan, dapat dinyatakan bahwa: (1) 11 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
peserta didik laki-laki lebih cepat mengerti dan memahami materi-materi matematika dan sangat senang terhadap permainan simulasi tersebut dibandingkan dengan peserta didik perempuan, dan (2) tanpa memperhatikan jenis kelamin, peserta didik senang menyelesaikan soal matematika khususnya pada materi: persamaan kuadrat dan operasi aljabar pada bentuk
akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Semiawan (1992: 13)
bahwa peserta didik pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan aktivitas. Karena itu, peserta didik perlu diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan otot dan pikirannya, semakin peserta didik bertumbuh semakin berkurang kadar bekerja dan semakin bertambah kadar pikir. Peserta didik SMP dapat dipandang masih berada dalam tingkat enactive, sehingga dengan permainan simulasi lebih cocok untuk tingkat sekolah tersebut. Sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Sutawidjaja, 1991: 3), bahwa
setiap individu pada waktu mengalami
(mengenal) peristiwa (benda) di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatukan kembali peristiwa tersebut dalam pikirannya,
yaitu
suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Selanjutnya dikemukakan bahwa hal tersebut dilakukan menurut urutan: (1) tingkat enactive (kegiatan), yaitu individu mengalami peristiwa di dunia sekitarnya, (2) tingkat ikonic (gambar, bayangan), yaitu individu mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental, dan (3) tingkat symbolic (simbolik), yaitu individu kemudian dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa.
12 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Kesimpulan dan Saran Pertama. Sebelum permainan simulasi, terdapat dua belas peserta didik yang mempunyai sikap negatif terhadap matematika. Setelah bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi, kedua belas peserta didik tersebut mempunyai sikap positif terhadap matematika. Belajar matematika dengan permainan simulasi dapat menumbuhkan sikap peserta didik terhadap matematika. Kedua. Ada perbedaan sikap peserta didik terhadap matematika antara laki-laki dan perempuan, baik sebelum maupun sesudah bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi. Ketiga. Dalam bimbingan belajar matematika dengan permainan simulasi, peserta didik lakilaki lebih cepat menerima dan menyenangi matematika daripada peserta didik perempuan. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk materi ajar tertentu, khususnya “menyederhanakan bentuk-bentuk aljabar” disarankan kepada guru matematika pada saat mengajar dilakukan permainan simulasi, agar dapat menumbuhkan sikap peserta didik terhadap materi aljabar. Di samping itu, guru matematika diharapkan selalu membantu dalam segala hal kepada peserta didik yang mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap matematika agar peserta didik tersebut mempunyai kecenderungan belajar matematika dengan baik.
13 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Daftar Rujukan Bell Gredler, Margaret E, 1991. Belajar dan Membelajarkan, Rajawali Pers: Jakarta. Djaali, 1986. Pengaruh Kebiasaan Belajar, Motivasi Belajar, dan Kemampuan Dasar terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sulawesi Selatan di Luar Kota Madya Ujung Pandang, (Penelitian Tahap Kedua), Makassar. Gagne, 1974. Prinsip-Prinsip Belajar Untuk Pengajaran, Usaha Nasional, Surabaya. Hadis, Abdul, 1997. Pengaruh Bimbingan Belajar Melalui Permainan Simulasi Terhadap Peningkatan Sikap, Minat, Motivasi dan Prestasi Belajar Peserta didik SMU di Kotamadya Ujungpandang, Laporan Penelitian, IKIP Ujungpandang. Hudoyo, Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika, Depdiknas: Jakarta Mar'at, 1984. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya, Ghalia Indonesi, Jakarta. Mulyati, Sri, 1988. Hubungan Pendidikan Orang Tua, Suasana Rumah dan Sikap Peserta didik Terhadap Matematika Dengan Hasil Belajar Matematika, Tesis S2, PPs IKIP Malang: Malang. Purwanto, M. Ngalim, 2003. Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya: Bandung. Semiawan, Conny dkk, 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sudjana, Nana, 1990. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, FEUI: Jakarta. Sukardi, 1983. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Usaha Nasional, Surabaya. Sutawidjaja, Akbar, 1991. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pengajaran Matematika Di Sekolah Dasar, Penataran Penyiapan Calon Penatar (PCP) Dosen PGSD-D II Guru Kelas, Jakarta. 14 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...
Jurnal Pendidikan, UNP, Voleme 31, No. 02, Agustus 2006, hal.181-190, ISSN 0126-1969
Tirta, Theresia Maria Haningki., 1987. Hubungan Antara Sikap dan Kebiasaan Belajar Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika di Sekolah Dasar, Tesis S2, IKIP Malang.
15 Baso Intang Sappaile_Bimbingan Belajar ...