M.E.Suyati
Bidan Praktik Mandiri
M.E. Suyati
Maret - April 2016 Penerbit : Suster-suster Fransiskan St. Georgius Martir Pelindung Sr. M. Aquina FSGM
Pemimpin Redaksi Sr. M. Fransiska, FSGM Editor Sr. M. Gracia, FSGM
Cover & Layout Sr. M. Veronica, FSGM Sr. M. Fransiska, FSGM
Staf Redaksi Sr. M. Yoannita FSGM Sr. M. Klarina FSGM Sr. M. Laurentin FSGM Sr. M. Klaarensia FSGM Sr. M. Anselina FSGM
Alamat Redaksi Jl. Cendana No. 22 Pahoman BANDAR LAMPUNG Telp. 0721 - 252709 E-mail :
[email protected] No rekening : BNI Tanjungkarang Ac. 0176277619 An. Ambarum Agustini E. (Sr. M. Fransiska FSGM)
Torehan Redaksi — 2 Kata Bermakna — 3 Sajian Utama — 5 Tawa Sejenak – 16 Spiritualitas - 19 Aktualia – 22 Misi – 26 Bagi Rasa - 29 Pujian Fransiskus — 32
TOREHAN REDAKSI
KATA BERMAKNA
Belarasa “Suster..., Suster!” teriak seorang anak dengan suara khas. Sebut saja namanya Dion. Lalu saya mendekati Dion. Ia menunjuk temannya yang sedang mualmual. “Sakit...,” tambahnya lagi sambil menunjuk ke arah temannya itu. Saya terharu melihat peristiwa itu. Mereka adalah murid SLB Dian Grahita Bagian C, Jakarta. Rasanya saya dibawa kepada pelajaran hidup bagaimana peduli terhadap orang lain. Anak-anak yang tidak sempurna itu mau peduli terhadap orang lain. Bagaimana dengan saya? Rasanya, saya cenderung mementingkan diri sendiri, yang penting tugas saya selesai. Apalagi kalau sudah dikejar dead-line. Adakah perhatianku bila ada susterku yang sakit? Peristiwa itu membawaku pada pelajaran hidup. Aku merenungkan perjumpaanku dengan anak-anak Dian Grahita itu. Seseorang tentu tidak bisa memilih untuk dilahirkan dalam keluarga yang harmonis, berkecukupan, atau terlahir dengan tubuh sempurna dan sehat jiwa raga. Dion adalah satu dari jutaan anak yang terlahir tidak sempurna. Begitu banyak orang yang sakit, miskin, dan tersingkirkan. Adakah getar di hati kita untuk memberikan kasih kepada mereka? Mari kita turut berbelarasa dengan mereka, berkorban waktu, tenaga, dan nyawa kita.
2
Kita membutuhkan rahmat Allah untuk melakukan belaskasih dan belarasa itu. Itulah karya Roh Kudus, yang memampukan kita turut merasakan dan ingin berbuat sesuatu terhadap penderitaan dan kesulitan yang dialami sesama. Lihatlah bag aimana K anakKanak Yesus dilahirkan dalam kandang yang miskin, bau, dan dingin. Itulah cara Allah ingin berbelarasa dengan kita lewat penderitaan-Nya. Sepanjang hidup-Nya pun, Allah mewartakan visi kerajaan-Nya kepada mereka yang kecil dan tersingkir, bahkan Allah menderita dan wafat di salib. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini, pastilah Allah memiliki rencana. Ia senantiasa memberikan berkat-berkat-Nya dalam keadaan apa pun. Jalan-jalan-Nya kita tidak tahu. Namun, Dia akan memberikan yang terbaik bagi umat-Nya. “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5). *** Sr. M. Fransiska FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret-April 2016
Siapa Saja
D
i depan sebuah pintu gelombang manusia saling berlomba menuju ke posisi paling depan. Hir uk-pikuk menjadi senyap tatkala mendengar, “Anda sekalian, semua saja dipersilakan masuk!” Setelah hening beberapa jenak, dengung suara menjadi menggila. “Yang bener aja, masak kita disamakan dengan mereka ? Huh, siapa sudi masuk ke- tempat yang begitu !” Macam-macam komentar, gerutuan, desah napas lega, suara tercekik kaget memenuhi pendengaran. Kemudian pihak yang merasa tidak level bergabung dengan ‘orang yang tidak layak’ terburuburu balik kanan dan meninggalkan pintu itu. Saat itu pintu dibuka. Orang yang masih berada di area dan bersedia masuk, memasuki pintu itu dengan teratur. Kalau tidak salah kisah di atas pernah dipentaskan pada pekan suci entah tahun kapan dan di mana, tetapi saya membaca dan menyimpan di hati bahwa Tuhan mengharap saya mau memasuki pintu belaskasih-Nya. Nyaman sekali mengalami bahwa Tuhan senantiasa merentangkan tangan untuk menerima saya dalam pelukanNya. Saya tidak lagi takut diapa-apakan oleh siapa pun saat berada dalam pelukan-Nya,
saat merebahkan hati dalam naungan-Nya. Mengalami pembelaan Tuhan yang begitu nyata memang dapat menghadirkan beberapa pengalaman pribadi, baik yang amat menyentuh, maupun amat menyakitkan. Sebagai seorang penegak pramuka perempuan, saya cukup berani menjelajah bersama regu laki-laki. Entah mengapa, sejak dulu saya cukup berani, termasuk pada hal-hal yang tidak lumrah. Selama berbagai penjelajahan, saya mengalami ada seorang yang selalu berusaha memastikan bahwa saya baik-baik saja. Itu lho, seperti yang dilantunkan oleh Kelompok Wali. Seperti bayang-bayang, di mana pun orang itu tahutahu hadir, walau tanpa suara. Kedekatan yang terjadi memungkinkan saya mengalami bahwa Allah mengasihi seperti itu. Seperti kehadiran semilir angin. Seperti kesejukan dini hari. Seperti selimut mentari. Dinaungi kasih yang tanpa pamrih membuat saya berani tampil apa adanya. Tidak pernah takut kehilangan kedekatan-Nya. Dalam Dia saya tak harus menjadi yang terbaik, tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Saat mendiang Bapa Uskup Henri berpulang awal Maret lalu, saya juga di-ingatkan akan kesan istimewa yang—
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret-April 2016
3
SAJIAN UTAMA menurut para suster—beliau berikan hanya pada suster/orang tertentu, termasuk pada saya. Justru itu, setiap orang yang mau dekat, akan mengalami aura kasihnya. Seingat saya orang-orang istimewa di hidup Bapa Uskup Henri luar biasa ragam dan banyaknya. Siapa saja boleh mengklaim bahwa dirinyalah yang paling istimewa di hatinya. Allah menyambut siapa saja sebagai pribadi istimewa bagiNya, kecuali orang itu menolak.
Merajut Kasih
Salam kasihku,
Sr. M. Krispina FSGM
Sr. M. Aquina FSGM
Cintailah sesamamu, seperti dirimu sendiri... Bersama-sama kita nikmati apa yang dikaruniakan-Nya. SEPENGGAL lirik lagu di atas menggema saat saya melakukan bimbingan belajar di sebuah Sekolah Dasar di Yogyakarta bersama lima orang teman, 6 Agustus 2014. Di sekolah itu saya mulai aktif mengikuti proses pembelajaran kelas I-VI SD. Setelah beberapa bulan banyak yang yang saya pelajari terutama dalam mengenal dan memahami karakter anak, juga memperlakukan anak sesuai karakter masing-masing.
internet
4
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
Dinamika Kehidupan Di sekolah itu ada beberapa anak yang mengalami kesulitan belajar sehingga sering diejek dan dianggap bodoh oleh teman-temannya, bahkan gurunya. Dari pengalaman itu saya bersama teman-teman mulai mencaritahu apa penyebab mereka dikategorikan anak yang bodoh dan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Saya mengadakan pendekatan dengan anak-anak tersebut sehingga terjadi
keakraban antara kami. Observasi dilakukan saat proses pembelajaran di kelas, sekaligus melakukan wawancara dengan guru kelas dan guru bidang studi yang mengampu di kelas tersebut. Juga mengadakan wawancara dengan orangtua murid dan murid itu sendiri. Saya mencatat kondisi anak, keadaan, dan gejala-gejala yang terjadi pada murid di kelas itu. Seorang gur u menyebutkan, bahwa ada empat anak yang mengalami kesulitan membedakan huruf di kelas itu. Saya memfokuskan kepada anak yang yang tingkat kesulitannya tertinggi. Kesulitan membedakan huruf itu disebut juga “disleksia.” Anak tersebut lahir di sebuah rumah sakit di Kalasan, tanggal 21 Desember 2007, jenis kelamin perempuan. Secara fisik anak tersebut tidak berbeda dengan murid perempuan yang sebaya dengannya. Ia memiliki kulit sawo matang, dengan rambut yang selalu tertata rapi. Secara afektif, perasaan yang dimilikinya
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
5
SAJIAN UTAMA “... pada buku-buku latihannya, ditemukan katakata salah, yang selalu diberi lingkaran pena berwarna merah oleh guru seperti kata: berdoa, ia menuliskan ‘berboa.’ Contoh lain: kata sebentar, ditulis: semdentar, berangkat menjadi: berkat, mandi menjadi: manbi, tubuh menjadi: tuduh, dan kata makanan menjadi makan...” pun sama dengan yang lain meski ia lebih cenderung pendiam. Secara psimotorik, ia tidak berbeda dengan murid pada umumnya, bahkan ia pernah memenangkan lomba mewarnai juara I pada lomba Hari Pangan Sedunia pada tingkat kelas. Kemampuan kognitifnya, sama dengan teman sebayanya, hanya saja ia belum mampu membedakan huruf secara benar. Tanggal 7 September 2014, pukul 10.30-11.00 WIB. Seorang guru kelas mendikte dan bertanya, “Benda langit yang keluar pada malam hari disebut apa?” Segera anak-anak menuliskan jawaban di kertas yang telah disediakan. Jawabannya, adalah: bulan, tetapi anak tersebut menulis: “dulan.” Selain itu, pada buku-buku latihannya, ditemukan kata-kata salah, yang selalu diberi lingkaran pena berwarna merah oleh guru seperti kata: berdoa, ia menuliskan ‘berboa.’ Contoh lain: kata sebentar, ditulis: semdentar, berangkat menjadi: berkat, mandi menjadi: manbi, tubuh menjadi: tuduh, dan kata makanan menjadi makan. Saya melihat bahwa anak yang mengalami kesulitan membedakan huruf itu, ternyata juga tetap sulit membedakan huruf meski menyalin.
6
Allah adalah kasih. Kasih-Nya tidak membeda-bedakan. Dan, kasih itu harus diwujudnyatakan. Melalui pengalaman itu, saya mencoba dengan penuh kesabaran membantu anak yang mengalami kesulitan belajar/disleksia itu dengan cara memberi motivasi, selalu mengoreksi hasil kerjanya setiap selesai pembelajaran di kelas bersama guru kelasnya. Kemudian memberi les tambahan atau pelajaran tambahan seusai pulang sekolah dengan membuat alat peraga berupa huruf-huruf, terutama huruf yang hampir mirip, seperti huruf ‘b’dan ‘d’, huruf ‘m’ dan ‘w’, huruf ‘s’ dan ‘5’. Dari beberapa kali pertemuan saat proses pembelajaran berlangsung, yaitu ketika guru kelas memberi dikte lagi, anak itu sudah mencoba dengan benar pe-nulisan ‘b dan d’. Meski terkadang ia masih menulis terbalik, tetapi segera ia menggantinya seperti ketika menulis :mandi menjadi manbi, dan berangkat menjadi berkat. Ia mulai secara perlahan mengetahui dengan segera kesalahannya dan mencoba melakukan pembetulan terhadap hasil tulisannya. Terimakasih Tuhan, atas pengalaman indah yang boleh terjadi dalam kehidupanku. Sebab aku tahu bahwa Allah mengasihi manusia, melebihi se-orang perempuan mengasihi anak kandungnya (Yesaya 49,15). Demikian pulalah kasihku hendak kubagikan dalam berkat-Mu.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
SAJIAN UTAMA
“Wajah-wajah” Marie Sr. M. Marianne FSGM NAMANYA Marie, berasal dari Kenya, Afrika. Tubuhnya kecil, kulit hitam legam, rambut acak-acakan, tetapi memiliki senyum yang ramah. Perempuan ini mungkin berumur sekitar 60 tahun. Ia adalah seorang gelandangan yang tidur dan menghabiskan hari-harinya di jalan. Ia tidak punya rumah dan juga keluarga di Roma. Ia hidup sebatang kara. Saya mengenalnya beberapa bulan yang lalu ketika saya pindah rumah. Setiap pagi saat berangkat kuliah saya melihat Marie duduk di jalan di depan sebuah bar dekat piazza Barberini. Saya sering menyapanya, “Buongiorno”. Awalnya Marie tidak menjawab hanya memandang saya dengan tatapan aneh atau memalingkan wajahnya. Tetapi karena hampir setiap hari saya menyapa, lama-kelamaan Marie membalas atau sekedar tersenyum. Bila hari semakin siang dan panas atau hujan Marie akan mencari tempat untuk berteduh dengan membawa barang-barang seperti selimut dan baju hangat yang dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam. Suatu hari saya pulang dari praktik sekitar pukul 8 malam, gelap dan udara sangat dingin karena Roma musim dingin. Saya berjalan agak cepat berharap segera sampai rumah. Jalan yang kulalui itu adalah jalan di mana biasanya saya bertemu Marie, tetapi malam itu Marie tidak tampak. Tak berapa lama di sebuah perempatan, saya melihat di kejauhan seseorang menyeret sesuatu. Saya perhatikan lebih jelas ternyata orang itu adalah Marie yang sedang menyeret barang-barangnya.
Saya ingin sekali mengejarnya dan bertanya mau tidur di mana, tetapi karena sudah jauh dan hari semakin malam serta sedikit takut, saya mengurungkan niat saya itu. Tetapi apa yang terjadi, semalaman saya tidak bisa tidur karena merasa bersalah. Pikiran saya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan. Mengapa saya tidak jadi mengejarnya hanya karena takut? Mengapa tadi saya tidak memberinya sedikit uang untuk membeli roti? Di mana dia tidur pada malam yang dingin ini? Oh Tuhan, mengapa saya menutup hati ini. Saya tidak bisa membayangkan betapa dinginnya tidur di jalanan. Padahal saat musim dingin suhu malam hari di Roma bisa mencapai minus dua. Saya hanya bisa berdoa semoga Tuhan melindunginya. Saya berjanji jika besok bertemu saya akan mengajaknya bicara. Rupanya Tuhan mendengar doa saya. Esok harinya ketika saya pulang kuliah, di jalan yang lain, kulihat Marie sedang duduk dengan barang-barangnya yang dimasukkan ke dalam kantong plastik. Ia sedang memegang roti, rupanya sedang makan siang. Tanpa ragu-ragu lagi saya menghampiri dan menyapanya. Marie tersenyum dan segera menawarkan roti itu. Saya mengucapkan terimakasih. “Roti itu untukmu saja,” ujarku. Di situlah pertama kali saya mengenal nama, asal, dan kisah hidupnya. Ternyata sekitar 20 tahun yang lalu Marie adalah seorang imigran gelap yang masuk ke Roma. Karena tidak memiliki pekerjaan dan uang, ia tidak bisa menyewa rumah dan hidup sebagai gelandangan. Marie tidak
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
7
SAJIAN UTAMA
DD/ M. Fransiska FSGM
punya siapa-siapa karena keluarganya ada di Kenya. Ia mengatakan bahwa ia rindu pada keluarga dan tanah airnya, tetapi tidak pernah akan bisa kembali ke sana. Saya terharu mendengarnya dan mencoba menghiburnya. Saya bertanya kalau malam tidur di mana. Ia menjawab, berpindah-pindah, kadang di depan gereja atau di taman. Ia mengatakan tidak merasa begitu kedinginan karena mempunyai baju hangat pemberian orang dan juga karena sudah terbiasa. Saat itu saya menyadari betapa kuat dan hebat wanita ini. Saya juga dapat merasakan kebaikan hatinya lewat senyuman dan tutur kata yang ramah. Meski seorang gelandangan, ia tidak kasar, sebaliknya ia sangat sopan dan baik. Kami berbicara cukup lama dan merasa seperti sudah saling mengenal. Saya memberinya sedikit uang untuk membeli roti dan ia tampak sangat bahagia. Ketika saya pamit untuk meneruskan perjalanan, dia bertanya nama saya. Lalu ia menyebut nama saya berulang-ulang sampai hafal. Ketika 8
saya sudah jauh, saya masih mendengar ia menyebut-nyebut nama saya.
“Awalnya Marie tidak menjawab hanya memandang saya dengan tatapan aneh atau memalingkan wajahnya. Tetapi karena hampir setiap hari saya menyapa, lamakelamaan Marie membalas atau sekedar tersenyum” Sejak saat itu kami berteman baik. Setiap kali bertemu dengannya saya pasti berhenti untuk sekedar menanyakan kabar dan memberinya sedikit uang. Namun semenjak musim dingin ini ia jarang terlihat, katanya mencari tempat yang lebih baik. Suatu siang saya melihat Marie sedang duduk di depan sebuah hotel setelah lama
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
tidak bertemu. Saya menghampirinya. Marie tersenyum. Ternyata Marie sedang mengoleskan krem pada luka-luka di kakinya seperti borok. Marie meminta maaf karena tidak bisa menyalami saya karena tangannya penuh dengan krem. “Tidak apa-apa, Marie,” ujarku sambil menepuk-nepuk pundaknya. Kami berbincang-bincang sebentar. Marie bertanya, “Kamu mau ke mana?” “Saya dari kuliah, sekarang mau pulang dulu. Nanti sore berangkat kuliah lagi,” jawabku. Marie juga bertanya apa yang saya lakukan setelah selesai kuliah. Saya menjawab akan pulang ke Indonesia. Ia tersenyum mendengar jawaban saya. Ketika saya akan memberi uang, ia berkata, “Tidak usah, Suster ‘kan masih sekolah. Saya juga sudah makan.” Saya katakan tidak apa-apa untuk membeli roti. Akhirnya Marie mau menerima dan mengucapkan terimakasih. Saya sangat terharu dengan sikapnya dan bisa merasakan betapa lembut hatinya. Sebagai ucapan terimakasih ia menyalami saya dengan punggung tangannya dan saya membalas dengan memberikan berkat, “Dio La benedica,” artinya Tuhan memberkatimu. Ternyata Marie juga dikenal baik oleh banyak orang. Selama kami bercakapcakap, orang-orang yang lewat menyapanya, “Ciao bella” sambil memberi uang, dan ia selalu membalas dengan mengucapkan terimakasih. Bagiku Marie adalah anugerah Tuhan. Anugerah yang membantu saya belajar mensyukuri hidup, belajar untuk berbagi, dan belajar mencintai yang miskin. Bukan Marie yang bersyukur bertemu denganku, tetapi sayalah yang bersyukur bisa mengenalnya. Santo Fransiskus benar bahwa dalam wajah orang miskin kita bisa
melihat wajah Tuhan Yesus. Pengalaman Santo Fransiskus melihat Yesus dalam diri orang kusta dan orang-orang miskin membuat saya semakin menyakininya. Saya pun bisa melihat Yesus dalam wajah Marie yang sederhana….***
DD/ M. Fransiska FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
9
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA tidak lupa untuk meng-ucapkan terima kasih bila kita memberi uang atau makanan untuknya. Itulah Tripentul yang saya kenal. Meski orang memandang dia dengan sebelah mata, bagi saya dia mengajari saya banyak hal. Dia mengajari saya untuk mengenal Tuhan. Allah memperkenalkan diri-Nya Tripentul menjadi sarana bagi Allah untuk memperkenalkan diri-Nya kepada saya. Ketika pertama saya melihatnya “berkeliaran” di pasar dengan mengenakan pakaian yang lusuh dan kotor, saya sertamerta menangis. Saya bertanya dalam hati, “Tuhan, mengapa Engkau menciptakan orang ini dalam penderitaan. Dia begitu kotor, lusuh dan tidak memiliki tempat tinggal. Mengapa harus ada orang gila, mengapa ..., mengapa?” DD/ M. Fransiska FSGM
TEOLOGI TRIPENTUL “Anakku wedok wis balik” Sr. M. Constantin FSGM Tripentul TRIPENTUL bukanlah pentolan korek api dalam sebuah kotak korek api bergambar tiga anak moyet yang sedang mendayung perahu. Tripentul adalah julukan khas seorang perawan tua yang sering berjalan kian kemari dengan membawa seekor anak kucing yang cukup manis dan bersih. Saya mengenalinya sejak saya masih tinggal di Semuli Raya, sebuah pasar yang cukup ramai di daerah tempat tinggal keluarga kami. Dia dikenal sebagai orang yang sakit ingatan karena sering tersenyum dan berbicara sendiri. Bagi saya, dia adalah orang yang menderita depresi karena ditolak oleh 10
keluarganya. Ia tidak sakit ingatan karena dia selalu mengingat jelas nama-nama orang yang pernah tinggal di pasar itu, meski mereka sudah lama tidak bertemu. Contohnya adalah saya dan adik saya, Tober Damianus yang sudah 3 tahun di Seminari Palembang. Meski kami sudah bertahun-tahun pergi dan belum tentu berjumpa dengannya saat liburan, dia akan berkata, “Oh, Mbak Mega, Mas Tober, pulang ya?” Ketika berjumpa dengannya saat liburan pada Desember lalu, dia berkata, “Ehh..., anakku wedok wis balik.” Dia selalu mengingat kebaikan yang pernah di-terimanya dan
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
“Meski orang memandang dia dengan sebelah mata, bagi saya dia mengajari saya banyak hal. Dia mengajari saya untuk mengenal Tuhan.” Melihat keadaannya, saya terdorong untuk memberinya makanan yang saya bawa dari rumah, bahkan bila tidak punya makanan saya membelikan kue atau memberinya sedikit uang. Saat itu saya belum sampai kepada permenungan akan kehadiran Kristus dalam diri orang-orang yang menderita, lapar dan sendirian. Saya hanya mengandaikan, bila saya yang mengalami pastilah itu sangat menyakitkan.
“Allah menggunakan saudara-saudari kita yang difable (berbeda kemampuan) untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya. Mengajari kita untuk berbagi dan berbelaskasih.” Setelah masuk biara, saya mendapat sebuah pemaknaan baru atas pertemuan dengan Tripentul. Tripentul mengajari saya akan belaskasih. Merasakan apa yang ia rasakan dalam diri sehingga tergerak untuk berbagi dan tidak mencibir padanya. Dalam perjalanan waktu, terlebih setelah belajar akan Allah di Fakultas Teologi Wedabakti, saya memberi pemaknaan baru atas perjumpaan dengan Tripentul. Allah tidak hanya saya kenali melalui perkuliahan, tetapi Tri-pentul mengajari saya dan memperkenalkan Allah kepada saya. Melalui tindakannya yang sederhana, yakni merawat anak kucingnya. Anak kucing itu begitu bersih dan manis. Pastilah Tripentul merawat dan membersihkannya sedemikian rupa. Kalau Tripentul yang begitu saja bisa memperlakukan seekor anak kucing dengan cinta yang besar, apalagi Tuhan Allah memperlakukan saya dan kita semua. Kalau Tripentul saja mampu mengingat nama orang-orang yang pernah dikenalnya, betapa Allah mengingat kita orang-orang yang ditebus-Nya dengan pasti. Allah memperkenalkan diri-Nya kepada saya melalui Tripentul dan keunikannya.
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
11
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA
Menyadari Kehadiran Allah, Menjauhi Perbuatan Salah .
DD/ M. Fransiska FSGM
Aku mengenali diri-Nya Mengenali Allah tidak harus melalui pembelajaran di bangku kuliah karena manusia pertama yang percaya kepada Allah, yakni Abraham, pertama-tama mengenali Allah melalui peristiwa hidup yang ia alami (bdk. Lima jalan mengenali Allah menurut Thomas Aquinas). Dalam kitab suci kita dapat melihat dengan jelas, bagaimana Allah memperkenalkan diri-Nya melalui gunturgemuruh, awan dan tiang awan yang menyertai perjalanan orang Israel. Bagi saya, pengalaman hidup adalah “kitab suci” yang tidak dituliskan karena melalui pengalaman hidup itu, saya mengenali Tuhan yang menyertai. Kehadiran Tripentul dalam sejarah hidup dan panggilan saya membuat saya mengenali Dia yang memanggil saya. Ketika saya me-lihat penderitaan yang dialami Tripentul, hati saya tergerak untuk
12
menanggapi panggilan Allah untuk berbagi dan se-lanjutnya mengantar saya pada panggilan hidup membiara. Sekarang ini, ada banyak Tri-pentul lain yang saya temui, mereka yang lemah karena miskin perhatian. Melalui mereka saya mengenali Allah yang tidak kelihatan itu. Allah menggunakan saudara-saudari kita yang difable (berbeda kemampuan) untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaanNya. Mengajari kita untuk berbagi dan berbelaskasih. ***
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
RD Andreas Basuki W.
BAGI orang yang di laboratorium, air adalah H2O. Untuk orang yang haus, air sebagai pemuas dahaga. Untuk pak tani di sawah, air untuk membasahi padinya. Sedang untuk orang yang badannya kotor, air berfungsi sebagai pembersih tubuh. Aneka ragam arti air bagi kehidupan tergantung pada siapa yang memanfaatkan atau sudut pandang yang membedakannya. Demikian juga untuk segala hal yang lain. Misalnya, Kitab Suci, apa artinya? Bagi orang beriman jelas, itu buku iman. Sabda Allah ada di sana. Salah satu cara terbaik melihat dan mengetahui Allah dan kehendak-Nya dengan mendengarkan atau membaca, memahami, dan melaksanakan Sabda-Nya. Sebagaimana saat kita mendengar kata-kata seseorang, kita akan mengetahui siapa yang mengatakannya. Apa yang dikehendakinya. Namun bagi orang yang tak beriman, Kitab Suci tak bermakna apa-apa. Dengan iman, orang percaya meski tak melihat. Allah tak terlihat oleh mata lahir. Namun Ia akan dirasa dengan mata batin, yakni penglihatan seorang beriman. Romo Guy Dalcq SJ (1957) mengatakan, bahwa setiap hari dapat menemukan Tuhan dalam segala hal yang dialaminya karena ia dapat menemukan kebahagiaan. (Memetik Keheningan – Persembahan Harian 2016, Penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa, Yogyakarta, 2016, hlm.8).
Sadar dan Hening Tegas ditulis dalam Kisah Rasul, bahwa, “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (17:28). Bahwa Allah hadir dalam segalanya adalah soal kesadaran manusia. Disadari atau tidak soal lain. Manusia sadar atau tidak Allah selalu hadir. Untuk menjadi sadar, kita mesti masuk dalam keheningan. Ada sebuah cerita: Seorang bapak kehilangan jam tangan. Semua anaknya ditanya, apakah mereka melihat jam tangannya. Istrinya ditanya. Semua penghuni rumah ditanya. Tapi tiada yang tahu. Si bapak kesal dan geram. Suasana gaduh. Tiba-tiba si kecil bungsu berseru, “Semua diam!” Dia tempelkan telinganya di rumput jatah makan sapi. Dari dalam terdengar suara lembut teratur: tik, tik, tik. “Nah, di dalam sini jamnya!” serunya. Tuhan ada di mana saja. Dalam keheningan kita dapat menemukan-Nya. Keheningan membuat kita melihat sesuatu dengan sudut pandang baru, saat kita diam dan Tuhan bicara, saat yang pokok bukan apa yang kita katakan, tapi apa yang Tuhan katakan kepada kita (Ein Bibelwort fur jeden Tag, Basel. s.a., Memetik Keheningan, hlm. 77). Sejak awal mula Allah hadir dan menyatakan kehadiran-Nya. Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku (Imamat 26:12). Allah setia. Penyertaan-Nya
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
13
SAJIAN UTAMA diucapkan oleh Yesus, Sang Putra seperti ditulis Matius di ayat terakhir Injilnya: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (28:20b). Dorongan Etis Ada dorong an etis saat kita menyadari kehadiran Allah akan apa yang kita lakukan. Seharusnya kita akan melakukan semuanya dengan setia (Ulangan 5:32), melakukan yang sesuai dengan iman (Roma 12:6), melakukan yang baik bagi semua orang (Roma 12:17), melakukan untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31), melakukan perintah-perintah-Nya (1 Yohanes 5:2), dan kehendak-Nya (Wahyu 17:17) dan melakukan dalam nama Tuhan (Kolose 3:17). Namun yang terjadi tidak selalu yang demikian. Ada beberapa kemungkinan: Pertama, tidak percaya akan Allah, maka ia bisa berbuat apa saja karena tiada sangsi hukum jika hukum duniawi tak menjeratnya. Kedua, terbentur oleh kelemahan manusiawi. “Sebab bukan apa yang kukehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak kukehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” (Roma 7:19). Ketiga, mengabaikan kehadiran-Nya, dengan sadar dan sengaja orang melanggar. Ada lelucon: di halaman pastoran ada pohon mangga yang sedang berbuah lebat dan mulai matang. Pastor pasang tulisan di pohon: Siapa yang mencuri buah mangga ini Tuhan tahu. Si pencuri pasang tulisan juga: Tapi Tuhan tidak kasih tahu pastor. Alhasil, mangganya habis.
14
“”Romo Guy Dalcq SJ (1957) mengatakan, bahwa setiap hari dapat menemukan Tuhan dalam segala hal yang dialaminya karena ia dapat menemukan kebahagiaan.” Tuhan Mahahadir Tuhan hadir bukan karena kita datang ke hadirat-Nya. Hadirat-Nya tak hanya sebatas di rumah-rumah ibadah. Allah hadir di mana saja di biara, ladang, kantor, pabrik, rumah, langit, laut, udara, di sini, di situ, dan di sana, tidak hanya di altar, tapi juga di pasar, dulu, sekarang, dan nanti, Allah selalu hadir. Allah Maha-tahu dan Mahamelihat. Namun mengapa, kita, sebagai bangsa yang dikenal religius, tingkat kecurangannya tinggi? Mungkinkah karena ada keterputusan dalam melihat kehidupan? Melihat kehidupan dalam bidang-bidang kehidupan lain secara terpisah-pisah, parsial? Lain urusan agama, beda urusan pekerjaan, misalnya. Malam semedi, siang korupsi, umpamanya. Pernah saya terkaget-kaget. Saat itu di Yordania, melihat situs Petra, berupa batu-batu menjulang tinggi dan ada yang dipahat-pahat dalam bentuk bangunan. Lalu Si Osama (Katolik, paman dia Uskup Agung Yordania), guide kami, berkata, “Situs Petra ini masuk dalam 7 keajaiban dunia. Borobudur kalah dengan ini. Akan tetapi, di Indonesia masih ada yang lebih hebat lagi,” katanya. Saat kami bertanya, “Apa?”
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
DD/ M. Fransiska FSGM
Jawabnya, “Korupsi!” Jawaban itu di luar dugaanku. Ternyata borok kita terlihat sampai di sana. Jika benar kehadiran Tuhan disadari hadir dalam pekerjaan, tugas, kewajiban, tanggungjawab, dan segala aktivitas kita, semestinya ada ko-herensinya, ada sinkronnya, ada padanannya dengan bagaimana kita harus melakukannya. Adakalanya bang-sa kita tidak berbeda dengan bangsa Israel, yang berulangkali melakukan yang jahat di mata Tuhan. Kita sering tak sadar, bahwa “Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik” (Amsal 15:3). Semoga kesadaran kita akan kehadiran Allah dapat menggerakkan kita untuk semakin menjauhi perbuatan yang salah.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
15
TAWA SEJENAK
“Berbau” Italia
TAWA SEJENAK
Obat Penguat Panggilan PeTe dan Kopi
Sr. M. Marianne FSGM
Sr. M. Karolina FSGM
PATER A sedang tugas studi di Roma. Untuk menghilangkan kejenuhan karena banyak tugas kuliah, biasanya ia memasak pada hari libur. Suatu hari Pater A pergi ke Pasar Vittoria Emmanule yaitu pasar Asia yang ada di Roma. Di sana ada berbagai macam sayuran, buah-buahan, dan bumbu-bumbu khas Asia. Saat asyik sedang memilih sayuran tiba-tiba teleponnya berbunyi. Dia melihat nomor Indonesia, lalu diangkatnya. Pater A : “Ya halo. Siapa ini?” Ibu S : “Hai Pater! Saya Ibu S dari Flores. Apa kabar Pater? Lama tidak berjumpa.” Pater A : “Oh, kabar baik ‘Bu. Terimakasih. Ada apa ya Bu, kok jauhjauh telepon?” Ibu S : “Begini Pater, saya ‘kan sedang hamil delapan bulan dan sebentar lagi melahirkan. Kata dokter, anak saya perempuan. Bisakah pater kasih nama yang bagus untuk anak saya? Nama yang ala Italia begitu... ‘kan bagus.
16
Pater A : “Nama untuk anak perempuan ya?” (Pater A sedang berpikir nama apa yang bisa diberikan. Tiba-tiba Pater A melihat ke arah sayuran di depannya, ada tulisan ‘carote dan melanzane’). Pater A: “Oh, namanya Maria Carote Melanzane saja, Bu, gimana?” Ibu S : “ Maria Carote Melanzane. Wah bagus sekali Pater! Namanya seperti nama orang Eropa. Ya, ya, saya setuju sekali. Terima kasih banyak ya Pater!” Pater A : “Iya Bu, sama-sama. Semoga nanti ibu melahirkan dengan selamat, dan anak ibu sehat!” Setelah telepon ditutup Pater A tertawa sendiri. “Ah, untung dia tidak tahu Bahasa italia karena carote artinya wortel dan melanzane artinya terong... ”
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
Pe : Percaya dan yakin bahwa kita dicintai... dan sangat istimewa di mata Tuhan. Te : Terbuka pada bimbingan Roh Kudus. Roh Kudus berkarya lewat orang-orang yang ada di sekitar kita dan lewat peristiwa hidup yang kita alami. D: Doa pribadi dan bersama dihayati dengan sungguhsungguh A: Akan menyertai tugas harian kita bagaikan benang merah.... Ingat…, biara tanpa doa bagaikan badan tanpa jiwa.
N: Nilai-nilai rohani, kepribadian, intelektual dan talenta harus dikembangkan sebagai doa dan persembahan. Ko: komunitas (menjalin komunikasi yang baik dan sehat serta terbuka). Pi: Pribadi (menjadi diri sendiri, tidak mudah terpengaruh, lepas bebas dan tidak lekat).
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
17
TAWA SEJENAK
SPIRITUALITAS
LOGIKA Gara-Gara Tepuktangan Sr. M.Krispina / Francisca Andri
Kebiasaan pagi hari di sekolah KB Fransiskus yang muridnya masih berusia 3-4 tahun. “Selamat pagi Anak-Anak,” sapa Ibu Guru. “Selamat pagi, Bu, selamat pagi kawan-kawan,” sapa anak-anak serentak. “Siapa yang sudah mandi?” tanya Ibu Guru. “Saya! Saya!” jawab anak-anak semangat. “Siapa yang sudah gosok gigi?” tanya Ibu Guru lagi. “Saya!” jawab anak-anak bersamaan. “Siapa yang sedih datang ke sekolah?” tanya ibu guru menambahkan. “Tidak ada!” jawab anak-anak. Seorang murid bernama Tata kemudian bicara, “Bu Guru, di rumahku tadi malam ada cicak yang jatuh dari atas plafon. Kasihan ya cicaknya, Bu Guru.” “Wah, kasihan sekali cicaknya. Mengapa cicak itu bisa jatuh, Tata?” tanya guru. Lalu Tata bercerita, “Tadi malam aku sama cici bernyanyi bersama. Eh... selesai menyanyi, aku sama cici tepuktangan, terus cicaknya ikut tepuktangan juga makanya jatuh....” ***
18
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
SETIAP orang mendambakan, mengusahakan, dan menjaga kondisi kesehatan yang baik dengan pelbagai cara, misalnya dengan mengupayakan gaya hidup sehat, menjamin waktu tidur yang cukup dan teratur, memperhatikan pola makan dan asupan nutrisi yang perlu, melakukan olahraga secara tetap, memelihara praksis meditasi, melakukan aktivitas yang seimbang, dan lain sebagainya. Dengan kondisi kesehatan yang terpelihara dengan baik, kemungkinan untuk berkarya demi kebaikan bersama semakin terjamin.
Untuk membicarakan kerahiman, yakni sikap dan tindakan Allah kepada ciptaan-Nya, saya memanfaatkan makna hidup sehat sebagai pengalaman harian sekaligus pintu masuk. Sebab pengalaman itu begitu dekat dengan diri kita. Maka dari itu, tulisan ini akan didahului dengan narasi tentang teori lima sumber. Narasi akan diakhiri dengan ikhtiar menyusun logika belaskasih dengan memperhatikan pokokpokok pikiran yang mendahuluinya.
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
19
SPIRITUALITAS Teori Lima Sumber Tiada teori yang tidak berpangkal dari praksis dan pengalaman. Teori lima sumber yang diangkat di sini juga berhubungan langsung dengan pengalaman konkret. Pertama, kita memiliki pengalaman negatif, seperti menjadi korban kekerasan, di-bully teman-teman, kegagalan, sakit, ditinggalkan, dlsb. Pengalaman ini disebut “negatif ”, sebab menyatakan ada sesuatu yang hilang, yang menégasi, dan yang menyangkal serta menguburkan harapan atau kerinduan kita sebagai manusia. Tidak jarang kita berusaha agar pengalaman ini tidak akan terulang, baik mengenai diri kita sendiri maupun sesama kita. Kita pun tak kurang kreatif, yakni dengan mencari makna positif atas pengalaman negatif, supaya kita menjadi semakin arif menyikapi hidup ini. Kedua, peng alaman bersama orang tua. Kita semua dilahirkan karena peran aktif ke dua orangtua kita. Di sini diandaikan, kelahiran kita pun sangat mereka harapkan dan syukuri. Dari merekalah kita belajar banyak nilai dan keutamaan. Mereka malahan menjadi simbol Allah sendiri. Maksudnya, semua kebaikan yang disematkan pada Allah, kita kenali dalam dan melalui perkataan, sikap, dan tindakan kedua orangtua kita. Maka dari itu, beruntung sekali semua pribadi yang memeroleh semua teladan baik dari orangtua. Ketiga, pengalaman berguru. Masih dalam bimbingan orangtua, kita diantar ke suatu lembaga formasio. Lembaga ini menyediakan guru yang memperkenalkan serta memperluas (dan memperdalam) pengetahuan, keterampilan, kehalusan budi serta ketajaman nurani kita. Kita menjadi semakin sadar bahwa kita kian berani, percaya diri, dan bebas di hadapan tugas – tanggungjawab. 20
Keempat, pengalaman berinteraksi. Bersama teman sebaya, kita bermain, berbagi milik, dan mencoba mengenali mereka: yang satu sensitif, yang lain menyenangkan, yang lain lagi mau menang sendiri. Terkadang kita benturan, tak rela mengalah pada teman sepermainan. Suka-duka bermain membuat kita kenal siapakah diri kita, dan siapakah teman sepermainan kita. Dalam per jumpaan itu, kita semua diperkaya, kita diperlunak dan siap menenggang teman-teman yang tidak sejalan dengan keinginan kita. Ada semacam pertukaran yang menyehatkan. Tetapi kita juga terkadang geram pada teman yang egois, meski sesekali kita sendiri juga demikian adanya. Kelima, pengalaman pribadi. Ini sejenis “perbendaharaan” yang bersifat subjektif, yang sifatnya selalu terbatas dan oleh karena itu tidak selalu benar dan tidak senantiasa mencakup segalanya. Terkadang dengan pengalaman itu, kita mendapatkan gambaran diri yang berlebihan, dan sebaliknya juga. Tetapi pengalaman pribadi yang bersifat relatif mendorong kita semua untuk menjumpai sesama. Jika kita memiliki dan mengolah pengalaman pribadi, kita dimungkinkan untuk menjadi semakin arif. Singkatnya, dalam dan melalui ke lima teori sumber itu, kita belajar tentang apa artinya berbelaskasih, memaafkan, kebaikan hati, dan kemurahan hati. Meski ke lima hal yang terumus dalam “teori” tersebut sangat muskil dibantah, terutama karena logika yang jernih dan gamblang, namun ada benang merah yang tak sepenuhnya terjamah. Benang merah yang dimaksudkan di sini adalah keterputusan antara logika pengalaman insani tentang belaskasih dan logika belaskasih Allah.
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
SPIRITUALITAS Logika Belaskasih Kita sesekali melihat sesama kita yang gemuk bangets alias mengalami obesitas. Sebagian terbesar orang yang mengalami obesitas dapat dideskripsikan secara sederhana begini: asupan makanan ke dalam tubuh berjumlah sangat besar, sementara energi yang diperoleh dari asupan itu tidak cukup dimanfaatkan dan tidak disalurkan dalam aneka kegiatan, seperti olahraga. Dampaknya sangat jelas, yakni: terjadi penumpukan lemak. Logika sehat dapat diibaratkan sbb.:menerima>memberikan; mendapat>menyalurkan; mendengarkan>menindaklanjuti; memperhatikan>mengusahakan; mengunyah>mencerna, dan seterusnya. Orang yang hanya menerima, mendapat, mendengarkan, memperhatikan, mengunyah, dan ia bagaikan Laut Mati, yang hanya menerima (air dari Sungai Jordan) dan tidak memungkinkan pelbagai spesies hidup. Semua mati. Jadi, logika belaskasih itu mengalir dan meneruskan. Sebagaimana orang beriman terus-menerus memeroleh belaskasih (pengampunan) dari Allah, demikian pula hendaknya ia meneruskan berbelaskasih pada sesama. Logika itu sejalan dengan keyakinan ini: mengembalikan kepada Tuhan apa yang sudah diterima dengan memberikan kepada sesama belaskasih yang dia butuhkan. Di sini tidak terjadi penumpukan (atau akumulasi) hanya untuk dirinya sendiri. Hal meneruskan belaskasih kepada sesama itulah kesaksian. Selalu ada orang yang tidak mau mengampuni sesama, sementara itu ia sendiri sadar bahwa Allah mengampuni dirinya. Mengapa orang itu menjadi pelit dan kikir dalam pengampunan? Bahkan ada yang
tidak bisa mengampuni dan akan membawa kesumat itu sampai liang kubur. Orang itu menutup pintu rekonsiliasi. Mungkin, karena sakit hati yang begitu dalam; harga dirinya diinjak-injak dan diremehkan, sehingga “tiada maaf bagimu!” Orang yang tidak memaafkan membebani dirinya sendiri dengan kesalahan orang lain. Jika keadaan ini menahun dan memengaruhi kejiwaannya, maka metabolisme spiritual tidak terjadi. Ada penumpukan, bahkan penyumbatan energi rohani. Lalu bawaannya adalah marah,dendam, tidak gembira, bahkan menjadi sakit-sakitan. Jadi,diri kita sendirilah yang menyebabkan apakah hidup kita sehat atau sebaliknya. Kesehatan yang holistik pasti tidak mentoleransi akumulasi dan penyumbatan kemurahan hati yang diterima dari Allah. Sebab sumber kekuatan berbelaskasih kita pada sesama adalah pengalaman menerima belaskasih dari Allah. ****
Antonius Eddy Kristiyanto OFM
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
21
LIPUTAN
LIPUTAN
DD/ M. Fransiska FSGM
M. Valentina FSGM
Raker Pendidikan Sr. M. Anselina FSGM.
SEBANYAK 46 suster FSGM yang berkarya di bidang pendidikan, Sekolah Fransiskus, Yayasan Dwi Bakti Bandarlampung mengadakan Rapat Kerja (Raker), La Verna Padangbulan, 7-9 Maret 2016. Tema yang diusung, sesuai dengan tema kerohanian FSGM, menampakkan cintakasih Allah yang penuh Kerahiman. Pertemuan dibuka oleh Sr. M. Aquina dengan memberikan refleksi tentang seruan Bapa Paus: Kerahiman Allah. “Allah menginginkan manusia yang dicintaiNya mempunyai hidup kekal, bukan kebinasaan. Budaya kehidupan ini, selaras dengan spiritualitas kongregasi kita, FSGM. Sehingga Tahun Kerahiman ini menjadi tantangan besar bagi kita, sejauh mana kita mampu mempunyai kasih yang menciptakan kehidupan bukan kematian?” ujar Sr. M. Aquina. “Dengan segala situasi dan tuntutan yang kita hadapi setiap hari, apa yang bisa kita lakukan untuk menampakkan
22
kerahiman-Nya? Dengan memberikan diri, peka terhadap situasi sekitar, dan peka melihat dan memaknai setiap peluang dan tuntutan yang ada di sekitar kita menjadi anjuran Paus yang harus kita usahakan. Semua itu dapat terwujud bila ada usaha, sikap membuka hati bagi Allah dan menempatkan diri pada kehadiran Allah. Juga matiraga,” tambahnya. Ia meminta para suster untuk senantiasa mengadakan komunikasi dan mengembangkan tim kerja demi perkembangan kongregasi FSGM. Acara ini juga diisi dengan syering pertemuan Rakernas MNPK di Pontianak. Dan, yang tak kalah menarik adalah kunjungan ke RS Panti Secanti, Gisting. Semua peserta Raker dapat mengunjungi dan bertegur sapa dengan para suster yang sakit dan lanjut usia. Perjumpaan ini semakin menyadarkan kami tentang persaudaraan yang saling meneguhkan.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
Bidan Praktik Mandiri (BPM) M.E. Suyati (Xaverius) mengadakan pengobatan gratis dan aksi donor darah, Tanjungkarang, 24 Januari 2016 dalam rangka Hari Orang Sakit Sedunia (HOSS) ke-24. Aksi ini merupakan kerjasama dengan PMI, Fokuswanda, dan Oxy Charity. Tercatat: 368 orang yang berobat dan 38 orang donor darah.^^^
Dapur Rohani Sr. M. Karolina FSGM
Pertemuan Yunior Akbar FSGM diselenggarakan tanggal 27-31 Januari di RR La verna, dihadiri 30 suster. Sr. M. Aquina membuka pertemuan itu, mengingatkan kembali tentang tema Kapitel Propinsi Jati Diri FSGM yang Kontemplatif Aktif ‘ yang sudah didalami bersama di komunitas-komunitas. Kami sebagai generasi penerus, para tunas muda FSGM, diajak untuk berkembang dalam iman dan semakin menyadari akan identitas sebagai FSGM. Hadir sebagai narasumber Romo Yulius Sunardi SCJ memaparkan Self Empowering. Kami diajak untuk mengenali
emosi yang muncul dan mengenal diri berkaitan dengan diri ideal yang dicitacitakan, kekuatan, kualitas, dan hal positif yang dimiliki serta kesulitan yang dihadapi, maka dibutuhkan rasa tanggungjawab, akuntabilitas, determinasi, konstribusi, ketahanan (keuletan) perspektif dan keyakinan iman. Pertemuan ditutup dengan rekreasi bersama Sr. M Albertha, Sr.M. Yoannita, Sr. M. Roswitha dan Sr. M. Anita. Kami mengalami sukacita dan kegembiraan bersama. Setiap komunitas menampilkan kreasi dalam bentuk tarian dan nyanyian. ^^^
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
23
LIPUTAN
LIPUTAN
MOZAIK 14 novis dari 3 kongregasi: FSGM, HK, dan FCh mengikuti KGN (Kursus Gabungan Novis) yang diselenggarakan di Metro, 28 Februari - 10 Maret 2016 di bawah bimbingan Rm. Marga Murwanto MSF dan para pendamping. Para novis diajak untuk mengumpulkan setiap serpihan dari pengalaman suka maupun duka. Tujuannya, mensyukuri masa lalu, memeluk masa kini dan penuh harap menghadapi masa depan. Pengalaman tak boleh dilupakan karena pahit dan manisnya pengalaman bila disadari dapat menjadi berkat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Sebagai contoh orang yang mengalamai luka batin dengan ibunya jika tidak diolah dengan benar akan menimbulkan masalah besar dalam hidupnya. Pengalaman adalah guru yang baik. Para novis diajak untuk menyadari dan akhirnya diajak untuk mensyukuri dan berdamai dengan masa lalu dan dengan orang yang terkait dengannya. Sungguh indah mengikuti proses dan perkembangan para novis yang berjuang untuk mengenali diri dan panggilannya. Bagi para pendamping perlu evaluasi diri. Sr. M. Giovani FSGM
M. Geovani FSGM Para peserta KGN, Metro 28 Februari - 10 Maret 2016
24
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
Arti Perjumpaan M. Fransiska FSGM
DD/ M. Fransiska FSGM RD. Hariprabowo, salah satu narasumber Seminar Kerahiman, La Verna 21/2
Tim Rumah Retret La Verna menggelar seminar bertema: Gereja Bunda Kerahiman di GSG La Verna, Padang Bulan, Pringsewu, Minggu, 21 Februari 2016. Seminar ini diadakan dalam rangka menanggapi dan meneruskan seruan Paus Fransiskus yang mencangkan tahun ini sebagai Tahun Belaskasih. Hadir pembicara Vikjend Keuskupan Tanjungkarang RD. YI Hariprabowo dan Rm. Al. Yudhistira SCJ. Dan moderator Rm. FX. Joko Susilo SCJ. Rm. Yudhistira mengajak peserta untuk semakin menyadari anugerah Allah yang luar biasa akan belaskasih-Nya melalui Gereja-Nya. Ia menekankan bahwa Gereja harus mengubah wajahnya, dari Gereja yang dingin menjadi Gereja yang pastoral, tersenyum, menyapa, dan sukacita. “Allah tidak pernah menyerah mencintai manusia dan selalu mengampuni dengan sukacita,” ujar Rm. Yudhistira. Belaskasih itu, dapat terjadi lewat perjumpaan. Maka, apakah perjumpaan itu berlalu begitu saja atau
menjadikan orang lain berarti bagi kita, tambahnya. R m . H a r i p r a b owo s e m a k i n memper jelas bagaimana kita dapat menampakkan dan mengalami belaskasih Allah dalam kehidupan konkrit khususnya di Keuskupan Tanjungkarang ini. Selain itu, ia juga menjelaskan bagaimana Tahun Kerahiman itu diwujudnyatakan, yakni dengan mengarahkan hati padaNya, mendengarkan sabda-Nya dalam keheningan, melupakan diri sendiri (mati raga), dan menjadikan belaskasihan-Nya sebagai gaya hidup kita. Seminar ini dikemas dalam bentuk dialog dari hati ke hati. Seminar yang diikuti 268 peserta dari beberapa paroki di Keuskupan Tanjungkarang ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi. Di sela-sela acara ada dinamika gerak dan lagu menjadi penyegar suasana bagi semua yang hadir.^^^
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
25
MISI
MISI
Di Format Itu Tidak Enak Sr. M. Giovani FSGM
M. Geovani FSGM
2 Februari, bertepatan dengan pesta Yesus dipersembahkan di bait Allah, ada sembilan ibu yang juga mempersembahkan putrinya kepada Allah. Sung guh mengagumkan. Mereka adalah: Leõnia Mendonça de Araujo, Véronica Mendonça da Conceição, Maria Tereza, Joaquina Araujo de Jesus, Ricardina Martins da Silva, Odelia de Castro, Gilberta Soares Madeira, Rosa de Lima Lay Martins, Bebiana Diana Mendonça. Setelah dipersiapkan deng an renungan 3 hari mereka tetap bertekat menjalani pang gilan Tuhan dalam Kongregasi FSGM. Mereka mengaku bersyukur dan berbahagia atas panggilan Tuhan itu dan diterima masuk Kongregasi FSGM. Tentu pemahaman sebatas pemahaman mereka terhadap FSGM. Dari penampilan mereka cukup dewasa sesuai usianya. Para pemudi ini diterima masuk sebagai postulan dalam Perayaan Ekaristi Kudus yang dipimpin Pe. Bastian, OFM. Dalam homilinya Pe. Bastian mengatakan, dipanggil menjadi religius adalah berkat, dan harus berani melewati proses formasio. Masa formasio adalah 26
masa pembentukan. “Diformat itu tidak enak, kadang sakit, tapi jangan takut. Kalian akan dibimbing ke jalan pengenalan kepada Allah. Yang penting adalah mau membuka diri atau terbuka, percaya kepada Tuhan dan percaya kepada para pembimbing.” Sr. Aquina berujar, “Adik-adik harus sabar dan percaya. Kalian akan diajari mulai dari hal kecil, yang mungkin akan membuatmu jengkel. Kami yang mampu bertahan sampai saat ini, dulu juga mengalami seperti yang kalian alami. Kalau kalian merasa berat, sedih, dan tidak krasan larilah kepada Yesus, berdoa dan terbuka kepada pembimbing. Percayalah bahwa Tuhan mencintai kalian dan memanggil kalian secara khusus dan pribadi”. 2 Februari menjadi berkat bagi kami di Timor Leste. Persaudaraan menjadi sangat tampak. Para suster dari semua komunitas datang; dari Dili perwakilan karena jauh, Sr. M. Emerentiana; dan Sr. M. Monica, komunitas Natarbora, komunitas pusat Wekiar. Datang juga para saudara OFM, Perwakilan saudara ordo ketiga (OFS) Bapak Fernando, penduduk asli Timor. Hadir Sr. M. Lusie dan Sr. M. Julia Juliarti.
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
Hal yang menjadi kendala antara Timor Leste – Indonesia saat ini adalah soal bahasa. Anak-anak tahu bahasa Indonesia sebatas bahasa sinetron atau televisi, lebih dari itu mereka tidak menguasai. Sedang materi pelajaran masih berbahasa Indonesia. Beban juga bagi seorang pengajar dan pembimbing. Setiap kali hendak mengajar harus persiapan dengan terjemahan. Kalaupun pengajar tahu Bahasa Inggris atau Bahasa Portugis, toh calon yang masuk tidak menguasai kedua bahasa itu. Dalam banyak hal memang benar harus sabar dari kedua belah pihak. Meskipun tugas dan keberadaanku di Timor Leste sudah berjalan 6 tahun toh saya masih merasa berat dan harus terus belajar. Meski saya belajar tiada henti, tetapi rasanya
masih saja saya merasa kurang mampu. Aku bersyukur atas tugas dan kepercayaan ini. Sampai kapan? Sampai Tuhan menganggap semuanya sudah cukup. S ay a p e r c ay a b a h wa Tu h a n melengkapi yang kurang dalam diri saya, yang saya dampingi adalah pribadi yang hidup maka mereka pun berkembang dan dinamis menurut batasan dan berkatnya masing-masing. ***
LIPUTAN
Pertemuan Pastoral Pertemuan pelayanan bidang karya pastoral diadakan di RR La Verna, 18-20 Februari. Acara dibuka oleh Sr. M. Albertha. Sr. M. Emilia bersama Sr. M. Henrika menayangkan slide foto dan mengevaluasi seluruh kegiatan pastoral sepanjang tahun 2015. Melihat situasi dan kebutuhan yang mendesak, maka Dewan Pastoral membentuk berbagai tim yakni: Tim Promosi Panggilan, Tim pendamping Janda, Duda, dan Jomblo, Tim Pastoral Care,
Tim Misdinar/Sekami/Legio Maria, Tim Katekese Pelajar yang sekolah di sekolah negeri, Tim Pendamping Katekumen, BIA, OFS, Tim Pendamping Keluarga, Tim Pendamping Komuni dan Krisma.*** M. Fr
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
27
MISI
BAGI RASA
Sr. M. Dorothea FSGM mengikuti Perayaan Syukur Penutupan Tahun Hidup Bakti, Atambua, 4 Februari 2016
Panggilan Istimewa S. Leki Dasi/Sr. M. Dorothea FSGM
Perayaan Syukur Penutupan Tahun Hidup Bakti diadakan di Paroki Katedral Atambua, 4 Februari. RD Stefanus Boisala dalam khotbahnya mengatakan, ada banyak doa, harapan, pertemuan yang telah diadakan dalam rangka tahun hidup bakti yang lalu. Dan, yang tak kalah penting adalah berbagai gerakan dari beberapa tarekat hidup bakti seperti pendalaman spiritualitasnya, aksi panggilan, rekoleksi, retret, dan live in guna lebih mendekatkan diri pada umat. Rm. Stefanus menambah, indahnya panggilan hidup religius dan panggilan yang istimewa ini dialami karena rahmat Allah dan berkecimpung dalam berbagai bidang. “Maka, janganlah putus asa bila mengalami kesulitan, kekeringan. Larilah kepada Dia yang memanggil. Berjuanglah untuk setia sampai mati.” Sesudah khotbah, pembaruan
28
kaul bersama. Usai perayaan misa acara dilanjutkan dengan ramah tamah di Balai Nasaret samping Gereja Katedral Atambua. ^^^
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
DD/ M. Fransiska FSGM
Sr. M. Aquina bersama Mgr. Al. Murwito OFM mengunjungi Mgr. Henrisoesanta di RS St. Carolus, Jakarta, 27/2
Berkatmu Membuatku Terkesima ... Sr. M. Fransiska FSGM
Malam per jalanan pulang ke Lampung, Selasa 2 Maret 2016 di bis damri. Saya teringat terus pada mendiang Uskup Mgr. Henrisoesanta yang siang itu sekitar pukul 11.00 masuk ke ruang intensif RS St. Carolus Jakarta karena drop, tensi 50/40. Sebelum menuju Gambir, saya menyempatkan diri untuk menengoknya lagi. Jumat, 26 Februari Uskup Henri tiba di Susteran Fransiskus Kampung Ambon. Esok sore saya berjumpa dengannya, ia mengenakan kemeja batik coklat dan siap pergi ke RS Carolus. Wajahnya bersih,
bersinar, dan tersenyum menyambut tanganku. Bersama Sr. Stefana, kami berjalan beriringan menuju pintu luar. Tangannya menunjuk ke kapel. Oohh, Bapa Uskup mau berdoa dulu. Seorang ibu, sebut saja namanya Ani, sudah menunggu untuk mengantarnya ke rumah sakit. Ani bercerita, sejak kecil ia mengenal dekat Uskup Henri. Malam hari pukul 20.00 saya terkejut, Uskup Henri masuk di RS Carolus, di ruang perawatan Maria Nomor 10 karena dahak terlalu banyak. Kondisi Mgr. Henri semakin melemah, maka ia mendapat Sakramen Minyak Suci dari Rm. Gunadi
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
29
BAGI RASA OFM, pastoral care rumah sakit, pada hari Sabtu, 27 Februari pukul 11.30. Sore hari ketika saya menengoknya di sana ada dua orang romo dan umat. Tak lama kemudian datang Uskup Agats Mgr. Al. Murwito OFM dan Sr. M. Aquina. Saya berniat ingin menemani Sr. Wilfrida yang menjaga uskup siang malam. Banyak umat datang berkunjung: sanak keluarga uskup, mantan muridnya, dan keluarga-keluarga yang per nah dikunjungi, dibantu, didukung, didoakan, dan diselamatkan lewat tangan kasih dan pelayanan Uskup Henri. Terciptalah suasana nostalgia. “Monsiyur, saya murid Monsinyur di SMA Xaverius, Pahoman tahun 1986. Karena Bapa Uskup, sekarang saya bisa pergi ke Jerman. Terimakasih, Bapa Uskup,” ujar mereka yang kini menikmati hasil didikan keras Uskup yang satu ini. Mereka sangat senang dapat berjumpa dengan sang guru dan gembalanya. Mereka tidak peduli apakah Uskup Henri masih mengingatnya atau tidak. Diam-diam saya banyak mendengarkan cerita dari umat yang datang berkunjung tentang kesan mereka terhadap Mgr. Henri. Ada yang mengatakan, Uskup Henri dikenal dengan sosok yang keras, kaku, dan jarang tersenyum. Tetapi, kalau sudah datang menghadap dan berjumpa dengannya, Uskup Henri adalah orang yang sangat menghargai orang lain. Seluruh perhatian, hati, dan waktu akan diberikan untuk orang yang datang kepadanya. Meski tak jarang terjadi saling mempertahankan pendapat. “Justru itu yang membuat Uskup senang karena kita diajak untuk memiliki pendapat dan pandangan,” ungkap mereka. Selain itu, ada juga yang mengatakan, Mgr. Henri adalah sosok yang berkarakter, punya
30
prinsip, dan tidak cepat terpengaruh apa kata orang, dan sebagai pemimpin kuat menyimpan rahasia. Mgr. Henri juga lebih senang bila kita datang untuk berbicara dari hati ke hati daripada melalui alat komunikasi. Saya jadi teringat tahun 2007 yang lalu ketika saya datang ke rumahnya di Kemuning, Pahoman, untuk wawancara. Dengan mengenakan jubah uskup, Mgr. Henri tampak gembira menyambut kedatanganku. Dan, memang seluruh waktu dan perhatian tercurah untuk saya. Kepada para pengunjung, tak jarang Uskup Henri mengangkat tangan seperti berdoa, lalu memberikan berkat-berkat atau mengajak berjabattangan kepada orang yang dekat dengannya, mengatupkan tangan tanda terimakasih. Itu yang sering ia lakukan selama dirawat di rumah sakit. Saya menawarkan minuman jus kepada Uskup Henri yang saat itu berbaring. “Bapa Uskup, sekarang minum jus ya…. Ada jus pepaya dan jus jambu. Monsinyur mau yang mana?” Tiba-tiba Uskup memegang kepalaku supaya aku lebih menunduk. Dan... aku diberi berkat di kening. Gerakan tangan Uskup saya rasakan dengan sungguh. Saya terkesima! Saya mendapat berkat khusus dari seorang uskup yang sedang sakit tak berdaya. Bagiku ini adalah berkat dari Roh Kudus lewat tangan Mgr. Henri. “Terimakasih, Monsiyur,” ujarku dan kutatap lekat wajahnya. Tak lama kemudian Uskup berkata, “Menjadi pengikut Kristus itu tidak mudah. Tetapi, setialah sampai mati,” ujarnya lirih. Kupegang tangan Mgr. Henri dengan rasa haru. Ketika pergi ke Jakarta saya tidak tahu kalau Mgr. Henri akan cek kesehatan sebelum pesta perayaan 40 tahun tahbisan uskupnya. Semua sudah diatur oleh Tuhan untukku. Allah yang penuh kasih memberi
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
BAGI RASA kesempatan padaku untuk menjaganya, mendengarkan kesaksian umat, berbagi sukacita, terlebih berkat khusus dan pesan dari Mgr. Henri. Sore hingga tengah malam, 1 Maret 2016 Mgr. Henri gelisah dan selalu mengucapkan dua kata: ‘pulang dan sampun’ (Bahasa Jawa yang artinya sudah). Kata pulang diucapkan sambil menunjuk ke arah jendela kamar. Sementara kata sampun dengan menganggukkan kepala. Kami berusaha merayunya dan mengatakan, hari sudah gelap dan tidak ada mobil untuk pulang ke Lampung. Meski wajahnya memerah, tampak lelah, namun berkatberkat terus diberikan kepada yang datang berkunjung. Sekitar pukul 19.00 Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo datang. Esok pagi saya kembali ke komunitas Kampung Ambon karena ada keperluan lain. Sekitar pukul 11.00 siang kembali aku tercekat mendengar kabar, bahwa Mgr. Henri drop dan masuk ICU. Pukul 21.45 Uskup Henri menerima Sakramen Minyak Suci dari Mgr. Yuwono. Ke m b a l i d i b i s damri, perjalanan menuju Lampung, semua peristiwa bersama Uskup Henri membekas erat dalam benakku. Kurenungkan pula tentang roda kehidupan yang terus berputar, manusia lahir, bertumbuh, dan akan menjadi tua. Suatu proses kehidupan yang akan dialami setiap manusia, dan tak dapat ditolak. Paus Fransiskus dalam audiensi di hadapan para anggota Akademi Kepausan, 6 Maret 2015 mengatakan, ‘para lansia sebagai gudang kebijaksanaan.’
Kuasa Allah dapat dinyatakan dalam usia tua, sekalipun ciri khas usia tua adalah berbagai kelemahan dan rintangan jasmani. Rencana Allah untuk menyelamatkan juga terpenuhi dalam tubuh-tubuh yang rapuh, lemah, layu, tidak berdaya, dan tidak muda lagi. Begitu pula deng an mendiang Mg r. Henrisoesanta. Tahbisan uskup melekat selamanya, pelayanan pun terus dilaksanakan. Usia uzur tak menyurutkan semangat melayani demi keselamatan jiwa-jiwa. Ibarat the beauty of the sunset, saat matahari terbenam di situlah matahari berada pada puncak keindahannya. Orang tak akan bosan memandang keindahannya. Semakin tua semakin indah karena hidupnya dibagikan bagi sesama dan meninggalkan kenangan terindah yang sulit dilupakan. Berkat dan pesan yang kudapat dari mendiang Uskup Henri merupakan kejutan cinta Allah. Pengalaman akan Allah ini terjadi mengalir begitu saja, tanpa pernah aku duga dan aku minta dari-Nya. Meski raganya telah hancur namun berkatberkatnya akan terus hidup karena Roh Kudus yang bekerja bagiku dan bagi banyak orang. Mgr. Henri, berkatmu membuatku terkesima.... ***
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016
31
Petuah St. Fransiskus
Pasal VII
Pengetahuan harus diikuti pekerjaan yang baik Rasul berkata: Huruf mematikan, tetapi Roh menghidupkan. Orang yang mati oleh huruf, ialah mereka yang hanya ingin mengetahui kata-kata semata-mata agar dianggap lebih bijaksana di antara orang lain, dan agar dapat memperoleh banyak kekayaan untuk diberikan kepada sanak-saudara dan sahabat-sahabat.
32
Tema Duta Damai Mei - Juni 2015 Bunda Maria, Bunda Sukacita dan Bunda Belaskasih
Duta Damai, Tahun ke-17, Maret- April 2016