BIAS KOMUNIKASI POLITIK DI RUANG PUBLIK DALAM PEMILU DAN PILKADA DI JAWA TIMUR Oleh: Dr. Moh. Muzakki, M.Si1
[email protected]>
Abstrak Terdapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap fungsi dan makna komunikasi politik di ruang-ruang publik antara di Eropa dan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di Inggris dan Prancis misalnya, ruang publik seperti warung-warung kopi dan salon berfungsi bagi masyarakat untuk mendiskusikan buku-buku terbitan baru, model karya seni dan musik, selain berfungsi secara sosial dan politik. Melalui ruang publik, memungkinkan bagi masyarakat Inggris dan Prancis membangun dialog untuk mencapai sebuah konsensus dalam berdemokrasi. Sementara di Indonesia, ruang publik seperti warung-warung kopi, pasar dan perkebunan di sebagian wilayah Jawa Timur menjadi arena permainan politik uang (Money politics) bagi sebagian masyarakat untuk melakukan komunikasi politik transaksional dalam memenangkan calon tertentu pada Pemilu dan Pilkada untuk memilih calon presiden, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta calon gubernur, bupati dan walikota. Fakta demikian membuktikan bahwa fungsi komunikasi politik di ruang publik mengalami pembiasaan sehingga bersifat transaksional yang justru cenderung merusak kemurnian dari demokrasi itu sendiri. Fenomena ini terungkap dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan secara terlibat (Partisipatory Observer) pada saat Pemilu dan Pilkada di sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akiabt terjadi pembiasan fungsi dan makna komunikasi politik di ruang-ruang publik pada saat kampanye Pemilu dan Pilkada di Jawa Timur, maka sebagian dari masyarakat pemilih di Jawa Timur memaknai Pemilu dan Pilkada sebagai ajang transaksi untuk melakukan pertukaran suara dengan imbalan sejumlah uang atau barang. Contoh, sebagian masyarakat pemilih di Trenggalek memaknai Pemilu dan Pilkada sebagai bagi-bagi uang kepada para petani perkebunan. Di Probolinggo, sebagian pemilih memaknai Pemilu sebagai bagi-bagi uang dan jilbab kepada pedagang pasar. Di Tuban, Pemilu dimaknai sebagai bagi-bagi sarung. Sedangkan di Gresik, Pemilu dimaknai sebagai bagi-bagi amplop. Di Banyuwangi, sebagian pemilih memaknai Pemilu sebagai bagi-bagi uang kepada para guru ngaji. Sementara sebagian pemilih di Sidoarjo memaknai Pemilu sebagai bagi-bagi beras miskin (Raskin). Di Kota Batu lain lagi, karena sebagian pemilih memaknai Pemilu sebagai bagi-bagi sembako seperti beras, gula, telur dan minyak.
Kata kunci: Komunikasi politik, ruang publik, politik uang.
1
Penulis adalah Dosen FISIP Universitas Yudharta Pasuruan
35
guna membentuk opini publik dan
I. Pendahuluan Di negara-negara maju Eropa
menjalankan
seperti Inggris dan Prancis ruang publik
4
(Public
spehere)
masyarakat
untuk
mendiskusikan dan
Ruang publik dengan demikian
melakukan
dapat dipahami sebagai penghubung
dalam
persoalan politik.
terhadap
bagi
politik2
komunikasi
ekonomi
berfungsi
pemerintah.
pengawasan
Di
jaringan
sosial,
yang
sebuah
Inggris
negara.
demikian,
berlapis-lapis 5
maka
Dari dapat
dalam
perspektif disimpulkan
misalnya, warung-warung kopi menjadi
bahwa ruang publik merupakan suatu
ruang publik bagi masyarakat untuk
ruang
secara tidak formal mendiskusikan karya
melakukan tindakan komunikatif secara
seni sampai kepada persoalan ekonomi
sukarela untuk mendiskusikan berbagai
dan politik. Sedangkan di Prancis, salon-
persoalan dalam negara. Pada konteks
salon
inilah kita dapat melihat perkembangan
menjadi
ruang
publik
bagi
dimana
ruang
buku terbitan terbaru, gaya musik dan
berkembang dewasa ini, termasuk di
aneka karya lukisan.
di
dapat
masyarakat untuk mendiskusikan buku3
publik
masyarakat
negara-negara
Indonesia.
Dalam perkembangannya, ruang
Di
Indonesia
ruang
publik
publik itu tidak saja berupa tempat
menjadi tempat bagi masyarakat untuk
secara fisik seperti warung kopi dan
secara sukarela mendiskusikan tentang
salon, melainkan juga berupa ruang
berbagai persoalan sosial, ekonomi dan
dimana
politik
proses
berlangsung
komunikasi
secara
sukarela
dapat
termasuk
menjadi
tempat
seperti
kampanye baik secara resmi maupun
media massa sebagaimana Habermas
tidak resmi dalam serangkaian peristiwa
menyebutnya ruang publik adalah ruang
Pemilihan
diantara komunitas ekonomi dan negara
Pemilu Presiden (Pilpres) untuk memilih
Umum
(Pemilu)
seperti
untuk melakukan diskusi secara rasional 4 2
Lihat Dan Nimmo dalam Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. 3 Lihat Jurgen Habermas dalam The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, diterbitkan pada 1989.
Ibid. Baca juga Rahmad Saleh dalam Potensi Media sebagai Ruang Publik. Jurnal Thesis. Volume III/No 2. Mei – Agustus 2004, halaman 49. 5 Lihat Nick Couldry & T. Dreher dalam Globalization and The Public Sphere : Exploring the Space of Community Media in Sydney, Global Media and Communication, Sage Publication, 2007 halaman 80.
36
calon presiden atau Pemilu Legislatif
dengan sejumlah temuan antara lain
(Pileg) untuk memilih calon anggota
bahwa ruang publik berupa warung kopi
DPR, DPD dan DPRD atau dalam
tidak hanya menjadi tempat usaha bagi
Pemilihan
pengembangan
Kepala
Daerah
(Pilkada)
ekonomi
pemiliknya,
untuk memilih calon gubernur, calon
akan tetapi juga berfungsi secara politik
bupati dan calon walikota.
sebagai tempat obrolan yang tidak
Pada
kondisi
terentu,
ruang
terbatas
ruang
dan
waktu
untuk
publik di negara-negara berkembang
mendiskusikan hal-hal yang bersifat
seperti
positif sampai yang bersifat negatif,
Indonesia
telah
berkembang
melampaui demarkasi konsep tidak
boleh
dibilang
kalau
mengalami
pembiasan teori sebagaimana awalnya di
termasuk
berfungsi
sebagai
tempat
kampanye dalam Pemilu baik secara resmi maupun tidak resmi.
Eropa. Penelitian ini difokuskan pada
Tulisan ini merupakan kajian dari
analisis kritis tentang fenomena fungsi
hasil penelitian terhadap berfungsinya
dan makna komunikasi politik di ruang-
ruang publik yang menjamur menjelang
ruang publik yang ada di Indonesia,
Pemilu seperti Pilpres dan Pileg, serta
khususnya di wilayah Jawa Timur.
Pilkada di Jawa Timur dimana ruang
Di Jawa Timur misalnya terdapat
publik termasuk menjadi tempat para
sejumlah ruang publik yang menjamur
botoh atau petaruh dalam Pilkada untuk
menjelang Pemilu seperti di wilayah
memenangkan calon presiden, calon
Mataraman - Jawa Timur bagian Selatan
anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta
dimana banyak terdapat warung kopi
calon gubernur, bupati dan walikota.
cethe yang tersebar di Tulungagung,
Pada konteks inilah masalah kemudian
Trenggalek, dan Ponorogo. Warung kopi
timbul, salah satunya adalah bahwa
cethe seperti ini, merupakan bagian
komunikasi politik yang terjadi di ruang-
terkecil dari contoh umum menjamurnya
ruang publik seperti warung kopi pada
ruang publik seperti pasar pada saat
kenyataannya juga berfungsi sebagai
Pemilu sebagaimana hasil dari penelitian
tempat transaksi ekonomi politik dalam
yang dilakukan oleh penulis.
rangka pemenangan calon tertentu dalam
Penelitian metode
ini
pengamatan
menggunakan secara
Pemilu dan Pilkada.
terlibat
37
Masalah berikutnya adalah ruang
Pada kenyatannya, ruang publik seperti
publik yang pada awalnya diidealkan
warung kopi di sebagian wilayah Jawa
sebagai tempat komunikasi yang ideal
Timur justru menjadi hal yang bersifat
untuk
antagonis terhadap proses pendewasaan
membangun
demokrasi
kerakyatan pada kenyataannya menjadi
demokrasi
tempat bagi aktor botoh atau petaruh,
kritik Garnham dan McKee bahwa ruang
para aktor dari tim kampanye atau tim
publik tidak lebih sebagai imajinasi dari
pemenangan calon presiden, calon DPR,
Hebermas dengan membuat istilah baru
DPD, dan DPRD, serta calon gubernur,
tentang
calon bupati dan calon walikota untuk
representasi.
melakukan
demokrasi
Benarlah
sebagai
politik
Kritik dari para ahli komunikasi
berbagai
terhadap konsep ruang publik Habermas
bentuknya kepada masyarakat calon
itu, sebagian ada benarnya jika kita
pemilih. Pada konteks ini, maka makna
pakai sebagai alat untuk menganalisis
ruang publik mengalami pembiasan dari
fakta empiris di lapangan bahwa ruang
konsep pada awalnya. Benarlah bahwa
publik seperti warung-warung kopi di
sejak awal kemunculan konsep tentang
sebagian wilayah Jawa Timur justru
ruang publik yang dicetuskan oleh
menjadi
Habermas telah mendapatkan kritik dari
berkomunikasi
sejumlah ilmuwan komunikasi. Salah
transaksi politik uang dalam Pemilu dan
satu kritiknya adalah konsep ruang
Pilkada. Fakta demikian dimungkinkan
publik pada kenyataannya mengalami
terjadi
sejumlah pembiasan di lapangan.
struktur dan kultur antara masyarakat
politic)
Laclau
politik
masyarakat.
uang
(Money
transaksi
di
dalam
misalnya,
mengkritik
ruang publik dapat memicu kemunafikan dalam masyarakat. Garnham dan McKee
tempat
karena
untuk
terdapat
masyarakat melakukan
perbedaan
Eropa dengan masyarakat di Jawa Timur. Terjadinya
pembiasan
antara
bahkan mengkritik bahwa ruang publik
teori dengan kenyataan di lapangan ini
tidak berkontribusi langsung terhadap
juga memperkuat kritik dari Argyris dan
proses demokrasi. Mereka berkeyakinan
Schon, bahwa konsep ruang publik dari
bahwa tidak ada hubungan antara ruang
Habermas tidak lebih sebagai konsep
publik dengan politik di dunia nyata.
yang menekankan kepada penyebaran
38
partisipasi publik, penyebaran informasi
Daerah di Jawa Timur pada periode
kepada
publik,
upaya
untuk
tahun
melalui
dialog
Penelitian tentang fungsi dan makna
publik daripada hanya menekankan pada
komunikasi politik di ruang-ruang publik
mencapai
serta
konsensus
6
persoalan mendapatkan kekuasaan.
Pada kenyataannya, yang terjadi
sampai
tahun
2015.
ini berpedoman kepada peraturan dan perundangan
yang
berlaku.
Untuk
justru sebaliknya. Ruang publik bukan
Pemilu Presiden peneliti berpedoman
menjadi tempat diskusi publik untuk
kepada
berdialog secara kritis dan mencapai
tahun 2008 tentang Pilihan Umum
konsensus dalam membangun demokrasi
Presiden dan Wakil Presiden. Sementara
melainkan hanya menjadi sarana praktis
untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
untuk mengejar kekuasaan melalui cara-
DPRD berpedoman kepada Undang-
cara yang bersifat pragmatis yang pada
undang Nomor : 8 tahun 2012 tentang
giliran
berikutnya
dapat
Undang-undang
Nomor:
42
merusak
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
substansi makna dari demokrasi itu
dan DPRD. Kedua undang-undang ini
sendiri.
Fenomena
diusulkan
pembiasaan
terhadap
terjadinya konsep
untuk
direvisi
menjelang
ruang
Pemilihan Umum Presiden dan Anggota
publik inilah yang mendasari alasan
DPR, DPD, dan DPRD secara serentak
utama penulis untuk melakukan kajian
pada tahun 2019 nanti.
terhadap hasil penelitian tentang fungsi
6
2014
Sedangkan
untuk Pemilihan
dan makna komunikasi politik dalam
Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia,
ruang publik di Jawa Timur pada saat
termasuk di 19 Kab/Kota di Provinsi
berlangsungnya pesta demokrasi seperti
Jawa Timur baru pada tahun 2015 untuk
Pilpres, Pileg dan Pilkada untuk memilih
pertama kalinya diselenggarakan secara
gubernur, bupati dan walikota.
serentak peneliti berpedoman kepada
Penelitian ini dilakukan pada saat
Undang-undang RI Nomor: 8 Tahun
Pemilu Presiden, Pemilu Anggota DPR,
2015 tentang Perubahan atas Undang-
DPD, dan DPRD, serta Pemilu Kepala
undang Nomor 1 tahun 2015 tentang
Lihat Roger Bolton dalam Habermas’s Theory of Communicative Action and the Theory of Social Capital, Departement of Economics and Center for Environmental Studies William College, Massachusets, 2005, halaman 2.
penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
39
Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Dengan kata lain pengamatan terlibat
Undang.
dilakukan dengan cara memperhatikan obyek yang diteliti secara menyeluruh.8
Pilkada secara serentak untuk pertama kalinya di wilayah Jawa Timur
Pada
konteks
pada tahun 2015 terjadi di 19 kabupaten
mencakup
dan kota meliputi: Kabupaten Gresik,
alamiah dari perilaku nyata manusia,
Lamongan, Tuban, Ngawi, Ponorogo,
peneliti mengamati perilaku para aktor
Pacitan,
dalam Pemilu dan Pilkada mulai dari
Trenggalek,
Mojokerto,
Blitar,
Jember,
Kediri,
Situbondo,
para
calon,
seluruh
pengamatan
konteks
kemudian
sosial
masyarakat
Banyuwangi, Malang, Sidoarjo, dan
pemilih, serta para aktor botoh atau
Sumenep. Sedangkan untuk pemilihan
petaruh dan tim kampanye atau tim
walikota terjadi di Kota Surabaya, Kota
pemenangan calon tertentu. Melalui
Pasuruan, dan Kota Blitar.
7
pengamatan ini, peneliti menangkap gejala-gejala atau peristiwa penting yang mempengaruhi hubungan sosial antara
II. Metodologi Penelitian
ini
menggunakan
orang-orang yang diamati perilakunya
dengan
dalam hal ini adalah model komunikasi
pengamatan
politik para aktor yang terlibat dalam
secara terlibat (Partisipatory Observer)
Pemilu dan Pilkada di ruang-ruang
dimana peneliti merupakan instrumen
publik seperti di warung-warung kopi,
kunci yang terlibat dalam serangkaian
pasar, wilayah perkebunan dan tempat-
pengawasan terhadap berlangsungnya
tempat publik lainnya.
pendekatan
kualitatif
memanfaatkan
metode
Pemilu dan Pilkada di wilayah Jawa Timur.
Metode pengamatan
apakah yang disebut sebagai kenyataan
menangkap
dari sudut pandangan hidup atau falsafah
gejala-gejalan dari obyek yang diamati
hidup pihak-pihak yang diamati, seperti
dengan
sebagian masyarakat pemilih memiliki
dilakukan
dengan
cara
menggunakan
cara
mengamati
langsung
pancaindera
peneliti
secara visual terhadap obyek penelitian.
7
Setelah itu peneliti menentukan
terlibat
Lihat Bawaslu Provinsi Jawa Timur dalam Laporan Pilkada Serentak di Jawa Timur Tahun 2015.
8
Lihat Noeng Muhadjir (2007) dalam Metodologi Keilmuan Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Cetakan V, Yogyakarta: Rake Sarasin. Baca juga Sri Lestari Linawati dalam Metode Penelitian Kualitatif: Pengamatan Terlibat. (https://srilestarilinawati.wordpress.com/2016/03/26/ metode-penelitian-kualitatif-pengamatan-terlibat.)
40
pandangan bahwa Pemilu dan Pilkada
penelitian melalui wawancara dengan
itu merupakan pesta demokrasi dalam
beberapa
bentuk bagi-bagi sejumlah uang atau
masyarakat serta tokoh pemuda dan
barang.
aktor pengawas pemilu (Panwas) di
tokoh
agama,
tokoh
Berdasarkan pandangan hidup
wilayah kabupaten atau kota yang
dari pihak-pihak yang diamati itu,
menjadi tempat kampanye para calon
peneliti
mengidentifikasi
presiden, calon DPR, DPD, dan DPRD
keteraturan perilaku dan pola-pola dari
serta calon gubernur, calon bupati dan
obyek yang diamati yaitu aktor dalam
calon walikota dalam Pilkada di Jawa
Pemilu dan Pilkada yang melakukan
Timur.
kemudian
komunikasi politik berdasarkan motif ekonomi
politik
transaksional
demi
yang
bersifat
mendapatkan
Sedangkan wilayah yang menjadi obyek pengamatan peneliti ditentukan dengan
menggunakan
imbalan sejumlah uang atau barang yang
pengambilan
kemudian
(Random
dikenal
sebagai
praktik
sampel
Sampling)
metode
secara dan
acak terpilih
transaksi politik uang. Dikatakan sebagai
(Purposive) khususnya di wilayah yang
praktik transaksi politik uang dalam
diduga terjadi praktik transaksi politik
Pemilu dan Pilkada karena masyarakat
uang dalam Pemilu tahun 2014 dan
pemilih mendapatkan imbalan berupa
Pilkada tahun 2015 di Jawa Timur,
sejumlah uang atau barang dari calon
antara
yang akan dipilih baik secara langsung
Kabupaten
maupun tidak langsung melalui operator
Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten
(Komunikator) seperti tim kampanye
Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kabupaten
dan tim pemenangan, serta aktor botoh
Jember, dan Kabupaten Banyuwangi.
atau
petaruh
yang
di
Kabupaten
Trenggalek,
Kediri,
Kabupaten
memanfaatkan
peristiwa Pemilu dan Pilkada untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik tertentu. Untuk
lain:
III. Hasil Penelitian Berdasarkan data di lapangan diperoleh fakta bahwa ruang publik
mendapatkan
data
sebagai tempat kampanye secara tidak
penelitian, peneliti melakukan observasi
resmi menjadi arena komunikasi politik
di lapangan dengan menggali data
secara praktis untuk melakukan transaksi
41
politik uang dalam memenangkan calon
muncul aktor yang bernama botoh atau
tertentu.
petaruh
Komunikasi
yang
memanfaatkan
ruang
di
publik seperti warung kopi, pos kamling,
ruang-ruang publik seperti warung kopi,
balai RT dan balai RW untuk melakukan
pos kamling, balai RT dan balai RW,
komunikasi
sebagian
pemilih. Terkait dengan botoh atau
diantaranya
terjadi
yang
menggunakan
politik
petaruh,
tempat-tempat
pasar,
Pertama, ada aktor botoh yang berdiri
bersifat
sendiri alias bermain secara mandiri
terminal,
stasiun
transaksional.
seperti lebih
tiga
jenis.
contoh,
yang murni mencari keuntungan pribadi.
komunikasi yang terjadi lebih mengarah
Kedua, ada aktor botoh yang dalam
kepada calon tertentu
yang dinilai
bermain tidak terhubung secara langsung
memiliki modal ekonomi lebih banyak
dengan calon tertentu melainkan melalui
daripada calon yang tidak memiliki
operator atau orang ketiga sebagai
modal ekonomi yang cukup. Melalui
komunikatornya. Ketiga, ada aktor botoh
komunikasi
sebagian
yang dalam bermain berhubungan secara
memaknai
langsung dengan calon tertentu dalam
kampanye tidak resmi di ruang-ruang
rangka berbagai keuntungan ekonomi
publik tersebut sebagai upaya untuk
maupun politik. Sebagai pemain, aktor
memperdebatkan kemampuan finansial
botoh ini belum terjangkau oleh hukum
calon yang akan dipilih dan bukan untuk
karena belum diatur secara khusus dalam
mendialogkan program-program yang
undang-undang Pemilu maupun Pilkada.
disampaikan oleh para calon. Di sinilah
Padahal aktor botoh ini sudah dikenal
terjadi pembiasan teori tentang ruang
lama sejak adanya Pilihan Kepala Desa
publik yang pada kenyataannya tidak
(Pilkades)
berfungsi sebagaimana mestinya yaitu
tradisional di Indonesia.
masyarakat
Sebagai
ada
calon
tempat ibadah, tempat pendidikan, dan umum
diketahui
dengan
yang
terjadi,
pemilih
untuk mendiskusikan program-program yang
bermakna
positif
bagi
pembangunan demokrasi di masyarakat. Dari
perdebatan
Para
dalam
aktor
sistem
botoh
demokrasi
itu
pada
kenyataannya banyak yang melakukan komunikasi secara pragmatis kepada
tentang
calon pemilih dengan menggunakan
kemampuan finansial calon itu kemudian
sejumlah operator yang dalam teori
42
komunikasi
sebagai
sarung, mukenah, jilbab dan sebagainya.
komunikator. Dari model komunikasi
disebut
Pada bulan-bulan tertentu terkait dengan
melalui
inilah
bulan keagamaan, sebagian masyarakat
kemudian Pemilu dan Pilkada dimaknai
pemilih memaknai Pemilu dan Pilkada
tidak
sejumlah
sekedar
operator
demokrasi,
sebagai bagi-bagi buah kurma, susu dan
melainkan memiliki bermacam-macam
pesta
kopi. Sebagian lainnya menggunakan
makna.
rokok sebagai alat transaksi komunikasi
Ada
sebagian
masyarakat
pemilih memaknai Pemilu dan Pilkada sebagai
bagi-bagi
uang.
politik dalam Pemilu dan Pilkada.
Sebagian
Terjadinya komunikasi politik
lainnya karena khawatir terkena sanksi
melalui
politik uang, maka memaknai Pemilu
berujung
dan Pilkada sebagai bagi-bagi barang
pragmatis
berupa sembako seperti beras, gula,
melahirkan fenomena komunikasi yang
telor,
minyak
dan
tindakan
komunikatif
kepada
tindakan
seperti
ini
yang politik
kemudian
sebagainya.
bersifat transaksional. Faktanya sebagian
Pemaknaan Pemilu dan Pilkada secara
masyarakat pemilih melakukan transaksi
transaksional oleh sebagian masyarakat
dengan cara menukarkan hak dasar
pemilih termasuk aktor botoh ini pada
politik mereka berupa hak pilih atau
umumnya
cara
suara dalam Pemilu dan Pilkada dengan
peristiwa-
sejumlah uang dan barang. Fakta bahwa
beroperasi
menyesuaikan
diri
dengan pada
peristiwa tertentu seperti peristiwa sosial
komunikasi
keagamaan maupun peristiwa politik,
transaksional ini pada kenyataannya
festival budaya dan lainnya.
telah menggeser makna komunikasi
Di
sebuah
masyarakatnya sebagian menggunakan keagamaan melakukan
wilayah
yang
politik
yang
bersifat
politik dengan bagi-bagi sejumlah uang
agamis
misalnya,
masyarakat
pemilih
demokrasi yang bernama Pemilu dan
besar
Pilkada. Dengan kata lain bahwa makna
untuk
Pemilu dan Pilkada telah tergantikan
peringatan sebagai
hari
media
komunikasi
dan
barang
dalam
sebuah
pesta
politik
sebagai bermakna pesta demokrasi bagi-
transaksional dalam Pemilu dan Pilkada
bagi sejumlah uang dan barang. Artinya
untuk mendapatkan pembagian sarana
sebagian masyarakat pemilih melalui
ibadah dan perkakas lainnya seperti
pengaruh aktor botoh atau aktor calon
43
bupati dan calon walikota tertentu akan
dasar
menjatuhkan pilihan politiknya kepada
kampanye terselubung dalam sebuah
calon tertentu yang bersedia memberikan
pengajian di Kecamatan Pagu yang
imbalan sejumlah uang atau barang.
diarahkan untuk memilih calon presiden
Pada contoh kasus seperti ini menjadi
tertentu, agar pada saat Pilpres pada
nyata bahwa telah terjadi tindakan
tanggal 9 Juli 2014 masyarakat tidak
komunikasi politik melalui ruang publik
golput.9 Melalui pesan-pesan ini peneliti
untuk melakukan transaksi pertukaran
mengkonstruksi
politik dengan ekonomi berupa sejumlah
disampaikan oleh komunikator kepada
uang atau barang.
masyarakat
Fenomena seperti di atas peneliti
di
Kecamatan
Pagu
komunikasi
calon
pemilih
serta
yang
sebagai
komunikan bermakna bahwa pemilu
temukan di beberapa wilayah kabupaten
adalah
identik
atau
sama
dan kota di Jawa Timur seperti di
pembedayaan ekonomi para pemilih
Kabupaten
Kediri,
Kabupaten
melalui pengajian.
Trenggalek,
Kabupaten
Gresik,
Sementara
di
dengan
Kabupaten
Kabupaten Tuban, Kabupaten Sidoarjo,
Trenggalek, muncul dugaan pembagian
Kota
Probolinggo,
uang kepada para petani di sebuah
Kabupaten
wilayah perkebunan dengan motif untuk
Batu,
Kabupaten
Kota
Jember,
dan
Banyuwangi.
memilih calon presiden tertentu pada
Di Kabupaten Kediri misalnya, peneliti
menemukan
tahun 2014. Dugaan serupa juga muncul
fenomena
pada saat Pilkada untuk memilih calon
kampanye secara malu-malu oleh para
bupati pada tahun 2015. Dengan adanya
komunikator
dengan
komunikasi politik seperti ini, diketahui
memanfaatkan komunikasi politik secara
bahwa sebagian masyarakat pemilih di
stuktural melalui berbagai program dan
Kabupaten
melibatkan instansi dinas untuk memilih
Pemilu sebagai adanya pembagian uang
calon
kepada
presiden
tertentu
tertentu.
Misalnya
kampanye terselubung melalui program
para
Trenggalek
petani
memaknai
di
wilayah
perkebunan.
pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kecamatan Tarokan. Disusul kemudian pertemuan wali murid di sebuah sekolah
9
Lihat Bawaslu Provinsi Jawa Timur dalam Laporan Pilkada Serentak di Jawa Timur Tahun 2015.
44
Di Kabupaten Gresik peneliti menemukan
adanya
pihak kepolisian karena secara materiil
fenomena
tidak
terpenuhi
adanya
unsur
pembangian amplop sebagaimana hasil
pelanggaran pidana pemilu sebagaimana
pengawasan dari pangawas pemilu di
pasal 232 dan pasal 234 Undang-undang
Kecamatan Gresik. Amplop berisi uang
Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu
senilai Rp 75 ribu tersebut dibagikan
Presiden dan Wakil Presiden. Kendati
untuk
agar
demikian, fenomena bagi-bagi Raskin
tertentu.
dalam konteks komunikasi politik di
mempengaruhi
memilih
calon
pemilih
presiden
Berdasarkan
fenomena
ini,
maka
masyarakat
memaknai
komunikasi
menjadi pemahaman masyarakat pemilih
politik dalam Pemilu sebagai pembagian
terhadap makna Pemilu itu sendiri,
uang yang dibungkus dalam amplop.
ruang-ruang
10
publik
telah
terlanjur
bahwa Pemilu di Sidoarjo bermakna
Berbeda lagi yang terjadi di
adanya
Kabupaten Tuban sebagaimana adanya
bagi-bagi
masyarakat miskin.
beras
kepada
11
dugaan pembagian uang dan sarung
Di Kota Batu muncul dugaan
kepada masyarakat calon pemilih di
politik uang yang dikemas dalam acara
beberapa kecamatan. Komunikasi politik
pembagian sembako gratis.12 Peristiwa
dengan cara membagikan uang dan
ini terjadi pada masa kampanye Pilpres
sarung seperti ini mengesankan bahwa
melalui kegiatan safari keagamaan oleh
masyarakat
pihak tertentu untuk memilih calon
mengartikan
Pemilu
itu
sebagai adanya bagi-bagi uang dan
presiden.
sarung.
komunikasi politik menghasilkan sebuah Sedangkan
di
Pada
konteks
ini
maka
Sidoarjo,
pemaknaan bahwa Pilpres itu menjadi
masyarakat memaknai Pemilu sebagai
identik atau sama dengan bagi-bagi
adanya bagi-bagi beras miskin (Raskin).
sembako.
Fenomena ini terkait dengan adanya pengarahan
kepada
pemilih
Di Kota Probolinggo, masyarakat
untuk
pemilih mendapatkan informasi melalui
memilih calon presiden tertentu dengan
komunikasi politik dalam kampanye
imbalan Raskin di Kecamatan Waru.
Pilpres dengan cara pembagian jilbab
Namun peristiwa ini tidak diteruskan ke 11 10
Ibid.
12
Ibid. Ibid
45
untuk memilih calon presiden tertentu
momentum untuk membagikan honor
sebagaimana diketahui bahwa terjadi
kepada para guru ngaji.
pemberian uang Rp 500 ribu dan pembagian jilbab kepada pedagang di sebuah pasar di Kecamatan Wonoasih
Berdasarkan hasil penelitian di
Kota Probolinggo. Pada contoh kasus
atas jika dianalisis menggunakan teori
ini, bahwa masyarakat pemilih diarahkan
kritis
kepada persepsi bahwa Pemilu bermakna
Granham dan McKee, maka dapat
13
sebagai pembagian uang dan jilbab.
terhadap
ruang
publik
dari
disimpulkan bahwa ruang publik tidak
Berbeda lagi yang terjadi di
berkontribusi langsung terhadap proses
Jember.14 Pada saat Pilpres, muncul
demokrasi. Terbukti ruang publik yang
dugaan adanya politik uang berupa
digunakan untuk melakukan komunikasi
pembagian sarung, mie instan dan beras
politik dalam Pemilu dan Pilkada di
di beberapa kecamatan, termasuk dugaan
sebagian wilayah di Jawa Timur justru
pemberian uang kepada para kepala desa
dimaknai
untuk mengarahkan pilihan kepada calon
sebagai adanya pembagian sejumlah
tertentu.
demikian
uang atau barang. Sedangkan dari teori
masyarakat
fenomenologi yang berhubungan dengan
Fenomena
menegaskan
bahwa
sebaliknya
hermeneutic
yaitu
ilmu
bagi sarung, mei, beras dan uang kepada
mempelajari arti atau makna daripada
para kepala desa.
sebuah fenomena bahwa Pemilu dapat dimaknai
secara
atau
Pemilu
memaknai Pemilu sebagai adanya bagi-
Pada saat Pilpres pula, muncul
13
IV. Pembahasan
ilmu
beragam
yang
oleh
dugaan bagi-bagi uang honor untuk para
masyarakat pemilih sesuai dengan selera
guru ngaji di Kabupaten Banyuwangi.15
kepentingan mereka dalam menafsirkan
Meskipun kasus ini tidak berlanjut
makna Pemilu itu sendiri.
sampai pada proses hukum, namun
Keberagaman makna Pemilu dari
komunikasi politik di tingkat masyarakat
masyarakat pemilih tersebut dipengaruhi
pemilih telah membentuk opini publik
oleh perbedaan wilayah dan budaya
bahwa Pemilu dapat dimaknai sebagai
setempat. Hal demikian tidak terlepas
Ibid. 14 Ibid. 15 Ibid.
dari peristiwa-peristiwa terentu yang menjadi
dasar
pemaknaan
terhadap
46
Pemilu itu sendiri, karena berbeda
mencapai konsensus dalam membangun
wilayahnya
perbedaan
demokrasi melainkan menjadi sarana
pemaknaan terhadap arti Pemilu sesuai
praktis untuk mengejar kekuasaan politik
dengan
dan keuntungan ekonomi melalui cara-
terjadi
kebutuhan
pula
dan
pemahaman
masyarakat terhadap Pemilu. Seperti sudah dijelaskan dalam hasil penelitian
cara yang bersifat pragmatis. Faktanya
daerah
perkebunan
di atas, maka secara fenomenologis
bagi masyarakat pemilih dari golongan
masyarakat memiliki makna sendiri
petani di Trenggalek atau pasar bagi para
terhadap
kepentingan
pedagang di Jember justru menjadi arena
mereka. Sebagian masyarakat pemilih
permainan bagi publik untuk melakukan
ada yang memaknai Pemilu dengan
komunikasi politik secara transaksional
bagi-bagi uang, sembako, sarung, jilbab,
melalui pertukaran suara dengan imbalan
honor ngaji, uang kades sampai kepada
sejumlah uang atau barang. Komunikasi
pemaknaan yang berbeda di wilayah
politik di ruang-ruang publik seperti itu,
perkebunan yaitu adanya uang bagi para
terbukti mengalami pembiasan fungsi
petani sebagai bentuk imbalan untuk
dan makna karena justru menjadi arena
memilih calon tertentu.
pembusukan terhadap makna suci dari
Pemilu
bagi
Pada konteks demikian maka konsep ruang publik dari Habermas yang mengandaikan
bahwa
ruang
partisipasi
atau
merusak
kemurnian
Pemilu dan Pilkada itu sendiri.
publik
menjadi suatu yang penting untuk penyebaran
demokrasi
V. Kesimpulan
publik,
Di negara-negara maju seperti
penyebaran informasi kepada publik dan
Inggris dan Prancis komunikasi politik
untuk
dapat dilakukan dengan memanfaatkan
mencapai
konsensus
melalui
dialog publik tidak hanya menekankan
ruang-ruang publik
pada persoalan mendapatkan kekuasaan,
warung kopi dan salon kecantikan untuk
pada kenyataannya berlaku sebaliknya
mendiskusikan
sebagaimana kritik dari Agryris dan
terbaru, karya seni dan musik, serta
Schon. Pada kenyataannya, ruang publik
persoalan
bukan menjadi tempat diskusi publik
persoalan politik. Di negara berkembang
untuk
seperti Indonesia, ruang publik seperti
berdialog
secara
kritis
dan
sosial,
seperti
buku-buku
ekonomi,
warung-
terbitan
sampai
47
warung kopi, perkebunan dan pasar
daerah
menjadi
untuk
Sebagian lainnya memaknai Pemilu
politik
sebagai pembagian uang dan jilbab
transaksional untuk memenangkan calon
kepada para pedagang pasar di Kota
tertentu dalam Pemilu untuk memilih
Probolinggo,
calon presiden serta calon anggota DPR,
memaknai Pemilu sebagai bagi-bagi
DPD, dan DPRD. Ruang publik juga
uang kepada para kepala desa seperti di
dapat
tempat
Jember, bahkan ada pula sebagian
untuk melakukan transaksi ekonomi
pemilih yang memaknai Pemilu sebagai
politik
pesta demokrasi dengan cara bagi-bagi
arena
melakukan
permainan
komunikasi
dimanfaatkan
dalam
sebagai
Pilkada
guna
perkebunan
memenangkan calon gubernur, calon
uang
bupati, dan calon walikota tertentu.
Banyuwangi.
atau
kepada
para
Trenggalek.
sebagian
guru
pemilih
ngaji
di
Temuan penting dari penelitian
Sedangkan sebagian lagi dari
terhadap fungsi dan makna komunikasi
masyarakat pemilih di Jawa Timur
politik di ruang-ruang publik yang
memaknai
dilakukan
wilayah
pembagian sarung seperti di Tuban,
kabupaten dan kota di Jawa Timur ini
pembagian beras miskin (Raskin) seperti
membuktikan
di
pembiasan
beberapa
bahwa
sebagai
adanya
telah
terjadi
di Sidoarjo atau pembagian sembako
dan
makna
seperti di Kota Batu. Pada konteks inilah
komunikasi politik di ruang-ruang publik
makna Pemilu dan Pilkada mengalami
seperti warung kopi, perkebunan dan
pergeseran akibat dari adanya pembiasan
pasar, sehingga makna Pemilu menjadi
fungsi dan makna komunikasi politik di
sangat bergantung atau bersifat relatif
ruang-ruang publik.
sesuai
fungsi
Pemilu
dengan
kepentingan
dan
penafsiran masing-masing masyarakat
Daftar Pustaka
pemilih. Bagi
sebagian
masyarakat
pemilih, secara fenomenologis ada yang memaknai Pemilu dan Pilkada sebagai bagi-bagi uang (Money politics) seperti pembagian uang kepada para petani di
Bawaslu Provinsi Jawa Timur. 2015. Laporan Pilkada Serentak di Jawa Timur Tahun 2015. Bolton, Roger. 2005. Habermas’s Theory of Communicative Action and the Theory of Social Capital, Departement of Economics and Center for
48
Environmental Studies William College, Massachusets. Couldry, Nick & Dreher, T. 2007. Globalization and The Public Sphere : Exploring the Space of Community Media in Sydney, Global Media and Communication, Sage Publication. Habermas, Jurgen 1989. The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society. Linawati, Sri Lestari. 2016. Metode Penelitian Kualitatif: Pengamatan Terlibat. (https://srilestarilinawati.wordpress.co m/2016/03/26/metode-penelitiankualitatif-pengamatan-terlibat.) Muhadjir, Noeng. 2007. Metodologi Keilmuan Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Cetakan V, Yogyakarta: Rake Sarasin. Nimmo, Dan. 1993. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. Saleh, Rahmad. 2004. Potensi Media sebagai Ruang Publik. Jurnal Thesis. Volume III/No 2. Mei – Agustus 2004.
49