BIAS GENDER DALAM PEMILIHAN PRAJURU DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN, MANGGIS, KARANGASEM 1)
2)
3)
I Kadek Krisna Widawan , Tedi Erviantono , Bandiyah 1, 2, 3) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1 2 3 Email:
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]
ABSTRACT The apad ulu system is a marriage sequence system for structural filling of the Prajuru of Customary Village. Patriarchy is still very inherent in the customary order, like ulu apad. Women seem to just follow the order made the majority by men. The research entitled "Gender Bias in the Selection of Prajuru of Customary Village Tenganan Pegringsingan, Manggis, Karangasem” aimed to provide exposure and description of gender bias in the selection of Prajuru in Customary Village Tenganan Pegringsingan, Manggis, Karangasem. This research used descriptive qualitative research method with in-depth interview. The theoretical basis used was the queer theory which mentioned identity was always associated with the labeling and regulated by universal law. Based on the analysis of the data obtained the findings that, first there was no election in the determination of positions because women automatically follow the position of their spouses. Second, dominant decision making in men; third, meeting is more routinely attended by men; fourth, women could not replace their partner position.
Key words: Gender Bias, Representation, Customary Villages
adat-istiadatnya
PENDAHULUAN
dan
sistem
kemasyarakatan asli, tidak dipengaruhi Desa merupakan salah
satu
wujud
oleh sistem kemasyarakatan Majapahit
wilayah yang menjadi tumpuan adat Bali. Desa di Bali terbagi atas Desa adat dan Desa dinas.
(terdapat di daerah pegunungan). 3. Desa Anyar suatu Desa adat baru yang
Desa adat yang secara utuh mempertahankan kultur
adat
budayanya
terutama
muncul
bidang
karena
adanya
perpindahan
penduduk dalam masa sesudah adanya
keagamaan dan desa dinas yang mengurus
dua wujud Desa yang lain (Tjokorda
sistem administrasi pemerintahannya.
Raka Dherana, 1975 : 12 – 13). Desa Bali Aga atau Bali pegunungan
Desa adat di Bali dibedakan atas tiga
seperti Desa adat Tenganan Pegringsingan
wujud yaitu : yang
merupakan kesatuan masyarakat hukum adat,
kemasyarakatan
yang mempunyai suatu kesatuan tradisi dan tata
kemasyarakatan
krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu
Majapahit (Desa di daerah dataran yang
secara turun temurun, dalam ikatan kahyangan
dipengaruhi oleh kekuasaan raja).
tiga, mempunyai wilayah tertentu, kekayaan
1. Desa
Apanaga
memakai mengikuti
yaitu
sistem pola
tata
Desa
2. Desa Bali Aga (Bali Mula) yaitu Desa tua yang masih kuat memegang sistem serta
sendiri, tangganya
serta
berhak
sendiri
mengurus
(Desa,
kala
rumah ,patra).
Kekuasaan Desa masih lebih kuat pengaruhnya,
tokoh dan kewibawaan di lingkungan Desa
meski
adatnya
muncul
dipandang
datu,
bisa
atau
bhatara,
melindungi
yang
penduduk.
sendiri
kemampuan
yang
atau
dipandang
memiliki
kedewasaan,
terutama
Kekuasaan Desa dapat disebut lebih otonom,
memahami seluk beluk adat istiadat yang ada.
atau mandiri dibawah kepala (para tetuanya).
Pentokohan
itu
didasarkan
atas
jasa
dan
wibawanya di dalam masyarakat Desa adat Desa Bali Aga atau Bali pegunungan seperti Desa adat Tenganan Pegringsingan merupakan kesatuan masyarakat hukum adat,
(Sistem
Keturunan)
secara turun temurun, dalam ikatan kahyangan tiga, mempunyai wilayah tertentu, kekayaan sendiri,
serta
berhak
mengurus
rumah
tangganya sendiri (Desa, kala, patra).
didasarkan
atas
ketuaan umur serta pengalamannya (Sistemulu 1
Apad) .
yang mempunyai suatu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu
atau
Aturan tersebut disamping menjaga tradisi dan keturunannya juga secara tidak langsung memperlihatkan adanya ketimpangan perempuan, karena terikat oleh tatanan adat yang menjadi suatu keunikan masyarakat yang membedakan dari desa lainnya. Penulis melihat
Tatanan budaya ulu apad merupakan
bagaimana keadaan perempuan Tenganan yang
suatu aset tradisi yang dimiliki Desa Tenganan
memang
menjalankan
Pegringsingan. Tetapi perempuan yang berada
seorang perempuan menurut kodrat,budaya dan
di dalam Desa Tenganan Pegringsingan seolah
aturan hukum adat masyarakat yang ada, di
tidak memiliki satu peran dalam sistem ulu apad
tengah
karena ulu apad memakai mekanisme urutan
menunjukkan keberadaannya di struktur sosial
perkawinan tanpa ada partisipasi pemilihan dari
masyarakat.
menggeliatnya
perannya
sebagai
perempuan
mulai
warga yang tentunya bias terhadap salah satu
Hal tersebut yang menjadi latar belakang
gender (perempuan). Bias gender yang memiliki
penulis mengangkat skripsi yang berjudul “Bias
artian ketidak seimbangan peran antara laki–laki
Gender Dalam Pemilihan Prajuru Desa Adat
dengan wanita dalam kehidupan. Tentunya jika
Tenganan
Pegringsingan,
tidak ada keseimbangan atau partisipasi antara
Karangasem”.
Penulis
laki
bagaimana
bentuk
bias
prajuruakan berdampak pada keputusan yang
sistemulu
apad
yang
dijalankan
dihasilkan dominasi maskulin.
dipertahankan
Desa
adat
dan
perempuan
dalam
penentuan
di
Manggis,
ingin
mengetahui
gender
di
dalam dan
Tenganan
Keunikan lainnya yang masih terjaga
Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten
dan menjadi ketertarikan penulis, terletak pada
Karangasem. Adapun nantinya penelitian ini bisa
sistem pemilihan Kelian Desa adat Tenganan
memberikan
sumbangsih
Pegringsingan yang masih mempertahankan
pengetahuan
yang
konsep ulu apad, yaitu sistem pemilihannya
membutuhkan
berdasarkan urutan perkawinan warga Desa
khususnya.
data
ingin
wawasan
dan
mengetahui
dan
tentang
penelitian
ini
adat bersangkutan. Mekanisme pengangkatan perangkatan Desa adat di Bali, pada umumnya memakai azas Primus Interpares yaitu menampilkan seseorang
1
Surpha, W. Seputar Desa Pekraman Dan Adat Bali. PT. Offset BP. Denpasar, 2002. hlm. 61.
bias gender yang terjadi dalam pemilihan Prajuru
TEORI QUEER Teori queer dikenal sebagai teori anti normatif, anti kategori dan anti dominan. Teori queer
berpandangan
seksualitas.
Judith
teori
Buttler
identitas menolak
tanpa prinsip
identitas yang memiliki awal dan akhir. Judith
Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Manggis, Karangasem.
Pendekatan
dilakukan
peneliti
untuk
fenomena
pemilihan
fenomenologi melihat
Prajuru
tentang
Desa
adat
Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karangasem
yang
masih
dipertahankan, memelihara hubungan yang kuat Buttler juga menolak pandangan bahwa seks
dengan topik penelitian dan menyeimbangkan
(male/female) sebagai penentu dari Gender
bagian-bagian dari tulisan tersebut terhadap 2
(masculine/feminisme)
dan
gender
sebagai
keseluruhannya . Penelitian
ini
menggunakan
teknik
penentu sexual orientation, identitas manusia
pengambilan sampling yaknipurposive sampling
tidak pernah stabil.
dan snowball. Penelitian ini meggunakan teknik
Seks maupun gender adalah kontruksi sosial, identitas selalu berkaitan dengan proses penandaan. Proses penandaan ini telah diatur
pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, metode kepustakaan, studi dan dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh suatu hukum yang berlaku “universal”. Secara perspektif teori queer dari Judith Butler
Gambaran Umum Desa Adat Tenganan
ini memaparkan bahwa perempuan yang dilihat
Pegringsingan
sebagai subyek terbentuk karena kontruksi dan proses budaya yang lahir.
Desa adat Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu Desa tua (tradisional) yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten
.
Karangasem. Desa Tradisional Bali muncul dengan berbagai bentuk dan sistemnya masing
METODOLOGI PENELITIAN
– masing, sesuai sejarah dan kepercayaan Skripsi
yang
berjudul
Bias
Gender
dimana sesuai dengan konsep Desa, kala,patra.
Dalam Pemilihan Prajuru Desa Adat Tenganan
Istilah
Pegringsingan,
Karangasemini
dimengerti sebagai Desa tradisional, dengan
menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif
nilai dan kultur budaya yang melekat dan hidup
dengan
Penelitian
di dalamnya. Di dalam Desa Adat, secara
kualitatif adalah suatu aktivitas berlokasi yang
bersama–sama melekat nilai tradisi, budaya, dan
menempatkan penelitinya di dunia. Penelitian
agama
kualitatif
masyarakat. Gambaran Desa dalam pengertian
wawancara
penafsiran menjadi
Manggis,
terdiri
dari
material terlihat
mendalam.
serangkaian yang
yang
praktik
membuat
mencakup
dunia
“Desa
karaman
Adat”
(Hindu),
oleh
menjadi
(pakraman),
masyarakat
pedoman
yang
Bali
prilaku
anggotanya
berbagai
catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman dan catatan pribadi. Penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi terhadap bentuk
2
Creswell, J.W. Penelitian Kualitatif &Disain Riset Memilih Diantara Lima Pendekatan.Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2014. Hlm. 58 dan 110.
memelihara
hubungan
kekuasaan atas.
harmoni
dengan
3
tatanan yang memang sudah terbentuk melalui perbedaan peran untuk keteraturan tatanan yang
Bentuk Tatanan Masyarakat Desa Adat
dijalankan. Sistem patrilinial menjadi suatu hal yang
Tenganan Pegringsingan
tidak
A. Krama Desa
bias
dirubah
kepercayaan
Krama Desa merupakan warga mipil
karena
yang
adanya
suatu
turun-temurun
sudah
dijalankan yang tentunya sangat berpengaruh
(terdaftar sebagai warga desa asli Tenganan
dalam
sendi
tatanan
Pegringsingan dan tidak melepaskan haknya
pergeseran jabatan (ulu apad) perangkat Desa
sebagai Krama desa. Krama desa adalah krama
Tenganan
yang sudah menikah dan strukturalnya telah
mekanisme yang terstruktur dan tidak pernah
ditentukan sehingga terlihat yang lebih awal dan
berubah.
seperti
Pegringsingan,
Laki-laki
terakhir tersusun didalam pemerintahan adat.
adat
masih
dalam
mempunyai
memegang
tumpu
pelaksanaan keputusan. Ulu apad memberikan
B. Krama Teruna
kesamaan posisi dengan pasangannya dalam Krama kelompok
teruna pemuda
merupakan Desa
suatu
artian laki dan perempuan sama posisinyadalam
Tenganan
struktural jabatan, karena otomatis mengikuti alur
Pegringsingan yang kelompok ini dibagi menjadi tiga kelompok yang disebut dengan Teruna
jabatan pihak laki-laki. Laki
secara
kewenangan
mempunyai
petemu kaja, Teruna petemu tengah, dan Teruna
otoritas
petemu kelod.
pengelolaan jabatan meskipun sama mempunyai
Kramadeha merupakan kelompok seka Teruni
Desa
Tenganan
yang
mengatur,
karena
dalam
hak tapi berbeda secara kewenangan dalam
Pegringsingan.
ranah umum. Patriarki memang sudah melekat
Kramadeha ini terbagi atas tiga kelompok yang
dalam tatanan tersebut. Satu sisi yang bisa
bernama kelompok subak gantih wayah, subak
dilihat tergantung kebijakan dan aturan yang
gantih nengah dan subak gantih nyoman. Dalam
diterapkan, memberatkan satu peran atau tidak.
kelompok tersebut seorang anak perempuan
Pemilahan
mengikuti jejak dimana dulu ibunya medeha.
perempuan
Hasil Temuan Penelitian
merupakan bagian dari penandaan identitas
Sistem Patriarki
yang telah dikontruksi secara budaya.
kewenangan dalam
antara
structural
laki ulu
dan apad
Sistem kekerabatan dan penarikan garis
Penarikan garis keturunan dari laki (sistem
keturunan menjadi suatu tatanan tradisi di Bali.
patrilinial) menjadi satu hal yang menguatkan
Laki
patriarki
(purusha)
pengambilan sistem
menjadi
keputusan.
kekerabatan
terbentuk
dengan
pusat
dalam
Konsekuensi
pada
tatanan
ulu
apad
karena
dari
tergabung dengan kepercayaan yang dijalankan
sudah
melekat,
oleh krama. Sesuai dengan pandangan teori
sendirinya
seiring
queer oleh Judith Butler yaitu gender merupakan
yang
perkembangan zaman dan cara pandang dalam
kontruksi
sosial masyarakat. Ulu apad memberikan suatu
dengan proses penandaan yang telah diatur oleh
3
Ardika, W dan D. Putra. Politik Kebudayaan Dan Identitas Etnik. Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali Mangsi Press. 2004. Halaman 26.
sosial,
identitas
selalu
berkaitan
suatu hukum yang berlaku universal. Penandaan terlihat
dari
pembagian
kewenangan
yang
diterapkan dalam ulu apad. Ada tugas sesuai
tradisi
dengan perannya dan telah diatur dengan aturan
masyarakat umat hindu secara turun temurun
yang dijalankan antara laki dan perempuan.
dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan
Penandaan tersebut dijalankan agar adanya
Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan
keteraturan dan kejelasan fungsi struktur sosial
hartakekayaan sendiri serta berhak mengurus
yangberakibat adanya kasta perempuan dan
rumah tangganya sendiri” .
dan
tata
krama
pergaulan
hidup
4
kasta laki-laki dalam menjalankan tugas juga
Legitimasi
pemerintah
yang
pengambilan keputusan.
diterjemahkan
melalui
peraturan
Bentuk Bias Gender pada keterwakilan
daerahmenguatkan keberadaan Desa adat atau
perempuan dalam Pelaksanaan Sistem
pakraman dalam menjalankan atau mengatur
Ulu Apad
rumah tangganya sesuai dengan tata pergaulan apad
masyarakat yang bisa diistilahkan mempunyai
Tenganan
sistem demokrasi dengan mekanisme sendiri.
Pegringsingan secara turun temurun. Sistem ulu
Budaya dan agama menjadi akar kuat pedoman
apad yang dijalankan memiliki fungsi untuk
dalam
menentukan kepengurusan yang akan mengatur
keberadaan dominasi laki-laki dalam struktural
jalannya tata kemasyarakatan terutama bidang
fungsional adat. Keberadaan dan partisipasi
keagamaan.
antara laki dan perempuan dalam adat menjadi
Pelaksanaan dijalankan
oleh
sistem
krama
ulu
desa
Kekuasaan otonom yang diberlakukan di
Desa
Tenganan
Pegringsingan
memiliki
menjalankan
tatanan
termasuk
satu hal yang terlihat berjalan sesuai peran tapi terlihat tidak sama.
demokrasi lokal yang terlihat unik. Sistem
Secara kodrati dan tatanan tugas
adanya pengaturan hak dan kewajiban yang
perempuan dan laki dibedakan karena sesuai
diberlakukan untuk seluruh krama Desa menjadi
dengan kemampuan fisik, tenaga, atau aturan
suatu pola yang konsisten dijalankan. Krama
yang ada. Seperti dicontohkan dalam adat tugas
Desa yang termasuk adalah krama yang tetap
perempuan mempersiapkan sarana pebantenan
menjalankan kewajiban sebagai warga asli Desa
dan
Tenganan Pegringsingan. Pelaksanaan sistem
Tatanan atau aturan yang dijalankan tentunya
ulu apad yang berlandaskan senioritas tentunya
berdasarkan penetapan yang disepakati oleh
memiliki tafsir yang berbeda dan terkesan jauh
krama Desa dalam rapat secara musyawarah
dalam keseimbangan antara krama Desa yang
yang notabene dihadiri oleh laki-laki. Sistem ulu
laki dan perempuan dalam pelaksanaan sistem
apad menjadi dasar bagi keberlangsungan dan
tersebut.
perjalanan
Terlihat mekanisme votting ataupun
laki-laki
sebagai
tatanan
desa
Tenganan
Pegringsingan.
kepengurusan prajuru Desa adat Tenganan
tersebutlah
Pegringsingan.
menjalankan struktural adat dengan cara bergilir pada
aturan
peraturan
setiap
dilihat
upacara.
pemungutan suara tidak ada dalam penentuan
Mengacu
Jika
pelaksana
krama
dari
sistem
desa
belajar
bukan berebut. Masing-masing anggota krama
daerah No. 3 tahun 2001 pasal 1 ayat 4 tentang desa pakraman yang berisi : “Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan
4
Swarsi, S., G. N. Agung., C. Suryawati, dan W.L. Dharmadi. Kedudukan dan Peranan Wanita Pedesaan Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta, 1986. Hal.67
desa mendapatkan peran dalam struktur ulu
yang seolah perempuan itu tidak terlalu banyak
apad tersebut, tetapi dimulai dari tingkatan paling
untuk bisa mencampuri urusan laki – laki.
bawah yaitu pengeluduan. Budaya
dan
Dalam konteks adat dalam ulu apad
agama
menjadi
satu
perempuan
konteksnya
memang
sudah
sesuai
dengan
tumpuan dasar dalam perjalanan ulu apad,
ditentukan
demokrasi yang dijalankan sudah sesuai dengan
kebiasaan tidak bisa ikut andil dalam urusan
tatanan adat Desa Tenganan Pegringsingan
laki–laki. Kecuali memang ada kesepakan yang
agar bisa menghadapi tantangan zaman. Posisi
bisa disesuaikan adapermasalahan yang bisa
perempuan sudah dipastikan tidak bisa menjadi
dibicarakan dengan perempuan, baru dihadirkan.
sang pemutus (kelian) tetap bertumpu pada laki-
Tetapi tetap pada konteks keputusan dari laki–
laki.
laki. Tempat pembentukan tindakan dan
dan
dijalankan
Bentuk bias gender yang terlihat dalam
wewenang sudah dilekatkan dalam proses peran
ulu
bagi laki dan perempuan. Maskulin masih
berdasarkan pada ketidak hadiran perempuan
menjadi suatu budaya di dalam pengambilan
untuk bisa mempunyai aspirasi dalam penentuan
keputusan ataupun permasalahan. Laki dan
siapa yang ingin dipilih untuk mengisi jabatan
perempuan yang masuk sebagai krama desa
dalam ulu apad. Sesuai tatanan ulu apad,
sudah memiliki keterwakilan peran tetapi tetap
perempuan memang sudah dipaketkan dengan
bertumpu pada laki-laki. Laki – laki dalam
pasangannya dalam lulu apad dalam pengisian
tatanan adat budaya masih menjadi suatu pusat
jabatan. Prinsip partisipasi dalam penentuan
sebagai pengambil kebijkan, karena disesuaikan
struktural
dengan kebiasaan kodrat peran yang sudah
Persamaan perempuan dalam ulu apad yaitu
dilakukan secara turun–temurun. Jika berkaca
persamaan jabatan dengan pasangannya dalam
pandangan adat dalam penentuan keturunan,
struktural prajuru sesuai dengan tingkatannya
pasti ditarik oleh garis keturunan laki–laki. Tidak
tetapi untuk urusan peran dan fungsi tetap
melacak
perempuan
dengan tatanan tugas perempuan dan laki. Tidak
(sistem patrilinial). Pengaruh sistem tersebut
dimungkinkan perempuan untuk menggantikan
menjadi
peran seorang laki–laki dalam ulu apad.
pada
suatu
garis
hal
keturunan
yang
memang
sudah
apad
terbangun dengan sendirinya, entah dari tatanan keagamaan ataupun kepercayaan cerita sejarah. Tentunya sistem
secara
prajuru
garis
besar
memang
demokrasi
sudah
terikat.
Identitas gender yang dibentuk dalam sistem
ulu
apad
berdasarkan
aturan
dan
patrilinial tersebut
keterwakilan dalam penentuan struktural prajuru
menjadi suatu faktor juga dalam pelimpahan
merupakan salah satu bentuk penandaan antara
wewenang, karena perempuan seolah hanya
laki dan perempuan, terletak pada pergeseran
sebagai tempat titipan keturunan dari garis laki–
jabatan yang diisi oleh pasangan yang sudah
laki. Cara pandang tersebut memungkinkan
menikah (suami-istri). Pengisian jabatan di ulu
menjadi terbangunnya streotype laki–laki harus
apad
bertanggung jawab dalam masalah apapun dan
agama. Struktural ulu apad yang diwajibkan diisi
selalu harus melindungi perempuan. Stereotype
oleh pasangan suami-istri memberikan makna
tersebut menjadikan pandangan implementasi
bahwa identitas dibentuk dari budaya yang diatur
tentunya mengacu pada kodrat dan
dalam hukum adatnya masing-masing.
Teori
Aspek Perlindungan Desa mempunyai
Tenganan tata
memperhatikan
Pegringsingan
krama
dan
laki-laki
dan
etika
yang
perempuan
(kesetaraan gender). Dilihat dari segi Pembagian hak waris berupa tanah yang adil dan sama bagi pihak laki maupun perempuan, istri mendapat bagian yang sama suami juga. Tidak ada yang lebih dan kurang. Dalam pergeseran jabatan ulu apad jika salah satu meninggal (suami/istri), otomatis tidak masuk lagi dalam struktur ulu apad. Jika ada Krama Desa laki maupun krama Desa perempuan yang menikah dengan orang luar Tenganan Pegringsingan tidak masuk dalam struktur ulu apad dan menjadi krama gumi
teori
yang
dicetuskan oleh Judith Butler. Teori ini melihat Gender
adalah
kontruksi
sosial.
Queer
berpandangan identitas selalu berkaitan dengan proses penandaan. Proses penandaan ini telah diatur oleh suatu hukum yang berlaku universal. Jika dianalisa pandangan queer melihat sistem ulu apad (sistem perrgeseran jabatan prajuru berdasarkan urutan perkawinan) status antara laki dan perempuan ditandai seperti kasta. Proses pergeseran jabatan prajuru didasarkan pada senioritas perkawinan, proses penandaan bersifat historis. Dalam ulu apad penandaan tersebut dicerminkan bukan dari posisi jabatan tetapi
dari
pembagian
kewenangan
dan
Posisi jabatan laki dan perempuan sama
Tidak boleh memiliki istri lebih dari satu (dalam artian istri pertama masih hidup). Bila krama desa yang masuk ulu apad anaknya sudah menikah, ia melepaskan haknya di ulu apad dan digantikan oleh anaknya. Pasangan suami istri ini sama-sama menjadi krama gumi pulangan. Bekas krama desa yang menjadi janda atau duda menjadi krama gumi pulangan. nampah
nandan
beling
yang
diberlakukan pada setahun sekali (purnama kapat) yang artinya dilakukan untuk membayar denda ke desa adat sebesar Rp. 1000 atau dua kepeng yang nantinya digunakan untuk membeli babi hitam. Tradisi ini bertujuan memberi sanksi moral kepada orang tua. Sebagai orang tua mereka harusnya menjaga anak perempuannya agar tidak melakukan sikap yang bertentangan dengan aturan (awig-awig) yang telah tersirat dalam lontar. Tradisi ini merupakan salah satu introspeksi diri bagi krama lainnya.
5
Analisis Teori 5
merupakan
pengambilan keputusan.
pulangan.
Tradisi
queer
Tribun Bali. Denda Rp. 1.000 Untuk Perempuan Hamil Sebelum Nikah. 12 Mei 2017. Halaman 4 . Gianyar, Bali.
kedudukannya,
karena
otomatis
pasangan
mengikuti jabatan laki-laki. Dalam tatanan ulu apad merupakan ranah yang memang telah mentradisi
dan
tidak
mungkin
disamakan
kewenangan yang berlaku di adat seperti di rumah tangga pribadi karena mempunyai otoritas sendiri. Inilah
yang
penandaan
bisa
untuk
dimaksud
proses
keteraturan
dalam
keberlangsungan tatanan sosial masyarakatnya sendiri yang telah diatur dengan pola aturannya sendiri. Dalam ulu apad ini mempunyai cara demokrasi dengan mekanismenya sendiri. Adat menjadi suatu
peranan penting
dalam proses penandaan gender sesuai dengan pandangan
Judith
Butler
yaitu
struktural,
kewenangan antara kasta perempuan dan kasta laki. Melihat gender dalam adat juga disesuaikan kulturnya
sesuai
masing-masing.
dengan Gender
Desa sesuai
mawacara pandangan
queer dibentuk oleh proses sosial. Tentunya dalam ulu apad proses sosial yang membentuk penandaan kewenangan
peran
antara
laki,
perempuan berdasarkan proses yang bertumpu
sebagai hak yang sama antara wanita dan pria.
pada sejarah, kepercayaan dan agama.
Persamaan diartikan sebagai hak yang sama
Sistem patrilinial (penarikan garis keturunan dari
antara wanita dan pria. Persamaan tersebut
laki) merupakan salah satu penguatan opini bagi
seolah tidak melihat adanya perbedaan ciri
kelanggengan patriarki di dalam tatanan adat.
sosial yang terbentuk. Jika persamaan gender
Tetapi yang mesti dipandang dalam dalam ulu
dipakai untuk melihat sistem ulu apad, tentunya
apad
bias
tindakan
mencerminkan perempuan,
performatifnya tugas
sebagai
karena
dominan
memang laki
dan
pengambilan
dan
tatanan
ulu
apad
peran
dalam
dilibatkan hanya pada saat – saat tertentu. Secara spesifik bentuk bias gender dalam pelaksanaan ulu apadadalah :
ranahnya di sarana upacara. yang
antara
pengambilan keputusan. Karena perempuan
keputusan ada di laki-laki dan untuk perempuan
Penandaan
timpang
diperlihatkan
merupakan
salah
dalam satu
1. Demokrasi dan penentuan kekuasaan berasaskan prinsip partisipasi yaitu adanya
keteraturan yang dipertahankan secara turun-
kehadiran, keterwakilan. Pengisian struktural
temurun dipengaruhi oleh kesakralan tatanan
jabatan dalam ulu apad dengan sendirinya
Desa Tenganan Pegringsingan.
berganti (pergeseran jabatan), tidak ada
Pelibatan masalah perempuan yang dilihat dari
permasalahan
penandaan
yang
dilepaskan
dalam
pandangan
queer
memberikan diterapkan sendi
pandangan tidak
patriarki
theory
yaitu
pemilihan karena perempuan otomatis mengikuti jabatan pasangannya.
bisa
2. Tidak ada keharusan perempuan untuk
sesuai
hadir, karena otomatis mengikuti jabatan
proses
pasangannya dalam ulu apad.
penandaan telah diatur oleh suatu hukum yang
3. Perempuan tidak mungkin mengganti tempat
berlaku universal. Hukum yang diberlakukan
pasangannya jika berhalangan hadir karena
merupakan tata kelola masyarakat yang secara
sesuatu hal.
lisan dan kebiasaan dijalankan oleh krama Desa.
4. Peran
dan
tanggung
jawab
berbeda,
meskipun posisi jabatan dalam lulu apad
KESIMPULAN Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi laki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing – masing. Ciri sosial tersebut dibentuk secara ilmiah secara kultural yang ada. Ciri sosial tersebut berupa identitas yang dikontruksi secara sosial dan
sama
haknya
dengan
laki
–
laki.
Pengambilan keputusan tetap pada laki – laki. Adanya kasta perempuan dan kasta laki – laki.
SARAN Penulis
melihat
sistem
ulu
apad
dilalui bersifat historis dengan proses penandaan
merupakan ciri Desa tua (Bali aga) seperti yang
(gender) yang diatur oleh suatu hukum universal
diterapkan dan tidak dirubah di desa Tenganan
dan dibentuk oleh budaya (queer theory). Bias
Pegringsingan. Keterwakilan perempuan dalam
gender memiliki artian ketidak seimbangan peran
lulu apad setara dengan laki – laki tapi tidak
antara
sama peran yang diemban oleh laki dan
laki
–
laki
dengan
wanita
dalam
kehidupan.
perempuan.
Istilah kesetaraan gender perlu dipilah
Cara pandang untuk melihat bias gender dalam
dengan persamaan gender. Persamaan diartikan
perempuan adat harus disesuaikan dengan
aspek
budaya,
dijalankan.
kultur
masyarakat
Pemilahan
yang
pandangan
antara
Pendekatan.Pustaka
Pelajar.
Yogyakarta.
persamaan gender dan kesetaraan gender, mempertimbangkan tatanan kebiasaan
yang
dijalankan memberikan perlindungan atau hanya
Pertimbangan tersebut harus dilihat, karena perempuan
adat
tidak
sebagai
penentu kebijakan tapi haknya sangat dilindungi kedudukan
Kritis Menantang Pandangan Utama Studi
memberatkan perempuan.
meskipun
Edkins, J. dan N.V. Williams. 2013. Teori-Teori
perempuan
baik.
Politik
Internasional.
Pustaka
Pelajar. Yogyakarta. Humm, M. 2002. Ensiklopedia Feminisme. Fajar Pustaka baru. Yogyakarta.
Masalah
pandangan bahwa perempuan lebih disesuaikan
Lembaga Administrasi Negara. 2008. Kebijakan
perannya di domestik, kembali pada pola pikir
Dan Program Pembangunan Nasional.
individu masing-masing. Karena persamaan ada
Jakarta.
yang bisa dicapai dan ada yang tidak. Seperti dicontohkan yaitu reproduksi antara perempuan dan laki, menyusui yang memang kodratnya perempuan memiliki air susu ibu, mengandung anak yang hal tersebut tidak dimiliki juga oleh laki-laki. Pada ranah umum dicontohkan adanyatoilet perempuan dan laki juga ada ruang menyusui khusus ibu menyusui. Pemilahan tersebut mesti dilihat dan disesuaikan dengan etika, kultur, kepercayaan budaya, dan
Surpha, W. 2002. Seputar Desa Pekraman Dan Adat Bali. PT. Offset BP. Denpasar. Swarsi, S., G. N. Agung., C. Suryawati, dan W.L. Dharmadi.
1986.
Kedudukan
dan
Peranan Wanita Pedesaan Daerah Bali.
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan. Jakarta. Team Research Fakultas Hukum & Pengetahuan
agama masing-masing.
Masyarakat. Universita Udayana. 1976.
DAFTAR PUSTAKA
Sekilas
Tentang
Pegringsingan.
Sumber Buku
Desa
Fakultas
Tenganan Hukum
&
Pengetahuan Masyarakat Universitas Ardika,
W
dan
D.
Kebudayaan
Putra. Dan
2004.
Politik
Identitas
Etnik.
Udayana. Bali
Sumber Makalah :
Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali Mangsi Press.
Astiti, T. 2001. Mengembangkan Budaya Hukum Baru Untuk Mencegah Diskriminasi
Atmaja, J. 2008. Bias Gender Perkawinan Terlarang
Pada
Masyarakat
Bali.
Udayana University Press.
Gramedia. Jakarta.
Makalah.
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Luhulima, A. Konvensi Penghapusan Segela Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Creswell, J.W.2014. Penelitian Kualitatif &Disain Memilih
Peremuan.
Denpasar.
Budiarjo, M. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Riset
Terhadap
Diantara
Lima
Makalah.
Halaman
2-4
Sumber
IWRAW Asia Pasific Draft Training
Savitri. M. 2007. Bias Gender :Masalah Utama Dalam Interpretasi Arkeologi. 19 (2) :
Materials, 1997.
161 – 167. Sudiana, Ngurah I Gusti. Wanita dan Berpolitik Santun
Menurut
Agama
Hindu.
Sudarma.
P.
2015.
Bias
Gender
dalam
Beda
Wangsa
Pada
Makalah. Fakultas Dharma Duta IHDN
Perkawinan
Denpasar.
Masyarakat hindu di Bali.14 (3) : 159165.
Sumber Internet :
Sumber Koran : Gender
Demokrasi
(Link
diakses
dari
http://www.sumbarprov.go.id/details/ news/8277 pada 25 Desember 2016). Pandangan
teori
queer
diunduh
dari
web
ardhanaryinstitute.org/index.php/2015
Tribun Bali. 2017. Denda Rp. 1.000 Untuk Perempuan Hamil Sebelum Nikah. 12 Mei 2017. Halaman 4 . Gianyar, Bali.
Sumber Skripsi : Tripungkasingtyas, Y. S. 2013. Relasi dan peran
/11/15/memahami-teori-queer-5/.
Gender Perempuan Bali Dalam Novel
Diunduh 20 Desember 2016.
Tempurung Tinjauan
Pengertian Gender menurut H.T. Wilson (Link diakses
dari
http://digilib.unsby.
ac.id/2704/5/Bab%202.pdf.
karya
Sastra
Universitas
Oka Feminis.
Negeri
Rusmini Skripsi.
Yogyakarta.
Yogyakarta.
Diunduh
pada 20 Desember 2016).
Tripungkasingtyas, Y. S. 2013. Relasi dan peran Gender Perempuan Bali Dalam Novel
Pengertian sistem ulu apad (Link diakses dari www.
Isi-dps.
ac.
id/berita/ciri_ciri_kebudayaan_bali_aga _ii //. Diunduh pada 18 Desember 2016).
Tempurung Tinjauan
karya
Sastra
Universitas
Oka Feminis.
Negeri
Rusmini Skripsi.
Yogyakarta.
Yogyakarta. Widyatmoko, T. 2010. Bias Gender Dalam
Anne
Philips
(Link
diakses
dari
www.Thesis.umy.ac.id
kitap Matan Taqrib Karya Ahmad bin
lib.ui.ac.id/file?file=digital/127376RB16A205P-Pencapaian
Identitas-
Analisis. PDF Diunduh 9 Juli 2017).
Sumber Jurnal : Ramli.
M.
A.
2010.
Bias
Gender
dalam
Masyarakat Muslim : Antara Ajaran Islam
Hukum Islam (Studi Kritis terhadap
Dengan
Tempatan.7(2010) : 49-70.
Tradisi
al-Husain Skripsi.
bin
Ahmad
Universitas
Surakarta. Surakarta.
al-isfahani).
Muhammadiyah