Berkunjung Ke Monumen Yogya Kembali Menemukan dan Meneladani Tata Nilai dari para Pahlawan. Oleh : Febta Rina Handayani, Widyaiswara Madya Balai Diklat Kepemimpinan Magelang
Abstrak Dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara manusia tidak terlepas dari tata nilai yang dipegang teguh. Nilai tersebut akan mendorong dan memberi kekuatan ke arah yang lebih baik. Kita bisa belajar nilai-nilai dari para pahlawan yang telah memperjuangkan dan mempertahakan kemerdekaan Indonesia
Kata kunci: nilai, pahlawan
Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan bangsa, tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi perekat dan pengikat kerukunan bangsa adalah nilai-nilai yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu telah menjadi kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Menarik untuk melihat dan menengok kembali perjuangan para pendahulu bangsa yaitu para pahlawan bangsa
yang telah berjuang dalam rangka meraih dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dibalik perjuangan mereka yang luar biasa dapat kita ambil nilai-nilai yang tetap bisa dipelajari dan dilaksanakan dalam kehidupan masa sekarang. Salah satu tempat dimana kita dapat melihat dan belajar banyak dari perjuangan para pahlawan itu adalah monumen. Salah satu monumen yang tegak berdiri sebagai sarana kita untuk belajar adalah Monumen Yogya Kembali, yaitu sebuah monumen yang berada di kawasan propinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Monumen Yogya Kembali Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985. Gagasan untuk mendirikan monumen yang berskala nasional berasal dari Kolonel Soegiarto yang saat itu menjabat sebagai Walikotamadya Yogyakarta. Berdasar buku petunjuk koleksi, nama “Yogya Kembali” dipilih dengan pengertian yang luas yaitu berfungsinya Pemerintah Republik Indonesia dan sebagai “tetenger” atau pengingat peristiwa sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan pimpinan negara yang lain pada tanggal 6 Juli 1949 di
Yogyakarta. Peristiwa ini dipandang sebagai titik awal Bangsa Indonesia secara nyata bebas dari cengkraman penjajah khususnya Belanda dan merupakan tonggak sejarah yang menentukan kelangsungan hidup Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Monumen Yogya Kembali berbentuk kerucut/ gunungan dengan ketinggian 31,80 meter terdiri dari tiga lantai. Lantai satu merupaka museum khusus dengan kategori museum sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, kurun waktu perang kemerdekaan tahun 1945 – 1949. Dalam museum ini dibagi empat ruang, yaitu ruang museum I merupakan ruang museum dengan tema “sekitar proklamasi kemerdekaan” dimana ruang ini menyajikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan bangsa Indonesia dari peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan hingga penumpasan PKI di Madiun tahun 1948. Ruang museum II merupakan ruang museum dengan tema perang gerilya dengan sistem pertahanan rakyat semesta.Di ruang ini disajikan bendabenda koleksi yang mendukung visualisasi perjuangan bangsa Indonesia dalam membela, menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan pada waktu agresi militer Belanda kedua tanggal 19 Desember 1948 hingga pelantikan Presiden RIS. Ruang museum III merupakan ruang pamer dengan thema seputar pelaksanaan serangan umum 1 maret 1949. Wujud dari materi pameran di ruang ini adalah berupa foto-foto para tokoh pelaku serangan umum 1 maret 1949, benda-benda bersejarah, replika-replika, maupun evokatif yang merupakan bukti sejarah perjuangan masyarakat Yogyakarta khususnya dan bangsa Indonesia umumnya pada masa revolusi fisik. Sedangkan pada ruang museum IV dipamerkan benda-benda bersejarah dengan thema Yogya sebagai ibukota negara Republik Indonesia. Lantai dua dari monumen berisi relief dan diorama dalam usaha melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia tahun 1945 – 1949. Di lantai tiga, puncak dari bangunan induk disebut Garbha Graha atau ruang hening. Sebagai ruang hening, ruang ini berfungsi untuk kontemplasi pengunjung setelah mengikuti penyajian dan visualisasi data sejarah perjuangan bangsa melalui museum, relief pagar langkan dan diorama. Kesemua lantai dan ruang dalam museum itu merupakan wahana pembelajaran bagi generasi sekarang dan yang akan datang betapa para pahlawan telah berjuang dengan segenap jiwa raga untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia. Apakah perjuangan yang begitu besar tersebut hanya berhenti sebagai catatan sejarah ataukah ada tata nilai atau values yang dapat kita ambil dan kita laksanakan pada kehidupan sehari-hari? Jawabannya tentunya sangat banyak tata nilai yang dapat kita ambil dari perjuangan para pahlawan tersebut.
Tata Nilai Pengertian nilai menurut beberapa tokoh adalah: Kimball Young mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat. A.W.Green, berpendapat nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek. Sedangkan Woods mengemukakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. M.Z.Lawang menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.Hendropuspito menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. Sedangkan Karel J. Veeger menyatakan sosiologi memandang nilai-nilai sebagai pengertianpengertian (sesuatu di dalam kepala orang) tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain, nilai adalah hasil penilaian atau pertimbangan moral. Tata Nilai atau values menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Cracking Values adalah kumpulan nilai yang diturunkan dari sesuatu yang dipercayai (ending belief) dan memberikan kekuatan bila dijalankan. Tata nilai dapat difokuskan pada suatu hasil akhir di masa depan (future end) dan/ atau tata cara (proses, mean) untuk mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. Contoh nilai yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin sebagaimana terdapat dalam buku Servant Leadership, Robert Greenleaf menyebutkan 10 pilar untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa melayani diantaranya adalah kemampuan mendengar, berempati, dan menangkap kemauan akar rumput. Hal ini tentunya sangat relevan dengan anatomi yang dimiliki manusia, manusia memiliki satu mulut, dua telinga dua mata pada hakekatnya manusia diminta lebih banyak mendengar dan melihat di sekelilingnya dari pada lebih banyak bicara. Sehingga dengan lebih banyak melihat dan mendengar dia akan lebih bijak dalam bertindak. Dari survey booz allen, Hamilton dan Aspen Institute pada tahun 2005 terhadap 9500 pejabat senior di 365 perusahaan yang berlokasi di 30 negara dalam 5 kawasan bahwa sebagian besar CEO menyetujui bahwa yang paling penting adalah perilaku etik atau integritas. Beberapa temuan penting dari survey tersebut: 1. Integitas/ perlaku etis = 90% 2. Commitmen to costumer = 88% 3. Commitment to employees = 78% 4. Teamwork and trust = 76% 5. Commitment to stakeholders = 69% 6. Honesty/openness = 69%
7. Accountability = 68% 8. Social resp / corp citizenship = 65% 9. Innovative/ entrepreneurship = 60% 10. Drive to success = 50% 11. Environment responsibility = 46% 12. Initiative = 44% 13. Commitment to diversity = 41% 14. Adaptability = 31% Dari survei menunjukkan nilai-nilai yang baik dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlangsungan kehidupan korporasi. Dengan banyak melihat dan mendengar sebenarnya banyak sekali tata nilai yang bagus dan sangat tepat diterapkan di lingkungan kita. Nilai dari Pahlawan (Belajar di Monumen Yogya Kembali) Ketika kita berkunjung ke Monjali selain kita bisa belajar sejarah tentang perjuangan para pahlawan, ternyata banyak nilai dari pahlawan tersebut yang bisa kita ambil dan kita laksanakan saat ini. Pada era globalisasi ini dimana jarak dan waktu bukanlah hambatan dalam mengakses informasi apapun, disatu sisi sangat menguntungkan karena kita tidak ketinggalan informasi dibanding orang atau negara lain. Akan tetapi kondisi ini juga perlu diwaspadai, karena kemudahan yang ada membuat terlena dan munculah berbagai kondisi yang dapat disebut krisis identitas. Penumbuhan dan penguatan nilai-nilai yang berasal dari para pahlawan bangsa sangat diperlukan untuk selalu bisa menjaga identitas bangsa. Nilai-nilai yang dapat diambil dari perjuangan para pahlawan tersebut, diantaranya: 1. Patriotisme Patriotisme adalah sebuah sikap yang berani dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Nilai ini tidak diragukan ada pada diri para pahlawan. Foto-foto dan diorama yang berada dalam museum jelas sekali nilai patriotisme tersebut. Para pahlawan tersebut berjuang tanpa pamrih, yang mereka perjuangkan hanya satu kebenaran dalam hal ini tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia. 2. Kesetaraan Nilai ini dapat dilihat bagaimana para pemimpin bangsa dan para pejuang kita berusaha menempatkan Bangsa Indonesia setara dengan Belanda yang sudah menjajah kita selama 350 tahun. Bagaimana para pemimpin bangsa mewujudkan kesetaraan tersebut dalam perjuangan melalui jalur diplomasi, misal dalam perjajian Roem Royen, meskipun
hasilnya memang tidak sesuai keinginan bangsa Indonesia akan tetapi kesetaraan itu nyata diperjuangkan oleh para pemimpin kita. 3. Kemandirian Nilai ini dapat dilihat meskipun persenjataan kurang memadai para pejuang tetap berjuang sekuang tenaga mengorbankan segala yang mereka punya. Para pejuang tersebut mandiri menggunakan
persenjataan
yang
mereka miliki
sendiri.
Misalnya
mereka
menggunakan bambu runcing, keris, tombak, dan apapun yang mereka miliki yang dapat digunakan sebagai senjata 4. Sinergi Perjuangan
yang
dilakukan
untuk
memperjuangkan
dan
mempertahankan
kemerdekaan sebagaimana digambarkan dalam monumen yogya kembali tidak dilakukan hanya oleh seorang atau satu kelompok pahlawan. Perjuangan itu dilakukan oleh banyak kalangan misalnya tentara, pegawai, petani, pedagang, wanita, dan lain-lain. Mereka berasal bukan hanya dari satu suku tetapi dari banyak suku saling bahu membahu bersinergi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 5. Kegigihan dan semangat pantang menyerah Nilai ini nyata dapat kita lihat pada diri panglima besar Jenderal Soedirman. Dalam keadaan sakit beliau tetap memimpin perang gerilya untuk mempertahankan NKRI. Dalam museum tersebut dapat kita lihat tandu yang digunakan oleh panglima besar Jenderal Soedirman ketika beliau memimpin perang gerilya. Salah satu ucapan pak dirman adalah “yang sakit adalah Soedirman, sedangkan panglima besar tidak pernah sakit”. Terlihat sekali kegigihan panglima besar dan ini tentunya menular kepada para pasukannya. Mereka tidak menyerah walaupun dalam hal persenjataan sangat jauh bila dibandingkan dengan Belanda, akan tetapi mereka tetap berjuang dengan menggunakan strategi perang gerilya. Nilai-nilai tersebut tentunya dapat diterapkan didalam kehidupan kekinian. Apabila setiap anak bangsa dapat bersama-sama menerapkan nilai tersebut niscaya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju. Kenapa kadang values tidak bisa diterapkan? Beberapa hal yang menyebabkan values tidak diterapkan menurut Rhenald Khasali adalah: 1.
Nilai-nilai itu tidak mencerminkan apa yang dipercayai para pemimpin atau para pendahulu untuk mencapai keberhasilan
2.
Nilai-nilai hanya dirangkai agar mudah diingat dalam bentuk sebuah singkatan
3.
Nilai-nilai terlalu dipaksakan (top down)
4.
Nilai-nilai ini sekadar dijadikan hiasan
5.
Nilai-nilai tersebut tidak dijadikan budaya
Sebagai contoh kenapa nilai tepat waktu tidak atau belum menjadi kebiasaan di lingkungan kita karena nilai yang indah tersebut tidak dijadikan budaya. Lalu bagaimana agar nilai yang ada disekitar kita bisa diterapkan dan menjadi nafas dalam kehidupan kita, Rheinald khasali memberikan solusi yaitu adanya cracking values. Apa yang dimaksud dengan cracking values? Cracking values adalah penguatan dan peremajaan nilai-nilai institusi yang menjadi tuntutan publik dan sekaligus penentu bagi masa depan sebuah bangsa. Penutup Dalam era globalisasi ini Bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa perlu menggali dan menguatkan nilai-nilai yang diambil dari pendahulu diantaranya para pahlawan. Nilai-nilai yang dapat diambil dari pahlawan selama berjuang dan dapat terus dilaksanakan diantaranya : patriotisme, kesetaraan, kemadirian, sinergi, dan kegigihan yaitu semangat pantang menyerah.
Daftar Pustaka
Khasali Rhenald, Cracking Values, Bersih, Bersinar, Kompetitif, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012 Utami Sri, Benny Sugito, Yudi Pranowo, Buku Petunjuk Koleksi Monumen Yogya Kembali, badan Pengelola Monumen Yogya Kembali, 2000 http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial