1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok menyebabkan risiko timbulnya berbagai penyakit atau gangguan kesehatan seperti penyakit tidak menular (PTM) yang dapat terjadi, baik pada perokok itu sendiri rnaupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Perokok pasif adalah seseorang yang menghirup asap rokok yang dihasilkan oleh tembakau yang terbakar dengan suhu tinggi dan mengandung lebih sedikit oksigen dibandingkan dengan asap yang dihisap oleh perokok aktif. Asap rokok tidak hanya memberikan akibat buruk kepada perokoknya saja, tetapi juga kepada orang lain di sekitarnya yang menghisap asap rokok tersebut. Mereka ini disebut sebagai perokok pasif atau second hand smoke. Perokok pasif dewasa memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru-paru, dan penyakit paru lainnya. Perokok pasif bayi dan anak-anak berisiko tinggi terkena infeksi telinga dan SID (sudden infant death syndrome) (Achadi, 2005). Oleh karena itu, pengetahuan mengenai bahaya merokok sangat diperlukan untuk dapat mencegah seseorang berperilaku merokok. Menurut WHO (World Health Organization), jumlah perokok di dunia sekitar 1,26 miliar orang, yang sebagian besar adalah laki-laki. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diduga, hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang per tahunnya. Sejauh ini, wabah merokok telah terjadi di negara-negara maju, dan pada tahun 2030 diperkirakan tidak kurang dari 70% kematian yang disebabkan oleh rokok akan terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara 1
2
berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan. Indonesia termasuk dalam 3 negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia. Prevalensi pengguna tembakau di Indonesia telah meningkat pada berbagai kelompok usia. Rata-rata usia merokok pertama kali di Indonesia semakin lama bergeser ke usia semakin muda (Ng, 2007). Menurut data SUSENAS (2001), sebanyak 31,5% penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas adalah perokok aktif (laki-laki 62,2%, perempuan 1,3%) dan 70% penduduk adalah perokok pasif (Srisantyorini, 2004). Jumlah perokok remaja di Indonesia ternyata juga tinggi di dunia, sekitar 13,2% remaja adalah perokok aktif dari total populasi laki-laki perokok Indonesia, yaitu 69% (Sibarani, 2008). Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi merokok pada usia > 15 tahun adalah 34,7%, terendah di Sulawesi Tenggara 28,3% dan tertinggi di Kalimantan tengah 43,2%. Bila dipisahkan berdasarkan jenis kelamin maka perokok pria > 15 tahun adalah 65,9% dan perokok perempuan > 15 tahun adalah 4,2%. Merokok merupakan sebuah cara bagi remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok. Tekanan teman sebaya, penampilan diri, ingin terlihat tahu, stres, rasa bosan, ingin terlihat gagah dan menunjukkan sifat menentang, merupakan hal-hal yang dapat mengontribusi remaja mulai merokok (Soetjiningsih, 2004). Selain karena faktor teman sebaya, perilaku merokok juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Remaja menjadi perokok karena terpengaruh orangtuanya sendiri yang perokok berat, yang memungkinkan anak untuk mencontohnya (Mu’tadin, 2002). Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor, baik dalam diri maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku disebut determinan. Menurut Green (1980), faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:
3
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan fasilitas adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku merokok misalnya, paparan iklan rokok. c.
Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku merokok misalnya, pengaruh
teman
sebaya
dan
pengaruh
lingkungan
keluarga
(orangtua). Hasil penelitian Lembaga Menangani Masalah Merokok (LM3) (2003, cit. Srisantyorini, 2004) pada pelajar SMU dan akademi di Jakarta, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk merokok
adalah
pengaruh
teman
atau
lingkungan
(29,6%),
menghilangkan kesepian (29,5%), menghilangkan ketegangan (11,6%), sebagai alat pergaulan atau komunikasi (11,2%), untuk konsentrasi belajar (7,7%), ingin diakui dewasa (6,6%), ikut idola atau orangtua (3,6%). Berdasarkan data di atas, dapat dilihat besarnya jumlah perokok remaja di Indonesia. Padahal, semakin muda seseorang memulai untuk merokok, akan semakin sulit untuk berhenti merokok. Remaja merokok juga dipengaruhi oleh paparan iklan dan adegan merokok dalam film. Menurut Braverman dan Aaro (2004), perilaku merokok pada remaja dan keinginan mereka untuk merokok di masa yang akan datang (ketika berusia 20 tahun), berhubungan dengan paparan iklan rokok. Banyaknya remaja menonton film dengan adegan merokok di dalamnya, sangat berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja (Sargent, et al., 2001). Penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa iklan rokok berpengaruh terhadap perilaku merokok pada anak dan menghambat orangtua melarang
anaknya untuk merokok, apalagi iklan tersebut
menonjolkan maskulinitas yang membuat pria akan merasa percaya diri
4
dengan merokok (Aditama, 1997). Adegan merokok yang diperankan oleh public figure, termasuk artis dalam sinetron-sinetron yang ditayangkan di stasiun televisi, dapat menjadi pemicu kebiasaan merokok di kalangan masyarakat, terutama remaja (Aditama, 2000). Di Indonesia, perusahaan tembakau menjadi sponsor pada kegiatan olahraga, acara remaja dan konser musik. Akibatnya, remaja-remaja di Indonesia sangat terpengaruh oleh iklan rokok yang mengasosiasikan merokok dengan keberhasilan dan kebahagiaan (Anonim, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Prabandari (2004) menunjukkan adanya hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok pada siswa SLTP dan SLTA di Yogyakarta. Semakin tinggi paparan iklan rokok yang diterima, semakin tinggi perilaku merokok pada siswa. Kabupaten Brebes terletak di Provinsi Jawa Tengah memiliki 32 sekolah menengah umum negeri, 37 sekolah menengah kejuruan negeri dan 23 madrasah aliyah negeri. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa perilaku merokok remaja SMU di Kabupaten Brebes dapat terlihat dengan jelas. Pada saat jam istirahat, kegiatan merokok sering dilakukan para siswa di lingkungan sekolah. Pada saat jam belajar usai pun, banyak siswa yang merokok sambil berjalan, bahkan pada saat mengendarai sepeda motor. Hal ini dikarenakan adanya toko-toko di sekitar sekolah yang menjual rokok, sehingga para siswa dapat dengan mudah memperoleh rokok. Kegiatan sekolah juga sering disponsori oleh produk rokok. Iklan-iklan rokok di sepanjang jalan protokol di Kabupaten Brebes juga cukup banyak. Hal tersebut mempermudah para remaja untuk bisa mendapat informasi mengenai produk rokok terbaru, sehingga mendorong perilaku untuk merokok. Siswa-siswi SMU yang sedang tumbuh menjadi remaja sangat rawan terhadap paparan perilaku merokok. Survei tentang rokok pada remaja di Kabupaten Brebes belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini menyertakan siswa SMU. Banyak hal yang menyebabkan seseorang
menjadi perokok, baik yang berhubungan dengan faktor
5
internal maupun eksternal. Mengingat banyaknya jumlah perokok di kalangan remaja, khususnya siswa-siswi SMU di Kabupaten Brebes, penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa-siswi SMU di Kabupaten Brebes. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan bahaya merokok, paparan iklan rokok dan pengaruh sosial terhadap status merokok siswa-siswi SMU di Kabupaten Brebes? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang bahaya merokok, paparan iklan rokok, dan pengaruh sosial dengan status merokok siswa-siswi SMU negeri di Kabupaten Brebes. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui
hubungan
antara
pengetahuan
tentang
bahaya
merokok dengan status merokok b. Mengetahui hubungan antara paparan iklan rokok dengan status merokok. c. Mengetahui hubungan antara pengaruh sosial dengan status merokok. D. Manfaat penelitian 1. Bagi pihak SMU Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam upaya menghindarkan para siswa-siswi SMU dari perilaku merokok dengan memberikan pengetahuan dan informasi yang tetap. 2. Bagi pascasarjana IKM Sebagai masukan yang berguna terhadap upaya pencegahan peningkatan jumlah perokok pemula pada siswa-siswi SMU.
6
3. Bagi peneliti Sebagai referensi bagi peneliti - peneliti selanjutnya E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan ini, antara lain adalah 1. Prabandari (1994), meneliti metode pendidikan kesehatan melalui seminar dan diskusi sebagai alternatif penanggulangan perilaku merokok pada
remaja pelajar SLTA di Kodya Yogyakarta. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan melalui seminar lebih efektif daripada diskusi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku merokok pada remaja. Perbedaan penelitian tersebut dengan yang dilakukan peneliti adalah variabel independen mengenai pengetahuan tentang bahaya rokok, paparan iklan rokok, dan pengaruh sosial (teman sebaya dan keluarga) serta rancangan penelitian, sampel dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah pada sampel penelitian menggunakan remaja pelajar SLTA sebagai responden. 2. Manurung (2004), meneliti pendidikan kesehatan oleh peer education sebagai upaya pencegahan bahaya merokok. Diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan pengetahuan dan sikap peer education sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan oleh peer educator. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada, disain dan lokasi serta sampel penelitian. Persamaannya pada topik tentang rokok. 3.
Pattinasarany (2004), meneliti hubungan antara persepsi dan sikap
remaja tentang merokok dengan perilaku merokok di SMU Kota Masohi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap merokok dengan perilaku merokok remaja. Perbedaan penelitian tersebut dengan yang dilakukan peneliti adalah variabel independen, serta sampel
dan lokasi penelitian.
Persamaannya adalah keduanya menggunakan rancangan cross sectional dan topik tesisnya hampir sama.