PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman saat ini tindakan kriminalitas semakin meningkat. Tindakan kriminalitas ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun melibatkan pelajar dan jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Para pelajar yang berkisar usia 13-18 tahun termasuk dalam kategori masa remaja (Santrock, 2007). Masa remaja juga merupakan masa antara lain di tandai dengan sifat-sifat yang idealis, romantis, berkhayal, harapan tinggi dan berkeinginan (Gunarsa, 2006). Terdapat tugas perkembangan yang memiliki peranan yang penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal. Pada tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan yang lebih besar dalam sikap dan perilaku untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 2002). Dengan tugas perkembangan yang dialami remaja begitu banyak, remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan mau pun perilaku. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu, seperti kondisi yang tidak kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja (juvenile delinquency). Perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Kenakalan remaja menurut Jensen (1985) dalam (Kartono, 1998) melihat perilaku delikuen dari segi bentuk dan dampak kenakalan, menggolongkan perilaku delinkuen dalam empat jenis, yaitu Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. Kenakalan yang menimbulkan 1
korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks pra-nikah. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Aktifitas kenakalan remaja seperti membolos, merokok, minum-minuman keras tak jarang para pelajar ini juga terlibat dalam aksi tawuran antar sekolah atau kelompok, penggunaan obat-obatan terlarang, pencurian dan seks bebas (Kartono, 2006). Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Palupi (2004) menyebutkan jenis-jenis kenakalan remaja yang di lakukan oleh siswa SMP Negeri 2 Salatiga antara lain adalah membolos, keluyuran, merokok, membaca buku porno, menonton film porno dan minum-minuman keras. Sedangkan menurut Winarni (2004) di Desa Sukorharjo Kabupaten Semarang jenis-jenis kenakalan remaja yang sering di lakukan adalah minum-minuman keras dan narkoba (25 %), merokok (25%), membolos dan keluyuran (20%), melakukan hubungan seks bebas dengan pacar atau pelacur (10%). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Bimbingan Konseling Dra. Dwi Ratna Ningsih (19 Maret, 2012) karakteristik dari kenakalan remaja yang dilakukan siswa di SMA 2 Boyolali, yaitu membolos sekolah, tidak tertib dalam memakai atribut sekolah, perkelahian antar siswa dan penggunaan miras hal ini terjadi dalam lima tahun terakhir ini. Berbagai macam faktor yang melatarbelakangi kenakalan remaja di antaranya adalah faktor dalam diri (internal) seperti kurangnya penyaluran emosi, kurangnya fasilitas dan sarana yang baik dirumah maupun di sekolah guna penyaluran bakat, minat, maupun daya kreatifitas yang dimiliki anak. 2
Akibatnya anak mencari kesibukan di luar rumah dengan melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Lemahnya kemampuan pengawasan diri terhadap pengaruh lingkungan, mengalami kegagalan dalam prestasi sekolah maupun dalam pergaulan. Banyak siswa yang terpaksa melakukan tindakan nakal sebagai pelampiasan emosi atau amarahnya karena gagal dalam ulangan, tes dan tinggal kelas. Dalam hal pergaulan siswa kurang bersosialisasi dengan teman sebaya. Sedangkan dari faktor luar remaja (eksternal) seperti lingkungan keluarga atau faktor dari rumah, keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk berkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak (Cell, 2011). Lingkungan keluarga yang bermacam-macam keadaannya dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif bagi anak. Keadaan keluarga yang terpecah (broken home) maupun keluarga yang broken home semua (quasi broken home), kedua hal ini dapat memberikan potensi yang kuat dalam membuat siswa menjadi melakukan tindakan nakal di sekolah maupun di masyarakat. Rumah tangga yang berantakan dapat membawa pengaruh psikologis buruk bagi perkembangan mental dan pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk di luar rumah tidak dapat memberikan cukup waktu kepada anak-anaknya, dapat mengakibatkan anak merasa dirinya diabaikan dan tak dicintai. Kesempatan ini sering digunakan anak untuk mencari kepuasan di luar, dengan kawan-kawannya yang senasib yang akhirnya membentuk geng-geng yang memiliki sifat-sifat agresif, sehingga dapat mengganggu masyarakat. Hal ini bisa mengarahkan kepada yang di namakan kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Keadaan
ekomoni yang tinggi maupun rendah juga dapat menjadi penyebab siswa melakukan tindakan kenakalan remaja (Cell, 2011). Kenakalan remaja atau perilaku delikuensi dapat terjadi karena adanya intensi berperilaku delikuen (Hapsari, 2010). Intensi merupakan kecenderungan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku. Faktor 3
yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu perilaku adalah sikap terhadap perilaku, individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderung untuk melakukan tindakan tersebut. Faktor kedua adalah norma subjektif, individu yang memiliki keyakinan bahwa orang lain atau suatu kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukan. Apabila individu tergabung dalam suatu kelompok, maka apa yang menjadi nilai dalam kelompok tersebut akan dipatuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor yang menfasilitasi atau menghalangi perilaku yang akan dilakukan individu, ini merupakan faktor ketiga (Ajzen, 2005). Kecenderungan perilaku yang menyimpang ini dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Pada masa remaja, kegiatan para pelajar
yang sering dilakukan
berkisar antara sekolah dengan membantu pekerjaan orang tua. Setelah itu para pelajar memiliki waktu luang yang banyak. Jika para pelajar tepat dalam menggunakan waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang positif tentunya akan menghasilkan perilaku yang baik. Bila sebaliknya waktu luang tersebut diisi dengan kegiatan yang negatif maka akan menghasilkan perilaku yang negatif yang dapat mengganggu lingkungan seperti terjadi kenalakan remaja (Hapsari, 2010). Untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang baik dan sesuai tingkat perkembangan masa remaja tidaklah mudah dan hal ini menjadi masalah bagi kebanyakan para pelajar. Terkait dengan masalah delikuensi, Masngudin (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan kegiatan yang positif dapat memicu terjadinya delikuensi selain dari pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial sekitar.
4
Kegiatan belajar disekolah adalah kegiatan yang positif bagi para remaja. Namun, setelah kegiatan belajar selesai para remaja memiliki waktu luang yang banyak di luar sekolah dibandingkan dengan jam sekolah. Hal tersebut dapat memberikan peluang bagi para remaja salah dalam bergaul dan melakukan tindakan-tindakan negatif sehingga dapat terjebak dalam kenakalan remaja (Hapsari, 2010). Sekolah merupakan salah satu instansi yang dapat membantu para remaja untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Sekolah dapat menfasilitasi dengan mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler, Pengertian ekstrakurikuler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) yaitu:”suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2010) menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara minat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan intensi delinkuensi remaja pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Semarang. Sumbangan efektif dalam penelitian ini sebesar 0,241, artinya intensi delinkuensi remaja 24,1% ditentukan oleh minat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, sedangkan sisanya sebesar 75,9% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Burton (2005) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler baik non-sport dan sport untuk terjadi perilaku delikuensi di kalangan para pelajar. Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Hapsari, kelemahan yang di dapatkan hanya menggunakan subyek siswa Sekolah Menegah 5
Kejuruan padahal tidak hanya siswa SMK saja yang terlibat dalam kasus delikuensi, siswa SMA juga memiliki peluang yang besar untuk terlibat dalam kasus tersebut. Seperti yang terjadi di kekerasan kelompok pelajar putri SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung, yang dikenal sebagai Geng Nyik-Nyik (Surya, 28 Oktober 2008). Sementara itu Kota Kupang, 15 pelajar SMA dari SM Negeri 3 dijaring aparat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Kupang karena terlibat pesta minuman keras atau miras pada jam sekolah (Kewa, November 2008). Bila di lihat dari karakteristik perbedaan antara siswa SMA dan SMK berdasarkan tujuan proses pembelajaran di sekolah adalah siswa SMA dipersiapkan untuk karir ekonomi atau melanjutkan pendidikan tinggi dan mencapai kematangan dalam pilihan karir atau jabatan (Caroline, 2009). Sedangkan siswa SMK menyiapkan tenaga kerja professional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian. Saat para siswa SMK maupun SMA tidak mampu untuk memainkan perannya sebagai siswa dengan tujuan proses pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dimungkinkan para siswa mencari aktifitas yang lainnya untuk menyalurkan ketidakmampuan yang dimiliki dan salah satunya terlibat dalam perilaku delikunsi. Melihat adanya kelemahan dari penelitian sebelumnya, muncul keinginan untuk menindaklanjuti penelitian tersebut. Dengan perubahan subyek pada siswa Sekolah Menengah Atas dan bidang ekstrakurikuler khususnya pramuka. Ekstrakurikuler Pramuka di SMA 2 Boyolali merupakan ekstrakurikuler yang paling banyak di minati oleh para siswa, jika ditinjau dari ciri-ciri kegiatan pramuka (Abubakar, 1995) kegiatan ini bersifat sukarela artinya setiap anggota dengan sukarela mengikuti segala aturan yang ada. Selain itu, dalam kegiatan ini dilatih untuk memiliki
6
kedisplinan yang tinggi, kemandirian hidup serta memupuk rasa tanggung jawab dan sikap loyalitas. Berdasarkan hasil wawancara bersama Fajar (16 Februari, 2012) yang merupakan pradana di Ambalan Tunas Patria menyatakan bahwa dengan mengikuti ekstrakurikuler pramuka, memberikan banyak manfaat pada dirinya. Seperti melatih kepemimpinan, mengajarkan kemandirian dan belajar berguna bagi sesama manusia. Hal ini sesuai dengan tujuan dari gerakan pramuka mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisiknya untuk menjadi generasi muda Indonesia yang baik (Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, 2004). Para siswa SMA termasuk dalam jenjang tingkatan kepramukaan sebagai pramuka penegak. Berbagai macam kegiatan yang ada di kegiatan pramuka seperti latihan pengembangan kepemimpinan, perkemahan, Raimuna, penataran, seminar dan lokakarya dengan tujuan untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan
bagi generasi muda
(Pandurasta, 2010). Dengan berbagai macam kegiatan yang ada di ekstrakurikuler pramuka, di harapkan dapat membantu para siswa untuk mengisi waktu luangnya dengan ikut berpartisipasi, partisipasi yang di maksudkan adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis, 1962). Maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan Apakah ada hubungan antara partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka dengan intensi perilaku delikuensi remaja pada siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Boyolali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka 7
dengan intensi perilaku delikuensi remaja pada siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Boyolali. Manfaat dari penelitian ini selain dapat memberikan informasi dalam memperkaya hasil penelitian tentang perilaku delikuensi pada perkembangan remaja khususnya pada bidang keilmuan psikologi pendidikan serta menjadi masukan bagi lembaga.
TINJAUAN PUSTAKA Intensi Delikuensi Remaja Pengertian dari intensi (intention) yaitu sebagai satu perjuangan guna mencapai satu tujuan; ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek. Dari pengertian tadi menyiratkan bahwa intensi merupakan suatu yang disengaja atau disadari bahkan telah mulai dilakukan. Hal ini di dukung dalam definisi dari intensional (intentional) yaitu menyinggung maksud, pamrih atau tujuan; dengan maksud tertentu; disadari atau kemauan sendiri (Chaplin, 2004). Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktifitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi merupakan suatu faktor psikologis yang terletak diantara sikap dan perbuatan, maksudnya bahwa tanpa adanya intensi suatu perbuatan tidak akan muncul, meskipun sikap tersebut sangat kuat (Fishben dan Ajzen dalam Wijaya, 2007). Delikuensi (delinqunency) berasal dari bahasa Latin “Delinquere”, yang diartikan terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas menjadi jahat, anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror dan tidak dapat diatur (Kartono, 2006). Remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi 8
dewasa. Remaja atau adolescence mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2002). Jadi dapat disimpulkan bahwa Intensi delikuensi remaja adalah suatu kebulatan tekad remaja untuk melakukan suatu tindakan yang melanggar suatu norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat, melakukan pelanggaran hukum, bertindak antisosial serta melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan umum. 1. Bentuk-bentuk kenakalan remaja (Kartono, 2006) Kebut-kebutan di jalan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan jiwa orang lain. Biasanya hal ini dilakukan dalam suatu kelompok atau geng-geng motor tertentu, dijadikan arena perjudian dengan taruhan uang. Ugal-ugalan yang merusak ketentraman masyarakat di sekitarnya. Tindakan yang dilakukan seperti merusak fasilitas umum, mengotori tempat-tempat umum. Misalnya membuat graffiti di tembok-tembok jalan tanpa ijin. Perkahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah yang dapat membawa korban jiwa. Tidak mengikuti pelajaran di sekolah tetapi berkeliaran di jalan-jalan umum, di supermarket atau bersembunyi di tempat yang sepi sambil melakukan kegiatan-kegiatan asusila. Mengancam,
mengintimidasi,
memeras,
mencuri,
mencopet,
merampas. Berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas dan suka membuat keonaran. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, menuntut pengakuan diri, emosi balas dendam, kecewa ditolak cintanya oleh lawan jenisnya. Kecanduan dan ketagihan narkoba yang erat kaitannya dengan tindakan kejahatan. Perjudian atau bentuk permainan lainnya yang bersifat taruhan. Komersialisasi seks, pengguguran janin
9
Partisipasi Dalam Ekstrakurikuler Pramuka Menurut Davis (1962) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. partisipasi merupakan wujud tingkah laku secara nyata dalam suatu kegiatan yang merupakan totalitas dari suatu keterlibatan mental dan emosional. Sedangkan ekstrakurikuler adalah suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Pramuka merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang
di
adakan
disekolah.
Tugas
dari
gerakan
pramuka
adalah
menumbuhkan tunas-tunas bangsa agar menjadi generasi yang lebih baik serta bertanggung jawab (Pandurasta, 2010). 1. Bentuk-bentuk partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka a. Keterlibatan mental dan emosi individu dalam kegiatan pramuka. Keterlibatan individu dalam suatu kelompok bukan hanya dalam suatu tugas akan tetapi juga melibatkan diri. Individu melakukan identifikasi pada dirinya atas kemampuan yang dimiliki untuk mengerjakan tugas yang diberikan atau pada saat dirinya
dibutuhkan
untuk
membantu
mengerjakan
atau
melaksanakan suatu tugas dalam kelompok (Partrik, 2012). Keterlibatan mental dan emosi dalam kegiatan pramuka, partisipasi ini dapat terwujud dalam perilaku seperti individu hadir tepat waktu pada saat kegiatan, mengenakan seragam lengkap dengan atributnya sebagai bentuk taat pada aturan, mengikuti kegiatan pramuka atas dasar keinginan sendiri dan 10
mengikuti setiap kegiatan yang ada didalam pramuka seperti upacara bendera, bakti sosial, latihan tali-menali, baris berbaris, membuat ketrampilan, perkemahan, perlombahan antar ambalan demi tercapainya visi dan misi dalam pramuka, bersedia membantu rekan kerjanya walapun bukan tugasnya. b. Motivasi individu untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan pramuka. Mengembangkan setiap inisiatif dan kreatifitas yang dimiliki ke arah tercapainya tujuan kelompok, menjadi seorang individu yang mampu memprakarsai atau menjadi penggerak atas setiap keputusan atau tujuan dalam suatu organisasi yang telah disepakati bersama. Seperti menciptakan hal-hal baru, memberi ide-ide atau pandangan baru yang bermanfaat untuk kelompoknya (Nugroho, 2011). Jika dalam kegiatan pramuka, partisipasi ini dapat terwujud dalam perilaku seperti anggota pramuka berani untuk mengemukakan ide-ide baru yang bermanfaat bagi kegiatan pramuka, berani menyampaikan pendapatnya dalam rapat pengurus maupun ambalan. c. Individu menerima tanggung jawab yang diberikan dalam kegiatan pramuka. Partisipasi ini terwujud dalam bentuk kesadaran anggota dalam bertanggung jawab terhadap aktifitas dan pencapaian tujuan organisasi. Individu sadar bahwa dirinya adalah salah satu angoota suatu kelompok, apa yang terjadi dalam suatu kelompok tersebut juga menjadi tanggung jawab dirinya. Menjadi pribadi yang ulet, menjalankan setiap tugas yang diberikan dan berani mengambil setiap resiko pada setiap tugas yang diberikan ( 11
Ariefyuri, 2012). Dalam kegiatan pramuka partisipasi ini dapat terwujud dalam perilaku seperti saat mendapat tugas baik dari pembina pramuka maupun sesama anggota dalam satu ambalan, menerima tugas tersebut dan melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab bahkan siap untuk menerima resiko sesuai dengan apa yang telah dilakukan. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji korelasi dimana terdapat dua variabel yaitu intensi delikuensi remaja sebagai variabel terikat dan partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka sebagai variabel bebas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI dan XII di SMA Negri 2 Boyolali yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka berjumlah 50 orang. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala intensi delikuensi ini disusun oleh penulis berdasarkan 20 jenis-jenis kenakalan remaja yang dikemukan oleh Kartono (2006). Skala partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka di susun berdasarkan tiga aspek menurut Davis (1962). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada skala intensi delikuensi remaja didapatkan koefisien validitas yang bergerak dari angka 0,239 sampai dengan 0,817. Dalam perhitungan terdapat 8 item yang gugur karena tidak memenuhi standar validitas yang ditetapkan (≥0,20) dan hanya 22 item yang terpakai. Uji reliabilitasnya dengan menggunakan program SPSS for 12
windowa version 17 dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach memperoleh angka reliabilitas sebesar 0,903. Sedangkan pada pengujian skala partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka didapatkan koefisien validitas yang bergerak dari 0,270 sampai dengan 0,839. Dalam perhitungan terdapat 7 item yang gugur karena tidak memenuhi standar validitas yang ditetapkan (≥0,20) dan hanya 43 item yang terpakai, memperoleh angka reliabilitas sebesar 0,958. Hasil analisi deskriptif siswa SMA Negri 2 Boyolali 96 % memiliki intensi delikuensi pada kategori rendah dan 60 % untuk partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka pada kategori tinggi. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunkan uji KolmogrovSmirnov dengan bantuan SPSS versi 17 for Windows. Hasil yang diperoleh adalah p=1,897 untuk pada sampel intensi delikuensi remaja dan p=0,974 untuk pada sampel partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka dengan p>0,05. Jadi kedua variabel ini tidak berdistribusi dengan normal. Pengujian linieritas dengan bantuan SPSS versi 17 for Windows dengan uji Anova diperoleh Fbeda= 1,473 dengan p > 0,05 yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut linier dengan taraf signifikasi sebesar 0,188. Pengujian analisis data dilakukan dengan perhitungan uji korelasi Sperman menunjukkan korelasi sebesar -0,350 dengan signifikasi sebesar 0,006 dengan p<0,05 maka hipotesis penelitian yang diterima adalah Hi, yaitu hipotes penelitian yang berbunyi ada hubungan negatif yang signifikan antara partisipasi dalam pramuka dengan intensi delikuensi remaja. Dengan sumbangan efektif sebesar 12,25%, artinya variabel intensi delikuensi dapat di prediksi oleh vareiabel partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka. Sedangkan 87,75 % di tentukan oleh faktor-faktor lain seperti didikan dalam keluarga, ajaran agama, pengaruh dari teman sebaya serta lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian ini, intensi delikuensi remaja di pengaruhi oleh partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan 13
ekstrakurikuler pramuka merupakan salah satu kegiatan yang positif untuk mengisi waktu luang. Sedangkan pengisian waktu luang dengan baik dengan cara yang sesuai dengan umur remaja, masih merupakan masalah bagi kebanyakan remaja rasa bosan, segan untuk melakukan apa saja merupakan fenomena yang sering dijumpai (Monks,2002). Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang penting untuk membantu siswa dalam mengisi waktu luangnya salah satunya dengan mengaktifkan setiap kegiatan ekstrakurikuler, salah satunya ekstrakurikuler pramuka. (Masngudin, 2004). mengenai tingginya partisipasi dalam ekstrakurikuler pramuka. Mereka menyatakan bahwa saat mengikuti ekstrakurikuler pramuka, mereka mendapatkan wawasan atau pengetahuan yang luas serta kegiatan pramuka itu menyenangkan bagi mereka. Selain itu, mereka mendapatkan pengajaran atau pembinaan yang baik dari kakak pembina sehingga meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan pramuka. Rasa kebersamaan, melatih kemandirian, melatih kepemimpinan dan kedisplinan dapat mereka kembangkan saat mengikuti kegiatan pramuka. Hal ini serupa dengan tujuan dari gerakan pramuka yaitu mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisiknya untuk menjadi generasi muda Indonesia yang baik (Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, 2004). Bentuk-bentuk partisipasi yang mereka lakukan seperti siap menerima tugas yang di berikan oleh kakak pembina, saat ada perlombaan siap untuk ditugaskan, selain menjalankan tugas mereka juga dapat bersosialisasi dengan anggota pramuka dari sekolah lain. Dengan apa yang mereka dapatkan di dalam kegiatan pramuka juga mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti ikut terlibat dalam kegiatan organisasi dalam masyarakat seperti karang taruna, berani untuk menyampaikan pendapat saat dalam rapat, berani untuk menerima setiap tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi dan saat di dalam kelas berani untuk 14
menjawab
pertanyaan
ataupun
menyampaikan
pendapat.
Mereka
menyatakan bahwa itu semua, mereka dapatkan ketika ikut serta dalam kegiatan pramuka. Walaupun fasilitas yang mereka dapatkan kurang memadai sepertinya kurang dana dari sekolah saat mengikuti perlombaan, peralatan yang sudah mulai rusak, kurang adanya perbaikan. Mereka mengharapkan adanya perhatian dari pihak sekolah untuk ekstrakurikuler pramuka. Jadi dapat dikatakan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh siswa SMA Negri 2 Boyolali sesuai dengan bentuk partisipasi menurut Davis (1962) keterlibatan mereka tidak hanya secara mental dan emosi saja, namun mereka juga memberikan kontribusi dan bertanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut yang mempengaruhi siswa di SMA Negri 2 Boyolali memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara intensi delikuensi remaja dengan partisipasi dalam pramuka di SMA Negri 2 Boyolali. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi partisipasi dalam pramuka maka semakin rendah intensi delikuensi remaja. Ditunjukkan dengan korelasi r = -0,350 dengan signifikasi sebesar 0,006 (p < 0,05) dengan sumbangan efektif sebesar 12,25 %. Norma kategorisasi hasil pengukuran skala intensi delikuensi dan partisipasi dalam pramuka memperoleh jumlah atau skor prosentase, untuk intensi delikuensi sebesar 96 % berada pada 15
kategori rendah. Sedangkan untuk partisipasi pramuka sebesar 60 % berada pada kategori tinggi.
B. SARAN Ada pun saran yang dapat diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian, antara lain : 1. Bagi siswa Para
siswa
diharapkan
tetap
untuk
mempertahankan
partisipasinya dalam ekstrakurikuler pramuka. Karena dengan ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dapat mencegah keinginan berperilaku delikuensi. 2. Bagi guru dan sekolah Meningkatkan serta mendukung kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dengan cara menyediakan fasilitas yang ada seperti memberikan dana yang cukup, menyediakan setiap peralatan yang dibutuhkan. Sehingga membuat anak semakin termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstarkurikuler pramuka. 3. Bagi penelitian selanjutnya Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik melakukan dan mengembangkannya di sarankan untuk meneliti mengenai faktorfaktor lain yang tidak diungkapkan dalam penelitian ini seperti pengaruh didikan orang tua, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitar yang dapat mengindikasikan adanya intensi untuk berperilaku delikuensi serta dapat meneliti tentang partisipasi dalam ekstrakurikuler yang lainnya. Berangkat dari kelemahan penelitian ini maka peneliti selanjutnya di harapkan untuk lebih memperjelas mengenai teori dan aspek dari intensi delikuensi dan partisipasi. 16
DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar offset. Azwar, S. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset. Azwar, S. (2009). Realibilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset. Abubakar. (1995). Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan edisi kedua. Jakarta : Yudistira. Arikunto, S. (2003). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ancok, D. (1987). Nuansa Psikologi Pembangunan. Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil & Pustaka Pelajar. Ariefyuri. (2009). Pentingnya kegiatan ekstrakurikuler. Diakses tanggal 10 Maret 2012 dari http : //arieif.blogspot.com. Bandura, A. (1986), Social foundation of thought and action, Prentice Hall, Englewood Clift,NJ. Burton, J.M. (2005). Protective factors for youth considered ar risk of criminal behaviour: does participation in extracurriaular activities help?. © Whurr Publishers Ltd. Chaplin, JP. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Press. Cell, I. (2011). Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja. Diakses tanggal 28 Februari 2012 dari http://ipascell.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-penyebabkenakalan-remaja.html. Davis,K. (1962). Human Relations at Work. New York, San Francisco, Toronto, London, hlm.15-19. Departemen pendidikan dan kebudayaan. (1998). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Sebagai Salah Satu Jalur Pembinaan
17
Kesiswaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Dirjend Dikasmen. Departemen pendidikan nasional. (2002). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Ekowarni. (1993). Penyimpangan perilaku remaja dalam masyarakat. Jakarta : Erlangga. Fishbein, M & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. California: Addison-Wesley Publishing Company Inc, Menlo Park. Furhmann, B.S. (1990). Adolescence, Adolescent. Foresman/Little, Brown Higher Education.
Illiois:
Scott,
Guilford, J.P. (1959). Psychomrteic Metdhos Second Edition. New York: Mc.Graw-Hill Book Company, Inc. Gunarsa, D.S. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. (perkembangan anak oleh Eduastri T. Atmodiwirjo). Yogyakarta : Andi. Hurlock, B.E. (1973). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kantor linkungan hidup. Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Ahli bahasa Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan . Ahli bahasa Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Kartono, K. (1988). Psikologi sosial II. Jakarta: Rajawali Kartono,K. (2006). Patologi sosial II. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hadi,S. (1994). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offset. Lutan, R. (1986). Manajemen penjaskes. Jakarta: Depdikbud. 18
Masngudin. (2004). Kenakalan remaja sebagai perilaku menyimpang dan hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga..diakses pada tanggal 7 Maret 2012 dari http://www.despos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/Masngu din.htm. Mulyono,Y.B. (1984). Pendekatan analisis kenakalan remaja dan penanggulangannya. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Monks,F.J., Knoers,A.M.P., & Haditono,S.R. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nugroho,T. (2012). Manfaat organisasi. Diakses tanggal 7 Maret 2012 dari http://manfaat organisasai/kompasiana.htm Palupi, Y.B. (2004). Jenis dan factor – factor penyebab kenakalan siswa tahun pelajaran 2002 – 2003 ( studi kasus di SLTP Negeri 2 Salatiga) Skripsi (tidak ditertibkan). Salatiga: Fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan – PPKn. Universitas Kristen Satya Wacana. Pandurasta. (2010). Kegiatan pramuka. Diakses tanggal 7 Maret 2012 dari http:/racanastainska.blogspot. Priyanto, D. (2010). Teknik mudah dan cepat melakukan analisis data penelitian dengan SPSS dan Tanya jawab ujian pendadaran. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Retno,U.H. (2010). Hubungan Antara Minat Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Dengan Intensi Delikuensi Remaja Pada Siswa Sekolah Menegah Kejuruan ( SMK) Di Kota Semarang. Diakses tanggal 13 Oktober 2012 dari http://eprints.undip.ac.id/111112/1/jurnal Santrock, J.W. (2002). Life span development. Jakarta : Erlangga. Setyawan,A. (2008). Variabel penelitian dan definisi operasional variabel. Diakses tanggal 22 Maret 2012 dari http://adityasetyawan.files.wordpress.com/2009/01/variable-penelitiandan-definisi-operasional-variable2.pdf. Sudarsono. (2004). Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta. 19
Sugiyono. (2000). Metode penelitian bisnis. Bandung : CV. Alfabeta. Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta. Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Wahyono, T. (2009). 25 model analisis statistika dengan SPSS 17. Memahami teknik analisis statistika secara sistematis dan praktis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Wijaya, T. (2007). Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha (Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta) di askes tanggal 14 April 2012 dari http://directory.umm.ac.id/Wirausaha/MAN07090204.pdf Winarni, D.J.T. (2004). Profil pelaku nakal remaja di desa sukoharjo kecamatan pabelan kabupaten Semarang Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan – PPKn. Universitas Kristen Satya Wacana. Winarno. (2009). Makalah Ekskul Di Sekolah. Diakses pada tanggal 22 Juli 2011 dari http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/10/Makalah-Ekskul-diSekolah.pdf. Zhavra, K. (2010). Tujuan gerakan pramuka, arti sebuah eksistensi. Diakses 22 Juli 2011 dari http://kangzhavramenulis.wordpress.com/tag/pramuka/
Wikipedia. (2012). Sekolah menengah atas. Diakses pada tanggal 22 Juli 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas.
20