Berbagai Strategi Independent Learning yang Ideal Mengacu pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
TIM PENELITI Gayathridayawasi (1402005047) dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, Negara Indonesia telah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejak tahun 2004. Menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000, harapan yang ingin dicapai melalui KBK ini adalah ”luaran hasil pendidikan
(outcomes)
yang
diharapkan
sesuai
dengan
societal
needs,
industrial/business needs, dan professional needs; dengan pengertian bahwa outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan intelectual skill, knowledge dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh.” Jadi dengan kata lain dapat diartikan bahwa tujuan dari KBK ini adalah menghasilkan lulusan pendidikan yang berkompeten sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di perguruan tinggi, sejalan dengan harapan dari KBK tersebut khususnya di Fakultas Kedokteran, Program Studi Pendidikan Dokter telah diterapkan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) sejak tahun 2007. UKDI memiliki tujuan untuk menjamin lulusan program profesi dokter yang berkompeten dan terstandar secara nasional. Sehingga setelah mengikuti dan lulus dari ujian kompetensi tersebut peserta didik akan memperoleh umpan balik dari proses pendidikannya berupa ijazah dokter dari institusi pendidikan sekaligus sertifikat kompetensi dari institusi yang berwenang. Namun terlihat dari pelaksanaan UKDI pada bulan Mei tahun 2015, dari 3.744 orang peserta yang mendaftar, peserta yang lulus dan mampu melampaui Uji Kompetensi Mahasiswa Profesi Pendidikan Dokter (UKMPPD) ini hanya sekitar 46% dari jumlah peserta pendaftar, yaitu sekitar 1.753 orang (Dikti, 2015). Melalui hal ini dapat diartikan bahwa kompetensi peserta didik khususnya profesi dokter di Indonesia masih sangat kurang. Sehingga hal ini perlu perhatian lebih dari para pemangku pendidikan di Indonesia. Menghasilkan lulusan yang berkompeten memiliki keterkaitan yang erat dengan proses pembelajaran. Salah satu hal yang penting dan berpengaruh dalam hal ini yaitu metode ataupun strategi pembelajaran yang diterapkan oleh masing – masing
institusi. Metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan KBK yaitu metode Student-centered Learning (SCL). SCL merupakan metode pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek / peserta didik yang aktif dan mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai adult learner, bertanggung jawab sepenuhnya atas pembelajarannya. Pada hakikatnya pembelajaran yang aktif (mentally not physically) memerlukan upaya intelektual, analisis, sintesis dan evaluasi, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan. Sasaran pembelajaran aktif adalah pengembangan keterampilan berpikir, bukan pemindahan informasi. Dengan prinsip - prinsip ini maka para mahasiswa diharapkan memiliki jiwa sebagai long-life learner serta menguasai hard skills dan soft skills yang saling mendukung. Di sisi lain, para dosen beralih fungsi menjadi fasilitator, termasuk sebagai mitra dalam proses pembelajaran, tidak lagi sebagai sumber pengetahuan utama.1, 2 Banyak strategi belajar berbasis “student-centered” yang dapat diterapakan oleh masing – masing institusi, seperti pembelajaran interaktif, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kolaboratif dan pembelajaran kontekstual. Selain itu, salah satu strategi belajar berbasis „student-centered‟ yang tepat diterapkan untuk menjadikan lulusannya sebagai long-life learner yaitu independent learning . Strategi ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa dalam menentukan, merencanakan proses belajar, mencari sumber-sumber pembelajaran, menggunakan sumber-sumber belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar mereka. Setiap mahasiswa dituntut untuk bertanggung jawab secara mandiri dalam proses pembelajarannya. Strategi ini dapat dilakukan secara individual maupun dalam kelompok.3 Maka berdasarkan hal tersebut, dalam tulisan ini akan diulas mengenai berbagai strategi independent learning yang ideal untuk dapat diterapkan oleh institusi masing – masing. Sehingga dapat memberikan outcome yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari strategi yang berbasis Student-centered Learning ini.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana esensi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pendidikan dokter 2. Bagaimana gambaran umum dari independent learning 3. Bagaimana efektivitas dan pentingnya independent learning dalam proses pembelajaran 4. Bagaimana strategi independent learning yang ideal
1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui esensi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam pendidikan dokter 2. Untuk mengetahui gambaran umum dari independent learning 3. Untuk mengetahui pentingnya dan efektivitas independent learning dalam proses pembelajaran 4. Untuk mengetahui model independent learning yang ideal
1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini yaitu dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan strategi independent learning yang ideal serta menjadi bahan evaluasi dalam proses pembelajaran di kalangan perguruan tinggi, khususnya di Fakultas Kedokteran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam Pendidikan Dokter Kurikulum, menurut David Pratt (1990) adalah: “An organized set of formal teaching and learning intentions“. Mengacu kepada definisi tersebut, hakikat sebuah kurikulum adalah sebuah dokumen tertulis tentang struktur pembelajaran yang memiliki manajerial yang jelas dan terencana (organized), mengikat (formal) dosen maupun mahasiswa dalam sebuah proses belajar mengajar yang mempunyai tujuan yang jelas (teaching-learning intentions). Di Indonesia, telah melaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) keputusan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi yang tertuang dalam SK No. 138/D/T/2004. Kurikulum berbasis kompetensi memberikan keleluasan kepada perguruan tinggi dalam menyusun silabus modul kuliah yang disesuaikan dengan potensi perguruan tingginya. Sejak tahun 2006, telah ditetapkan standar kompetensi dokter oleh Kolegium Kedokteran Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut semua institusi kedokteran ditanah air harus mengacu pada standar tersebut. Maka kurikulum yang sesuai adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi ketercapaian tujuan kurikulum dinyatakan dengan telah dikuasainya kompetensi yang ditetapkan yang diukur berdasarkan Standar Kompetensi yang digunakan, yaitu Standar Nasional yang mengacu Standar Kompetensi Dokter dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan Standar Internasional yang mengacu pada WFME Global Standandarts of Basic Medical Education for Quality Improvement. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dilaksanakan dengan menggunakan metode SPICES, yaitu Student Centre, Problem Based Learning, Integrated, Community Based, Early Clinical Exposure, dan Structured. Adanya kurikulum ini, mahasiswa dituntut untuk lebih aktif belajar, mempelajari ilmu kedokteran berbasiskan problem kesehatan yang ada, dan metode yang terintegrasi antara satu mata
kuliah dan mata kuliah lain. Mahasiswa juga diprioritaskan mempelajari penyakitpenyakit yang ada di masyarakat secara lebih dalam dan secara dini dikenalkan dengan suasana klinik. Para calon ahli medis diharapkan dapat lebih berkomunikasi dengan pasien dan mengembangkan empati (Mulyawan, 2008). Dalam KBK di Fakultas Kedokteran standar WHO terdapat tujuh kompetensi, adalah sebagai berikut: 1) keterampilan berkomunikasi. 2) keterampilan klinik. 3) keterampilan dasar ilmu biomedik. 4) keterampilan pengelolaan masalah kesehatan. 5)keterampilan memanfaatkan nilai secara kritis teknologi informasi. 6) mawas diri dan belajar sepanjang hayat (long-life learner). 9) keterampilan beretika, moral dan profesionalisme. Berdasarkan kompetensi tersebut diatas diharapkan sumber daya manusia khususnya dokter yang berkualitas dapat diciptakan melalui proses pendidikan yang mempunyai standar kompetensi.
2.2 Gambaran Umum Independent Learning Kemandirian (self-direction) merupakan konsep organisasi untuk pendidikan ditingkat yang lebih tinggi sehingga kemandirian memiliki keterkaitan yang erat dengan
politik
pendidikan.
Pembelajaran
mandiri
(self-directed
learning)
mengandung makna demokratis terhadap perubahan suatu posisi dan peran para mahasiswa dalam proses pembelajaran.5 Independent learning atau pembelajaran mandiri adalah suatu pendekatan dalam metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student-centred approach) di mana proses dan pengalaman belajar diatur dan dikontrol oleh mahasiswa sendiri dalam hal konseptualisasi, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi belajar serta penetapan cara-cara pemanfaatan sumber belajar guna proses belajar lebih lanjut. Para mahasiswa memutuskan sendiri mengenai bagaimana, di mana, dan kapan mereka mempelajari suatu hal yang mereka anggap penting.1,2,4 Menurut Philip Candy, independent learning dijabarkan dalam empat definisi yaitu : 1. "Studi Independen adalah proses, metode dan filsafat pendidikan: di mana siswa memperoleh pengetahuan dengan upaya sendiri dan mengembangkan kemampuan untuk penyelidikan dan evaluasi kritis; 2. Ini mencakup kebebasan dalam
menentukan tujuan tersebut, dalam batas-batas suatu proyek atau program tertentu dan dengan bantuan seorang penasihat fakultas; 3. Hal ini membutuhkan kebebasan proses untuk melaksanakan tujuan; 4. Menempatkan mahasiswa dalam peningkatan tanggung jawab pendidikan untuk mencapai tujuan dan untuk nilai tujuan ". 6 Konsep dari independent learning memiliki arti yang berbeda pada setiap orang. Namun dari semua konsep yang ada, hal tersebut bergabung dalam enam prinsip utama dalam independent learning yaitu : 1. Mahasiswa belajar dengan caranya sendiri; 2. Mahasiswa memiliki sebuah tolak ukur untuk mengontrol cara pembelajaran mereka sendiri yang mana mereka dapat menentukan dimana, apa, bagaimana dan kapan untuk belajar. Dalam hal ini mahasiswa bertanggung jawab untuk
menentukan
konteks
untuk
pembelajaran,
mendiagnosis
keperluan
pembelajaran pribadi, mengidentifikasi sumber – sumber, serta menentukan waktu dan tempat pembelajaran; 3. Mahasiswa dapat dianjurkan untuk mengembangkan sendiri rencana pembelajaran pribadi mereka; 4. Kebutuhan yang berbeda pada setiap individu mahasiswa diakui dan merupakan sebuah respon yang dapat dijadikan kebutuhan spesifik mahasiswa secara individual; 5. Pembelajaran mahasiswa didukung untuk sebuah tingkat yang lebih besar atau lebih kecil dengan sumber daya dan panduan belajar yang disiapkan untuk tujuan belajar tersebut; 6. Peran dari dosen berubah dari seorang pengajar atau penyalur informasi menjadi seorang manager dalam proses pembelajaran.7
2.3 Efektivitas dan Pentingnya Independent Learning Independent learning jika direncanakan dengan tepat, akan mendorong pendekatan yang lebih aktif untuk belajar. Mahasiswa akan mengadopsi lebih dalam daripada penerapan pendekatan superfisial untuk belajar dan mencari pemahaman tentang subjek tersebut bukan hanya mereproduksi apa yang telah mereka pelajari. Mahasiswa didorong untuk berpikir dan tidak hanya mengingat kembali fakta fakta.7 Dalam penerapan strategi independent learning, cenderung terdapat penggunaan modul dan terdapat fleksibilitas dalam perencanaan kurikulum.
7
Beberapa penelitian membuktikan bahwa independent learning dapat membantu dalam meningkatkan pengetahuan tentang manajemen medis klinis dan penerapan kurikulum self-directed
tercermin dalam meningkatkan pelayanan kualitas
patients.10,11 Berdasarkan penelitian mengenai efektivitas dari self-directed learning (SDL) dalam pengajaran fisiologi pada tahun pertama mahasiswa kedokteran menyatakan bahwa SDL telah terbukti cukup untuk akuisisi pengetahuan untuk pelatihan medis pertama tahun.8 Hal ini telah didokumentasikan sebelumnya bahwa SDL adalah strategi yang efektif terutama dalam meningkatkan pengetahuan peserta didik. Namun peserta didik bukan merupakan kelompok yang homogen, seperti misalnya perbedaan pada tingkat pendidikan. Setiap tingkat pendidikan tentu memiliki kebutuhan pembelajaran yang berbeda, tujuan dan aspirasi yang berbeda. Murad, et al. merekomendasikan SDL dapat dipertimbangkan sebagai strategi yang efektif untuk peserta didik pada tingkat yang lebih tinggi (misalnya, orang residensi dan dokter yang sedang praktik). Mengacu pada hal tersebut penerapan pendekatan independent learning diakui mampu mendukung kebutuhan yang berbeda tersebut melalui kebebasan untuk menentukan pilihan dalam hal metode pembelajaran atau pendekatan terbaik sesuai dengan kebutuhan dari tingkat pembelajaran mereka sendiri.9 Selain itu, dalam hal pembelajaran pemahiran, strategi independent learning membuat mahasiswa bekerja dengan sumber yang tepat sampai mereka mencapai tingkat kemahiran diperlukan.7 Diawal perkuliahan sangat penting untuk dilakukan penjelasan mengenai pengenalan panduan belajar dan hasil belajar yang diharapkan agar mahasiswa dapat merencanakan jalur yang akan dijalankan oleh mereka sendiri.7 Efektivitas Dalam penelitian lain yang berjudul “Study Guides: Effective Tools to Improve Self-Directed Learning Skills of Medical Students” menunjukkan hasil bahwa mahasiswa yang menggunakan panduan belajar (study guides) memiliki kinerja yang lebih baik pada akhir kursus, karena panduan belajar terbukti efisien dalam meningkatkan pembelajaran keterampilan mahasiswa.12 Penelitian tersebut juga menunjukkan hasil yang menguatkan temuan sebelumnya dalam bidang ini. Yalcin et al., meneliti efek
pembelajaran berbasis masalah pada kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Mereka menyimpulkan bahwa pemikiran ilmiah dan pemecahan masalah mahasiswa, meningkat melalui pendekatan berbasis masalah dibandingkan dengan metode pengajaran konvensional.13 Selain itu, hasil studi Bird & Wallis menunjukkan bahwa mahasiswa yang menerapkan strategi belajar mandiri memiliki skor pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan mereka.14 Studi lain oleh Mohsenpoor et al., menunjukkan bahwa kemampuan belajar mandiri dapat ditingkatkan melalui tiga faktor yaitu motivasi, kemandirian, dan kontrol, yang dapat dikembangkan dengan metode pengajaran berbasis masalah. Keterampilan pengajaran dengan metode ini pada awal tahun ajaran dapat mempersiapkan mahasiswa untuk belajar mandiri di tahun-tahun mendatang dan akan memiliki efisiensi yang maksimal dalam transisi dari tahap awal ke tahap klinis.15Independent learning memberikan tanggung jawab yang lebih besar sehingga mahasiswa akan lebih banyak berpartisipasi dalam proses belajar mereka sendiri melalui pemilihan level pembelajaran yang tepat dan akan memiliki efek positif terhadap motivasi diri mereka sendiri. Dari hasil – hasil penelitian tersebut dapat diterima bahwa independent learning atau self-directed learning efektif dan penting untuk diterapkan dalam rangka peningkatan kualitas maupun peningkatan pengetahuan dalam proses pembelajaran mahasiswa.
2.4 Berbagai strategi Independent Learning yang ideal Model yang ideal dari strategi independent learning harus didasari oleh adanya integrasi antara tiga hal penting dalam proses pembelajaran, yaitu mahasiswa, pengajar dan institusi atau fasilitas. Peran mahasiswa dalam penerapan strategi independent learning, tidak hanya untuk menerima pengetahuan saja tetapi juga untuk mencari, tantangan baru, membangun pengetahuan dan mengubah persepsi, pandangan dan keyakinan mereka sendiri. Untuk mengembangkan hal ini, semua mahasiswa (termasuk anggota fakultas) harus dilatih untuk mengajukan pertanyaan, kritis menilai informasi baru,
mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka, kesenjangan dalam pengetahuan mereka dan yang paling penting untuk mencerminkan dan mengekspresikan pandangan mereka tentang proses belajar dan hasil. 17 Selain itu, motivasi diri dalam penerapan independent learning memiliki hubungan dengan manajemen waktu pembelajaran. Seseorang yang bermotivasi tinggi memiliki manajemen waktu yang tinggi. Hal ini ditunjukan dalam pendapat penelitian Vansteenkiste dkk dalam Hofer, et al. (2007) yang menunjukan semakin tinggi motivasi internal seseorang, semakin tinggi manajemen waktunya. Selain itu pengaruh motivasi ini juga dapat dilakukan dengan meningkatkan rasa ingin tahu mahasiswa terhadap sesuatu yang baru atapun yang belum diketahui, sehingga akan mendorong mahasiswa secara aktif dan mandiri mencari informasi mengenai hal tersebut. Mahasiswa sebagai seorang mahasiswa memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima informasi. Durasi konsentrasi perlu diperhitungkan dalam proses pembelejaran. Independent learning sebaiknya dilakukan selama 50 menit dalam sehari. Namun selama 50 menit ini diperlukan jeda selama beberapa menit. Menurut Rowe, et al., (1980) metode “Prosedur Jeda” adalah pendekatan yang sangat mudah dan efektif untuk mempromosikan keterlibatan siswa yang lebih besar melalui modifikasi durasi pemberian kuliah. Prosedur jeda memiliki instruktur dengan berhenti selama kurang lebih 2 menit pada tiga kesempatan selama kuliah 50 (yaitu, setiap 12-15 menit). Selama jeda, siswa bekerja berpasangan untuk membahas dan ulang catatan mereka tanpa interaksi instruktur mahasiswa.
23, 24
Penelitian lain
berjudul “Medical Student Concentration during Lectures “juga menemukan hasil bahwa konsentrasi siswa selama kuliah mulai menurun setelah 10-15 menit.25 Dari sisi pengajar atau dosen, lebih terfokus pada perannya sebagai manajer belajar mahasiswa. Peran fasilitatif ini diterima dengan baik dan konsisten dengan pendekatan
independent
learning.
Idealnya
pengajar
atau
dosen
bersedia
menghabiskan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan individu mahasiswa secara face-to-face, melalui telefon ataupun media sosial. 7,16 Pengajar juga berperan
sebagai motivator ekstrinsik bagi para mahasiswa melalui pemberian tugas – tugas yang sesuai sehingga ini dapat mempromosikan motivasi intrinsik dari mahasiswa.17 Pembelajaran Web Quest merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh pengajar. Web Quest merupakan kegiatan berbasis web belajar mengajar yang menggunakan keterampilan belajar yang melibatkan pemikiran tingkat tinggi.19 Web Quest meliputi prinsip-prinsip pembelajaran dan kegiatan kognitif, seperti pembelajaran kooperatif, kerangka belajar, pemecahan masalah, berpikir formatif dan pembelajaran, evaluasi nyata dan obyektif, pembelajaran kognitif dan sosial, pembelajaran aktif dan meningkatkan motivasi.20 Salah satu keuntungan dari Web Quest adalah bahwa setiap pelajar mampu membuat kemajuan dengan kecepatan sendiri dengan menggunakan self-directed.21 Dalam hal proses pembentukan karakteristik
pribadi, kegiatan belajar semacam ini cocok dengan independent
learning. Fasilitas menjadi hal yang sangat penting dalam penerapan ideal dari independent learning. Sebagai mahasiswa, akses informasi merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Setiap perguruan tinggi wajib menyediakan fasilitas internet gratis dan khususnya dalam akses jurnal – jurnal ataupun textbook secara bebas dan gratis, sehingga mahasiswa tidak mengalami hambatan dalam proses pembelajarannya. Hal ini tentu mendukung untuk memfasilitasi kebutuhan yang berbeda setiap individu mahasiswa, dimana mereka secara independen menentukan sejauh apa akses informasi yang dibutuhkan. Selain itu, fasilitas internet juga mendukung dalam penerapan metode e-learning. E-learning adalah suatu pembelajaran yang difasilitasi dengan tekonologi informasi dan komunikasi untuk membentuk pengalaman belajar.7 Institusi memiliki pengaruh yang besar dalam penerapan ideal dari independent learning, karena pembuatan kebijakan sebuah institusi akan memberi outcome mengenai efektivitas dari strategi ini. Institusi dapat melakukan pergerakan dalam hal penyusunan kurikulum pembelajaran yang dapat direalisasikan melalui Study Guides. Dalam study guides pembuat kebijakan perlu mencantumkan pengelolaan pembelajaran, sebuah gambaran pembelajaran, strategi pembelajaran,
kesempatan pembelajaran, jadwal (alokasi waktu) pembelajaran, tata cara penilaian, kontak staf pekerja, penyediaan aktivitas pembelajaran serta yang paling yaitu hasil belajar yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehingga study guides sangat membantu mahasiswa dalam menentukan hal – hal apa saja yang dilakukan dalam proses pembelajarannya sendiri. Berdasarkan tahap pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun oleh Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Udayana, independent learning dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri lebih ditujukan untuk melakukan telaah referensi atas konsep – konsep yang dilakasanakan secara interaktif dan integratif. Salah satu wadah penerapan strategi independent learning sesuai dengan prinsip pengembangan KBK yaitu dapat dilihat melalui pelaksanaan Special Topics dan Studi elektif. Pelaksanaan Special Topics dan Studi elektif yang baik diyakini mahasiswa akan memiliki dasar yang kuat untuk melanjutkan ke pendidikan selanjutnya dan mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan. Maka hal ini dapat menunjukan outcome yang sesuai dengan tujuan dari strategi pembelajaran yaitu menghasilkan seorang pelajar yang aktif, independen dan long-life learner. 18
BAB III SIMPULAN
Berbagai strategi independent learning yang ideal harus terintegrasi dari sisi mahasiswa, pengajar dan institusi ataupun fasilitas. Mahasiswa sebaiknya meningkatkan rasa ingin tahu, motivasi diri, manajemen waktu belajar agar dapat melaksanakan independent learning yang efektif. Dari sisi pengajar, hal – hal yang harus dilakukan yaitu memberikan fasilitas untuk berinteraksi dan member motivasi kepada mahasiswa melalui penerapan metode web quest. Institusi dan fasilitas faktor yang penting dalam menunjang model ideal independent learning ini yaitu melalui penyediaan internet gratis dan akses jurnal – jurnal pembelajaran gratis, penerapan elearning yang berbasis kompetensi ilmu teknologi dan penyusunan study guides yang membantu proses belajar mahasiswa itu sendiri. Independent
learning sebaiknya diterapkan oleh setiap perguruan tinggi.
Dilihat dari karakteristik tujuan yang ingin dicapai oleh setiap perguruan tinggi yang didasari oleh prinsip dari KBK yaitu dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berkompeten ( aktif, independen dan long-life learner ), independent learning menjadi salah satu strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono, Dwiyanto D. Pembelajaran berpusat mahasiswa.Yogyakarta: Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada, Aditya Media, 2005 2. Candy PC. Self-direction for life-long learning: a comprehensive guide to theory and practice. San Fransisco: Jossey-Bass, 1991 3. Medical Education Unit FK Unud.Buku Pedoman Praktis Fasilitator. Program DUE-like Batch III Universitas Udayana.2006. 4. Hammond M, Collins R. Self-directed learning: critical practice. New Jersey: Nichols-GP Printing, 1991. 5. Brookfield S, Self-directed learning, political clarity and the critical practice of adult education. Adult Educ Quart 2002; 43(4):225-30. 6. Ms.Kavita Nagpal, et al. Independent Learning and Student Development. International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research. 2013 ; 2277 3630 Vol.2 (2). 7. John A. Dent, Ronald M. Harden. A Practical Guide for Medical Teachers. Philadelphia. 2009 8. Pai KM, Rao KR, Punja D, Kamath A. The effectiveness of self-directed learning (SDL) for teaching physiology to first-year medical students. AMJ 2014;7(11):448–453 9. Murad MH, Coto‐Yglesias F, Varkey P, Prokop LJ, Murad AL. The effectiveness of self‐directed learning in health professions education: a systematic review. Med Educ 2010;44:1057–68. doi: 10.1111/j.13652923.2010.03750.x 10. Anderson SM, Helberg SB. Chart-based, case-based learning. S D Med. 2007 Oct;60(10):391, 393, 395, 397, 399. 11. Holmboe ES, Prince L, Green M. Teaching and Improving Quality of Care in a Primary Care Internal Medicine Residency Clinic. Acad Med 2005;80:571–7.
12. Mahboobeh Khabaz Mafinejad, Rokhsareh Aghili, et al. Study Guides: Effective Tools to Improve Self-Directed Learning Skills of Medical Students. Acta Medica Iranica, Vol. 52, No. 10 (2014) 13. Yalcin BM, Karahan TF, Karadenizli D, Sahin EM. Shortterm effects of problem-based learning curriculum on students' self-directed skills development. Roat Med J 2006;47(3):491-8. 14. Bird A, Wallis M. Nursing knowledge and assessment skills in the management of patients receiving analgesia via epidural infusion. J Adv Nurs 2002;40(5):522-31 15. Mohsenpoor, M., Hejazi, E., & Kiamanesh, A. R. The role of self- efficacy، achievementgoals،
learning
strategies
and
stability
in
academic
achievement in math. Journal of Educational Innovation., 2007; 5(16), 935.[Persian]. 16. Harden R M, Crosby J R. 2000. AMEE Education Guide no. 20. The Good Teacher is more than a Lecturer – the twelve role of the teacher. Medical Teacher. 22(4):334-347 17. David C. M. Taylor, Hossam Hamdy. Adult learning theories: Implications for learning and teaching in medical education: AMEE Guide No. 83. 2013; 35: e1561–e1572 18. Medical Education Unit ( MEU ) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Manual Proses Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokter\an, Universitas Udayana. Denpasar. 2010 19. Jahromi Z B, Mosalanejad L. Integrated Method of Teaching in Web Quest Activity and Its Impact on Undergraduate Students' Cognition and Learning Behaviors: A Future Trend in Medical Education. Global Journal of Health Science; Vol. 7, No. 4; 2015 20. Karimi Moonaghi, H., & Armat, M. R. (2013). Using WebQuest in Medical Education. Iranian Journal of Medical Education, 13(5), 353-363.
21. Schwarz, L. M. (2014). WebQuests in Family Nursing Education: the Learner‟s Perspective Nancyruth Leibold. International Journal of Nursing, 1(1), 39. 22. Rowe, M. B. (1980). Pausing principles and their effects on reasoning in science. In Brawer, F. B. (Ed.). Teaching the sciences. New Directions for Community Colleges, Number 31. San Francisco: Jossey-Bass. 23. Ruhl, K. L., Hughes, C. A., & Schloss, P. J. (1978, Winter). Using the pause procedure to enhance lecture recall. Teacher Education and Special Education, 10, 14-18. 24. Stuart, J. & Rutherford, R. J. (1978). Medical student concentration during lectures. The Lancet, 514-516.