PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PROSES FERMENTASI PEMBUATAN BIOETANOL RANGGA AGUNG PRIBADI / 20406586 Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin
ABSTRAKSI Proses fermentasi adalah proses untuk mengubah glukosa menjadi etanol dengan menggunakan yeast (ragi). Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi bioetanol dengan menggunakan tabung fermentor. Di tabung fermentor ditancapkan termometer jenis digital gunanya untuk mengetahui suhu di dalam tabung fermentor. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah gula pasir, urea, npk, ragi, air. Proses fermentasi dilakukan selama 1-2 minggu. Proses fermentasi bioetanol dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan di dalam ruangan, sedangkan proses fermentasi tahap kedua dilakukan di luar ruangan. Dalam proses fermentasi ini di hitung kadar alkoholnya dengan menggunakan alkoholometer. Dari hasil pengamatan yang dilakukan , proses fermentasi di luar ruangan lebih cepat selama 1 minggu sudah bisa di hitung kadar alkoholnya sebesar 9 %, sedangkan proses fermentasi di dalam ruangan membutuhkan waktu selama 2 minggu untuk mendapatkan 9 % alkohol. Proses fermentasi di luar ruangan lebih cepat dikarenakan karena pengaruh temperatur. Semakin panas suhu udara semakin cepat proses fermentasinya. Perhitungan pada dinding bagian dalam tabung fermentor di proses fermentasi di dalam ruangan suhu yang mengalir pada dinding bagian dalam tabung fermentor sebesar 28.56 0C, sedangkan untuk fermentasi di luar ruangan suhu yang mengalir pada dinding bagian dalam fermentor sebesar 36.85 0C.
Kata Kunci : Tabung Fermentor, Gula Pasir, Urea, NPK, Ragi, Air, Fermentasi, Menghitung Kadar Alkohol
PENDAHULUAN Di indonesia akan kebutuhan etanol sangat tinggi, karena etanol memiliki banyak maanfaat, salah satunya adalah untuk industri kosmetik, tinta, dan percetakan. Selain itu etanol juga memiliki sifat yang tidak beracun maka bahan ini digunakan sebagai pelarut dalam industri makanan dan minuman maupun sebagai bahan bakar
alternatif pengganti bensin karena aman terhadap lingkungan dan manusia. Etanol yang digunakan selama ini umumnya diperoleh dari dari minyak bumi, dimana minyak bumi ini sendiri merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dewasa ini masalah keterbatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) di dunia terjadi karena bahan baku yang
berasal dari fosil sudah mulai habis. Semakin berkurangnya sumber bahan bakar Indonesia sedangkan laju penggunaannya semakin meningkat mengakibatkan pemerintah harus memangkas subsidi BBM. Selain pemangkasan subsidi BBM, pemerintah juga melakukan langkah-langkah penghematan energi dan mencari sumber-sumber energi baru untuk menggantikan minyak bumi. Karena itu pemerintah mengeluarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, dimana pemanfaatan BBN (biofuel) ditargetkan 2% pada tahun 2010 dan 5% pada 2025. Untuk mengurangi konsumsi BBM jenis bensin, dapat dilakukan dengan menambahkan 10% bioetanol. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Salah satu bahan bergula yang berpotensi untuk pembuatan etanol yaitu gula pasir,
minyak
di
mengingat gula pasir sangat mudah diperoleh. Teknolgi pembuatan bioetanol dari gula pasir melalui proses fermentasi. Proses ini merupakan salah satu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN (Bahan Bakar Nabati) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari gula pasir melalui proses fermentasi yang berkualitas baik dan ramah lingkungan. Pembuatan bioetanol dari gula di buat melalui proses fermentasi. Fermentasi bioetanol merupakan proses pembuatan etanol dengan memanfaatkan aktivitas yeast (Saccharomyces Cerevisiae) proses fermentasi etanol ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen.
LANDASAN TEORI Etanol Etanol adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan seharihari. Karena sifatnya yang tidak beracun, bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memiliki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukan bahwa minuman beralkohol
telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik. Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowits yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil destilasi melalui arang. Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Cara Pembuatan Etanol Etanol dapat dibuat melalui proses fermentasi diikuti kemudian dengan proses destilasi sehingga serat dan gumpalan gula dari bahan dasar (jagung, gandum, kentang, tebu, buah-buahan ataupun sisa sayurmayur) ataupun pengotor lainnya terpisah dari etanolnya. Produksi bioetanol dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzim, kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Selain bioetanol dapat diproduksi dari bahan
tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan bioetanol dari selulosa tidak direkomendasikan meskipun teknik produksi bioetanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun bioetanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan.
Kegunaan Etanol Kegunaan etanol dalam dunia industri yaitu: 1. Untuk membuat minuman keras seperti bir dan wisky 2. Sebagai obat antiseptik pada luka dengan kadar 70%
3. Untuk membuat barang industri misalnya zat warna, parfum, essence buatan dan lainnya. 4. Untuk kepentingan industri dan sebagai pelarut bahan bakar ataupun diolah kembali menjadi bahan lain. 5. Untuk kepentingan lain dan alkohol
Syarat Mutu Etanol (SNI 06-3565-1994) Didalam perdagangan dikenal etanol menurut kualitasnya yaitu : a) Alkohol teknis (95,6o GI) terutama digunakan untuk kepentingan industry dan sebagai pelarut bahan bakar b) Alkohol murni (96-96,5o GI) alkohol yang lebih murni, digunakan
terutama untuk kepentingan farmasi, minuman keras dan alkohol. c) Spritus (88o GI) bahan ini merupakan alkohol terdenaturasi dan diberi warna umumnya digunakan untuk pemanasan dan penerangan. d) Alkohol absolut atau alkohol adhidra (99,5 β 99,8o GI) tidak mengandung air sama sekali. Digunakan untuk
kepentingan farmasi dan untuk bahan
bakar kendaraan.
Sifat-Sifat Fisika Etanol Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak beracun. Selain itu etanol juga memiliki
banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Sifat-Sifat Kimia Etanol Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia tersebut adalah ; 1. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik 2. Mudah menguap dan mudah terbakar 3. Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkil halida dan air CH3CH2OH+HC=CH CH3CH2OCH= CH2 + H2O
4. Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air CH3CH2OH+CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O 5. Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid. 6. Mudah terbakar di udara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru muda dan transparan dan membentuk H2O dan CO2.
Fermentor Fermentor adalah Tangki atau wadah dimana didalamnya seluruh sel (mikrobia) mengubah bahan dasar menjadi produk biokimia dengan atau tanpa produk sampingan. Fermentor ini sering disebut
juga Bioreaktor. Fungsi dasar fermentor adalah Menyediakan kondisi lingkungan yang cocok bagi mikrobia di dalamnya untuk menghasilkan biomassa, menghasilkan enzim, menghasilkan metabolit dsb.
Syarat fermentor 1. Tangki dapat dioperasikan secara aseptik, agitasi dan aerasi. 2. Energi pengoperasian serendah mungkin. 3. Temperatur harus terkontrol. 4. Kontrol pH. 5. Tempat pengambilan sampel.
6. Penguapan berlebihan dihindari. 7. Tangki didesain untuk meminimalkan tenaga kerja pemanenan, pembersihan dan perawatan. 8. Peralatan general: permukaan bagian dalam halus, dihindari banyak sambungan, murah.
Konstruksi Fermentor 1. Bahan fermentor dibuat tahan karat untuk mencegah kontaminasi logam/ion selama proses. 2. Bahan fermentor harus tidak beracun dan tidak mudah terlarut, sehingga tidak menghambat pertumbuhan mikrobia. 3. Bahan fermentor harus kuat untuk sterilisasi
berulang kali pada tekanan uap tinggi. 4. Sistem stirer dari fermentor dan lubang pemasukannya cukup, sehingga tidak mengalami stress mekanik akibat terlampau rapat. 5. Pemeriksaan secara visual dari medium & kultur harus tersedia, dibuat dari bahan transparan.
Fermentasi Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol dengan menggunakan yeast (ragi). Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10% alkohol. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula, proses pembuatan etanol dapat lebih cepat.
Pertumbuhan etanol dari gula tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Etanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkan dari zatzat yang tidak diperlukan. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya
masih mengandung gas-gas antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glukosa menjadi bioetanol) dan aldehyde yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35% volume, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang berkualitas baik, bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas (CO2). Kadar alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8-10% saja,
sehingga untuk memperoleh etanol yang berkadar alkohol 95% diperlukan proses lainnya, yaitu proses destilasi. Proses destilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua rectifying column. Definisi kadar alkohol atau bioetanol dalam % (persen) volume adalah βvolume etanol pada temperatur 150C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan etanol pada tertentu (pengukuran)β. Berdasarkan Balai Keujian Standar (BKS) Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5 0C dan kadarnya 95,5 %.
Mekanisme Fermentasi Di dalam proses fermentasi, kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung dari jumlah aceptor electron terakhir yang dapat dipakai. Sel-sel melakukan fermentasi menggunakan enzimenzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi, dalam hal ini yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif,
sehingga dapat menangkap elektron terakhir dan menghasilkan energi.[8] Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, persyaratan untuk pertumbuhan ragi harus diperhatikan, yaitu : [9]
-
pH dan kadar karbohidrat dari subtrat Temperatur selama fermentasi Kemurnian dari ragi itu sendiri
Hantaran (Konduksi) Yang dimaksud dengan hantaran ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses
pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Berikut adalah contoh perpindahan panas konduksi.
Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Dengan demikian, umpamanya seorang tukang hembus kaca dapat memegang suatu barang kaca, yang beberapa cm lebih jauh dari tempat pegangan itu adalah demikian panasnya, sehingga bentuknya dapat berubah. Akan tetapi seorang pandai tempa harus memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah tang. Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila di contohkan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api.
Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebahagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Moleku1 dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting . Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara. Molekul udara adalalah renggang seka1i. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi , maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari gabungan bahan kimia seperti karbon, uap air, dan udara yang terperangkat. Besi
adalah besi. Kalaupun ada bahan asing, bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak.
q = - kA
ππ ππ₯
Rumus Perpindahan Panas Dinyatakan Dengan Rumus :
Konduksi
......................(2.1)
Dengan : Q = Laju perpindahan panas (w) A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2) dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju
perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x k = Konduktivitas thermal o bahan (w/m C)
Aliran (Konveksi) Yang dimaksud dengan aliran konveksi adalah pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseimbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak
seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan kalor ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena massa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh massa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat. Berikut adalah contoh perpindahan panas secara konveksi.
Gambar 2.5 Perpindahan panas konveksi [10] Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan massa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi massa fluida yang mempunyai energi termal yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan massa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan yang kalor dasi, massa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh massa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang.
Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu terjadi maka keadaan tidak stabil termal akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor. Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika kecepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan kalor berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya. Rumus Perpindahan Panas Konveksi Dinyatakan Dengan Rumus :
q = h A (ΞT)
...................(2.2)
Dengan : q = Laju perpindahan panas konveksi (w) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (w/m2 0C)
A = Luas penampang (m2) βT = Perubahan atau perbedaan suhu 0 0 ( C; F)
Reaksi Endoterm Reaksi Endoterm adalah Reaksi yang memerlukan energi atau menyerap energi dari lingkungan ketika reaksi terjadi. Umumnya reaksi ini menghasilkan suhu dingin. Contoh reaksi endoterm adalah membakar mimyak tanah di kompor minyak dan nyala api unggun di saat kemping. Pada
reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan bertambah. Artinya entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi pereaksi (Hp-Hr) bertanda positif.
Prosedur Penelitian Dalam pelaksanaan suatu kegiatan penelitian, biasanya selalu diawali dengan penetapan tahapan atau langkah-langkah penelitian. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai metode penelitian yang dilakukan dari awal penelitian hingga akhir, yang ditunjukkan melalui sebuah diagram alir atau flowchart.
Diagram pada gambar 3.1 menggambarkan langkah suatu proses yang dilakukan dalam melakukan metode penelitian sehingga memperoleh hasil dari penelitian yang sesuai dengan literatur pustaka. Langkah-langkah prosesnya berupa yaitu terminal yang menyatakan mulai dan selesai dari suatu Perancangan Pembuatan Tabung Fermentor Alat yang digunakan dalam proses fermentasi yaitu tabung fermentor. Tabung Fermentor ini fungsinya untuk keberlangsungan proses fermentasi bahan dasar menjadi produk yang diinginkan. Tabung fermentor ini terbuat dari bahan fiberglass. Dalam pembuatan tabung fermentor mula-mula membuat cetakan terlebih dahulu dari plat seng. Plat seng dengan tebal 1 mm dibentuk seperti tabung dengan panjang 65 cm dan diameternya 40 cm. Setelah itu membuat penutup bagian bawah dengan diameter 40 cm dan penutup bagian atas. Untuk penutup bagian atas dibuat seperti kerucut dengan diameter 40 cm. Pada bagian penutup tambahkan katup dibagian atas penutup. Katup ini gunanya untuk saluran pengeluaran cairan bioetanol yang terdapat di dalam tabung fermentor. Setelah cetakan selesai dibuat. Cetakan tersebut kemudian dibuat dengan bahan dasar fiberglass. Hasil cetakan dari bahan Gambar 3.2 Tabung fermentor Pengertian bahan fiberglass itu sendiri adalah bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia (bahan komposit) yang bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu. Bahan ini mempunyai beberapa Resin adalah bahan kimia yang berbentuk cair, menyerupai minyak goreng , tetapi agak kental. Jenis resin bermacam-macam. Untuk bahan aksesoris fiberglas, umunya menggunakan resin bening atau resin keruh. Resin bening digunakan untuk
proses, pengolahan yang menyatakan suatu proses yang berlangsung, dan keputusan untuk menyatakan dalam mengambil keputusan dari proses yang telah diolah dengan cara membandingkan.
fiberglass mempunyai ketebalan 3 mm. Berikut gambar hasil pembuatan tabung fermentor dengan bahan dasar fiberglass.
keuntungan dibandingkan bahan logam, diantaranya : ringan, mudah dibentuk, dan murah. Berikut adalah bahan-bahan pembuatan tabung fermentor dari bahan fiberglass : 1. Resin bentuk yang menonjolkan kebeningannya, seperti untuk aksesoris visor, kap lampu dll sebagai pengganti mika, namun penggunaan resin bening yang ada dipasaran untuk pengganti mika, masih belum menghasilkan kualitas
yang memuaskan. Sedangkan resin jenis keruh lebih banyak digunakan untuk pembuatan aksesoris, disamping harganya murah, resin ini dapat dengan mudah dibeli di tokotoko kimia. Berikut adalah gambar jenis resin keruh untuk fiberglass. 2. Katalis Cairan ini biasanya dibilang pendamping setia resin, cairan ini biasanya berwarna bening dan berbau agak menyengat. Cairan ini berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan adonan mengeras tetapi hasilnya kurang bagus. Cairan ini jika mengenai kulit akan terasa panas, seperti cairan zuur. Berikut 4. Wax (Mold Release) Bahan ini sepintas mirip mentega/keju ketika masih di dalam wadahnya. Berfungsi sebagai pelicin pada tahap pencetakan yang menggunakan mal/molding, agar antara molding dengan hasil cetakan Langkah-Langkah Pembuatan Tabung Fermentor Berikut adalah langkah-langkah dalam proses pembuatan tabung fermentor : 1. Membuatan cetakan fermentor Dalam proses membuat cetakan fermentor, bahan yang dipakai adalah plat seng. Plat seng ini dibentuk sedemikian rupa seperti tabung. 2. Penambahan wax pada cetakan fermentor Setelah cetakan fermentor sudah selesai dibuat, oleskan wax pada cetakan fermentor. Gunanya agar
adalah gambar campuran resin.
katalis
untuk
3. Matt/Serat Fiber Matt merupakan bahan serat kaca. Bahan ini berfungsi sebagai serat penguat dari adonan fiberglass ketika akan dicetak, agar hasilnya menjadi lebih kuat dan tidak mudah pecah. Bentuk matt bermacam-macam, ada yang mirip bihun, kain karung dan sarang lebah. Tetapi yang banyak dijumpai dipasaran yang berbentuk seperti bihun. Berikut adalah gambar matt/serat fiber.
tidak saling merekat, sehingga dengan mudah dapat dilepaskan. Berikut adalah gambar wax (mold release).
antara cetakan dengan hasil cetakan tidak saling merekat, sehingga dengan mudah dapat dilepaskan. 3. Penambahan resin, katalis dan serat fiber Resin dan katalis dicampurkan kemudian diaduk hingga rata setelah itu oleskan cairan resin ke cetakan tabung fermentor, kemudian tempelkan serat fiber ke cetakan fermentor. Lakukan secara berulangulang agar hasil cetakannya lebih tebal dan lebih kuat.
Bahan Percobaan Pembuatan Bioetanol Bahan yang dipakai untuk pembuatan bioetanol yaitu gula pasir, urea, npk, ragi, dan air. Dalam proses fermentasi dibutuhkan tabung untuk melakukan fermentasi yang disebut juga tabung fermentor. Berikut perhitungan dasar dan bahan-bahan pembuatan bioetanol. 1. Perhitungan dasar pembuatan bioetanol - Massa gula : 2 kg - Kadar gula dalam larutan : 15% - Volume dalam larutan : 2/0.15 = 13.4 liter - Jumlah air : 13.4 β 2 = 11.4 liter air - Jumlah alkohol : 0.511 x 2 x 0.85 = 0.8687 kg 2. Bahan-bahan pembuatan bioetanol - Gula pasir : 2 kg - Ragi : (2/70) x 320 gr = 9.1 gr - Urea : (2/70) x 700 gr = 20 gr - NPK : (2/70) x 80 gr = 2.286 gr
Berikut adalah komposisi hasil perhitungan dasar dan bahan-bahan pembuatan bioetanol diatas. Komposisi bahan-bahan tersebut ditunjukkan pada tabel 3.4
Adapun alat-alat yang digunakan dalam proses fermentasi tersebut adalah : 1. Tabung fermentor Tabung fermentor ini digunakan untuk fermentasi bioetanol. Bahan yang digunakan untuk membuat tabung fermentor yaitu bahan fiberglass. Berikut adalah gambar tabung fermentor. 2. Termometer Digital Termometer ini digunakan untuk mengetahui suhu di dalam fermentor
dalam proses fermentasi. Termometer ini di tancapkan ke dalam tabung fermentor. Berikut adalah gambar termometer jenis digital. 3. Termometer suhu udara Termometer ini digunakan untuk mengetahui suhu udara sekitar dalam proses fermentasi. Berikut adalah gambar termometer untuk mengukur suhu udara.
4. Alkoholometer Alkoholometer berfungsi untuk mengukur kadar alkohol setelah proses
fermentasi selesai dilakukan. Berikut adalah gambar alkoholometer.
Langkah-Langkah Pembuatan Biotanol Berikut adalah langkah-langkah dalam proses pembuatan bioetanol : 1. Pencampuran gula pasir dengan air Larutkan 2 kg gula pasir dengan 11.4 liter air kemudian di aduk hingga tercampur rata. Kadar gula dalam larutan sebesar 15%. Volume air kurang lebih 13.4 liter, kemudian masukan ke dalam tabung fermentor. 2. Penambahan urea dan NPK Dalam proses pembuatan bioetanol ini diperlukan penambahan Urea dan NPK ke dalam larutan gula.
Penambahan Urea sebanyak 20 gr dan NPK sebanyak 2.286 gr. Urea dan NPK ini berfungsi sebagai nutrisi ragi. 3. Penambahan ragi roti (fermipan) Bahan aktif ragi roti adalah khamir saccharomyces cereviseae yang dapat memfermentasikan gula menjadi etanol. Ragi roti diberi air hangat secukupnya, kemudian diaduk-aduk perlahan hingga tampak sedikit berbusa. Setelah itu ragi dimasukkan ke dalam fermentor, kemudian fementor ditutup rapat.
Proses Fermentasi Bioetanol Proses fermentasi bioetanol merupakan proses pembuatan etanol dengan memanfaatkan aktivitas yeast ( Saccharomyces Cerevisiae ) atau disebut juga ragi roti. Proses fermentasi etanol ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen. Proses fermentasi dilakukan melalui 2 proses. Proses pertama dilakukan di dalam ruangan, sedangkan proses kedua dilakukan di luar ruangan. Proses fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan
dimasukkan ke dalam fermentor. Kalau menggunakan fermentor yang tembus padang (dari kaca misalnya), maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecilkecil dari dalam fermentor. Gelembunggelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi. Kadang-kadang terdengar suara gemuruh selama proses fermentasi ini. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembunggelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% β 10 %.
Perbandingan Energi Panas Yang Diperlukan Untuk Fermentasi Di dalam dan Di luar Ruangan Dalam Pembuatan Bioetanol Dalam proses fermentasi bioetanol energi panas sangat berpengaruh untuk keberlangsungan proses fermentasi. Pada proses fermentasi di dalam ruangan energi panas yang mengalir pada dinding tabung fermentor sebesar 79 W. Dalam proses fermentasi di dalam ruangan ini diperlukan
waktu fermentasi selama 2 minggu untuk menghasilkan 9 % kadar alkohol. Sedangkan pada proses fermentasi di luar ruangan energi panas yang mengalir pada dinding tabung fermentor sebesar 119.4 W. Dalam proses fermentasi di luar ruangan hanya membutuhkan waktu selama 1 minggu untuk menghasilkan 9 % kadar alkohol. Dari hasil tersebut energi panas sangat berpengaruh dalam proses fermentasi bioetanol. Semakin besar energi panas yang mengalir pada
dinding fermentor, semakin cepat proses
fermentasi boietanol.
Proses Fermentasi Di Dalam Ruangan Pada proses fermentasi pertama dilakukan di dalam ruangan. Suhu di dalam fermentor 240C, suhu di dalam ruangan 300C. Proses fermentasi ini berlangsung selama
2
minggu.
Proses
fermentasi
dilakukan tiap variabel waktu fermentasi yaitu 48; 96; 144; 192; 240; 288; 336 jam. Berikut tabel hasil proses fermentasi pada berbagai variabel waktu.
Setelah diamati dari tabel 4.1 proses
fermentasi. Kadar alkoholnya menghasilkan
fermentasi di dalam ruangan baru diketahui
9 % alkohol.
kadar alkohol setelah 2 minggu proses Proses Fermentasi Di Luar Ruangan Pada
proses
fermentasi
pertama. Proses tahap kedua ini berlangsung
kedua
selama 1 minggu. Pada proses fermentasi
dilakukan di luar ruangan. Suhu di dalam
yang kedua sama seperti proses fermentasi
fermentor 300C, suhu di luar ruangan 390C.
yang pertama dilakukan tiap variabel waktu
Pada proses fermentasi tahap kedua lebih
fermentasi yaitu 24; 48; 72; 96; 120; 144;
cepat dibandingkan proses fermentasi tahap
168
jam.
Berikut
tabel
hasil
proses
fermentasi tahap kedua pada berbagai variabel waktu.
Di tabel 4.2 ini proses fermentasi di lakukan di luar ruangan. Hasil fermentasi di luar
ruangan
ternyata
lebih
cepat
dibandingkan di dalam ruangan. Untuk menghasilkan kadar alkoholnya 9 % hanya membutuhkan waktu selama 1 minggu. Jadi proses fermentasi di luar ruangan lebih cepat dibandingkan di dalam ruangan. Sudah bisa di ukur kadar alkohol dengan menggunakan alkoholometer.
Analisa Perhitungan Perpindahan Panas
ini contoh gambar perhitungan tabung
Di Tabung Fermentor
fermentor.
Dalam proses fermentasi ini tabung fermentor bagian dalam di hitung suhunya berapa 0C dengan mengggunakan persamaan 2.1 perpindahan panas konduksi. Berikut
adalah
perhitungan
perpindahan panas secara konduksi dan konveksi pada tabung fermentor. Di bawah Gambar 4.1 Sketsa tabung fermentor
ο·
Perhitungan Temperatur Pada Proses
T1 β T3 :
Fermentasi Di dalam Ruangan
dT
q = - kA dX
Di bawah ini menjelaskan tentang
= 0.048 w/m0C x
perhitungan perpindahan panas pada tabung fermentor secara konduksi dan konveksi
0.82896 m2 x
30 0 C β 24 0 C 0.003 m
pada proses fermentasi di luar ruangan. 1. Perhitungan
perpindahan
= 79.6 W ο·
panas
T1 β T2 :
secara konduksi
dT
q = - kA dX Diketahui : T1 = 30 0C
= 0.048 w/m0C x 0.82896 m2 x
30 β β 28.7 β
T2 = 28.6 0C ( Di asumsikan )
0.003 m
= 17.2 W Dari hasil perhitungan di atas dapat
T3 = 24 0C
kita lihat bahwa suhu yang mengalir dari T1 k = 0.048 w/m0C
β T3 sebesar 79.6 w, sedangkan dari T1 β T2 sebesar 18.5 w.
A = 2 Οrt
2. Perhitungan perpindahan panas secara konveksi.
= 2 x 3.14 x 0.2 m x Di bawah ini menghitung bagian 0.66 m = 0.82896 m2
dalam
dinding
fermentor
dengan
menggunakan persamaan 2.2 perpindahan dx = 3 mm = 0.003 m panas secara konveksi.
Diketahui : h = 5.05 w/m2 0C
Pr
(
Prandtl ) = 2.95 x 10-3 A = 0.82896 m2
= 5.05 w/m2 0C Setelah menghitung nilai h dengan
Gr
(
Grashof ) = 4 x 108
menggunakan rumus nusselt. Nilai h mempunyai nilai sebesar 5.05 w/m2 0C. Di
T2 = 28.6 0C
k
= 0.50319 w/m2 0C
Cairan T3 = 24 0C
bawah ini menghitung nilai T2 β T3 dengan menggunakan rumus perpindahan panas secara konveksi. ο·
T2 β T3 :
- Untuk mencari nilai h mnggunakan rumus nussel yaitu : * Nux =
q = h A (ΞT) = 5.05 w/m2 0C x
βπ₯ . π π₯
Nux = 0.508 Pr1/2 (0.952 + Pr)-1/4
0.82896 m2 x (28.7 0C β 24 0C) = 4.18 w x 4.6
Gr1/4 = 0.508 x (2.95 x 10-3)1/2 x (0.952 + 2.95 x 10-3)-1/4 4 x 108 = 0.508 x (0.05) x (1.01) (141.4) Nux = 3.62
* hx = = =
ππ’π₯ . π π₯ 3.62 π₯ 0.50319 π€/m 0 C 0.36 m 1.82 w/mβ 0.36 m
= 19.6 W
Berikut adalah tabel hasil perhitungan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi pada dinding tabung fermentor :
Setelah diamati melalui perhitungan
terdapat di tabel 4.3 angka yang paling
untuk nilai T2, temperatur yg mengalir untuk
mendekati
T2 adalah 28.56 0C. Nilai ini didapatkan dari
konveksi adalah 28.56 0C. Jadi arus yang
hasil perhitungan secara konduksi dan
mengalir dari T3-T2 sebesar 28.56 0C.
konveksi.
Diantara
angka-angka
antara
nilai
konduksi
dan
yang
Perhitungan Temperatur Pada Proses
T2
=
Fermentasi Di Luar Ruangan
asumsikan )
37
0
C
(
Di
T3 = 30 0C
Di bawah ini menjelaskan tentang perhitungan perpindahan panas pada tabung
k = 0.048 w/m0C
fermentor secara konduksi dan konveksi pada proses fermentasi di luar ruangan. 1. Perhitungan
perpindahan
A = 2 Οrt
panas
= 2 x 3.14 x 0.2 m x
secara konduksi Diketahui : T1 = 39 0C
0.66 m = 0.82896 m2 dx = 3 mm = 0.003 m
ο·
Diketahui : h = 5.05 w/m2 0C
T1 β T3 :
Pr
(
Gr
(
Prandtl ) = 2.95 x 10-3
dT
q = - kA dX
A = 0.82896 m2 0
= 0.048 w/m C x 0.82896 m2 x
Grashof ) = 4 x 108
39 0 C β 30 0 C
T2 = 37 0C
0.003 m
Cairan
= 119.4 W
k
= 0.50319 w/m2 0C T3 = 30 0C
- Untuk mencari nilai h mnggunakan ο·
T1 β T2 :
rumus nussel yaitu : * Nux =
dT
q = - kA dX
= 0.048 w/m C x Gr1/4
39 β β 37 β 0.003 m
= 0.508 x (2.95 x 10-3)1/2 x = 26.5 W
(0.952 + 2.95 x 10-3)-1/4 4 x 108
Dari hasil perhitungan di atas dapat kita lihat bahwa suhu yang mengalir dari T1 β T3 sebesar 119.4 w, sedangkan dari T1 β T2
= 0.508 x (0.05) x (1.01) (141.4) Nux = 3.62
sebesar 26.5 w. * hx = 2. Perhitungan perpindahan panas =
secara konveksi. Di bawah ini menghitung bagian dalam
dinding
fermentor
dengan
menggunakan persamaan 2.2 perpindahan panas secara konveksi.
π₯
Nux = 0.508 Pr1/2 (0.952 + Pr)-1/4
0
0.82896 m2 x
βπ₯ . π
=
ππ’π₯ . π π₯ 3.62 π₯ 0.50319 π€/m 0 C 0.36 m 1.82 w/mβ 0.36 m
= 5.05 w/m2 0C
Setelah menghitung nilai h dengan menggunakan
rumus
nusselt.
Nilai
mempunyai nilai sebesar 5.05 w/m
2 0
h
C. Di
bawah ini menghitung nilai T2 β T3 dengan
ο·
T2 β T3 : q = h A (ΞT) = 5.05 w/m2 0C x
0.82896 m2 x (37 0C β 30 0C)
menggunakan rumus perpindahan panas = 4.18 w x 7 secara konveksi.
= 29.3 W
Berikut adalah tabel hasil perhitungan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi pada dinding tabung fermentor :
Setelah diamati melalui perhitungan
angka yang terdapat di tabel 4.4 angka yang
untuk nilai T2, temperatur yang mengalir
paling mendekati antara nilai konduksi dan
untuk T2 adalah 36.85
0
C. Nilai ini
didapatkan dari hasil perhitungan secara konduksi dan konveksi. Diantara angka-
konveksi adalah 36.85 0C. Jadi arus yang mengalir dari T3-T2 sebesar 36.85 0C.
temperaturnya rendah maka proses
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh temperatur
terhadap
proses
fermentasi akan berjalan lebih lama,
fermentasi
sebaliknya
jika
dalam
proses
pembuatan bioetanol, maka dapat diambil
fermentasi
temperaturnya
tinggi
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
maka proses fermentasi akan lebih
1. Proses fermentasi dilakukan di luar ruangan lebih cepat dibandingkan di dalam ruangan. Sudah bisa di ukur kadar
alkoholnya
dengan
menggunakan alkoholometer.
cepat prosesnya dan bisa diketahui kadar alkoholnya berapa %. 4. Berdasarkan
secara
dalam
ruangan
membutuhkan
28.56
0
selama
1
konduksi
dan
konveksi pada proses fermentasi di
pasir dilakukan di luar ruangan waktu
perhitungan
perpindahan panas di dinding tabung fermentor
2. Hasil fermentasi bioetanol dari gula
hasil
C,
nilainya
sedangkan
sebesar proses
minggu dan menghasilkan 9 %
fermentasi di luar ruangan sebesar
alkohol, sedangkan di dalam ruangan
36.85
membutuhkan waktu yang lebih
menyatakan
lama untuk menghasilkan 9 %
perpindahan
alkohol yaitu selama 2 minggu.
fermentasi di luar ruangan lebih
3. Dalam proses fermentasi temperatur sangat
berpengaruh,
jika
0
C. Dari hasil perhitungan
besar ruangan.
bahwa panas
dibandingkan
proses
pada
di
proses
dalam
udara yang masuk ke dalam tabung
Saran Berdasarkan dilakukan,
penelitian
maka
dapat
yang
telah
fermentor akan mempengaruhi hasil
disampaikan
proses fermentasi tersebut.
beberapa saran, baik untuk para pembaca,
2. Pada penelitian yang telah dilakukan,
maupun untuk pengembangan penelitian di
pengambilan sempel cairan bioetanol
masa yang akan datang.
harus dilakukan setiap hari untuk
[1]
[2]
1. Dalam pembuatan tabung fermentor
mengecek apakah cairan tersebut
harus diperhatikan. Fermentor harus
sudah diketahui kadar alkoholnya
dibuat hampa udara tidak ada udara
apa belum, jika sudah ada kadar
yang masuk sedikitpun ke dalam
alkoholnya proses fermentansi telah
tabung fermentor, jika masih ada
selesai dilakukan.
http;//www.biotek.lipi.co.id.,2010.
[5]
Perry, Jhon H.(Ed). 1999. Perryβs
Etanol Bahan Bakar Masa Depan.
Chemical Engeneersβ Handbook. Edisi
Dhewanto, Wawan, (21 September
ketujuh,
2008),βBioetanol
Company, New York.
dan
Swasembada
Energiβ, Harian Bisnis Indonesia,
[6]
Jakarta.
Mc
Graw-Hand
http://ilmy.blog.com/2010/10/01/23/fe rmentor/.
[3]
http://www.ristek.co.id., 2010.
[4]
Nurdiyastuti,I.,2008.
Prospek
Etanol,
Pengembangan
Sebagai
http://www.suaramerdeka.co.id
Substitusi
Book
Bahan
Biofuel Bakar
http://www.sinarharapan.com
[7]
Minyak.
Wasito, 2005. Proses Pembuatan
[8]
Winarno, F. G.dan D. Ferdiaz, 1990. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[9]
Winarno, F. G., S. Fardiaz, 1980. Pengantar
Teknologi
Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [10] Masyitnah, Zuhrina dan Haryanto, Bode. Buku Ajar Perpindahan Panas. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas sumatra Utara. Medan 2006. [11] Jasfi
E.
1984.
Perpindahan Southem
Terjemahan
Kalor
Edisi
Methodis
:
Kelima.
University.
Penerbit Erlangga. [12] Yudiarto
M.
Arif
dan
Adiyoso
Himawan. Bioetanol Untuk Industri dan Bahan Bakar. Pelatihan Produksi Bioetanol Industri Majalah Trubus.