BENTUK-BENTUK DEIKSIS DALAM NOVEL “YANG MISKIN DILARANG MALING” KARYA SALMAN RASYDIE ANWAR
ARTIKEL Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir Sebagai Persyaratan Menyandang Gelar Sarjana
Oleh Sri Yulan Mekarwaty Damsi NIM 311409106
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2014
1
2
BENTUK-BENTUK DEIKSIS DALAM NOVEL YANG MISKIN DILARANG MALING KARYA SALMAN RASYDIE ANWAR Sri Yulan Mekarwaty Damsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Anggota Penulis Dr. Hj. Asna Ntelu, M. Hum (Pembimbing I) Dr. Muslimin, M. Pd (Pembimbing II) Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana deiksis persona dalam novel YMDM, (2) bagaimana deiksis tempat dalam novel YMDM, (3) bagaimana deiksis waktu dalam novel YMDM, (4) bagaimana deiksis wacana dalam novel YMDM, dan (5) bagaimana deiksis sosial dalam novel YMDM. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kelima deiksis. Metode yang digunakan untuk menganalisis deiksis dalam novel YMDM adalah metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca keseluruhan novel “YMDM” secara berulang-ulang untuk mengidentifikasi jenis-jenis deiksis dalam novel, memberi tanda (menggaris bawahi) bagian kata atau kalimat dalam novel yang berhubungan dengan bentuk-bentuk deiksis, mencatat semua kata atau kalimat yang berkaitan dengan deiksis yang ada dalam novel YMDM. Analisis data dilakukan dengan mengidentifikasi, menganalisis/interpretasi, menyimpulkan hasil analisis. Berdasarkan hasil analisis, novel YMDM terdapat lima bentuk deiksis seperti: deikis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. (1) deiksis persona terbagi tiga bagian yaitu: pronomina orang pertama. Pronomina orang pertama terbagi: saya, aku, kami, dan kita. Pronomina orang kedua terbagi atas: kamu, engkau, anda, kalian, saudara. Pronomina orang ketiga, terbagi: dia, ia, beliau, mereka. (2) deiksis tempat terbagi tiga bagian yaitu: di sini, di situ, di sana. (3) deiksis waktu, deiksis kini, kemarin, sekarang, lusa, besok, dulu, tadi, nanti. (4) deiksis wacana terbagi atas: anafora dan katafora, dan (5) deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial. Simpulan dari penelitian ini yaitu, dalam novel YMDM terdapat deiksis yakni: deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Saran peneliti yaitu, mengharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lagi bentuk-bentuk deiksis yang ada. Kata kunci: bentuk, deiksis, novel.
3
Pendahuluan Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun rohani. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan dalam interaksinya dengan lingkungan sendiri, maupun dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, fiksi dihasilkan dari perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran oleh pengarangnya. Karya fiksi, seperti halnya dalam kesusastraan Inggris dan Amerika, merujuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek. Menurut The American College Dictionary (dalam Tarigan, 1984:164) novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau dan kusut. Dewasa ini istilah novella dan novele mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “Novellet”. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2010:9) novellet adalah sebuah karya sastra yang tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Menurut Watt (dalam Tuloli, 2000:17) berpendapat, novel adalah suatu ragam sastra yang memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Memperhatikan pengertian novel di atas, dapat dikemukakan bahwa novel merupakan karya sastra yang mengungkapkan sisi kehidupan para pelaku dan cerita dalam novel tidak harus panjang. Penelitian ini
menggunakan novel sebagai objek penelitian,
walaupun dianalisis dengan menggunakan deiksis. Dari pengertian tentang prosa dan novel, peneliti menarik kesimpulan bahwa di dalam kehidupan khususnya karya sastra sisi kehidupan pelaku diangkat di dalamnya. Misalnya dalam novel “Yang Miskin Dilarang Maling” (selanjutnya disingkat YMDM) sisi kehidupan tokoh utama bernama Sukasman dan keluarganya yang serba kekurangan diangkat dalam novel dan tokoh pendukung
4
lainnya. Untuk melukiskan peristiwa yang terjadi dalam novel maka digunakan bahasa sebagai sarana pengungkapannya. Bahasa sebagai bidang ilmu memiliki berbagai cabang, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan pragmatik. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa menurut fungsinya. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk beluk kata. Sintaksis adalah ilmu bahasa yang mengkaji kalimat. Di balik bunyi, kata, dan kalimat terdapat makna yang tersirat yang sangat bergantung pada kapan, dimana, siapa yang berbicara, siapa lawan bicara, dan dalam situasi apa. Kajian seperti ini, memerlukan cabang bahasa tertentu untuk mengkajinya. Cabang ilmu kebahasaan yang dimaksud adalah pragmatik. Istilah pragmatik berasal dari pragmatika. Menurut Morris (dalam Djajasudarma, 2012 : 71), pragmatika adalah ilmu tentang pragmatik yang mengkaji hubungan antara tanda dengan penggunaannya. Pragmatik adalah language in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Makna ujaran yang dimaksudkan di sini adalah makna yang ada dalam komunikasi. Banyak yang tidak mengetahui maksud dari pembicaraan karena tidak mengerti makna dalam sebuah pembicaran tersebut. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah suatu tuturan yang mengacu pada
situasi yang berada di luar bahasa, seperti pada
kata, saya, di sini, sekarang. Misalnya dalam sebuah dialog antara si A dan si B, kata saya mengacu pada si A dan si B. Kata di sini mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu pada waktu ketika penutur sedang berbicara. Bila dihubungkan dengan novel banyak pembaca yang belum memahami makna, terutama makna yang berkaitan dengan pragmatik. Para membaca atau pencinta novel hanya menyukai novel karena hobi, iseng atau sekedar mengisi waktu luang dengan membaca. Tidak disadari oleh pembaca bahwa cerita yang ada dalam novel banyak sekali tersirat makna. Itu semua disebabkan oleh pembaca tidak mengetahui apa itu pragmatik dan apa itu makna. Banyak pembaca yang beranggapan bahwa novel hanya sebagai hiburan. Oleh sebab itu banyak
5
pembaca yang hanya sekedar membaca saja dan tidak ingin mengetahui lebih lanjut apa sebenarnya yang ada dalam kalimat-kalimat dari novel tersebut. Begitu juga mengenai deiksis, pembaca sama sekali tidak mengetahui apa itu deiksis yang sebenarnya. Pembaca tidak menyadari bahwa di dalam sebuah cerita khususnya dalam novel terdapat kalimat-kalimat yang mengandung arti, dan terdapat bentuk-bentuk deiksis. Adapun bentuk-bentuk deiksis ini adalah deiksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Maksud peneliti dalam kalimat di atas adalah dengan mengetahuai pragmatik. Maka, pembaca akan lebih paham lagi dalam membaca novel. Karena dengan mengertinya pembaca dengan pragmatik maka pembaca akan lebih mudah memahami isi cerita. Makna yang dimaksud dalam pragmatik adalah maknamakna yang ada dalam novel atau kalimat. Makna yang dimaksud adalah makna dalam komunikasi. Khususnya yang ada dalam cerita dalam novel. Sedangkan dengan deiksis itu sendiri, apabila membaca mengetahui tentang deiksis maka akan mudah buat pembaca untuk memahami isi cerita dalam novel. Deiksis terbagi atas lima yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dengan adanya pemahaman pembaca dalam kelima deiksis maka pembaca akan mengerti dengan pragmatik dan deiksis. Semua itu perlu untuk diteliti. Untuk jelasnya, di bawah ini diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian Hakikat Novel Istilah novel adalah fiksi prosa, yang dalam bahasa-bahasa di Eropa disebut roman berasal dari kata romance. Watt (dalam Tuloli 2000:17) berpendapat novel adalah suatu ragam sastra yang menberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Di sini pengalaman individual pengarang turut berpengaruh, namun tetap diingat bahwa logika novel sebagai sarana budaya tetap tergambar. Novel juga memuat nilai keaslian pengarang.
6
Pengertian Deiksis Deiksis termasuk bagian dari pragmatik, di dalam pragmatik tercakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Sebuah kata dikatakan deiksis apabila referen atau rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara atau bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu, (Purwo: 1984:1-2). Menurut Verhaar (1998:320) deiktik adalah persona yang referennya bergantung pada identitas penutur. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks di dalam struktur bahasa itu sendiri. (Djajasudarma: 2012:50). Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998:6). Menurut Cahyono (1995:217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi oleh situasi pembicaraan. Bentuk-bentuk Deiksis Menurut Purwo (dalam Pateda 1991:178) bahwa jenis-jenis deiksis ada lima, yaitu deiksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu. Selain itu Nababan
dalam
(http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deksis-dalam-
kajian pragmatik.html) menyebutkan bentuk-bentuk deiksis, yaitu deksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah: (1) memperoleh deskripsi deiksis persona dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. (2) memperoleh deskripsi deiksis tempat dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. (3) memperoleh deskripsi deiksis waktu dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. (4) memperoleh deskripsi deiksis wacana dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. (5) memperoleh deskripsi deiksis sosial dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar.
7
Metode Penulisan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sugiyono (2011:205) mengemukakan bahwa metode deskriptif digunakan untuk memandu peneliti memotret, menggambarkan, memecahkan atau menganalisis persoalan situasi sosial yang diteliti secara menyeluruh luas dan mendalam. Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk deiksis yang ada dalam novel YMDM. Hasil dan pembahasan Deiksis Persona Deiksis persona berkaitan dengan peran peserta yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini biasanya berupa kata ganti orang. Pronomina orang itu ada tiga kategori yaitu orang pertama, orang kedua dan orang ketiga. Pronomina orang pertama merupakan rujukan pernbicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain pronomina persona pertama rnerujuk pada orang yang sedang berbicara. Pronomina persona ini dibagi rnenjadi dua, yaitu pronomina persona pertarna tunggal dan pronomina persona pertarna jarnak. Pronomina persona pertama tunggal rnempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku. Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku nonfiksi, pidato, sambutan bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakian bentuk saya sudah menunjukan rasa hormat dan sopan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bentuk saya dipakai dalam situasi nonformal. Deiksis dalam novel YMDM pada dasarnya digunakan untuk mengetahui percakapan atau pembicaraan yang dituturkan oleh pembicara dan lawan bicara yang berada dalam novel. Deiksis ini sama-sama mengacu pada yang dapat ditafsirkan acuannya dengan pemperhatikan saat dan tempat dituturkannya pembicaraan. Pronomina orang pertama merupakan rujukan pernbicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain pronomina persona pertama rnerujuk pada orang yang sedang berbicara. Pronomina persona ini dibagi rnenjadi dua, yaitu kata ganti persona pertarna tunggal dan kata ganti persona pertarna jarnak. Pronomina persona pertama tunggal rnempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku.
8
Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Pronomina persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara. Dengan kata lain bentuk pronomina persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Pronomina persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain bentuk pronomina persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Di dalam novel YMDM banyak terdapat penggunaan kata pertama orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Berdasarkan ketiga kategori tersebut, orang pertama merujuk pada pembicara atau dirinya sendiri. Misal, saya, aku, kami, dan kita. Selanjutnya, orang kedua merujuk pada seseorang atau lebih dari pendengar atau siapa saja yang dituju dalam pembicaraan. Misalnya: kamu, engkau, anda, kalian, saudara. Sementara itu, orang ketiga merujuk pada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Misal, dia, ia, beliau, mereka Contoh: persona pertama Kalimat yang mengandung kata saya di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, yaitu merujuk pada si pembicara itu sendiri atau dirinya sendiri (Handoko). Pembicaraan yang menekankan pada siapa yang sedang berbicara. Hal ini ditandai pada kutipan novel berikut: Handoko datang ke rumah Sukasman untuk menagih hutang, Sukasmana dan keluarganya sudah lama berhutangkepadanya “Ayolah, Pak. jangan bercanda. Saya sudah capek bolak-balik datang ke sini ,” desak Handoko. “Begini saja, Pak. Saya tidak tahu lagi bagaimana caranya. Yang jelas, Pak Kasman sudah janji hari ini mau melunasi utang-utang Bapak sama saya. Ini sudah tempo terakhir, Pak. Dan, saya tidak mau lagi kembali dengan tangan kosong. (hal. 27, kalimat ke 7) Deiksis Tempat Deiksis ini berkaitan dengan pemberian bentuk kepada lokasi ruang dipandang dari lokasi pemeran dalam suatu peristiwa berbahasa. Dilihat dari hubungan antara orang dan benda yang ditunjukkan, deiksis tempat dibagi menjadi dua, yaitu jauh (distal) dan dekat (proksimal). Deiksis tempat yang pertama menunjuk jarak yang jauh antara orang dan benda yang ditunjukkan seperti di sana, itu, dan 9
sebagainya. Deiksis tempat yang kedua menunjuk jarak yang dekat antara orang dan benda yang ditunjukkan seperti di sana, itu, dan sebagainya. Deiksis tempat ini merupakan pemberian bentuk pada lokasi atau ruang yang merupakan tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa atau merujuk pada lokasi, ruang, atau tempat. Misalnya; di sini, di situ, di sana. Dalam tersebut terdapat banyak deiksis tempat seperti contoh pada kata di sini dalam panggalan novel di bawah mengacu pada yang dekat dengan pembicara. Kata petunjuk tempat yang dimaksudkan adalah kata petunjuk yang berada di luar tuturan , maksudnya mengacu pada objek yang tidak berada dalam tuturan. Di mungkinkan bahwa dasar deiksis tempat yang benar sesungguhnya adalah jarak psikologis. Objek-objek kedekatan secara fisik akan cenderung dipergunakan oleh penutur sebagai kedekatan secara psikologis. Juga sesuatu yang jauh secara fisik secara umum akan diperlakukan sebagai jauh secara psikologis (contoh: orang yang di sana itu). Akan tetapi penutur mungkin juga bermaksud untuk menandai sesuatu yang jauh secara psikologis „saya tidak menyukai itu‟. Dalam analisis ini, sepatah kata seperti „itu‟ tidak memiliki arti yang pasti, tetapi kata ;itu; ditanamkan dengan memiliki makna dalam konteks oleh seorang penutur. Deiksis tempat dalam kata ”di sini”. Contoh: Dalam kalimat yang mengandung kata di sini di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu mengacu pada yang dekat dengan pembicara, dalam hal ini seseorang yang sedang berbicara dan dekat dengan Sukasman, Seperti dalam kutipan novel berikut: Seorang lelaki di antara beberapa tahanan yang ada di sel itu memperhatikan Sukasmansejak tadi dia masuk. ”Sudahlah tidak usah kau bersedih,” katanya, sambil merebahkan tubuhnya di samping Sukasman. ”Awalnya, kami semua di sini sama seperti kau. Sedih dan menyesal. Tetapi, semuanya sudah terlambat.” (hal. 102, kalimat ke 4)
10
Deiksis Waktu Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pronomina maupun mengenai deiksis tempat, terdapat pula deiksis yang menyatakan waktu. Deiksis ini menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicara. Seperti sekarang, pada saat itu, kemarin, besok dan lain sebagainya. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat, misalnya kata sekarang merujuk pada saat dituturkannya penuturan, atau merujuk ke jam atau bahkan menit. Hal inilah yang disebut deiksis yang cakupannya selalu mencakupi saat peristiwa pembicaran. Deiksis waktu yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicaran. Deiksis waktu menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicara seperti sekarang, pada saat itu, kemarin, besok dan lain sebagainya. Semua ungkapan tersebut tergantung pada pemahaman penutur tentang pengetahuan waktu tutuan yang relevan. Jika waktu tuturan tidak diketahui dari suatu catatan, ada ketidakjelasan dalam hal waktu, contoh kembalilah satu jam lagi. Landasan psikologis dari deiksis waktu tampaknya sama dengan deiksis tempat. Kejadian waktu dapat diperlakukan sebagai yang bergerak ke penutur atau sebaliknya. Deiksis waktu dalam kata “kini.” Contoh: Kata kini dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 3, yaitu mengacu pada waktu dituturkannya kalimat tersebut. Seperti dalam kutipan berikut. Sambil menggengam batu itu, Sukasman bergerak perlahan-lahan dan tidak mengeluarkan suara. Dia menyelinap dari satu pohon ke pohon yang lain. Sekarang jaraknya kini semakin dekat sosok pencuri itu. Mungkin jarak antara dia dengan pencuri itu ada sekitar seratus meter lebih. Sosok pencuri itu tidak menyadari bahwa dirinya tengah diintai. Sukasman tidak peduli apakah pencuri itu memang bermaksud mencuri di dalam rumahnya, atau ia sebenarnya sedang lari dari kejaran orang-orang sehabis mencuri. Tapi, rumah siapa yang sudah dicurinya? Pak Solihin, atau pak Anas? Sukasman diam dan berpikir tentang sesuatu. Dia tiba-tiba tersenyum. Menurut perkiraannya, pencuri itu pasti sudah membawa lari hasil
11
curiannya yang diperoleh dari salah satu di antara orangkaya di kampungnya. Pak Solihin atau pak Anas. (hal. 80-81, kalimat ke 4) Deiksis Wacana Selain ketiga deiksis di atas terdapat juga deiksis wacana dan deiksis sosial. Dalam deiksis wacana membicarakan anafora dan katafora dalam novel. Anafora dan katafora ini dilihat pada kalimat-kalimat yang ada dalam novel tersebut. Agar tidak salah menafsirkan apa itu anafora dan katafora maka akan dijelaskan apa maksud dari keduanya. Anafora yaitu yang merujuk kepada yang sudah disebut, sedangkan katafora yaitu, mengacu pada yang akan disebut. Dari pengertian di atas maka anafora yaitu penggunaan anafora menggunakan enklitiknya, enklitik-nya ini merujuk pada nama diri yang akan di sebutkan, sedangkan katafora tidak menggunakan enklitik-nya, tetapi kata saya, kamu disebutkan terlebih dahulu setelah itu disusul dengan nama diri. Contoh “anafora” Pada kalimat anafora di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, dalam kalimat ini terdapat enklitik-nya, dan enklitik-nya ini mengacu kepada sukasaman. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut. Sukasman tidak tahan mendengar kegaduhan yang berasal dari tangis anaknya, Ripin, yang masih kecil. Sedangkan istrinya, Suniyati juga tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi rengekan anak itu. (hal. 17, kalimat ke 1) Contoh “katafora Pada kalimat katafora di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, dalam kalimat di bawah terdapat kata saya, dan kamu yang mengacu kepada Sukasman. Kata saya dan kamu diucapkan terlebih dahulu dari nama diri, jadi dalam kalimat ini merujuk kepada Sukasman. Seperti dalam kutipan novel berikut: “Ya, itu karena saya belum ada uang, Pak.” “Terus, kapan kira-kira kamu ada uang?” Sukasman menggeleng pelan sambil menunduk. (hal. 21, kalimat ke 2) Deiksis Sosial Untuk deiksis social, hanya melihat pada perbedaan-perbedaan status sosial dalam masyarakat antara pembicara dan lawan bicara. Dalam deiksis social 12
selain status sosial dalam masyarakat ada juga penggunaan sapaan dan penggunaan gelar. Dalam penelitian ini menggunakan kelima deiksis agar mempermudah dalam komunikasi dan merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan dalam berkomunikasi. Khususnya dalam memahami apa yang dibaca. Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antarpartisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan adanya kesopanan berbahasa. Deiksis sosial juga mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu (Agustina, 1995:50). Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar. Contoh: Pada kedua penggalan novel di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, terdapat kata serba kekurangan dan, kuli tani. Diantara kedua kata di bawah kedua kata ini masuk pada kemiskinan dan kemiskinan masuk dalam status sosial Sejak mereka menikah tiga puluh tahun yang lalu dan cuma dikaruniai seorang anak, rasa-rasanya mereka tidak pernah lepas dari mempertengkarkan masalah-masalah seputar kehidupan mereka yang serba kekurangan. Pendapatan Sukasman sebagai kuli tani yang sesekali juga merangkap mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain yang ditawarkan tetangga-tetangganya, tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bertiga. (hal. 17, kalimat ke 1)
13
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindahpindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Deiksis dapat diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Jenis-jenis deiksis ada lima yaitu deiksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. (2) Deiksis persona atau orang adalah pemberian bentuk kepada personal atau orang, yang mencakup tiga kelas kata ganti diri, yaitu; (a) orang pertama, (b) orang kedua, dan (c) orang ketiga. Berdasarkan ketiga kategori tersebut, orang pertama merujuk pada pembicara atau dirinya sendiri. Misal: saya, aku, kami, dan kita. Selanjutnya, orang kedua merujuk pada seseorang atau lebih dari pendengar atau siapa saja yang dituju dalam pembicaraan. Misal: kamu, engkau, anda, kalian, saudara. Sementara itu, orang ketiga merujuk pada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Misal: dia, ia, beliau, mereka. (3) Deiksis tempat ini merupakan pemberian bentuk pada lokasi atau ruang yang merupakan tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa atau merujuk pada lokasi, ruang, atau tempat. Misalnya; di sini, di situ, di sana. (4) Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat. Misalnya; kini, kemarin, lusa, sekarang, besok, dulu, tadi, nanti. (5) Deiksis wacana adalah pembagian bentuk kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah disebut, yang telah diuraikan atau yang sedang dikembangkan. Dalam
ilmu bahasa gejala ini disebut anafora, yaitu yang
menunjuk kepada yang sudah disebut dan katafora, yaitu yang menunjuk kepada yang akan disebut. Misalnya; ini, itu, yang terdahulu (anafora), yang berikut, dibawah ini, sebagai berikut (katafora). (5) Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antar partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan adanya kesopanan berbahasa.
14
Saran Penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkannya. Bukan hanya dalam sebuh novel namun dalam bidang lainnya. Jenis-jenis deiksis yang dibahas dalam penelitian ini, menggunakan lima macam jenis deiksis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lagi jenis-jenis deiksis yang ada. Daftar Rujukan Anwar, Rusydie. (2010). Yang Miskin Dilarang Maling. Jogjakarta: Laksana Fridawati. (2011). Deiksis (online), tersedia http://yusrizalfirzal.wordpress.html. (diakses, 3 April 2013) Leech, Geoffrey. (1993). Prinsip – prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Pariawan. (2009). Deiksis dalam Kajian Pragmarik (online), tersedia http://suluhpendidikan.html (diakses, 3 April 2013) Pateda, Mansur. (1991). Linguistik Terapan. Yogyakarta: Nusa Indah Purwo. (1984). Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA. CV Tuloli. (2000). Teori Fiksi. Gorontalo: Nurul Jannah Verhaar. (1996). Azas – azas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
15