BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Belakangan banyak berita di media massa tentang wabah diare. Yang paling mutakhir adalah kejadian luar biasa diare-kolera di Kabupaten Nabire dan Paniai, Papua. Versi pemerintah menyebut 105 penduduk tewas, sedangkan versi Sinone menyebut angka lebih besar yakni 239 orang tewas. Kasus ini menjadi satu contoh bahwa sanitasi masih menjadi persoalan pelik di Indonesia. Persoalan yang sama tidak hanya melanda Papua yang tergolong tertinggal dalam pembangunan. April lalu misalnya, KLB diare terjadi di 16 desa wilayah Puskesmas Sape dan 6 desa di wilayah Kecamatan Lambu, Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Wabah ini mengakibatkan korban meninggal sebanyak 4 orang, 130 orang dirawat inap, dan 244 orang rawat jalan. Munculnya wabah diare ini berbarengan dengan musim kering. Air sulit didapatkan oleh masyarakat. Mereka mengonsumsi air seadanya, jauh dari baku mutu yang ditetapkan. Ditambah lagi, mereka belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka suka buang air besar sembarangan seperti di kebun dan di sungai, yang airnya juga mereka gunakan untuk mandi, mencuci, dan dikonsumsi sebagai air minum. Apalagi banyak masyarakat yang tidak membiasakan mencuci tangan sebelum makan dan mengelola air minum rumah tangga dengan baik, misalnya, tidak merebus air sebelum dikonsumsi. Bisa dibayangkan betapa mudahnya rantai penyebaran penyakit diare dengan perilaku ‘jorok’ seperti itu. Data departemen menyebutkan, sedikitnya 30 ribu desa di 440 kabupaten di Tanah Air memiliki sanitasi lingkungan yang buruk. Ini berarti belum ada satu kabupaten pun yang masyarakatnya sudah berperilaku hidup sehat. Akibatnya,
menurut Direktur Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Wan Al Kadri, angka kesakitan masyarakat sangat tinggi, terutama diare, thypoid, dan kolera. Angka departemen kesehatan itu memang tidak berbeda jauh dari jumlah desa tertinggal di Indonesia yakni sekitar 32.379 desa (45 persen) atau hampir separuh dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa. Ini menunjukkan bahwa desa-desa tertinggal itu identik dengan wilayah dengan sanitasi buruk. Sebagian besar dari desa tersebut berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Wabah diare ini hampir selalu terjadi setiap tahun. Tahun 2005 KLB tercatat 20 Kejadian Luar Biasa Diare di 11 provinsi di Indonesia. Diare tercatat paling banyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni tiga KLB dengan jumlah penderita mencapai 2194 dan jumlah yang meninggal mencapai 28. NTT merupakan daerah dengan tingkat penderita diare tertinggi karena perilaku hidup bersih masyarakat yang memprihatinkan. Mereka lebih suka mengkonsumsi air mentah dibanding air yang dimasak, padahal air bersih di sana tidak terlalu banyak. Provinsi lain yang juga tinggi tingkat penderita diare terkait dengan perilaku hidup sehat masyarakat adalah Banten dan Papua. Namun tingkat kematian penderita yang paling tinggi justru terjadi di Sulawesi Tengah, dari 69 penderita di tahun 2005, sebanyak 13 di antaranya meninggal dunia. Penyakit ini tidak hanya melanda mereka yang jauh dari pusat pemerintahan atau di desa-desa yang jauh dari kota, tapi juga di kota. Malah, tahun lalu KLB diare terjadi di Ibukota negara Jakarta. Awal 2007 Jakarta Utara dinyatakan KLB diare karena membludaknya pasien diare yakni mencapai 285 orang, sebagian besar di antaranya adalah balita. Penyakit ini juga menyebar di seluruh wilayah Jakarta. Data
dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, total pasien diare di seluruh Jakarta saat itu mencapai 617 orang tersebar di 17 rumah sakit. Buruknya sanitasi lingkungan masyarakat berdampak buruk terhadap kematian anak dan balita. Menurut studi Bank Dunia tahun 2007, 19 persen kasus kematian anak di bawah usia 3 tahun (100.000 kematian anak balita) setiap tahun akibat diare. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama 2006, sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan, sebanyak 10.980 dan 277 di antaranya menyebabkan kematian (Mujiyanto, 2009). Dari keadaan morbiditas pasien rawat inap RS Dr. Kariadi Semarang pada akhir tahun 2005 menunjukkan bahwa seluruh jumlah pasien rawat inap berjumlah 4.481 kasus terbanyak adalah diare yaitu sekitar 380 (7,4%) kasus dan 5 diantaranya pasien meninggal dunia. Sedangkan kasus yang lain presentasinya lebih rendah. Pada akhir bulan Mei 2007 jumlah keseluruhan pasien yang dirawat berjumlah 1238 kasus, diantaranya diare berjumlah 210 (3%). Sedangkan data yang penulis peroleh dari ruang rawat inap yaitu ruang C1L1 menunjukkan bahwa dalam tahun 2006 jumlah keseluruhan pasien yang dirawat sekitar 380 pasien.Terdiri dari bermacam-macam penyakit dan terbesar adalah diare berjumlah sekitar 210 pasien (>50%) (Rekam Medik, 2007). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis pada lingkungan. Dua faktor lingkungan yang dominan berpengaruh adalah sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Hal ini saling berinteraksi bersama perilaku manusia maka akan dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. Melihat kondisi Negara Indonesia yang masih sebagian besar penduduknya masih hidup dalam garis kemiskinan. Penyakit diare masih menjadikan penyakit yang sering menyerang masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat kita yang masih belum menyadari akan pentingnya sarana air bersih. Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gastroenteritis di C1L1 Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang”. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah : 1.
Tujuan Umum Untuk memperoleh pengalaman atau gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gastroenteritis di C1L1 Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
2.
Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengkajian, yang meliputi penyebab masalah kesehatan dan masalah keperawatan kilen gastroenteritis pada An.C sehingga tanda dan gejala serta komplikasinya dapat dicegah sedini mungkin. b. Mengidentifikasi masalah keperawatan pada An C dengan penyakit utama gastroenteritis c. Mengidentifikasi rencana keperawatan secara langsung kepada An.C dengan masalah gastroenteritis
d. Mengidentifikasi tindakan keperawatan dalam rangka memandirikan keluarga dalam
melaksanakan
tugas
asuhan
keperawatan
dengan
masalah
dengan
masalah
gastroenteritis e. Mengidentifikasi
evaluasi
keperawatan
pada
An.C
gastroenteritis setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan. f. Mengetahui faktor yang menghambat perawat dalam merawat klien gastroenteritis secara klinis di Rumah Sakit.
C. Metode Penulisan Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, menggunakan metode deskriptif, dengan pendekatan proses keperawatan guna mengumpulkan data, analisa data, dan menarik kesimpulan untuk memperoleh bahan atau materi yang dibutuhkan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Adalah cara penelitian dengan menggunakan data secara komprehensif untuk mendapatkan data atau bahan-bahan yang berhubungan dengan
diare dalam
rangka mendapatkan dasar teoritis dengan jalan membaca buku, catatan kuliah, makalah literatur atau referensi. 2. Studi Dokumentasi
Adalah pengumpulan data dari catatan medis untuk menyesuaikan melaksanakan kegiatan teori dengan teknik. Studi dokumentasi dengan cara lain sebagai data yang diperoleh dapat dipercaya. 3. Wawancara Yaitu mengadakan wawancara dengan penderita maupun keluarganya dalam rangka mengumpulkan data mengenai riwayat kesehatan pasien tersebut. 4. Observasi Pasien Yaitu observasi dan pengelolaan langsung pada pasien yang dirawat di RS khususnya yang ada hubungannya dengan judul diatas. D. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu : Bab I
: Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode, dan teknik penulisan sistematika Penulisan
Bab II
: Berisi tentang konsep dasar yang meliputi : pengertian, anatomi dan fisiologi,
etiologi,
patofisiologi,
penatalaksanaan, pengkajian fokus.
manifestasi
klinik,
komplikasi,
Bab III : Berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien meliputi: pengkajian, pathways keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Bab IV : Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Bab V
: Berisi tentang implikasi keperawatan yang berisi kesimpulan dan saran.