5 | Core logging
50
Kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan buku saku eksplorasi batubara ini. Latar belakang penerbitan panduan ini adalah belum adanya acuan yang menjembatani antara teori geologi yang didapatkan dalam jenjang pendidikan dengan aplikasinya pada eksplorasi geologi batubara. Terdapat banyak variasi deskripsi dan istilah antar geologist bahkan untuk mendeskripsi satu batuan yang sama sekalipun. Dari latar belakang inilah yang mendorong PT. Mintec Abadi untuk memberikan sumbangsih untuk dunia eksplorasi batubara. Tujuan dari pembuatan panduan ini adalah untuk menyamakan persepsi dan metode kerja antar geologist. Kami berharap panduan lengkap dan minimalis dapat sesuai dengan gaya bekerja geologist masa kini. Panduan ini juga sangat bermanfaat untuk para fresh graduate karena isi panduan ini sangat aplikatif. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah mereview buku saku eksplorasi batubara ini sampai saat penerbitannya. Kami sadari isi dalam buku ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak sebagai perbaikan. Semoga buku saku eksplorasi batubara ini dapat berguna bagi kemajuan dunia eksplorasi Mine Site PT. Kideco Jaya Agung pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Batu Kajang, 01 November 2016 Dibuat,
Diana Rahmawati, ST Geologist 5 | Core logging
Diperiksa,
Gofar Adianto, ST CPI-PHE
Aris Hermawan, ST CPI-PHE 51
S untuk Safety I untuk Integrity A untuk Accuracy P untuk Punctuality PT. Mintec Abadi memiliki tujuan mengenai mutu operasional yang divisualisasikan melalui gambar “Zero accident” diatas, yaitu Safety, Integrity, Accuracy, dan Punctuality. Safety artinya kami selalu mengedapankan keselamatan untuk karyawan dan klien sebagai prioritas utama. Integrity artinya pelaksanaan etika pekerjaan secara jujur dan rajin merupakan daya saing utama kami, serta melakukan perbaikan secara berkesinambungan merupakan komitmen kami. Accuracy artinya keakuratan data, analisis, dan desain teknik secara geologi merupakan prinsip kerangka kerja dari bisnis kami. Punctuality artinya kami melaporkan hasil pekerjaan kepada klien kami dengan tepat waktu
5 | Core logging
52
Pemboran inti (coring) dilakukan untuk mendapatkan sampel yang representatif untuk kebutuhan analisa geoteknik, kualitas batubara, kadar gas, atau kebutuhan pengujian lainnya berdasarkan informasi/data yang diperoleh dari lubang bor sebanyak mungkin. Data-data tersebut nantinya akan dideskripsi selengkap mungkin sesuai dengan kebutuhan data. Core logging merupakan kegiatan perekaman data berupa inti bor atau dengan kata lain melakukan deskripsi detail terhadap inti bor. Core logging untuk pemboran geoteknik dan eksplorasi sedikit berbeda karena terdapat beberapa aspek geoteknik tambahan yang harus dideskripsi dengan detail. 5.1 | Penanganan inti bor (Core handling) Proses untuk mendapatkan sampel inti bor merupakan proses yang mahal dan membutuhkan waktu. Informasi geologi yang didapatkan dari sebuah inti bor merupakan data yang signifikan untuk menentukan kuantitas dan kualitas mengenai sumber daya dan potensial pertambangan. Sampel inti bor sangat bernilai tinggi dan harus mendapatkan penanganan yang sesuai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan inti bor tersebut antara lain: 1. Komunikasi dengan operator mengenai panjang inti bor dalam satu run, kedalaman dan kondisi inti bor yang berhasil diperoleh. 2. Berhati-hati pada saat pengeluaran inti bor dari split pemboran ke split PVC untuk segera dilakukan pendeskripsian. 3. Bersihkan kotoran berupa sisa keratan pemboran yang menempel pada permukaan inti bor dan membasuhnya dengan sedikit air. 4. Lakukan deskripsi dan dokumentasi sesegera mungkin.
5 | Core logging
53
5.
Jika inti bor akan disampling untuk kebutuhan coal quality setelah dilakukan logging geofisika, lakukan pembungkusan inti bor tersebut dengan plastik wrap (Gambar 5.1).
Gambar 5.1 | Kegiatan pembungkusan sampel inti bor dengan plastik wrap
6. 7. 8.
Secara berhati-hati, susunlah inti bor tersebut pada core box. Hindari penguapan (desikasi) inti bor, simpanlah core box di tempat yang teduh dan sejuk. Jika core box hendak dibawa ke tempat penyimpanan, angkatlah dengan berhati-hati. Hindari patahan inti bor yang disebabkan karena proses transportasi.
5.2 | Core recovery (CR) Core recovery (CR) merupakan persentase panjang inti bor yang berhasil diperoleh dalam 1 run pemboran. Perhitungan CR wajib dilakukan sebagai langkah awal core logging. Presentase CR akan dapat menjadi salah satu penilaian beberapa parameter dalam proses pemboran. Kondisi litologi, kompetensi operator pemboran dan metode pemboran ataupun performa unit pemboran yang digunakan. 5 | Core logging
54
𝑪𝑹 (%) =
𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐢𝐧𝐭𝐢 𝐛𝐨𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝟏 𝒓𝒖𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝟏 𝒓𝒖𝒏 𝐩𝐞𝐦𝐛𝐨𝐫𝐚𝐧
5.2.1 | Core loss Core loss terjadi apabila batuan yang telah dibor tidak berhasil diperoleh di dalam core barrel. Core loss sering terjadi pada awal atau akhir sebuah run. Posisi dan panjangnya core loss harus ditulis dengan aktual dan dideskripsi dengan kode “KL”. Batuan yang memiliki banyak rekahan atau batuan yang lunak dapat menjadi sangat sulit untuk didapatkan. Namun, besar kemungkinan batuan tersebut didapatkan dalam kondisi hancuran (fragmented ~ crushed). EOR (End of Run) memiliki kemungkinan untuk hilang karena tergerus ataupun jatuh. Jika jatuh, hal ini dapat dibuktikan oleh adanya tanda bekas core catcher / core lifter pada core yang berhasil diambil pada run berikutnya (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 | Bekas core catcher / core lifter pada inti bor yang jatuh yang dapat terambil kembali pada run selanjutnya (ACARP Project C22017, 2015)
Rekonsiliasi antara hasil deskripsi (core logging) dengan hasil logging geofisika wajib dilakukan. Hal ini diperlukan salah satunya untuk mengetahui litologi yang tidak berhasil didapatkan pada posisi core loss tersebut. Kemungkinan lainnya adalah posisi top-bottom batubara juga mungkin sedikit berubah karena adanya core loss pada run. 5 | Core logging
55
5.2.2 | Core gain Panjangnya core yang berhasil didapatkan bisa menjadi lebih panjang daripada panjang run (core gain) yang terhitung oleh operator pemboran. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain: 1. 2.
3.
Pendapatan kembali dari core yang jatuh (baca Sub-bab 5.2.1). Rekahan alami atau rekahan yang diakibatkan proses pemboran, core menjadi “memuai”. Hal ini biasa disebut dengan core expansion. Pemuaian lapisan-lapisan lempung.
Core expansion biasa terjadi pada core yang bersifat crushed sampai dengan fragmented. Core expansion sering terjadi pada litologi batubara yang moderately hingga highly slaking. Jika core expansion terjadi pada litologi batubara, proses rekonsiliasi dengan hasil logging geofisika sangat diperlukan untuk mengetahui posisi top-bottom batubara yang aktual.
Gambar 5.3 | Core expansion (ACARP Project C22017, 2015)
5 | Core logging
56
5.3 | Rock Quality Designation (RQD) RQD pertama kali diajukan oleh Deere, et al (1967). RQD merupakan persentase panjang inti bor* yang lebih dari 10 cm (*pengukuran dari tengah ke tengah inti bor) yang berhasil didapatkan dalam setiap run.
Gambar 5.4 | Pengukuran mid-to-mid point pada inti bor untuk RQD (%)
5.4 | Rock Mass Quality (RMQ) Kualitas masa batuan (RMQ) merupakan klasifikasi kualitas batuan yang secara singkat berdasarkan nilai RQD yang sudah dihitung. Biasanya nilai RMQ merupakan nilai rata-rata pada 1 hole pemboran. Adapun tabel klasifikasi RMQ yang dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini: Tabel 5.1 | Tabel klasifikasi RMQ berdasarkan nilai RQD
Nilai RQD (%) < 25 25 ~ 50 50 ~ 75 75 ~ 90 90 ~ 100 5 | Core logging
Rock Mass Quality (RMQ) Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sedang baik 57
1 2
𝑹𝑸𝑫 (%) =
𝐊𝐚𝐥𝐤𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐢𝐧𝐭𝐢 𝐛𝐨𝐫 ≥ 𝟏𝟎 𝐜𝐦 ∗ 𝑥 𝟏𝟎𝟎% 𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝟏 𝒓𝒖𝒏 𝐩𝐞𝐦𝐛𝐨𝐫𝐚𝐧 Gambar 5.5 | Pengukuran RQD
1. 2.
Pada contoh pertama, hasil perhitungan CR dan RQD masing-masing menunjukkan hasil 100% Pada contoh kedua. hasil perhitungan CR dan RQD masing-masing menunjukkan hasil 100% dan 74%. Hal ini disebabkan karena terdapat crushed zone pada batubara yang menyebabkan kenampakan core <10 cm. Panjang dari crushed zone ini tidak masuk di dalam perhitungan panjang utuh pada RQD. 5 | Core logging
55
5.5 | Dokumentasi foto core box Dokumentasi foto core box sangat diperlukan untuk representasi core sehingga sangat membantu untuk pemeriksaan kembali maupun saat proses rekonsiliasi. Dalam proses pengambilan datanya, deskripsi harus dilengkapi dengan foto core box. Core box wajib dibersihkan/dibasuh dengan sedikit air bersih sebelum difoto sehingga didapatkan dokumentasi inti bor yang cukup representatif. Dokumentasi core box mengacu pada SOP/MIN/DR/003. Pada sisi kiri atas merupakan kedalaman atas (top depth) dan kearah kanan merupakan kedalaman bawah/akhir (bottom depth). 5.5.1 | Dokumentasi sampel keratan pemboran Pada pemboran lubang terbuka (open hole drilling), sampel keratan diambil setiap kedalaman 1 meter dan wajib diberi pembatas berupa kayu yang tipis dan pada kedalaman 3 meter diberi pembatas kedalaman.
Gambar 5.6 | Skema penyusunan contoh keratan pemboran pada core box
Gambar 5.7 | Contoh penyusunan contoh keratan pemboran pada core box 5 | Core logging
56
5.5.2 | Dokumentasi sampel inti bor Pada pemboran inti bor (coring), pembatas kedalaman diberikan pada akhir setiap run (1.50m). Apabila terdapat core loss pada sampel inti bor (core), maka kru pemboran wajib memberi ruang yang kosong sesuai dengan panjang sampel yang hilang (loss). Saat akan melakukan dokumentasi inti bor pastikan bahwa plastic wrap yang melapisi inti bor tersebut sudah dilepas dan inti bor tersebut sudah dibasuh dengan sedikit air. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kenampakan core yang representatif. Pastikan pencahayaan pada saat melakukan dokumentasi cukup (tidak kurang dan tidak berlebihan). Teknik pencahayaan dokumentasi sangat mempengaruhi kenampakan inti bor tersebut pada foto.
Gambar 5.8 | Skema penyusunan contoh inti bor pada core box
Gambar 5.9 | Contoh penyusunan contoh inti bor pada core box
5 | Core logging
57
5.6 | Deskripsi inti bor PT. Mintec Abadi menggunakan format panduan Coal Log dibawah lisensi dari GeoCheck, Australia. Format Coal log tersebut sesuai dengan software LogCheck yang juga digunakan oleh PT. Mintec Abadi sebagai software database untuk data eksplorasi yang sistematis. PT. Mintec Abadi memiliki beberapa data tipe untuk menunjang observasi inti bor yang sistematis. Tipe data tersebut antara lain: Data Headers; Data Drilling; Data Geology; dan Data Rock Mass Unit (RMU) & Defects* Dalam pemboran eksplorasi, deskripsi tidak menggunakan data RMU & Defects. *Data RMU & Defects diperlukan dalam pemboran geoteknik ataupun jika data detail patahan diperlukan. Data tersebut dideskripsi oleh masing-masing geologist yang bertugas dalam lembar lapangan (field form). Dalam core logging, terdapat beberapa aspek deskripsi, yang masingmasing akan dijelaskan pada sub-bab, antara lain: 5.6.1 Posisi kedalaman litologi; 5.6.2 Jenis litologi; 5.6.3 Coal brightness (tingkat kecerahan batubara); 5.6.4 Mechanical state (ketahanan mekanis); 5.6.5 Ukuran butir, sortasi dan kemas; 5.6.6 Colour (warna); 5.6.7 Weathering (derajat pelapukan); 5.6.8 Estimated strength (perkiraan kekuatan); 5.6.9 Struktur sedimentasi; 5.6.10 Core state (Ketahanan core); 5.6.11 Defect spacing (Jarak antar patahan); 5.6.12 Basal contact (kontak antar litologi); 5.6.13 Keterdapatan dan kelimpahan mineral; dan 5.6.14 Keterdapatan fosil. 5 | Core logging
58
Gambar 5.10 | Coal log dictionary – PT. Mintec Abadi 5 | Core logging
59
5.6.1 | Posisi kedalaman litologi Pembacaan kedalaman aktual merupakan aspek dasar untuk mengetahui posisi serta ketebalan litologi yang dideskripsi. Penentuan top–bottom litologi harus dilakukan cermat berdasarkan hasil pengamatan kontak antar litologi (akan dibahas pada sub-bab 5.4.12 tentang basal contact). 5.6.2 | Jenis litologi Mudstone (MS) MS memiliki warna abu-abu sampai hitam dengan rona cerah hingga gelap, memiliki ukuran butir lempung yang sangat halus. Mineral-mineral yang ada tidak dapat diidentifikasi dengan mata telanjang. Ukuran butirnya yang sangat halus mengakibatkan pecahan MS meruncing. Muddy sandstone (MM) Terminologi MM merupakan applied terminology yang dipakai oleh PT. Mintec Abadi untuk menggambarkan litologi batupasir halus dengan kecenderungan sifat lempungan atau yang biasa kita sebut dengan batupasir lempungan. MM memiliki kisaran ukuran butir lanau hingga pasir yang sangat halus.
Sandstone (SS) SS pada formasi Warukin umumnya memiliki warna abu-abu cerah hingga abu-abu gelap kehijau-hijauan. Pada coarse-grained SS, sebagian butiran mineral seperti kuarsa, biotit, dan piroksen dapat jelas diamati. Determinasi ukuran butir pada batupasir akan dijelaskan pada sub-bab 5.2.5.
Limestone (LS) LS dijumpai pada Formasi Berai di Sub-basin Paser. LS memiliki beberapa klasifikasi, PT. Mintec Abadi menggunakan klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1974) untuk penamaannya.
5 | Core logging
60
Tabel 5.2 | Klasifikasi batugamping klastik dan non-klastik (Dunham, 1962 dan Embry & Klovan 1974)
Gambar 5.11 | Fosil Lepidocyclina sp. pada foraminiferal floatstone, Berai Fm., area Kamarayun 5 | Core logging
61
Coaly mudstone (ZM) Sifat fisik ZM berwarna hitam kecokelatcokelatan, cerat cokelat hingga abu-abu gelap, presentase lempung lebih dominan, dan terlihat interbanded dengan coal.
Gambar 5.12 | Coaly mudstone (ZM) dengan cetakan fosil daun, Warukin Fm., area SM 5 | Core logging
Muddy coal (MC) MC juga berwarna hitam kecokelatcokelatan, cerat cokelat, presentase karbon lebih dominan daripada lempung. Pada litologi MC, lempung biasanya hadir berupa thin-bands. Berat ZM > MC > CO. Carbon-content ZM < MC < CO.
Gambar 5.13 | Kenampakan hand-specimen muddy coal (MC) 62
Batubara (CO) CO merupakan batuan yang siap untuk dibakar (readily combustible rock) yang memiliki jumlah material organik yang lebih dari 50% berat atau 70% volume yang terbentuk dari kompaksi dari berbagai macam tanaman ubahan yang berhubungan dengan endapan rawa-rawa (Samboggs, 1987). Schopf (1956) dalam Samboggs (1987) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang akan membedakan jenis batubara yang terbentuk, yaitu: Macam material tanaman coal type (jenis CO);
Derajat metamorfisme coal rank (peringkat CO); dan
Kisaran material pengotor coal grade (tingkat CO).
Material pengotor yang dimaksud disini adalah ‘ash’ yang sebagian besar tersusun atas material silisiklastik. Kebanyakan batubara masuk dalam kategori ‘humic coal’ meskipun beberapa batubara termasuk dalam ‘Saprophelic coal’ yang terbuat dari spora, alga, dan kumpulan tanaman kecil (fine plant debris).
Gambar 5.14 | Struktur bands pada batubara (ACARP Project C22017, 2015) 5 | Core logging
63
Struktur bands pada batubara menurut Samboggs, 1987 (Gambar 5.14). Vitrain Lamina cerah, brilian, kilap glossy, vitrous, tebal bands berkisar antara 3-5 mm, pecahan konkoidal, terasa bersih dan halus; Clarain Interkalasi atau striasi yang tipis antara kilap cerah dan kilap tumpul (earthy) dengan skala kecil sehingga menjadikan kilapnya sutra; dan Durain Lamina tumpul, Dull, kilap tumpul (earthy).
Pada batubara, tidak jarang kita temui litologi lain yang memisahkan batubara tersebut. Menurut Nas, 2013 lapisan pemisah atau sisipan pada batubara ini disebut sebagai : Parting, jika ketebalan litologi sisipan ≤ 30cm; Interburden, jika ketebalan litologi sisipan > 30 cm (Gambar 5.15); dan Overburden, jika interval batubara tersebut langsung berbatasan ke permukaan tanah (surface topography).
Gambar 5.15 | CO (C3) dengan interburden MS, Warukin Fm., area SM 5 | Core logging
64
5.6.3 | Coal brightness (Tingkat kecerahan batubara) Tabel 5.3 | Klasifikasi tingkat kecerahan pada batubara (ACARP Project C22017, 2015)
CO C1 C2 C3 C4 C5 C6
Coal Qualifiers >90% bright coal 60-90% bright coal 40-60% bright coal 10-40% bright coal 1-10% bright coal <1% bright coal
AC
Antrasit
KC
Kokas
Description Lamina cerah Lamina cerah dengan sedikit lamina tumpul Perulangan lamina cerah dengan tumpul Lamina tumpul dengan beberapa lamina cerah Lamina tumpul dengan sedikit lamina cerah Lamina tumpul Kandungan karbon >90%, peringkat batubara tertinggi Batubara mengandung residu karbon dengan bentuk solid
Gambar 5.18 | CO (C4), Warukin Fm., area SM kelimpahan vitrinite sangat jarang Gambar 5.16 | CO (C2) - (ACARP Project C22017, 2015) 5 | Core logging
Gambar 5.17 | Kenampakan resin pada CO (C4), Warukin Fm., area SM 65
5.6.4 | Mechanical state (Ketahanan mekanis) Mechanical state hanya dideskripsi pada batubara. Terdapat 3 (tiga) jenis ketahanan mekanis, yaitu nonslaking, moderately slaking dan highly slaking. …….. ~ …… m : CO • BK • Fresh • R3 • DB • Intact • Very wide • Solid • Non slaking
…….. ~ …… m : CO • C3 • BK • Resin • Slightly weathered • R3 • DB ~ JT ~ SZ • Not Intact ~ Intact • Moderately narrow to moderately wide • Fragmented to very broken core • Moderately slaking.
…….. ~ …… m : CO • C3 • BK • Distinctly weathered • R2 • SZ • Not Intact • Narrow • Crushed • Highly slaking.
5 | Core logging
66
5.6.5 | Ukuran butir, sortasi dan kemas Dalam deskripsi SS, determinasi ukuran butir dideskripsi pada kolom lithology qualifier. Klasifikasi ukuran butir yang umum digunakan oleh geologist adalah klasifikasi Wentworth (Tabel 5.1) Tabel 5.4 | Klasifikasi ukuran butir (Wentworth)
Tabel 5.5 | Klasifikasi ukuran butir pada batupasir (ACARP Project C22017, 2015)
SS
SS Qualifiers
FF FM MM MC CC CV VV
Fine grained Fine to medium grained Medium grained Medium to coarse grained Coarse grained Coarse to very coarse grained Very coarse grained
5 | Core logging
Deskripsi Batupasir halus Batupasir halus-sedang Batupasir sedang Batupasir sedang-kasar Batupasir kasar Batupasir kasar-sangat kasar Batupasir sangat kasar
67
Gambar 5.19 | SS dengan lithology qualifier MM, sortasi baik, kemas terbuka, Warukin Fm., area RTS
Sortasi adalah derajat pemilahan atau keseragaman ukuran butir. Sortasi baik – Ukuran butirnya seragam (e.g : batupasir halus); Sortasi buruk – Ukuran butirnya tidak seragam (e.g : breksi). Kemas adalah hubungan antar butir. Kemas terbuka – terdapat celah antar butir. Kemas tertutup – celah antar butir tertutup oleh matriks (e.g : breksi). 5 | Core logging
Gambar 5.20 | Skema klasifikasi sortasi pada batupasir (Samboggs, 1987)
Batupasir yang memiliki sortasi nya buruk, biasanya kemas tertutup, sebaliknya batupasir yang memiliki sortasinya baik biasanya kemas terbuka. 68
Gambar 5.21 | Breksi, Nglanggran Fm., Kali Ngalang, Gunung Kidul (Sugeng Sapto Surjono, 2013)
Gambar 5.22 | Konglomerat, Nglanggran Fm., Kali Ngalang, Gunung Kidul 5 | Core logging
69
5.6.6 | Colour (warna) Tabel 5.6 | Klasifikasi warna
Warna Hijau (green/ish) Abu-abu (gray/ish) Oranye (orange/ey) Pink (pink/ish) Ungu (purple/ish) Merah (red/ish) Putih (white/ish) Kuning (yellow/ish)
Kode E G O P U R W Y
Pada kegiatan core logging, warna merupakan aspek pertama yang dideskripsi dalam menjelaskan suatu batuan. Deskripsi warna dapat membantu merepresentasikan kondisi aktual inti bor.
Gambar 5.23 | Dokumentasi yang standar pengeluaran inti bor pada saat pengambilan sampel
5 | Core logging
70
5.6.7 | Weathering (derajat pelapukan) Tabel 5.7 | Klasifikasi tingkat pelapukan (ACARP Project C22017, 2015)
Tingkat Pelapukan Residual soil Extremely weathered Weathered Distinctly weathered Slightly weathered Fresh
Kode R E W D S F
Deskripsi Tanah residu Sangat ekstrim terlapukkan Terlapukkan Hampir terlapukkan Sedikit terlapukkan / hampir segar Segar
5.6.8 | Estimated strength (perkiraan kekuatan) Tabel 5.8 | Klasifikasi estimasi kekuatan batuan (ACARP Project C22017, 2015)
Tingkat estimasi kekuatan Ekstrim lemah Sangat lemah
Kode R1 R2
Lemah
R3
Hampir kuat
R4
Kuat
R5
Sangat kuat
R6
Ekstrim kuat
R7
Deskripsi Dapat diidentifikasi dengan kuku Sulit dibentuk dengan kuku, dapat dikupas mudah dengan pisau Pisau memotong batuan namun sulit untuk membentuk bagian triaksial Pukulan palu membagi batuan menjadi ukuran 5 mm dalam sekali pukulan Hand-specimen hancur dengan sekali pukulan palu geologi Membutuhkan pukulan berulang untuk bisa memecahkan batuan menjadi beberapa bagian Material hanya terkikis saja pada pukulan palu geologi yang berulang, berbunyi nyaring jika dipukul
UCS (MPa) 0.25 ~ 1 1~5 5 ~ 25 25 ~ 50 50 ~ 100 100 ~ 250 < 250
Note : Gunakan APD yang sesuai pada saat pengujian kekuatan batuan secara manual
5 | Core logging
71
5.6.9 | Struktur sedimentasi Struktur sedimentasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari batuan sedimen. Struktur sedimen dapat membantu menjelaskan mengenai proses pengendapan yang terjadi pada batuan sedimen tersebut. Terdapat banyak struktur sedimen, namun hanya akan dibahas beberapa struktur yang umum dijumpai pada litologi yang berasosiasi dengan pengendapan batubara. Dalam deskripsinya, struktur sedimen cukup disebutkan pada bagian “adjective”. Struktur laminasi Lamina merupakan satuan terkecil dari perlapisan. Laminasi merupakan laminaset yang memiliki ketebalan <1cm. Laminasi sering terdapat pada SS atau MM. Laminasi juga dapat bersifat coaly (coaly lamination [CM]). Gambar 5.24 menjelaskan jenis-jenis laminasi dalam Samboggs, 1987.
Gambar 5.24 | Permukaan perlapisan lamina – laminaset – bed – bedset (Samboggs, 1987) 5 | Core logging
72
Gambar 5.25 | Struktur laminasi paralel pada batupasir halus, Warukin Fm., area SM
Gambar 5.26 | Struktur laminasi bergelombang dan paralel pada batupasir halus, Warukin Fm. area SM 5 | Core logging
73
Struktur silang siur (ripple cross-lamination) Struktur ini terbentuk saat kondisi cekungan pengendapan memiliki arus yang sangat kuat yang membentuk gelombang kecil secara ritmik (MsKee, 1965; Jopling dan Walker, 1968 dalam Samboggs, 1987). Struktur ini biasanya terdapat pada zona pasang surut air laut (marine tidal). Pada core, kenampakannya seperti laminasi yang saling memotong dan membentuk silang siur.
Gambar 5.27 | Struktur laminasi silang siur (Anonim)
Struktur pembebanan (Load structure) Struktur pembebanan terjadi karena terdapat sedimentasi dengan cepat dari sedimen yang berumur lebih muda yang menindih secara selaras dengan litologi yang lebih tua yang belum terkompaksi dengan sempurna. Proses ini menyebabkan litologi bawah sedikit menjulang pada litologi yang lebih muda. Load structure sering disebut dengan struktur lidah api / flame structure (lihat Gambar 5.28 ~ 5.30).
5 | Core logging
74
Gambar 5.28 | Skema load structure
Gambar 5.29 | Load structure pada CO dan MS pada penampang core, Warukin Fm., area SM
Gambar 5.30 | Load structure pada kontak CO dan MS, Warukin Fm., area SM 5 | Core logging
75
Struktur inklusi Struktur inklusi merupakan penyisipan material sedimen asing pada litologi. Struktur inklusi yang sering dijumpai adalah band. Band merupakan lapisan litologi yang dapat dibedakan dengan litologi utama berdasarkan sifat fisik seperti warna atau ukuran butir yang sangat jelas (Coal log dictionary, MINTEC).
Gambar 5.31 | Inklusi pada CO berupa mud band, Warukin Fm., area SM
Struktur konkresi Struktur konkresi merupakan salah satu struktur sekunder yang sering dijumpai pada batuan sedimen. Struktur konkresi terbentuk pasca sedimentasi. Bentuk umum konkresi adalah massa batuan yang globular (membundar) dengan skala kurang dari 1 cm ~ 3 m (Samboggs, 1987). Struktur konkresi terbentuk akibat presipitasi mineral pada pori-pori sedimen baik pada batuan yang semi-consolidated maupun pada batuan sedimen yang sudah terkonsolidasi dengan baik ataupun dengan proses chemical replacement. Pada umumnya konkresi tersusun dari mineral kalsit, namun konkresi yang terbentuk dari dolomit, hematit, siderit, chert, pirit, dan gipsum juga sering dijumpai (Samboggs, 1987). 5 | Core logging
76
Gambar 5.32-A | Struktur konkresi (outcrop) – Samboggs, 1987 Gambar 5.32-B | Struktur konkresi (outcrop), Warukin Fm., area SM
Gambar 5.33 | Struktur konkresi pada batulempung (core), Warukin Fm., area SM 5 | Core logging
77
Struktur masif Struktur masif merupakan struktur pengendapan yang tidak menunjukkan indikasi perlapisan batuan. Batuan sedimen dengan struktur masif memiliki kenampakan yang pejal, tanpa struktur.
Gambar 5.34 | Kenampakan struktur masif pada batulempung (outcrop), Samarinda
Gambar 5.35 | Kenampakan struktur masif pada batulempung (core), Warukin Fm., area SM 5 | Core logging
78
5.6.10 | Core state (Ketahanan core) Tabel 5.9 | Klasifikasi defects spacing (ACARP Project C22017, 2015)
Ketahanan core
Kode
Solid
S
Broken
B
Very broken
V
Fragmented
F
Crushed
C
Deskripsi Kondisi inti bor mulus. Hanya ada 2 atau kurang patahan mekanis setiap meter Kondisi inti relatif baik, hanya patah pada bagian tertentu, 3-5 patahan mekanis setiap meter Kondisi inti bor jelek, 6-20 patahan mekanis setiap meter Struktur sedimentasi sulit diidentifikasi, patahan alami dan pemboran juga sulit diidentifikasi. Lebih dari 20 patahan mekanis setiap meter Inti bor seperti tergerus menjadi bagianbagian yang kecil, sehingga tidak ada struktur yang bisa dikenali
5.6.11 | Defects spacing (Jarak antar patahan) Pada deskripsi litologi, data defects spacing diperlukan untuk mengetahui intensitas patahan dalam run pemboran. Patahan dengan intensitas yang tinggi dapat merepresentasikan Rock Mass Quality (RMQ) yang kurang baik. Tabel 5.10 | Klasifikasi defects spacing (ACARP Project C22017, 2015)
Defects spacing Ekstrim lebar Sangat lebar Lebar Hampir lebar Hampir dekat Dekat Sangat dekat
5 | Core logging
Kode EW VW WI MW MN NA VN
Deskripsi Jarak antar patahan < 2 m Jarak antar patahan 60 cm ~ 2 m Jarak antar patahan 20 ~ 60 cm Jarak antar patahan 6 ~ 20 cm Jarak antar patahan 2 ~ 6 cm Jarak antar patahan 6 mm ~ 2 cm Jarak antar patahan < 6 mm
79
5.6.12 | Basal contact (kontak dasar litologi) Perlapisan batuan biasanya dibatasi oleh sebuah bidang perlapisan (bedding plane). Bentuk bedding plane dideskripsi sebagai basal contact. Terdapat 2 jenis basal contact yaitu sharp (tajam) dan gradual (berubah perlahan).
Gambar 5.36 | Kontak tajam antara SS dan MM (ACARP Project C22017, 2015)
5.6.13 | Keterdapatan dan kelimpahan mineral Pada batuan sedimen, seringkali kita temukan beberapa mineral yang hanya ditemukan hanya sebagai fragmen. Fragmen ini adalah aksesoris dari batuan yang kita deskripsi. Gambar 5.37 menunjukkan panduan menuliskan tingkat kelimpahan mineral aksesoris tersebut.
Gambar 5.37 | Representasi kelimpahan material atau mineral pada batuan (%) 5 | Core logging
80
5.6.14 | Keterdapatan fosil Fosil sangat berasosiasi dengan batuan sedimen. Keterdapatan fosil sering kita jumpai pada batugamping dan batuan yang berbutir halus. Fosil sering dijumpai pada formasi Berai (area Kamarayun ~ area TMCT), sedangkan pada formasi Warukin keterdapatan fosil tersebut sangat jarang.
Gambar 5.38 | Fosil Lepidocyclina sp. pada foraminiferal wackestone, Berai Fm., area TMCT 5 | Core logging
Gambar 5.39 | Outer cast fosil Pelecypoda sp.pada pelecypods packstone, Berai Fm., area TMCT 81
MS • LG • Fresh • R2 ~ R3 • DB • Intact • Wide to very wide • Solid core.
MM • LG • MD • slightly weathered • R2 • DB ~ BP • Intact • Wide to moderately wide • Broken core.
SS • LG • FM • distinctly weathered • R1 • DB ~ JN • Not Intact • Moderately wide ~ narrow • Very broken to crushed core.
5 | Core logging
82
5 | Core logging
81