110
mentransmisikan disequilibrium e"ornya kepada hlok penerima (dalam Tabel berada dalam baris pertama). jadi angka (1) pada suatu sel blok menunjukkan hlok yang bersangkutan berperan paling penting dalam menghasilkan dan menstransmisikan disequilibrium erromya
kepada blok penerima, sebagai contoh pada
baris kedua Tabel 30. blok pennintaan
komoditas merupakan sumber instabilitas yang paling penting bagi blok pennintaan komoditas dan blok produksi non pertanian tetapi
bukan instabilitas penting bagi blok
pennintaan aset. T a bel 30 Artl Penting Relah masmg-masmg Blo k seb a~. Surnbe r InstabT I ltas Penerima Sumber Permintaan Permintaan Produksi Produksi Non Pennintaan Instabil itas Ekpor Pertanian pertanian Komoditas Aset Permintaan 15 (1) 0(5) 5(2) 3(3) 2(4) Komoditas 12(1) Permintaan Aset 12 (1) 4 (3) 3(4) 9(21 Produksi 3 (3) 6 (2) 10 (1) 3 (3) 3 (3) Pertanian Produksi 3 (3) Non 5 (2) 5 (2) 11 (1) 1(4) pertanian Perm i ntaan 2 (2) 0 2 (2) 0 4 (I) Ekpor .. Keterangan: - angka yang tldak dlkurung menunjukkan Jumlah dlseqUlhbrium error dari blok yang menjadi sumber instabilitas yang berpengaruh siknifikan terhadap variabel-variabel yang ada dalam blok penerimanya. .
- Angka di dalam ( ) menunjukkan peringkat blok yang bersangkutan dalam menghasilkan atau mentransmisi disequilibrium error terhadap blok penerima
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa permintaan komoditas
relatif menerima
ekstemalitas yang kuat dari permintaan aset dan produksi non pertanian. Sedangkan jika dilihat posisi pennintaan komoditas sebagai surnber instabilitas blok ekonomi lainnya, tampak bahwa pennintaan komoditas memberikan ekstemalitas yang kuat pada produksi non
111 pertanian dan pennintaan ekspor. Fenomena ini menunjuldqm bahwa pennintaan komoditas mempunyai interaksi yang kuat dengan produksi non pertanian. Untuk blok pennintaan a5m, blok produksi pertanian dan produksi non pertanian merupakan sumber instabilitas terbesar. Blok pennintaan asetjuga memberikan umpan balik instabi1itasnya yang kuat berturut-turut kepada blok permintaan komoditas dan blok pertanian.
Fenomena ini menunjukkan distorsi terhadap pasar uang melalui kebijakan
moneter akan secara efektif mempengaruhi konsumsi dan produksi pertanian. Dibandingkan blok lainnya, blok pennintaan aset dan blok produksi non pertanian merupakan sumber instabilitas utama bagi blok produksi pertanian. Tetapi pada saat yang bersamaan blok produksi pertanian merupakan sumber instabilitas penting bagi blok permintaan aset dan blok produksi pertanian. Hal ini mengindikasikan adanya interaksi dua arah yang kuat antara blok produksi pertanian dengan blok pennintaan aset dan blok produksi non pertanian dibandingkan antara blok pertanian dengan blok lainnya. Blok produksi non pertanian merupakan sumber instabilitas penting bagi blok permintaan komoditas dan blok pennintaan aset dan pada yang bersamaan pula blok permintaan komoditas memberikan umpan balik
disturbancesnya yang kuat bagi blok
produksi non pertanian. Sedangkan blok permintaan aset tidak memberikan umpan balik yang tinggi terhadap blok produksi non pertanian dimana jika dilihat sebagai sumber instabilitas bagi blok pertlnian posisinya hanya sebagai rangking 4. Fenomena ini menunjukkan adanya interaksi dua arah yang kuat antara blok produksi non pertanian dan blok permintaan komoditas. Sedangkan dalam hubungannya dengan blok permintaan asset, blok produksi pertanian memberikan spillover yang kuat bagl blok tersebut tetapi tidak: sebaliknya.
112 Adapun untuk blok permintaan ekspor, blok ini adalah blok yang paling rendah kemampuannya memberikan ekstemalitas bagi blok lainnya, blok ini hanya memberikan eskternalitas bagi blok permintaan komoditas saja. Walaupun demikian di sisi lain blok ini banyak menerima ekstemalitas dari biok lainnya.
Blok yang paling besar memberikan
ektemaJitas bagi blok perrnintaan ekspor berturut-turut berdasarkan rankingnya adalah blok permintaan aset, pennintaan ekspor, produksi pertanian dan blok permintaan komoditas. Untuk mendapatkan kesimpuian yang labih tajam tentang arti penting masing-masing blok dalam perekonomian. maka kita perlu melihat posisi masing-masing blok sebagai sumber atau penerima ekstemalitas. Tabel 31 merangkum peringkat masing-masing blok dimana angka 1 mencerrninkan peringkat tertinggi sedangkan angka 5 mencenninkan peringkat terendah.
Jika dilihat daTi Tabel 31 tampak bahwa blok yang paling tinggi
kemampuanya menstransmisi instabilitas dan ekstemalitasnya ke blok lain sekaligus sebagai penerima yang penting bagi ekstemalitas atau disturbances blok lain berturut-turut adalah blok perrnintaan komoditas dan blok pennintaan aset pada posisi teratas dikuti oleh blok produksi non pertanian dan blok produksi pertanian.
Sedangkan yang paling rendah
kemampuan mentransmisi instabilitas dan eksternalitasnya ke blok lain adaIah blok pennintaan ekspor. Temuan ini menunjukkan pemerintah seharusnya berkonsentrasi pada pennintaan komoditas. pennintaan aset, produksi non pertanian dan produksi pertanian untuk menstabilisasi perekonomian karena keempat blok terse but merupakan kontributor penting fluktuasi ekonomi, pernerintah seharusnya melakukan kebijakan stabilisasi yang integratif terhadap sumber-sumber disequilibriwn keempat blok tersebut karena menu rut model
113 penelitian ini setiap aksi kebijakan yang berkaitan dengan salah satu blok diatas akan menjadi shock yang selanjutnya mampu menjadi sumber destabilisasi ekonomi. Tabel 31.
Tingkat Kemampuan Blok sebagai Somber dan Penerima Ekstemalitas (disturbances) Sebagai Somber Blok Sebagai Penerima Ekstemalitas Ekstemalitas (disturbances) (disturbances) I Permintaan Komoditas 2 1 2 Permintaan Aset Produksi Pertanian 2 5 3 Produksi non Pertanian 2 4 Permintaan Eskpctr 3 Keterangan: Angka 1 menunjukkan penngkat tertmggt sedangkan angka 5 adalah peringkat terendah
6.8. Sumber Inflasi 6.8.1. Sisi Permintan [nfiasi selalu menjadi satu isu ekonomi politik penting karena ia mempunyai sejumlah pengaruh penting terhadap perkonomian,
yakni~
Pertama, Inflasi mempengaruhi distribusi
pendapatan, dalam arti masyarakat yang berposisi sebagai produsen atau pemilik dari barang yang harga mengalami kenaikan akan diuntungkan. Konsumen yang berpendapatan tetap
akan dirugikan dengan adanya inflasi karena inflasi mengurangi tingkat ke_sejahteraan mereka. Kedua. Inflasi menciptakan ketidakpastian di dalam perekonomian dimana energi yang dikeluarkan pelaku ekonomi uotuk mengatasi ketidakpastian tersebut akan mengurangi efisiensi ekonomi. Ketiga. Inflasi akan ·menimbulkan masalah balance of trade dimana barang-barang impor menjadi relatif lebih murah dibanding barang domestik. Hal ini akan menstimulasi peningkatan permintaan impor yang akan menimbulkan defisit perdagangan (trade deficit).
114 Menimbang arti penting implikasi ekonomi inflasi seperti yang telah diuraikan di atas maka peneliti dalam seksi ioi mencoba untuk meodeteksi sumber inflasi dari setiap komoditas yang diobservasi. Ada dua teori utama tentang inflasi; teori demand pull inflation dan cost push inflation. Teori demand pull inflation mengatakan bahwa inflasi disebabkan oleh peningkatan permintaan.
Di sisi lain toori cost push inflation
menyatakan bahwa
kenaikan biaya produksi yang selanjutnya mengurangi penawaran akan menaikkan tingkat harga-harga. Di dalam seksi ini penulis akan mendiskusikan kemungkinan sumber inflasi di Indonesia berasal dari sisi permintaan. Penults akan mengulas kemungkinan inflasi berasal dari sisi penawaran pada subbab 6.8.2. Untuk mendeteksi sumber inflasi dan siSI permintaan telah dilakukan uji kausalitas Granger (Granger Causality Test). Hasil uji inl dapat dilihat dalam Tabel 32. Hipotesis null dari uji adaLah pennintaan komoditas bukan penyebab dari harga-harganya (its own price). Hasil uji menunjukkan semua permintaan komoditas bukan penyebab (penentu) inflasi. Ketiadaan kausalitas antara pennintaan komoditas dengan harga-harganya 10i membawa kita pada kesimpulan bahwa pennintaan bukan penentu penting pergerakan harga-barga. Ada dua alilsan utama yang bisa meodukung fenomena yang ada di Tabel32 yakni:
T a bel 32 U"Jl1 K ausarltas Granger d an. Penmntaan Komoditas TerhadalP Hargan1 a Kausalitas Keberadaaan F-Stati.<;(ic Probability Kausalitas Ke Dari Harga komoditas 0.46453 0.49688 Permintaan Komoditas Pertanian Pertanian Harga Komoditas non 0.05961 0.80755 Permintaan Komoditas Pertanian non Pertanian 0.90720 pennintaan impor Harga impor komoditas 0.34286 pertanian komoditas pertanian 0.28761 harga impor komoditas lPennintaan impor 0.59280 komoditas non pertanian non pertanian Keterangan: - lag yang dlgunakan dalam Granger Causahty Test adaJah 1
Tidak ada Tidak ada Tidakada Tidak ada
115 Pertama, sudah menjadi keyakinan yang cukup luas di kaIangan ekonom sejak tabun awal 1970-an bahwa fluktuasi harga-harga lebih berkaitan dengan sisi produksi dan fluktuasi biaya dibandingkan dengan konsumsi. Sebagai contoh pada tahun 1973 level harga-harga menaik tajam disebabkan kenaikan harga minyak. begitu juga hal yang sarna terjadi pada tahun 1979 dan 1980 (Sugema. 1992). Bahwa faktor pennintaan bukan penentu inflasijuga didukung oleh fakta semakin rendahnya daya beli masyarakat Indonesia sepanjang tahun 1997-2001 7. Pendapatan rata-rata per kapita per bulan masyarakat pada tabuo 1997 (dalam harga konstan tahun 1993) adalah sebesar Rp 153 100 per bulan dan pada 2002 hanya Rp 140800 per bulan. Bahkan angka pada tahun 2002 lebih rendah dati tahun 2001 (Rp 144 900 per bulan). apalagi jika dibandingkan dengan tahun 2000 (Rp 144 900 per bulan). Turunnya daya beli masyarakat yang dicerminkan dengan turunnya pendapatan per kapita per bulan masyarakat menjustifikasi kenyataan bahwa faktor permintaan komoditas bukan penentu inflasi selama periode observasi penelitian ini. Kedua, Inflasi tetap bisa terjadi walaupun tidak terjadi kelebihan permintaan (excess
demand) yakni dalam kasus dimana ekspetasi pelaku akonomi akan inflasi di masa mendatang yang selanjutnya menyebabkan inflasi. Fenomena seperti ini telah dikemukan oleh dua ekonom terkenal (Friedman dan Phelps) di tahun 1960-80.
Fenomena empirisnya
tampak pada awal tabun 1980-an., dimana pada saat itu teljadi kenaikan harga-harga walaupun perekonomian dunia sedang mengalami resesi. Friedman dan Phelps mengatakan bahwa para pelaku ekonomi telah belajar dari pengalaman terdahulu mereka yang dengan pengalaman itu membentuk ekspetasi mereka tentang keadaan perekonomian di masa mendatang. Walaupun demikian karena dalam model penelitian ini tidak mengakomodasi 7
Lihat Steve Suasanto. Lima Tahun Setclah Krisis. Mei 1998 - Mei 2003 . Koran Kompas 12 Mei 2003
haJaman 27.
116 perilaku ekspetasi didalamnya maka bukti yang berkaitan dengan fenomena ekspetasi pembentuk inflasi ini tidak dapat diberikan.
Apakah inflasi barga-harga komoditas
merupakan fenomena ekspetasi atau tidak membutuhkan penelitian lebih lanjut. Dari temuan empiris bahwa tidak adanya hubungan yang kuat antara inflasi dengan kelebihan pennintaan maka pengambil kebijakan seharusnya berhati-hati mengatasi inflasi dengan menggunakan strategi management permintaan sebagaimana yang diajukan kalangan Keynesian karena setiap kebijakan yang digunakan untuk memanipuiasi pennintaan agregat
(aggregate demand) akan memberikan ekstemalitas yang merugikan bagi perekonomian.
6.8.2.
Sisi Penawaran Pada subbab 6.2 telah dibahas ada tidaknya kemungkinan inflasi berasal dari sisi
pennintaan. Subbab ini akan memfokuskan pacta kajian sumber inflasi dari sudut pandang
supply-side Theory. Berdasarkan sudut pandang Supply-side Theory, inflasi bisa disebabkan oleh kenaikan hiaya produksi atau fluktuasi di dalam produksi (output). Penyebab pertama sering juga dikatakan sebagai cost push inflation dalam literatur ekonomi makro. Kemungkinan untuk te1jadinya inflasi oleh karena kenaikan biaya produksi (cost push
inflation) sangat kuat. Indikasi tersebut dapai: dilihat dari kecenderungan naiknya hargaharga input penting seperti listrik dan Harga bahan bakar minyak (BBM ) yang digunakan untuk. produksi (minyak diesel dan premium). Gambar 1 menunjukkan kecenderungan harga listrik rata per KWH yang semakin naik. Kenaikan yang sukup sikniftkan tampak pada era krisis (1997-2001). Fenomena yang sarna juga
terjadi untuk harga bahan bakar minyak (BBM) (Gambar 2).
Kenaikan
harga seJarna periode krisis (1997-2002) hampir empat kati lipat harga premium dan minyak diesel (solar) sebehnn krisis (1994- 1996).
117
500 450 400 .s:;
350
L..
300
~
Q)
C. Q.
n:: 250 200 150 100 1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001 Tctlun
Gambar 1. Harga Rata-rata per Kwh Listrik untuk Industri dan Bisnis 2000~------------------------------------~
Premium 1600
~
1200
~
800
400 0;-~~~-r~~~~~~~~~~~T-~~~
1980
1985
1990
1995
2000
Tahun
Gambar 2. Harga Premium dan Minyak Diesel Sepanjang Periode 1980-2003
118
6.8.2.1. Barga Pertanian Berdasarkan sudut pandang Supply-side Theory, inflasi untuk pertanian bisa disebabkan oleh kenaikan biaya produksi atau fluktuasi di dalam produksi (output). Penyebab pertaIna sering juga dikatakan sebagai cost pu.vh inflation dalam literatur ekonomi makro. Sedangkan penyebab kedua lebih karena dikaitkan dengan karakteristik fisik dari produksi pertanian yang sangat tergantung pada kondisi ikhm. Hasil uji kausalitas Granger dirangkum pada Tabel 33. Tabel33. Uji Kausalitas dari Produksi dan Harga Input terhadap Harga Output dalam Blok Pertanian Keberadaan Kausalitas F·Statistic Probability Kausalitas Dari Ke 1.32423 0.25222 Tidak ada Suku Bunga Harga Pertanian Tidak ada 0.82531 0.36553 Upah Tenaga Kerja Riil Harga Pertanian Pertanian c Harga Material Riil 3.56603 0.06149 Ada Harga Pertanian Pertanian Harga Pertanian 0.06897 0.79331 Tidak ada Produksi Pertanian Keterangan: c = Stkmfikan pada taraf 10 persen Hasil uji Kausalitas Granger (TabeJ 33) menunjukkan bahwa fenomena cost push inflation re1atif tampak dalam inflasi harga komoditas pertanian. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji Kausalitas Granger yang menunjukkan adanya kausalitas antara harga material riil pertanian terhadap harga output.
6.8.2.2. Barga non Pertanian Subbab ini mentelaah apakah inflasi harga-harga non pertaman disebabkan kenaikan biaya atau karena fluktuasi produksi (penawaran).
Untuk mengetahui hal tersebut maka
dilakukan Uji Kausalitas Granger yang hasilnya tercantum pada Tabel34.
119 Tabel 34 Uji Kausalitas Granger dari Produksi dan Harga Input terhadap Harga . Output dalam B Iok Pertaman Kausalitas Keberadaan F-Statistic Probability Kausalitas Dari Ke c 2.14044 0.09929 Produksi non Pertanian Harga Komoditas non Ada Pertanian Tingkat Upah Riil non Harga Komoditas non 0.90714 0.44018 Tidak ada Pertanian Pertanian c Harga Material non Harga Komoditas non 2.29166 0.08220 Ada Pertanian Pertanian Suku8unga Ada° Harga Komoditas non 3.60582 0.01574 Pertanian Keterangan : b = siknifikan pada taraf 5% c = siknifikan pada taraf 10% Hasil uji kausalitas Granger menunjukan bahwa pada taraf 10 persen ada hubungan kausalitas antara produksi, harga riil material dan suku bunga terhadap harga produk non pertanian. Hal ini menunjukkan inflasi harga non pertanian merupakan fenomena supply side baik karena cost push inflation maupun karena fluktuasi pro
6.9.
Pergerakan Harga Input 6.9.1. Input Pertanian Subbab ini akan mendiskusikan variabel yang menentukan pergerakan harga input
melalui uji Kausalitas Granger. Pada subbab sebelumnya telah dikemukakan bahwa harga input menentukan pergerakan harga output (inflasi).
Subbab ini akan mendiskusikan
kemungkinan adanya umpan batik (feed back) dari harga output dan output itu sendiri terhadap pergerakan harga input.
Disamping itu Subbab ini juga akan menganalisis inter-
relationship antara harga input untuk medeteksi variabel harga input mana yang menjadi penentu pergerakan harga input lainnya. Analisis ini penting untuk menentukan harga input yang mana yang harus dikontrol pemerintah untuk: menstabilisasi sektor pertanian.
120 Beberapa temuan penting yang terangkum dalam tabel 35 adalah sebagai berikut: Pertama, Tampak adanya kausalitas antara harga output dengan harga bahan material, tetapi tidak ada kausalitas antara harga output dengan dua harga input lainnya (upah tenaga kerja
dan suku bunga). Hal ini menunjukkanjika terjadi kenaikan harga output akan menyebabkan para produsen
material pertanian akan menaikkan harga material, tetapi kenaikan harga
output ini tidak menyebabkan pensuplai modal dan tenaga kerja meminta kenaikan harga modal dan harga input tenaga kerja (upah tenaga keIja). Kedua, tidak ada kausalitas antara output (produksi) terhadap harga-harga input pertanian (suku bunga, upah tenaga kerja, harga bahan material).
Hal ini menunjukkan
kenaikan output (produksi) tidak menstimulasi tenaga kerja meminta kenaikan upah, kenaikan output juga tidak menstimulasi produsen bahan material meminta kenaikan harga material, begitu juga pensuplai modal tidak meminta kenaikan harga barang modal (yang direpresentasikan oleh suku bunga) karena kenaikan output (produksi). Ketiga, tampak adanya hubungan kausalitas dua arab antara harga material terhadap upah tenaga keIja riil pada taraf 10 persen dan sebaliknya kausalitas tenaga kerja riil terhadap 'harga material pada taraf 1 persen. Fenomena saling mempengaruhi antara kedua harga input ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) kedua input tersebut bersifat subtitusi satu dengan yang lainnya. Kenaikan tingkat upah yang menyebabkan penurunan penggunaan tenaga kelja akan menyebabkan peningkatan permintaan material (pupuk dan
lain~lain)
yang
selanjutnya meningkatkan harga material yang kemudian akan menurunkan permintaan material dan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Kenaikan pennintaan tenaga kerja ini menyebabkan kenaikan upah tenaga kerja. dan (2) kedua input tersebut kemungkinan satu dengan lainnya sangat terintegrasi dalam artj deviasi atau disequilibrium di dalam satu pasar
121 input (misalnya pasar bahan material pertanian) akan sangat mudah ditransmisi ke pasar tenaga keIja pertanian (Tabel 35). Tabe135. Hasil uji Kausalitas untuk Mendeteksi Sumber Pegerakan Harga Input Pe rtan ian Keberadaan Kausatitas Probability Kausalitas F-Stat. Ke Dari 0.46284 Tidak ada 0.54263 Harga Komoditas SukuBunga Pertanian 0.42114 Tidak ada 0.65178 Harga Komoditas Upah Riil Tenaga Kerja Pertanian Pertanian 5.9E-05 Ada8 17.3839 Harga Komoditas Harga Material Riil Pertanian Pertanian 0.21828 Tidak ada 1.53233 Produksi Pertanian Suku Bunga 0.68146 Tidak ada Produksi Pertanian Upah Riil Tenaga 0.16935 Kerja Pertanian Produksi Pertanian Harga Material Riil Tidak ada 0.84837 0.03672 Pertantan Suku Bunga 0.25453 Tidak ada Upah Riil Tenaga 1.31132 Kerja Pertanian Harga Material Riil 0.46229 Suku Bunga 0.54398 Tidak ada Pertanian Harga Material Riil Suku Bunga 0.27985 0.59782 Tidak ada Pertanian c 3.21777 Harga Material Riil Upah Riil Tenaga 0.07547 Ada Pertanian Ketja Pertanian oll Upah Riil Tenaga Harga Material Riil 18.3817 3.8E·05 Ada KeIj a Pertanian Pertanian Upah Riil Tenaga Suku Bunga 0.72364 0.39672 Tidak ada Kerja Pertanian Keterangan: a = slkmfikan pada taraf 1% = siknifikan pada taraf 10% c Keempat, fakta yang menunjukkan bahwa harga output hanya mempengaruhi harga material, dan harga material mempunyai kausalitas dua arah dengan upah tenaga kerja rnengindikasikan bahwa jika pemerintah ingin menstabilkan memfokuskan din pada pasar output saja.
sektor pertanian ini cukup
Hal itu berarti intervensi untuk menstabilkan
sektor pertanian ini tidak memerlukan kebijakan yang integratif di semua pasar input dan
122 pasar outputnya sehingga kebijakan menstabilkan sektor pertanian Indonesia tidak tergoiong sebagai kebijakan yang rumit dan sangat mahal. 6.9.2. Input non Pertanian Subbab ini akao mendiskusikan sumber instabilitas harga input apakah berasal dari
fluktuasi di dalam pasar output ataukah karena mekanisme kompetisi yang tak sempurna (imperfect competition mechanism) di pasar input. Alat analisis yang digunakan adalah uji kausalitas Granger (lihat Tabel 36). Tabel36. Hasil uji Kausalitas untuk Mendeteksi Sumber Pegerakan Harga Input non Pertanian F-Statistic Probability Keberadaan Kausalitas Kausalitas Dari Ke Upah Riil Tenaga 0.75058 Harga Komoditas non 0.40377 Tidak ada Pertanian Kerja non Pertanian Harga Material Riil Ada" Harga Komoditas non 5.03149 0.00264 Pertanian non Pertanian Harga Komoditas non Suku Bunga_ 8.85045 2.7E-05 Adas Pertanian Produksi non Pertanian Upah Riil Tenaga 0.79171 0.50106 Tidakada Kerja non Pertanian s Produksi non Pertanian Harga Material Riil 0.00405 4.68846 Ada non Pertanian Produksi non Pertanian SukuBunga 6.11369 0.00070 Ada" Harga Material Riil non Upah Riil Tenaga 1.67752 0:17608 Tidak ada Pertanian Kerja non Pertanian Upah Riil Tenaga Kerja Harga Material Riil 4.01980 0.00935 Ada" non Pertanian non Pertanian Suku Bunga Upah Riil Tenaga 3.42566 0.01974 Ada Kerja non Pertanian s Upah Riil Tenaga Kerja Suku Bunga 7.60230 0.00012 Ada non Pertanian Suku Bunga Harga Material Riil 6.31922 0.00054 Adas non Pertanian Harga Material Riil non Suku Bunga 16.5837 6.0E-09 Ada" Pertanian Keterangan: a = slkmfikan pada taraf 1%
123 Temuan empiris menunjukkan umumnya terdapat bubungan kausalitas dua arab antara 3 barga input, dimana suku bunga saling memiliki hubungan kausalitas dengan harga material dan tingkat upah tenaga ketja. Sedangkan hubungan kausalitas satu arab terdapat pada hubungan upah tenaga keIja terhadap harga material. Disamping itu terdapat hubungan kausalitas satu arah lainnya yakni antara output non pertanian terhadap suku bunga dan antara tingkat upah riil terhadap output.
Hubungan
kausalitas 2 arah lainnya adalah antara output non pertanian dengan harga material, antara harga output dan suku bunga dan antara harga output dan harga bahan material. Fenomena tersebut mengindikasikan ketiga pasar input tersebut saling terintegrasi dalam arti setiap ada deviasi (disequilibrium) pada satu pasar akan dapat dengan mudah ditransfer pada 2 pasar input Jainnya. Ini berimplikasi jika pemerintah ingin menstabilkan sektor non pertanian maka intervensi harus dilakukan pada semua pasar input dan pasar outputnya. Jika pemerintah hanya menekankan pada satu pasar saja (misalnya pada pasar tenaga kerja) maka intervensi tersebut tidak akan efektif.
6.10. Analisis Kebijakan Perdagangan (Trade PolJcy) Bagian ini adalah kelanjutan dari ulasan subbab 5.2 (Analisis Keseimbangan Jangka Panjang Biok Permintaan Komoditas) dan subbab 6.2 (Analisis Error Correction Model Biok Permintaan Komoditas). Subbab ini mempunyai 2 tujuan: Pertama, menganalisis dampak dari perubaban pengeluaran total masyarakat (Total Expenditure) terhadap permintaan komoditas domestik dan komoditas impor. Pada subbab 5.2 tentang analisis keseimbangan jangka panjang permintaan komoditas telah diketahui bahwa dalam jangka panjang respon pennintaan komoditas impor lebih responsifterhadap perubahan pengeluaran total dibanding respon permintaan komoditas domestik terhadap pengeluaran total. lni berimplikasi pada
124 periode ekspansi Indonesia akan mengalami trade deficit jika kenaikan impor tidak diiringi dengan kenaikan ekspor. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam subbab ini apakah fenomena jangka panjang tersebut juga akan teljadi dalam jangka pendek. berapa lama dampak shock dari pengeluaran total terhadap permintaan komoditas domestik dan impor, serta berapa besarannya dalam jangka pendek? Kedua, dalam subbab ini juga akan didiskusikan dampak dari perubahan harga impor komoditas pertanian dan non pertanian terhadap pennintaan komoditas, hal yang yang juga akan didiskusikan adalah dampak shock real effective exchange rate terhadap pennintaan komoditas. Dua hal tersebut penting untuk diketahui ketika kita ingin memaharni bagaimana dampak, kapan dan berapa lama penerapan tarif impor jika pemerintah ingin mengurangi tarif impor untuk meneukupi kebutuhan domestik atau meningkatkan tarif impor untuk menolong produsen domestik.
Isu ini dalam era pasea orde baru eukup banyak
diperdebatkan oleh para ekonom di Indonesia khususnya antara pihak yang pro liberalisasi dengan kalangan strukturalis yang cenderung pada proteksi. Teknik analisis yang penulis gunakan untuk mendapatkan sasaran subbab ini adalah dengan Analisis Jmpulse Response
dan uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test). Anahsis impulse response menunjukkan bahwa pola darnpak shock pengeluaran total terhadap permintaan komoditas dalam jangka pendek relatif sarna dengan pola jangka panJangnya.
Gambar 3 sampai Gambar 7 dan Tabel 37 menunjukkan jika teIjadi shock
pengeiuaran total dalam bentuk penurunan pengeIuaran total masyarakat maka akan menurunkan semua pennintaan komoditas pada periode berikutnya. Analisis Impulse
Response ditunjukkan pada Gambar 3 sampai Gambar 7 dan Tabel 37.
Penulis perlu
menyampaikan bahwa Gambar 3 sampat Gambar 7 dan Gambar Tabel 37 adalah indentik
125 dalam arti data-data yang ada pada Tabel
37 jika di jadikan grafik akan membentuk
Gambar 3 sampai Gambar 7. Kedua bentuk penyajian ini ditampilkan untuk mempermudah dan mempeIjelas pembahasan hasil anal1sis Disamping itu tampak bahwa permintaan komoditas impor lebih responsif terhadap perubahan (shock) pengeluaran total dibanclingkan respon permintaan komoditas domestik Ambit misalnya periode ke 3 (lihat Tabel 37), dampak
terhadap pengeluaran total.
peningkatan pengeluaran total sebesar 0.1 persen akan berdampak peningkatan permintaan komoditas impor sebesar 0.6 persen (pertanian) dan 0.56 persen (non pertanian) bandingkan terhadap peningkatan komoditas domestik yakni 0.1 persen (pertanian) dan 0.2 persen (non pertanian). Lamanya dampak shock pengeJuaran total terhadap permintaan komoditas tidak banyak perbedaan.
Umumnya
shock ini efektif mempengaruhi permintaan komoditas
selama 15 periode (bulan) ke depan (untuk komoditas pertanian dan non pertanian domestik serta komoditas pertanian impor), setelah period ke 15 permintaan 3 komoditas ini akan kembali ke keseimbangan awat. Tabel 37. Analisis Impulse Response Dampak Shock Pengeluaran Total Terhadap Permintaan Komoditas lumlah Periode Ke depan (Bulan)
1 2 3 4 5 6 7
Permintaan Komoditas Pertanian D(LCA)
0.000000 0.002830 0.001883 0.001379 0.000792 0.000560 0.000345
Permintaan Komoditas non Pertanian D(LCN)
0.000000 0.003618 0.002213 0.001501 0.000900 0.000732 0.000472
Permintaan Impor Komoditas Pertanian Impor PiLC BINA) 0.000000 0.005023 0.006538 0.002071 0.000280 -0.000359 0.000451
Permintaan Pengeluaran Impor Total Komoditas non D(LX) Pertanian Impor D(LCBIN_ N I)
0.000000 -0.004134 0.005631 0.000909 0.000265 -0.000607 -0.00003
0.011650 0.003385 0.001632 0.000968 0.000992 0.000541 0.000350
126 T abel 37
Lanlutan . Permintaan Jumlah Komoditas PeriodeKe Pertanian depan D(LCA) (Bulan)
0.000226 0.000138 0.00008 0.00005 0.00003 0.00002 0.00001 0.000008 0.000005 0.000003
8 9 10 11
12 13 14 15 16 17
Pennintaan Komoditas non Pertanian D(LCN) 0.000312 0.000193 0.000125 0.00007 0.00004 0.00003 0.00001 0.00001 0.000007 0.000004
Pennintaan Pennintaan Pengeluaran Jmpor Impor Total Komoditas Komoditas non D(LX) Pertanian Pertanian Impor Impor D(LCBIN_NI) D(Le BINA) 2.23E-05 -0.000188 0.000202 0.000167 -0.00005 0.000136 -0.000006 -0.00009 0.00008 0.00006 -0.00003 0.00005 0.000003 -0.00003 0.00003 0.00002 -0.00001 0.00002 0.000002 -0.00001 0.00001 0.000007 -0.000006 0.000007 -0.000005 0.000004 0.000001 0.0000002 -0.000002 0.000002
.0030 .0025 .0020 c: 0
0-
U)
.0015
CD
0::
.0010 .0005 .0000 5
10
15
20
25
30
35Periode (Bulan)
Gambar 3. Respon Pennintaan Komoditas Pertanian terhadap Guncangan Pengeluarnn Total 1 S.D
127
.004~--------------------------------,
.003 c:
8.
!I
.002
n:
.001
5
10
15
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 4. Respon Permintaan Komoditas non Pertanian terhadap GUDcangan Pengeluaran Total 1 S.D .007 .006 .005-
J
.004
R fB
n:
.003
.002 .001 .000 -.001
\~ V
I
I
5
10
15
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 5. Respon Pennintaan Komoditas Pertanian Impor terhadap Guncangan Pengeluaran Total 1 S.D
128
.006 .004 .002
8.
II
.000
0:::
\V
-.002. -.004 -.006
5
10
15
I
J
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 6. Respon Permintaan Komoditas non Pertanian Impor terhadap Guncangan Pengeiuaran Total 1 S.D .012 .010· .008 c:
8. t/J
cu
.006
a:: .004 .002 .000
~ J
J
5
10
15
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 7. Respon Pengeluaran Total Impor terhadap Guncangan Pengeluaran Total 1 S.D
129 Gambar 8 sampai Garnbar 12 menunjukkan dampak shock dari harga komoditas non pertanian impor terhadap permintaan komoditas. Analisis Impulse Response menunjukkan
-
bahwa jika terjadi shock yang menurunkan barga komoditas non pertanian impor (misalnya karena terjadi penurunan tarif
atau turunnya biaya produksi
di negara mitra dagang
Indonesia) maka akan meningkatkan pennintaan komoditas impor (pertanian dan non pertanian) pada peride berikutnya. Tetapi pada periode yang sarna dengan penurunan harga komoditas non pertanian impor tersebut akan terjadi penurunan pennintaan komoditas pertanian domestik dan kenaikan permintaan komoditas non pertanian domestik. Walaupun demikian analisis Granger Causality test (Tabel 38) menunjukkan bahwa harga komoditas non pertanian impor hanya mempengaruhi permintaan komoditas impor saja baik pertanian ataupun non pertanian.
Dengan demikian implikasi dari fenornena shock
harga komoditas non pertanian impor im adalah bahwa penurunannya akan mernberikan eksternalitas positif bagi pennintaan komoditas impor (pertanian) dan non pertanian, dan relatiftidak mernberikan pengaruh terhadap permintaan komoditas domestik. .00004 .00000 -.00004
J
-.00008 -.00012 -.00016 -.00020 -.00024
5
10
15
20
25
30
35
Periode (Bulan)
Gambar 8. Respon Permintaan Komoditas Pertanian Domestik terhadap Guncangan Harga Komoditas non Pertanian Impor
130
.0009 .0008.0007 .0006
i
.0005 .0004
.0003 .0002 .0001.0000
~ 5
10
, 15
30
20
35 Periode (Bulan)
Gambar 9. Respon Permintaan Komoditas non Pertanian Domestik terhadap Guncangan Harga Komoditas non Pertanian Impor 1 S.D
.008~--------------------------------~
.004-
~v...,.~A.---------------1 .000+-+-4--H -.004
V
-.008-
5
10
25
30
35 PeriOde (Bulan)
Gambar 10. Respon Permintaan Komoditas Pertanian Impor terhadap Guncangan Harga Komoditas non Pertanian Impor 1 S.D
131
.004 .002 .000
a.f6
-.002
OC"
V-
-.004 -.006 -.008 5
10
15
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 11 . Respon Permintaan Komoditas non Pertanian Impor terhadap Guncangan Harga Komoditas non Pertanian Impor 1 S.D
.016~---------------------------------,
.012-
c:
.008
o a.
~
0::
.004
.ooo++~~=---------------~------------~
5
10
15
20
25
30
35 Periode (Bulan)
Gambar 12. Respon Harga Komoditas non Pertanian Impor terhadap Guncangan Harga Komoditas non Pertanian Impor 1 S.D
132
Tabe138. Hubungan Kausalitas antara Harga Komoditas Non pertanian Impor terhadap Pennintaan Komoditas F-Statislic ProbabiJity Kausalitas Permintaan Kornoditas 0.16398 0.84896 Tidak ada Pertanian Domestik 0.88706 Tidak ada Non Pertanian Domestik 0.11998 Pertanian Irnpor 0.00553 Ada 5.44665 Non Pertanian Impor 4.56162 0.01246 Ada
Selanjutnya akan dilihat dampak real effective exchange rate terhadap pennintaan komoditas dalam jangka pendek. Pada subbab analisis jangka panjang pennintaan komoditas (subbab 5.2) telah ditunjukkan bahwa real effective exchange rate mempunyai co-movement positif dengan pennintaan komoditas impor (pertanian dan non pertanian) dan komoditas pertanian domestik dalam arti jika terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang asing maka akan meningkatkan
pennintaan komoditas impor dan komoditas pertanian domestik.
Sebaliknya real effective exchange rate mempunyai co-movement negatif terhadap pennintaan komoditas non pertanian domestik. dalam arti jika teIjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing maka menurunkan pennintaan komoditas non pertanian domestik. Analisis berikut akan memverifikasi apakah fenomena jangka panJang tersebut berlaku juga dalarn jangka pendek.
Analisis Impulse response jangka pendek akan
menunjukkan fenomena yang berbeda dengan k~ dalam keseimbangan jangka panjangnya. Jika teIjadi shock real effective exchange rate yang menimbulkan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing maka pada satu periode ke depan akan menyebabkan kenaikan pennintaan komoditas impor. Ambil contoh apresiasi nilai tukar sebesar 1.5 persen
pada periode 2 maka akan menyebabkan kenaikan pennintaan impor pada periode 3 sebesar 0.03 persen untuk komoditas pertanian dan 0.0009% untuk komoditas non pertanian impor.
133 Tetapi sebaliknya apresiasi
nilai tukar rupiah akan berakibat menurunnya permintaan
komoditas domestik pada periode yang sarna. Walaupun demikian Uji Kausalitas Granger dalam blok permintaan komoditas menunjukkan real effective exchange role hanya mempengaruhi impor komoditas pertanian. Adapun tabel 40 rnerangkum kausalitas dari pennintaan kornoditas impor ke real effective exchanger rate. Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan tidak ada umpan balik (feed back) pengaruh aotara impor komoditas pertanian dan non pertanian ke real effective exchange rale. Tabe139. Hubungan Kausalitas dari Real Effective Exchange Rate ke Pennintaan Komodit as Keberadaan Kausalitas F-Statistic Prob. Kausalitas Dan Ke 0.13441 0.874 Real Effective Exchange Permintaan Komoditas Tidak ada Rale Pertanian Domestik 015438 0.857 Real E/foc:tive Exchange Pennintaan Komoditas Tidak ada Rale non Pertanian Domestik 4.62145 Real Effective f-xchange Permintaan Komoditas 0.011 Ada ROle Pertanian Im~r Real Effective Exchange Permintaan Komoditas 0.25035 0.778 Tidak ada Rale non Pertanian Impor Tabe140. Hubungan Kausalitas dari Permintaan Komoditas Impor ke Real Effective t Exchange Rae KausaIitas F-Stalistic Probability Keberadaan Dari Ke Kausalitas Pennintaan Komoditas Real Effective Exchange 0.89953 0.40968 Tidak ada Pertanian Impor Rate Pennintaan Komoditas Real Effective Exchange 0.93971 0.39380 Tidak ada non Pertanian Impor Rate
6.11. Ekspor Subbab ini akan menganalisis hubungan antara real effective exchange rate · dan harga elespor terhadap volume ekspor dalam jangka pendek. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah uji Kausalitas Granger dan Analisis lmpulse Response.
Pada subbab
analisisjangka panjang untuk pennintaan ekspor (subbab 5.6) menunjukkan hubungan antar
134 variabel yang sulit dijelaskan keterkaitannya
Hal ini diduga karena fenomena ekspor
Indonesia seperti juga negara berkembang lainnya seharusnya didekati dengan perilaku penawaran bukan perilaku permintaan seperti yang ada dalam model penelitian ini. Berbeda dengan analisis keseimbangan jangka panjangnya, hubungan jangka pendek antara real effective exchange rate dan harga ekspor terhadap volume ekspor mempunyai hubungan yang bermakna secara ekonomi.
Hasil uji Kausalitas Granger
real effrctive
exchange rale dan harga ekspor terhadap volume ekspor dirangkum pada Tabe141. Dari Tabel 41 ditemukan fakta empiris sebagai berikut: Pertama, adanya kausalitas satu arab antara harga ekspor (pertanian dan non pertanian) terhadap real effeclive exchange
rate, sebaliknya tidak ditemukan adanya hubungan kausalitas dari real effective exchange rate ke harga ekspor (pertanian dan non pertanian). Grafik analisis impulse response jangka pendek menunjukkan ketika terjadi shock terhadap harga ekspor pertanian yang menurunkan harga komoditas pertanian ekspor tersebut maka tampak akan menyebabkan terjadinya apresiasi rupiah (Gambar 13), hal ini karena dengan turunnya harga ekspor komoditas pertanian maka akan meningkatkan pennintaan ekspomya, dengan meningkatnya ekspor tersebut devisa pWl masuk ke dalarn negeri sehingga menaikkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Hal yang sarna tampak pada dampak shock harga ekspor komoditas non pertanian terhadap real effective exchange role, dimana jika tetjadi shock yang menyebabkan penurunan harga komoditas ekspor non pertanian maka berdampak pada depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (lihat Gambar 14). Catatan penting lain yang periu digaris bawahi adalah bahwa pengaruh (shock) harga komoditas ekspor komoditas hanya efektif mempengaruhi
dalam waktu yang sangat singkat yakni hanya sampai 7 periode
(bulan) ke depanjika dihitWlg dari awal teIjadinya shock.
135
Respon H arga Ekspor Komoditas Pertanian Terbadap Guncangan Harga Ekspor KomoditasPertanian 1 S.D
.07 .06 .05 .04 .03
.02 .01
.00
-.01 2
4
6
8
10
12
14
Respon Nilai Tukar EfektifRiil Terhadap Guncangan Harga Ekspor Komoditas Pertanian 1.SD .01~-----------------------------------------------,
.OO~----~~~~~------------------------------~ -.01 -.02 -.03
-.04 -.05 -.06 -.07~--r-~~~--~--~~~~--~--.-~~~--~~
2
4
6
8
10
12
Gambar 13. Grafik Jmpulse Response Shock Harga Ekspor Komoditas Pertanian terhadap Real Effective Exchange Rale
14
136
Respon Harga Ekspor KOlTlOditas non Pertanian Terhadap Guncangan Harga Ekspor KOInoditas non Pertanian .04 .03.02.01.00
\
-.01
2
4
6
8
10
12
14
Respons Nilai Tukar EfektifRiil Terhadap Guncangan Harga Ekspor Komoditas non Pertanian .005 __-------------------------------------.004
.003
.002 .001 .0001r----......:....--=:::::::::::::::=:==-------------i
__~__--____--____--____--____--__~ 2 4 6 10 12 8 14
-.001;-~
Gambar 14. Grafik Impulse Response Shock Harga Ekspor Komoditas Non Pertanian terhadap Real Effective Exchange Rate
137 Tabel 41. Hubungan Kausalitas antara Real Effective Exchange Rate, Harga Ekspor dan P errmntaan . Ekspor F-Statistic Probability Keterangan Kausalitas
Dari Harga Ekspor Pertanian Harga Ekspor non Pertanian Pennintaan Ekspor Komoditas Pertanian Permintaan Ekspor Komoditas Non Pertanian Real effective exchange rate Real effective exchange rate Real effective exchange rale Real effective exchange rate Harga Ekspor Pertaoian Harga Ekspor non Pertanian Belanja Konsumsi Dunia Belanja Konsumsi Duoia
Ke 105.270 Real effective exchange rate 47.1430 Real effective exchange rate Real effective exchange 2.99508 rate
0.00000
Ada
1.4E-15
Ada
0.05406
Ada
Realeffective exchange rate
2.88481
0.06003
Ada
Harga Ekspor Pertanian
0.94992
0.38987
Tidakada
Harga Ekspor non Pertanian Permintaan Ekspor Komoditas Pertanian Permintaan Ekspor Komoditas Non Pe rtan ian Permintaan Ekspor Komoditas Pertanian Permintaan Ekspor Komoditas Non Pertanian Permintaan Ekspor Komoditas Pertanian Pennintaan Ekspor non Komoditas Pertaoian
0.83167
0.43799
Tidak ada
1.60489
0.20550
Tidak ada
1.54791
0.21721
Tidakada
0.59482
0.55340
Tidak ada
0.81478
0.44535
Tidakada
0.53657
0.58623
Tidak ada
1.65178
0.44695
Tidak ada
Kedua. real effective exchange rale tidak mempengaruhi ekspor (pertanian dan nonpertanian) tetapi sebaIiknya pennintaan ekspor (pertanian dan non pertanian) mempengaruhi
real effective exchange rate. Tampak dari grafik analisis impulse responsenya jika terjadi shock yang menyebabkan penurunan permintaan ekspor pertanian maka akan mendepresiasi nilai tukar Rlpiah terhadap mata uang a:;.ing (Garnbar 15).
138
Respon Pecmintaan Ekspor Komoditas Pertanian Terhadap Guncangan Permintaan Ekspor Komoditas Pertanian 1 S.D .7 .6 .5
.4 .3 .2
.1
.0 -.1 2
6
4
10
8
12
14
Respon Nilai Tukar Ef'ektif'Riil Terhadap Guncangan Pennintaan Ekspor Komoditas Pertanian 1 S.D .014~--~--------------------------------------------------_
.012 .010 .008 .006
.004 .002 .OOO;-----------~--
2
4
____________________________ 6
8
10
~
12
Gambar 15. Grafik Impulse Response Shock Permintaan Ekspor Komoditas Pertanian terhadap Real Effective Exchange Rate
14
139
Hal yang sarna jika dilihat grafik analisis impulse response terhadap dampak shock permintaan komoditas non pertanian terhadap real effective exchange rate (garnbar 16).
Respon Ekspor Kom.oditas non Pertanian Terhadap Guncangan Ekspor Kornoclitas non Pertanian 1 S.D .06 .05
.04 .03
.02 .01
.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Respon Real Effective Exchange Rate Terhadap Guncangan Ekspor Kotnoditas non Pertanian 1 S.D .004
.003
.002
.001 .000 -.001
1
Gambar 16.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Grafik impulse Response Shock Pennintaan Ekspor Komoditas Non Pertanian Real Ejfoctive Exchange Rate
140 Gambar 16 menunjukkan ketika teIjadi penunman pennintaan ekspor komoditas non pertanian (sampai ke periode 2) maka tampak real effective exchange rate sampai periode 2 tersebut mengalami depresiasi.
Selanjutnya ketika pennintaan komoditas ekspor non
pertanian kembali meningkat sampai periode ke tiga maka tampak pada saat yang bersamaan
real effective exchange rate menga/ami apresiasi .
Dari dua grafik (Gambar 16) dapat
diketahui pula bahwa efektifitas shock pennintaan komoditas ekspor mempengaruhi real
effective exchange rate adalah sangat singkat yakni hanya selama 7 periode (bulan) ke depan jika dihitung sejak tetjadinya shock. Tabel 41 juga menunjukkan bahwa real effective exchange rate harga ekspor (pertanian dan non pertanian) dan belanja konsumsi dunia tidak mempunyai hubungan kausalitas ke permintaan ekspomya (pertanian dan non pertanian).
Temuan-temuan ini
semakin menguatkan indikasi bahwa ekspor komoditas Indonesia tidak ditentukan oleh perilaku permintaan.