WAWANCARA
Taufiequrachman Ruki Anggota II BPK RI
‘Banyaknya Prioritas Sulitkan Penyusunan Anggaran’ foto-foto warta bpk: rianto
hun depan itu, berikut penuturan Anggota BPK Taufiequrachman Ruki melalui penjelasan ter tulis kepada Warta BPK.
Taufiequrachman Ruki
Dalam Nota Keuangan RAPBN 2012, tema pem bangunan yang ditetapkan yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkuali tas, Iklusif, dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kese jahteraan Rakyat. Sementara sasaran pembangu nan nasional dikelompokkaan dalam tiga bagian yaitu sasaran pembangunan kesejahteraan, sasa ran penguatan pembangunan demokrasi, dan sa saran penegakan hukum. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pandangan BPK atas anggaran ta 22
AGUSTUS 2011
Apakah tema RAPBN 2012 sudah sejalan dengan pengelolaan dan penggunaan uang negara? Pada prinsipnya pengelolaan keua ngan negara (termasuk penganggaran) merupakan salah satu tahapan dan rang kaian kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam praktek penye lenggaraan pemerintahan, kita telah ber sama-sama menyepakati bahwa dalam kurun waktu 20 tahun kedepan bangsa Indonesia telah memiliki dan mene tapkan visi, misi, tujuan, sasaran dan berbagai program pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini tercermin dari substansi UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-20025 (RPJPN 2005-2025). Selanjutnya perlu diingat pula bah wa dalam 5 tahun mendatang berdasar kan PP No.5/2010 tentang Rencana Pem bangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (RPJMN 2010-2014), pemerintah telah menetapkan hal-hal yang ingin dicapai dalam penyeleng garaan pemerintahan. Tentunya RPJMN 2010-2014 itu harus sejalan dan merupakan penjabaran dari RPJPN 2005-2025. Terkait dengan tema RAPBN 2012, mari kita dalami dan cermati bersama, sejauhmanakah sasaran dan target yang akan dicapai melalui RAPBN 2012 itu, telah konsisten, fokus dan menunjang capaian sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJPN maupun RPJMN. Menurut pendapat saya, tema yang diusung oleh peme rintah dalam RAPBN 2012, secara umum telah mengarah ke pada visi pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 200520025 yaitu “Indonesia Yang Maju, Mandiri, Adil dan Makmur”. Warta BPK
Namun demikian, haruslah kita sadari bersama bahwa tema hanyalah salah satu instrumen untuk mengarahkan dan upaya untuk lebih memfokuskan apa yang kita akan lakukan. Yang lebih penting disini adalah bagaimana mem formulasikan dan mengimplementa sikan tema tersebut dalam berbagai program dan kegiatan, untuk selanjut nya dilaksanakan dengan mekanisme pengelolaan keuangan negara yaitu meliputi penyusunan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban APBN Bila mencermati alokasi anggaran
pa permasalahan yang perlu dicermati oleh pemerintah agar alokasi belanja dalam RAPBN 2012 sejalan dengan tema yang telah ditetapkan yaitu: Alokasi belanja modal yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Postur belanja dalam RAPBN 2012 menunjukkan bahwa masih banyak be lanja yang dialokasikan untuk belanjabelanja yang sifatnya wajib dan mengi kat, seperti belanja pegawai, sehingga belum memberikan porsi yang signifi kan untuk belanja modal. Meskipun
dang ekonomi yang telah ditetapkan sebagai prioritas, karena masih banyak mengalokasikan sumber dayanya pada belanja-belanja yang sifatnya wajib dan mengikat. Alokasi Belanja untuk seluruh ke menterian/Lembaga (KL) pada RAPBN 2012 hanya mencapai Rp476,6 triliun atau 49,95% dari Belanja Pemerintah Pusat. Sementara 50,5% lainnya dialo kasikan untuk jenis belanja yang dike lola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Sebagaimana kita ketahui, be lanja-belanja yang dikelola oleh BUN
kementerian/lembaga pada RAPBN 2012 memang ada relevansi dengan pertumbuhan ekonomi dan peningka tan kesejahteraan masyarakat. Kita ha rus mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan untuk dapat mengoptimalkan alokasi belanjanya guna peningkatan sarana dan prasarana bagi kegiatan ekonomi. Sementara itu, kepada Kementeri an Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan memiliki yang memiliki peran untuk men-deliver kebutuhan mendasar rakyat Indonesia di bidang pendidikan, keagamaan, dan kesehatan harus pula kita dorong dan awasi pemanfaatan alokasi anggarannya yang diamanah kan kepada mereka. Namun demikian terdapat bebera
belanja pegawai dan belanja modal se tiap tahun terus meningkat, tetapi porsi belanja modal baru mencapai sekitar 11,5% dari Belanja Negara, dan masih di bawah belanja pegawai yang besarnya mencapai 15,2% dari Belanja Negara. Demikian pula bila kita cermati alo kasi belanja transfer ke daerah yang mencapai Rp464,4 triliun atau sekitar 32,74% dari Belanja Negara, selama ini telah kita ketahui pula bahwa hampir sebagian besar APBD yang sebagian besar pendapatannya bersumber dari dana transfer tersebut, belanjanya di alokasikan untuk membiayai keperluan operasional seperti belanja pegawai dan perjalanan dinas. Pemerintah tidak memiliki fleksibili tas yang cukup untuk mengarahkan sumber daya yang dimilikinya pada bi
ini sebagian besar ditujukan untuk belanja-belanja yang mengikat seperti pembayaran bunga utang pemerintah dan subsidi. Pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2012 mencapai Rp123,07 triliun atau 8,68% dari Belanja Negara dan subsidi mencapai Rp208,9 triliun atau 14,73% dari Belanja Negara. Bagaimana dengan 2011 sendiri? Alokasi belanja pada APBN 2011 yang sifatnya wajib dan mengikat jauh lebih besar dari alokasi untuk belanja modal yang diharapkan bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi di bi dang yang menjadi prioritas pemerin tah. Alokasi belanja modal dalam APBNP 2011 hanya sebesar Rp135,85 triliun atau 11% saja dari total Belanja Negara. Pada 2011, sesuai dengan APBN-P TA 2011, KL yang mendapatkan alokasi
Warta BPK
AGUSTUS 2011
23
WAWANCARA anggaran terbesar dan lebih dari Rp20 triliun berturut-turut (dimulai dari yang terbesar) adalah Kemendiknas (Rp63,44 triliun), Kemenhan (Rp42,90 triliun), Ke menPU (Rp36,09 triliun), Kementerian Agama (Rp30,13 triliun), Polri (Rp27,80 triliun), dan Kementerian Kesehatan (Rp23,76 triliun). Dengan demikian, untuk alokasi per kementerian kebijakan yang diterapkan pada 2012 tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan de ngan kebijakan yang diterapkan tahun ini. Permasalahan keterbatasan atas fleksibilitas pengalokasian anggaran untuk mencapai prioritas yang telah ditentukan juga dialami dalam postur APBN 2011. Belanja-belanja yang si fatnya wajib dan mengikat juga men dominasi postur APBN-P 2011 sebagai berikut: - Belanja pegawai dialokasikan sebesar Rp180,82 triliun atau 14,71% dari Belanja Negara. - Alokasi untuk transfer ke daerah pada 2011 tidak jauh berbeda proporsinya dengan alokasi 2012 yaitu sebesar Rp392,98 triliun atau 31,96% dari Belanja Negara. - Untuk alokasi anggaran yang dikelola BUN, kebijakan alokasi pada 2011 dan 2012 juga tidak
24
AGUSTUS 2011
mengalami perubahan yang signifikan. Subsidi mendapatkan alokasi sebesar Rp187,62 triliun 15,26% dari Belanja Negara se mentara pembayaran bunga utang mendapatkan alokasi Rp115,62 triliun atau 9,37% dari Belanja Negara. Apakah RAPBN 2012 ini rasional, efektif, dan efisien jika dibandingkan dengan realisasi APBN 2011? Melihat realisasi APBN 2011, pe nyerapan anggaran belanja KL sampai dengan semester I/2012 masih sa ngat rendah yaitu sekitar 26%. Hal ini menunjukkan kemampuan KL dalam mengelola anggaran masih belum efektif. Seperti halnya penyerapan ang garan di tahun-tahun sebelumnya, tren penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun anggaran selalu berulang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. Bagaimana mungkin KL bisa mengelola anggaran dan kegiatan yang dibiayainya dengan baik jika sebagian besar, bahkan mayoritas anggaran di laksanakan secara bersamaan di dua atau bahkan satu bulan terkahir? Ini per lu mendapatkan perhatian yang cukup bagi para pemeriksa BPK di lapangan. Jangan sampai anggaran yang sudah dialokasikan sebegitu besar, ternyata
asal-asalan dalam pelaksanaannya atau bahkan ternyata tidak ada wujud keg iatan atau barang/jasanya. Dalam APBN 2012, kemungkinan besar masalah ini masih akan terjadi. Hal ini berdasarkan pengamatan bah wa sampai saat ini, pemerintah belum menerapkan langkah yang konkret un tuk memperbaiki tren penyerapan ang garan itu. Untuk KL yang menjadi bidang pembinaan pemeriksaan Anda, jika dibandingkan dengan realisasi APBN 2011, Anda melihat besaran alokasi anggaran dalam RAPBN 2012, apakah nantinya akan efektif dan efisien? Permasalahan yang dialami oleh sebagian besar KL juga dialami oleh KL di bawah pembinaan saya. Hanya saja, portofolio yang saya bina memi liki beberapa kekhususan yang perlu mendapatkan perhatian yang berbeda dari KL lainnya. AKN II melakukan pemeriksaan atas penerimaan pajak dan cukai yang diharapkan menyumbang sebesar Rp1.019,3 triliun atau 79% dari total pendapatan negara dan hibah. Tentu nya menjadi tugas berat bagi kami un tuk memantau efektivitas dan efisiensi penerimaan utama negara, apalagi kita masih terkendala dengan UU keraha siaan pajak pada saat pemeriksaan di lapangan. Pemeriksaan atas penerimaan per pajakan selama ini masih menunjuk kan berbagai permasalahan signifikan. Kepatuhan dari para wajib pajak, khu susnya BUMN dan Bendahara, masih rendah sehingga hasil pemeriksaan BPK masih menunjukkan besarnya potensi perpajakan yang sebenarnya bisa di tingkatkan. Pengelolaan atas penagihan dan pemantauan kewajiban perpajakan di sektor migas juga masih belum opti mal sehingga beberapa piutang negara kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama tidak dipantau dan ditagih dengan baik. Permasalahan-permasalahan tersebut besar kemungkinan masih ditemukan dalam pelaksanaan APBN 2012. Kekhususan lainnya adalah penge lolaan belanja non-KL, yaitu belanja yang dikelola oleh Bendahara Umum
Warta BPK
Negara, seperti Belanja Subsidi, Belanja Lainnya, dan Belanja Transfer ke Daerah. Porsi jenis-jenis belanja ini pada 2011 maupun 2012 sangat besar, sehingga diperlukan usaha yang lebih besar un tuk meyakinkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaanya. Risiko permasala han tidak hanya pada saat pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari belanja-be lanja tersebut, tetapi juga terdapat risiko besar dari mulai tahap perencanaan dan penetapan anggaran di DPR. Tanggapan Anda mengenai calo anggaran? Isu yang sekarang sedang menjadi perhatian publik, yaitu masalah calo anggaran, terkait erat dengan jenis be
ini hampir mencapai Rp1.750 triliun. Bagaimana seharusnya penyusunan RAPBN mampu selaras dan terimplementasi secara baik dengan pembangunan nasional yang diusung pemerintah? Sebagaimana telah saya sampai kan di muka, marilah kita berkomitmen kepada apa yang telah kita putuskan dalam mewujudkan visi dan misi bang sa, setidak-tidaknya sampai dengan 2025. Untuk itu, instrumen yang diper lukan dalam mencapai visi dan misi dimaksud adalah melalui RPJMN dan RKP. Selanjutnya RKP ini diterjemahkan dalam rencana keuangan yang disebut
Bila mencermati alokasi anggaran kementerian/ lembaga pada RAPBN 2012 memang ada relevansi dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
lanja transfer ke daerah. Untuk itu, pada semester II ini, AKN II sedang melak sanakan pemeriksaan kinerja pengang garan khususnya menyangkut transfer ke daerah. Diharapkan pemeriksaan tersebut dapat menemukan permasala han utama yang perlu diperbaiki dalam proses penganggaran. Bidang lain yang tidak kalah pen tingnya adalah masalah pembiayaan. AKN II merupakan satu-satunya AKN yang membidangi pemeriksaan atas utang pemerintah. Untuk itu, kami te rus-menerus meningkatkan kapasitas pemeriksaan atas utang dengan kerja sama di forum ASOSAI maupun INTO SAI. Masih menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk bisa menilai efektivitas utang-utang pemerintah yang sekarang
Warta BPK
dengan RAPBN. Oleh karena itu yang ingin saya sampaikan adalah bahwa penganggaran ini merupakan rang kaian yang tidak terpisahkan dari peren canaan. Oleh karena itu untuk meng hasilkan RAPBN yang berkualitas. Maka harus diyakinkan bahwa proses penyu sunan dan substansi perencanaan dan penganggaran haruslah dilakukan secara berkualitas. Parameter kualitas yang kita gunakan adalah “Governance” yang beberapa indikatornya adalah partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, kita harus terus menerus melakukan evaluasi yang me nyeluruh terhadap perencanaan yang telah kita susun, apakah masih relevan dengan kondisi lingkungan yang se lalu berubah ini. Demikian pula halnya
dalam proses penganggaran, harus lah betul-betul kita cermati bersama, bahwa pada hakekatnya penganggaran merupakan rencana “kebutuhan” pe nyelenggaraan pemerintahan, bukan nya rencana”keinginan”. Disamping itu pula dalam penganggaran ini tidak ha nya semata kita rencanakan kegiatan dan pendanaannya, melainkan juga dipikirkan bagaimana kemampuan KL dalam mengimplementasikannya. Salah satu strategi yang bisa dilaku kan dalam penyusunan RAPBN agar dapat selaras dan terimplementasi se cara baik dengan pembangunan nasi onal yang diusung pemerintah, adalah apabila arah pembangunan tiap tahun dilaksanakan secara fokus, tidak terlalu banyak prioritas. Yang terjadi selama ini adalah pemerintah tiap tahun memiliki prio ritas nasional yang sangat banyak dan hampir sama sehingga bisa dikatakan tidak ada prioritas tertentu yang akan dicapai untuk setiap tahunnya. Pada 2011 terdapat 11 prioritas nasional dan tiga prioritas lainnya, sedangkan 2012 terdapat 11 prioritas nasional. Banyaknya prioritas nasional ini akan menyulitkan bagi pemerintah sendiri dalam menyusun RAPBN se hingga alokasi anggaran juga akan sulit dapat mencapai tujuan pembangunan nasional. Kenaikan besaran anggaran dalam RAPBN 2012, apa ada pengaruhnya pada pemeriksaan LKPP atau LKKL yang berada di bawah pembinaan Anda dari tahun sebelumnya? Dengan semakin meningkatnya be saran anggaran akan semakin mening katkan risiko pemeriksaan sehingga akan sangat mempengaruhi pelaksa naan pemeriksaan LKPP dan LKKL. Apa bila dari sisi SDM, kita tidak mungkin menambah karena jumlah SDM kita sudah given. Namun, meningkatnya risiko pemeriksaan itu dapat kita im bangi dengan meningkatkan kualitas auditor kita sehingga mereka dapat memiliki strategi pemeriksaan yang te pat untuk dapat mendeteksi kesalahan yang mungkin ada dan berisiko tinggi. and AGUSTUS 2011
25
AGENDA
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Wapres Boediono dan tiga Menko, dalam pertemuan dengan pemimpin lembaga negara di Istana Negara Jakarta pada Kamis (4/8) lalu.
Pimpinan lembaga negara kembali mengadakan pertemuan pada Kamis, 4 Agustus, di Istana Negara, Jakarta. Pertemuan rutin kali ini bertajuk rapat konsultasi peringatan Hari Kemerdekaan ke-66. Hadir dalam pertemuan ini semua pimpinan lembaga negara yakni MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY. 26
AGUSTUS 2011
Rapat Konsultasi Para Pimpinan Lembaga Negara
D
alam keterangan persnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bertindak sebagai tuan rumah, menyatakan bahwa pertemuan ini membicarakan topik utama yaitu berkaitan
dengan refleksi kemerdekaan dan pembangunan bangsa. “Utamanya pada masa bakti kami, pimpinan lembaga negara yang menjalankan tugas hasil pemilu 2009, dengan titik berat penglihatan evaluasi dari
Warta BPK
upaya pembangunan 5 tahun, 20092014, terutama sekali lagi, menyangkut satu upaya peningkatan pemba ngunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Presi den. Selain itu, dibicarakan pula upaya dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang stabil, bermartabat, dan makin berkualitas. Juga dibahas masalah penegakan hukum dan keadilan bagi semua rakyat. Dalam rapat konsultasi itu, Presi den menyampaikan kepada para pimpinan lembaga negara perkembangan lingkungan global yang berpengaruh pada apa yang dilakukan dalam membangun bangsa. Terutama perkembangan perekonomian global yang memiliki dampak terhadap pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pemerintah. Disamping itu, dilakukan semacam evaluasi keadaan negara, hasil pembangunan yang di laksanakan pada tahun ini yang pada garis besarnya
mencatat sejumlah hasil dan pencapaian, serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa. Hasil dari pertemuan ini disepa kati bersama antarpimpinan lembaga negara untuk terus meningkatkan apa yang telah ditetapkan sebagai sasaran untuk dicapai dalam pembangunan 5 tahun. Terutama, pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, demokrasi yang makin matang, dan penegakan hukum dan keadilan yang lebih baik. Pada kesempatan itu, para pimpinan lembaga negara lain juga menyampaikan pandangan, rekomendasi, dan observasi atas apa yang mereka lihat dalam mengemban tugas konstitusional yang dilaksanakan. Baik itu yang berkaitan dengan upaya peningkatan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maupun untuk meningkatkan kehidupan demokrasi dan politik yang lebih berkualiltas dan matang, juga untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Beberapa hal penting hasil dari kesimpulan pertemuan tersebut yang disampaikan Presiden, pertama, pe negakan hukum dan keadilan ini harus menjadi prioritas dan agenda utama. Kedua, perlunya terus melaksanakan reformasi di bidang hukum demi keadilan bagi rakyat Indonesia. ”Oleh karena itu, sambil dievaluasi, diobservasi hal-hal menonjol berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan ini, kita bersepakat bahwa pekerjaan rumah utama ini harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, agar sekali lagi, hukum makin tegak dan rakyat kita mendapatkan keadilan yang sejati. Di dalamnya tetap kita sepakati bahwa membangun sistem yang bersih, membangun tata kelola yang baik, serta pemberantasan korupsi menjadi prioritas dalam pene gakan hukum dan keadilan ini,” papar Presiden. Dalam hal pembangunan ekonomi, agar bisa berjalan dengan baik, diperlukan keadaan negara yang kondusif. Untuk itu, para pimpinan lembaga negara bersepakat untuk terus menjaga stabilitas politik sambil terus menghidupkan demokrasi, memeliha ra keamanan dan ketertiban publik di seluruh tanah air. Selain itu, memastikan bahwa birokrasi makin responsif, menjaga iklim investasi dan pembangunan ekonomi. Diperlukan pula kepastian terjadinya sinergi antara pembangunan yang dilaksanakan pada tingkat peme rintah pusat de ngan pemerintah daerah. and
Presiden SBY tengah menyampaikan hasil pertemuan dengan para pimpinan lembaga negara kepada pers.
Warta BPK
AGUSTUS 2011
27
AGENDA
Ketua BPK RI Hadi Poernomo menyampaikan langkah-langkah yang akan dan tengah dilakukan BPK kepada pers.
BPK Jaga Sinergi dengan Media Massa Bagi BPK, media berperan sebagai penyebar informasi agar apa yang sedang dan akan dilakukan BPK bisa diketahui masyarakat luas. Ini tak lepas dari posisi BPK yang juga menjadi sumber berita.
S
eperti halnya dengan lembaga, kementerian, atau instansi pemerintah yang mempererat tali silaturahim dan menjaga hubungan baik dengan media massa, pada Ramadan kali ini, BPK melakukan hal yang sama. BPK menggelar editors forum belum lama ini. Acara ini dikemas dalam buka puasa bersama dengan awak media massa. Hadir dalam acara tersebut, Ketua BPK Hadi Poernomo, Anggota I BPK Moermahadi Soerja Djanegara, dan Anggota III BPK Hasan Bisri. Pejabat eselon I, II, III, dan IV di lingkungan kerja BPK pun turut hadir
28
AGUSTUS 2011
dalam acara yang bertempat di lantai 8 Ruang Pola Gedung Arsip BPK ini. Sementara dari mass media hadir bebe rapa wartawan senior dan reporter dari berbagai media massa nasional, baik cetak maupun elektronik. Sebagai lembaga negara yang memiliki wewenang besar dalam peme riksaan keuangan negara, acara buka bersama ini juga, oleh wartawan dijadikan ajang untuk mencari bahan berita. Khususnya yang terkait dengan pemeriksaan keuangan negara. Mulai dari proyek e-KTP, audit forensik kasus Century, sampai perusahaan terkait dengan Nazaruddin yang berindikasi
menyebabkan kerugian negara atau berindikasi fraud pada proyek dari instansi pemerintah. Terkait dengan kelanjutan kasus Century yang audit investigatif dan audit lanjutannya dilakukan BPK, muncul pertanyaan dari wartawan, apakah BPK hanya bersikap pasif saja, ”periksa, laporkan, selesai”, sehingga kasus ini hingga sekarang belum ada titik terang. Menanggapi hal itu, Anggota III BPK Hasan Bisri menyatakan suatu audit dikatakan efektif apabila tujuan yang dirancang dalam audit tersebut tercapai. “Itu bagi kami selesai. Apakah nanti laporan itu ditindaklanjuti atau tidak, itu sudah di luar kekuasaan BPK,” jelasnya. Walau begitu, BPK siap jika aparat hukum meminta bantuan manakala diperlukan. Misalnya, menghitung kerugian negara dan memberikan kete rangan ahli. Artinya, kewenangan BPK sesuai dengan undang-undang seperti itu. Sementara itu, ada juga yang
Warta BPK
menanyakan soal inisiatif BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif terkait dengan perusahaan Nazaru ddin. Mengenai hal ini, Ketua BPK Hadi Poernomo mengungkapkan bahwa dalam laporan hasil pemeriksaan BPK pada 2010 telah banyak diungkapkan kasus Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional yang kebetulan terkait dengan perusahaan yang sedang bermasalah saat ini (perusahaan terkait Nazaruddin). Perusahaan Nazaruddin yang terlibat proyek di kementerian ini rencana nya akan didalami BPK. Sekitar satu-dua bulan ke depan, BPK akan membuat laporan pemeriksaannya.
Langkah Ke Depan Dalam kesempatan itu, kepada media massa, Hadi Poernomo memaparkan program apa saja yang sedang dan akan dilakukan BPK. Salah satu bentuk pemeriksaan yang akan dikembangkan BPK ke depan adalah pemeriksaan ki nerja (performance audit). “Kita terbantu juga dengan expert dari luar, Paul Nicholls. Beliau banyak memberikan bantuan bagaimana membuat laporan hasil pemeriksaan kinerja yang baik. [Pemeriksaan] Kinerja ini untuk menilai apakah suatu proyek itu efisien, efektif, ekonomis, dan apa manfaat hasilnya,” paparnya. Menurut dia, BPK juga tengah membangun sebuah sinergi nasional sistem informasi dan kepastian hukum. Model ini bertujuan untuk mendorong terciptanya keadilan sosial berdasarkan peran, fungsi, dan wewenang BPK. Sinergi nasional sistem informasi ini, salah satu unsur utamanya adalah penerapan e-audit. Hadi Poernomo menyoroti proyek penting e-audit, sebagai salah satu program unggulan yang akan diwujudkan BPK ke depan. Jika penerapan e-audit ini bisa dijalankan dengan baik, diharapkan terwujud keadilan so sial seperti yang dicita-citakan bangsa Indonesia, melalui wewenang dan fungsi BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara. Terkait dengan penerapan e-audit ini, sampai saat ini, BPK telah menjalin
Warta BPK
nota kesepahaman (MoU) dengan 1.000 entitas terkait dengan penerapan e-audit ini. Mereka terdiri dari lembaga legis latif, lembaga yudikatif, dan lembaga eksekutif, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Sementara sinergi nasional terkait dengan kepastian hukum, sesuai de ngan kewenangannya, BPK akan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memastikan semua nya bermanfaat bagi masyarakat. Apa yang ditelaah BPK, pertama, pelaksanaan perundang-undangan secara konsekuen. “Banyak peraturan perundangundangan yang tidak dilaksanakan. Ini kuncinya kepastian hukum,” ujar Hadi. Dia mencontohkan Pasal 27 ayat 1 UU No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pada aturan tersebut dinyatakan bahwa tidak boleh tenaga kerja dikirim keluar kalau negara penerima belum menjalin MoU dengan Indonesia. Atau, negara yang belum memiliki undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja. Kedua, harmonisasi peraturan perundang-undangan. Ada peraturanperaturan pemerintah atau kuasa
undang-undang yang dibentuk atas perintah undang-undang, banyak juga yang dibatalkan. Sebab, bertentangan dengan aturan hukum di atasnya. Diduga melanggar Pasal 7 Ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ketiga, penerbitan kuasa peraturan. UU selalu mengatakan tata cara ini diatur oleh peraturan pemerintah, keputusan presiden dan lainnya. Namun, ternyata setelah diterbitkannya suatu UU, tatacara dalam UU itu yang diatur PP ternyata PP-nya sendiri tidak terbit atau lama terbitnya. Hadi merujuk pada UU No. 39 Tahun 2004, ada enam PP yang diterbitkan olehnya, sampai sekarang tidak satu PP pun yang terbit. Sudah tujuh tahun tidak terbit. “Yang benar itu, begitu UU diundangkan, seharusnya semua peraturan telah disiapkan,” jelasnya. Hadi Poernomo juga meminta dukungan dan doa dari media massa agar pembentukan ASEAN SAI atau perkumpulan BPK-BPK se-Asean bisa terwujud. Sebab, ASEAN SAI ini merupakan buah prakarsa dari BPK. Rencananya akan dideklarasikan pada 16 November 2011 di Bali. Bersamaan diselenggarakannya ASEAN Summit. and
Tampak terlihat Ketua BPK berbincang dengan beberapa wartawan senior dan Inspektur Utama BPK Mahendro Sumardjo.
AGUSTUS 2011
29
PANTAU
Foke Gandeng BPK
Amankan Fasos–Fasum
Pengadan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi kewajiban para pengembang pemegang IPPT masih menjadi gajalan Pemda DKI dalam meraih opini WTP. Bagaimana kiat pemda mengatasi hal ini? foto: he magazine
Fauzi Bowo
30
AGUSTUS 2011
S
ekalipun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemda DKI Jakarta kian membaik, penuntasan masalah pengadaan sarana fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang menjadi kewajiban para pengembang tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditagih. Ganjalan ini diungkapkan oleh Gubernur DKI Fauzi Bowo dalam rapat paripurna dengan DPRD DKI Jakarta yang membahas rancangan Peraturan Daerah tentang Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum, Perizinan Tempat Usaha Berdasarkan Undang-Undang Gangguan, Sistem Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Terpadu dan Perparkiran. Sebagaimana telah terungkap dalam audit BPK, dari pemeriksaan LKPD 2009, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Artinya, sekalipun laporan keuangan itu dinilai wajar, akan tetapi menurut Fauzi Bowo, dalam audit itu masih ada sejumlah temuan, tepatnya empat temuan, yang harus segera diselesaikan. Selanjutnya pada 2010, Pemda DKI berhasil menyelesaikan tiga temuan yang dipermasalahkan oleh BPK. Adapun, satu temuan yang berkaitan de ngan fasos dan fasum belum bisa diselesaikan secara tuntas. Menurut Fauzi Bowo, jumlah fasos fasum per 31 Desember 2010, berdasarkan hasil audit BPK sebesar Rp17,40 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp5,6 triliun belum dilakukan sensus. Untuk itu, Pemda DKI akan menyiapkan payung hukum agar keseluruhan fasos fasum yang ada bisa segera disensus sehingga secara administrasi keberadaan fasos fasum di DKI bisa terdata dan tercatat dengan baik. Terkait masalah fasos fasum yang belum tertagih, Fauzi Bowo menegaskan bahwa pada prinsipnya akan tetap berusaha melakukan penagihan terhadap aset-aset yang jumlahnya diperkirakan mencapai triliyunan rupiah itu. Aset itu hingga saat ini di-
Warta BPK
perkirakan masih mengendap di kan- adalah sebesar Rp17,40 triliun. Dari tong para pengembang yang belum jumlah tersebut sebesar Rp5,6 triliun melaksanakan kewajibannya untuk belum dilakukan sensus. “Jika dilihat materialitas permamenyediakan fasos dan fasum yang salahan yang dikemukakan oleh BPK, telah ditetapkan. “Pada prinsipnya eksekutif tetap dibandingkan dengan aset Pemerintah mengupayakan penagihan sesuai Provinsi DKI Jakarta yang secara keseludengan yang ditetapkan dalam Izin ruhan sebesar Rp407,09 triliun, fasos Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah dan fasum yang dipermasalahkan BPK (IPPT). Ini untuk mempertahankan aset hanya 4,27% dari total aset,” jelasnya Sementara itu dalam pembahasan daerah yang menjadi milik Pemda DKI dan masyarakat Jakarta. Saya tegas- rancangan Peraturan Daerah Pemerin kan pemberian konversi dalam bentuk tah Provinsi DKI yang menyangkut uang, merupakan alternatif terakhir masalah fasos dan fasum yang kini tendan harus ada persetujuan dari guber- gah dimatangkan akan memuat rincian nur,” tegas Foke, panggilan akrap Fauzi aturan yang lebih detail termasuk Bowo. Dia memberikan sejumlah masukan terhadap pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi DKI Jakarta mengenai isi Rancangan Peraturan Daerah tentang Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum, Perizinan Tempat Usaha Berdasarkan Undang-Undang Gangguan, Sistem Perencanaan Pembangunan dan Terpadu Penganggaran dan Perparkiran. Menurut dia, sejak 2009 Pemprov DKI telah Taman Menteng membentuk tim terpadu bersama BPKP Perwakilan DKI Jakarta, sanksi bagi para pengembang yang tidengan tugas melakukan sensus fasili- dak mentaati perda itu. “Jadi nantinya pengembang yang tas sosial dan fasilitas umum. Bahkan, Pemprov DKI idealnya ikut mengawal, tidak memenuhi kewajiban dalam mulai dari perencanaan hingga pen- menyediakan fasilitas ini akan dikenai sanksi administrasi maupun sanksi hugadaannya. Hasil yang diperoleh inventarisasi kum,” tegas Gubernur DKI Jakarta itu. Foke menegaskan berdasarkan kefasos dan fasum yang diterima sejak 1971 hingga 2008 sebesar Rp8,76 trili tentuan yang ada, penyediaan sarana un. Selanjutnya penilaian pada 2009 dan prasarana umum merupakan kehingga 31 Desember 2010, sesuai wajiban bagi para pengembang yang dengan hasil audit BPK 2010, nilainya memegang izin penunjukkan penggumenjadi sebesar Rp17,4 triliun, terjadi naan tanah. Namun, diakuinya bahwa pemenuhan kewajiban pembangunan peningkatan Rp 8,64 triliun. Selanjutnya pada tahun ini, kata fasos dan fasum dari para pengembang Fauzi, telah dibentuk tim khusus untuk yang memegang IPPT belum optimal. Oleh karena itu, katanya, perlu pe melakukan penagihan sensus lanjutan yang didampingi langsung oleh ngaturan sebagai dasar tindakan yang BPK Perwakilan DKI Jakarta. Jumlah fa- lebih tegas mengenai permasalahan sos dan fasum per 31 Desember 2010 ini. Peraturan daerah itu nantinya akan
Warta BPK
menjadi payung hukum bagi Pemda DKI yang sekaligus bisa menjadi perangkat yang menentukan dalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang daerah dan pengaturan bidang fasos fasum di Jakarta. Sistematika rancangan Peraturan Daerah ini terdiri atas 11 bab yang memuat 28 Pasal. Bertujuan untuk menyatukan, menyeragamkan kebijakan, memberikan jaminan dan kepastian hukum dalam pengelolaan fasos fasum, serta menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam pengelolaan fasilitas sosial dan umum, dibutuhkan peran masyarakat untuk memantau terjadinya penyalahguna an peruntukan, pemanfaatan, penyerobotan, dan pengerusakan fasiltas umum oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Dalam hal ini juga akan diatur sanksi ad ministrasi dan sanksi pi dana bagi pengembang yang tidak melaksanakan kewajiban menyediakan fasilitas-fasiltas itu,” kata nya. Begitu juga kepafoto: detik foto da aparatur yang tidak melakukan penagihan terhadap pengembang serta masyarakat yang melakukan pengerusakan fasos dan fasum. Sanksi pidana ini untuk membuat para pengembang, aparatur dan masyarakat ikut bertanggung jawab untuk menyediakan dan memelihara. Seluruh fasos fasum yang dibangun pihak ketiga akan menjadi aset daerah Jakarta. Saat ini, penataan dan pengelolaan manajemen aset sedang dilakukan. Sejak 2007, langkah itu terbukti efektif meningkatkan nilai aset DKI Jakarta hingga 314,09% atau meningkat menjadi Rp404,94 triliun pada 2010. Nilai aset tetap DKI juga meningkat hingga Rp371,56 triliun pada 2010, dari sebelumnya pada 2007 sebesar Rp95,02 triliun atau meningkat 253,05%. bd AGUSTUS 2011
31