BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Strategi pembelajaran a. Pengertian strategi pembelajaran Strategi berasal dari kata Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima perang. Berdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang, angkatan darat atau laut.1 Menurut Ensiklopedia pendidikan, strategi ialah suatu seni, yaitu seni membawa pasukan kedalam medan tempur dalam posisi yang paling menguntungkan.2 Sedangkan menurut Gagne yang dikutip oleh Iskandarwassid strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berfikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. 3 Dalam konteks pengajaran, strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berfikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir
secara unik untuk dapat
menganalisis, memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan. 4 Strategi biasanya berkaitan dengan taktik. Taktik adalah segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. Dalam proses pendidikan, taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode atau teknik. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama.
1
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 3 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hlm. 2 3 Iskandarwassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008, hlm 3 4 Iskandar Wasid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm. 2-3 2
8
9
Metode adalah jalan yang harus dimulai untuk mencapai tujuan. Sedangkan teknik adalah cara mengerjakan sesuatu.5 Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan dengan mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Sedangkan pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. 6 Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.7 Jadi pembelajaran adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Strategi pendidikan pada hakikatnya adalah pengetahuan atau seni
mendayagunakan
semua
faktor
atau
kekuatan
untuk
mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada. Termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatannya baik berupa fisik maupun yang
5
, Arifin , Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 39 Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran : Landasan dan aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 265 7 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi, Dan Inovasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, hlm. 100 6
10
bersifat nonfisik (seperti mental spiritual dan moral baik dari subjek maupun lingkungan sekitar. Strategi pendidikan dapat diartikan sebagai
kebijakan
dan
metode
umum
pelaksanaan
proses
kependidikan. 8 Sedangkan strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat juga diartikan sebagai
ilmu
atau
seni
dalam
menggunakan
sumber
daya
pembelajaran, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai
dan
terlaksana
sesuai
dengan
perencanaan
pembelajaran.dengan kata lain strategi pembelajaran dua makna. Pertama, strategi pembelajaran sebagai rencana tindakan atau kegiatan, termasuk penggunaan metode dan manfaat bebagai sumber daya, baik kekuatan maupun kelemahan, dalam pembelajaran. Kedua, strategi pembelajaran disusun untuk mencapai tujuan atau kompetensi tertentu.9 Strategi pembelajaran suatu kebutuhan bagi seorang pengajar, untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang sehat, kreatif, bermutu, mempercepat proses pembelajaran dengan hasil yang maksimal, meningkatkan kemampuan dasar siswa, meningkatkan hasil belajar, dan meningkatkan masyarakat belajar yang efektif. 10 Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran meliputi kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai ketahap evaluasi, serta program mencapai tujuan tertentu.
8 9
Arifin, Op. cit., hlm. 39 Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Diva press, Jogjakarta, 2013, hlm. 70-
71 10
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Gaung Persada Press, Jakarta, 2003, hlm. 1
11
b. Komponen-komponen strategi pembelajaran Komponen-komponen strategi pembelajaran meliputi: 1) Tujuan pengajaran Tujuan pengajaran merupakan faktor atau acuan yang harus dipertimbangkan dalam memilih strategi pembelajaran. 11 2) Pengajar Sebagai pengajar Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. 12 Setiap pengajar dituntut untuk
menguasai
berbagai
kemampuan
sebagai
pengajar.
Perbedaan dalam memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang pengajar yang satu dengan pengajar yang lain pada tahap program, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, dan wawasan masing-masing pengajar. 13 3) Peserta didik Didalam kegiatan pembelajaran, peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasi ini di dalam kelas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat.14 4) Materi pelajaran Materi pelajaran dapat dibedakan anatara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah materi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi (buku paket) di sekolah. 11
Iskandarwassid, Op.Cit,. hlm. 8 User Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja, Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm 1 13 Iskandarwassid, Op.Cit,. hlm. 23 14 W. Gulo, Op.Cit,. hlm. 8 12
12
Sedangkan materi informal ialah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahanbahan yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pelajaran itu lebih relevan dan actual. Komponen ini termasuk masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam strategi pembelajaran. 15 5) Metode pengajaran Adanya
berbagai
macam
metode
pengajaran
perlu
dipertimbangkan dalam strategi pembelajaran. Ini perlu karena pemakaian suatu metode akan mempengaruhi bentuk strategi pembelajaran. 16 6) Media pengajaran Dewasa ini tersedia bermacam-macam media pengajaran, mulai yang tradisional sampai yang paling canggih, seperti peralatan laboratorium yang modern, computer, dan yang popular sekarang yaitu internet, dan lain-lain. Keberhasilan program pengajaran tidak tergantung dari canggih atau tidaknya media yang digunakan. Tetapi dari ketetapan dan keefektifan media yang digunakan oleh pengajar. Media yang tersedia akan berpengaruh pada pemilihan strategi pembelajaran. 7) Faktor administrasi dan finansial Faktor-faktor yang tidak boleh diabaikan dalam pemilihan strategi pembelajaran adalah segi administrasi dan finansial, seperti jadwal pelajaran, kondisi gedung, dan runag belajar. Pada intinya, sarana dan prasarana harus menjadi faktor penunjang yang benar-benar berfungsi selama proses pembelajaran berlangsung. Keberadaan variabel ini merupakan sebuah keharusan. Demikian pula, berkenaan dengan masalah pendanaan atau finansial, kelancaran proses belajarpun sering bergantung pada faktor ini. 17
15
Ibid, hlm 9 Iskandarwassid, Op.Cit,. hlm 24 17 Ibid, hlm. 25 16
13
Jadi dapat
disimpulkan bahwa komponen-komponen
strategi pembelajaran sangat penting dalam menentukan atau memilih strategi pembelajaran yang tepat.
2. Kajian tentang prestasi belajar a. Pengertian prestasi belajar Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan),
prestasi
belajar
adalah
penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.18 Sedangkan menurut Muhibbin Syah, prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai. 19 Prestasi belajar adalah sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah melakukan sebuah kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya. Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam dirin individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar yang mengakibatkan perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya. Suatu pengajaran dikatakan berhasil jika kegiatan belajar dapat mencapai tujuan yang dirumuskan, yang di dalamnya mengandung aspek: 1) Kognitif (pengetahuan) 18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 700 19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm. 33
14
2) Afektif ( tingkah laku) 3) Psikomotorik (keterampilan). 20 b. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Setelah kita mengetahui tentang pengertian prestasi belajar, maka kita juga harus mengerti apa saja faktor-faktor dari prestasi belajar. Menurut Nana Sudjana, hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa tau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Clark yang dikutip oleh Nana Sudjana, menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi
oleh
lingkungan. 21
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar, yaitu: 1) Faktor dari dalam diri a) Kesehatan Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek, demam dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses belajar. b) Intelegensi Faktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak. Menurut Gardner dalam teori Multiple Intellegence, intelegensi memiliki tujuh dimensi yang semi otonom, yaitu linguistic, music, matematik logis, visual special, kinestetik fisik, sosial interpersonal dan intrapersonal. 20
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hlm.
116 21
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Bumi Algesindo, Bandung, 2009, hlm. 39
15
c) Minat dan motivasi Minat yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan mengakibatkan proses belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi merupakan dorongan agar anak mau melakukan sesuatu. Motivasi bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar lingkungan. d) Cara belajar Perlu untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk catatan buku, pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar. 2) Faktor dari lingkungan a) Keluarga Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak. Pendidikan orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan oarangtua dan suadara,
bimbingan orangtua, dukungan
orangtua, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak. b) Sekolah Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman
sekolah,
rasio
jumlah
murid
per
kelas,
juga
mempengaruhi anak dalam proses belajar. c) Masyarakat Apabila
masyarakat
sekitar
adalah
masyarakat
yang
berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar. d) Lingkungan sekitar Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran di sekolah saja. Ada faktor dari
16
dalam diri siswa ataupun dari lingkungan siswa. Maka dari itu untuk dapat meningkatkan prestasi siswa, diharapkan ada keinginan dari dalam diri siswa dan juga dukungan ataupun motivasi dari keluarga dan lingkungan disekitarnya. 22 Ada sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah: (1) Menarik perhatian (2) Memberitahukan tujuan pembelajaran terhadap siswa (3) Merangsang ingatan pada prasyarat belajar (4) Menyajikan bahan perangsang (5) Memberikan bimbingan belajar (6) Mendorong untuk kerja (7) Memberikan balikan informative (8) Menilai unjuk kerja (9) Meningkatkan retensi dan alih belajar. 23 c. Prestasi belajar (Hafalan Al-Qur’an) Prestasi belajar dalam hal ini dititik beratkan dengan hafalan Al-Qur’an.
Didalam kamus
besar
bahasa
Indonesia,
hafalan
mempunyai arti atau makna sesuatu yang dihafalkan, dapat mengucapkan diluar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Sehingga seseorang belum dikatakan hafal apabila tidak mampu mengucap kembali suatu materi yang sudah dipelajari dengan bantuan alat lain, semisal buku, catatan kecil dan lain sebagainya. 24 Menghafal bukanlah
merupakan
sesuatu
yang
mudah.menghafal
adalah
merupakan kemampuan memadukan cara kerja kedua otak yang dimiliki manusia, yakni otak kiri dan otak kanan.
22
Annurahman, Belajar dan pembelajaran, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 101-102 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 90 24 Depag, Kamus besar Bahasa Indonesia, hlm. 1999 23
17
Seseorang cepat lupa dengan sesuatu yang telah dihafal apabila tidak sering diulang sampai menjadi semacam perilaku, karena dalam menghafal adalah dengan menggunakan kerja otak kiri. Kerja otak kiri sangatlah pendek hanya bisa bertahan selama enam jam. Artinya setelah enam jam orang menghafal, kemudian tidak diulang dan ulang lagi, maka yang terjadi adalah lupa. Pada dasarnya menghafal bukanlah hal yang asing dimata dunia pendidikan. Karena menghafal ditujukan untuk semua mata pelajaran. Dengan menghafal maka kita akan ingat dengan apa yang telah kit abaca dan kita pelajari. Dalam prestasi belajar, menghafal merupakan prestasi yang sangat bagus. Karena prestasi menghafal tidak dapat dengan mudah untuk didapatkan. Hal itu dikarenakan menghafal membutuhkan konsentrasi yang tinggi agar mendapatkan hasil yang maksimal. Prestasi belajar tidaklah hanya dalam ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Terutama menghafal Al-Qur’an. Dalam menghafal Al-Qur’an dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan dalam hati agar dapat menjalaninya dengan senang hati, ridha, dan tentunya bisa mengatasi segala halangan yang merintangi dalam perjalanannya. Salah satu keistimewaan Al-Qur’an adalah kitab yang Allah mudahkan untuk dihafal dan diingat, sebagai firman Allah SWT dalam QS. Al Qamar ayat 17
َو اَوَو ْد ا َو َّس ْد َو ا اْد ُق ْد َواااِل ِّذل ْد ِل ا َوَف َو ْد ا ِل ْد ا ُق َّس ِل ٍرا Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” Inilah jalan yang Allah persiapkan untuk memelihara AlQur’an dari segla bentuk pengubahan, modifikasi dan penghilangan, sebagai bentuk pembenaran terhadap firman Allah SWT dalam QS Al Hijr 9
18
ِلَّس ا َوْد ُق ا َوَفَّساْدَو ا ِّذال ْد َو ا َو ِلَّس ااَو ُقا َوَو ِل ُق َواا
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”25 Begitu mulia orang yang dapat menghafal Al-Qur’an. Jadi dengan menghafal Al-Qur’an akan dapat menambah prestasi bagi siswa terutama dalam bidang agama islam. 26 d. Tipe-tipe hasil belajar Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap atau nilai) serta bidang psikomotorik (kemampuan atau keterampilan bertindak atau bertingkah laku. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah.oleh sebab itu ketiga aspek tersebut nampak dalam perubahan tingkah laku, secara tehnik dirumuskan dalam sebuah pernyataan verbal melalui tujuan pembelajaran. Dengan perkataan lain rumusan tujuan pembelajarn berisikan hasil belajar yang diharapkan dikuasai oleh siswa yang mencakup ketiga aspek tersebut.27 1) Tipe hasil belajar bidang kognitif, meliputi: a) Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge) Pengetahuan hafalan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata “knowledge” dari Bloom. Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang bersifat factual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.
25
Al-Qur’an dan Terjemahan, Karya insan Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 355 Ahmad Salim Abdwilan, Panduan cepat menghafal Alqur’an, diva pres, Yogyakarta, 2010, hlm. 264-265 27 Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 45 26
19
b) Tipe hasil belajar pemahaman Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum. Pertama, pemahaman terjemahan.
Kedua, pemahaman penafsiran.
Ketiga, pemahaman ektrapolasi berdasarkan ramalan-ramalan berdasarkan fenomena-fenomena atau peristiwa-peristiwa. c) Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi) Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dan situasi yang baru. d) Tipe hasil belajar analisis Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu intregitas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagianbagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkat/hirarki. e) Tipe hasil belajar sintesis Sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagianbagian menjadi satu integritas. f) Tipe hasil belajar bidang evaluasi Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya. Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan fungsi kognitif dibagi menjadi empat faktor, yaitu: (a) lingkungan fisik, (b) kematangan, (c) pengaruh sosial, (d) proses pengetahuan diri yang disebut ekuilibrasi. Keempat faktor tersebut esensial untuk perkembangan, tetapi tidak sendirian untuk mencukupi. 2) Tipe hasil belajar bidang afektif Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai tipe hasil belajar afektif tampak dalam berbagai tingkah laku seperti atensi/perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar lain-lain. Tingkatam-tingkatan dalam bidang afektif adalah:
20
a) Recuing/attending,
yaitu:
semacam
kesepakatan
dalam
menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa. b) Responding atau jawaban yakni reaksi yang diberikan terhadap stimulus yang datang dari luar. c) Valuing (penilaian), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. 28 3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik Target dari hasil prestasi belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skills) dan kemampuan bertindak individu. Beberapa ahli pendidikan mengklasifikasikan dan menyusun hirarki hasil belajar psikomotorik. hasil prestasi belajar disusun dalam urutan mulai dari yang paling rendah dan sederhana sampai yang paling tinggi dan kompleks. Hasil prestasi belajar tingkat yang lebih tinggi hanya dapat dicapai apabila peserta didik telah menguasai hasil belajar yang lebih rendah. Menurut Harrow: hasil belajar psikomotorik dapat diklasifikasikan menjadi enam, yaitu: gerakan reflex, gerakan fundamental dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisik, gerakan keterampilan dan komunikasi tanpa kata.29 3. Kajian tentang Tahfidzul qur’an a. Pengertian Tahfidzul qur’an Sedangkan tahfidzul Qur’an terdiri dari dua kata yaitu tahfidz dan Al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghoir mim dari kata
ً ِّذظا–ا َوْدَت ِلفي َّسظا–ا ُقُيَوف ُق َوحف َو
yang mempunyai arti menghafalkan.
Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi tahfidz atau
28
Ibid, hlm. 50-54 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, bandung, 2009, hlm. 30 29
21
menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar.30 Secara etimologi al-Qur’an berasal dari kata qaraa-yaqrau yang berarti membaca. Sedangkan al-Qur’an sendiri adalah bentuk mashdar dari qara’a yang berarti bacaan. Qara’a juga berarti mengumpulkan atau menghimpun. Sesuai namanya, al-Qur’an juga berarti himpunan huruf-huruf dan kata-kata dalam satu ucapan yang rapi.31 Hal itu dijelaskan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Qiyamah ayat 17-18
ِل )18-17ا:ا َوِلاﺫ َواﺍاقَوَفَوأْدا َو ا َو تَّسبِل ْدعاقُقَف ْد َو ا( ا ي ةا.اَجْد َوع ا َو قُقَف ْد َو ا اعَوْديَفَو َو َّسا َو
Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Q.S. AlQiyamah, 17-18).32 Sedangkan secara istilah Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat yang tertulis dalam lembaran-lembaran, yang diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya merupakan ibadah. Banyak ulama yang mendefinisikan pengertian Al-Qur’an secara terminologi diantaranya Safi’ Hasan Abu Thalib yang menyebutkan AlQur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal Bahasa Arab dan maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW, dia merupakan dasar dan sumber utama bagi syariat. Selain itu juga Zakaria al-Birri mendefinisikan Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW dengan lafal Bahasa Arab dinukil secara mutawatir dan tertulis pada
lembaran-lembaran
mushaf.
Sedangkan
Dawud
al-Attar,
mendefinisikan Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada 30
Http//bukuinsfirasi.blogspot.com/2014/08/pengertian-tahfidz-al-qur’an.html diakses tanggal 17 Januari 2016 jam 09:41 31 Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode cepat Menghafal Al-Qur’an, Al Barokah, Yogyakarta, 2014, hlm. 15 32 Al-Qur’an dan Terjemahan, Karya insan Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 854
22
Nabi Muhammad secara lafaz (lisan), makna serta gaya bahasa (uslub)nya, yang termaktub dalam mushaf yang dinukil secara mutawatir. Dari berbagai definisi Al-Qur’an menurut para ulama di atas mengandung beberapa kekhususan yaitu Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah, tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran Nabi. Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya. Artinya isi maupun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah sendiri. Dan AlQur’an terhimpun dalam mushaf, artinya Al-Qur’an tidak mencakup wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang kemudian disampaikan dalam bahasa nabi sendiri. Serta Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus-menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbedabedanya tempat tinggal mereka. 33 Setelah melihat pengertian tahfidz atau menghafal dan Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian AlQur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW diluar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan ataupun sebagiannya. b. Dasar dan hikmah menghafal Al-Qur’an Secara tegas banyak para ulama’ mengatakan, alasan yang menjadikan sebagai dasar untuk menghafal Al-Qur’an adalah sebagai berikut : 1) Jaminan kemurnian Al-Qur’an dari usaha pemalsuan. Sejarah telah mencatat bahwa Al-Qur’an telah dibaca oleh jutaan manusia sejak zaman dulu sampai sekarang. Para penghafal AlQur’an adalah orang-orang yang di pilih Allah untuk menjaga 33
26
Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadis, Teras, Yogyakarta, 2008, hlm. 24-
23
kemurnian Al-Qur’an dari usaha-usaha pemalsuannya. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Hijr ayat 9:
ِلَّس ا َوْد ُق ا َفَوَّساْدَو ا ِّذال ْد َو ا َو ِلَّس ااَو ُقا َوَو ِل ُق َواا
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”34 2) Menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
Melihat dari surat Al-Hijr ayat 9 diatas bahwa penjagaan Allah terhadap Al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung fasefase penulisan Al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Melihat dari ayat di atas banyak ahli Qur’an yang mengatakan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah, diantaranya adalah : Ahsin W. mengatakan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Ini berati bahwa orang yang menghafal AlQur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an.35 Setelah melihat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah, yaitu apabila diantara kaum ada yang sudah melaksanakannya, maka bebaslah beban yang lainnya, tetapi sebaliknya apabila di suatu kaum belum ada yang melaksanakannya maka berdosalah semuanya. Jadi wajar jika manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an menjadi sangat mulia, baik di sisi manusia apalagi di sisi Allah, di dunia dan di akhirat. Kemudian berikut ini ada beberapa faedah menghafal AlQur’an : a) Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya. Ini sesuai dengan firman Allah swt. yang berbunyi:
34
Al-Qur’an dan Terjemahan, Karya insan Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 355 Ahsin W. Al-hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Bumi Aksara, Jakarta, 2000 hlm. 24 35
24
َو ا ب اٌب ااِلي َّس َّسَف ا تِلِلا اِليَو َول َّس اأُق اُق ا ْداَواْدب ِل اا َو ُقَو َو َو ُق َو َو َو َو
ِل ااأَوْدَفَواْدَو اُقاِلاَوْدي َو ٌب
Artinya: ”Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”. (QS. As-Shaad: 29)36 b) Orang yang menghafal Al-Qur’an akan mendapatkan anugerah dari Allah berupa ingatan yang tajam dan pemikiran yang cemerlang. c) Penghafal Al-Qur’an memiliki identitas yang baik, akhlak dan perilaku yang baik. d) Penghafal Al-Qur’an mempunyai kemampuan mengeluarkan fonetik Arab dari landasannya secara thabi’I (alami), sehingga bisa fasih berbicara dan ucapannya benar. e) Jika penghafal Al-Qur’an mampu menguasai arti kalimat-kalimat di dalam Al-Qur’an, berarti telah banyak menguasai arti kosakata bahasa Arab, seakan-akan telah menghafalkan sebuah kamus bahasa Arab. f) Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat hukum. Seorang yang hafal Al-Qur’an akan dengan cepat pula menghadirkan ayat-ayat hukum yang diperlukan dalam menjawab satu persoalan hukum. g) Orang yang menghafal Al-Qur’an akan selalu mengasah hafalannya. Dengan demikian otaknya akan semakin kuat untuk menampung berbagai macam informasi. 37 c. Syarat menghafal Al-Qur’an Menghafal Al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat mulia. Akan tetapi menghafal Al-Qur’an tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan, oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum menghafal agar dalam proses menghafal tidak begitu berat. Diantara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal Al-Qur’an ialah :
36
37
Al-Qur’an dan Terjemahan, Karya insan Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 651 Sa’dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an, Gema Islami, Jakarta, 2008, hlm. 21-22
25
1) Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran - pikiran dan teori-teori, atau
permasalahan-permasalahan
mengganggunya.
Mengosongkan
yang pikiran
sekiranya lain
yang
akan
sekiranya
mengganggu dalam proses menghafal merupakan hal yang penting. Dengan kondisi yang seperti ini akan memepermudah dalam proses menghafal Al-Qur’an karena benar-benar fokus pada hafalan AlQur’an. 2) Niat yang ikhlas. Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam masalah hafalan Al-Qur’an. Sebab, apabila seseorang melaukan sebuah perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata, maka amalannya hanya akan sia-sia belaka. 3) Tekad yang kuat dan bulat. Tekad yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantar seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang merintanginya. Sebagaimana firman Allah swt berikut:
ِل ِل ِل اس ْدعيُقَف ُق ْدما َو ْدش ُقك ًا اس ْدعيَوَف َو ا َو ُق َو ا ُق ْد ٌب ا َوُق َووا ٰ ئ َو ا َو َوا َو َو َو ْد اأ َوَوا َودا ْدْلخَوَوةا َو َوس َوعى ٰ ا َوَو َو
Arinya: “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Israa’: 19)38
4) Sabar. Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Al-Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala. 5) Istiqamah. Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap menjaga keajekan dalam menghafal Al-Qur’an. Dengan perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu untuk menghafal Al-Qur’an. 6) Menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan tercela. Perbuatan maksiat dan perbuatan tercela merupakan sesuatu perbuatan yang 38
Al-Qur’an dan Terjemahan, Karya insan Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 387
26
harus dijauhi bukan saja oleh orang yang sedang menghafal AlQur’an, tetapi semua kaum muslim umumnya. Karena keduanya mempengaruhi
terhadap
perkembangan
jiwa
dan
mengusik
ketenangan hati, sehingga akan menghancurkan istiqamah dan konseantrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus. 39 d. Strategi Menghafal Al-Qur’an Untuk membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi menghafal yang baik. Ada beberapa strategi yang digunakan dalam menghafal AlQur’an, yaitu:40 1) Strategi pengulangan ganda Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup hanya dengan sekali proses menghafal saja, namun penghafalan itu harus dilakukan berulang-ulang. 2) Tidak beralih pada ayat-ayat berikutnya, sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal Pada umumnya, kecenderungan seseorang dalam menghafal al-Qur’an ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapat sebanyakbanyaknya, dan cepat mengkhatamkannya. Sehingga ketika ada ayat-ayat yang yang belum dihafal secara sempurna, maka ayatayat itu dilewati begitu saja, karena pada dasarnya ayat-ayat tersebut lafadznya sulit untuk dihafal, ketika akan mengulang kembali ayat tersebut, menyulitkan sendiri bagi penghafal. Maka dari itu usahakan lafadz harus yang dihafal harus lancar, sehingga mudah untuk mengulangi kembali. 3) Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalkannya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya. Untuk mempermudah proses ini, maka memakai al-Qur’an yang disebut dengan Al-Qur’an pojok akan sangat membantu. 39 40
Ahsin, Op. cit., hlm 48-52 Ahsin, Op. cit., hlm. 67-72
27
Dengan demikian penghafal akan lebih mudah membagi sejumlah ayat dalam rangka menghafal rangkaian ayat-ayatnya. 4) Menggunakan satu jenis mushaf Diantara strategi menghafal yang banyak membantu proses menghafal al-Qur’an ialah menggunakan satu jenis mushaf, walaupun tidak ada keharusan menggunakannya. Hal ini perlu diperhatikan, karena bergantinya penggunaan satu mushaf kepada mushaf
lain
akan
membingungkan
pola
hafalan
dalam
bayangannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek visual sangat mempengaruhi dalam pembentukan hafalan baru. 5) Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya Memahami pengertian, kisah atau asbabun nuzul yang terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal alQur’an. 6) Memperhatikan ayat-ayat yang serupa Ada beberapa ayat yang hamper sama, dimana sering terbolak-balik.
Kalau
penghafal
tidak
teliti
dan
tidak
memperhatikan, maka dia akan sulit menghafalkannya. 7) Disetorkan pada seorang pengampu Menghafal al-qur’an memerlukan adanya bimbingan yang terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau untuk takrir, yakni mengulang kembali ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Dengan strategi menghafal yang baik dalam proses pembelajaran menghafal al-Qur’an maka tujuan pembelajaran menghafal alQur’an tercapai. Selain strategi ada juga alat untuk menghafal Al-Qur’an, yang di maksudkan disini adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran guna membantu untuk mencapai suatu tujuan dari proses pembelajaran tersebut. Sumber adalah sesuatu yang
28
dapat digunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran itu didapat atau asal untuk belajar seseorang. Alat dan sumber pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Tahfizul Qur’an di antaranya adalah alat multimedia seperti: (a) komputer/laptop beserta infocus; (b) televisi dan VCD Player; (c) Tape dan kaset atau CD; (d) Proyektor atau OHP. Buatlah
bagan,
dengan
menggunakan
power
point
untuk
diproyeksikan melalui OHP, namun jika tidak ada bisa langsung dengan dibuatkan di papan tulis. e. Metode dalam menghafal Al-Qur’an Metode dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk menjalankan rencana yang telah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai secara optimal. 41 Dapat diketahui, bahwa metode sangat berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar seorang guru. Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses menghafal Al-Qur’an: 1) Metode ODOA (One Day One Ayat) Secara sederhana, Metode ODOA (One Day One Ayat) didefinisikan sebagai metode manghafal Al-Qur’an dengan cara satu hari satu ayat. Ringkasnya, cara kerja dari metode ini adalah menghafalkan satu ayat selama satu hari sampai benar-benar hafal di luar kepala dan kemudian pada hari ke-2 dilanjutkan menghafal ayat ke-2 sampai hafal di luar kepala, begitu seterusnya. Catatan pentingnya adalah sebelum melanjutkan atau menambah hafalan ayat ke-2, ke-3 dan seterusnya, seseorang penghafal harus juga diimbangi dengan muraja’ah agar hafalan hari kemarin yang sudah dihafal tidak lupa.
41
Hamruni, Strategi Pembelajaran, Insan Madani, Yogyakarta, 2012, hlm. 12
29
2) Metode Turki Usmani Secara umum, metode ini didefinisikan sebagai teknik menghafal Al-Quran dengan tidak berdasarkan pada susunan juz, melainkan menghafal ayat Al-Qur’an secara acak tapi tetap sistematis. Secara teknis, cara kerja metode ini adalah dengan menghafal satu halaman dari suatu juz, lalu setelah itu pindah lagi pada satu halaman pada juz berikutnya, dan begitu seterusnya. Metode ini sengaja didesain agar para santri tidak merasa jenuh saat menghafal, sehingga bisa berganti-ganti juz. 3) Metode ODOP (One Day One Page) Secara ringkas, Metode ODOP (One Day One Page) adalah teknik menghafal Al-qur’an sehari satu halaman mushaf. Jadi satu hari, santri wajib membuat hafalan baru sebanyak 1 halaman. Teknisnya, halaman 1 dari juz 1 dihafal sampai lancar dalam waktu 1 hari, kemudian pada hari berikutnya dilanjutkan dengan menghafalkan halaman ke-2 dari juz 1 (ditambah murajaah halaman pertama yang sudah dihafal kemarin), begitu seterusnya. 42 Menurut Ahsin Al-Hafidz ada beberapa metode yang bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal dalam mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur’an. Metode-metode itu antara lain ialah43: a) Metode (Thariqah) Wahdah Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja 42
Ammar Machmud, Kisah Penghafal Al-Qur’an, Elex Media komputindo, Jakarta, 2015, hlm. 96-103 43 Ahsin, Op. cit., hlm. 63-66
30
dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak reflex pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka. b) Metode (Thariqah) Kitabah Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya
sehingga
lancar
dan
benar
bacaannya,
lalu
dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-kali menuliskannya sehingga dengan berkali-kali menuliskannya ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. c) Metode (Thariqah) Sima’i Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur’an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif: (1) Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak. (2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset
sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan didengar secara saksama sambil mengikutinya secara berlahan-lahan. d) Metode (Thariqah) Gabungan Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional sebagai
31
uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. e) Metode (Thariqah) Jama’ Yang dimaksud dengan metode ini, ialah cara menghafal yang dilakukan secra kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa dan siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat dibaca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Selain metode-metode yang telah dipaparkan diatas, ada beberapa metode yang mengoptimalkan salah satu kecerdasan atau menggabungkan seluruh kecerdasan seseorang yaitu metode quantum tahfidz. Metode quantum tahfidz disusun berdasarkan kecerdasan. Secara garis besar kecerdasan tercakup dalam tiga kecerdasan yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Beberapa metode quantum tahfidz adalah sebagai berikut: (a) Metode audio/talaqqi Metode audio/talaqqi adalah metode pertama yang dilakukan Rasul dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada sahabat. Rasul menerima Al-Qur’an dari Jibril dengan cara mendengar bacaan Jibril, sebagaimana Jibril menerima ayat-ayat Al-Qur’an pertama kali dari Allah SWT.
32
Ada dua bentuk metode audio/talaqqi, yaitu pertama, siswa mendengar ayat-ayat yang akan dihafaldari bacaan guru. Cara ini dapat diterapkan terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak di sekolah dasar. Dalam hal seperti ini, guru dituntut berperan aktif, sabar dan teliti dalam membaca dan membimbing, karena akan membacakan satu persatu ayat untuk dihafalkan, baru kemudian dilanjutkan ayat-ayat berikutnya sampai selesai. Kedua, merekam terlebih dahulu ayat yang akan dihafal ke dalam pita kaset, MP3, MP4, computer, dan lain-lain sesuai kebutuhan dan kemampuannya, kemudian kaset diputar untuk didengarkan sambil mengikuti perlahan-lahan, setelah itu diulang lagi dan diulang lagi sampai ayat-ayat tersebut betul-betul hafal di luar kepala. (b) Metode TTS (Teka Teki Silang) Metode TTS (Teka Teki Silang) dapat digunakan anak-anak yang belum mampu belajar bahasa Arab, seperti anak-anak di sekolah dasar. Caranya adalah menulis Al-Qur’an sambil melihat mushaf (mencontek), karena urgensinya adalah pembiasaan menulis AlQur’an. Metode ini dilakukan dengan cara menulis ayat yang telah dihafal agar lebih lekat di dalam memori. 44 Pada prinsipnya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan pedoman menghafal Al-Qur’an, baik salah satu di antaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang berkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur’an.
f. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Hafalan AlQur’an Dalam rangka meningkatkan kualitas hafalan bagi penghafal Al-Qur’an perlu adanya sesuatu yang menunjang, adapun faktor
44
Fauzan Yayan, Quantum Tahfidz, Erlangga, Jakarta, 2015, hlm. 81
33
penunjang atau faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Hafalan AlQur’an adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Siswa Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi jiwa manusia. Siswa yang menghafalkan kitab suci ini pasti termotivasi oleh sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Motivasi ini bisa karena kesenangan pada Al-Qur’an atau karena bisa karena keutamaan yang dimiliki oleh para penghafal AlQur’an.
Dalam
kegiatan
menghafal
Al-Qur’an
dituntut
kesungguhan tanpa mengenal bosan dan putus asa. Untuk itulah motivasi berasal dari diri sendiri sangan penting dalam rangka mencapai keberhasilan menghafal Al-Qur’an.45 2) Kecerdasan Kecerdasan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan dan menghafal Al-Qur’an. Kecerdasan ini adalah kemampuan psikis untuk mereaksi dengan rangsangan atau menyesuaikan melalui cara yang tepat. Dengan kecerdasan ini mereka yang menghafal Al-Qur’an akan merasakan diri sendiri bahwa kecerdasan akan terpengaruh terhadap keberhasilan dalam hafalan Al-Qur’an. Setiap individu mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga cukup mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani. 3) Faktor Lingkungan Lingkungan adalah suatu faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Hal ini beralasan, bahwa lingkungan para siswa bisa saja menimbulkan semangat belajar yang tinggi sehingga aktifitas belajarnya semakin meningkat. Masyarakat sekitar organisasi, pesantren, keluarga yang mendukung kegiatan Tahfidzul Qur’an juga akan memberikan stimulus positif pada para siswa sehingga 45
Amjad Qosim, Hafalan Al-Qur’an Dalam Sebulan, Qiblat press, Solo, 2008, hlm. 60
34
mereka menjadi lebih baik dan bersungguh-sungguh dan manteb dalam menghafal Al- Qur’an.46 4)
Usia yang ideal Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu secara mutlak untuk menghafal Al-Qur’an, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat
usia
seseorang
memang
berpengaruh
terhadap
keberhasilan menghafal Al-Qur’an. Seorang penghafal yang berusia relative masih muda jelas akan lebih potensial daya serap dan resapnya terhadap materi-materi yang dibaca atau dihafal, atau didengarnya disbanding dengan mereka yang berusia lanjut, kendati tidak bersifat mutlak. Dalam hal ini, ternyata usia dini (anak-anak) lebih mempunyai daya rekam yang kuat terhadap sesuatu yang dilihat, didengar atau dihafal. 5) Manajemen waktu Siswa dalam menghafal Al-Qur’an diperlukan waktu yang khusus dan beban pelajaran yang tidak memberatkan para penghafal yang mengikti tahfidzul Al-Qur’an, dengan adanya waktu khusus dan tidak terlalu berat materi yang dipelajari para siswa (santri) akan menyebabkan sisiwa lebih berkonsentrasi untuk menghafalkan Al-Qur’an. Selain itu dengan adanya pembagian waktu akan bisa memperbaharui semangat, motivasi dan kemauan, meniadakan kejenuhan dan kebosanan. Dengan adanya semua ini, maka suatu kondisi kegiatan menghafal AlQur’an yang rileks dan penuh konsentrasi. 47
Faktor penghambat adalah faktor-faktor yang keberadaannya akan mengganggu terhadap usaha pencapaian tujuan yaitu tujuan menghafal Al-Qur’an. Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan hafalan Al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut: 46
47
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Op. cit., hlm 57-67
Ahsin, Op. cit., hlm. 56-58
35
a) Malas Malas adalah kesalahan yang jamak dan sering terjadi. Tidak terkecuali dalam menghafal Al-Qur’an. Karena setiap hari harus bergelut dengan rutinitas yang sama, tidak anah jika suatu ketika seseorang dilanda kebosanan. Walaupun Al-Qur’an adalah kalam yang tidak menimbulkan kebosanan dalam membaca dan mendengarnya, tetapi bagi sebagian orang yang belum merasakan nikmatnya Al-Qur’an, hal ini sering terjadi. Rasa bosan ini akan menimbulkan kemalasan dalam diri untuk menghafal atau muraja’ah Al-Qur’an. 48 b) Manajemen waktu Selain
rasa
malas,
masalah
utama
yang
sering
menghinggapi para penghafal Al-Qur’an adalah manajemen waktu yang amburadul. Manajemen waktu adalah syarat utama yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya para penghafal AlQur’an. Diantara ciri penghafal yang sukses adalah bisa mengatur waktunya
untuk
menambah,
mendaras,
dan
menyetorkan
hafalannya secara intensif kapada kiai atau ustadz. c) Kelelahan yang berakibat kantuk Rasa lelah akut tentu saja dapat mempengaruhi semangat seorang penghafal dalam mendaras Al-Qur’an. Kelelahan tersebut biasanya disebabkan karena aktivitas yang dilakukan terlalu banyak sehingga menyita banyak tenaga dan pikiran. Sehingga kelelahan yang berakibat kantuk dapat menghambat seseorang dalam menghafal Al-Qur’an. d) Kesehatan yang sering terganggu Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi orang yang menghafalkan Al-Qur’an. Jika kesehatan terganggu, keadaan
ini
akan
menghambat
kemajuan
siswa
dalam
menghafalkan Al-Qur’an, dimana kesehatan dan kesibukan yang 48
Zaki Zamani, Op. cit., hlm 69
36
tidak jelas dan terganngu tidak memungkinkan untuk melakukan proses tahfidz maupun takrir. e)
Masalah kemampuan ekonomi Masalah biaya menjadi sumber kekuatan dalam belajaran sebab kurangnya biaya sangat mengganggu terhadap kelancaran belajar siswa (santri). Pada umumnya biaya ini diperoleh bantuan orang tua, sehingga kiriman dari orang tua terlambat akan mempunyai pengaruh terhadap aktifitas siswa. Akibatnya tidak sedikitpun diantara mereka yang malas dan turun motivasinya dalam belajar menghafal Al-Qur’an.49
g. Peningkatan Mutu Tahfidzul Qur’an Peningkatan berasal dari kata dasar tingkat yang berarti cara, proses, perbuatan (usaha dan kegiatan) meningkatkan. 50 Yang dimaksud peningkatan disini adalah segala proses, cara, metode dan segala kegiatan serta usaha untuk meningkatkan mutu hafalan AlQur’an. Mutu hafalan Al-Qur’an dikatakan baik apabila bacaannya sesuai dengan Tajwid, fasih, dan lancar bacanya. Untuk mencapai hasil yang seperti itu, tentunya tidak bisa lepas dari cara untuk memelihara hafalan Al-Qur’an. Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1) Takhmis Al-Qur’an yaitu mengkhatamkan Al-Qur’an setiap lima hari sekali. 2) Tasbi’ Al-Qur’an adalah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap seminggu sekali. 3) Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
49 50
Ammar Machmud, Op. cit., hlm, 113-117 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 1060
37
4) Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum. 5) Mengkhatamkan murajaah hafalan Al-Qur’an setiap sebulan sekali. 6) Takrir dalam shalat. 7) Konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan. 51 Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan Al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut: 1) Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz Adapun
cara
untuk
memelihara
hafalan
atau
meningkatkan mutu hafalan Al-Qur’an bagi yang belum khatam 30 juz, antara lain sebagai berikut: a) Takrir sendiri Seseorang
yang
menghafal
Al-Qur’an
harus
memanfaatkan waktu untuk takrir atau untuk menambah hafalan. Hafalan yang baru harus selalu di-takrir minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu satu minggu. Sedangkan hafalan yang lama harus di-takrir setiap hari atau dua hari sekali. Itu artinya semakin banyak hafalan maka harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan untuk men-takrir. b) Takrir dalam shalat Seorang yang menghafal Al-Qur’an hendaknya bisa memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik ketika sebagai imam atau ketika shalat sendirian. Selain untuk menambah keutamaan shalat, cara demikian juga akan menambah kemantapan hafalan Al-Qur’an.
51
Amjad Qosim, Op.Cit,. hlm. 141-142
38
c) Takrir bersama Seseorang
yang
menghafal
Al-Qur’an
perlu
melakukan takrir bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam hal ini setiap orang membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, dan ketika seorang membaca, maka yang lain mendengarkan. d) Takrir dihadapan guru Seseorang yang menghafal Al-qur’an harus selalu menghadap
guru
untuk takrir
hafalan
yang
sudah
disetorkan. Materi takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi hafalan baru, yaitu satu banding sepuluh, artinya apabila seseorang penghafal sanggup menyetorkan hafalan baru setiap hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz) setiap hari. 2) Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz Adapun
cara
untuk
memelihara
hafalan
atau
meningkatkan mutu hafalan Al-Qur’an bagi yang sudah khatam 30 juz, antara lain sebagai berikut: a) Istiqomah takrir Al-Qur’an di dalam shalat Yang dimaksud dengan istiqamah takrir di dalam shalat yaitu ketika melaksanakan shalat wajib maupun shalat sunnah selalu memakai ayat-ayat Al-Qur’an dari surat Al-Baqarah sampai surat An-Nas secara berurutan sesuai dengan mushaf Al-Qur’an yang dipakai. b) Istiqamah takrir Al-Qur’an di luar shalat Membaca Al-Qur’an di luar shalat berarti membaca Al-Qur’an tidak ketika melaksanakan waktu shalat, baik shalat
wajib
maupun
shalat
sunnah.
Takrir
bisa
dilaksanakan pada waktu sebelum tidur, bangun tidur, dan pada waktu tengah malam setelah shalat tahajud.
39
Diharapkan dapat men-takrir khatam satu minggu sekali, khatam dua minggu sekali, ataupun satu bulan sekali. Selain itu penghafal Al-Qur’an diharuskan untuk rajin mengikuti acara kegiatan sima’an. 52
B.
Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan pengamatan kepustakaan yang peneliti lakukan, mengenai studi analisis strategi pelaksanaan muatan lokal pembelajaran tahfidzul Qur’an, belum ada yang mengkajinya, akan tetapi sudah ada hasil karya yang relevan dengan peneliti teliti. Hanya saja obyek yang dikaji sangat berbeda. Skripsi dan hasil karya yang berupa laporan penelitian individu maupun buku tersebut anta lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Malichah pada tahun 2013 yang berjudul “Penerapan Metode Tahfidz Al-Qur’an Pada santri Usia 6-11 Tahun Di Pondok Pesanten Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus Jawa Tengah” yang membahas tentang macam-macam metode menghafal yang digunakan di Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus. Metode-metode yang
digunakan
adalah
metode
Muwajjahah,
Resitasi,
Takrir,
Mudarrosah, Test. Metode tersebut diterapkan sesuai dengan keadaan di Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus agar dapat tercapainya tujuan yang diinginkan. Selain metode juga membahas tentang faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan metode tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus dan usaha ustadz atau guru dalam menerapkan metode tahfidzul Al Qur’an guna meningkatkan prestasi hafalan Qur’an di Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus.53
52
Sa’dullah, Op.Cit,., hlm. 87-89 Malichah Nurul, Penerapan Metode Tahfidz Al-Qur’an Pada santri Usia 6-11 Tahun Di Pondok Pesanten Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus Jawa Tengah, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Kalijaga Yogyakarta, 2013. 53
40
2. Penelitian yang dilakukan oleh pada tahun 2009 yang berjudul “Telaah Psikologis Tahfidzul Qur’an Anak usia 6-12 tahun Di Pondok Pesantren Yanbu’ul qur’an Kudus” yang membahas tentang keadaan psikologis anak usia 6-12 tahun di Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus. Keterkaitan penelitian dengan skripsi ini adalah tentang bagaimana cara memanaj suatu pembelajaran Tahfidzul Qur’an supaya dapat diterima oleh anak-anak dan tidak mengganggu keadaan psikologis anak-anak. Dengan pembelajaran tahfidzul qur’an yang cocok untuk usia anak-anak dapat menghafal al-Qur’an dengan cepat, selain itu prestasi belajar mereka di mata pelajaran yang lain juga tidak menuru .54
3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Asniyah pada tahun 2012 yang berjudul “ Strategi Pembelajaran Tahfizh Al-Qur’an di Markaz Tahfizh Al-Qur’an Al-Manar Pabelan Kartasura Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Yang membahas tentang bagaimana strategi pembelajaran tahfizh Al-Qur’an yang diterapkan di Markaz Tahfizh Al-Qur’an AlManar Pabelan Kartasura Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012 dan factor pendukung serta penghambat dalam strategi pembelajaran tahfizh Al-Qur’an yang diterapkan di Markaz Tahfizh Al-Qur’an Al-Manar Pabelan Kartasura Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil tersebut strategi yang digunakan strategi Markaz Tahfizh Al-Qur’an AlManar Pabelan Kartasura Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012 terdiri dari tilawah, ziyadah, muraja’ah, tasmi dan durus idhafahnya serta lebih menekankan pada banyaknya tilawah dan banyaknya muraja’ah. Factor pendukungnya meliputi: kondisi fisik, sehat dan bugar, panca indra berperan baik, kecerdasan tinggi, motivasi tinggi dari diri sendiri, minat tinggi, banyak tilawah dan muraja’ah, kemampuan menghafal cepat, ada pembimbing dan teman menghafal, lingkungan bernuansa tahfizh, udara segar, 54
suasana
tenang,
tempat
cocok,
kurikulum
jelas.
Factor
Ni’mah Ulfatun, Telaah Psikologis Tahfidzul Qur’an Anak usia 6-12 tahun Di Pondok Pesantren Yanbu’ul qur’an Kudus, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2009.
41
penghambatnya meliputi: kondisi fisik tidak sehat dan bugar, panca indra tidak berperan baik, kecerdasan rendah, motivasi dari orang lain, minat rendah, tidak disiplin, kemampuan menghafal lemah, tidak ada teman menghafal, lingkungan tidak bernuansa tahfidz, udara panas, suasana bising, dan ada halaman yang sulit dihafal. 55
4. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Arif pada tahun 2008 yang berjudul “Peran Guru (Ustadz Qur’an Dan Murobbi) Dalam Pembelajaran Tahfidz Qur’an Bagi Anak Yatama di Pondok Pesantren Huffadz Yanbu’ul Qur’an Kanak-kanak Kudus” yang membahas tentang bagaimana peranan guru dalam proses pembelajaran menghafal AlQur’an di Pondok Pesantren Huffadz Yanbu’ul Qur’an Kanak-kanak Kudus. Dengan peranan seorang guru atau ustadz dalam mengelola pembelajaran dengan baik, sehingga para santri di sana dapat menghafal Al-Qur’an dengan cepat.56
Dari beberapa kajian dan penelitian sebagaimana dipaparkan di atas, ada beberapa kajian yang hampir sama dengan kajian yang akan peneliti lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang tahfidzul qur’an. Tetapi obyek dan subyeknya berbeda serta penelitian yang akan peneliti lakukan lebih menekankan pada strategi pembelajaran tahfidzul qur’an dan faktor pendukung dan penghambat dalam strategi pembelajaran tahfidzul qur’an kelas 3 di SD Miftahus Sa’adah Gondosari Gebog Kudus.
55
Asniyah Siti, Strategi Pembelajaran Tahfizh Al-Qur’an di Markaz Tahfizh Al-Qur’an AlManar Pabelan Kartasura Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012, Skripsi, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012 56 Arif Nur, Peran Guru (Ustadz Qur’an Dan Murobbi) Dalam Pembelajaran Tahfidz Qur’an Bagi Anak Yatama di Pondok Pesantren Huffadz Yanbu’ul Qur’an Kanak-kanak Kudus, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2008
42
C. Kerangka berfikir Melihat di zaman modern ini semakin berkurangnya para penghafal Al-Qur’an. Disebabkan minat anak sekarang menjadi penghafal al-Qur’an sangatlah jarang. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus menyiapkan orang yang mampung menghafal Al-Qur’an pada setiap generasi yakni dengan mencetak generasi hafidz dan hafidzah dari usia anak-anak. Hal itu harus dilakukan karena mengingat hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardlu kifayah. Untuk menarik minat untuk menghafalkan Al-Qur’an dibutuhkan strategi pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang fun dan interaktif. Menyelenggarakan pembelajaran menghafal Al-Qur’an bagi usia anak-anak bukanlah persoalan yang mudah, melainkan dibutuhkan strategi pelaksanaan pembelajaran Tahfidzul Qur’an yang tepat dan betul-betul dapat memahami kondisi anak. Dengan stretgi pembelajaran yang tepat mampu membuat suasan kelas menjadi kondusif dan lebih terarah. Dan dengan adanya strategi pembelajaran yang bervariasi juga membuat peserta tidak jenuh dalam proses pembelajaran juga pembelajaran tidak terkesan monoton. Salah satu sekolah yang mengajarkan pembelajaran tahfidzul Qur’an yang biasanya diterapkan di Pondok pesantren , ternyata mampu diterapkan di SD Miftahus Sa’adah Gondosari Gebog Kudus. Dari latar belakang masalah yang telah terdeskripsi secara rinci, penelitian ini lebih menitik beratkan pada strategi pelaksanaan muatan lokal pembelajaran tahfidzul qur’an. Kerangka pikir pada penelitian ini terpola pada suatu alur pemikiran yang terkonsep seperti tampak pada gambar tabel berikut ini:
43
SD Miftahus Sa’adah Gondosari Gebog Kudus
Tujuan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Kudus
Strategi pelaksanaan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Metode pembelajaran tahfidzul Qur’an
Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran tahfidzul Qur’an