BALADHIKA SKRIP KARAWITAN
LOGO
OLEH : AGUS ARY ANDHIKA NIM : 200702008
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA 2011
BALADHIKA SKRIP KARAWITAN
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan me menuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana ( S1 )
OLEH : AGUS ARY ANDHIKA 200702008
PROGRAM STUDI KARAWITAN JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011
SKRIP KARYA SENI
Disetujui untuk diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Seni ( S1 )
MENYETUJUI :
PEMBIMBING I
Drs. I Nengah Sarwa M.Pd Nip :1950 1231 197503 1 005 001
PEMBIMBING II
I Nyoman Astita, MA Nip :1952 0924 197703 1
Skrip karya ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Penguji Tugas Akhir Sarjana Seni ( S1 ), Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Tahun Akademik 2010/2011.
Pada : Hari/Tanggal : Kamis/26 Mei 2011 Ketua : I Ketut Garwa, S.Sn, M.Sn NIP : 19681231 199603 1 007
(..................................)
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, S.Sp., M.Hum (..................................) NIP : 19641231 199002 1 040
Dosen Penguji : 1. Drs. I Wayan Mardana , M.Pd NIP : 19541231 198303 1 016
(..................................)
2. Drs. I Nengah Sarwa, M.Pd NIP : 19501231 197503 1 005
(..................................)
3. I Wayan Sutirtha, S.Sn, M.Sn NIP : 19730619 200312 1 008
(..................................)
Dekan Fakultas Seni Pertunjukan
Ketua Jurusan Karawitan
I Ketut Garwa, S.Sn, M.Sn NIP : 19681231 199603 1 007
I Wayan Suharta, S.Skar, M.Si NIP : 19630730 199002 1 001
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka penulisan skrip karawitan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Garapan dan skrip karawitan ini sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menempuh ujian Sarjana Seni Program Strata 1 atau (S1) pada Institut Seni Indonesia denpasar, tahun akademik 2010/2011. Disadari sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dan kerja sama semua pihak yang terkait, usaha ini tidak akan selesai pada waktunya. Untuk itu didalam kesempatan yang baik ini, tidak lupa disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada yang terhormat : Ayahanda dan Ibunda, saudara kandung, teman-teman yang tercinta yang telah memberikan dorongan beserta bantuan baik moral maupun material. Bapak Prof. Dr I Wayan Rai S, MA, selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar yang banyak memberikan kemudahan-kemudahan fasilitas yang tersedia. Bapak I Nyoman Astita , MA selaku pembimbing I karya tulis dan karya seni. Bapak Drs I Nengah Sarwa, M.Pd selaku pembimbing II karya tulis dan karya seni. Serta adik-adik pendukung dari ISI Denpasar, Jurusan Karawitan dan Alit-alit Rare Angon Br. Sigaran, Desa Sedang, Abiansemal, Badung. Serta semua pihak yang telah memberikan dorongan serta membantu kelancaran garapan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis maupun karya seni ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya. Pada kesempatan ini dengan rendah hati dimohon saran-saran serta kritik-kritik dari pembaca untuk penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga apa yang dipersembahkan ini dapat bermanfaat.
Denpasar,
Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................ i PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................ ii PENGESAHAN PENGUJI.................................................................. iii KATA PENGANTAR......................................................................... iv DAFTAR ISI........................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2 Ide Garapan.............................................................................................. 5 1.3 Tujuan Garapan......................................................................................... 6 1.4 Manfaat Garapan....................................................................................... 7 1.5 Ruang Lingkup......................................................................................... 8 BAB II KAJIAN SUMBER................................................................ 9 2.1 Sumber Pustaka........................................................................................ 10 2.2 Sumber Discografi................................................................................... 12
BAB III PROSES KREATIVITA 3.1 Tahap Penjajagan..................................................................................... 14 3.2 Tahap Percobaan..................................................................................... 15
3.3 Tahap Pembentukan................................................................................
16
BAB IV WUJUD GARAPAN......................................................... 22 4.1 Deskripsi Garapan.................................................................................... 22 4.2 Struktur Garapan...................................................................................... 23 4.3 Fungsi Instrumen...................................................................................... 25 4.4 Analisa Garapan....................................................................................... 28 4.5 Analisa Simbol......................................................................................... 32 4.6 Analisa Penyajian/Penampilan................................................................. 34 4.7 Sistem Notasi........................................................................................... 35 4.8 Seting Panggung dan Pola Lantai............................................................
BAB V PENUTUP......................................................................... 37 5.1 Simpulan................................................................................................ 37 5.2 Saran-saran............................................................................................. 38
DAFTAR SUMBER/REFERENSI................................................. 39 LAMPIRAN-LAMPIRAN
56
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Garapan Sebuah perahu dagang (skunar) Sri Komala terdampar di pantai timur
Kerajaan Badung pada jam 06.00 tanggal 27 Mei 1904, berbendera Belanda yang berlayar dari Banjarmasin mengangkut barang dagangan milik pedagang Cina bernama Kwee Tek Tjiang. Oleh karena kandas dan perahu pecah, maka para penumpang Sri Komala menurunkan barang yang masih bisa diselamatkan antara lain peti kayu, peti seng dan koper kulit. Nakhoda meminta bantuan kepada syahbandar di Sanur untuk menjaga keamanan barang-barang yang diturunkan. Atas permintaan pemilik barang dan atas saran Sik Bo, seorang warga Cina di Sanur, peristiwa kandasnya perahu dilaporkan kepada Ida Bagus Ngurah, penguasa daerah Sanur dengan tujuan untuk ikut mengamankan barang-barang yang telah diturunkan itu. Sesuai keterangan Kwee Tek Tjiang dan sesuai juga dengan keterangan nakhoda yang diutus serta didampingi Sik Bo pada waktu menghadap Ida Bagus Ngurah, dilaporkan bahwa barang dagangan yang diangkut terdiri dari gula pasir, minyak tanah, dan terasi. Untuk memeriksa kebenaran laporan itu, Ida Bagus Ngurah selaku penguasa Sanur berangkat ke tepi pantai untuk memeriksa langsung. Isianya ternyata sesuai dengan laporan, dan ada tambahan barang berupa roti kering dan sedikit uang kepeng. Berkat bantuan 11 orang tenaga kerja,
56 barang-barang yang masih tersisa di kapal diturunkan dan diangkut. Kesebelas orang itu melakukan tugasnya dengan jujur dan tidak ada yang mencuri. Utusan raja Badung datang ke pantai mengadakan pemeriksaan pada tanggal 29 Mei 1904, dua hari setelah perahu itu terdampar. Pada waktu itulah Kwee Tek Tjiang membuat laporan palsu kepada utusan raja dan menyatakan rakyat telah mencuri 3700 ringgit uang perak serta 2300 uang kepeng. Tentu saja laporan ini tidak dapat diterima oleh utusan raja karena tidak disertai bukti. Oleh karena tidak puas, Kwee Tek Tjiang menghadap langsung kepada Raja Badung yang menolak pengaduan itu, karena selain dipandang tidak sesuai, Kwee Tek Tjiang juga menuduh rakyat Badung merampas perahu itu pada tanggal 27 Mei 1904. Tuduhan itu diulangi lagi oleh residen setelah mendapat laporan, dan bahkan langsung menuntut agar raja Badung memberikan ganti rugi sebesar 3000 ringgit. Oleh karena rakyat telah menyatakan kejujurannya melalui sumpah, maka pihak raja Badung tetap pada keyakinannya bahwa apa yang dituduhkan itu hanya merupakan tipu muslihat. Keyakinan yang teguh dari raja dan rakyat Badung dipandang membahayakan kedudukan pemerintah kolonial di Bali, khususnya Residen (J. Escbach, kemudian G. Bruyn Kops sejak tahun 1906). Meskipun telah diultimatum, Raja Badung saat itu, I Gusti Ngurah Denpasar, tetap menolak tuduhan dan tuntutan sampai batas waktu pada tanggal 9 Januari 1905. Penolakan tegas Raja Badung mengakibatkan pemerintah kolonial mengirim kapal angkatan laut ke perairan Badung untuk melakukan blokade ekonomi. Tindakan kejam pemerintah kolonial melalui patroli angkatan lautnya semakin sering dilakukan, lebih- lebih sikap raja Badung yang tidak menunjukkan
56 tanda-tanda menyerah terhadap tuntutan ganti rugi. Meskipun pihak kerajaan Badung mengalami kerugian setiap hari sebesar 1500 ringgit dari pemasukan pelabuhan akibat blokade ekonomi itu, Raja Badung tetap tegas pada keyakinannya menolak tuduhan Gubernurmen. Blokade ekonomi yang dilancarkan di laut atau di darat ternyata gagal dan tidak mampu membuat Raja Badung menyerah. Kondisi ini mengakibatkan semakin tegangnya hubungan politik antara Kerajaan Badung dan Pemerintah Gubernurmen.
Raja Badung tetap pada keyakinannya, membuat Gubernur
Jenderal Van Hentzs mengirim surat mempertegas tuntutannya kepada Raja Badung tertanggal 17 Juli 1906. Selain kepada I Gusti Ngurah Pemecutan dan I Gusti Ngurah Denpasar, Van Hentzs juga mengirim surat kepada Raja Tabanan, I Gusti Ngurah Agung, raja yang dengan tegas memihak Raja Badung. Surat Gubernur Jenderal itu pada pokoknya mengulangi tuntutan pemerintah yang diajukan sebelumnya dan menetapkan jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh Raja Badung sebesar 5173 ringgit (12.932,50 gulden). Substansi penting dari isi surat itu adalah batas waktu yang diberikan. Gubernur Jenderal mengancam akan mengambil tindakan militer apabila Raja Badung dan Tabanan tidak memberikan jawaban yang memuaskan sampai tanggal 1 September 1906. Ancaman dari Gubernur Jenderal di Batavia tidak sedikitpun mengubah pendirian Raja Badung. Sekalipun pemerintah tertinggi Hindia Belanda di Batavia mengeluarkan surat perintah untuk mengadakan ekspedisi militer pada tanggal 4 September 1906, Raja Badung telah siap menanggung resiko demi membela kedaulatan kerajaan (Nindihin Gumi Lan Swadharmaning Negara).
56 Dengan gagah berani mereka berani mempertahankan puri meskipun dihujani tembakan meriam. Keesokan harinya Laskar Badung menduduki beberap desa yaitu Taman Intaran, Buruan, dan Sindu. Di Sindu terjadi kontak senjata antara Laskar Badung dan Batalyon 11 Pasukan Belanda. Namun Laskar Badung yang datang dari Kelandis dan Bengkel bergerak menuju Kepisah dan mencapai Tanjung Bungkak, menyusul 500 laskar dari Kesiman dibawah pimpinan I Gusti Gde Ngurah Kesiman bergerak ke selatan. Sebagian dari mereka bersenjatakan tombak, keris, pedang, dan senapan telah menduduki sebagian besar wilayah Sanur. Rombongan raja bergerak secara perlahan mendekati pasukan Belanda. Setelah posisi mereka sangat dekat dengan pasukan Belanda, pasukan Raja Badung langsung menerjang pasukan Belanda. Pada pertarungan sengit itulah raja dan pasukannya gugur satu per satu. Akhirnya pada pukul 18.00 perlawanan laskar Badung di Pemecutan yang merupakan benteng terakhir terhenti. Belanda berhasil menduduki Puri Pemecutan1 . Menyimak begitu besarnya semangat puputan yang dimiliki oleh pasukan laskar Badung, menyentuh hasrat penata untuk mengungkapkannya ke dalam sebuah bentuk musik yang dikemas dalam komposisi karawitan kreasi Baleganjur dengan judul “Baladhika”. Secara etimologi “Baladhika” berarti panglima perang2 . “Baladhika” yang dimaksud dalam garapan ini menggambarkan pasukan perang yang gagah berani. 1
http://www.badungkab.go.id - www.badungkab.go.id Powered by M ambo Generated:11 M arch, 2011, 04:15 2
Mardiwarsito.1981. Kamus Jawa Kuno – Indonesia. Ende : Nusaindah,
p.106
56
1.2
Ide Garapan Di tengah maraknya perkembangan karawitan Bali dewasa ini, banyak
muncul karya – karya karawitan baleganjur yang sangat variatif sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin mengglobal. Keanekaragaman bentuk kreasi sebagai kreatifitas seniman tersebut diawali dalam berbagai kesempatan baik dalam lomba – lomba maupun dalam parade Balaganjur. Dari keragaman tersebut, reportoar Baleganjur berkembang lebih kompleks dari secara sudut estetika, bentuk, struktur, dan tata penyajiannya. Munculnya ide penata untuk mengangkat Perang Puputan Badung dan memakai media ungkap gamelan baleganjur karena setiap satu tahun sekali kabupaten Badung memperingati Hari Puputan Badung setiap tanggal 20 september yang sering diadakan lomba atau parade baleganjur, dimana dengan pengalaman penata sendiri yang sering mengikuti lomba baleganjur dari SMP sampai sekarang, sehingga dengan pengalaman-pengalaman tersebut bisa mempermudah dalam proses pembentukan garapan.Dalam garapan ini penata mencoba mengekspresikan jiwa atau karakter secara subjektif sesuai dengan tema yang diangkat dari garapan ini. Komposisi karawitan kreasi Baleganjur ini berorientasi pada pengolahan unsur musikal seperti melodi, ritme, dan disesuaikan dengan perkembangan gending – gending Baleganjur dewasa ini. Digunakannya gamelan Baleganjur dalam komposisi ini, karena gamelan tersebut mampu menonjolkan dinamika sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
56 Komposisi kreasi Baleganjur Baladhika ini, merupakan sebuah ide untuk mengungkapkan semangat perjuangan Puputan Badung yang ditranformasikan lewat bahasa musik menjadi sebuah reportoar gending kreasi Baleganjur pelog lima nada sebagai sebuah inovasi dari ensambel musiknya. Dari hasil observasi, penata telah membaca sumber tertulis dan menyaksikan proses yang terjadi Perang Puputan Badung melalui rekaman dokumenter. Dengan membaca sumber tertulis tentang terjadinya Perang Puputan Badung tersebut, timbul ide untuk mewujudkannya ke dalam bentuk komposisi musik kreasi Baleganjur.
Dalam garapan ini, mengangkat keharmonisan dalam jalinan nada – nada yang dikeluarkan oleh instrumen Baleganjur dengan memakai 5 nada dasar dalam sistim laras pelog
lima nada. Dilihat dari rasa musikalnya, pada umumnya
reportuar gending Balaganjur sangat bervariatif tergantung konteks yang berlangsung dalam masyarakat. Fungsi reportoar gending Baleganjur digunakan sebagai musik prosesi. Musik prosesi adalah sebuah musik yang digunakan sebagai pengiring sebuah kegiatan agama. Dalam perkembangannya, gamelan Baleganjur tidak saja sebagai musik prosesi tetapi sudah menjadi sebuah bentuk seni pertunjukan, dimana didalamnya sudah mulai ditata dari segi unsur musikal, gerak, ekspresi, hingga busana. Bahasa musik yang ditimbulkan berbeda-beda. Musikalnya tidak saja memberikan suasana kidmat tetapi dapat juga memberikan suasana yang menggambarkan jiwa keras atau kekerasan sesuai dengan daya kreativitas sang senimannya.
56 1.3
Tujuan Garapan Pada dasarnya, dalam berkarya ataupun menciptakaan sesuatu, sudah
barang tentu mempunyai tujuan dan manfaat. Tujuan merupakan landasan utama yang perlu diperhatikan dalam berbuat sesuatu yang memberikan motivasi terwujudnya suatu karya seni. Adapun tujuan dari garapan ini adalah sebagai berikut : 1.
Mewujudkan garapan “Baladhika” dengan media ungkap gamelan Baleganjur 5 nada sebagai pengejawantahan dari semangat perang puputan Badung.
2.
Mewujudkan sebuah garapan yang mempunyai nafas baru, denga n menggunakan gamelan Baleganjur 5 nada sebagai media ungkapnya.
3.
Memberikan sumbangsih bagi masyarakat agar nantinya baleganjur laras pelog 5 nada dapat sejajar dengan perkembangan laras pelog 7 nada.
1.4
Manfaat Garapan Manfaat yang diperoleh dari penciptaan komposisi musik “Baladhika” adalah sebagai berikut :
1
Memberikan informasi sekaligus apresiasi taerhadap masyarakat terhadap eksistensi gamelan Baleganjur lima nada.
2
Meningkatkan kreativitas dalam berkarya seni, khususnya dalam penciptaan komposisi Balaganjur serta menambah wawasa n dalam berkarya seni.
56 3
Menambah kasanah seni pertunjukan di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar khususnya seni Karawitan, dengan harapan dapat dijadikan acuan dan bahan perbandingan dalam meningkatkan kreativitas di kalangan seniman akademis.
1.5 Ruang Lingkup Komposisi “ Baladhika” merupakan sebuah komposisi karawitan inovatif yang terlahir dari sejarah Puputan Badung. Komposisi ini mengikuti pola tradisi yang dikembangkan secara inovatif yakni pola-pola tradisi yang dikembangkan melalui pengolahan melodi, pengembangan pola hitungan, pola ritme gamelan Balaganjur laras pelog 5 nada. Gamelan Baleganjur merupakan salah satu wujud gamelan yang tergolong baru. Ciri – ciri gamelan baru terletak pada dominannya peranan kendang dalam barungannya. Gamelan ini merupakan perkembangan dari gamelan Babonanangan. Di dalam lontar Aji Gurnita disebutkan bahwa : gamelan Babonangan diciptakan oleh Sang Bhuta Kala dan difungsikan untuk mengiringi upacara Bhuta Yadnya dan nama gendingnya adalah Ketug Bhumi. Komposisi “Baladhika”
ini, terdiri dari beberapa bagian yang
mentransformasikan adegan atau cerita yang terjadi dalam perang Puputan Badung. Adapun instrumentasi yang digunakan untuk mengungkapkan suasana tersebut antara lain : 2 buah Gong, masing- masing lanang dan wadon suaranya dang angumbang angisep. 1 buah Kempul suaranya ding angisep.
56 1 buah Babende suaranya dang gora. Ponggang satungguh suarangnya dang dung. Riyong 5 buah suaranya ding, dong, deng, dung, dang. Kendang pepanggulan sepasang, lanang dan wadon. 2 buah Kendang Belek 3 . 4 buah Rebana. 8 buah ceng-ceng kopyak. 1 buah Kajar 1 buah Kempli. 1 buah Gong Beri. 3 buah Sunggu Komposisi “Baladhika” ini, selain dari unsur musikal juga didukung oleh gerak dan ekspresi dari penabuh. Garapan komposisi ― Baladhika ― ini didukung oleh 26 orang penabuh termasuk penata. Para pendukung karya ini, terdiri dari mahasiswa ISI Denpasar dan alit-alit Rare Angon SMP Negeri 2 Abiansemal yang bertempat di desa Sedang, Kabupaten Badung. Penggunaan musik vokal juga digunakan dalam karya ini sesuai dengan kebutuhan garap musikal yang diinginkan.
3
Instrumen kendang Belek in i merupakan alat musik khas daerah yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Bentuk instru men ini hampir sama dengan kedang yang diju mpai pada barungan gamelan Gong Kebyar di Bali,akan tetapi ukurannya lebih besar .
56
BAB II KAJIAN SUMBER
Terwujudnya suatu komposisi musik tidak terlepas dari sumber dan informasi. Untuk menghasilkan karya seni yang didalamnya mengandung nilai filsafat, Etika dan sistimatis, maka komposisi ini didukung dengan beberapa kajian sumber. Sumber-sumber tersebut diantaranya : 2. 1 Sumber Pustaka http://www.badungkab.go.id - www.badungkab.go.id Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 04:15. Ini merupakan situs resmi dari Kabupaten Badung, Dari situs ini, didapat informasi mengenai sejarah perang Puputan Badung sehingga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi penata tentang arti sebuah perjuangan. Materi yang diambil dari dokumen ini adalah semangat kepahlawanan dalam peperangan puputan. Bali Pada Abad XIX yang ditulis oleh DR Ida Anak Agung Gede Agung diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press pada tahun 1989. Dalam buku ini menceritakan tentang Perjuangan Rakyat dan Raja-Raja yang menentang Kolonialisme Belanda,namun yang penata cari dalam buku ini hanyalah cerita dari perang Puputan Badung.
56 Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali 1988 yang ditulis oleh I Made Bandem dan diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. Buku ini berisikan 4 aspek utama yakni: Filsafat, Etika, Estetika dan Gegebug (teknik) dan inti bunyi dari Catur Muni-Muni. Dengan adanya sumber ini, memberi masukan bagi penata tentang instrumen yang digunakan dalam setiap upacara ritual khususnya upacara Bhuta Yadnya yang tertulis dalam lontar serta pepatutannya yang disertai dengan salinannya dalam bahasa indonesia. Pengetahuan Karawitan Bali ditulis oleh I Wayan Aryasa,diterbitkan tahun 1984 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendra l
Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali. Buku ini berisikan beberapa jenis gamelan Bali dan instrumentasi serta nama- nama gending nya. Dengan membaca buklu ini memberikan informasi bagi penata tentang fungsi dari gamelan Baleganjur gending yang dimainkan serta laras yang dipakai dari gamelan gamelan Baleganjur. Ubit-Ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali ditulis oleh I Made Bandem dan diterbitkan tahun 1987 oleh Ditjen Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD. Dalam buku ini menyebutkan ada beberapa jenis teknik ubit-ubitan yang ada dalam permainan gamelan Bali. Dengan membaca sumber ini, memberikan masukan bagi penata tentang penggunaan beberapa jenis teknik ubit-ubitan yang ditraspormasikan lewat karya. Mencipta Lewat Tari (Creating Though Dance) ditulis oleh Alma M. Hawkins,dan diterbitkan tahun 1990 oleh Akademi Seni Tari Indonesia Yogyakarta. Buku ini dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh Y. Sumandiyo
56 Hadi. Dalam buku ini terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kreativitas atau membahas tentang unsur-unsur proses kratif/penciptaan dalam seni tari. Ada tiga unsur pokok sebagai landasan berkarya yang diungkap dalam buku ini yakni Exsplorasi, Improvisasi dan Forming. Istilah –istilah tersebut dipinjam dalam kaitannya dengan proses kreativitas. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental Edisi ke-2 ditulis oleh A. A. M. Djelantik pada tahun 1987, Proyek Pengembangan IKI Sub / Bagian Proyek Peningkatan/Pengembangan Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar. Buku ini membahas beberapa hal yang berhubungan dengan karya seni, seperti Estetika, Wujud, Bentuk, Bobot, Penciptaan, Perwujudan dan Penampilan serta Menikmati Keindahan Kesenian. Dengan membaca buku ini sangat memberikan masukan bagi penata mengenai beberapa hal terhadap cara-cara dalam menciptakan karya agar memenuhi unsur-unsur estetika,sehingga menjadi indah untuk dinikmati.
2. 2 Sumber Discografi ―Bala Bali Sebuah Tabuh Kreasi Baleganjur ‖, karya I Wayan Gede Arnawa S.Sn, di pentaskan dalam rangka HUT Puputan Badung tanggal 6 September 2006 di Lapangan Puputan Badung. (CD ko leksi pribadi Agus Ary Andhika). CD ini berisi satu buah komposisi tabuh Baleganjur dengan metode garap baru, seperti pengolahan melodi reong dan kendang. Dengan mendengarkan karya ini memberikan masukan bagi penata tentang teknik pengolahan melodi,yang digunakan dalam garapan karya seni.
56 Sapta Baleganjur Saih Pitu (tujuh nada). karya I Gede Suestra. diajukan dalam rangka Ujian Tugas Akhir tingkat sarjana S1, Institut Seni Indonesia Denpasar. (VCD koleksi pribadi Agus Ary Andhika). Dari rekaman ini, penata mendapat masukan terutama dari segi musikalitas dan pembentukan sebuah komposisi musik. Hal ini sangat berguna untuk menggarap komposisi musik, khususnya Baleganjur yang akan digunakan. Baleganjur bebarongan semarandana “Modre Swara”, karya I Ketut Suandita S.Sn
Rekaman Bali Record. Dalam rekaman ini penata mendapat
masukan dalam motif- motif pukulan instrumen baleganjur.
56
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Perwujudan suatu karya seni terjadi melalui proses yang berlangsung mulai dari dorongan yang dirasakan oleh seorang seniman untuk membuat karyanya sampai karya itu menjadi suatu kenyataan. Proses tersebut bisa berjalan dengan mudah dan cepat, tetapi bisa juga memakan waktu yang sangat lama, malah bisa berhenti di tengah jalan, hingga karya yang dimaksudkan tidak pernah terwujud. Pada dasarnya proses perwujudan itu menyangkut dua tahap : yang pertama adalah penciptaannya yang mulai dengan dorongan inspirasi yang dirasakan, yang disusul dengan ide untuk menemukan cara-cara untuk perwujudannya, dan yang kedua adalah pekerjaan proses perwujudannya sampai karya itu selesai4 . Proses dan hasil pekerjaan sang seniman selalu akan mengandung ciri-ciri khas yang merupakan akibat dari segala pengaruh dan pengalaman-pengalaman sang seniman baik yang sadar maupaun yang tak sadar. Pengaruh-pengaruh tersebut berkaitan dengan lingkungan hidupnya, dengan pendidikannya, dengan
4
A. A. M . Djelantik. 1987. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental Edisi ke-2. Denpasar : Proyek Pengembangan IKI Sub / Bag ian Proyek Peningkatan/Pengembangan Akademi Seni Tari Indonesia Den pasar, p. 38.
56 apa yang pernah dibaca, dengan pengalaman yang khusus dan latar belakang kebudayaan5 . Begitu juga dengan penemuan ide sampai pada terbentuknya komposisi “Baladhika” ini. Semua yang terjadi dalam komposisi ini, merupakan upaya berkreativitas untuk menghasilkan sesuatu yang baru mengenai pembahar uan konsep-konsep estetikanya, teknik, falsafah/makna dan fungsi. Segala yang terjadi dalam komposisi ini selalu mengalami proses. Proses tersebut tidak saja berjalan dengan mulus tetapi kadang-kadang terjadi hambatan yang tidak akan pernah terduga sebelumnya. Dalam proses penggarapan karya seni, terdapat tiga tahap penting yang harus dilalui. Adapun ketiga tahapan yang dipakai dalam proses penggarapan untuk mewujudkan karya seni ini adalah : tahap penjajagan (Ekplorasi), tahap percobaan (Improvisasi) dan tahap pembentukan (Forming ) 6 .
2. 1 Tahap penjajagan (Eksploration)
Eksplorasi termasuk berpikir, berimajinasi, merasakan dan merespon segala sesuatu yang timbul dari pikiran. Segala sesuatu yang dimbul dari imajinasi merupakan rancangan awal dari apa-apa yang telah terpikirkan. Tetapi kadangkadang pikiran dan pengalaman yang dirasakan merupakan sesuatu yang dapat memotivasi seseorang untuk mencipta sesuatu.
5
Ibid, p. 39. Alma M . Hawkins. 1990. Mencipta Lewat Tari (Creating Through Dance). Dialihbahaskan oleh Y. Su mandiyo Hadi. Yogyakarta : Institut Seni Indonesia Yogyakarta, p.2748. 6
56 Setelah beberapa kali membaca sumber yang relevan, maka timbul ide untuk menggunakan gamelan Baleganjur 5 nada sebagai media ungkapnya. Alasan tersebut karena gamelan ini mampu memberikan spirit bagi pemainnya ataupun orang lain yang mendengarkan reportuar lagunya. Tahap penjajagan ini sudah dimulai sejak bulan Februari dengan mencari referensi-referensi yang relevan dengan karya. Informasi tersebut antara lain bersumber dari diskusi atau melakukan wawancara dengan beberapa komposer serta mendengarkan beberapa rekaman audio visual yang ada hubungannya dengan karya. Selain itu, tahap penjajagan ini juga meliputi beberapa aktivitas yang berhubungan dengan observasi alat, menentukan jumlah pendukung serta tempat latihan.
3. 2 Tahap Percobaaan ( Improvisation)
Improvisasi memberikan kesempatan yang lebih besar bagi imajinasi, seleksi dan mencipta dari pada eksplorasi karena dalam improvisasi terdapat kebebasan yang lebih, maka jumlah keterlibatan diri dapat ditingkatkan. Dalam proses ini penyediaan dorongan motivasi, menyebabkan diri merespon dan membuat tindakan yang lebih dalam artinya merespon segala sesuatu yang t imbul dari proses eksplorasi. Pada tahap ini, dicatat beberapa motif lagu yang akan dituangkan dalam garapan. Pada tahap ini pula, dideskripsikan bagian-perbagian konsep yang dibuat dalam bentuk notasi ding dong.
56 Dalam proses penggarapan karya seni tidak akan luput dari perubahan yang terjadi dalam proses penggarapannya. Begitu juga luput dari peubahan dengan proses penulisan motif- motif lagu yang telah dicatat. Setelah membaca motif gending yang telah dinotasikan, nampaknya tidak luput dari perubahan. Namun, perubahan itu tidak dilakukan secara menyeluruh, hanya sebagian kecil yang kurang enak didengar setelah dibaca Pada
tahap
improvisasi
ini,
penata
juga
mengembangkan
dan
menyanyikan motif gending yang telah ditulis, sebelum dituangkan kepada pendukung karya.
4. 2 Tahap Pe mbentukan (Forming)
Tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan terwujudnya sebuah garapan karya seni. Berdasarkan perhitungan kalender Bali sebagaimana disusun oleh I Ketut Bambang Gde Rawi (alm) dan Putra-putranya, disebutkan bahwa pada tanggal 13 Maret 2011 dianggap sebagai hari baik (Dewasa Ayu) untuk memulai pelatihan dan membuat sekehe. Berpijak dari ketentuan tersebut, penata melakukan nuasen dengan pesembahyangan bersama di Pura Dalem Desa Sedang, pukul 14.00, yang dipimpin oleh Pemangku. Sesuai dengan kepercayaan umat Hindu, upacara nuasen ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan kelancaran dalam proses penggarapan karya seni sampai pada hari pertujukannya. Pada hari pertama melakukan latihan,penata menjelaskan ide dan konsep karya. Hal ini dilakukan agar pendukung karya dapat memahami, menghayati dan
56 merasakan apa yang dituangkan dalam garapan, sehingga mereka mampu bertanggungjawab terhadap karya. Kemudian proses kreatif karya ― Baladhika” dapat dijabarkan lebih lanjut. Proses kreativitas
sampai pada
tahap
pembentukan
karya
seni
“Baladhika” dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Tahap Pe mbentukan (Forming) Dari Bulan Maret, April, Mei 2011
NO
Tanggal
Kegiatan
Tempat
Keterangan
1
23- 2- 2011
Mengumpulkan proposal
Kampus ISI Denpasar
-
2
3 – 3 - 2011
Mencari inspirasi lagu pada bagian kawitan
Di rumah penata
-
3
6 – 3- 2011
Memberi tahukan pendukung, seta membicaran konsep garapan, dan lthan diadakan pada tanggal, 13 – 3 2011.usai persembahyangan di Pura Dalem Gede, Desa Sedang
Di Banjar Sigaran, Desa Sedang
-
4
13 – 3 - 2011
Usai persembhyangan dan melanjutkan nuasen
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
-
5
14 – 3 - 2011
Latihan pertama dengan maksud memberikan bagian kawitan
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menuangkan Pukulan reyong dan cengceng dengan berjatuhan bersamaan dengan semua instrument
56 6
15 – 3 -2011
Latiahan penambahan materi bagian 1
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Mencari gegebug reyong leluangan dan cengceng yang akan dijadikan bagian kawitan
7
17 – 3 -2011
Mencari kilitan reyong dan gegebug kendang
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Memainkan instrument dalam rangkaian melodi
8
18 - 3- 2011
Penambahan materi bagian 1
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedan
Dalam rangkaian melodi, dilanjutkan dengan kebyar
9
20 – 3 - 2011
Latihan atau penambahan materi pada bagian 1
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Setelah kebyar melanjutkan memainkan instrument dalam gabungan rangkaian melodi
10
21 – 3 - 2011
Latihan materi bagian I
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Melanjutkan dalam rangkaian melodi, yang akan mencari bagian jejagulan
11
22 – 3 2011
Penambahan bagian I
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Setelah mencari melodi yang akan di jadikan bagian setelah jejagulan dilanjutkan mencari melodi dengan variasi cengceng
12
24 – 3 - 2011
Mencari kilitan reyong dan kendang
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Penabuh kurang lengkap sehingga penata tidak bisa menambahkan materi gending
56
13
25 – 3 – 2011
Menghaluskan materi bagian I, serta sekaligus melanjutkan mencari materi bagian ke II, yang diawali dengan gong ketukan ganjil
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menambahkan motif – motif Rebana , dan Kendang Belik untuk di jadikan aksen
14
26 – 3 – 2011
Latiahn bagian I dan II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
15
28 – 3 – 2011
Latihan materi bagianII
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menuangkan gegebug serta variasi Kendang Belik dan Rebana
16
29 – 3 – 2011
Latihan materi bagian ke II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Mencari pukulan reyong,cengceng dan Kendang
17
31 – 3 - 2011
Bimbingan skrip
Kampus ISI Denpasar
Memperbaiki kata – kata yang rancu
18
1 – 4 – 2011
Latihan materi bagian II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menyempurnakan materi bagian I dan II
19
3 – 4 – 2011
Latihan bagian I dan II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Dapat merekam bagian I dan II
Penata merekem bagian I dan II untuk dijadikan bahan bimbingan dan sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi penata.
56 20
4 – 4 – 2011
Penambahan materi bagian ke III
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menuangakn variasi Rebana, Kendang Belik, dan Gong Beri sebagai aksen
21
6 – 4 - 2011
Latihan bagian ke III
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Latihan menekankan bagian ke III karena latihan sebelumnya beberapa pendukung kurang lengkap dan beberapa pendukung kurang menguasai bagian tersebut
22
8 – 4 – 2011
Latihan penambahan bagian I dan II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Memantapkan materi bagian I dank e II yang telah peñata tuangkan
23
10 – 4 – 2011
Penambahan materi bagian I dan II
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Menambahkan Ridem dengan perminan rebana dan kendang belik, dan peserta dengan memainkan tangan , dada , kaki dan paha dengan motif pukulan kendang
24
12 – 4 – 2011
Penambahan bagian ke III
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Latihan kali ini penata menuangkan bagian yang ke III,dengan pukulan gong ganjil dan aksen-aksen Rebana, kendang Belik dan ceng-ceng kopyak.`Di bagian ini juga masuk instrumen Sunggu dengan motif improfisasi untuk menggambarkan suasana perang.Walaupun bagian III ini rampung
56 dalam sekali latihan,namun belum dikuasai dari segi rasa sesuai dengan apa yang penata inginkan. 25
14 – 4 – 2011
Bimbingan karya seni
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
26
17 – 4 - 2011
Latihan bagian I,II,III
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
27
6 – 5 - 2011
Bimbingan karya seni dan sekaligus bimbingan skrip.
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
7 – 5 - 2011
Hari pertama latihan gerak bagian I
8 – 5 - 2011
Latihan gerak bagian I
9 – 5 - 2011
Latihan gerak bagian II
13 -5- 2011
Latihan gerak bagian III dan IV
14 -5- 2011
Latihan gerak bagian I sampai IV
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
33
15 -5-2011
Latihan gerak bagian I sampai IV
34
16 -5-2011
Latihan gerak bagian I sampai IV
28
29
30
31
32
Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang Di Banjar Sigaran ,Desa Sedang
Pembimbing memberi masukan tentang isianisian melodi yang kosong agar isian melodinya lebih rapat. Memantapkan semua materi yang telah penata tuangkan, sekaligus merekam bagiI,II,dan III Pembimbing memberikan masukan untuk memperjelas penonjolan body rythm dan vokal. Pada latihan kali ini hanya mencari komposisi saja. Melanjutkan latihan komposisi gerak yang sebelumnya Mencari komposisi gerak bagian II dan III Melanjutkan komposisi gerak bagian III dan IV Mencari gerak dari awal atau bagian I sampai bagian IV akan tapi belum begitu rapi Menyempurnakan gerak yang sebelumnnya Latihan kali ini adalah awal mempergunakan alat sambil bergerak, dimana latihan-latihan pencarian gerak sebelumnnya tanpa menggunakan alat.
56
BAB IV WUJUD GARAPAN
Wujud adalah aspek dari karya seni yang menyangkut baik keseluruhan dari karya seni itu maupun peranan dari masing- masing bagian dalam keseluruhan itu. Dalam komposisi Baladhika ini, ada beberapa hal yang mendukung terwujudnya karya seni ini, mulai dari dorongan dari dalam diri, pengalaman pendidikan s erta lingkungan.Komposisi ―Baladhika‖ adalah sebuah karya seni instrumentalia yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 4. 1. Deskripsi Garapan Garapan ini merupakan sebuah bentuk penyajian komposisi musik yang lahir dari sejarah peperangan puputan Badung dengan media ungkap gamelan Baleganjur lima nada. Pagelaran karya seni “Baladhika” disajikan di stage Natya Mandala ISI Denpasar yang berbentuk prosenium, serta perlengkapan sound system dan tata lampu modern. Penyajian karya seni “ Baladhika” ini, didesain dalam bentuk sebuah konser musik yang ditunjang dengan teknologi pencahayaan (lighting) dengan durasi penyajiannya sekitar 11 menit.
4. 2. Struktur Garapan Dilihat dari segi struktur, garapan ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1
Bagian pertama dari garapan ini dimulai dengan permainan bersama dengan motif kekebyaran. Kemudian dilanjutkan dengan
56 gegulet pukulan kendang yang dipadukan dengan permainan reyong.Setalah
ini
kembali
bersamaan dengan motif
permainan
dimainkan
secara
leluangan,dan dilanjutkan dengan
permainan reyong sampai jatuhnya pukulan gong. Kemudian kembali dilanjutkan dengan motif kekebyaran,setelah motif kekebyaran tempo menurun (lambat) yang diisi dengan permainan ceng-ceng
yang
silih
berganti
dengan
permainan
reyong.Kemudian permainan kembali secara bersamaan dengan tempo yang sedang sampai jatuhnya pukulan gong.Setelah itu dilanjutkan dengan motif gegulet jejagulan. Setelah itu dilanjutkan ke bagian peralihan yang bermain secara bersamaan dengan tempo sedang. 2
Di bagian ke dua ini mengangkat suasana tegang atau konflik antara Raja Badung dan pasukannya dengan pihak Belanda yang diawali oleh instrumen kendang dan rebana dlilanjutkan dengan kendang belik yang bersamaan turunnya dengan pukulan gong ketukan ganjil. Kemudian dilanjutkan dengan aksen cengceng kopyak dan rebana dengan tempo menurun ( lambat ).Setelah itu kembali dilanjutkan dengan permainan kendang belik dengan tempo cepat dan dilanjutkan ke pengawak. Setelah pengawak dilanjtukan ke motif ―body rythm‖ dan permainan Rebana, serta kendang belik yang silih berganti dengan pukulan gong. Motif “body rythm” yang dimaksud disini adalah permainan tangan
56 yang dipukul ke bagian tubuh seperti dada, paha, dan kaki yang dihentakan ke lantai. tangan,dada, paha dan kaki dengan motif pukulan
kendang.Permainan
rampak
pada
bagian
ini
menggambarkan suasana penyusunan strategi perang. 3
Bagian ketiga mendeskripsikan nuansa peperangan antara laskar Badung dengan pasukan Belanda yang berperang sampai titik darah penghabisan (Puputan). Nuansa ini diungkapkan dengan permainan tempo cepat,yang diawali dengan vokal yang bersamaan dengan sunggu kemudian tempo semakin cepat untuk mencari kebyar yang menggambarkan suasana akan mulainya peperangan. Dengan dinamika dan teknik pukulan permainan jalinan melodi atau reyong yang kontras dengan pukulan gong ganjil silih berganti dengan permainan gong bheri. Dimana pada saat suasana peperangan tersebut dihiasi dengan aksen-aksen ceng-ceng, kendang belik, rebana dan kendang dengan motif pukulan gegulet. Yang akan nantinya mengangkat suasana peperangan yang sengit sesuai dengan apa yang penata diinginkan.
4
Bagian ke empat ini merupakan ending dari garapan ini yang berisikan vokal dengan suasana semangat. Vokal ini dinyanyikan oleh pendukung sebagai backing vokal dan penata sendiri untuk vokal solonya. Setalah vokal permainan dimainkan secara bersamaan sekaligus mengangkat suasana musikalnya
56 menuju ke klimaks yang menggambarkan semangat perang puputan yang diakhiri dengan jatuhnya pukulan gong.
4.3 Fungsi Instrumen Dalam garapan ini, masing- masing instrumen mempunyai fungsi yang berbeda, dan tentunya disesuaikan dengan ide garapan untuk kepentingan musikalitas. Adapun fungsi masing- masing instrumen adalah sebagai berikut : 1 Reyong baleganjur pelog lima nada. Instrumen ini merupakan bagian dari gamelan baleganjur yang berfungsi sebagai : -
Alat untuk menghiasi melodi- melodi agar gending kedengannya lebih manis.
-
Sebagai pembawa melodi pokok.
2 Satu pasang kendang cedugan Kendang merupakan sebuah instrumen yang dikelompokkan kedalam golongan membranophone. Fungsi instrumen kendang dalam garapan ini adalah : -
Sebagai pemurba irama.
-
Membuat angsel-angsel.
56 -
Mengendalikan irama dan tempo suatu gending.
3 Delapan pasang ceng-ceng kopyak yang berfungsi sebagai : -
Pengisi irama.
-
Sebagai penghubung.
-
Membuat angsel-angsel dan variasi yang bersama-sama dengan kendang dan reyong.
4 Satu buah kajar dan kempli. Kajar dan kempli adalah instrumen yang bermoncol yang ukurannya relatif sama tapi dimainkan dengan ketukan yang berbeda. Fungsi instrumen kajar dan kempli pada garapan ini adalah : -
Sebagai pemegang mat (ketukan).
-
Menjaga tempo yang diinginkan.
5 Satu pasang gong lanang wadon Gong merupakan instrumen bermoncol yang paling besar ukurannya dibandingkan dengan
instrumen bermoncol
lainnya,
yang
merupakan klasifikasi idiophone. Fungsi gong adalah : -
Untuk mengakhiri lagu atau gending.
-
Untuk memperjelas dan menentukan jatuhnya tekanan-tekanan melodi sesuai dengan tujuan lagu itu sendiri.
6 Satu buah kempur
juga
56 Kempur adalah instrumen bermoncol yang ukurannya lebih kecil daro gong, yang juga tergolong klasifikasi idiophone. Fungsi kempur adalah : -
Sebagai pendorong jatuhnya gong.
-
Mematok ruas-ruas gending
7 Satu buah bende. Bende adalah instrumen yang berbentuk seperti gong yang moncolnya sejajar dengan muka. Fungsi bende adalah : -
Mengisi bagian kosong pada lagu yang dimainkan.
8 Gong Bheri. Fungsi gong bheri dalam garapan ini adalah :
9
-
Mengisi aksen-aksen
-
Untuk mendukung suasana perang dalam garapan ini.
Rebana. Fungsi rebana dalam garapan ini adalah : -
Memperkaya ritme
-
Mendukung suasana garapan sesuai alur tema
10 Sunggu. Fungsi Sunggu di sini adalah: -
Sebagai tanda akan terjadinya peperangan
11 Kendang Belek. Fungsinya dalam garapan ini adalah :
56 -
Mengisi aksen-aksen pada waktu terjadinya ketegangan dan peperangan
4. 4. Analisis Garapan Berbagai karya seni yang diciptakan oleh manusia dapat memberikan kita kesenangan dan kepuasan dengan penikmatan rasa indah, merupakan sebuah ungkapan yang timbul saat kita menikmatinya. Ada tiga unsur keindahan yang berperan dalam struktur atau pengoranisasian karya seni, anatara lain :
4. 4. 1. Uns ur keutuhan atau kebersatuan (Unity). Dengan keutuhan yang dimaksud bahwa karya yang indah menunjukan keseluruhannya sesuatu yang utuh tidak ada cacatnya atau tidak ada yang kurang tidak ada yang berkelebihan. Semua bagian-bagian yang ada dalam garapan komposisi ini sambung- menyambung melalui yang telah tersusun dan saling mengisi antara bagian yang satu dengan bagian yang lain.. Keutuhan instrument yang satu dengan insrumen yang lainnya tercemin dari harmonisnya jalinanjalinan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika. Rasa keutuhan kemudian diperkuat dengan hadirnya tiga sifat yang memperkuat rasa keutuhan diantaranya : 1. Simetri Simetri menuntut sebuah karya yang memang menpuyai keutuhan, tidak cacat atau dengan kata lain setiap bagian maupun secara keseluruhan dari karya
56 seni ini terlihat atau dirasakan enak dan dapat membangkitkan rasa keseimbangan dan ketenangan kepada penikmatnya. Simetri dalam karya ini, mencoba ditransformasikan lewat keseimbangan garap musikal yang mempermudah si penikmat musik untuk mengetahui garap musikal yang dimaksud, sesuai dengan garapan musik prosesi melalui gamelan Babonangan. Dalam pola garap musikalnya, untuk mewujudkan kesimetrian tersebut penata mencoba mentranspormasi pola ketukan genap. 2. Ritme Dalam sebuah karya seni, ritme menunjukkan hadirnya sesuatu yang berulang-ulang secara teratur, seperti ada jarak yang sama atau jangka waktu yang sama. Begitu juga dalam garapan komposisi “Baladhika” ini, ritme sangat berperan sebagai ―bumbu‖ yang dapat menambah rasa dalam menikmatinya. Ritme dalam komposisi ini tidak saja dimainkan oleh satu instrumen, tetapi ritme juga timbul akibat ransangan yang diberikan oleh pola melodi yang dimainkan oleh intrumen reyong. Hal ini dilakukan untuk menjaga rasa keutuhan dari pola garapnya. Dalam komposisi musik “Baladhika” ini, ritme dimainkan oleh beberapa instrumen yang saling mendukung menjadi garapan komposisi yang seimbang dan menyatu menjadi ciri khas rasa musikal yang ditimbulkan. Kombinasi antara ritme dengan pola melodi diupayakan untuk mewujudkan rasa musikal baru dalam motif gending Baleganjur.
56 3. Harmoni Harmoni yang dimaksud adalah keselarasan antara bagian-bagian atau komponen-komponen
yang
tersusun
menjadi kesatuan.
Keharmonisan
memperkuat rasa keutuhan karena memberikan rasa tenang, nyaman, enak dan tidak mengganggu panca indera para penikmatnya. Harmoni timbul akibat adanya perpaduan atau bertemunya beberapa nada yang tidak sama atau istilahnya ngempyung yang bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam komposisi ini yang dapat memperkuat rasa keutuhan karya. Permainan dengan keanekaragaman motif yang terlalu banyak akan memperlemah kesatuan, dan ketiga sifat-sifat keindahan ini akan memperkuat kesatuan dan keutuhan sehingga menghasilkan kerumitan atau Complexity, yang dapat memberikan mutu estetik yang tinggi pada karya seni.
4. 4. 2. Uns ur penonjolan atau penekanan (Dominance). Dalam karya seni penonjolan
merupakan sesuatu
yang dapat
memberikan identitas dari barungannya. Begitu juga dalam komposisi ini, penekanan dan penonjolan instrumen dilakukan untuk menemukan balance (keseimbangan).
4. 4. 3. Uns ur keseimbangan (Balance). Mempertahankan keutuhan dalam perpaduan dapat menimbulkan rasa keseimbangan, dan karenannya keseimbangan garap musikal sangat perlu
56 diperhatikan. Dalam komposisi ini, penata mencoba menyeimbangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tata garap musikal, setting dan lain- lain. Oleh sebab itu keutuhan, sifat-sifat penonjolan dan keseimbangan merupakan aspekaspek yang mendasar yang menentukan nilai estetika. Sesuatu yang indah tidak saja timbul dari karya seni itu tetapi juga timbul dari ornamentasi dekoratif. Dalam komposisi “Baladhika”
ini, untuk
menunjang rasa estetis dan kesan yang ditimbulkan penata menggunakan ornamentasi yang mendukung suasana ritual seperti umbul-umbul dan tedung. Lighting sebagai unsur pencahayaan sangat menentukan keindahan garapan dalam suatu pertunjukan. Penataan laighting dalam karya “Baladhika” ditata sesuai dengan alur tema garapan Baladhika yang disajikan dalam bentuk gamelan baleganjur. Dilihat dari penggunaan lighting susunannya adalah sebagai berikut : Bagian
I.
Lampu
yang
digunakan
yaitu
cahaya
terang,untuk
menggambarkan suasana ketenangan. Bagian II. Lampu yang digunakan yaitu cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu pelan-pelan secara bergantian, yang dimana menggambarkan suasana ketegangan. Bagian III. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu yang cepat secara bergantian,untuk mendukung suasana sengit dalam peperangan.
56 Bagian IV. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup,akan tetapi setelah vokal menggunakan cahaya terang kembali yang disebut dengan cahaya general,untuk mendukung suasana semangat perang puputan. Hal tersebut dilakukan tidak lain hanya untuk memperindah dan memperkaya penyajiannya. Aspek estetik biasanya timbul dari kemampuan seseorang untuk menikamati sebuah karya seni yang disajikan. Dengan kata lain, bila karya seni yang dinikmatati mampu memuaskan dirinya sebagai penikamat seni, maka rasa estetika yang terbentuk dalam karya tersebut telah sampai pada si penikmat itu sendiri. Begitu juga sebaliknya.
4. 5. Analisa Simbol Sebagai bentuk karya seni, komposisi “Baladhika”
tidak saja
mengedepankan unsur- unsur musikal tetapi juga mengungkapkan nilai filosofis dan makna yang terkandung dalam sejarah perang puputan Badung. Empat unsur pokok yang terdapat dalam lontar Prakempa yakni Filsafat, Etika, Estetika dan Gegebug dapat ditransformasikan ke dalam karya “Baladhika” ini. 4. 5. 1. Notasi Sebagai Simbol Kebutuhan dan keinginan untuk melukiskan suara-suara dalam tulisan yang dapat dibaca, melahirkan sesuatu tertentu tentang tulisan tabuh atau gending yang disebut notasi dalam berbagai sistem nada dan tangga nada. Notasi adalah suatu sistem yang dipergunakan dalam menulis tabuh-tabuh (gending- gending), mengandung makna tertentu bagi masing- masing pemilikinya. Notasi merupakan pencatatan dengan simbol-simbol berupa hurup, anggka,
56 gambar, dan atribut lain. Boleh dikatakan bahwa notasi merupakan perwujudan dari lagu yang telah dituangkan ke dalam bentuk musik melalui alat musik. Dengan mempergunakan notasi, dapat mempercepat proses penuangan sebuah tabuh /gending kepada para penabuh, dan juga menjadi pegangan bagi penata sekaligus sebagai pedoman untuk melakukan suatu perubahan. Pepatutan Baleganjur lima nada yang menggunakan sistem notasi ding dong sebagai simbol, dapat dilihat sebagai berikut : Tanda 3 namanya ulu dibaca nada ding Tanda 4 namanya tedong dibaca nada dong Tanda 5 namanya taleng dibaca nada deng Tanda 6 namanya suku ilut dibaca nada ndaing Tanda 7 namanya suku dibaca nada dung Tanda 1 namanya surang dibaca nada dang Dalam komposisi ini ada beberapa proyeksi suara yang dihasilkan oleh beberapa instrumen dalam gamelan Baleganjur lima nada. Simbol yang digunakan dengan suara yang dihasilkan oleh instrument,baik yang menghasilkan nada maupun instrumen yang tidak bernada adalah sebagai berikut : Tanda istrumen Kempli
Tanda istrumen Kempul
Tanda istrumen Bebende
Tanda istrumen Gong
Tanda istrumen Kendang Wadon
Tanda istrumen Kendang Lanang
56 Tanda Ka (Kendang Wadon)
Tanda Pak (Kendang Lanang)
Tanda ulang (pengulangan)
Tanda pukulan mati
Tanda instrumen Cengceng Tek
T
Tanda Instrumen Cengceng Ceng
C
4. 6. Analisis Penyajian Tata penyajian atau penampilan, dapat dilihat dari sudut properti, busana dan setting. Properti digunakan untuk mendukung karakter suasana, sedangkan kelengkapan tata busana dirangakai tidak terlepas dari konsep garapan komposisi baleganjur “Baladhika” ini yang mengambil tema kepahlawanan. Perpaduan warna, dengan konsep pakaian modifikasi, akan tetapi tidak terlepas dari pakem serta tradisi pakaian baleganjur pada umumnya. Yang tujuannya untuk mendukung suasana garapan baleganjur menjadi sebuah garapan yang memiliki ciri khas serta terciptanya suasana yang heroik melalui baleganjur pelog lima nada. Posisi penabuh ditata secara dinamis dengan perubahan posisi untuk memberikan kesan dramatik sesuai dengan suasana Perang Puputan Badung yang digarap dalam komposisi Baladhika. Penampilan komposisi baleganjur Baladhika ini yang dipentaskan di gedung Natya Mandala ISI Denpasar dimana semua penabuh mengekspresikan karakter dan jiwa seorang prajurit bertempur di medan perang yang dipadukan
56 dengan gerak penabuh yang mencerminkan pasukan belanda dan prajurit badung. Dari segi busana penabuh mempergunakan udeng atau destar yang divariasikan, akan tetapi antara penata dan pendukung dibedakan dari segi bentuk pembuatannya. Disamping itu juga dilengkapi dengan properti seperti bambu runcing empat buah, obor empat buah, dan tedung dua buah.
4.7 Sistem Notasi Simbol notasi ini diambil dari Panganggening Aksara Bali, yaitu ulu ( 3 ), tedong ( 4 ),taleng ( 5 ), sukiu ilut ( 6 ), suku ( 7 ),dan carik ( 1
).
Selain penggunaan simbol- simbol di atas juga dilengkapi oleh tanda-tanda yang umum dipakai dalam pencatatan/penulisan karawitan Bali seperti : 1
Tanda titik (.) Satu titik di atas simbol nada maknanya nada tersebut dimainkan lebih tinggi satu oktap dari pada nada normal. Sebaliknya satu titik di bawah simbol nada maknanya nada tersebut dimainkan lebih rendah satu oktap dari nada normal.
2
Tanda ulang ||..............|| Tanda ini berupa dua garis vertikal diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.
3
Garis nilai −−− −─ Garis nilai ini berupa garis horizontal yang ditempatkan di atas simbol nada, yang menunjukan nilai nada tersebut dalam satu ketukan.
4
Tanda coret pada simbol nada (/)
56 Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam prakteknya nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya. 5
Tanda siku-siku (>) Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa nada- nada yang dibatasi oleh tanda ini , dalam prakteknya nada- nada tersebut dimainkan secara bersamaan. Demikianlah simbol-simbol yang dipergunakan dalam pendokumentasian
secara deskriptif komposisi karawitan ― Baladhika “ ini, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada transkrip garapan berikut ini : Bagian I Kebyar
: 33333 .142 13113.13 57.1 71 57
1754754. .175
7 5 1 7 5 4 7 5 4 . 134 5 3 5 3 . . 4.1 4 3 1 3 4 1 (3) Kendang
: p ∆ p. ∆
.p.∆
p ∆ p → 2x
C C CCC
.C,CCC
CC. C
5745
54 (3)
.∆ . ∆ ∆∆
∆ ∆∆ ∆
∆p. ∆
P ∆ p .3
453543314131
4313413143134134 13 45
7 4 5 7 4 5 7 .4
7 .4 5 7
.4 7 5
7545 45757535
56 3 5 3 5 1 . 1 7 5 7 .4 .1 1 3
.5 345
1 7 1 3 ( 3)
Motif Leluangan : ǁ 1313
1 41 7 1
3 .5 45 3 4 1 3
4 11 .1 1 .1 3 4
5 7 . 1 3 4 57
. 1 3 4 5 7 .1 1
. . 3 4 3 1 7 1 (3)ǁ
ǁ ...33 . 1 . 3 5 ...33 . 1 . 3 5 ....1 4 3 1 3 4 3 1 3 4...44 .3 .4 .5 7
....4
75457535
5 4 3 4 5 4 3 . 1 3 4 3 1 cc .c C T .53
4 5 7 cc
.c c T 7 1 7 5
7 1 ( 3)ǁ 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ..3 1 4 3 1.31
7 1 3 . 31 43 1
4 44 .4 .4 .4 44
.4.4 4 . 33 .1 .1
4 3 1 3 4 3 1 . 5 5 .5
Kebyar :
. 3 7 13
.5 55 .5
.5 55 .5
5 .1 .7 .1 3 71 ( 3 )
3 13 71
3 13 71
3 13 .4 .1 4 3 1
4 1 . 474
.1 4 1
. 4 7 4 . 1 43 1
..1 34 5. . 3 Cb .c .1
4 5 7 . .1 3 4 5 b4 5 4
57(1) ǁ ( . ) .+ ( . ) .+
(. )ǁ
5. 5 7
45747
56 Cc c cc
c c c c . c tttt t.c.—
−− .− .−
.− 44 .4
574575457
. 45 75 4. . . . . 33 .3 4 3 4 5 3 . 1 4 3 1 3 4 .T
T T T.
11.1
5 7 1 5 7 1 .5
. 7 44 .4
5745
7 4 7 5 4 . 5 . 1 1 3 .1 41315TT T
3453 . . (.)
C ck c
c ck cc . c ck c .cc .c
. c cc
.tt tt
.4 5 7
151515174747
t.c ck cc.. (.)
4571 Ponggang :ǁ 1 7 5 17
5.1 75 71.ǁ
Reong
.4 55
:
5 5 .3
.3 .4
5343543457453455 . 3 . 4 5 5 . 3 . 4 55
. 3 .4
5434534534571571 5 7 1.
.5 1 7
. 5 1 7 5 .. 1
5..4 571. 7 5 4 4 . .4 13
1 3 . .4 3 1 7 7 7 7 .43 1 1 1 1 . 31 . 71
371371345345
3 4 5 45
7 5 7 7 . 3 . 4 .5 7 .
. 3 4 5 7 .. 3 . 3 . 5 . 4 3 . . 3 54 3
4 5 7 . . 3 45 7 . .3 5 4
5434
56 33.3 .354 33333.457
Jagul
:
5 77 .4
. 5 .7
(1)
. p ᴧo..
p pp .p .ᴧo .ᴧ
oᴧ. .ᴧo
ᴧo ᴧᴧo
oᴧo ᴧ
ᴧo .ᴧoᴧ
oᴧ.k
p k pk
p o ᴧo ᴧ
. ᴧo .ᴧ.o
ᴧᴧo .ᴧ
. o ᴧᴧo
.ᴧ.o ᴧo
.ᴧᴧo .ᴧ
ᴧo .k po
ᴧo ᴧo
ᴧo ᴧo
.k pk pk
po ᴧo
ᴧo ᴧo
ᴧo .ᴧ
ᴧo .ᴧᴧo
. ᴧᴧo
ᴧo .. ᴧ
o ᴧ. k pᴧ
o ᴧo .ᴧ
ᴧo . ᴧoᴧ
okp ᴧ
o ᴧo . ᴧ
ᴧo . ᴧ
oᴧ. ᴧᴧo
ᴧ o ᴧo
ᴧpk . p
. k p → Dilanjutkan gilak samapai jatuhnya
.o ᴧo .ᴧ .ᴧ.o .ᴧ
ᴧo . ᴧ
pukulan gong. Reong
:
1 1 1 1 .. 1 7 5 1 5 7 .4 . 5 74
.5 .7 .4
5 7 1 1 1 1 . . 1 7 5 1 57
.4 .5.7 .4.5 74 5 7 1 75
1 5 1 7 51
7 75 1
7 51 7
7 5 1 51
Motif ceng-ceng : Cc .c c c c . c c c c c c c c c C . c ccc c c c c.1 5 . 5 1 5 . 5 1 5 . 5 1.. c c.5 175(4) Bagian II
.5 15
751
56 Kendang :ǁ
p ᴧo. ᴧ
. o . ᴧᴧo
. ᴧoᴧ( . )ǁ
Rebana :ǁ
. . . py
. . . py . py
. py .py .ddǁ
Kendang ;
o ᴧk pᴧ
kp ᴧk pᴧ
o ᴧ. k p ( . )
Rebana :
. . p y . py
. py . . . ( . )
Kendang Belek : ǁ DDDD
DDDD
DDDDǁ
DDDD
Gong Ketukan Ganjil : ( . ) . + ( . ) .+ ( . ) . ─ . + ( . ) . ─ + . + ─ ( . ) ..─.─++─(. ).+(.).. ─+ +
(.).+.+─+(. )+.
(.).+─ (.)+─+─(.)+
. . (.) (.) .+ (.) Aksen Rebana :
c c c .tc
.ccc.4
75457
.4 57 1
. (.) Py pypy
. py py py
. d . py pypy py
dd dd d
. c . tttt
. 4 75 4
.5 .3 . 4
5 7 4 5 7 (.)
Py py. py
py .. D d
. py pypy
py.d d
dd (d)
..4 5 7
t. D .t .D .D (.)
1 . (.)
Kendang Belek : . D DD . D
.D.D. D.D
(.)Dt t
tttD
tttt
t . py . py . py
py py d d
..457
..1751
5 7 . 4 .5
.7.4.5
1 (.) → 2x D 1111
56 74571
51751
7 75 1 7 5
1 7 5 (1)
.4 7 5 45
745717
545413
47457
.4 .7 .4 7 5 4 1 4
14141
3 4 55 . 3
.4 55 .3
.4 55 .3
131313
13 4 3 1
3 7 .1 3
.5 4 3 13
45 7 4 .5
.4 5 7
1 7 71 5 7
17 ... 4
75457
. 5 4 75
4 . 57 . 1
. 5 4 .. 4
.. 4..
5 7 .3 1
.4 54 5.4
4 3 .1 34 5
.5 .4 11
3 1 3 .4
43.17
1 717 . 1 3 1 7 15
57 1. 11
. 1 34 53
.3.5.4 3
7 71 75 .7
.1 3 4 53
45 7 .3 1
15 1. 17
45 34 57
.5 (4 )
Tempo Lambat : Kendang Belek :
Rebana
ǁ (D) DD D ( . ) D . ( . )
.D. (.). (.) . (.) ( D)
..(.).D
D..(.). D
D.(.) (.) D
(.). DD
(.)DDD
(.)D. (.)
.D.(.). (.)
. ( . ) (D)ǁ
. py py . . d
. py . . .d . py . .d ( d )
. py . d . py
. . d d . py
. d . d . py
YY Y XZ
X Z . X XX
XX. X.Y
X.X. Y
X.X. X
XX ZZ ZZ
UU .U U
UU X . X
.ZX. X. Z
PY PYPY
PY . d . py
pypy py
.ddddd
. py pypy
py. . . . . ( . )ǁ
:ǁ . . .d . d . py py .d.d.d (d)
Body Rythm :ǁ X ZZ Z
56 Bagian III Tempo cepat Vokal :
( . ) . . ha . . hi . . ha . . hi . . ha . . hi . . ha ha hi...
Sunggu ;
V. . . . . . . . . . . . . . .V . . . .. . . . . . . . . . . . .V. . . . . . . . . . . . . .
Kebyar :
4 57 1 ... .5
75 4 57 . 7 57 45
71 . 3 13
.3 13 413 41 33 34
55 53 44
45 77 74
51111
11 11 11
11 11 1
. 11 11 11 11 11
11 1 . 7
(1)
Perang Gong Bheri :
171.1
(.) G 1
23
1
G3
1
23G5
1
2345G7
1
23456789G
1
G3
1
2345G
1
23G5
1
2G4567G
1
G3
1
23G5
1
G345G
1 . .11
56 1 Reong :
G3
. . . . . 44
.4 5 45 .5 4 .5 7
5 17 57
.45 71
. . 3 41 3
Kendang belek :
Kendang :
DDDD
DDDD
.... ᴧo
. ᴧ. o ᴧp ᴧp. ᴧpᴧo . ᴧ. o ᴧp ᴧp .ᴧ
PDDD
D D 44 .4
5 45 75 4
. 5 7 . 3 41
75 7 .4 57
1 .. 4 4
.4 5 45 751
3.5
1
DDDD
DDDDD
.. PY
. PY . PY PY DD C ( . ) D D D. D .D
D D D .44
.5 5 45 75
4 .5 7 .4
75 4 . 5 1
75 7 . 4 57
1 bb b TT
T TT T bb
b bb .T .TT
. T . . TT T . T . T
T →2x
bb bb b bb
b. bb b .T
T b b .T T
bb bb b
bb . b . bb bb
b bb .b b
. T . T .b
.T . T . bb bb ( b)
Bagian IV Gong :
ǁ (.) . . + . . (.) . . + . . (. )ǁ
Vokal :
RE Ro Ra Re Re Re Re ........ǁ RE Re Ra Ro Re Re RE........ . Ro Ra Re RE Re Ro Ra Re RE Re Ro............................
. Ra Ro .Ra Re RE Re Re...................................................... Ro Ra Ro Re RE Re RE Re Ra . . . . Re Ro Re Ro Ra Re...ǁ Nada Vokal : 571 3 333.......ǁ 4517534.................. 71 34 5 71 34 5 7............. 57 543 17 .1 6.
56 7 . 16.17.16.17. 13 453.......... 71754 543 1........... 575713.........ǁ Puisi bersamaan dengan vokal : Sang
Sura Merih
Sura
Dira
Manunggalin
Darma
Suarga
Ring
Rana
Raksaka
Idep , Manunggalin Idep
Puputan................ Puputan.............. Puputan........!!!!!!!! Klimaks :
4 54 75
4 54 75
7 T. T.T
1 13 .1 .3 1 13 4
.3 11 34
1 34 53
45 7
1 34 53
45 7 . . .
1 34 53
45 7 T b T
.1 43 13
41 ( 3 )
4 57 1 1
3453 45
113 .1
56 Keterangan : b = Byong reong T = Teng reong d = Dung rebana PY = Pyak rebana D = Dug kendang belek T = Tek ceng-ceng D = Tek kendang belek X = Tepuk tangan Y = Hentakan tangan ke dada Z = Hentakan tengan ke paha U = Hentakan kaki ke lantai V = Suara sunggu improvisai G = Gong bheri
56
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan uraian pada bab tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : -
Komposisi karawitan “Baladhika” merupakan sebuah garapan yang dilatarbelakangi oleh sejarah perang puputan badung,dimana dalam garapan ini penata mencoba mengekspresikan jiwa dan semangat juang raja badung dan para prajuritnya, yang penata transformasikan ke dalam bentuk komposisi balaganjur inovatif yang berjudul ―Baladhika”
-
Dengan penataannya garapan ini menekankan kepada musik sebagai karawitan instrumental dengan pengembangan terhadap teknik permainan dengan unsur- unsur musikal seperti nada, melodi, rempo, harmoni, ritme, dinamika dan dimasukkan juga pola-pola body rythm tanpa merusak nilai- nilai artistik dari gamelan baleganjur tersebut.
-
Komposisi garapan ini terdiri dari empat bagian pokok yaitu bagian pertama, kedua, ketiga, dan bagian ke empat , dengan beberapa peralihan yang menghubungkan bagian demi bagian mempunyai karakter musikal tersendiri seperti apa yang telah diuraikan di atas.
56 5.2 Saran-saran -
Mewujudkan suatu karya seni merupakan suatu hal yang tidak mudah dan itu semua memerlukan kesiapan mental dan ide- ide yang matang.
-
Penentuan ide yang matang merupakan salah satu kunci utama untuk meraih suatu keberhasilan di dalam membuat suatu karya seni.
56
DAFTAR PUSTAKA Agung,Ida Anak Agung Gde. 1989. Bali Pada Abad XIX. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Aryasa, I WM. 1984. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali Bandem, I Made. 1988. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar . 1987. Ubit-Ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali. Denpasar : Ditjen Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD
Djelantik, A. A. M. 1987. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental Edisi ke-2. Denpasar : Proyek Pengembangan IKI Sub / Bagian Proyek Peningkatan/Pengembangan Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar Hawkins, Alma M.. 1990. Mencipta Lewat Tari (Creating Through Dance). Dialihbahaskan oleh Y. Sumandiyo Hadi. Yogyakarta : Institut Seni Indonesia Yogyakarta Mardiwarsito, L. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah http://www.badungkab.go.id - www.badungkab.go.id Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 04:15
Sumber Discografi CD Bala Bali Sebuah Tabuh Kreasi Baleganjur, karya I Wayan Gede Arnawa S.Sn, (CD koleksi pribadi Agus Ary Andhika). Sapta. Balaganjur Saih Pitu (tujuh nada). Karya I Gede Suestra. Diajukan dalam rangka Ujian Tugas Akhir tingkat sarjana S1, Institut Seni Indonesia Denpasar. VCD koleksi pribadi Agus Ary Andhika Modre Swara ( baleganjur semarandana ). Karya I Ketut Suandita S.Sn,Rekaman Bali Record, Denpasar.
56
DAFTAR NARASUMBER
Nama
: I Wayan Gede Arnawa SSn
Tempat/tanggal lahir : Pekerjaan
: PNS, komposer
Tanggal Wawancara : 17 Pebruari 2011 Tempat Wawancara : Br. Bindu desa Mekarbuana kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Materi Wawancara
: Cara-cara penggarapan musikal dan penggunaan motif gending terkait dengan konsep.