Bahan Diskusi PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA KHUSUSNYA DALAM PERIODE 2010-2014 SERTA YANG AKAN DIHADAPI PERIODE 2015-20191 Oleh Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, MS Prodi Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Hasanuddin
1. Pendahuluan Pertanian sangat penting dalam mendukung kehidupan manusia karena dia menyediakan pangan, serat, pakan untuk ternak, dan energi yang diperlukan. Tugas pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia mempengaruhi dan bergantung pada sistem penyangga kehidupan lain. Kecenderungan yang terjadi sekarang adalah konsumsi pangan yang semakin meningkat seiring dengan meningkatkanya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan menimbulkan tekanan yang lebih besar pada pertanian untuk dapat memenuhi kebutuhan tanpa mengorbankan integritas lingkungan baik secara lokal maupun global. Tantangan pertanian di masa depan adalah untuk menghasilkan cukup pangan dan serat bagi penduduk yang terus bertambah pada tingkat kerusakan atau biaya lingkungan yang dapat diterima (Robertson dan Swinton, 2005)i. Pertanian juga merupakan sektor yang memberikan lapangan kerja terbanyak di banyak negara berkembang dan merupakan sumber pendapatan utama dari penduduk miskin. Menurut data FAO, sekitar 2,6 milyar orang di dunia mengandalkan penghidupannya pada sistem pertanian (termasuk peternakan, kehutanan dan perikanan) (UNEP, 2011)ii. Pada tahun 2050, peduduk dunia diprakirakan akan bertambah 50% dari penduduk sekarang atau 9 miliar, dan permintaan akan biji-bijian akan meningkat menjadi dua kali lipat. Peningkatan permintaan biji-bijian ini berasal dari meningkatnya pendapatan per kapita menjadi 2,4 kali dan dari meningkatnya konsumsi daging yang hewannya diberi pakan biji-bijian. Peningkatan produksi pertanian juga diperlukan untuk mempertahankan stabilitas politik dan sosial global dan pemerataan. Melipatduakan produksi pertanian dari sekarang dan kemudian mempertahankannya merupakan sebuah tantangan yang besar. Melakukan hal ini tanpa merusak lingkungan merupakan tantangan lebih besar lagi (Tilman, et al, 2002)iii. Menurut Tilman (1999)iv, tiga ciri utama dari pertanian modern yang merupakan hasil dari revolusi hijau adalah penggunaan varietas unggul hasil persilangan atau rekayasa genetik, peningkatan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk kimia dan irigasi, dan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimia. 1 Disampaikan pada acara Focus Group Discussion Background Study Untuk Dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPPJMN) 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian, dilaksanakan di Makassar, Rabu, 27 Maret 2013 Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
Menurut publikasi IFPRI (2002), adopsi varietas unggul oleh petani terjadi dengan cepat. Sampai tahun 1970, sekitar 20% lahan gandum dan 30% lahan padi di negara berkembang telah ditanami varietas unggul. Pada tahun 1990, luasnya sudah mencapai 70% bagi kedua jenis tanaman tadi. Produksi padi dan gandum meningkat hampir dua kali. Produksi dan keuntungan yang tinggi telah membuat petani meningkatkan luas petanamannya dengan mengorbankan tanaman lain. Dengan menggunakan varietas yang cepat tumbuh dan ketersediaan air irigasi, petani menanam lebih banyak tanaman setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan produksi serealia di Asia meningkat dua kali lipat antara tahun 1970 dan 1995. Meskipun jumlah penduduk juga meningkat, ketersediaan serealia dan kalori per kapita meningkat hampir 30%, dan harga beras dan gandum menjadi lebih murah. Revolusi hijau telah meningkatkan pendapatan petani. Selanjutnya, dengan bertambahnya pendapatan, diperlukan lebih banyak input pertanian, penggilingan dan pemasaran, mendorong kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan di luar pertanian dan akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja secara umum. Pendapatan per kapita real hampir meningkat dua kali lipat antara tahun 1970 dan 1995, dan kemiskinan di Asia menurun sekitar 60% Asia pada tahun 1975 kemudian menjadi 30,3% pada tahun 1995. Jumlah absolut penduduk miskin turun dari 1,15 milyar pada tahun 1975 menjadi 825 juta pada tahun 1995 meskipun jumlah penduduk naik 60%. Di India, pesentase penduduk perdesaan miskin berfluktuasi antara 50% sampai 65% sebelum pertengahan tahun 1960-an, tetapi kemudian turun menjadi sekitar 30% pada tahun 1993 (IFPRI, 2002). Teknik revolusi hijau yang dijelaskan di atas, di Indonesia lebih diopersionalkan dalam istilah yang disebut “Panca Usaha” yang telah diterapkan sejak tahun 1970-an, terutama lebih fokus pada peningkatan produksi tanaman padi. Dalam konteks yang lebih luas, A.T. Mosher, sejak tahun 1965 telah menulis “buku suci” untuk membangun pertanian dengan menyebutkan 5 (lima) syarat pokok serta 5 (lima) faktor pelancar pembangunan pertanian. Lima syarat pokok pembangunan pertanian adalah: (1) pasar untuk hasil usahatani, (2) teknologi yang selalu berubah,(3) tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, (4) perangsang produksi bagi petani, dan (5) pengangkutan. Sedangkan lima faktor pelancar adalah: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan bersama oleh petani,(4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian (Mosher, 1985)v. Meskipun apa yang disampaikan oleh Mosher sudah terasa “kuno”, tapi menurut saya masih tetap relevan untuk dijadikan acuan meskipun teknis detilnya disesuaikan dengan kemajuan zaman. Dan pemerintah Indonesia telah melaksanakannya –khususnya untuk usahatani padi- sejak zaman Orde Baru (awal tahun 1970) sampai sekarang. Berbagai macam program pertanian telah di jalankan: panca usahatani, Bimas, Inmas, pembentukan Kelompok Tani, Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), menyediakan berbegai jenis kredit (Kredit Usahatani), dst. Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
Tak dapat dipungkiri, bahwa Pemerintah Indonesia telah mencapai berbagai keberhasilan dalam sektor pertanian. Selama periode 2005-2009 pembangunan pertanian juga terus mencatat berbagai keberhasilan. Salah satunya adalah Indonesia berhasil mencapai swasembada beras sejak tahun 2007, serta swasembada jagung dan gula konsumsi rumah tangga di tahun 2008. Mapannya produksi beras yang merupakan pangan utama dalam negeri sangat membantu menstabilkan harga pangan, sehingga Indonesia bisa terhindar dari krisis pangan yang melanda banyak negara pada periode yang sama tersebut. Krisis pangan lebih terasa pada saat terjadinya krisis keuangan global yang berdampak pada meningkatnya harga pangan internasional terutama di negara-negara produsen. Secara umum harga komoditas pangan dalam negeri lebih stabil jika dibandingkan dengan harga internasional. Di sisi lain, surplus produksi beras memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengekspor beras, yang sudah barang tentu akan meningkatkan pendapatan petani dan citra pertanian Indonesia (Renstra Kementrian Pertanian 20102014). Meskipun demikian, itu tidak berarti permasalahan dan tantangan yang dihadapi sektor pertanian tidak semakin berat di masa datang. Jumlah penduduk yang terus meningkat yang perlu disediakan pangannya, terbatasnya lahan dan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, pasar global, dan terjadinya perubahan iklim merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan menjadi tantangan pembangunan pertanian di masa depan khususnya pada periode 2015 -2019. 2. Strategi Pembangunan Pertanian Indonesia 2010 -2014 Dalam periode 2010 – 2014, Kementrian Pertanian membuat strategi “Tujuh Gema Revitalisasi” dalam pembangunan pertanian. Ketujuh gema revitalisasi itu adalah: (1) revitalisasi lahan, (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan, (3) revitalisasi infrastruktur dan sarana, (4) revitalisasi sumber daya manusia, (5) revitalisasi pembiayaan pertanian, (6) revitalisasi kelembagaan pertanian, dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir (sumber: Renstra Kementraian Peranian 2010-2014). Sebagai media dan salah satu faktor produksi usahatani, lahan (dan air) dianggap penting sehingga ketersediaannya secara kuantitatif dan kualitatif harus dipertahankan atau ditingkatkan. Ketersediaan lahan pertanian harus dipertahankan dalam jumlah tertentu dalam jangka panjang. Kesuburan tanah harus dipertahankan dan lahan marjinal diperbaiki kesuburannya. Untuk menjagai ketersediaan air yang diperlukan dan efisiensi penggunaan air, berbagai program yang akan dilaksanakanantara lain: memperbaiki saluran irigasi, membuat dam-dam kecil, mengatur jadwal tanam, mencari teknologi budidaya varietas tahan kekeringan dan hemat air. Perpaduan antara lahan yang subur dengan benih/bibit yang unggul akan memproduksi/melahirkan produksi yang unggul. Secara historis peran benih unggul telah dibuktikan pada saat keberhasilan dalam peningkatan produksi pada Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
era Revolusi Hijau ditahun 1960-an, dan keberhasilan swasembada beras dan jagung yang dicapai barubaru ini antara lain juga karena penggunaan benih unggul. Dengan demikian untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan yang berkelanjutan maka perangkat perbenihan/perbibitan harus kuat. Jalan usaha tani sangat penting meningkatkan efisiensi usaha tani terutama dalam hal pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Upaya untuk membuat jalan usaha tani dan jalan tingkat desa perlu terus dilakukan. Untuk hal ini koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah setempat sangat diperlukan terutama untuk membuka akses ke daerah sentra produksi pertanian. Untuk mengarah ke pertanian yang industrial, penggunaan alat dan mesin pertanian tidak dapat dihindari karena penggunaan alsin dapat meningkatkan efisiensi usaha pertanian. Penyuluh pertanian merupakan aparatur pertanian yang paling dekat tugasnya dengan petani. Namun demikian sejak otonomi keberadaan dan kelembagaan penyuluh menjadi lemah karena perhatian pemerintah daerah yang sangat beragam dan selain usia para penyuluh rata-rata sudah mendekati masa purna bakti. Sejak era otonomi daerah, perekrutan tenaga penyuluh tidak pernah dilakukan secara serius, akibatnya jumlah dan kualitasnya sangat menurun. Mengingat pentingnya tenaga penyuluh di lapangan serta kondisi keberadaannya maka pada masa 2005-2009 telah dilakukan perekrutan dalam bentuk Tenaga Harian Lepas (THL) karena keterbatasan untuk mendapat formasi pegawai negeri sipil. Kendala yang dialami petani utamanya petani menengah kebawah adalah akses terhadap permodalan. Hal ini disebabkan karena masalah klasik yaitu tidak adanya jaminan/agunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani terpaksa berhubungan dengan rentenir yang sudah barang tentu dengan bunga yang sangat mencekik. Untuk memperbaiki kendala ini maka upaya-upaya pemberian kredit yang mudah dan membangun koperasi pertanian yang selama ini dilakukan perlu diteruskan. Kegiatan pertanian secara alami melibatkan sumberdaya manusia (petani) yang cukup banyak, sarana produksi dan permodalan yang cukup besar. Selain itu juga sangat berhubungan erat dengan sumber inovasi teknologi dan informasi pasar mulai dari hulu sampai hilir. Dengan karakteristik seperti ini maka untuk mempermudah melakukan koordinasi sangat diperlukan kelembagaan petani. Melalui kelembagaan petani, mereka dengan mudah melakukan koordinasi diantara mereka dan antara kelompok. Demikian juga melalui kelompok mereka akan menjadi kuat untuk bisa mengakses pasar dan informasi.
Revitalisai teknologi dan industri hilir akan meliputi: Meningkatkan kegiatan penelitian khususnya dalam rangka penciptaan inovasi teknologi benih, bibit, pupuk, obat hewan dan tanaman, alsintan dan produk olahan serta pemanfaatan sumber daya lahan dan air; Mempercepat diseminasi hasil penelitian dengan mengoptimalkan kelembagaan pengkajhian, diklat, penyluhan, tenaga teknis pertanian dan kelembagaan pertanian;
Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di perdesaan secara efisiesn guna peningkatan nilai tambah dan daya saing di pasar dalam bnegeri dan internasional;
Meningkatkan pertanian;
Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tanahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir.
jaminan
pemasaran
dan
stabilitas
harga
komoditas
3. Masalah dan Tantangan Pertanian Indonesia Dari rencana program yang sudah dan akan dijalankan selama periode 2010 – 2014, terlihat bahwa program Kementrian Pertanian sudah mencakup hampir semua masalah dan tantang yang dihadapi selama ini dan yang akan datang. Artinya, rencananya sudah mencakup semuanya, tetapi yang menjadi soal adalah bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Berdasarkan publikasi dan literatur yang ada sampai saat ini, masih ada beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi pertanian Indonesia sampai saat ini. Dibawah ini disampaikan beberapa hal yang dianggap masih menjadi masalah pertanian di Indonesia. Bagi Indonesia, tantangan pelaksanaan pembangunan dirasakan akan lebih besar lagi karena kegiatan pertanian di Indonesia, terutama untuk bidang pangan, mayoritas dilakukan oleh petani kecil. Petani kecil mempunyai beberapa masalah berikut ini (IFAD, 2012)vi: Menurunnya produktivitas: peningkatan produksi yang terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an sebagai akibat dari revolusi hijau telah mengalami penurunan akibat dari penggunaan secara berlebihan dan tidak tepat dari pupuk dan pestisida, polusi air permukaan dan air tanah, salinasi dan pengurangan ketersediaan air tanah. Juga disebabkan olah semakin kecilnya ukuran lahan petani. Ketidakpastian penguasaan lahan. Ketidakpastian penguasaan lahan membuat mereka kesulitan untuk melakukan perencanaan jangka panjang, dan membuat mereka tidak berani melakukan teknik bertani berkelanjutan. Kurangnya infrastruktur. Petani kecil hanya memperoleh produksi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan kalaupun mempunyai kelebihan agak sukar untuk dijual. Mereka juga mengalami masalah kurangnya tempat penyimpanan dan transportasi untuk mencapai pasar. Kurangnya pelatihan dan pendidikan. Kurangnya akses terhadap bibit dan teknologi baru. Kurangnya bantuan kredit. Dalam tulisannya di situs setgab.go.id (http://setkab.go.id/artikel5746-.html), Kabid Ketahanan Pangan dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) menyebutkan ada lima permasalahan yang dihadapi pertanian di Indonesia. Masalah pertama penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
lahan pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk anorganik. Berdasarkan Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai 65,76 juta ton dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari nonwaduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk. Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian Masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi. Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan. Siswono Yudohusodo (Sumber: http://swa.co.id/entrepreneur/siswonoyudohusodo-buka-lahan-pertanian-baru-perluas-lahan-milik-petani) menyebutkan beberapa permasalahan pertanian di Indonesia sebagai berikut: Permasalahan pokok industri pertanian dan pangan Indonesia adalah peningkatan permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Selain itu, banyak permasalahan lahan pertanian yang dihadapi Indonesia. Pertama, banyak lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan nonpertanian. Contohnya, di seluruh Indonesia tidak kurang dari 100.000 ha lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi nonpertanian setiap tahunnya, baik untuk real estat, industrial estat, jalan tol, jalan, irigasi, dll. Dilemanya hal itu semua adalah apa yang Indonesia perlukan juga saat ini, dan ironisnya justru terjadi di daerah-daerah yang subur, seperti Karawang, Pasar Minggu, Depok, rata-rata hampir seluruh kota besar meluas karena pertambahan penduduk dan urbanisasi. Karena dulu kota-kota berada di tengah hamparan sawah yang luas, maka pengurangan lahan pertanian menjadi sangat besar. Masalah lainnya di bidang pertahanan ini, tanah usaha milik petani jumlahnya terus menurun. Dari data sensus pertanian terakhir di tahun 2003, rata-rata luas kepemilikan lahan petani 0,7 ha, sementara di tahun 1983 masih 0,89 ha. Di Jawa, di tahun 2003 rata-rata petani hanya memiliki 0,3 ha, di tahun 1983 masih 0,58 ha. Dengan lahan usaha yang semakin menyempit, penghasilan petani terus berkurang. Petani menyumbang 60% angka kemiskinan di Indonesia. Keadaannya berbanding terbalik dengan negaranegara di Eropa, AS, dan Brasil, yang setiap tahun lahan pertanian meluas, sehingga mekanisasi pertanian bisa dijadikan kebutuhan, seperti penggunaan traktor. Di Indonesia mekanisasi tidak optimal karena lahan pertanian terus menyusut. Akibat mekanisasi yang tidak berjalan optimal, biaya produksi relatif tinggi. Masalah sengketa lahan pertanian terjadi di semua tempat, terutama di Sumatra dan Jawa. Jumlah sengketa yang dapat diselesaikan lebih sedikit daripada jumlah sengketa baru yang muncul. Persoalan sengketa lahan yang menumpuk menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mengancam negara. Banyak negara yang mengalami pergolakan sosial dan berujung Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
revolusi karena persoalan tanah. Persoalan tanah menjadi lebih kompleks ketika banyak petani menjual tanahnya kepada pengusaha-pengusaha besar. Ketegangan sosial terjadi karena adanya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian di Indonesia. 4. Masalah dan Tantangan Utama Pertanian Dari penjelasan sebelumnya dapat diketahui begitu banyak masalah dan tantang yang dihadapi dalam membangun pertanian di Indonesia. Secara umum, kita dapat mengelompokan masalah itu menurut subsistem dari sistem agribisnis, yakni: (1) subsistem penyediaan sarana produksi, (2) subsistem produksi, (3) subsistem pemasaran, (4) subsistem pengolahan hasil, dan (5) subsistem penunjang seperti penyediaan teknologi produksi dan pengolahan hasil, penyediaan kredit, serta kelembagaan. Penulis ingin fokus kepada proses produksi yang umumnya dilakukan oleh petani kecil. Fokus akan ditujukan pada ketersediaan sumber daya alam yang dimilik petani, sumber daya manusia, dan ketersediaan modal dalam proses produksi. Dengan demikian, tantangan pembangunan pertanian di masa depan, khususnya untuk periode 2015 – 2019, adalah: a. Ketersediaan lahan baik secara kualitas maupun kuantitas. Seperti diketahui bahwa luas lahan pertanian terbatas, apalagi yang termasuk lahan subur. Hal ini diperparah dengan terjadinya alih fungsi lahan subur yang dekat kota menjadi lahan permukiman dan bisnis. Kesuburan lahan pertanian juga mengalami penurunan disebabkan oleh penggunaan teknologi produksi yang tidak tepat, yang berasal dari penggunaan pupuk anorganik semata-mata dan teknik oleh tanah yang kurang baik. Dengan demikian, usaha harus dilakukan lebih keras lagi dalam menjadai kuantitas dan kualitas lahan pertanian. b. Ketersediaan air terutama pada musim kering. Kita dianugerahi iklim yang relatif baik untuk kegiatan pertanian. Air melimpah di musim hujan, bahkan sering terjadi banjir. Tetapi ketersediaan air tidak merata sepanjang tahun, dan kita selalu mengalami kekurang air pada musim kemarau. Oleh karena itu, dari sisi ketersediaan air, usaha harus dilakukan untuk menjaga fluktuasi ketersediaan air sepanjang tahun. Di sisi tanaman, kita juga harus mulai berusaha untuk mengembangkan jenis dan varietas tanaman pangan yang lebih tahan air dan kekeringan. Memilih dan mengembangkan tanaman dengan kebutuhan air yang paling sedikit per kg karbohidrat yang dihasilkannya. Dari sisi konsumsi, kita juga harus mendidik konsumen agar melakukan diverisifikasi konsumsi karbohidrat, terutama dengan memilih karbohidrat yang sedikit memerlukan air. c. Peningkatan kualitas sumber daya petani. Petani dianggap masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga sukar untuk menerapkan teknologi baru dalam proses produksi dan pengolahan hasil atau pasacapanen, dan akibatnya produktivitas lahan menjadi rendah.
Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
Usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani menjadi hal yang penting dalam membangun pertanian. d. Ketersediaan modal. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa petani sangat lemah dalam hal modal. Usaha untuk memberikan bantuan modal dengan mudah dan ringan menjadi usaha yang harus terus dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pertanian. e. Jaminan harga dan pasar produk. Hal ini berkaitan dengan kegairahan petani untuk memproduksi sebuah komoditi, serta dalam rangka meningkatkan pendapatan dan nilai tukar petani. Tentu saja masih banyak masalah penting lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam rangka membangun pertanian Indonesia. Sebagai orang dengan keahlian Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya Alam, penulis lebih memfokuskan pada kelima tantangan yang telah disebutkan di atas. Demikian pemikiran penulis sebagai bahan diskusi dalam acara FGD Background Study Untuk Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian, yang diselenggarakan oleh Bappenas.
Permasalahan Pembangunan Pertanian Di Indonesia - Didi Rukmana
i Robertson, G.P. and S. M. Swinton. 2005. Reconciling agricultural productivity and environmental integrity: a grand challeng for agriculture. Front Ecol Environment,Vol 3, No. 1, hal: 38-46 ii UNEP. 2011. Towards a Green Economy: Parthways to Sustainable Development and Poversty Eradication. http:// www.unep.org/greeneconomy, diakses tgl 18 Juli 2012 iii Tilman, D., K.G.G. Cassman, P.A. Matson, R.Naylor and Stephen Polasky. 2002. Agricultural sustainability and intensive production practices. Nature. Vol. 418, hal: 671-677 iv Tilman, D. 1999. Global environmental impacts of agricultural expansion: the need for sustainable and efficient practices. Proceeding of the National Academy of Sciences. Vol.96 No.11, hal: 5995-6000 v Mosher, A.T. 1985. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Cetakan ke-10 CV. Yasaguna, Jakarta vi IFAD, 2012. Sustainable smallholder agriculture: feeding the world, protecting the planet. Proceeding of the Governing Council Events