BAHAN AJAR AKUNTANSI MANAJEMEN Cost Volume Profit Analysis, A Managerial Planning Tool. Tactical Decision Making Capital Investment Decision Inventory Management Quality Cost And Productivity Measurement, Reporting, and Control
Dr. Cornelius Rantelangi, SE., MM., Ak., CA., BKP [Type the document subtitle]
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2014
Cost Volume Profit Analysis A Managerial Planing Tool (HUBUNGAN BIAYA - VOLUME – LABA) TUJUAN MEMPELAJARI Setelah menyelesaikan bab ini anda akan mampu: 1. Menghitung break even dengan memakai pendekatan persamaan biasa, ratio contribution margin dan drafik. 2. Menghitung ratio contribution margin dan menggunakannya dalam perhitungan break even dalam rupiah dan unit. 3. Membuat grafik biaya = volume - laba. Menggunakan break even untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
A. PERENCANAAN LABA Tujuan utama dari suatu perusahaan ialah untuk memperoleh laba. Besarnya laba dipengaruhi oleh jumlah biaya dan hasil penjualan. Jumlah hasil penjualan dipengaruhi oleh kuantitas (volume) dan harga barang yang dijual. Karena harga dianggap tetap atau konstan maka ada hubungan antara biaya - volume terhadap laba. Karena tujuan utama perusahaan untuk memperoleh laba maka manajemen perusahaan mutlak membuat perencanaan laba baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Manajemen membuat perencanaan laba didasarkan atas analisa hubungan biaya volume dan laba. manajemen mengambil keputusan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan volume misalnya kuputusan mengenai jenis produk, pemanfaatkan kapasitas yang tersedia, strategi pemasaran harga jual dan sebagainya. Alat manajemen-untuk merencanakan laba adalah analisa break even dan analisa biaya - volume - laba..
B. PENGERTIAN BREAK EVEN Break even atau pulang pokok adalah satu keadaan dimana hasil penjualan sama dengan biaya atau suatu keadaan yang menunjukkan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dalam hal pulang pokok berarti hasil penjualan - biaya sama dengan nol atau hasil penjualan sama dengan biaya. Break even point atau titik pulang pokok adalah suatu titik yang menunjukkan bahwa jumlah biaya sama dengan hasil penjualan.
DASAR ANGGAPAN ANALISA PULANG POKOK DAN ANALISA BIAYAVOLUME-LABA Sewaktu menyusun perencanaan laba maka sudah ditetapkan suatu penaksiran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi analisa pulang pokok dan analisa biaya - volume - laba artinya sudah ditetapkan suatu anggapan. Adapun dasar anggapan itu adalah sebagai berikut: 1. Harga jual per unit tidak berubah (konstan) pada berbagai volume penjualan. 2. Semua biaya dapat digolongkan menjadi dua elemen yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 3. Harga dari sumber-sumber ekonomi yang dimasukkan (digunakan dalam proses produksi, pemasaran dan administrasi konstan). 4. Kapasitas produksi yang dimiliki tidak berubah. 5. Tingkat efisiensi dan produktivitas tidak berubah. 6. Apabila barang yang dijual lebih dari satu macam, komposisi volume penjualan tetap. C. PENDEKATAN BREAK EVEN Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam analisa break even, yaitu: Pendekatan persamaan biasa. Pendekatan persamaan biasa untuk menghitung break even adalah pendekatan yang sederhana dan mudah dikerjakan dengan pada rumus: Penjualan = Biaya Tetap + Biaya Variabel + Laba, karena penjualan berak even, laba = 0, maka: HASIL PENJUALAN BREAK EVEN
= BIAYA TETAP + BIAYA VARIABEL
Hasih Penjualan adalah volume (kuantitas) barang yang dijual dikali dengan harga jual per satuan. Contoh: PT. Sari Rasa memproduksi dan menjual tegel putih dengan harga jual per keping Rp 1.500,- Jumlah biaya tetap Rp 5.000.000 dan biaya variabel per keping Rp 1.000,- Berapa keping yang harus dijual supaya break even. Penyelesaian: Misalkan volume penjualan supaya break even = x 1500
= 5.000.000 + ( x 1000)
1500
= 5.000.000 + 1000
1500 - 1000
= 5.000.000 500
= 5.000.000
keping. Masukkan ke dalam rumus:
= 10.000 Penjualan break even (unit)
= 10.000 keping.
Hasil penjualan break even
= 10.000 x Rp 1.500 = Rp 15.000.000
Pembuktian : Hasil penjualan:
10.000 x Rp 1.500
Biaya: Tetap
= Rp 15.000.000 = Rp 5.000.000
Variabel: 10.000 x Rp 1.000
= Rp 10.000.000 = Rp 15.000.000
Laba =
= Rp
0
Bagaimana dengan pemakaian persamaan biasa untuk perencanaan laba dapat dijelaskan dengan pemberian contoh: PT. Taufan merencanakan laba pada periode enam bulan mendatang Rp 8.000.000,Data biaya sebagai berikut: Biaya variabel per kg
Rp 5.000,-
Jumlah biaya tetap
Rp 10.000.000,-
Harga jual per kg
Rp 8.000,-
Berapa hasil penjualan supaya laba yang direncanakan dapat tercapai.
Penyelesaian: Misalkan volume (kuantitas) penjualan supaya laba yang direncanakan dapat tercapai adalah
kg. Langkah selanjutnya masukkan ke dalam persamaan dengan rumus:
HASIL PENJUALAN = BIAYA TETAP + BIAYA VARIABEL + LABA YANG DIRENCANAKAN
Perhitungan: x 8.000 = 10.000.000 + ( x x 5.000) + 8.000.000 8.000
= 10.000.000 + 5.000x + 8.000.000
8.000 - 5000 3.000
= 18.000.000 = 18.000.000 = 6.000
Volume penjualan agar laba yang direncanakan dapat tercapai: 6000 kg. Hasil penjualan agar laba yang direncanakan dapat tercapai adalah sebesar Rp 30.000.000 (6.000 x Rp 5.000,-) Pembuktian: Hasil penjualan:
6.000 x Rp 8.000
Biaya Tetap Variabel:
= Rp 48.000.000 = Rp 10.000.000
6.000 x Rp 5.000
= Rp 30.000.000 = Rp 40.000.000
Laba
= Rp 8.000.000
Pendekatan contribution margin (marginal income) Break even dapat dihitung dengan pendekatan contribution margin (marginal income). Contribution margin adalah sumbangan laba yang digunakan untuk menutupi biaya tetap atau batas pendapatan yang akan digunakan untuk keperluan biaya tetap. Rumus: CONTRIBUTION MARGIN = PENJUALAN - BIAYA VARIABEL
Keadaan break even dalam rupiah: CONTRIBUTION MARGIN = BIAYA TETAP
atau PENJUALAN - BIAYA VARIABEL = BIAYA TETAP
atau
atau
atau
Keterangan : Biaya tetap
disingkat
BT
(total)
Biaya Variabel disingkat
BV
/ unit
P
/ unit
Penjualan
disingkat
Maka :
Keadaan BE dalam unit :
Cara lain menghitung B E dalam rupiah
Contribution margin ratio :
B E dalam unit
Untuk dapat memahami analisa break even ini diperlukan memberikan contoh dan penyelesaian. Manajemen PT. Kilat menginginkan berapa hasil dan volume penjualan yang harus dicapai agar dapat mencapai pulang pokok (break even). Data yang diberikan : Biaya variable per bungkus
Rp.
500,-
Jumlah biaya tetap
Rp.
21.000.000,-
Harga jual per bungkus
Rp.
1.250,-
Penjualan per kg
Rp.
1.250,-
Biaya variable per kg
Rp.
500,-
Perhitungan :
Contribution margin ratio = B E (Rp)
]
= = = = 21.000.000 x
BE BE
(Rp) (Bungkus)
= Rp. 35.000.000 = = 28.000 bungkus
Cara lain menghitung : BE
(Rp)
= = 21.000.000 x = Rp. 35.000.000
B E (bungkus)
= = 28.000 bungkus
Pembuktian Penjualan:
28.000 x Rp. 1.250
= Rp 35.000.000,-
Biaya variable :
28.000 x Rp.
= Rp 14.000.000,-
500
Contribution margin
= Rp 21.000.000,-
Jumlah biaya tetap
= Rp 21.000.000,-
Laba
= Rp
0,-
Analisa BE adalah alat bantu manajemen untuk perencanaan laba. Untuk itu perlu diberikan contoh. Manajemen PT. Kilat merencanakan laba Rp. 15.000.000. Data lain sama seperti contoh yang telah disajikan di atas.
Perhitungan Pakailah rumus ini : PENJUALAN =
Penjualan
= = =36.000.000 x = Rp 60.000.000
B E (bungkus)
= = 48.000 bungkus
Pembuktian: Penjualan:
48.000 x Rp 1.250
= Rp 60.000.000,-
Biaya Variabel :
48.000 x Rp
= Rp 24.000.000,-
500
Contribution margin
= Rp 36.000.000,-
Jumlah biaya tetap
= Rp 21.000.000,-
Laba yang direncanakan
= Rp 15.000.000,-
D. BREAK EVENT POINT Pada perusahaan yang menjual barang dengan harga jual relative tinggi dan persaingan sangat ketat maka analisa break even dalam unit sangat diperlukan. Contoh : PT. Timor memproduksi mobil sedan merk Timor. Harga jual per unit Rp. 35.000.000,-. Biaya variable per unit Rp. 20.000.000,-. Jumlah biaya per tahun Rp.75.000.000.000,Kapasitas normal per tahun 10.000 unit.
Penyelesaian Dengan table berikut dapat diketahui pad volume penjualan, berapa unit dapat diketahui break even per unit mobil sedan. 1000 (unit)
2000 (unit)
3000 (unit)
4000 (unit)
5000 (unit)
6000 (unit)
7000 (unit)
8000 (unit)
9000 (unit)
10.000 (unit)
per unit
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
Biaya Variabel per unit
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
75
37,5
25
18,75
15
12,5
10,71
9,38
8,32
7,5
(60)
(22,5)
(10)
(3,75)
0
2,5
4,29
5,62
6,37
7,5
Keterangan Penjualan
Biaya ter
Lab
per unit
per unit
Pada volume penjualan 5.000 unit maka tercapai break even per unit. Pembuktian: Penjualan:
5.000 x Rp 35.000.000
= Rp 175.000.000.000,-
Biaya veriabel:
5.000 x Rp 20.000.000
= Rp 100.000.000.000,-
Contribution margin
= Rp 75.000.000.000,-
Jumlah biaya tetap
= Rp 75.000.000.000,-
Laba
= Rp
0,-
Pendekatan dengan grafik Break even dapat dihitung dengan grafik. Caranya adalah sebagai berikut: 1. Tarik garis mendatar (horizontal) merupakan garis kuantitas (volume) penjualan. 2. Tarik garis tegak (vertikal) yang memotong garis horizontal pada titik 0 dan membentuk sudut 90 derajat. Garis ini merupakan garis biaya/hasil penjualan. 3. Tarik garis hasil penjualan yang persis ditengah sudut. 4. Tarik garis biaya tetap yang sejajar dengan garis mendatar. 5. Tarik garis jumlah biaya dari titik permulaan garis biaya tetap. Selisih jumlah biaya dikurangi biaya tetap adalah biaya variabel. Contoh: PT. Bali memproduksi dan menjual sepatu olahraga. Harga -jual per pasang Rp 3.000,Kapasitas produksi normal 6000 pasang. Jumlah biaya tetap Rp 3.000.000,- Biaya variabel per pasang Rp 2.000,Data tersebut digambarkan ke dalam grafik sebagai berikut:
Biaya/Penjualan (dalam Rp 000.000) P
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
TB
TB V
1
0
2
3
4
5
6 (dalam
ribuan pasang) Model lain dapat digambarkan sebagai berikut : Biaya/penjualan (dalam Rp 000.000) P
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
TB
BV
BEP
V
1
0
2
3
4
5
6
(dalam ribuan pasang)
Penjelasan: Apabila kapasitas normal dapat tercapai dan sepatu tersebut dapat semuanya terjual: Penjualan maksimum:
6.000 x Rp 3.000
= Rp 18.000.000
Biaya maksimum : Biaya Tetap
= Rp 3.000.000
Biaya Variabel: 6.000 x Rp 2.000
= Rp 12.000.000 = Rp 15.000.000
Laba maksimum
Rp 3.000.000
Pada grafik telah terlihat titik break even 3.000 pasang. Penjualan Rp 9.000.000 dan jumlah biaya Rp 9.000.000. Benarkah grafik itu?
Pembuktian: Penjualan Biaya:
3.000 x Rp 3.000 Tetap
Variabel:
= Rp 9.000.000 = Rp 3.000.000
3.000 x Rp 2.000
Laba
= Rp 6.000.000 =Rp 9.000.000 =Rp 0
E. PERUBAHAN PADA BREAK EVEN Di muka telah disebutkan dasar anggapan pada perhitungan break even. Namun kenyataan menunjukkan bahwa segala sesuatu itu tidak selamanya konstan (tetap) ada kalanya berubah. Perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi break even akan merubah break even dalam rupiah maupun dalam unit. Faktor-faktor perubahan itu adalah: Perubahan harga jual per unit. Faktor-faktor yang lain tetap, yang berubah hanyalah harga jual per unit. Perubahan ini dapat disebabkan karena persaingan, yang memaksa perusahaan menurunkan hargajual agar dapat mempertahankan volume penjualan.
Contoh: PT. Mekar Menyajikan data tahun 1995 sebagai berikut: Penjualan
per unit
Rp 5.000.000,-
Biaya variabel
per unit
Rp 3.000.000,-
Jumlah biaya tetap
Rp 400.000.000,-
Manajemen mengadakan survey dan berkesimpulan bahwatahun 1996 harga jual harus diturunkan dari Rp 5.000.000 menjadi Rp 4.000.000 per unit disebabkan para saingan yang mulai menUrunkan harga. Penurunan harga jual ini dilakukan agar dapat mempertahankan langganan atau volume penjualan (2.000 unit).
Penyelesaian: B E sebelum penurunan harga. = =Rp 1.000.000.000 = 200 unit B E setelah menurunkan harga = =Rp 1.600.000.000 = 400 unit
Dengan menurunkan harga jual ini maka break even dalam rupiah dan unit akan naik. Perubahan Komposisi barang yang dijual Perubahan ini terjadi karena perubahan selera konsumen PT. Citra Rasa memproduksi empat jenis produk. Data produk, volume dan harga penjualan, dan biaya tahun 1995.
Jenis Produk
Roti coklat Roti keju Roti manis Roti tawar
Volume Penjualan (Bungkus)
Harga Jual Per Bungkus (Rp)
Biaya Variaberl Per Bungkus (Rp)
4.000 6.000 3.000 2.000
3.000 2.500 1.500 1.000
1.500 1.250 1.000 500
Menurut pendapat bagian pemasaran akan terjadi perubahan selera konsumen dan berakibat terhadap komposisi penjualan tahun 1996 Komposisi penjualan yang diperkirakan adalah : Jenis Produk
Volume Penjualan (bungkus)
Roti coklat Roti keju Roti manis Roti tawar
4.000 6.000 3.000 2.000
Jumlah
15.000
Biaya variabel , harga jual per bungkus setiap jenis roti tidak berubah dan biaya tetap berjumlah Rp 10.000.000,- juga tidak berubah
Penyelesaian: Tahun 1995 Contribution
Volume
Jumlah Biaya
Penjualan
Variabel
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Roti coklat
12.000.000
6.000.000
6.000.000
50
Roti keju
15.000.000
7.500.000
7.500.000
50
Roti manis
4.500.000
3.000.000
1.500.000
33,3
Roti tawar
2.000.000
1.000.000
1.000.000
50
33.500.000
17.500.000
Jenis Produk
Jumlah
BE
Margin %
16.000.000 47,76
= = Rp 20.938.023,45
Tahun 1996
Jenis Produk
Roti coklat Roti keju Roti manis Roti tawar Jumlah
BE
Volume Penjualan (Rp)
Jumlah Biaya Variabel (Rp)
Contribution Margin (Rp)
%
9.000.000 5.000.000 6.000.000 6.000.000
4.500.000 2.500.000 4.000.000 3.000.000
4.500.000 2.500.000 2.000.000 3.000.000
50 50 33,3 50
26.000.000
14.000.000
12.000.000
46,15
= = Rp 21.668.472,37
Perubahan biaya tetap Dengan adanya perubahan biaya tetap akan mengakibatkan perubahan break even. Dapatdirumuskan sebagai berikut :
PERUBAHAN BREAK EVEN
=
Contoh : PT. Mawar menyajikan data sebagai berikut : Penjualan per ton
Rp
5.000.000,-
Biaya variabel per ton
Rp
4.000.000,-
Biaya tetap
Rp 100.000.000
Pada tahun yang akan dating biaya tetap akan bertambah menjadi Rp 120.000.000,Penyelesaian : Perubahan biaya tetap Rp 20.000.000,Contribution margin ratio = = Break even
= = Rp. 100.000.000,-
Pembuktian : B E sebelum kenaikan biaya tetap : =
= Rp 500.000.000,-
B E setelah kenaikan biaya tetap : =
=Rp 600.000.000,Rp 100.000.000,-
F. ANALISA BIAYA – VOLUME – LABA Setelah daripada analisa break even, manajemen dapat memakai analisa biayavolume-laba untuk merencanakan laba. Analisa biaya – volume – laba dengan menggunakan grafik. Langkah-langkah membuat grafik :
1. Tariklah garis mendatar dan pada garis itu tentukan volume penjualan mulai dari 0 sampai dengan kapasitas normal. 2. Tariklah garis tegak lurus yang memotong garis mendatar pada titik nol sehingga membentuk dua sudut masing-masing 90%. 3. Tentukan jumlah kerugian sebesar jumlah biaya tetap pada garis tegak lurus dari titik nol ke bawah. 4. Tentukan jumlah laba maksimal apabila semua barang terjual (kapasitas) normal pada garis tegak lurus dari titik nol ke atas. 5. Gambarkan segi empat dengan menghubungkan ujung-ujung garis. 6. Tariklah garis dari ujung kiri (titik maksimal kerugian) ke ujung sebelah kanan (laba maksimum) yang memotong garis datar (volume) sehingga dapat diketahui titik break even volume penjualan. Contoh : PT. Minahasa memiliki kapasitas normal 100.000 bungkus dengan jumlah biaya tetap : Rp 5.000.000,- Biaya variabel per bungkus Rp 125,- dan harga per bungkus Rp 200,7,5 7 6
Daerah laba
5 4 3 2 BEP
1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Volume (dalam (0000 bungkus)
-1 -2 Daerah rugi
-3 -4 -5
B E (bungkus) = B E (rupiah) =
=
40.000 bungkus
= Rp 8.000.000,-
Andaikan perusahaan mengingikan laba Rp 4.000.000,- berapa volume penjualan.
Perhitungan Volume penjualan = = 72.000 bungkus. Apabila perusahaan menjual 20.000 bungkus maka kerugian: = 20.000 x Rp 200 – (Rp 5.000.000 + 20. 000 x Rp 75) = Rp 4.000.000 – Rp 6.500.000 = Rp 2.500.000,G. PENGGUNAAN BREAK EVEN Analisa break even digunakan manajemen untuk perencanaan dan di terapakan sesuai dengan keperluan antara lain: Batas keamanan (margin of safety). Manajemen perusahaan sangat perlu mengetahui batas keamanan (margin of safety) dari penjualan. Dengan mengetahui margin of safety merupakan isyarat bagi manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka meningkatkan penjualan. Rumus:
RATIO BATAS =
%
KEAMANAN
karenaB E = Maka: BUDGET PENJUALAN – x 100%
RATIO BATAS KEAMANAN
=
Contoh: PT. berdikari membuat budget penjualan tahun 19xy sebesar 5.000 unit @ Rp 1.00.000,- Biaya tetap berjumlah Rp 120.000.000,- dan biaya variabel per unit Rp 40.00,Penyelesaian: Ratio batas keamanan (margin of safety ratio) 5.000 x 100.000= =
x 100% x 100%
= 60% Ratio batas keamanan 60% hal ini berarti paling tinggi 60% dari budget penjualan tidak tercapai atau realisasi penjualan paling rendah 40% dari budget penjualan sehingga tidak rugi dan tidak laba. Bukti: Realisasi penjualan: = (100% - 60%) (5.000) (Rp 100.000)
=Rp
200.000.000,-
Biaya variabel= 40% x 5.000 x Rp 40.000
=Rp
80.000.000,-
Contribution margin
=Rp
120.000.000,-
Biaya Tetap
=Rp
120.000.000,-
Laba
=Rp
0,-
Dengan demikian maka : B E (rupiah) =
(100% - RATIO BATAS) x BUDGET PENJUALAN ( KEAMANAN)
Apabila dalam contoh tersebut di atas realisasi ratio batas keamanan lebih besar dari 60% maka pasti perusahaan menderita rugi dan sebaliknya bila realisasi ratio batas keamanan
lebih kecil dari 60% misalnya 50% maka pasti perusahaan memperoleh laba. Hal ini dapat dibuktikan sendiri. Titik terendah menutup perusahan (shut down point). Dalam keadan perusahaan rugi, manajemen mempertimbangkan untuk menutup atau meneruskan perusahaan. Masalahnya adalah pada batas penjualan berapa titik terendah agar perusahaan ditutup. Untuk dondisi yang demikian maka di kemukakan rumus : SHUT DOWN POINT =
Maka untuk keperluan analisa, manajemen harus tahu benar mengenai data: harga jual per unit, biaya variabel per unit, jumlahnya biaya tetap yang terdiri dari biaya tetap tunai (out of pocket) dan biaya tetap tidak tunai (sunk cost) Contoh : Manajemen PT. Mawar mempertimbangkan apakah perusahaan di tutup atau diteruskan, karena perusahaan menderita kerugian perusahaan menyajikan data sebagai berikut Harga per unit
Rp
1.000.000,-
Biaya variabel per unit
Rp
800.000,-
Biaya tetap : - Tunai
Rp
20.000.000,-
Rp
40.000.000,-
-
Tidak tunai
Realisasi volume penjualan
Rp
120 unit
Perhitungan : Apakah perusahaan rugi dapat diadakan perhitungan sebagai berikut : Penjualan (120 x Rp 1.000.000) Biaya variabel
=Rp
(120 x Rp 800.000)
Contribution margin
120.000.000 =Rp
96.000.000 –
=Rp
24.000.000
Biaya tetap : -
Tunai
Rp 20.000.000
-
Tidak tunai
Rp 40.000.000
Rugi
Rp 60.0000.000 Rp 36.000.0000
Ditinjau dari perhitungan tersebutperusahaan sebaikanya ditutup. Akan tetapi ada kalahnya manajemen ada pertimbangan lain misalnya tanggung jawab terhadap karyawan dan prospek yang akan dating, maka dibuatlah perhitungan shut down point Perhitungan : Karena biaya yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya yang memerlukan uang tunai yaitu biaya variabel dan biaya tetap tunai, dengan demikian dapat dihitungkan. Shut down point = = 100 unit Maka batas ditutupnya perubahaan, minimal volume penjualan sebesar 100 unit. Karena volume penjualan (120 unit) masih lebih besar dari batras penutupan perusahaan maka perusahaan diteuskan walaupun menderita. Perluasan Pabrik Dengan mempertimbangkan kenaikan permintaan, manajemen mengadakan perluasan pabrik. Hal ini berarti menambah kapasitas yang menaikan biaya tetap. Dengan perluasan pabrik di targetkan pula untuk menambah laba. Contoh ; PT.ulin merencanakn perluasan pabrik berhubung jumlah permintaan produk yang dihasilkan semakin meningkat. Di sajikan data sebagai berikut : Penjualan per bulan
500 unit
Harga jual per unit
Rp. 500.000,-
Biaya variabel per unit
Rp. 300.000,-
Biaya tetap per bulan
Rp. 70.000.000,-
Dengan pelaksanaan perluasan pabrik akan terjadi : Kapasitas per bulan
800 unit
Tambahan biaya per bulan
Rp.30.000.000,-
Tambahan laba per bulan
Rp.10.000.000,-
Perhitungan : B E (rupiah) sebelum perluasan =
= Rp. 175.000.000,-
B E (rupiah) setelah perluasan = = Rp 275.000.000,Laba maksimum sebelum perluasan : Penjualan
500 x Rp 500.000
= Rp. 250.000.000,-
Biaya variabel 500 x Rp.300.000
= Rp. 150.000.00,-
Contribution margin
= Rp. 100.000.000,-
Biaya tetap
= Rp. 70.000.000,Laba
= Rp. 30.000.000,-
Laba maksimum sesudah perluasan : Penjualan
800 x Rp. 500.000
= Rp. 400.000.000,-
Biaya variabel 800 x Rp. 300.000
= Rp. 240.000.000,-
Contribution margin
= Rp. 160.000.000,-
Biaya tetap
= Rp. 100.000.000,Laba
= Rp. 60.000.000,-
Memilih produk yang paling menguntungkan. Manajemen perusahaan terdorong untuk mengambil keputusan memilih yang menguntungkan apabila permintaan akan produk yang dihasilkan lebih besar dari pada kapasitas produksi perusahaan dan perusahaan menghasilkan lebih dari satu macam produk dengan menggunakan fasilitas yang sama. Contoh : Manajemen PT. Sentosa terdorong untuk memilih salah satu produk yang dihasilkan, karena jumlah permintaan setiap jenis produk lebih besar daripada kapasitas yang ada Produk yang dihasilkan ialah tegel abu-abu dan paping blcck. Perusahaan menyajikan data sebagai berikut : Tegel Abu-Abu
Papink block
Kapasitas normal pe bulan
30.000 keping 15.000 keping
Biaya variabel per keping
Rp
400,-
Rp
600,-
Harga jual per keping
Rp
1.000,-
Rp
1.500,-
Biaya tetap per bulan Rp 9.000.000,-
Keterangan
Tegal Abu-abu
Paping Black
Penjualan per keeping
Rp
1.000 Rp
1.500
Biaya variabel per keeping
Rp
400 Rp
600
contribution margin
Rp
600 Rp
900
per keping
600
Biaya tetap per keeping
Rp
300 Rp
Laba per keeping
Rp
300 Rp
300
Contribution margin per bulan
Rp
18.000.000 Rp
13.500.000
Rp
15.000.000 Rp
15.000.000
B E (dalam rupiah)
= =
B E (dalam rupiah)
=
15.000 keping
10.000 keping
Dengan memperhatikan perhitungan tersebut di atas hendaknya berhati-hati mengambil keputusan. Petunjuk yang dipakai untuk memilih adalah produk yang menghasilkan total contribution margin yang paling besar yaitu tegel abu-abu. Jadi yang di pilih ialah memproduksi tegel abu-abu. Perencanaan laba setelah pajak penghasilan Pada halaman sebelumnya telah disajikan perencanaan laba, akan tetapi belum dimasukkan potongan pajak penghasilan. Maka dengan demikian diperlukan suatu rumus : Volume penjualan = Laba setelah Pajak Penghasilan = Laba Sebelum pajak penghasilan – pajak (%) Pajak Penghasilan = …..% x laba sebelum pajak penghasilan untuk memudahkan pembuatan rumus maka diperlukan simbol-simbol. Biaya tetap singkat BT , laba
sebelum pajak penghasilan disingka
dan laba sesudah pajak penghasilan disingkat
dan pajak penghasilan disingkat T, Penjualan per unit disingkat P dan Biaya Variabel disingkat BV, maka : =
–(
=
(1-%T)
%T)
= Volume penjualan =
VOLUME PENJUALAN
Contoh : PT. pembangunan merencanakan laba sesudah pajak penghasilan Rp 1.500.000 Data disajikan sebagai berikut : Penjualan Per unit
Rp
400.000,-
Biaya variabel per unit
Rp
300.000,-
Jumlah biaya tetap
Rp
8.000.000,-
Jumlah penghasilan
15%
Perhitungan :
Volume penjualan = = = 180 unit Pembuktian : Penjualan
180 x Rp 400.000
= Rp 72.000.000
Biaya Variabel 180 x Rp 300.000
= Rp 54.000.000
Tetap
= Rp
8.000.000
= Rp 62.000.000
Laba ………………
= Rp 10.000.000
Pajak penghasilan 15%x Rp 10.000.000
= Rp 1.500.000
Laba sesudah Pajak penghasilan
= Rp 8.500.000
RANGKUMAN Analisa break even dan analisa hubungan biaya – volume – laba merupakan alat manajemen untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Analisa break even dapat digunakan untuk perencanaan laba, pengambilan keputsan memilih salah satu produk yang lebih menguntungkan. Dalam analisa break even di gunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan persamaan biasa contribution margin dan pendekatan grafik. Break even dapat berubah karena perubahan harga jual per unit, perubahan komposisi barang yang di jual perubahan biaya tetap. Analisa biaya – volume – laba dapat di gunakan untuk menghitung break even dengan membuat grafik. Penggunaan break even lainnya adalah menghitung batas keamanan, shut down point, perluasan pabrik dan pemilihan produk dan perencanaan laba setelah di potong pajak penghasilan.
Tactical Decision Making (Pembuatan Keputusan Taktis) 1.
PENGERTIAN PEMBUATAN KEPUTUSAN TAKTIS Pembuatan keputusan taktus adalah pembuatan keputusan yang didasarkan pada
pemilihan diantra beberapa alternatif dengan pertimbangan waktu yang segera dan tinjuan yang terbatas. Pertimbangan ini cenderung bersifat jangka pendek. Sebagai contoh, suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk menghasilkan atau memproduksi suatu komponen, bukan membeli komponen tersebut dari pemasok luar. Tujuan jangka pendek pertimbangan tersebut adalah dalam rangka menurunkan biaya pembuatan produk. Keputusan taktis sering kali disebut tindakan bersekala kecil (small-scale actions) untuk tujuan yang lebih besar. Tujuan keseluruhan pembuatan keputusan strategis (strategic decision making) adalah memilih di antara beberapa alternatif strategi, sehingga keunggulan kompetitif perusahaan dalam jangka panjang akan dapat dicapai. Pembuatan keputusan taktis seharusnya mendukung tujuan keseluruhan tersebut, meskipun tujuan langsungnya adalah bersifat jangka pendek (misalnya menerima satu pesanan khusus untuk meningkatkan laba) atau berskala kecil (memproduksi sendiri daripada membeli komponen). Untuk menunjukkan contoh tentang perusahaan yang membuat keputusan taktis yang sesuai dengan tujuan strategisnya, misalkan suatu hotel sedang mengalami kesulitan karena harus menanggung beban biaya yang tinggi. A. Model Pembuatan Keputusan Taktis Enam langkah yang menggambarkan tentang proses pembuatan keputusan yang direkomendasi, yaitu: 1.
Mengidentifikasi masalah;
2.
Mengidentifikasi setiap alternatif sebagai solusi yang tepat atas masalah tersebut; mengeliminasi alternatif yang secara nyata tidak layak;
3.
Mengidentifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif yang layak, relevan, serta mengeliminasi yang tidak relevan dari pertimbangan;
4.
Menjumlahkan biaya dan manfaat yang relevan dari masing-masing alternatif;
5.
Menilai faktor-faktor kualitatif; dan
6.
Memilih alternatif yang memberi manfaat terbesar.
Keenam langkah tersebut menjelaskan mengenai model pembuatan keputusan yang sederhana. PERAGA 10.1 Model Pembuatan Keputusan Taktis Langkah 1
Mengidentifikasi masalah.
Kekurangan kapasitas gudang dan produksi
Langkah 2
Mengidentifikasi alternatif.
1. Membangun fasilitas baru. 2. Menyewa fasilitas lebih besar. 3. Menyewa fasilitas tambahan. 4. Menyewa gudang. 5. Membeli komponen dan mengosongkan gudang.
Langkah 3
Mengidentifikasi biaya dan
Alternatif 4:
manfaat yang berhubungan
Biaya produksi variabel= Rp345.000.000
dengan setiap alternatif.
Sewa gudang = Rp135.000.000 Alternatif 5: Harga beli komponen = Rp460.000.000
Langkah 4
Langkah 5
Membandingkan biaya dan
Alternatif 4 = Rp480.000.000
manfaat relevan untuk setiap
Alternatif 5 = Rp460.000.000
alternatif.
Biaya diferensial = Rp 20.000.000
Menilai faktor-faktor kualitatif.
1. Kualitas pemasok eksternal. 2. Reliabilitas pemasok eksternal. 3. Stabilitas harga. 4. Hubungan ketenagakerjaan dan citra perusahaan.
Langkah 6
Membuat keputusan.
Melanjutkan untuk memproduksi komponen secara internal dan menyewa gudang
Langkah I: Mengidentifikasi Masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang spesifik. Sebagai contoh, semua anggota tim manajemen mengakui adanya kebutuhan ruang tambahan untuk pergudangan, perkantoran, dan produksi.
Langkah 2: Mengidentifikasi Alternatif. Langkah kedua adalah membuat daftar dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan solusi yang tepat. Solusi sebagai berikut:
1.
Membangun fasilitas sendiri dengan kapasitas yang cukup untuk mengatasi kebutuhan saat ini dan yang dapat diperkirakan.
2.
Menyewa fasilitas yang lebih besar dan menyewakan fasilitas yang ada saat ini.
3.
Menyewa fasilitas tambahan yang mirip dengan fasilitas yang ada saat ini.
4.
Menyewa tambahan ruang yang akan dimanfaatkan sebagai gudang, sehingga dapat menyediakan ruang untuk perluasan produksi.
5.
Membeli komponen dari pihak eksternal serta memanfaatkan ruang yang tersedia (yang sebelumnya digunakan untuk memproduksi komponen tersebut).
Langkah 3: Mengidentifikasi Biaya dan Manfaat yang Berkaitan dengan Setiap Alternatif. Pada langkah ketiga dilakukan identifikasi terhadap biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif yang layak.
Bahan baku
Rp
130.000.000
Tenaga kerja langsung
150.000.000
Overhead variabel
65.000.000
Biaya produksi variabel total
Rp
345.000.000
Langkah 4: Membandingkan Biaya dan Manfaat yang Relevan untuk Setiap Alternatif yang Layak. Biaya diferensial adalah sebesar Rp20.000.000 (Rp480.000.000 - Rp460.000.000) untuk keunggulan alternatif 5. Langkah 5: Menilai Faktor-Faktor Kualitatit Pertimbangan terhadap aspek kuantitatif (biaya dan manfaat) yang berhubungan dengan berbagai alternatif tidak cukup untuk digunakan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan. Faktor-faktor kualitatif dapat secara signifikan memengaruhi keputusan manajer. Langkah 6: Membuat Keputusan. Segera setelah semua biaya dan manfaat yang relevan untuk setiap alternatif selesai dinilai dan faktor-faktor kualitatif dipertimbangkan, maka dapat segera dibuat keputusan.
B. Definisi Biaya Relevan Biaya relevan (relevant cost) merupakan biaya masa depan (future cost) yang berbeda di antara berbagai alternatif (differ across alternatives). Semua keputusan berhubungan dengan masa depan. Oleh karena itu, hanya biaya masa depan yang relevan dengan pembuatan
keputusan. Untuk menjadi relevan, suatu biaya tidak hanya harus merupakan biaya masa depan, tetapi juga harus berbeda di antara berbagai alternatif. Apabila biaya masa depan jumlahnya sama untuk berbagai alternatif, maka biaya tersebut tidak memiliki dampak terhadap pembuatan keputusan. Ilustrasi Biaya Relevan: contoh alternatif pembuatan keputusan untuk membuat-ataumembeli (make-or-buy alternatWes) yang terjadi pada PT Sejahtera. Diasumsikan bahwa biaya tenaga kerja langsung yang digunakan untuk memproduksi suatu komponen adalah Rp150.000.000 per tahun (berdasarkan volume normal). biaya tenaga kerja langsung adalah berbeda di antara kedua alternatif (Rp 150.000.000 untuk alternatif memproduksi dan Rp0 untuk alternatif membeli) Biaya tenaga kerja langsung terkini untuk aktivitas normal adalah sebesar Rp150.000.000. Biaya masa lalu ini digunakan sebagai dasar untuk membuat estimasi biaya tahun berikutnya. Ilustrasi Biaya Masa Lalu yang Tidak Relevan. PT Sejahtera menggunakan mesin untuk memproduksi suatu komponen. Mesin tersebut dibeli 5 tahun yang lalu dan telah didepresiasi dengan tarif sebesar Rp125.000.000 per tahun. contoh ini, diasumsikan bahwa nilai sisa mesin adalah nol. Karena Biaya tersebut akan selalu sama pada setiap alternatif dan oleh karena itu selalu tidak relevan. Dalam pemilihan di antara dua alternatif, biaya perolehan mesin yang digunakan untuk memproduksi komponen serta depresiasi yang terkait bukan merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Ilustrasi Biaya Masa Depan yang Tidak Relevan. Biaya sewa seluruh pabrik adalah sebesar Rp340.000.000, alokasi sebesar Rp12.000.000 dari biaya tersebut. Pembayaran sewa merupakan biaya masa depan karena sewa harus dibayar setiap tahun selama lima tahun ke depan Contoh ini menggambarkan tentang pentingnya mengidentifikasi alokasi biaya tetap bersama. Alokasi biaya tetap bersama dapat secara tepat diklasifikasi sebagai tidak relevan apabila setiap pilihan tidak memengaruhi besarnya biaya. Satu-satunya yang diperlukan hanya realokasi biaya tetap bersama tersebut kepada objek biaya atau segmen biaya yang lebih sedikit. Selanjutnya perlu dicermati tiga contoh biaya produksi komponen untuk mengetahui hal-hal yang relevan dalam membuat keputusan mempertahankan-ataumenghentikan (keep-or-drop decision) aktivitas produksi ang terjadi apabila produksi dilanjutkan, tetapi tidak akan terjadi apabila produksi dihentikan. Apabila manfaat masa depan berbeda di antara berbagai alternatif, maka manfaat tersebut merupakan manfaat yang relevan dan harus disertakan dalam analisis.
C. Etika dalam Pembuatan Keputusan Taktis Dalam pembuatan keputusan taktis, hal yang berhubungan dengan masalah etika dan kemungkinan adanya pengorbanan tujuan jangka panjang untuk kepentingan manfaat jangka pendek perlu mendapat perhatian ketika keputusan akan diimplementasikan. Biaya relevan berguna dalam pembuatan keputusan taktis-keputusan yang memiliki pertimbangan segera atau tujuan terbatas. Visi, misi, dan tujuan perusahaan harus selalu dikomunikasikan secara konsisten kepada seluruh anggota organisasi perusahaan. Pelanggan akan melihat inkonsistensi tersebut sebagai suatu bentuk pelanggaran etika. Dengan demikian, beberapa masalah etika dapat dihindari secara sederhana dengan menggunakan akal sehat dan tidak hanya memfokuskan semata-mata pada pertimbangan jangka pendek dan mengorbankan pertimbangan jangka panjang.
2.
RELEVANSI, PERILAKU BIAYA, DAN MODEL PENGGUNAAN SUMBER DAYA AKTIVITAS Bahwa perubahan dalam penawaran dan permintaan sumber daya aktivitas harus
dipertimbangkan ketika menilai suatu relevansi. Apabila perubahan permintaan dan penawaran sumber daya di antara alternatif mengakibatkan terjadinya perubahan pengeluaran atau belanja sumber daya, maka perubahan belanja sumber daya merupakan biaya relevan yang harus dipertimbangkan dalam menilai keunggulan relatif di antara kedua alternatif. Model penggunaan sumber daya aktivitas memiliki tiga kategori sumber daya: (1) sumber daya diperoleh karena digunakan dan diperlukan, (2) sumber daya diperoleh di muka sebelum digunakan (untuk satu periode atau jangka pendek), dan (3) sumber daya diperoleh di muka (untuk beberapa periode). Setiap kategori tersebut berguna untuk mengidentifikasi biaya relevan dan oleh karena itu memudahkan analisis biaya relevan.
A. Sumber Daya Diperoleh karena Digunakan dan Diperlukan Beberapa sumber daya dapat dengan mudah dibeli dalam jumlah seperlunya dan pada saat digunakan. Sebagai contoh, listrik yang digunakan untuk pemanas yang merebus buah dalam produksi selai merupakan sumber daya yang diperoleh karena digunakan dan dibutuhkan. Jenis pengeluaran atau belanja sumber daya ini biasanya disebut sebagai biaya variabel. Kuncinya adalah bahwa jumlah sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan sama dengan jumlah sumber daya yang ditawarkan. Model penggunaan sumber daya aktivitas memiliki tiga kategori sumber daya: (1) sumber daya diperoleh karena digunakan dan diperlukan, (2)
sumber daya diperoleh di muka sebelum digunakan (untuk satu periode atau jangka pendek), dan (3) sumber daya diperoleh di muka (untuk beberapa periode)
B. Sumber Daya Diperoleh di Muka-Satu Periode Sumber daya yang diperoleh sebelum penggunaan melalui kontrak biasanya diperoleh dalam jumlah kasar. Kategori ini sering kali menggambarkan pengeluaran atau belanja sumber daya yang berkaitan dengan penggajian organisasi dan tenaga kerja kontrak. Pengertian implisitnya adalah bahwa organisasi akan mempertahankan tingkat tenaga kerja meskipun mungkin terdapat penurunan sementara atas kuantitas dari aktivitas yang digunakan. Hal ini berarti bahwa suatu aktivitas memiliki kapasitas tidak terpakai. Perubahan pengeluaran atau belanja sumber daya dapat terjadi dalam dua cara: (1) permintaan sumber daya melebihi penawaran (meningkatkan belanja sumber daya), dan (2) permintaan sumber daya turun secara permanen dan penawaran melebihi permintaan sehingga kapasitas aktivitas berkurang (penurunan belanja sumber daya).
C. Sumber Daya Diperoleh di Muka-Multiperiode Sumber daya sering kali diperoleh di muka untuk kebutuhan produksi selama beberapa periode sebelum tingkat kebutuhan sumber daya diketahui. Contohnya, perusahaan menyewa atau membeli gedung. Pembelian kapasitas aktivitas multi periode sering kali dilakukan melalui pembayaran kas di muka. Dalam kasus ini, beban tahunan mungkin diakui, tetapi tidak ada belanja sumber daya tambahan yang diperlukan. Belanja sumber daya di muka merupakan biaya terbenam, dengan demikian tidak akan pemah menjadi biaya relevan. Belanja sumber daya periodik, seperti menyewa, pada dasarnya tidak tergantung pada penggunaan sumber daya. Bahkan apabila pengurangan permanen atas penggunaan aktivitas terjadi, akan sulit untuk mengurangi belanja sumber daya karna adanya berbagai komitmen kontraktual formal
PERAGA 10.2 Model pengunaan Sumber daya Aktivitas an penilaiaan Relavansi Hubungan permintaan dan Kategori Sumber Daya penawaran Diperoleh karena digunakan dan diperlukan Diperoleh dimuka (satu periodem atau jangka pendek)
Penawaran= permintaan 1. Permintaan berubah 2. Permintaan konstan Penawaran - permintaan = kapiasitas tidak terpakai
1. 2. 3.
Diperoleh dimuka (multiperiode)
Peningkatan permintaan < kapasitas tidak terpakai Peningkatan permintaan > kapasitass tidak terpakai Penurunan permintaan (permanen) a. Penurunan kapasitas aktivitas b. Tidak ada perubahan kapasitas aktivitas
1. 2.
Relavan Tidak relevan
1. 2.
Tidak relevan Relevan
a. b.
Relevan Tidak relevan
1. 2. 3.
Tidak relevan Relevan Keputusan modal
Penawaran - permintaan = kapasitas tidak terpakai 1. 2. 3.
3.
relavansi
Peningkatan permintaan < kapasitas tidak terpakai Penurunan permintaan (pemanen) Peningkatan permintaan > kapasitas tidak terpakai
APLIKASI BIAYA RELEVAN
Penentuan biaya relevan sangat bermanfaat dalam memecahkan berbagai jenis permasalahan. Secara tradisional, penerapan biaya relevan meliputi keputusan untuk membuat atau membeli suatu komponen. Keputusan Membuat atau Membeli Manajer seringkali diharapkan dengan keputusan apakah harus membuat atau membeli komponen-kmponen yang digunakan dalam suatu proses produksi. Manajemen seharusnya secara periodik perlu mengevaluasi keputusan masa lalu yang berkaitan dengan aktivitas produksi. Evaluasi secara periodik bukan merupakan satu-satunya sumber dalam pembuatan keputusan membuat atau membeli (make or-buy decision).
Permasalahan dan alternatif yang layak dipertimbangkan perlu diidentifikasi. Apabila kisaran waktu untuk pembuatan keputusan hanya satu periode, maka tidak perlu memperhatikan elemen biaya yang terjadi berulang secara periodik. Penentuan biaya relevan sangat berguna untuk membuat analisis jangka pendek. Secara sederhana perusahaan hanya perlu mengidentifikasi biaya- biaya yang relevan saja, kemudian menjumlahkan dan pada akhrinya menetapkan pilihan (dengan asumsi tidak ada maslah kualitatif) proses mengindentifikasi biaya. Keputusan Mempertahankan atau Menghentikan Seorang manajer seringkali harus membuat keputusan apakah suatu segmen, seperti produk, harus dipertahanakan atau dihentikan. Laporan segmen yang disusun atas dasar variabel costing menyediakan informasi yang berharga untuk membuat keputusan mempertahankan atau mengentikan Peningkatan profitabilitas lini produk melalui pengematan biaya juga tidak layak dilakukan. Mempertahnkan atau Menghentikan dengan Berbagai Dampak Komplementer Mempertahankan Atau Menghentikan Dengan Penggunaan Alternatif Fasilitas Para manajer sering kali tidak memiliki seluruh informasi yang diperlukan untik membuat keputusan terbaik. Manajer mendapat manfaat dari pengumpulan seluruh informasi yang tersedia sebelum membuat keputusan akhir. Manajer dapat mengambil manfaat dari input- input yang diberikan orang lain yang memahami masalah tersebut. Dengan melukan hal ini sejumlah informasi dan solusi yang layak dapat dikembangkan. Hasilnya adalah pembuatan keputusan yang lebih baik. Keputusan pesanan- khusus Dibeberapa negara yang telah memiliki undang-undang tetang diskriminasi harga mensyaratkan bahwa perusahaan harus menjual produk yang identik dengan harga sama kepada pelanggan yang berbeda dipasar yang sama. Keputusan pesanan memfokuskan pada pertanyaan apakah pesanan harga khusunya ketika perusahaan harus diterima atau ditolak. Pesanan seperti ini seringkali menarik, khususnya ketika perusahaan beroprasi dibawah kapasitass produksi maksimum.
Keptusan untuk Menjual atau Memproses Lebih Lanjut Produk bersama memiliki proses produksi dan biaya produksi yang sama sampai titik pisah tersebut, proses produksi dan biaya produksi sudah mulai dapat dibedakan. Produk bersama seringkali dijual pada titik pisah. Namun kadang kala akan lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk memproses lebih lanjut suatu produk bersama setelah titik pisah.
4.
KEPUTUSAN BAURAN PRODUK Banyak perusahaan memiliki keleluasaan dalam memilih bauran produk mereka karena
keputusan bauran produk dapat berdampak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. setiap alternatif bauran produk menghasilkan bauran tingkat laba yang berbeda. Seorang manajer harus memilih alternatif yang akan memaksimalkan laba total. Sumber Daya Dengan Satu Batasan Sumber Daya dengan Banyak Batasan Sumber Daya dengan satu batasan adalah tidak realistis. Semua organisasi akan mengahadapi berbagai batasan. Misalnya: keterbatasan bahan baku, keterbatasan input tenaga kerja, keterbatasan permintaan setiap produk, dan seterusnya. Solusi terhadap maslaah produk dengan banyak batasan jauh lebih rumit dan memerlukan penggunaan teknik matematika khusus yang dikenal sebagai pemograman linier (linier programming) Pemrograman linier adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari solusi optimal diantara berbagai solusi yang layak dipertimbangkan. Teori pemorgaman linier memungkinkan diabaikan berbagai solusi. Pada kenyataan, meskipun terdapat sejumlah solusi. Pada kenyataannya meskipun terdapat sejumlah solusi yang akan dieliminasi, akan tetapi pada akhirnya akan dihasilkan solusi tertentu paling tepat.
5.
PENETAPAN HARGA
Salah satu keputusan paling sulit yang dihadapi oleh perusahaan adalah menegenai penetapan harga. Bagian ini Bagian ini akan menjelaskan dampak biaya terhadap harga dan peran akuntan dalam pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan harga.
Penetapan Harga Berbasis Biaya Permintaan adalah salah satu sisi dari persamaan penetapan harga, sedangkan penawaran adalah sisi lainnya. Oleh karena pendapatan harus dapat menutup biaya perusahaan untuk menghasilkan laba, maka banyak perusahaan menetapkan biaya terlebih dulu dalam rangka menetapkan harga. Perusahaan menghitung biaya produl dan kemudian menambah dengan laba yang diinginkan. Pendekatan ini tdak berbelit-belit dan biasanya terdapat beberapa basis biaya atau dasar biaya (cost base) dan markup. Markup adalah presentase yang ditambahkan pada basis biaya. Markup tersebut termasuk diantaranya adalah laba yang diinginkan dan disetiap biaya yang tidak termasuk dalam basis biaya.
Markup harga pokok penjualan=
biaya penjualan dan biaya ad min istrasi h arg a pokok penjualan
Laba operasi
biaya tenaga ker ja langsung Biaya overhead biaya dan ad min istrasi laba operasi biaya bahan baku Markup bahan =
penjualan
Contoh: PT Revina Raya yang dimiliki dan dikelola oleh elvira merakit dan menyiapkan komputer sesuai spesifikasi yang diminta oleh pelanggan. Biaya komponen dan bahan baku langsung lainnya dengan mudah dapat ditelusuri. Biaya tenaga kerja langsung juga mudah ditelusuri kesetiap pekerjaan secara rata-rata, perakit menerima Rp 12.000 per jam dan perusahaan membayar tunjangan sekitar 25 persen dari upah tersebut. Pada tahun lalu, PT Revina Raya mengerjakan 650 pekerjaan yang rata-rata memerlukan 5 jam per pekerjaan. Biaya overhed yang terjadi atas utilitas, peralatan kecil, penataan ruangan, dan lain lain-lain mencapai jumlah Rp. 80.000.000. Laporan laba rugi PT Revina Raya untuk tahun lalu adalah sebagai berikut. Pendapatan Harga pokok penjualan: Bahan langsung Tenaga kerja langsung Overhead Laba kotor Biaya administrasi dan penjualan Laba operasi
Rp.856.500.000 Rp.585.000.000 48.750.000 80.000.000
Rp.713.000.000 Rp.142.750.000 25.000.000 Rp.117.750.000
Markup harga pokok penjualan= biaya penjualan dan biaya ad min istrasi h arg a pokok penjualan Rp 25.000.000 Rp117.750.000 = Rp.713.750.00
Laba operasi
= 0,20 Markup berdasarkan harga pokok penjualan adalah sebesar 20 persen. Perhitungan Biaya Target dan Penetapan Harga Perhitungan biaya target (target costing) adalah suatu metode penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) yang pelanggan bersedia membayarnya. Pada umumnya perusahaan menetapkan suatu harga produk baru sebagai penjumlahan dari biaya dan laba yang diinginkan. Logikanya adalah bahwa perusahaan harus menghasilkan pendapatan yang cukup untuk dapat menutup semua biaya dan menghasilkan laba. Menurut Peter Drucker, “Hal tersebut adalah benar, tetapi tidak relevan. Pelanggan tidak melihat hal tersebut sebagai pekerjaan mereka untuk menjamin pabrikan mendapat laba. Satu-satunya cara yang baik untuk menetapkan harga adalah dengan mengetahui berapa yang ingin dibayar oleh pasar. Contoh PT Ravina Raya di atas. Elvira menemukan bahwa perusahaan asuransi tidak akan mempertimbangkan setiap penawaran di atas Rp100.000.000. Sementara itu, penawaran berbasis biaya adalah sebesar Rp137.280.000. Bahan baku sebesar Rp100.000.000 dan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp9.000.000. Apabila Elvira mengurangi kapasitas hard-disk menjadi 1,5 GB dan menggunakan drive yang lebih lambat, maka ia dapat menghemat biaya sebesar Rp25.000.000. Dengan menggunakan monitor yang sedikit lebih mahal (kenaikan sebesar Rp20.000) yang tidak membutuhkan pemasangan screen-saver software akan dapat menghemat sebesar Rp30.000 per software komputer dan 15 menit jam tenaga kerja langsung (Rp15.000 per jam) untuk memasang software tersebut. Penurunan bersihnya adalah sebesar Rp13.750 [(Rp30.000 + Rp3.750) - Rp20.0001 untuk setiap 100 unit komputer. Sejauh ini, Elvira telah melakukan perhitungan biaya sebagai berikut. Bahan baku (Rp100.000.000 - Rp25.000.000) kerja langsung (100 x 5,75 jam x Rp15.000) utama
Rp.75.000.000 Tenaga 8.625.000 Total biaya Rp.83.625.000
Kemungkinan pembebanan overhead untuk pekerjaan ini akan mencapai Rp4.313.000 (50 persen dari biaya tenaga kerja langsung). Dengan demikian, biaya untuk pekerjaan ini akan menjadi Rp87.938.000 (Rp4.313.000 + Rp83.625.000). Hal ini belum semua biaya tercakup dan masih terdapat biaya administrasi dan laba yang diinginkan. Apabila diberlakukan markup standar sebesar 20 persen, maka penawaran tersebut akan menjadi Rp105.526.000.
Aspek Hukum Penetapan Harga Prinsip dasar yang melandasi sebagian besar peraturan tentang penetapan harga adalah bahwa persaingan merupakan hal yang baik dan harus selalu didorong. Penetapan Harga Predator. Praktik pengaturan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya dengan tujuan untuk merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan disebut penetapan harga predator (predatory pricing). Penting untuk diperhatikan bahwa penetapan harga di bawah biaya tidak selalu merupakan harga predator. Perusahaan sering kali menetapkan harga suatu barang di bawah biaya-misalnya harga khusus di toko-toko grosir. Harga predator dalam pasar internasional disebut dumping dan ini terjadi ketika perusahaan menjual produknya di negara lain dengan harga di bawah biaya. Hal yang terpenting, Undang-Undang Robinson-Patman memungkinkan diskriminasi harga pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu: (1) apabila kondisi persaingan memang menuntut demikian, dan (2) apabila biaya memungkinkan harga yang lebih rendah. Jelaslah bahwa kondisi kedua ini penting bagi para akuntan, karena harga lebih rendah yang ditawarkan kepada pelanggan harus dijustifikasi melalui penghematan biaya yang dapat diidentifikasi. Selain itu, besarnya diskon yang diberikan paling sedikit harus sama dengan jumlah biaya yang dihemat. Oleh karena biaya pengiriman kepada pelanggan yang jaraknya dekat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan biaya pengiriman kepada pelanggan yang jauh, maka pelanggan yang dekat membayar biaya kirim istimewa (phantom freight). Alokasi biaya mengakibatkan perhitungan biaya menjadi sulit. Menjustifikasikan diskon kuantitas. Dalam perhitungan biaya diferensial, perusahaan harus dapat membuat lclasifikasi pelanggan berdasarkan biaya rata-rata penjualan kepada pelanggan dan kemudian mengenakan seluruh pelanggan dalam setiap kelompok dengan suatu harga yang dapat dijustifikasi dengan biaya.
Keadilan dan Penetapan Harga Standar masyarakat mengenai keadilan memiliki dampak penting terhadap harga. Sebagai contoh, apakah toko-toko mainan harus menaikkan harga kereta luncur sehari setelah hujan salju yang lebat? Mereka dapat melakukannya, tetapi pada umumnya mereka tidak melakukannya. Para pelanggan percaya bahwa kenaikan harga pada saat seperti itu adalah tidak adil. Apakah keengganan toko-toko tersebut untuk menaikkan harga dalam situasi seperti ini karena rasa keadilan atau karena pertimbangan kepentingan jangka panjang, akibatnya adalah sama. Eksploitasi harga (price gouging) terjadi ketika perusahaan dengan kekuatan pasar menghargai produknya sangat tinggi. Mudah untuk melihat bahwa biaya sebagai justifikasi harga menjadi dasar bagi masyarakat untuk menilai mengenai standar keadilan. Etika dibangun di atas rasa keadilan. Jadi, perilaku yang tidak etis dalam penetapan harga adalah berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan keuntungan secara tidak adil dari pelanggan. Kenaikan harga yang berkaitan dengan biaya merupakan alasan terbaik terhadap perlawanan yang akan dilakukan oleh para pelanggan.
Daftar Istilah 1. 2.
3. 4. 5.
6.
7.
8.
Diskriminasi harga (price discrimination) adalah pengenaan harga yang berbeda-beda kepada beberapa pelanggan atas produk-produk yang pada dasarnya sama. Dumping adalah praktik pengaturan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya dengan tujuan untuk merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan. Dumping memiliki pengertian yang sama dengan predatory pricing, tetapi khusus terjadi di pasar internasional. Eksploitasi harga (price gouging) adalah penetapan harga produk yang sangat tinggi karena perusahaan memiliki kekuatan pasar. Batasan (constraints) adalah kondisi perusahaan ketika menghadapi keterbatasan sumber daya dan permintaan dalam suatu pemilihan bauran yang optimal. Batasan nonnegativitas (nonnegativity constraints) adalah kondisi perusahaan ketika menghadapi keterbatasan sumber daya dan permintaan dalam suatu pemilihan bauran yang optimal dan secara sederhana mencerminkan bahwa produk dalam jumlah negatif tidak mungkin diproduksi. Keputusan bauran produk (product mix decision) adalah keputusan yang berhubungan dengan pemilihan bauran produk dalam suatu suatu proses produksi bersama (joint production process) atau proses bersama (joint process) yang dapat berdampak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Keputusan membuat-atau-membeli (make-or-buy decisions) adalah pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk membuat atau membeli komponen-komponen yang digunakan dalam suatu proses produksi. Keputusan mempertahankan-atau-menghentikan (keep-or-drop decisions) adalah pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk
9.
10.
11. 12. 13. 14. 15.
16.
17.
18.
19.
20. 21.
22. 23. 24. 25.
26. 27.
mempertahankan atau menghentikan suatu segmen, seperti lini produk. Keputusan menjual atau memproses lebih lanjut (sell or process further decision) adalah pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk menjual atau memproses lebih lanjut produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi bersama (joint production process) atau proses bersama (joint process). Keputusan pesanan khusus (special-order decisions) adalah pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk menerima atau menolak suatu pesanan dari pelanggan dengan suatu harga khusus (di bawah harga normal). Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah biaya yang terjadi sebagai akibat atas hilangnya peluang pasar. Biaya relevan (relevant cost) adalah biaya masa depan (future cost) yang berbeda di antara berbagai alternatif (differ across alternatives). Biaya target (target costing) adalah suatu metode penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) yang pelanggan bersedia untuk membayarnya. Markup adalah persentase yang ditambahkan pada basis biaya pada proses penetapan harga (pricing). Pembuatan keputusan taktis (tactical decision making) adalah pembuatan keputusan yang didasarkan atas pemilihan di antara beberapa alternatif dengan pertimbangan waktu yang segera dan tinjauan yang terbatas. Pembuatan keputusan strategis (strategic decision making) adalah pembuatan keputusan untuk memilih di antara beberapa alternatif strategi, sehingga keunggulan kompetitif perusahaan dalam jangka panjang akan dapat dicapai. Pemrograman linear (linear programming) adalah suatu metode pendekatan algoritma yang digunakan untuk mencari solusi optimal di antara berbagai solusi yang layak dipertimbangkan. Penentuan biaya berdasarkan harga (price-driven costing) adalah metode penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan harga (price-driven). Dengan kata lain, price-driven costing memiliki pengertian yang sama dengan target costing. Penetapan harga predator (predatory pricing) adalah praktik pengaturan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya dengan tujuan untuk merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan. Phantom freight adalah biaya kirim istimewa yang terjadi karena produk dikirim kepada pelanggan yang jaraknya sangat dekat. Produk bersama (joint product) adalah beberapa jenis produk yang dihasilkan dalam suatu proses produksi bersama (joint production process) atau proses bersama (joint process). Seperangkat batasan (constraint set) adalah semua keterbatasan yang dihadapi perusahaan dalam usahanya untuk memilih bauran yang optimal. Seperangkat solusi yang layak (feasible set of solutions) adalah kumpulan semua solusi yang layak yang dimiliki perusahaan ketika perusahaan memilih bauran yang optimal. Solusi layak (feasible solution) adalah solusi yang dapat mengatasi keterbatasan yang terdapat dalam model pemrograman linear. Solusi optimal (optimal solution) adalah pilihan solusi terbaik di antara berbagai kemungkinan solusi yang tersedia bagi perusahaan karena dapat memaksimalkan perolehan margin kontribusi total. Tindakan berskala kecil (small-scale actions) adalah istilah lain untuk pembuatan keputusan taktis yang dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Titik pisah (split-off point) adalah tahapan dalam suatu proses proses produksi bersama (joint production process) atau proses bersama (joint process) pada saat beberapa produk dapat diidentifikasi secara jelas.
CAPITAL INVESTMENT DECISIONS (PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENANAMAN MODAL)
A. PENDAHULUAN Jenis pengambilan keputusan yang penting bagi manajemen, di samping penentuan harga jual, adalah pengambilan keputusan dalam penanaman modal (investment decision). Permasalahan yang dijumpai manajemen dalam pengambilan keputusan penanaman modal adalah menentukan usulan investasi dana atau penanaman modal yang dapat menghasilkan laba bagi perusahaan pada masa yang akan datang. Masalah penanaman modal erat kaitannya dengan masalah penyusutan anggaran modal (capital budgeting) karena anggaran modal disusun berdasarkan pada proyek-proyek penanaman modal yang diputuskan oleh manajemen untuk dilaksanakan. Pengambilan keputusan penanaman modal penting bagi manajemen, karena penanaman modal berkaitan dengan (1) keterikatan sumber dana perusahaan dalam jumlah relatif besar, (2) jangka waktu investasi relatif lama, (3) masa yang akan datang yang penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan manajemen dalam mengambil keputusan penanaman modal.
B. JENIS PENANAMAN MODAL Ditinjau dari tujuannya, penanaman modal dapat digolongkan menjadi: 1. Penanaman modal yang tidak menghasilkan laba. 2. Penanaman modal yang menghasilkan laba. Penanaman modal yang tidak menghasilkan laba pada umumnya dilakukan oleh perusahaan, karena peraturan pemerintah yang menghendaki demikian atau karena persyaratan kontrak yang telah disepakati. Penanaman modal tersebut harus dilakukan oleh perusahaan meskipun tidak menghasilkan laba bagi perusahaan. Misalnya karena peraturan pemerintah, perusahaan harus membuat sarana pengolahan air limbah agar tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan. Contoh lain untuk penanaman modal yang tidak menghasilkan laba, adalah adanya persyaratan kontrak agar perusahaan „real estate’ menyediakan fasilitas: jalan, tempat ibadah, taman dan yang lain di lokasi perumahan. Jenis penanaman modal yang demikian tidak perlu dibuat evaluasi mengenai perlu tidaknya investasi tersebut.
Penanaman modal yang menghasilkan laba dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (1) labanya sulit diukur, dan (2) labanya dapat diukur. Contoh jenis penanaman modal yang menghasilkan laba tetapi labanya sulit diukur antara lain: penanaman modal untuk riset dan pengembangan perusahaan, biaya pendidikan dan latihan karyawan, biaya promosi produk perusahaan. Sedangkan contoh penanaman modal yang labanya dapat diukur meliputi: penggantian atau pemilihan peralatan, membeli atau menyewa aktiva yang akan digunakan dalam usaha, dan penanaman modal dalam ekspansi (perluasan usaha). Pembahasan di dalam bab ini akan dititikberatkan pada jenis penanaman modal yang menghasilkan laba, khususnya yang labanya dapat diukur. Masalah pokok dalam pengambilan keputusan penanaman modal berkaitan dengan penentuan suatu usulan investasi atau beberapa alternatif usulan investasi untuk dilaksanakan. Sebelum mengambil keputusan, manajemen harus melakukan penilaian mengenai layak atau tidaknya investasi yang bersangkutan. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh manajemen utnuk menilai suatu investasi, antara lain dari aspek ekonomi yang berkaitan dengan pengeluaran (outlay)modal dan penerimaan (proceed) sebagai hasil dari modal yang diinvestasikan. Di sampint itu, karena penanaman modal berkaitan dengan penggunaan uang dalam jangka waktu relatif lama, manajemen harus pula mempertimbangkan nilai waktu uang (time value of money) dalam menilai investasi.
C. KONSEP NILAI SEKARANG Nilai waktu uang, seperti yang telah dikemukakan, merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penilaian investasi. Perusahaan akan lebih senang menerima sejumlah uang sekarang daripada menerimanya satu atau beberapa tahun kemudian. Alasannya, penerimaan sejumlah uang sekarang dapat segera diinvestasikan sehingga menghasilkan laba, daripada jika diterima satu atau beberapa tahun yang akan datang. Di samping itu, penerimaan uang sekarang sifatnya lebih pasti daripada dimasa yang akan datang yang penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, sejumlah uang pada waktu sekarang nilainya berbeda dengan pada waktu yang akan datang. Perbedaan tersebut disebabkan adanya nilai waktu dari uang. Pengeluaran uang pada waktu sekarang sebagai penanaman modal, diharapkan akan menghasilkan penerimaan uang pada waktu-waktu yang akan datang selama masa investasi, yang nilainya tentu saja berbeda karena adanya nilai waktu uang. Oleh karena itu, agar penilaian investasi dapat dilakukan dengan cermat, uang yang diterima selama masa investasi
tersebut harus dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value atau PV). Sehingga dalam hal ini, uang yang diterima selama masa investasi mempunyai dua macam nilai, yaitu nilai sekarang dan nilai yang akan datang. Nilai yang akan datang adalah yang yang diterima pada waktu yang akan datang selama masa investasi, yang dihitung berdasarkan nilai pada waktu uang tersebut diterima.
D. METODE PENILAIAN INVESTASI Penilaian investasi berkaitan dengan pengambilan keputusan manajemen mengenai layak tidaknya suatu usulan investasi untuk dilaksanakan. Metode yang dapat diguankan manajemen untuk menilai usulan investasi adalah sebagai berikut: 1. Payback 2. Average return on investment 3. Net present value 4. Discounted Payback Period 5. Internal rate of return 6. Modifiend internal rate of return 7. Profitability index 8. Economic value added
E. METODE PAYBACK Metode ini, sering pula disebut metode payout atau payoff, menghitung jangka waktu yang diperlukan untuk menutup modal yang diinvestasikan. Jangka waktu tersebut dihitung dengan cara membagi jumlah modal yang diinvestasikan dengan aliran kas yang diperoleh dari operasi per tahun (annual cash flow form operations). Aliran kas tersebut berupa penghematan tunai (cash savings) per tahun atau berupa laba tunai (laba bersih setelah pajak ditambah depresiasi) per tahun. Perhitungan periode payback dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Periode Payback = Contoh 1. Perusahaan mempertimbangkan untuk memebeli sebuah mesin A seharga Rp50.000.0000,00. Dari penggunaan mesin tersebut diperkirakan dapat menghasilkan laba tunai rata-rata per tahun sebesar Rp12.500.000,00. Berdasarkan data tersebut, perhitungan periode payback adalah sebagai berikut:
Periode Payback =
= 4tahun
Kriteria untuk meniliai layak dilaksanakan atau tidak pembelian mesin A, ditentukan dengan cara membandingkan antara periode payback hasil perhitungan tersebut di atas, dengan periode payback yang dikehendaki manajemen. Misalnya periode payback yang dikehendaki manajemen adalah 5 tahun, maka rencana pembelian mesin tersebut dapat dilaksanakan.
Contoh 2. Suatu usulan investasi senilai Rp100.000.000,00 diperkirakan dapat menghasilkan laba
tunai
selama
enam
tahun
berturut-turut
sebagai
berikut:
Rp25.000.000,00;
Rp25.000.000,00; Rp20.000.000; Rp20.000,00; Rp15.000.000,00 dan Rp10.000.000,00. Berdasarkan data tersebut perhitungan periode payback adalah sebagai berikut: Tahun
Laba Tunai
Investasi yang Ditutup
Periode Payback
1
Rp25.000.000,00
Rp25.000.000,00
1 tahun
2
25.000.000,00
25.000.000,00
1 tahun
3
20.000.000,00
20.000.000,00
1 tahun
4
20.000.000,00
20.000.000,00
1 tahun
5
15.000.000,00
10.000.000,00 (a)
8 bulan (b)
6
10.000.000,00 Rp100.000.000,00
4 tahun 8 bulan
(a) Rp100.000.000,00 – (Rp25.000.000,00 + Rp25.000.000,00 + Rp20.000.000,00 + Rp20.000.000,00) (b)
x 12 bulan Jika terdapat dua alternatif usulan investasi maka kriteria penilaiannya adalah usulan
investasi yang diterima adalah menghasilkan periode payback yang paling kecil. Artinya, meskipun kemungkinan usulan investasi yang ditolak mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada keuntungan yang dihasilkan oleh usulan investasi yang diterima, namun investasi yang ditolak tersebut memiliki peirode payback yang lebih lama daripada investasi yang diterima.
Contoh 3. Perusahaan akan mengambil keputusan terhadap dua rencana investasi yaitu membeli mesin A atau mesin B. Data mengenai kedua mesin tersebut adalah sebagai berikut: Mesin A
Mesin B
Harga perolehan
Rp50.000.000,00
Rp50.000.000,00
Taksiran umur ekonomis
10 tahun
20 tahun
Laba tunai per tahun
Rp12.500.000,00
Rp8.000.000,00
Periode payback yang dikehendaki manajemen maksimum 5 tahun. Perhitungan periode payback: Mesin A
= = 4 tahun
Mesin B
= = 6 tahun 2 bulan
Menurut kriteria yang ditetapkan, maka usulan membeli mesin A diterima. Sebenarnya jika dilihat dari jumlah laba tunai yang dihasilkan selama umur ekonomis, mesin B menghasilkan keuntungan lebih besar daripada mesin A. Akan tetapi perlu dikemukakan di sini bahwa metode ini tidak dimaksudkan untuk mengukur tingkat keuntungan. Kelebihan metode Payback 1.
Metode ini cukup sederhana dan mudah dimengerti.
2.
Untuk menilai suatu usulan investasi yang memerlukan modal dalam jumlah relatif besar, menurut metode ini dapat segera diketahui jangka waktu modal yang diinvestasikan dapat ditutup.
Kelemahan Metode Payback 1.
Tidak mempertimbangkan nilai waktu luang.
2.
Mengabaikan aliran kas yang diperoleh setelah periode payback, sehingga usulan investasi yang ditolak mungkin saja lebih menguntungkan daripada usulan investasi yang diterima.
F. METODE AVERAGE RETURN ON INVESTMENT Metode ini dinamakan pula dengan metode accounting rate of return, karena perhitungannya menggunakan laba akuntansi. Metode ini mengukur tingkat kemampuan laba (profitabilitas), yang diabaikan dalam metode payback. Rate of return on investment dihitung dengan menggunakan rumus sebagia berikut: Return on investmen = Laba bersih setelah pajak dalam hal ini adalah laba menurut akuntansi, yaitu laba tunai dikurangi depresiasi (Earning after tax atau EAT). Sedangkan modal yang diinvestasikan dapat berupa penanaman modal mula-mula atau berupa rata-rata modal yang diinvestasikan. Contoh 4. Perusahaan memepertimbangkan untuk menerima atua menolak usulan pembelian mesin. Harga perolehan mesin adalah Rp40.000.000,00 dan ditaksir mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun. Mesin tersebut dianggap tidak mempunyai nilai residu dan didepresiasi dengan menggunakan metode garis lurus. Dari penggunaan mesin tersebut ditaksir akan menghasilkan laba tunai rata-rata pertahun sebesar Rp14.000.000,00. Berdasarkan data tersebut di atas, rate of return on investment dapat dihitung sebagai berikut: Laba menurut akuntansi
= Rp14.000.000,00 – (
)
= Rp6.000.000,00 Return on investment (ROI) = = 15% Semakin besar rate of ROI tersebtu semakin baik, karena menujukkan semakin besarnya jumlah pengembalian modal yang diinvestasikan. Kriteria penilaiannya, adalah suatu usulan investasi dinilai layak, jika rate of return proyek lebih besar dari rate of return yang dikehendaki manajemen. Jika modal yang diinvestasikan dihitung berdasarkan investasi rata-rata, maka perhitungannya menggunakan cara sebagai berikut: Investasi rata-rata dihitung dan dari jumlah investasi mula-mula ditamban investasi pada akhir tahun berakhirnya umur ekonomis dibagi dua. Berdasarkan Contoh 4 tersebut rata-rata investasi adalah: = Rp20.000.000,00
Dengan demikian rate of return on investmennya adalah: = 30%
Kelebihan Metode Average Return on Investment 1.
Data yang digunakan dapat diambil dari laporan keuangan perusahaan yang sudah tersedia.
2.
Pendapatan selama masa investasi diperhitungkan.
Kelemahan Metode Average Return on Investment 1.
Tidak mempertimbangkan nilai waktu uang.
2.
Tidak dapat diterapkan untuk usulan investasi yang dilakukan secara bertahap.
G. METODE NET PRESENT VALUE (NPV) Berbeda dengan dua metode terdahulu, metode net present value mempertimbangkan nilai waktu uang. Seperti telah disebutkan di muka, konsep nilai sekarang merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam penilaian investasi. Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows)pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metodei ini adalah dengan cara membandingkan nilai sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas (cash outflows) selama investasi modal berlangsung. Kriteria penilainnya adalah: suatu usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai sekarang cash outflows-nya. Denagn demikian, suatu usulan investasi dinilai layak untuk dilaksanakan, jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif. Nilai sekarang dari cash inflows maupun cash outflows dihitung dengan menggunakan rumus sebagai beriktu: Nilai sekarang = C x C
= Aliran kas (cash flows) masuk atau aliran kas keluar
i
= tingkat harga
n
= jangka waktu.
Di samping menggunakan rumus perhitungan tersebut di atas, nilai sekarang dapat pula dihitung dengan menggunakan tabel nilai sekarang (lihat Lampiran 1.1 dan Lampiran
1.2). Aliran kas yang akan dihitung berdasarkan nilai sekarang, dikalikan dengan faktor yang terdapat pada tabel nilai sekarang.
Tabel nilai sekarang dari Rp1,00 (Lampiran 1.2), digunakan untuk mencari faktor nilai sekarang dari aliran kas yang diterima atau dibayarkan pada satu tahun atau selama beberapa tahun yang jumlahnya berbeda.
Faktor nilai sekarang dicari berdasarkan tingkat bunga tertentu pada kolom horisontal dan tahun tertentu pada kolom vertikal tabel nilai sekarang. Faktor nilai sekarang tersebut selanjutnya dikalikan dengan jumlah kas yang diterima atau dibayarkan pada tahun tertentu atau selama beberapa tahun.
Seiring perkembangan teknologi informasi, menghitung faktor nilai sekarang dapat juga menggunakan kalkulator atau beberapa program komputer, seperti MS Excel 2007 atau MS Excel 2003. Bab ini akan mengedepankan perhitungan melalui bantuan program komputer MS Excel 2007 atau MS Excel 2003. Kelebihan menggunakan MS Excel adalah dapat mencari NPV dengan lebih cepat dan akurat, yaitu tidak perlu lagi menghitung nilai sekarang terlebih dahulu, namun langsung menuliskan rumus mencari NPV dalam MS Excel serta terhindar dari pembulatan yang terlalu besar. Rumus untuk mencari NPV pada program MS Excel adalah sebagai berikut:
Ketik fungsi NPV dengan perintah; “=NPV (discount_rate, value1, value2, … value_n)”
Keterangan: discount_rate : tingkat diskonto untuk periode tersebut. value_n : pembayaran masa depan dan pendapatan investasi (yaitu: arus kas) atau laba tunai
Atau, apabila tetap menghendaki untuk mencari nilai sekarang, maka dapat juag dicari dengan menggunakan program MS Excel. Rumus untuk fungsi nilai sekarnag dalam program MS Excel dapat diketik sebagai berikut:
Ketik fungsi NPV dengan perintah; “=PV(interest_rate, number_payments, payment)”
Keterangan: interest_rate : suku bunga untuk investasi. number_payments : berapa kali laba tunai yang akan diperoleh (misal, tahun, bulan, minggu, dan lain-lain). payment : jumlah laba tunai yang diperoleh setiap periode.
Contoh 5. Perusahaan mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya untuk membeli mesin seharga Rp5.000.000,00. Mesin tersebut ditaksir mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun, tanpa nilai residu dan didepresiasi dengan metode garis lurus. Selama penggunaan mesin tersebut, diperkirakan perusahaan akan memperoleh laba bersih sebelum pajak, berturut-turut
sebagai
berikut
:
Rp2.000.000,00;
Rp3.000.000;
Rp2.500.000,00;
Rp1.500.000;
Rp1.000.000,00. Jika pajak penghasilan sebesar 40% dan tingkat bunga 20% per tahun, maka perhitungan NPV dari rencana investasi tersebut adalah sebagai berikut:
Ketik: = NPV(20%,
,3800000,2500000,1900000,1600000)
Dihasilkan nilai NPV sebesar 7478266,46 atau jika dibulatkan menjadi sebesar Rp7.478.266, 46. diperoleh dari kolom “Laba Tunai” dari tabel di bawah.
Tahun
Laba Bersih
Laba bersih
Sebelum Pajak
Setelah Pajak
Nilai Sekarang Laba Tunai
Kas Masuk Bersih
1
Rp2.000.000,00
Rp 800.000,00
Rp1.200.000,00
Rp1.000.000,00
Rp2.200.000,00
2
3.000.000,00
1.200.000,00
2.800.000,00
1.000.000,00
3.800.000,00
3
2.500.000,00
1.000.000,00
1.500.000,00
1.000.000,00
2.500.000,00
1.446.759,26
4
1.500.000,00
600.000,00
900.000,00
1.000.000,00
1.900.000,00
916.280,86
5
1.000.000,00
400.000,00
600.000,00
1.000.000,00
1.600.000,00
643.004,12
Jumlah nilai sekarang kas masuk bersih
Rp7.478.266,46
____________ 1) 40% x Laba bersih sebelum pajak 2) (Rp5.000.000,00 – 0) : 5 3) Nilai tahun ke-1 diperoleh dari fungsi PV: “=PV(20%,1,2200000)” 4) Nilai tahun ke-n diperoleh dari rumus : “=PV(20%,n=1, Laba Tunai)-PV(20%,n-(n-1),Laba Tunai)”
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai sekarang dari kas masuk bersIh berjumlah Rp7.476.266,46. Nilai tersebut sama dengan hasil perhitungan NPV di atas. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah nilai sekarang dari investasi sebesar RP5.000.000,00. Dengan demikian rencana investasi tersebut dapat diterima, karen amempunyai nilai sekarang bersih (net present value) sebesar Rp2.478.266,46 (Rp7.476.266,46 – Rp5.000.000.000,00).
Contoh 6. Jika laba tunai setiap tahun jumlahnya sama, misalnya sebesar Rp2.400.000,00 maka perhitungan nilai sekarang dari rencana investasi tersebut dalam Contoh 7.5 adalah sebagai berikut: Nilai sekarang kas masuk bersih “=PV(20%,5,2400000)”
= Rp7.177.469,14
Nilai sekarang dari investasi modal
=
Nilai sekarang bersih
5.000.000,00
= Rp2.177. 469.14
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, maka rencana investasi tersebut dapat diterima.
Contoh 7. Perusahaan merencanakan akan mengganti mesin yang telah dipakai selama 1 tahun dengan meisn yang baru. Berikut ini adalah data yang berkaitan dengan mesin lama dan mesin baru:
Mesin lama
Mesin Baru
Harga perolehan
Rp4.625.000,00
Rp6.000.000,00
Taksiran umur ekonomis
5 tahun
5 tahun
Taksiran nilai residu Biaya operasi tunai per tahun Metode penyusutan
.
.
625.000,00
1.000.000,00
19.000.000,00
15.000.000,00
Garis lurus
Garis lurus
Mesin lama jika dijual sekarang diperkirakan laku Rp2.625.000.,00. Pajak penghasilan per tahun sebesar 40%, dan rate of return setelah pajak dikehendaki sebesar 20%. Untuk menilai apakah rencana investasi penggantian mesin lama dengan mesin yang baru tersebut dapat diterima, berikut ini adalah perhitungan nilai sekarang dari pemilihan alternatif tetap menggunakan mesin lama atau menggantinya dengan mesin yang baru (Tabel 1).
Berdasarkan hasil perhitungan dalam Tabel 1 tersebut, perusahaan lebih menguntungkan mengganti mesin lama dengan mesin yang baru daripada tetap menggunakan mesin yang lama. Sebagai tambahan penjelasan untuk perhitungan dalam Tabel 1 bahwa: 1.
Aliran kas masuk maupun kas keluar yang dihitung berdasarkan nilai sekarang tersebut adalah aliran kas setelah diperhitungkan adanya penghematan atau tambahan pajak penghasilan.
Penghematan atau tambahan pajak penghasilan. Penghematan pajak diperhitungkan untuk aliran kas keluar, sedangkan tambahan pajak diperhitungkan untuk aliran kas masuk. 2.
Perhitungan depresiasi per tahun adalah sebagai berikut: -
Mesin lama
= = Rp800.000,00
-
Mesin baru
= = 1.000.000,00
3.
Faktor nilai sekarang untuk aliran kas biaya operasi tunai per tahun dan depresiasi per tahun dengan tingkat bunga 20% selama: 4 tahun untuk mesin lama dan 5 tahun untuk mesin baru.
4.
Perhitungan rugi penjualan mesin lama adalah sebagai berikut: -
Hasil penjualan
-
Nilai buku:
Rp2.625.000,00
Rp4.625.000,00 – (1 x Rp800.000,00)
3.825.000,00
Rugi penjualan
Rp1.200.000,00
Faktor nilai sekarang untuk aliran kas nilai residu dengan tingkat bunga 20% pada tahun: ke-4 untuk mesin lama dan ke-5 untuk mesin baru. Tabel 1 Perhitugnan Nilai Sekarang Rencana Penggantian Mesin Rumus Menghitung PV
Jummlah Nilai Sekarang
Alternatif I: Tetap menggunakan mesin lama 1. Biaya operasi tunai per tahun:
(Rp19.000.000,00)
- Pengeluaran biaya tunai
7.600.000,00
- Penghematan pajak (40%) Rp11. 400.000,00 2. Penghematan
pajak
=PV(20%,4,11400000)
(Rp29.511.574,07)
dari
depresiasi per tahun 40% x Rp800.000,00
Rp320.000,00
=PV(20%,4,32000)
Rp 828.395,06
=PV(20%,4,37500)-
Rp 180.844.91
3. Nilai residu: - Nilai residu akhir tahun ke-4 - Tambahan pajak (40%)
625.000,00 (250.000,00)
Rp 375.000,00
PV(20%,(4-1),375000) Jumlah nilai sekarang tetap menggunakan mesin lama Alternatif II: Mengganti dengan mesin baru 1. Pengeluaran untuk investasi
(Rp28.502.334,10)
- Harga perolehan mesin baru
(Rp 6.000.000)
- Harga penjualan mesin lama
2.625.000,00
- Penghematan pajak dari rugi penjualan
mesin
lama 480.000,00
(40%xRp.1.200.000,00)
(Rp 2.895.000,00)
1,0
(Rp 2.895.000,00)
=PV(20%,5,90000000)
(Rp26.915.509,26)
2. Biaya operasi tunai per tahun: - Pengeluaran biaya tunai
(Rp15.000.000)
- Penghematan pajak (40%)
6.000.000,00 (Rp 9.000.000,00)
3. Penghematan
pajak
dari
depresiasi per tahun 40% x Rp1.000.000,00
Rp 400.000,00
=PV(20%,5,400000)
Rp 1.196.244,86
=PV(20%,5,600000)-
Rp241.126,54
4. Nilai residu: - Nilai residu akhir tahun ke-5
1.000.000,00
- Tambahan pajak (40%)
(400.000,00) Rp 600.000,00
PV20%,(5-10),600000) Jumlah nilai sekarang mengganti dengan mesin baru
-
Hasil penjualan
-
Nilai buku: Rp4.625.000,00 – (1xRp800.000,00) Rugi penjualan
(Rp28.373.137,86)
Rp2.625.000,00
3.825.000,00 Rp1.200.000,00
Faktor nilai sekarang untuk aliran kas nilai residu dengan tingkat bunga 20% pada tahun: ke-4 untuk meisn lama dan ke-5 untuk mesin baru. Kelebihan Metode Net Present Value 1.
Mempertimbangkan nilai waktu uang.
2.
Memperhitungkan aliran kas selama masa investasi.
Kelemahan Metode Net Present Value 1.
Penentuan tingkat bunga memerlukan perhitungan yang teliti.
2.
Jumlah nilai sekarang bersih dari suatu rencana investasi, secara langsung tidak dapat dibandingkan dengan jumlah nilai sekarang dari rencana investasi yang lain yang jumlah investasinya tidak sama.
H. METODE DISCOUNTED PAYBACK PERIOD (DPP) Dalam metode payback sebelumnya, arus kas bersih atau laba tunai yang akan diterima dalam beberapa tahun mendatang dianggap sama dengan arus kas bersih yang diterima sekarang. Metode DPP lebih baik daripada metode payback karena arus kas berish yang akan diterima beberapa tahun mendatang dinilai dengan menggunakan nilai sekarang (PV) sebagai dampak adanya pengaruh konsep
nilai waktu uang (time value of money). Akan tetapi, sama halnya dengan metode payback, metode DPP ini tetap tidak mempertimbangkan arus kas bersih yang akan diterima setelah periode payback (cutoff). DPP dapat dicari dengan cara menghitung berapa tahun yang diperlukan agar jumlah nilai sekarang arus kas bersih sama dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Kriteria pengambilan keputusan apakah suatu usulan investasi dapat diterima atau ditolak adalah: 1.
Suatu usulan investasi layak diterima apabila usulan investasi tersebut menghasilkan DPP lebih kecil atau sama dengan periode yang ditetapkan oleh manajemen untuk pengembalian jumlah modal yang diinvestasikan (periode cutoff).
2.
Sebaliknya, suatu usulan dinyatakan ditolak atau tidak layak apabila usulan investasi menghasilkan DPP lebih besar dari periode cutoff.
3.
Apabila usulan investasi lebih dari satu usulan dan semuanya menguntungkan bagi perusahaan, maka usulan yang diterima adalah usulan investasi yang menghasilkan DPP yang paling kecil.
Contoh 8. Dengan menggunakan Contoh 1, dengan tingkat suku bunga tetap sebesar 12% per tahun, maka sebelum menghitung DPP perlu mencari terlebih dahulu jumlah nilai sekarang laba tunai sebagai berikut:
Tahun
Laba Tunai
(n)
(Rp)
Rumus Menghitung PV
Kumulatif (Rp)
1
12.500.000
=PV(12%,1,12500000)
2
12.500.000
=PV(12%,1,12500000)-
11.160.714,29 PV
9.964.923,47
(12%,(2-1),12500000) 3
12.500.000
=PV(12%,3,12500000)-
8.897.253,10
PV(12%,2,12500000) 4
12.500.000
=PV(12%,4,12500000)-
7.943.975,98
PV(12%,3,12500000) 5
12.500.000
=PV(12%,5,12500000)-
7.092.835,70
PV(12%,4,12500000) Jumlah sampai dengan tahun ke-5
45.059.702,53
Harga perolehan mesin A
Rp50.000.000,00
Kumulatif PV tahun ke-5
45.059.702,53
Sisa yang belum tertutupi
Rp 4.940.297, 47
Pada tahun ke-6 nilai sekarang (PV) laba tunai sebesar Rp6.332.889,01, sedangkan sisa pengeluaran modal yang belum tertutupi sampai akhir tahun ke-5 sebesar Rp4.940.297,47. Untuk dapat menutupinya hanya diperlukan waktu sekitar kurang dari 10 bulan (tepatnya 9,36 bulan). Jadi, pengeluaran dana (modal) untuk melakukan pembelian mesin A akan kembali dalam waktu 5 tahun 10bulan.
Kriteria untuk menilai layak dilaksanakan atau tidak pembelian mesin A, ditentukan dengan cara membandingkan antara DPP hasil perhitungan tersebut di atas, dengan periode cutoff yang dikehendaki oleh manajemen. Misalnya periode cutoff yang dikehendaki manajemen adalah 6 tahun, maka rencana pembelian mesin tersebut dapat dilaksanakan. Apabila kurang dari 6 tahun, maka rencana pembelian mesin tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Jika laba tunai setiap tahun jumlahnya berbeda-beda, maka penentuan periode payback dapat dilakukan sebagai berikut:
Contoh 9. Suatu usulan investasi senilai Rp8.000.000,00 diperkirakan laba tunai yang dapat dihasilkan selama enam tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp25.000.000; Rp25.000.000,00; Rp20.000.000,00; Rp20.000.000,00; Rp15.000.000,00 dan Rp10.000.000,00. Diketahui suku bunga tetap sebesar 12% per tahun, maka berdasarkan data tersebut perhitungan DPP adalah sebagai berikut:
Tahun
Laba Tunai
Rumus Perhitungan PV
(Rp)
PV Investasi
Periode
yang Ditutup
Payback
(Rp) 1
25.000.000
=PV(12%,1,25000000)
22.321.428,57
1 tahun
2
25.000.000
=PV(12%,2,25000000)-
19.929.846,94
1 tahun
14.235.604,96
1 tahun
12.710.361,57
1 tahun
8.511.402,84
1 tahun
77.708.644,87
4 tahun
PV(12%,1,250000000) 3
20.000.000
=PV(12%,3,20000000)PV(12%,2,200000000)
4
20.000.000
=PV(12%,4,25000000)PV(12%,3,200000000)
5
15.000.000
=PV(12%,5,15000000)PV(12%,4,150000000) Jumlah
Nilai Investasi
Rp 80.000.000,00
PV Investasi yang dapat ditutup Sisa investasi yang belum ditutup
77.708.644,87 Rp 2.291.355,13
Pada tahun ke-6 nilai PV laba tunai yang dihasilkan diperkirakan sebesar Rp5.066.311,21, sementara nilai sisa investasi yang belum tertutupi sampai tahun ke-5 adalah sebesar Rp2.291.355,13. Untuk dapat menutupinya diperkirakan memerlukan waktu sekitar kurang dari 6 bulan atau tepatnya 5 bulan 13 hari (5,43 bulan). Jadi, nilai investasi dapat kembali dalam waktu kurang lebih dari 5,5 tahun.
METODE INTERNAL RATE OF RETURN Metode ini, sering disebut pula denagn metode time-adjusted rate of return, menghitung tingkat bunga yang sesungguhnya dari suatu rencana investasi, agar nilai sekarang dari aliran kas bersih dapat menutup jumlah modal yang diinvestasikan. Dengan perkataan lain, metode ini menghitung tingkat bunga yang dapat menyamakan nilai sekarang dari investasi (cash outflows) dengan nilai sekarang dari hasil investasi tersebut, atau tingkat bunga yang akan menyebabkan nilai sekarang bersih sama dengan nol.
Contoh 10. Suatu rencana investasi senilar Rp5.019.000,00 ditaksir mempunyai umur ekonomis selama 10 tahun, menghasilkan aliran kas bersih rata-rata per tahun Rp1.000.000,00. Untuk memperoleh internal rate of return dari rencana investasi tersebut, cara yang paling sederhana adalah dengan membagi nilai investasi dengan taksiran aliran kas bersih rata-rata per tahun untuk mendapatkan faktor nilai sekarang, sebagai berikut:
= 5,019
Selanjutnya faktor nilai sekarang hasil perhitungan tersebut, dicari pada Lampiran 2 (nilai sekarang dari Rp1,00 untuk menentukan internal rate of return-nya. Berdasarkan data pada lampiran 2 tersebut, faktor nilai sekarang 5,019 terletak pada tingkat bunga 15%.
Apabila menggunakan program MS Excel dapat menuliskan rumus fungsi IRR sebagai berikut: Ketik: “=IRR(range)”
Keterangan: range adalah kisaran data yang akan dihitung IRR-nya yang ada pada cell di MS Excel dengna menuliskan “cellawal:cellakhir”
Terkait dengan contoh di atas, ketik terlebih dahulu data nilai investasi dan laba tunai per tahun selama umur ekonomis investasi ke dalam cell B2 sampai dengan cell B12.
Tahun
Data investasi
0
-5.019.000
1
1.000.000
2
1.000.000
3
1.000.000
4
1.000.000
5
1.000.000
6
1.000.000
7
1.000.000
8
1.000.000
9
1.000.000
10
1.000.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B12) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 15%, sama dengan hasil perhitungan di atas. Kriteria untuk menilai suatu usulan investasi berdasarkan metode internal rate of return, bahwa suatu usulan investasi dapat diterima jika internal rate of return hasil perhitungan lebih besar daripada rate of return yang dikehendaki oleh perusahaan.
Contoh 11.
Misalkan, suatu rencana investasi bernilai Rp12.000.000,00 taksiran umur ekonomis 10 tahun taksiran laba tunai rata-rata per tahun Rp3.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut di atas, faktor nilai sekarang dari usulan investasi tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
Tahun
Data investasi
1
-12.000.000
2
3.000.000
3
3.000.000
4
3.000.000
5
3.000.000
6
3.000.000
7
3.000.000
8
3.000.000
9
3.000.000
10
3.000.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B12) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 21,41%. Kelebihan menggunakan program MS Excel tidak perlu melakukan interpolasi, sebagaimana menggunakan tabel bunga PV, apabila diketahui hasil IRR menujukkan angka yang tidak bulat atau tidak terdapat pada tabel bunga.
Jika aliran kas bersih per tahun jumlahnya tidak sama, dalam hal ini sebelum proses interpolasi dilakukan, terlebih dahulu dibuat perhitungan nilai sekarang dari aliran kas bersihh dengan teknik coba-coba (trial and error), yang jumlahnya diperkirakan mendekati jumlah nilai sekarang dari pengeluaran investasi.
Berdasarkan teknik coba-coba tersebut, tingkat bunga ditentukan secara sembarang, yang diperkirakan akan menghasilkan jumlah nilai sekarang dari proceeds mendekati jummlah nilai sekarang dari outlaysnya. Selanjutnya dilakukan proses interpolasi untuk menentukan internal rate of return.
Jika menggunakan program MS Excel tidak perlu melakukan teknik coba-coba (trial dan error) seperti di atas. Data yang ada langsung dimasukkan ke dalam cell MS Excel seperti halnya pada contoh 10 dan contoh 11 di atas, dan kemudian diketik fungsi IRR seperti di atas. Contoh 12 berikuti ni akan diilustrasikan menghitung IRR dengan aliran kas bersih per tahun tidak sama jumlahnya dengan membandingkan perhitungan menggunakan tabel bunga dengan menggunakan program MS Excel.
Contoh 12. Data diambil dari Contoh 5 sebagai berikut: -
Rencana investasi sebesar Rp5.000.000,00
-
Taksiran umur ekonomis 5 tahun
-
Taksiran laba tunai selama 5 tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp2.200.000,00; Rp3.800.000,00; Rp2.500.000,00; Rp1.900.000,00; dan Rp1.600.000,00.
Berdasarkan data tersebut di atas, penentuan internal rate of return rencana investasi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan tingkat bunga yang menghasilkan jumlah nilai sekarang laba tunai mendekati jumlah rencana investasi sebesar Rp5.000.000,00 dengan teknik coba-coba, sebagai berikut: a. Tentukan tingkat bunga secara sembarang. b. Hitung nilai sekarang dari laba tunai setiap tahun dengan faktor nilai sekarang yang diambil dari tabel nilai sekarang dari Rp1,00 (Tabel 2), pada tingkat bunga yang dipilih. c. Jumlahkan nilai sekarang dari laba tunai selama 5 tahun (umur proyek). d. Jika jumlah nilai sekarang dari laba tunai: (1) Lebih besar dari Rp5.000.000,00 (rencana investasi), kemudian tentukan tingkat bunga yang lebih besar dari pilihan yang pertama, sehingga menghasilkan jumlah nilai sekarang dari laba tunai yang sama atau lebih dari Rp5.000.000,00. (2) Lebih besar dari Rp5.000.000,00 selanjutnya pilih tingkat bunga yang lebih kecil dari pilihan yang pertama, sehingga menghasilkan jumlah nilai sekarang dari laba tunai yang sama atau lebih besar dari Rp5.000.000,00. Berdasarkan teknik coba-coba, seperti yang telah diuraikan tersebut di atas, tingkat bunga yang dipilih adalah 20% dan 45%. Perhitungan nilai sekarang dari laba tunai pada tingkat bunga yang dipilih tersebut adalah sebagai berikut:
Tahun
Laba Tunai
FNS 20%
Nilai Sekarang Laba Tunai 20%
FNS 45%
Nilai sekarang Laba Tunai 20%
1
Rp2.200.000,00
0,833
Rp1.832.600,00
0,690
Rp1.518.000,00
2
3.800.000.00
0,694
2.637.200,00
0,476
1.808.800,00
3
2.500.000,00
0,579
1.447.500,00
0,328
820.000,00
4
1.900.000,00
0,482
915.800,00
0,226
429.400,00
5
1.600.000,00
0,402
643.200,00
0,156
249.600,00
Jumlah nilai sekarang
Rp7.476.300,00
Rp4.825.800,00
2.
Melakukan proses interpolasi (jika tingkat bunga yang dipilih menghasilkan nilai sekarang dari laba tunai yang jumlahnya sama denagn Rp5.000.000,00 maka proses interpolasi tidak perlu dilakukan) sebagai berikut:
Nilai sekarang laba tunai pada tingkat bunga 20% selama 5 tahun Rp7.476.300,00 selisih Rencana investasi 5.000.000,00 Rp2.472.300,00
Selisih Rp2.650.000,00
Nilai sekarang laba tunai pada tingkat bunga 45% selama 5 tahun
Rp4.825.800,00
Selisih nilai sekarang dari laba tunai Rp2.650.000,000 (Rp7.476.300,00 - Rp4.825.000,00) disebabkan oleh selisih tingkat bunga sebesar Rp2.476.300,00 (Rp7.476.300 – Rp5.000.000,00) disebabkan oleh selisih tingkat bunga sebesar: 23%
(
)
Jadi internal rate of return dari rencana investasi tersebut = 20% + 23% = 43%.
Jika menggunakan program MS Excel sebagai berikut: Tahun
Data investasi
0
-5.000.000
1
2.200.000
2
3.800.000
3
2.500.000
4
1.900.000
5
1.600.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B6) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 43%, hasilnya sama dengan perhitungan di atas. Selain itu juga dengan menggunakan bantuan program MS Excel dapat menghemat waktu perhitungan.
Kriteria penilaian investasi menurut metode internal rate of return adalah bahwa suatu rencana dinilai layak, jika tingkat bunga hasil perhitungan lebih besar dari pada tnigkat bunga yang dikehendaki manajemen.
Tingkat bunga yang dikehendaki oleh manajemen minimal sebesar biaya modal (cost of capital). Uraian lebih lanju mengenai cost of capital dapat dilihat pada buku-buku manajemen keuangan. Kelebihan Metode Internal Rate of Return 1. Mempertimbangkan nilai waktu uang. 2. Memperhitungkan semua aliran kas selama masa investasi. 3. Penentuan tingkat bunga dilakukan secara teliti 4. Internal rate of return dapat digunakan sebagai pedoman untuk membandingkan beberapa rencana investasi. Semakin tinggi internal rate of return suatu rencana investasi, maka proyek tersebut dinilai semakin menguntungkan.
Kelemaham Metode Internal Rate of Return 1. Penentuan internal rate of return melalui proses interpolasi yang pada umumnya memerlukan waktu relatif lama. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan menggunakan bantuan program komputer 2. Jika terjadi kenaikan tingkat bunga selama masa investasi, internal rate of return yang telah ditentukan sebelumnya, tidak dapat disesuaikan.
I. METODE MODIFIED INTERNAL RATE OF RETURN (MIRR) Metode ini merupakan modifikasi dari tingkat pengambilan internal (IRR). Metode IRR mengasumsikan arus kas yang dihasilkan oleh suatu investasi (proyek) akan diinvestasikan kembali pada tingkat IRR yang sama. Hal ini yang menjadi kelemahan dari IRR sebagaimana disebutkan di atas. IRR tidak dapat disesuaikan jika terjadi perbedaan tingkat suku bunga selama investasi. IRR yang dimodifikasi (MIRR) mengasumikan bahwa arus kas positif akan diinvestasikan kembali dengan menggunakan tingkat bunga pada biaya modal perusahaan, sedangkan pengeluaran dana awal menggunakan tingkat bunga pada biaya pembiayaan perusahaan.Artinya, MIRR dihitung dengan menggunakan biaya investasi dan bunga yang diterima dengan menginvestasikan kembali kas yang diperoleh. Oleh karena itu, MIRR lebih akurat mencerminkan biaya dan profitabilitas suatu investasi. Rumus untuk menghitung MIRR:
MIRR = √
(
)
(
)
Keterangan: n
: jumlah periode yang sama pada arus kas yang terjadi
PV
: nilai sekarang
FV
: nilai masa depan.
Jika menggunakan program komputer seperti MS Excel, dapat menuliskan perintah menghitung MIRR sebagai berikut: “=MIRR(range, tingkat bunga pembiayaan, tingkat bungai nvestasi kembali)”
Keterangan: Range: data yang akan dihitung MIRR-nya dengan menuliskan “cellawal:cellakhir”
Contoh 13. Seseorang memulai bisnis waralaba dengan biaya sebesari Rp7.500.000,00 yang diperoleh dari pinjaman dengan tingkat bunga 5%. Dari bisnis tersebut didapatkan laba tunai selama empat tahun
berturut-turut
sebagai
berikut:
Rp3.000.000,00;
Rp5.000.000,00;
Rp1.200.000,00;
Rp4.000.000,00. Laba tunai tersebut diinvestakan kembali dengan tingkat bunga 8%. MIRR dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: 1.
Ketika data biaya dan laba tunai bisnis mulai cell A1 sampai dengan cell A5
2.
Ketik perintah: “=MIRR(A1:A5,5%,8%) dan enter.
Maka didapatkan nilai MIRR sebesari 19%.
IRR memberikan gambaran terlalu optimis dari potensi suatu investasi, sementara MIRR memberikan evaluasi yang lebih realistis dari investasi tersebut. Bandingkan dengan menghitung nilai IRR sebagai berikut: Dengan menggunakan data biaya dan arus kas di atas, ketik perintah: “=IRR(A1:A5)
Maka akan didapat hasil IRR sebesari 28%. Hasil ini membuktikan bahwa metode MIRR secara material lebih rendah daripada nilai IRR. Oleh karena itu, contoh 15 di atas membuktikan
bahwa MIRR memberikan gambaran tentang suatu investasi lebih realistis dan akurat daripada metode IRR.
J. METODE PROFITABILITY INDEX Metode ini merupakan variasi dari metode net present value yang telah diuraikan sebelumnya. Oleh karena itu, profitability index dihitung berdasarkan data hasil perhitungan metode net present value. Profitability index dihitung dengan cara membagi nilai sekarang dari aliran kas bersih dengan jumlah rencana investasi. Atau dinyatakan dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Profitability index = Profitabilitas index bermanfaat untuk memilih dua rencana investasi yang berisfat meniadakan (mutually exclusive projects). Dalam hal ini, proyek yang dipilih adalah proyek yang mempunyai profitability index lebih besar. Metode ini sekaligus juga mengatasi salah satu kelemahan dari metode net present value dalam membandingkan beberapa rencana investasi yang jumlah modalnya berbeda.
Contoh 14. Perusahaan dihadapkan pada pemilihan alternatif dua rencana investasi yang bersifat saling meniadakan. Berikut ini adalah data mengenai kedua proyek tersebut.
Jumlah investasi Nilai sekarang aliran kas bersih
Proyek A
Proyek B
Rp50.000.000,00 60.000.000,00
Rp25.000.000,00 35.000.000,00
Jika dilihat dari nilai sekarang aliran kas bersih tersebut di atas, proyek A lebih menguntungkan daripada proyek B. Akan tetapi, karena jumlah investasi masing-masing proyek berbeda, angka nilai sekarang tersebut tidak dapat dipakai sebagai pedoman.
Untuk menilai kedua proyek tersebut, digunakan profitability index masing-masing proyek sebagai ukuran. Ternyata proyek B lebih menguntungkan daripada proyek A, karena Proyek B mempunayi profitabilitiy index (1,4 = Rp35.000.000,00 : Rp25.000.000,00) lebih besar daripada profitability index proyek A (1,20=Rp60.000.000,00 : Rp50.000.000,00).
K. METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) EVA merupakan sebuah metode untuk menghitung laba ekonomi sesungguhnya (the true economic profit) dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu, seringkali EVA disebut dengan laba ekonomi. EVA didasarkan pada sebuah ide bahwa sebuah bisnis harus mampu menutupi biaya operasi dan biaya modalnya. Dalam studi investasi, eva adalah sebuah teknik baru untuk mengevaluasi saham. Eva merupakan selisih antara laba operasi dan biaya modal (ekuitas dan utang) perusahaan yang sesungguhnya dan menekankan pada pengembalian modal. EVA dapat dihitung dengan cara laba operasi setelah pajak (net operating profit after tax atau NOPAT) dikurangi dengan biaya kesempatan (opportunity cost) dari modal yang diinvestaiskan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut: EVA = NOPAT – capital charge; atau EVA = NOPAT – (cost of capital)(modal yang diinvestasikan); atau EVA = (Penjualan bersih – beban operasi)*(1 – pajak) – (cost of capital)*(modal yang diinvestasikan)
Biaya modal merupakan pengembalian yang diharapkan oleh investor suatu perusahaan apabila mereka berinvestasi pada sekuritas yang memiliki tingkat resiko sebanding. Biaya modal seringkali dinyatakan dengan weighted average cost of capital (WACC). WACC merupakan rata-rata tertimbang dari semua komponen modal. Komponen modal yang dimaksud adalah saham biasa, saham preferen, hutang, dan laba ditahan.
Contoh 15. Suatu perusahaan diketahui memiliki nilai modal yang diinvestasikan sebesar Rp3.904 juta, pendapatan bersih sebesar Rp878 juta, dan beban operasi Rp300juta. Pajak penghasilan sebesari 40% dan biaya modal 8%. Dengan demikian EVA dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan bersih Beban operasi Laba operasi Pajak (40%) Laba operasi setelah pajak Capital charge (8% x Rp3.904.000.000) EVA
Rp 878.000.000,00 300.000.000,00 Rp 578.000.000,00 231.200.000,00 RP 346.800.000,00 311.200.000,00 Rp 35.600.000,00
Perhitungan EVA dapat dikembangkan dengan membandingkan EVA setiap pilihan investasi dari tahun ke tahun. Investasi yang dapat menghasilkan EVA kumulatif yang lebih besar yang akan dipilih. RANGKUMAN Pengambilan keputusan penanaman modal merupakans alah satu jenis pengambilan keputusan yang penting bagi manajemen. Penanaman modal berkaitan dengan (1) keterikatan sumber dana perusahaan dalam jumlah relatif besar, (2) jangka waktu investasi yang relatif lama, dan (3) masa yang akan datang yang penuh ketidakpastian. Ditinjau dari tujuannya penanaman modal diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: (1) penanaman modal yang tidak menghasilkan laba, dan (2) penanaman modal yang menghasilkan laba. Pembahasan dalam bab ini lebih ditekankan pada jenis penanaman modal yang menghasilkan laba. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh manajemen untuk menilai suatu rencana penanaman modal. Salah satunya dari aspek ekonomi, terutama yang berkaitan dengan pengeluaran modal yang diinvestasikan dan hasil dari investasi modal. Metode yang dapat digunaakan oleh manajemen untuk menilai suatu rencana penanaman modal, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu: metode penialain yang tidak mempertimbangkan nilai waktu uang dan metode penilaian yang mempertimbangkan nilai waktu uang. Metode payback (payout atau pay-off), metode average return on investment (accounting rate of return) dan metode economic value added (EVA) adalah metode penilaian investasi yang tidak mempertimbangkan nilai waktu uang. Sedangkan, metode penilaian investasi yang mempertimbangkan nilai waktu uang adalah: metode net present value, metode discounted payback period, metode internal rate of return (time-adjusted rate of return), metode modified internal rate of return, dan metode profitability index. Konsep nilai sekarang merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh manajemen dalam penilai investasi. Uang yang diterima atau yang dibayarkan mempunyai nilai waktu yang berbeda. Uang yang diterima atau dibayarkan pada waktu sekarang, akan berbeda nilainya dengan yang yang diterima atau dibayarkan pada waktu yang akan datang.
INVENTORY MANAGEMENT (MANAJEMEN PERSEDIAAN)
Bagian awal bab ini membahas manajemen persediaan tradisional yang meliputi biaya persediaan, alasan tradisional pengadaan persediaan, dan EOQ (economic order quantity). Bagian berikutnya membahas tentang manajemen persediaan JIT (just-in-time) yang meliputi sistem pull, pendekatan JIT terhadap biaya setup dan biaya penyimpanan, solusi JIT untuk kinerja due-date, penghindaran shutdown dan reliabilitas proses, diskon dan kenaikan harga, dan keterbatasan JIT. Bagian akhir bab ini membahas mengenai teori constraint yang meliputi konsep dasar dan tahapan dalam teori constraint.
A. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-CASE Manajemen persediaan penting untuk membentuk keunggulan kompetitif jangka panjang. Tingkat persediaan memengaruhi harga jual, kualitas, perekayasaan produk, kapasitas menganggur, waktu lembur, kemampuan merespons permintaan pelanggan, waktu tunggu, dan profitabilitas secara keseluruhan. Umumnya, perusahaan yang mempunyai tingkat persediaan lebih tinggi daripada para pesaingnya cenderung mempunyai posisi kompetitif yang lebih buruk. Manajemen persediaan berhubungan kuat dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas sekarang dan masa mendatang. Kebijakan manajemen persediaan telah menjadi suatu alat untuk bersaing. Biaya Persediaan Apabila permintaan terhadap persediaan yang diperoleh dad pemasok dapat diketahui dengan pasti untuk suatu periode tertentu, maka terdapat dua macam biaya yang berhubungan dengan persediaan, yaitu biaya pemesanan (ordering costs), dan biaya penyimpanan (carrying costs). Jika persediaan diproduksi secara internal, maka terdapat dua biaya, yaitu biaya setup dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima pesanan. Misalnya, biaya pemrosesan suatu pesanan bahan, biaya asuransi pengiriman bahan yang dipesan, dan biaya pembongkaran. Biaya setup (setup costs) adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan fasilitas agar dapat digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu. Misalnya, upah karyawan produksi menganggur, biaya fasilitas produksi menganggur, dan biaya
pengujian. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul karena menyimpan persediaan. Misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena barang ketinggalan jaman, biaya kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan, dan biaya ruang penyimpanan. Terdapat kemiripan antara biaya pemesanan dengan biaya setup, yaitu keduanya merupakan biaya yang harus terjadi untuk memperoleh persediaan. Perbedaannya hanya pada sifat aktivitas sebelumnya, yaitu pengisian dan pemesanan persediaan pada biaya pemesanan, sedangkan aktivitas penyusunan peralatan dan fasilitas pada biaya setup. Jika permintaan tidak diketahui dengan pasti, jenis biaya yang ketiga muncul yaitu biaya stockout. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena tidak tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan. Misalnya, hilangnya penjualan sekarang dan masa yang akan datang, biaya penghentian produksi, dan biaya mempercepat aktivitas untuk memenuhi pesanan (expediting costs) yang meliputi biaya pengiriman yang meningkat dan biaya lembur. Alasan Tradisional untuk Memiliki Persediaan Biaya persediaan harus diminimalkan untuk tujuan pemerolehan laba maksimal. Namun, minimalisasi biaya penyimpanan menyebabkan peningkatan frekuensi pemesanan dan berproduksi dalam jumlah yang kecil, sedangkan minimalisasi biaya pemesanan menyebabkan pemesanan dalam jumlah besar dengan frekuensi pemesanan yang lebih sedikit, atau minimalisasi biaya setup mengakibatkan periode produksi yang lebih lama dengan frekuensi order produksi yang lebih sedikit. Jadi, minimalisasi biaya penyimpanan mendorong jumlah unit persediaan nol atau kecil, dan minimalisasi biaya pemesanan atau setup mendorong jumlah unit persediaan yang lebih besar. Oleh karena itu, kedua macam biaya tersebut harus diseimbangkan agar biaya persediaan total dapat diminimalkan. Hal ini merupakan salah satu alas an mengapa perusahaan mengadakan persediaan. Alas an lain pemilikan persedian adalah adanya ketidakpastian permintaan. Antai kata biaya pemesanan atau setup dapat dihindari, perusahaan masih mengadakan persediaan untuk menghindari biaya stockout. Jika permintaan produk lebih besar daripada yang diharapkan, persediaan dapat berfungsi sebagai cadangan yang memungkinkan perusahaan mampu mengirim pesanan kepada pelanggan secara tepat waktu sehingga pelanggan akan puas.
Persediaan bahan baku atau suku cadang sering dipandang perlu karena adanya ketidakpastian penawaran. Persediaan bahan baku atau suku cadang diperlukan untuk memelihara kelancaran arus produksi apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan pengiriman yang dapat terjadi karena adanya pemogokan, cuaca buruk, atau kebangkrutan pemasok. Proses produksi yang belum andal dapat menimbulkan permintaan untuk berproduksi lebih banyak untuk keperluan persediaan tambahan. Misalnya, perusahaan memutuskan untuk memproduksi lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pelanggan karena proses produksi biasanya menghasilkan sejumlah besar unit produk yang tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi. Persediaan juga diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan mesin produksi sehingga perusahaan mampu memelihara kontinuitas pengiriman produk kepada pelanggan. Perusahaan dapat menyiapkan jumlah unit persediaan di atas normal untuk memperoleh manfaat berupa diskon karena pembelian bahan yang lebih banyak atau untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan. Berikut ini adalah alasan-alasan mengapa perusahaan mengadakan persediaan. 1. Untuk menyeimbangkan biaya pemesanan atau setup dengan biaya penyimpanan. 2. Untuk memuaskan permintaan pelanggan, misalnya pengiriman yang tepat waktu. 3. Untuk menghindari kemungkinan kegagalan produksi karena: a. kegagalan mesin; b. suku cadang atau bahan yang tidak memenuhi spesifikasi; c. ketidaksediaan bahan atau suku cadang; d. keterlambatan pengiriman bahan atau suku cadang oleh pemasok. 4. Sebagai cadangan terhadap proses produksi yang tidak andal. 5. Untuk memperoleh keuntungan berupa diskon karena membeli dalam kuantitas yang lebih banyak. 6. Untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan atau suku cadang.
Economic Order Quantity: Model Persediaan Tradisional Dalam pengembangan kebijakan yang berhubungan dengan persediaan, perusahaan harus mampu menjawab dua pertanyaan berikut ini. 1. Berapa banyak jumlah unit bahan atau suku cadang yang harus dipesan atau diproduksi?
2. Kapan suatu pesanan atau aktivitas setup dilakukan? Kuantitas Dipesan dan Total Biaya Pemesanan dan Penyimpanan. Apabila permintaan diketahui dalam pemilihan kuantitas unit dipesan atau ukuran lot produksi, manajer harus memerhatikan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan atau pengesetan. Biaya pemesanan atau pengesetan dan penyimpanan total dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. TC = P(D/Q) + C(Q/2) Keterangan: TC
= Biaya pemesanan atau pengesetan dan biaya penyimpanan total
P
= Biaya memesan dan menerima pesanan atau biaya pengesetan suatu production run
D
= Jumlah yang diminta tahunan
Q
= Jumlah unit dipesan setiap kali suatu pesanan dipesan atau ukuran lot produksi
C
= Biaya penyimpanan suatu unit persediaan selama satu tahun
Biaya penyimpanan persediaan dapat dihitung bagi organisasi yang mempunyai persediaan, misalnya perusahaan eceran, jasa, dan manufaktur. Model biaya persediaan yang menggunakan biaya pengesetan (setup) dan ukuran lot produksi sebagai masukan hanya terjadi pada perusahaan yang memproduksi sendiri persediaannya, misalnya suku cadang atau barang jadi. Sebagai ilustrasi berikut ini data yang relevan untuk penentuan biaya persediaan pada suatu perusahaan reparasi barang-barang elektronik. Suku cadang yang dibutuhkan dibeli dari luar perusahaan. Data yang diperoleh disajikan berikut ini. D = 20.000 unit Q = 2.000 unit P = Rp1.000 per pesanan C = Rp40 per unit
Perhitungan: 1. Banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/2.000 unit = 10 kali pemesanan. 2.
Biaya pemesanan total = (D/Q) x P = 10 x Rp1.000 = Rp10.000.
3. Persediaan rata-rata = Q/2 = 2.000 unit/2 = 1.000 unit. 4. Biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 1.000 unit x Rp40 = Rp40.000.
5. Biaya persediaan total = Rp10.000 + Rp40.000 = Rp50.000. Pemilihan jumlah unit dipesan sebanyak 2.000 unit yang menimbulkan biaya persediaan Rp90.000 belum tentu merupakan pilihan yang terbaik, karena belum tentu merupakan jumlah unit dipesan yang menimbulkan biaya persediaan yang terendah. Oleh karena tujuan manajemen persediaan adalah meminimalkan biaya persediaan, maka model EOQ diperlukan. Model EOQ merupakan suatu contoh push system. Dalam push system, pemerolehan persediaan dipicu oleh antisipasi terhadap jumlah yang diminta pelanggan pada masa mendatang, bukan reaksi terhadap jumlah yang diminta pelanggan sekarang. Dengan demikian, prediksi terhadap jumlah unit diminta (D) menjadi sangat penting dalam analisis ini.
Perhitungan EOQ. Rumus perhitungan EOQ adalah: Q = EOQ = √ Q = EOQ =√ Q = EOQ = 1.000
Apabila jumlah yang dipesan = Q = 1.000 unit maka: 1. banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/1.000 unit = 20 kali pemesanan. 2. biaya pemesanan total = (D/Q) x P= 20 x Rp1.000 = Rp20.000. 3. persediaan rata-rata = Q/2 = 1.000 unit/2 = 500 unit. 4. biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 500 unit x Rp40 = Rp20.000. 5. biaya persediaan total = Rp20.000 + Rp20.000 = Rp40.000.
Jika jumlah unit dipesan sebanyak 1.000 unit, maka total biaya persediaan adalah minimal yang ditandai dengan besaran biaya pemesanan (Rp20.000), atau sama dengan biaya penyimpanan (Rp20.000).
Reorder Point Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah tingkat persediaan yang sebaiknya pemesanan kembali dilakukan oleh perusahaan. Reorder point dipengaruhi oleh tingkat persediaan minimal, EOQ, dan waktu tunggu (lead time). Waktu tunggu adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menunggu datangnya EOQ sejak pemesanan dilakukan. Berikut ini penentuan reorder point jika perusahaan menetapkan persediaan minimal. Reorder point = Persediaan minimal + (Tingkat penggunaan bahan rata-rata per hari x Waktu tungggu dalam hari).
Persediaan minimal diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta oleh pelanggan. Persediaan minimal dapat ditentukan dengan mengalikan kelebihan tingkat penggunaan maksimum di atas tingkat penggunaan rata-rata dengan waktu tunggu. Persediaan minimal =
(Tingkat penggunaan bahan maksimal per hari-Tingkat penggunaan bahan rata-rata per hari) x Waktu tunggu dalam hari
Penentuan reorder point jika perusahaan tidak menetapkan persediaan minimal adalah sebagai berikut. Reorder point = Tingkat penggunaan bahan per hari x Waktu tunggu dalam hari (EOQ) 1.100
(ROP) 500
100
Persediaan Minimal 6
10
Hari
Contoh: Jika diketahui bahwa tingkat penggunaan maksimum bahan baku adalah 125 kg per hari, sedangkan tingkat penggunaan bahan baku rata-rata adalah 100 kg per hari. Waktu tunggu adalah 4 hari.
Persediaan minimal = (125 kg - 100 kg) x 4 hari = 100 kg. Reorder point = 100 kg + (100 kg x 4 hari) = 500 kg.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, pemesanan kembali dilakukan ketika tingkat persediaan bahan baku sebanyak 450 kg. Peraga 12.1 menyajikan reorder point (ROP) dengan EOQ sebesar 1.000 kg, ROP sebesar 500 kg, persediaan minimal sebesar 100 kg, dan waktu tunggu 4 hari.
EOQ dan Manajemen Persediaan Pendekatan tradisional untuk mengelola persediaan disebut just-in-case system. Dalam beberapa situasi, just-in-case system sesuai kebutuhan, misalnya rumah sakit membutuhkan obat-obatan dan perlengkapan medis yang harus tersedia sepanjang waktu untuk mengendalikan situasi-situasi darurat. Penggunaan EOQ dan persediaan minimal akan sangat masuk akal dalam lingkungan semacam itu. Penerimaan obat yang penting untuk menolong korban serangan jantung secara just-in-time adalah tidak praktis. Umumnya, toko-toko pengecer, perusahaan manufaktur maupun jasa yang berukuran kecil tidak mempuyai buying power yang cukup untuk meminta kepada pemasok menerapkan pembelian secara just-intime.
B. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-TIME Lingkungan manufaktur telah berubah secara cepat dalam dua dasawarsa terakhir. Pasar kompetitif tidak memiliki batasan antarnegara. Komunikasi dan transportasi maju telah berkontribusi secara signifikan terhadap penciptaan kompetisi global. Kemajuan teknologi telah berkontribusi terhadap semakin pendeknya siklus kehidupan produk dan semakin bervariasinya produk di pasar. Perusahaan luar negeri mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan fitur-fitur spesifik dengan biaya rendah. Tekanan kompetitif ini mendorong perusahaan untuk meninggalkan EOQ dan mulai menggunakan pendekatan JIT. JIT mempunyai dua tujuan strategis, yaitu meningkatkan laba dan memperbaiki posisi kompetitif perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai melalui pengendalian biaya, memperbaiki kinerja pengiriman, dan memperbaiki kualitas. JIT menawarkan efisiensi biaya dan juga fleksibilitas dalam merespons permintaan pelanggan terhadap kualitas produk yang lebih baik
dan variasi produk yang lebih banyak. Kualitas, fleksibilitas, dan efisiensi biaya adalah prinsip-prinsip dasar untuk persaingan tingkat dunia. Produksi dan pembelian secara JIT merepresentasi peningkatan produktivitas secara berkelanjutan melalui penghilangan pemborosan. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah sumber utama pemborosan. Aktivitas bernilai tambah penting bagi perusahaan karena menciptakan nilai bagi pelanggan. Penghilangan aktivitas tidak bernilai tambah selain merupakan tujuan utama JIT, juga merupakan tujuan dasar perusahaan yang melakukan perbaikan secara berkesinambungan. JIT tidak hanya sekadar manajemen persediaan. Persediaan dipandang merepresentasi pemborosan karena di dalam persediaan terikat kas, ruang, dan tenaga kerja. Persediaan juga menyembunyikan ketidakefisienan produksi dan meningkatkan kerumitan sistem informasi perusahaan. Jadi, walaupun JIT lebih berfokus pada manajemen persediaan, tetapi pengendalian persediaan memberikan manfaat tambahan penting. Pull System JIT adalah pendekatan manufaktur yang memproduksi barang berdasarkan permintaan yang sesungguhnya ada, bukannya berproduksi dengan jadwal tetap berdasarkan pada proyeksi permintaan. Dalam pull system, permintaan pelanggan menarik bahan baku untuk masuk proses produksi. Prinsip yang sama digunakan dalam proses produksi. Setiap aktivitas produksi hanya dilakukan jika diperlukan untuk memenuhi permintaan aktivitas berikutnya. Bahan baku atau suku cadang tersedia hanya pada waktu dibutuhkan untuk aktivitas produksi sehingga permintaan tetap dapat dipenuhi. Salah satu akibat JIT adalah pengurangan persediaan pada tingkat yang sangat rendah. Pencapaian tingkat persediaan yang rendah penting untuk keberhasilan JIT. Namun, ide pencapaian tingkat persediaan rendah bertentangan dengan alasan-alasan tradisional untuk mengadakan persediaan. Alasan-alasan tradisional tersebut dipandang tidak relevan lagi. Menurut pandangan tradisional, pengadaan persediaan akan memecahkan beberapa masalah. Misalnya, penyelesaian masalah antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan dilakukan dengan pemilihan tingkat persediaan yang meminimalkan jumlah kedua biaya tersebut. Jika permintaan lebih besar daripada yang diharapkan atau jika produksi berkurang karena kerusakan mesin dan ketidakefisienan produksi, maka persediaan berfungsi sebagai cadangan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Persediaan bahan dapat mencegah
penghentian produksi karena keterlambatan pengiriman bahan, terjadinya produk rusak, dan kegagalan mesin Akhirnya, persediaan sering menjadi solusi untuk masalah pembelian bahan baku terbaik dengan biaya lebih kecil melalui pemanfaatan diskon. JIT menolak penggunaan persediaan sebagai solusi masalah-masalah tersebut di atas. Pada kenyataannya, persediaan tidak hanya dipandang sebagai pemborosan, tetapi juga dipandang berhubungan langsung dengan kemampuan berkompetisi perusahaan. Persediaan tinggi merupakan sinyal keberadaan masalah kualitas buruk, waktu tunggu yang lama, dan kinerja tenggat (due-date performance) yang buruk. Manajemen persediaan JIT menawarkan solusi alternatif yang tidak membutuhkan persediaan tinggi. Biaya Pemesanan dan Penyimpanan: Pendekatan JIT JIT menggunakan pendekatan yang berbeda untuk meminimalkan biaya pemesanan dan penyimpanan total. Pendekatan tradisional memandang keberadaan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebagai biaya yang seharusnya terjadi, dan kemudian berusaha menemukan kuantitas pemesanan yang menyeimbangkan terbaik kedua macam biaya tersebut. Di pihak lain, JIT tidak memandang biaya pemesanan sebagai suatu yang diberikan (given), tetapi JIT berusaha untuk mengurangi biaya-biaya tersebut menjadi nol. Jika biaya pemesanan menjadi tidak signifikan, maka tinggal meminimalkan biaya penyimpanan yang dapat dilakukan dengan mengurangi persediaan sampai tingkat yang sangat rendah. Pendekatan ini menjelaskan pengurangan persediaan sampai dengan nol dalam sistem JIT.
Kontrak Jangka Panjang, Pengisian Kembali Berkelanjutan, dan Electronic Data Interchange. Biaya pemesanan dapat dikurangi dengan mengembangkan hubungan yang dekat dengan pemasok. Negosiasi kontrak jangka panjang untuk penyediaan bahan dari pemasok luar akan mengurangi frekuensi pemesanan yang kemudian mengurangi biaya pemesanan. Para pengecer telah menemukan cara untuk mengurangi biaya pemesanan dengan menggunakan teknik pengisian kembali berkelanjutan (continuous replenishment). Dengan persetujuan pengisian kembali, produsen menerapkan finigsi manajemen persediaan untuk pengecer. Produsen memberitahu dan mengusulkan kepada pengecer mengenai kapan dan banyaknya unit untuk dipesan kembali. Pengecer menelaah rekomendasi dan menyetujui pesanan jika usulan yang diajukan masuk akal.
Proses pengisian kembali berkelanjutan dipermudah dengan EDI (electronic data interchange). EDI memungkinkan pemasok mengakses database pembeli secara online. Dengan mengetahui jadwal produksi pembeli, pemasok dapat mengirim suku cadang yang dibutuhkan pada saat akan digunakan untuk produksi. EDI tidak menggunakan kertas, tidak menggunakan faktur penjualan dan pesanan pembelian. Pemasok menggunakan jadwal produksi yang ada dalam database untuk menentukan jadwal produksi dan pengiriman kepada pembeli. Ketika suku cadang dikirim, suatu pesan elektronik dikirim oleh pemasok kepada pembeli yang memberitahu bahwa barang dalam proses pengiriman. Ketika suku cadang diterima, bar code dipindai dengan peralatan elektronik dan memulai proses pembayaran barang kepada pemasok. Pada dasarnya, EDI merupakan perjanjian kerja tertutup antara pemasok dengan pembeli. Pengurangan Jangka Waktu Pemesanan. Pengurangan jangka waktu pemesanan meminta perusahaan untuk mencari cara-cara yang lebih efisien dalam melakukan pemesanan. Pengalaman menunjukkan bahwa pengurangan secara dramatis jangka waktu pemesanan dapat dicapai. Dengan mengadopsi sistem JIT, jangka waktu pemesanan dapat dikurangi. Keberhasilan pengurangan jangka waktu pemesanan dapat berbeda di antara perusahaan. Kinerja Tenggat (Due-Date): Solusi JIT Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan untuk merespons kebutuhan pelanggan. Pada masa lalu, persediaan barang jadi telah digunakan untuk menjamin bahwa perusahaan mampu memenuhi tanggal pengiriman yang diminta pelanggan. JIT menyelesaikan masalah kinerja tenggat tidak dengan membentuk persediaan, tetapi dengan pengurangan waktu tunggu secara dramatis. Waktu tunggu yang lebih pendek akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tanggal-tanggal pengiriman, dan merespons dengan cepat permintaan pasar sehingga kemampuan kompetitif perusahaan meningkat. JIT memotong waktu tunggu dengan mengurangi waktu pemesanan, memperbaiki kualitas, dan menggunakan pemanufakturan sistem sel. Sel-sel pemanufakturan mengurangi jarak tempuh antara mesin dengan persediaan, dan mengurangi waktu tunggu secara dramatis. Misalnya, pada suatu sistem pemanufakturan tradisional, suatu perusahaan memerlukan waktu dua bulan untuk memproduksi suatu katup. Dengan mengelompokkan mesin bubut dan mesin pengeboran yang digunakan untuk
membuat katup ke dalam sel-sel berbentuk U, waktu tunggu dapat dikurangi menjadi dua atau tiga hari. Penghindaran Shutdown dan Reliabilitas Proses: Pendekatan JIT Kebanyakan shutdown (penutupan bisnis) terjadi karena tiga alasan, yaitu: kegagalan mesin, bahan atau suku cadang yang buruk, dan ketidaktersediaan bahan atau suku cadang. Pengadaan persediaan merupakan solusi tradisional untuk ketiga masalah tersebut. Pendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan tidak menyelesaikan masalah tersebut, tetapi menutupi atau menyembunyikannya. JIT menyelesaikan ketiga masalah tersebut dengan menekankan pada pemeliharaan preventif, pengendalian kualitas, dan membangun hubungan baik dengan pemasok. Pemeliharaan Preventif Total. Kegagalan mesin nol adalah tujuan pemeliharaan preventif total. Dengan memberikan perhatian yang lebih banyak pada aktivitas pemeliharaan, kerusakan mesin dapat dihindari. Tujuan ini lebih mudah dicapai dalam lingkungan JIT karena tenaga kerja dilatih untuk mampu melakukan beberapa pekerjaan. Umumnya, karyawan pada suatu sel manufaktur juga dilatih untuk mampu memelihara mesin yang dioperasikannya. Oleh karena sifat pull-through JIT, tidak akan ada waktu produksi menganggur bagi seorang karyawan pada suatu sel manufaktur. Sebagian waktu yang tersedia digunakan untuk melakukan aktivitas pemeliharaan mesin oleh karyawan sel manufaktur yang terlibat dalam aktivitas pemeliharaan preventif.
Pengendalian Kualitas Total. Masalah suku cadang atau bahan baku yang cacat dapat diselesaikan dengan pencapaian zero-defect. Oleh karena produksi berdasar JIT tidak menggunakan persediaan untuk menggantikan suku cadang atau bahan yang cacat, penekanan pada kualitas untuk produksi bahan secara internal maupun pembelian bahan secara eksternal akan meningkat secara signifikan. Pengurangan suku cadang atau bahan yang cacat juga mengurangi justifikasi pengadaan persediaan yang diperlukan karena proses produksi yang tidak andal.
Sistem Kanban. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau bahan tersedia ketika dibutuhkan. Sistem kanban adalah suatu sistem informasi yang mengendalikan produksi melalui penggunaan kartu atau marker. Sistem kanban berfungsi
untuk menjamin bahwa produk atau suku cadang diproduksi dalam kuantitas yang diperlukan pada waktu yang tepat. Hal ini adalah inti sistem manajemen persediaan JIT. Sistem kanban menggunakan tiga macam kartu, yaitu: kartu kanban penarikan (withdrawal), kartu kanban produksi, dan kartu kanban pemasok. Kartu kanban penarikan menspesifikasi kuantitas yang oleh proses berikutnya seharusnya ditarik dari proses sebelumnya. Kartu kanban produksi menspesifikasi kuantitas yang seharusnya diproduksi oleh proses sebelumnya. Kartu kanban pemasokdigunakan untuk memberitahu pemasok untuk mengirim lebih banyak suku cadang dan menentukan kapan suku cadang diperlukan. Diskon dan Peningkatan Harga: Pembelian JIT versus Penyelenggaraan Persediaan Secara tradisional, persediaan diselenggarakan agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan dari diskon kuantitas dan berjaga-jaga terhadap kemungkinan kenaikan harga barang yang dibeli pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk menekan biaya persediaan. JIT mencapai tujuan yang sama tanpa dengan menyimpan persediaan. Solusi JIT adalah bernegosiasi untuk kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasok pilihan yang berlokasi dekat dengan fasilitas produksi perusahaan dan membangun keterlibatan pemasok secara intensif. Pemasok tidak dipilih berdasarkan harga raja. Kinerja berupa kualitas suku cadang atau bahan, dan kemampuan mengirim sesuai dengan kebutuhan dan komitmen pada pembelian JIT merupakan pertimbangan utama. Manfaat lain kontrak jangka panjang adalah penetapan harga dan kualitas suku cadang atau bahan yang dapat diterima. Kontrak jangka panjang juga mengurangi secara dramatis frekuensi pesanan sehingga mengurangi biaya pemesanan. Keterbatasan JIT JIT bukanlah pendekatan yang dapat dengan mudah diterapkan dengan hasil yang cepat diperoleh. Implementasi JIT lebih merupakan suatu proses evolusi, bukannya suatu proses revolusi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran. JIT sering disebut sebagai suatu program penyederhanaan, walaupun JIT tidak sederhana dan tidak mudah dilaksanakan. Penerapan JIT membutuhkan waktu, misalnya untuk membangun hubungan baik dengan pemasok. Pemaksaan untuk suatu perubahaan segera dalam kualitas dan waktu pengiriman mungkin tidak realistis dan dapat menyebabkan konfrontasi yang sulit di antara perusahaan dengan pemasok. Kemitraan, bukannya pemaksaan, seharusnya menjadi dasar hubungan
dengan pemasok Untuk memperoleh manfaat pembelian secara JIT, perusahaan perlu meredefinisi hubungan dengan pemasok. Pemaksaan konsesi dan mendiktekan termin pembelian dapat menyebabkan pemasok melakukan pembalasan dengan mengenakan harga jual yang tinggi dalam jangka panjang, atau tidak bersedia menjual kepada perusahaan. Pemaksaan dan mendiktekan terhadap pemasok dapat menghilangkan manfaat pendekatan JIT. Karyawan juga dipengaruhi oleh JIT. Pengurangan persediaan yang dramatis akan menyebabkan suatu aliran besar pekerjaan dan menimbulkan tekanan bagi karyawan produksi. Pengurangan persediaan secara dramatis mungkin menyebabkan hilangnya penjualan sebagai pangsa pasar dan menimbulkan tekanan bagi karyawan pemasaran. Pengurangan persediaan dalam implementasi JIT sebaiknya mengikuti proses perbaikan yang dilakukan oleh JIT, bukan semata-mata pengurangan persediaan secara dramatis. Implementasi JIT adalah tidak mudah, membutuhkan kehati-hatian serta persiapan dan perencanaan yang teliti. Kelemahan JIT yang mencolok adalah ketiadaan persediaan untuk mengantisipasi interupsi produksi. Kelangsungan penjualan diganggu oleh interupsi produksi yang tidak terduga. Jika masalah ini terjadi, pendekatan JIT berusaha untuk menemukan dan memecahkan masalah sebelum aktivitas produksi berikutnya terjadi. Pengecer yang juga menggunakan JIT akan menghadapi masalah kekurangan barang. Jika permintaan meningkat melebihi persediaan yang dimiliki pengecer, pengecer mungkin tidak mampu untuk melakukan penyesuaian pesanan pembelian dan pemasoknya secara cepat untuk menghindari hilangnya penjualan dan kemarahan pelanggan. Jadi, hilangnya penjualan merupakan biaya yang nyata penerapan sistem JIT. Sebagai alternatif, pendekatan pelengkap JIT adalah teori constraint. Pada dasamya, teori constraint dapat digunakan dalam lingkungan manufaktur JIT yang juga mempunyai batasan-batasan. Pendekatan teori constraint memberi tekanan kuat pada kualitas untuk melindungi volume penjualan yang telah dicapai dan berusaha meningkatkan volume penjualan pada masa mendatang dengan meningkatkan kualitas, mempercepat waktu respons, dan juga mengurangi biaya operasi.
C. TEORI CONSTRAINT Setiap perusahaan bisnis menghadapi masalah batasan sumber ekonomi yang dimiliki dan permintaan pasar terhadap setiap produk yang dihasilkan. Batasan-batasan ini disebut constraint. Teori kendala (theory of constraint) mengakui bahwa setiap organisasi dibatasi oleh batasan-batasan. Teori constraint mengembangkan suatu pendekatan untuk mengelola batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara berkelanjutan. Teori constraint
menyatakan
bahwa
jika
kinerja
diperbaiki,
suatu
perusahaan
harus
mengidentifikasi batasan-batasan, mengeksploitasi batasan-batasan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan menemukan cara-cara untuk mengatasi batasan-batasan yang dihadapi. Konsep Dasar Teori Constraint Teori constraint berfokus pada tiga ukuran kinerja pengorganisasian, yaitu: throughput, persediaan, dan biaya operasi. 1. Throughput adalah laba yang dihasilkan melalui penjualan. Secara operasional, throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unitlevel variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik. Tenaga kerja langsung dipandang sebagai biaya level unit tetap (fixed unit-level expenses) dan biasanya tidak dimasukkan dalam definisi throughput. Berdasarkan pemahaman ini throughput berhubungan dengan margin kontribusi. 2. Persediaan adalah semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah bahan baku menjadi throughput. 3. Biaya operasional didefinisi sebagai semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah persediaan menjadi throughput.
Berdasarkan pada ketiga ukuran tersebut, tujuan manajemen adalah meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan mengurangi biaya operasi. Peningkatan throughput, minimalisasi persediaan, dan pengurangan biaya operasi akan memengaruhi tiga ukuran kinerja keuangan yaitu peningkatan laba bersih, return on investment, dan arus kas. Peningkatan throughput dan pengurangan biaya operasi biasanya lebih ditekankan sebagai elemen-elemen kunci dalam memperbaiki ketiga ukuran keuangan
tersebut. Namun, peran minimalisasi persediaan dalam mencapai perbaikan kinerja secara tradisional dianggap kurang penting daripada throughput dan biaya operasi. Teori constraint menyatakan bahwa manajemen persediaan mempunyai peranan yang lebih besar daripada yang diasunisikan dalam sudut pandang tradisional. Teori constraint mengakui bahwa penurunan persediaan akan menurunkan biaya penyimpanan, yang kemudian menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan laba bersih. Teori constraint berpendapat bahwa penurunan persediaan akan menimbulkan keunggulan kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat dalam merespons kebutuhan pelanggan. Produk yang Lebih Baik. Produk yang lebih baik berarti produk yang memiliki kualitas lebih tinggi. Hal ini berarti perusahaan mampu memperbaiki produk dan menyediakan produk yang lebih baik secara lebih cepat ke pasar. Pada dasarnya, persediaan yang rendah akan memungkinkan ketidaksempurnaan produk dapat dideteksi secara lebih cepat dan penyebab masalah tersebut dapat diidentifikasi. Perbaikan produk juga merupakan suatu elemen kompetitif kunci. Produk baru atau yang telah diperbaiki harus mencapai pasar dengan cepat sebelum pesaing mampu memproduksi produk dengan fitur yang sama. Tujuan ini dipermudah pencapaiannya dengan persediaan produk yang rendah. Persediaan yang rendah memungkinkan perubahan produk dikenalkan lebih cepat karena perusahaan mempunyai produk lama dalam jumlah sedikit dalam bentuk barang jadi maupun barang dalam proses yang mungkin harus segera dijual atau dibuang sebelum produk baru dikenalkan
Harga Jual yang Lebih Rendah. Persediaan yang tinggi membutuhkan kapasitas produktif dan investasi yang lebih banyak dalam peralatan dan ruang. Oleh karena waktu tunggu dan persediaan barang dalam proses biasanya berhubungan, persediaan yang tinggi mungkin sering menyebabkan waktu lembur. Waktu lembur akan meningkatkan biaya operasi dan merendahkan profitabilitas. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya penyimpanan, biaya investasi per unit dalam persediaan, dan biaya operasi lain, seperti waktu lembur dan biaya pengiriman khusus. Investasi dan biaya operasi yang lebih rendah menyebabkan margin per unit setiap produk akan meningkat, dan memberi fleksibilitas yang lebih dalam keputusan penentuan harga jual. Oleh karena itu, harga jual yang lebih rendah dapat dilakukan apabila perusahaan menghadapi tingkat persaingan tinggi atau laba produk
yang lebih tinggi dapat dicapai jika kondisi kompetitif tidak mengharuskan harga jual yang lebih rendah.
Daya Tanggap. Pengiriman barang yang tepat waktu dan produksi dengan waktu tunggu yang lebih cepat daripada yang diinginkan oleh pasar merupakan alat-alat kompetitif penting. Pengiriman yang tepat waktu dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam memprediksi kapan memproduksi dan mengirimkan produk kepada pelanggan. Jika perusahaan mempuanyai persediaan yang lebih tinggi daripada pesaingnya, hal ini berarti bahwa waktu tunggu produksi perusahaan tersebut lebih lama daripada waktu tunggu industri. Persediaan tinggi dapat mengaburkan waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi dan memenuhi suatu pesanan. Persediaan rendah memungkinkan waktu tunggu yang sesungguhnya dapat diamati lebih teliti dan tanggal-tanggal pengiriman barang dapat lebih akurat ditentukan. Pernyingkatan waktu tunggu adalah penting. Penyingkatan waktu tunggu ekuivalen dengan penurunan persediaan barang dalam proses. Suatu perusahaan yang mempunyai waktu 10 hari untuk persediaan barang dalam proses mempunyai waktu tunggu produksi rata-rata 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu 10 hari menjadi 5 hari, maka perusahaan hanya mempunyai waktu 50 hari untuk persediaan barang dalam proses. Apabila waktun tunggu dapat dikurangi, maka pengurangan waktu untuk persediaan barang jadi mungkin juga dikurangi. Misalnya, jika waktu tunggu untuk suatu produk adalah 10 hari dan pasar meminta pengiriman berdasarkan permintaan, maka perusahaan harus menyimpan barang jadi secara rata-rata selama 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu produksi menjadi 5 hari, maka waktu untuk persediaan barang jadi juga dapat dikurangi menjadi 5 hari. Jadi, tingkat persediaan memberi sinyal mengenai kemampuan perusahaan dalam merespons permintaan. Persediaan yang relative lebih tinggi daripada pesaing menunjukkan kegagalan kompetitif. Oleh karena itu, teori constraint menekankan pengurangan persediaan dengan mengurangi waktu tunggu. Tahap-Tahap Teori Constraint Teori constraint mempunya lima tahap untuk mencapai tujuan perbaikan kinerja pengorganisasian. 1. Mengidentifikasi batasan-batasan organisasi.
2. Mengeksplorasi batasan-batasan yang meningkat. 3. Mengesampingkan hal lain untuk keputusan-keputusan yang dibuat dalam tahap kedua. 4. Mengurangi batasan-batasan yang meningkat. 5. Mengulang proses. Tahap I: Indentifikasi Batasan Organisasi. Batas-batasan yang dapat diklasifikasi menjadi: 1. Batasan eksternal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar terhadap produk perusahaan, dan 2. Batasan internal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan kapasitas mesin.
Walaupun sumber ekonomi dan permintaan mungkin terbatas, bauran produk tertentu mungkin tidak memenuhi semua permintaan atau menggunakan semua sumber ekonomi yang tersedia. Batasan yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan oleh suatu bauran produk disebut batasan langgar (loose constraint). Batasan mengikat (binding constraint) adalah batasan yang mempunyai semua sumber ekonomi dimanfaatkan secara penuh. Batasan-batasn eksternal maupun internal seharusnya diidentifikasi. Bauran produk optimal diidentifikasi sebagai bauran produk perusahaan. Bauran produk optimal menunjukkan banyaknya sumber ekonomi pada setiap batasan yang digunakan dan batasanbatasan yang mengikat organisasi. Keputusan bauran produk dapat mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Setiap bauran produk merupakan suatu alternatif yang mempunyai laba tertentu. Serorang manajer harus memilih bauran produk yang memaksimalkan laba total. Pendekatan yang biasanya digunakan adalah dengan mengasumsikan bahwa hanya biaya variabel berdasarkan unit yang relevan untuk pembuatan keputusan bauran produk. Jadi, pendekatan ini mengasumsikan bahwa level nonunit adalah sama di antara bauran produk yang berbeda. Bauran produk yang optimal adalah bauran produk yang memaksimalkan margin kontribusi total. Seseorang manajer harus memilih bauran produk optimal dengan batasa-batasan tertentu yang dihadapi perusahaan. Misalnya, perusahaan memproduksi suku cadang X dan Y,
dengan margin kontribusi per unit masing-masing adalah Rp900 dan Rp1.800. Jika perusahaan mampu menjual semua suku cadang tersebut, seseorang mungkin berpendapat bahwa hanya suku cadang Y yang seharusnya diproduksi dan dijual karena mempunyai margin kontribusi terbesar. Namun, solusi ini belum tentu solusi terbaik. Pemilihan bauran optimal dapat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan antara sumber-sumber ekonomi yang terbatas dengan masing-masing produk secara individual. Hubungan ini akan mempengaruhi kuantitas setiap produk yang dapat diproduksi, dan kemudian akan mempengaruhi margin kontribusi margin kontribusi total yang dapat dihasilkan.
Satu batasan Internal Mangikat. Apabila diasumsikan bahwa setiap suku cadang harus dibor dengan menggunakan suatu mesin khusus. Perusahaan mempunyai 3 mesin bor dengan waktu pengeboran total per minggu selama 120 jam pengeboran untuk ketiga mesin. Suku cadang X per unit membutuhkan 1 jam pengeboran, dan suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran. Tidak ada batasan lain selain mesin pengeboran tersebut. Oleh karena setiap unit X membutuhkan 1 jam pengeboran, maka 120 unit X dapat dihasilkan per minggu. Jika margin kontribusi X per unit adalah Rp900, maka suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total Rp180.000 (Rp900 x 120 unit) per minggu. Di pihak lain, suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran, maka 40 unit Y dapat dihasilkan per minggu. Apabila margin kontribusi Y per unit
Rp1.800, maka margin
kontribusi total yang dihasilkan adalah Rp72.000 (Rp1.800 x 40 unit) per minggu. Jika perusahaan memproduksi suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total lebih tinggi dari pada jika perusahaan hanya memproduksi suku cadang Y, walaupun margin kontribusi per unit suku cadang Y dua kali lipat suku cadang X. Margin kontribusi per unit untuk setiap produk tidak penting. Margin kontribusi per unit sumber ekonomi merupakan faktor penentu. Produk yang menghasilkan margin kontribusi per unit jam pengeboran yang tertinggi seharusnya dipilih. Suku cadang X menghasilkan margin kontribusi per jam pengeboran Rp900 (Rp900/1 jam pengeboran), sedangkan suku cadang Y hanya menghasilkan margin kontribusi Rp600 per jam pengeboran (Rp1.800/3 jam pengeboran). Jadi bauran optimal adalah 120 unit suku cadang X dan tidak memproduksi suku cadang Y akan menghasilkan margin kontribusi total Rp108.000 per minggu. Perhatikan bahwa bauran produk ini menggunakan seluruh kapasitas 120 jam pengeboran sehingga batasan jam pengeboran ini merupakan batasan yang mengikat.
Batasan Mengikat Internal dan Batasan Mengikat Eksternal. Margin kontribusi per unit sumber ekonomi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bauran produk optimal ketika terdapat batasan mengikat eksternal. Misalnya, diasumsikan dengan batasan internal yang sama yaitu 120 jam pengeboran, tetapi perusahaan juga menghadapi batasan eksternal yaitu hanya dapat menjual 30 unit suku cadang X dan 100 unit suku cadang Y. batasan internal memungkinkan perusahaan memproduksi 120 suku cadang X, tetapi hal ini bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan memproduksi 120 unit suku cadang X, tetapi hal inio bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan hanya dapat menjual suku cadang X ke luar sebanyak 30 unit. Jadi perusahaan menghadapi suatu batasan eksternal mengikat yang memengaruhi keputusan sebelumnya yaitu hanya memproduksi dan menjual suku cadang X. Oleh karena margin kontribusi per unit sumber ekonomi yaitu Rp900 untuk suku cadang X dan Rp600 untuk suku cadang Y, maka masih masuk akal untuk memproduksi dan menjual suku cadang Y. perusahaan seharusnya memproduksi lebih dulu 30 unit suku cadang X dengan menggunakan 30 jam pengeboran dan sisanya 90 jam pengeboran digunakan untuk memproduksi 30 unit suku cadang Y (1 Unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Jadi, bauran produk optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y yang menghasilkan margin kontribusi total Rp81.000 per minggu ((Rp900 x 30 unit X) + (Rp1.800 x 30 unit Y)). Tahap II: Eksploitasi Batasan Mengikat Salah satu cara penggunaan terbaik batasan mengikat adalah untuk menjamin bahwa bauran produk optimal diproduksi. Namun, pemanfaatan terbaik batasan mengikat lebih ekstensif daripada hanya menjamin memproduksi bauran produk yang optimal. Tahap ini adalah inti filosofi teori constraint pada manajemen batasan jangka pendek dan secara langsung berhubungan dengan tujuan teori constraint untuk mengurangi persediaan dan memperbaiki kinerja. Dalam kebanyakan organisasi hanya terdapat beberapa batasan sumber ekonomi yang mengikat. Batasan mengikat utama didefinisi sebagai drummer (penabuh genderang). Apabila hanya terdapat satu batasan mengikat internal dalam perusahaan maka batasan ini menjadi drummer. Tingkat produksi batasan drummer akan menentukan tingkat produksi seluruh pabrik. Proses produksi hilir akan mengikuti batasan drummer. Penjadwalan untuk proses produksi hilir adalah mudah. Ketika suatu suku cadang diselesaikan dalam proses drummer,
maka proses produksi berikutnya dimulai. Demikian juga, setiap operasi berikutnya dimulai ketika operasi sebelumnya telah selesai. Proses produksi hulu yang memberikan masukan bagi batasan drummer dijadwal untuk memproduksi dalam tingkat yang sama dengan batasan drummer. Penjadwalan pada tingkat drummer mencegah proses produksi hulu mempunyai persediaan barang dalam proses yang berlebihan. Penjadwalan proses produksi hulu terdapat dua fitur tambahan yang digunakan teori constraint dalam mengatur batasan untuk merendahkan jumlah persediaan dan memperbaiki kinerja organisasi yaitu buffer (cadangan) dan ropes (pengikat). Pertama, suatu buffer persediaan ditentukan di muka untuk batasan mengikat utama. Buffer persediaan disebut sebagai time buffer. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu. Tujuan suatu time buffer adalah untuk melindungi throughput organisasi dari gangguan yang dapat diatasi dalam interval waktu tertentu. Misalnya, jika memerlukan waktu satu hari untuk mengatasi kebanyakan interupsi yang terjadi di proses hulu sebelum batasan drummer, maka buffer dua hari adalah waktu yang seharusnya cukup untuk melindungi throughput dari interupsi macam apa pun. Jadi, dalam penjadwalan, operasi sebelum batasan drummer seharusnya memproduksi suku cadang yang dibutuhkan batasan drummer untuk dua hari di muka dari penggunaan yang dijadwalkan. Setiap operasi yang mendahului dijadwal lebih awal sehingga suku cadang tiba pada waktu dibutuhkan oleh operasi berikutnya. Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan drummer. Tujuan suatu rope adalah untuk menjamin bahwa persediaan barang dalam proses tidak melebihi yang dibutuhkan untuk time buffer. Jadi, tingkat (rate) pada batasan drummer digunakan untuk membatasi tingkat bahan baku yang masuk proses pertama dan mengendalikan secara efektif tingkat pada proses produksi pertama. Tingkat pada proses pertama kemudian mengendalikan tingkat pada proses berikutnya. Sistem persediaan pada teori constraint sering disebut drum-buffer-rope (DBR) system. Berikut ini contoh lanjutan yang mengilustrasikan drum-buffer-rope (DBR) system. Misalnya, perusahaan mempunyai tiga proses produksi yang berurutan yaitu penggerindaan, pengeboran, dan pengkilapan. Setiap proses tersebut mempunyai batasan sumber. Permintaan untuk suku cadang juga terbatas, yaitu suku cadang X sebanyak 30 unit dan suku cadang Y sebanyak 100 unit. Kemudian, diasumsikan bahwa hanya ada satu batasan mengikat internal
yaitu pengeboran sehingga bauran optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y untuk per minggu. Dua proses lain yaitu penggerindaan dan pengkilapan merupakan batasan longgar karena mampu memproduksi suku cadang lebih banyak daripada bauran optimal tersebut. Oleh karena proses pengeboran memberikan masukan kepada proses pengkilapan, maka proses pengeboran dapat didefinisi sebagai batasan drummer untuk seluruh pabrik. Diasumsikan bahwa permintaan harian dalam minggu adalah sama yaitu 6 unit untuk setiap suku cadang (satu minggu terdiri atas 5 hari keija). Time buffer selama 2 hari akan memerlukan 24 unit suku cadang lengkap dari proses penggerindaan, yaitu 12 unit suku cadang X dan 12 unit suku cadang Y. Untuk menjamin bahwa time buffer tidak melebihi tingkat 6 unit per hari untuk setiap suku cadang, bahan baku yang dimasukkan ke proses penggerindaan seharusnya hanya sebanyak kebutuhan untuk memproduksi 6 unit untuk setiap suku cadang per hari. Inilah rope pada proses produksi tersebut yaitu mengikatkan bahan baku yang dimasukkan ke proses pertama ke tingkat pada batasan drummer. Tahap III: Mengesampingkan Hal Lain untuk Pembuatan Keputusan pada Tahap II Batasan drummer pada dasarnya menentukan kapasitas untuk keseluruhan pabrik. Semua departemen lainnya seharusnya diatur untuk kebutuhan batasan drummer. Cara ini meminta perusahaan untuk mengubah cara pandang mereka. Misalnya, penggunaan ukuran efisiensi pada tingkat departemen mungkin tidak lagi sesuai. Sebagai kelanjutan dari contoh berikutnya, usaha untuk memaksimalkan efisiensi produktif pada departemen penggerindaan dapat mengakibatkan persediaan barang dalam proses yang berlebihan. Apabila kapasitas departemen penggerindaan adalah 80 unit suku cadang per minggu, maka departemen penggerindaan akan menambah produksi 20 unit suku cadang per minggu, di atas bauran optimal 60 unit suku cadang yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y berdasar batasan drummer yaitu departemen pengeboran. Oleh karena itu, dalam periode satu tahun kelebihan persediaan barang dalam proses adalah 1.000 unit (20 unit x 50 minggu kerja). Departemen pengkilapan harus berproduksi mengikuti departemen sebelumnya yaitu departemen penggerindaan yang merupakan batasan drummer. Oleh karena itu, produksi di departemen pengkilapan dapat dikendalikan berdasarkan output departemen pengeboran.
Tahap IV: Mengurangi Batasan Mengikat Setelah tindakan-tindakan dilakukan untuk penggunaan terbaik batasan yang ada, langkah berikutnya adalah memulai suatu program perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi batasan-batasan mengikat yang dimiliki. Misalnya, apabila perusahaan menambah setengah shift kerja pada departemen pengeboran, maka kapasitas akan meningkat dari 120 jam pengeboran menjadi 180 jam pengeboran per minggu. Adanya tambahan 60 jam pengeboran, perusahaan dapat meningkatkan produksi suku cadang Y dari 30 unit menjadi 50 unit atau terdapat produksi tambahan 20 unit suku cadang Y (1 unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Oleh karena suku cadang Y mempunyai margin kontribusi per unit Rp1.800, maka throughput akan meningkat Rp36.000 per minggu (Rp1.800 x 20 unit), dengan asumsi bahwa departemen penggerindaan dan pengkilapan dapat menghasilkan 20 unit suku cadang Y per minggu. Departemen penggerindaan mempunyai kapasitas 80 unit dan setiap unit suku cadang X dan Y masing-masing membutuhkan 1 jam penggerindaan, sehingga digunakan 60 jam penggerindaan. Jadi, produksi tambahan 20 unit masih dapat dikerjakan dalam kapasitas yang tersedia. Jika departemen pengkilapan mempunyai kapasitas 160 jam dan suku cadang X per unit menggunakan 2 jam dan suku cadang Y menggunakan 1 jam. Apabila bauran optimal sebelumnya, yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y, maka 90 jam pengkilapan digunakan. Penambahan produksi sebanyak 20 unit suku cadang Y, perusahaan membutuhkan 20 jam pengkilapan tambahan. Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena terdapat kapasitas menganggur 70 jam pengkilapan (160 jam - 90 jam). Jadi, perubahan dari bauran produk terdiri atas 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y menjadi bauran produk 30 unit suku cadang X dan 50 unit suku cadang Y, adalah mungkin dilakukan. Pertanyaannya adalah apakah penambahan setengah shift kerja akan lebih menguntungkan. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan membandingkan biaya tambahan kebijakan penambahan setengah shift kerja dengan penambahan throughput Rp36.000 per minggu. Jika biaya tambahan untuk setengah shift kerja adalah Rp 150 per jam, maka biaya tambahan total adalah Rp9.000 per minggu (Rp150 x 60 jam), dan keputusan penambahan setengah shift kerja adalah menguntungkan.
Tahap V: Pengulangan Proses Akhirnya, batasan sumber berupa aktivitas pengeboran akan ditinggalkan pada suatu titik yang batasan tersebut tidak mengikat lagi. Misalnya, jika perusahaan menambah satu shift kerja penuh untuk operasi pengeboran, maka kapasitas yang tersedia menjadi 240 jam pengeboran. Batasan pengeboran dan pengkilapan mampu memproduksi lebih banyak suku cadang Y, tetapi proses penggerindaan tidak dapat menambah produksi karena departemen penggerindaan mempunyai kapasitas maksimum 80 unit per minggu untuk kombinasi suku cadang X dan Y. Jadi, batasan drummer yang baru adalah penggerindaan. Ketika batasan drummer baru diidentifikasi, maka proses teori constraint diulang. Tujuannya adalah untuk melakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan dengau mengelola batasan.
DAFTAR ISI
1. Batasan drummer adalah batasan mengikat yang utama dalam proses produksi suatu perusahaan. 2. Batasan longgar (loose constraint) adalah batasan yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan oleh suatu bauran produk. 3. Batasan mengikat (binding constraint) adalah batasan-batasan yang semua sumber ekonominya dimanfaatkan secara penuh. 4. Biaya pemesanan (ordering costs) adalah biaya untuk menempatkan atau menerima pesanan. 5. Biaya penyimpanan (carrying costs) adalah biaya yang timbul untuk menyimpan persediaan, misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena ketinggalan jaman, biaya kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan, dan biaya ruang penyimpanan. 6. Biaya setup adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan fasilitas untuk dapat digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu. 7. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena tidak tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan. 8. Electronic data interchange (EDI) adalah suatu sistem komputerisasi yang menghubungkan database pemasok dengan database pembeli secara online.
9. Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan untuk merespons kebutuhan pelanggan. 10. Model economic order quantity (EOQ) adalah suatu model untuk meminimumkan biaya persediaan dengan menentukan kuantitas pemesanan yang ekonomis. 11. Persediaan minimal adalah kuantitas persediaan yang harus selalu tersedia untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta oleh pelanggan. 12. Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan drummer. 13. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau bahan tersedia ketika dibutuhkan. 14. Sistem just-in-case adalah suatu pendekatan tradisional untuk pengelolaan persediaan. 15. Sistem pull adalah suatu sistem pengendalian produksi berdasarkan permintaan pasar. 16. Teori constraint adalah suatu teori yang mengembangkan suatu pendekatan yang mengelola batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara berkelanjutan. 17. Throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unitlevel variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik. 18. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu.
Quality Cost And Productivity : Measurement, Reporting, and Control (Biaya Kualitas dan Produktivitas) Kualitas yang rendah dapat menjadikan produk sangat mahal bagi produsen dan konsumennya. Konsekuensi rendahnya kualitas adalah tingginya biaya produk. Solusi terhadap permasalahan ini adalah penerapan manajemen kualitas. Manajemen kualitas menekankan perhatiannya pada bagaimana menghasilkan produk yang tepat waktu, tepat tempat, tepat barang, tepat layanan, dan tepat harga. Salah satu isi utama yang akan dibahas pada bab ini adalah bagaimana menyediakan produk berkualitas dan tepat harga. A. KUALITAS Kualitas (quality) dapat diartikan berbeda antara satu orang dan orang lain. Biasanya kualitas dapat dilihat dari dua faktor utama berikut ini. 1. Memuaskan harapan konsumen yang berkaitan dengan atribut-atribut harapan konsumen. 2. Memastikan seberapa baik produk dapat memenuhi aspek-aspek teknis dari desain produk tersebut, kesesuaian kinerja dengan standar yang diharapkan, dan kesesuaian dengan standar pembuatannya. Harapan konsumen atas produk atau jasa tentu saja berbeda antara satu konsumen dan konsumen lainnya. Harapan konsumen ini dapat dilihat dari beberapa dimensi yang mewakili kualitas seperti berikut ini. 1. Kinerja (performance) adalah tingkat konsistensi dan seberapa baik produk dapat berfungsi. Kinerja jasa berarti tingkat keberadaan layanan pada saat diminta konsumen. 2. Estetika (aesthetic) adalah tingkat keindahan penampilan produk (seperti kecantikan dan gaya) dan penampilan dari fasilitas, perlengkapan, personel, dan materi komunikasi untuk jasa. 3. Kemampuan servis (serviceability) adalah ukuran yang menunjukkan mudah tidaknya suatu produk dirawat atau diperbaiki setelah di tangan konsumen. 4. Fitur (features) adalah karakteristik produk yang membedakan secara fungsional dengan produk yang mirip atau sejenis.
5. Keandalan (reliability) adalah kemungkinan atau peluang produk atau jasa dapat bekerja sesuai yang di spesifikasikan dalam jangka waktu yang ditentukan. 6. Keawetan (durability) adalah lama produk dapat berfungsi atau digunakan. 7. Kualitas kesesuaian (quality of conformance) adalah tingkat kesesuaian produk dengan spesifikasi kualitas yang ditentukan pada desainnya. 8. Kesesuaian dalam penggunaan (fitness of use) adalah kecocokan produk untuk menghadirkan fungsi seperti yang diiklankan.
Pada industry jasa, kinerja diatributkan dengan ukuran daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dayatanggap adalah kemampuan dalam melayani konsumen, menyediakan petunjuk, serta memberikan layanan yang konsisten. Sedangkan empati berarti kepedualian dan perhatian individual yang diberikan kepada konsumen. Kualitas merupakan harapan konsumen sehingga upaya meningkatkan kualitas (improving quality) merupakan kewajiban produsen. Oleh karena itu, peningkatan salah satu atau lebih dari dimensi kualitas merupakan upaya peningkatan kualitas. Dimensi kualitas yang dipilih kemudian dimasukkan dalam spesifikasi desai produk. Selanjutnya, produksi dilakukan untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Pendekatan Kualitas Jika ada produk berkualitas maka lawannya adalah produk tidak berkualitas atau produk cacat (defective product). Produk cacat berarti produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Pendekatan strategis yang digunakan untuk dapat memenuhi spesifikasi dapat dipilih satu dari dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional atau dikenal sebagai pendekatan nilai target (target value) dan pendekatan kontemporer yang disebut pendekatan kualitas optimal (robust quality).
Pendekatan Nilai Target Dalam pendekatan inin, kesesuaian kualitas diartikan sebagai suatu rentang nilai untuk setiap spesifikasi atau karakteristik kualitas. Sebuah nilai target dengan batasan nilai tertinggi dan terendah ditentukan sebagai rentang variasi produk yang dapat diterima. Nilai Target adalah semua unit yang berada dalam
nilai rentang tersebut dikategorikan sebagai produk yang tidak cacat atau berkualitas.
Pendekatan Kualitas Optimal Dalam pendekatan ini, kesesuaian kualitas ditekankan pada dimensi kesesuaian untuk digunakan (fitness for use). Spesifikasi kualitas ditentukan dalam nilai tertentu yang sudah teruji tanpa ada toleransi sedikitpun terhadap penyimpangan (tidak diperbolehkan adanya rentang nilai).
B. PENGUKURAN DAN PELAPORAN BIAYA KUALITAS Perusahaan harus melakukan pengukuran dan pelaporan terhadap biaya kualitas agar dapat menjaga produk yang dihasilkan tetap berkualitas tinggi. Dengan adanya pelaporan biaya kualitas yang terukur secara akurat maka akan diketahui apakah upaya-upaya peningkatan kualitas yang telah dijalankan sudah sesuai dengan tujuan perusahaan, yaitu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan pengurangan biaya produksi. Biaya Kualitas Biaya kualitas (cost of quality) merupakan biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena adanya kualitas yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut maka biaya kualitas dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya kualitas yang berkaitan dengan aktivitas pengendalian (control activity) dan biaya yang berkaitan dengan aktivitas kegagalan (failure activity). Aktivitas pengendalian dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas. Sedangkan aktivitas kegagalan terjadi karena adanya kegagalan dalam menjalankan aktivitas atau adanya produk yang berkualitas rendah. Ada dua kelompok biaya kualitas yaitu biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Kedua kelompok tersebut dapat dipecah lagi dalam empat subkelompok biaya, yaitu biaya pencegahan (prevention cost), biaya penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan internal ( internal failure cost), serta biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Definisi masing-masing biaya tersebut adalah sebagai berikut.
1. Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi karena adanya usaha untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam menjalankan aktivitas jasa dan/atau produk
yang berkualitas rendah. Pada umumnya, peningkatan biaya pencegahan diharapkan akan menghasilkan penurunan biaya kegagalan. 2. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi karena dilakukannya penentuan apakah produk dan/atau jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen. 3. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi pada saat produk dan/atau jasa jasa dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen. Ketidaksesuaian ini terdeteksi pada saat produk masih berada di pihak perusahaan atau sebelum dikirimkan ke pihak luar perusahaan. 4. Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yangterjadi padaa saat produk dan/atau jasa yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen dan diketahui setelah produk berada di luar perusahaan atau sudah di tangan konsumen.
Pengukuran Biaya Kualitas Biaya kualitas dapat juga di klasifikasikan menjadi dua menurut kemudahan dalam pengamatannya. Pertama adalah biaya kualitas yang dapat diamati (observable qualitycost) dan kedua biaya kualitas yang tersembunyi (hidden quality). Biaya kualitas yang dapat diamati merupakan biaya kualitas yang secara langsung dapat diukur dan biasanya datanya tersedia dalam laporan perusahaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah biaya pencegahan, penilaian, kegagalan internal, serta beberapa biaya yang termasuk dalam subkelompok kegagalan\eksternal, misalnya biaya garansi dan penggantian produk. Sedangkan biaya kualitas tersembunyi
merupakan biaya atas hilangnya kesempatan yang diakibatkan oleh
rendahnya kualitas. Biaya ini biasanya tidak terdapat dalam laporan akuntansi. Tentu tidak mudah dalam mengukur jumlah biaya-biaya tersebut. Namun, biaya kualitas tersembunyi bisa jadi jumlahnya signifikan dan menjadi penting dalam proses penentuan kebijaksanaan perusahaan. Oleh karena itu, penentuan biaya ini menjadi hal penting.
Metode Multiplier Berdasarkan metode ini dasumsikan bahwa total biaya kualitas merupakan multiplikasi dari beberapa ukuran biaya kegagalan sehingga untuk mengestimasikan biaya kegagalan total dapat dilakukan dengan mengalikan dengan menggunakan suatu angka pengali yang ditentukan dengan biaya kegagalan total terobservasi. Hal ini dapat diformulasikan sebagai berikut.
Biaya kegagalan eksternal total = k x biaya kegagalan eksternal terobservasi
Simbol k merupakan angka pengali yang merefleksikan efek multiplier. Perusahaan menentukan k berdasarkan data-data di masa lalu atau pengalaman perusahaan. Misalnya di perusahaan Trigold berhasil menghitung biaya kegagalan eksternal terobservasi tahun 2012 sebesar Rp2.000.000. Bedasarkan data tahun-tahun sebelumnya k ditentukan sebesar 4, maka tahun 2012 biaya kegagalan eksternal total ditentukan sebesar Rp8.000.000 (4 x Rp2.000.000)
Metode Taguchi Quality Loss Function Pandangan dalam metode taguchi ini berbeda dengan pandangan tradisional yang mengizinkan adanya penyimpangan selama masih dalam rentang target. Perhitungan biaya kegagalan eksternal total dengan metode taguchi dapat diformulasikan sebagai berikut. L(y) = k(y – T)2 Keterangan: k
= Konstanta proposional yang tergantung pada struktur biaya kegagalan eksternal perusahaan. Simbol k merupakan nilai yang diestimasi dan dihitung dengan membagi nilai biaya dengan cara : k = c ÷ d2
c
= Kerugian pada limit terendah atau tertinggi
d
= Jarak limit dari nilai target
y
= Nilai actual karakteristik kualitas
T
= Nilai target karekteristik kualitas
L
= Kerugian akibat kualitas (biaya kegagalan eksternal total)
Contoh perhitungan Biaya Kegagalan Eksternal Unit
Diameter Sesungguhnya (y)
y-t
(y-t)2
k (y – t )2
Ke - 1
19,80
-0,20
0,0400
Rp800
Ke - 2
20,00
0
0
0
Ke - 3
20,10
0,10
0,0100
200
Ke - 4
20,15
0,15
0,0225
450
Ke - 5
19,90
0,10
0,0100
200
Total
Rp1.650
Rata – rata
Rp330
Pelaporan Biaya Kualitas Pelaporan biaya kualitas dapat menjadi sumber informasi terpenting dalam pembuatan keputusan perbaikan kualitas dan penurunan biaya kualitas. Langkah pertama dalam membuat pelaporan biaya kualitas adalah menentukan baiaya kualitas sesungguhnya untuk setiap komponen kualitas. Langkah berikutnya adalah mengelompokkan komponen-komponen biaya kualitas tersebut dalam kelompokkelompok biaya kualitas. Supaya penyusunan laporan biaya kualitas mudah dilakukan dan dipahami lazimnya dalam bentuk presentase dari penjualan sesungguhnya. Terdapat dua pandangan terkait biaya kualitas optimal, yaitu dalam pandangan tradisional disebut dengan tingkat kualitas dapat diterima (acceptable quality level), sedangkan pandangan kontemporer disebut pengendalian kualitas total (total quality control/zero defect). Setiap pandangan memilki cara yang berbeda dalam pengelolaan biaya kualitas.
C.
Pengelolaan Biaya Kualitas PandanganTradisional Pandangan ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Juran yang mengemukakan model biaya kualitas optimal. Dalam model ini, kualitas dibagi dalam tiga zona relatif terhadap titik total biaya kualitas minimum. Aktivitas peningkatan kualitas dipilih pada daerah di bawah zona tingkat kualitas optimal, zona kesempurnaan berada diatasnya, dan di antara keduanya terdapat zona tidak berbeda (indifference). Pada
zona kesempurnaan terdapat banyak permasalah untuk mencapai cacat nol (zero difect) produk.
Pandangan Kontemporer Inti dari pandangan ini adalah untuk mendapatkan manfaat biaya maka tidak diperbolehkan adanya produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi target akan menghasilkan peningkatan biaya kualitas. Perusahaan yang tidak menghasilkan produk tidak sesuai spesifikasi paling sedikit yang akan unggul. Oleh karena itu, dalam pandangan ini, tingkat optimal dari kualitas akan terjadi pada kondisi cacat nol (zero defect) yang berarti total biaya kualitas terendah dicapai pada saat tidak cacat.
Activity Based Management dan Biaya Kualitas Optimal ABM membedakan biaya kualitas menjadi dua kelompok, yaitu biaya bernilai tambah dan biaya tidak bernilai tambah. Dengan menggunakan kriteria penentuan biaya bernilai tambah maka biaya kualitas kelompok penilain serta kegagalan internal dan eksternal adalah biaya tidak bernilai tambah. Apabila aktivitas pencegahan tidak dilakukan secara efisien dengan pemilihan, pengurangan, atau bahkan berbagai aktivitas (sharing of activity) dapat dimanfaatkan untuk menjadikan aktivitas pencegahan menjadi bernilai tambah.
Analisis Trend Perbandingan dilakukan untuk semua komponen biaya kualitas, baik secara total maupun secara komponen. Dengan menggunakan grafik trend akan diketahui perkembangan total dan per komponen dari periode ke periode. Kemudian, dengan melakukan perbandingan antar komponen kualitas akan diketahui hubungan dan pengaruh antar komponen. Misalnya, sebuah perusahaan memiliki data biaya kualitas sebagai berikut.
Penjualan
Tahun
Biaya Kualitas
2007
Rp1.800.000.000
Rp9.000.000.000
20%
2008
1.650.000.000
9.167.000.000
18%
2009
1.400.000.000
9.333.000.000
15%
2010
1.325.000.000
11.041.700.000
12%
2011
1.200.000.000
12.000.000.000
10%
2012
1.000.000.000
12,500.000.000
8%
sesungguhnya
% Biaya dari Penjualan
D. PENGIDENTIFIKASIAN PERMASALAHAN PENGENDALIAN KUALITAS Program manajemen kualitasyang efektif termasuk didalamnya adalah identifikasi permasalahan-permasalahan pengendalian kualitas. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan permasalahan tersebut adalah metode diagram sebab-akibat atau fishbone diagram (karena bentuknya mirip tulang ikan). Diagram kausal (casual diagram) yang penyebab atau alasan adanya ketidaksempurnaan adalah sumber dari penyimpangan. Penyebab penyimpangan kualitas biasanya dikelompokkan sebagai berikut. 1. Manusia adalah semua orang yang terlibat dalam proses. 2. Metode adalah cara bagaimana proses dilakukan dan setiap permintaan spesifik untuk dapat melakukannya, seperti kebijakan, aturan-aturan, dan hukum. 3. Mesin adalah semua peralatan, computer, atau perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. 4. Bahan adalah bahan baku ataupun bahan penolong untuk menghasilkan produk akhir. 5. Pengukuran adalah data yang diperoleh dari proses yang digunakan untuk mengukur kualitas. 6. Lingkungan merupakan suatu kondisi, seperti wakil di lokasi, suhu, cuaca, budaya, dan lainnya.
E. PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI Efisiensi proses adalah kemampuan untuk mengubah input menjadi output antara (throughtput) pada biaya terendah. Output antara merupakan jumlah barang atau jasa yang dihasilkan dan disampaikan pada konsumen pada suatu periode waktu
pengukuran yang diukur dalam ukuran keuangan atau ukuran fisik. Manajer membutuhkannya untuk mengetahui seberapa baik mereka mengelola proses dan aktivitas dalam organisasi. Organisasi mengelola dua tipe proses, yaitu proses produksi dan proses bisnis. Proses produksi secara langsung menghasilkan produk atau jasa. Contoh proses produksi perusahaan roti membuat roti tawar untuk konsumen , dan perusahaan hard disk memproduksi hard disk mini untuk pemutar MP3. Sebagai contoh, proses pemesanan tepung di perusahaan roti dan proses pengelolaan persediaan bahan baku hard disk di perusahaan hard disk. Ukuran-ukuran yang biasa digunakan untuk efisiensi proses produksi dan bisnis diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Produktivitas 2. Waktu Siklus (cycle time) 3. Rasio Waktu
Hubungan antara Ukuran-Ukuran Efisiensi Proses
Kualitas tinggi
Produktivitas tinggi
KeluaranKelua ran tinggi
F. PENGUKURAN PRODUKTIVITAS Produktivitas (productivity) menekankan pada bagaimana menghasilkan output secara efisien, dan secara khusus ditunjukkan pada hubungan antara output dan input untuk menghasilkan output. Efisiensi produktivitas total terjadi saat dua kondisi terpenuhi, yaitu: (1) untuk semua perpaduan input yang akan menghasilkan output pada tingkat ditentukan, tidak ada satu komponen input-pun yang digunakan melebihi yang ditentukan untuk menghasilkan output tertentu, (2) pada berbagai
perpaduan untuk memenuhi nkondisi pertama yang dipilih adalahperpaduan dengan tingkat biaya terendah. Kondisi pertama disebut efisiensi teknis (technical efficiency) karena dipicu oleh hubungan teknis, sedangkan kondisi kedua disebut efisiensi pertukaran (tradeoff efficiency). Kondisi kedua dipicu oleh hubungan harga input secararelatif. Pada kondisi kedua, harga input ditentukan oleh proporsi relative dari setiap komponen input yang digunakan untuk menghasilkan output. EfisiensiTeknis Upaya peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui tiga cara berikut ini 1.
Menghasilkan output yang sama dengan input lebih sedikit.
2.
Menghasilkan output yang lebih banyak dengan input yang sama.
3.
Menghasilkan output lebih banyak dengan input yang lebih sedikit.
Efisiensi Pertukaran Peningkatan efisiensi juga dapat dicapai dengan melakukan pertukaran antara input yang lebih mahal dengan inputyang lebih murah. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa input tenaga kerja langsung lebih mahal daripada input peralatan (modal) sehingga mengurangi input peralatan untuk menghasilkan output yang sama dapat meningkatkan efisiensi.
Pengukuran Produktivitas Parsial Pengukuran produktivitas berarti mengkuantitatifkan perubahan produktivitas. Tujuannya adalah untuk memudahkan manajemen dalam memonitor naik turunnya produktivitas. Pengukuran aktual dipergunakan oleh manajer untuk mengetahui perkembangan program peningkatan produktivitas, menentukan perbaikan yang diperlukan, dan mengendalikan perubahan. Pengukuran produktivitas input demi input satu persatu disebut dengan pengukuran produktivitas parsial (partial productivity measurement). Pengukuran dilakukan dengan membandingkan banyaknya output tunggal yang dihasilkan dengan input yang digunakan . Formulasi pengukuran produktivitas parsial sebagai berikut.
Rasio produktivitas = Output ÷ Input
Kelebihan Pengukuran Produktivitas Parsial. Pengukuran produktivitas parsial akan mengarahkan manajemen lebih fokus pada input tertentu. Selain itu, hasil pengukuran operasional cepat diketahui. Contohnya, tenaga kerja langsung dapat dikaitkan dengan berapa banyak unit yang dihasilkan untuk setiap satu unit bahan digunakan. Apabila menggunakan suatu standar produktivitas tertentu maka trend produktivitas akan dapat direkam perkembangannya.
Kelemahan Pengukuran Produktivitas Parsial. Pengukuran parsial yang dilakukan dengan cara satu per satu input diukur secara terpisah dapat memberikan suatu gambaran yang salah tentang produktivitas. Hal tersebut disebabkan karena input dalam menghasilkan output tidak semuanya independen terhadap input lain. Kinerja suatu input bisa jadi dipengaruhi oleh kinerja input yang lain. Sebagai contoh, mengubah spesifikasi bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan output yang sama bias jadi akan mengakibatkan peningkatan limbah dan bahan sisa, sedangkan jam tenaga kerja tetap berkurang. Akibatnya kinerja produktivitas tenaga kerja meningkat sedangkan kinerja produktivitas bahan baku menurun.
Pengukuran Produktivitas Total Produktivitas total didapatkan dengan cara mengukur produktivitas semua input yang digunakan untuk menghasilkan output. Pengukuranb Profil dilakukan dengan cara mengukur beberapa input utama yang dipergunakan untuk menghasilkan output yang hasilnya berupa ukuran operasional. Sebagai contoh, perusahaan Enola menerapkan proses produksi baru tahun 2012. Diasumsikan proses baru hanya mempengaruhi dua input yaitu tenaga kerja dan bahan baku. Berikut ini disajikan data produksi tahun 2011 dan 2012.
2011
2012
Jumlah televisi LCD dihasilkan
10.000
12.000
Tenaga kerja dipergunakan
5.000
4.000
Bahan baku dipergunakan
100.000
150.000
Walaupun begitu, perbandingan profit produktivitas antar tahun setidaknya mampu memberikan pandangan bagi manajer untuk mengetahui sifat perubahan produktivitas. Namun dalam beberapa kasus, sulit untuk mengetahui apakah perubahan tersebut baik atau buruk.
Pengukuran Profit-linked Productivity. Profi-linked productivity mengukur jumlah perubahan laba yang diakibatkan oleh perubahan produktivitas. Penentuan pengaruh perubahan produktivitas terhadap laba merupakan salah satu cara untuk melihat bilai perubahan produktivitas. Sebagian perubahan laba tersebut merupakan hasil perubhan produktivitas. Dengan mengetahui dampak perubahan laba yang diakibatkan perubahan produktivitas, manajer akan terbantu dalam memahami arti penting perubahan produktivitas secara ekonomis. Dampak profit-linked productivity dapat dihitung dengan rumus berikut. Dampak profit-linked = Biaya PQ total – Biaya periode amatan total
Keterangan : PQ adalah jumlah input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output pada waktu yang diamati jika produktivitas sama dengan tahun dasar yang dihitung dengan cara berikut.
PQ = Output periode amatan ÷ Rasio produktivitas tahun dasar
Komponen Pemulihan Harga. Komponen pemulihan harga adalah kemampuan perubahan pendapatan dalam mengimbangi pengaruh perubahan harga input. Pengukuran pemulihan harga dilakukan dengan cara perubahan pendapatan dikurangi perubahan biaya input dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas.
Untuk mengetahui besaran harga harus dihitung terlebih dahulu perubahan laba pada setiap periodenya. Pemulihan harga = Perubahan laba – Dampak profit-linked
Pengukuran Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk atau jasa. Pada jasa waktu siklus dihitung sejak konsumen mengajukan permintaan layanan sampai selesai. Waktu siklus rata-rata setara dengan total waktu proses untuk semua unit. Agar lebih bermanfaat, waktu siklus rata-rata harus dimasukkan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengirim semua unit produk dan pengerjaan ulang atau waktu pembuangan jika terdapat produk cacat atau sisa bahan dan limbah (yang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah).