Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
BAGIAN TUJUH PENGELOLAAN LEACHATE (LINDI)
1 LATAR BELAKANG Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan. Didasarkan atas komponen limbah padat yang ditimbun, maka kemungkinan terlepasnya komponen-komponen pencemar dari sebuah landfill adalah sebagai berikut: a. Komponen sisa makanan (organik), kayu dan kertas: − Dapat terbilas dalam lindi: CO2, asam organik, fenol, N-NH4, N-NO2, N-NO3, SO4, fosfat, karbonat dsb − Sebagai protoplasma mikrobial: C, NH4, P dan K − Muncul ke atmosfer sebagai: CO2, CH4, volatil berantai pendek dari asam lemak, NH3, H2S, merkaptan, dsb b. Komponen plastik dan karet: − Plastik tidak terdegradasi − Karet sintesis praktis tidak terdegrasi − Karet alamiah terdegradasi secara lambat c. Kain dan tekstil: − Materi-materi sintesis : sulit terdegrasi − Sebagai biomassa: NH4, S, C, P dan K − Terlarut dalam lindi: CO2, asam-asam organik, fosfat, N-NH4, N-NO2, N-NO3 − Muncul sebagai gas: CO2, CH4, asam-asam volatil, NH3, H2S, merkaptan dsb d. Komponen logam: − Berbentuk oksida logam, termasuk logam berat, seperti: Al2O3, Al(OH)3, CrO2, Cr2O3, HgO, dsb − Dapat terlarut dalam lindi : senyawa sulfat dari Ca, Mg, senyawa bikarbonat dari Fe, Ca, Mg serta senyawa oksida dari Sn, Zn, Cu dan seterusnya
2 TIMBULAN LINDI Terjadinya lindi: Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi (Lihat gambar 7.1). Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya. Kemampuan tanah dan sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diprakirakan. Dalam kaitannya dengan perancangan prasarana sebuah landfill, paling tidak terdapat dua besaran debit lindi yang dibutuhkan dari sebuah lahan urug, yaitu: • Guna perancangan saluran penangkap dan pengumpul lindi, yang mempunyai skala waktu dalam orde yang kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut hendaknya mampu menampung lindi maksimum yang terjadi pada waktu tersebut
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.1
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
•
Bagian 7/8
Guna perancangan pengolahan lindi, yang biasanya mempunyai orde dalam skala hari, dikenal sebagai debit rata-rata harian.
Gambar 7.1: Skema terjadinya lindi (Vesilind, 2002) Rancangan praktis yang sering digunakan di Indonesia untuk perancangan antara lain adalah : a. Debit pengumpul lindi: - Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian dari data beberapa tahun - Assumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak 90 % b. Debit pengolah lindi: - dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data beberapa tahun, atau - dihitung dari neraca air, kemudian diambil perkolasi kumulasi bulanan yang maksimum Produksi lindi bervariasi tergantung pada kondisi tahapan pengoperasian landfill, yaitu: a. Dalam tahap pengoperasian (terbuka sebagian): dalam tahapan ini, bagian-bagian yang belum ditutup tanah penutup akhir, baik lahan yang sudah dipersiapkan maupun sampah yang hanya ditutup tanah penutup harian, akan meresapkan sejumlah air hujan yang lebih besar. b. Setelah pengoperasian selesai (tertutup seluruhnya): dalam kondisi ini sampah telah dilapisi tanah penutup akhir. Tanah penutup akhir berfungsi untuk mengurangi infiltrasi air hujan, sehingga produksi juga akan berkurang. Pendekatan yang biasa digunakan dalam memprediksi banyaknyanya lindi dari sebuah landfill adalah dengan metode neraca air dengan: a. Metode Thorntwaite b. Metode HELP, yang dikembangkan oleh USEPA.
Metode neraca air dari Thorntwaite: Lindi yang timbul setelah pengoperasian selesai, dapat diperkirakan dengan menggunakan suatu metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda ini didasari oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan lainnya dapat diabaikan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi dalam Metoda Neraca Air ini adalah: − Presipitasi − Evapotransipitasi − Surface run-off, dan − Soil moisture storage. Gambar 7.2 berikut menggambarkan sistem input-output dari neraca air, dengan persamaan: PERC = P - (RO) - (AET) - (ΔST) I = P - (R/O) APWL = Σ NEG (I - PET) AET = (PET) + [ (I - PET) - (ΔST) ] Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.2
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
o o o o o o o o o o
Bagian 7/8
PERC = perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya, akhirnya menjadi leachate (lindi) P = presipitasi rata-rata bulanan dari data tahunan RO = limpasan permukaan (runoff) rata-rata bulanan dihitung dari presipitasi serta koefisien limpasan AET = aktual evapotranspirasi , menyatakan banyaknya air yang hilang secara nyata dari bulan ke bulan ΔST = perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan, yang terkait dengan soil moieture stotage ST = soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan dalam tanah pada saat keseimbangan I = infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah APWL = accumulated potential water loss , merupakan nilai negatif dari (I-PET) yang merupakan kehilangan air secara kumulasi I - PET = nilai infiltrasi dikurang potensi evapotranspirasi; nilai negarif menyatakan banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada tanah, sedang nilai positip adalah kelebihan air selama periode tertentu untuk mengisi tanah. PET = potensial evapotranspirasi, dihitung berdasarkan atas nilai rata-rata bulanan dari data tahunan Presipitasi (P) Evapotranspirasi (ET) Run Off (RO)
Moisture Storage (ΔS) PERC = P - RO - AET + ΔS Lechate Gambar 7.2 : Input – output konsep neraca air [...] Dengan menganggap aliran air ke bawah sebagai sistem berdimensi-satu, maka model neraca air yang dikembangkan oleh Thorntwaite [Thorntwaite], dapat digunakan untuk menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah di bawahnya. Salah satu keuntungan penggunaan tanah penutup akhir dalam mengurangi timbulnya lindi adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Air akan tertahan dalam tanah sampai menyamai angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya tanaman, setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field capacity. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkannya sehingga air akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut (Lihat Gambar 7.3). Porositas, field capacity, dan wilting point mempunyai nilai antara 0 hingga 1. Porositas harus lebih besar dari field capacity, dimana perubahannya harus lebih besar dari wilting point. Wilting point harus lebih besar dari nol. Nilai dari porositas, field capacity dan wilting point tidak digunakan untuk liner, kecuali untuk nilai awal kadar air dari liner ke nilai porsitas. Gambar 7.3 menggambarkan bahwa air akan tertahan dalam tanah sampai menyamai angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya tanaman, setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field capacity-nya. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkan sehingga air Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.3
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut. Di bawah titik ini kandungan air dikenal sebagai air higroskopis (Hygroscopic water) yaitu air yang terikat pada partikel-partikel tanah dan tidak dapat dikurangi oleh transpirasi. Dengan demikian, air tersedia (Available water) berkisar antara wilting points dan field capacity. Air inilah yang akan mengalami pergerakan kapiler dan jumlah ini berubah karena evapotranspirasi dan infiltrasi. Tabel 7.1 di bawah ini adalah jumlah air yang tersedia pada berbagai jenis tanah. Kandungan air Saturasi
Field Capacity
Tanpa tanaman Wilting
Dengan tanaman Waktu
Gambar 7.3 : Konsep kandungan air dalam tanah Tabel 7.1: Jumlah air yang dapat diserap oleh beberapa jenis tanah (mm/m) Jenis tanah
Field capacity
Wilting point
Fine Sand 120 Sandy Loam 200 Silty Loam 300 Clay Loam 375 Clay 450 Sampah 200-350 Sumber: Water Balance Method, EPA 1975
20 50 100 125 150 -
Jumlah air yang tersedia (available water) 100 150 200 250 300 -
Satuan yang digunakan dapat berupa milimeter-air per meter tinggi media. Contoh, bila yang digunakan untuk penutupan sebuah landfill adalah silty clay dengan ketebalan 0,5 m, maka diperkirakan jumlah air yang dapat diserap pada field capacity-nya adalah 0,5 m x 250 mm/m = 125 mm. Beberapa nilai karakteristik tambahan yang perlu dicatat adalah (HD Sharma and SP Lewis) a. Total porosity : • Sampah kota = 0,67 • Tanah dikompaksi = 0,40 • Fly ash dari electric plant = 0,541 • Bottom ash = 0,578 • Slag fine copper = 0,375 b. Moisture content : sampah kota = 15 - 40 % c. Field capacity : • Sampah = 224 • Clay liner dikompaksi = 356 • Fly ash dari electric plant = 187 • Slag fine copper = 55 Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.4
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
a. Wilting point : • Sampah kota = 84,1 • Liner tanah clay dikompaksi = 290 • Fly ash dari electric plant = 47,1 • Bottom ash = 64,9 • Slag fine copper = 20 e. Saturated hydraulic conductivity : -3 -1 • Sampah kota = 1 x 10 s/d 4 x 10 cm/det -7 -8 • Liner tanah clay dikompaksi = 1 x 10 s/d 4 x 10 cm/det -5 • Fly ash dari electric plant = 5 x 10 cm/det -3 • Bottom ash = 4 x 10 cm/det -2 • Slag fine copper = 4 x 10 cm/det Evapotranspirasi terjadi karena adanya penguapan dari tanah, dan transpirasi, yaitu pernafasan tumbuhan yang terdapat pada lapisan tanah penutup. Jumlah air yang hilang atau kembali ke atmosfer lebih besar pada transpirasi dibandingkan pada evaporasi. Tumbuhan berfungsi untuk menahan air agar air tidak diteruskan ke lapisan sampah, dan bagian daun akan menguapkan air tersebut. Evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi (Actual Evapotranspiration = AET) tergantung persediaan air dalam tanah (soil moisture storage). Angka AET ini tidak sama dengan data ET dari stasiun meteorologi. Angka ET ini terjadi pada kondisi air yang selalu tersedia. Angka ET stasiun meteorologi ini disebut Potential Evapotranspiration (PET) atau evapotranspirasi maksimum yang dapat terjadi. Bila soil moisture storage mendekati field capacity, ET mencapai nilai maksimumnya, tetapi bila soil moisture mendekati wilting point, ketersediaan air yang terbatas itu akan mengurangi laju ET. Metoda untuk mengetahui air yang dapat diserap setelah terjadi PET tertentu telah dikembangkan oleh Thorntwaite. PET dihitung dengan eksperimen maupun dengan metode empirik. Umumnya tidak tersedianya data evapotranspirasi, maka nilai PET dikembangkan dari nilai evaporasi hasil pengukuran dilapangan dengan evaporimeter, yang memerlukan suatu faktor koreksi tertentu. Faktor koreksi ini dihitung dengan menggunakan perbandingan antara evapotranspirasi tanah berumput yang terairi dengan baik, dengan Pan evaporasi klas A, yaitu Pan yang terletak pada tanah berumput. Cara lain adalah dengan pendekatan empirik, seperti metode-metode Thorntwaite, Blaney-Criddle, Penmann atau metode Christiansen. Berikut ini diberikan contoh metode neraca air dengan Thornwaite dengan parameter PET yang dihitung dengan pendekatan Thorntwaite. Contoh perhitungan metode Thorntwaite: Uraian di bawah ini menunjukkan penerapan dari cara perhitungan tinggi perkolasi (lindi) dengan menggunakan metoda neraca air. Data Klimatologi yang digunakan sebagai input pada Neraca Air Thorntwaite: • Data Presipitasi ( Rata-rata bulanan tahunan) • Data Temperatur udara (Rata-rata bulanan tahunan) • Posisi geografis stasiun meteorologi setempat Diberikan data klimatologi pada stasiun meteorologi kota Bandung tahun 1989 – 2001 (Tabel 7.2 dan 7.3). Dengan posisi geografis terletak pada 6° 10’ BS Diketahui data desain Landfill adalah sebagai berikut: − Tanah yang digunakan sebagai penutup akhir adalah: 60% sand, 10% clay, 30% silt. − Ketebalan tanah penutup 0,6 m dan memiliki 2 % slope datar pada permukaannya. − Sampah, tanah penutup, dan tanaman penutup ditempatkan pada saat bulan pertama yaitu pada permulaan perhitungan. Jadi, perkolasi yang terjadi sebelum penempatan tanah penutup akhir diabaikan. − Permukaan ditanami tanaman rumput dengan akar sedang.
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.5
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Langkah-langkah: 1. Menentukan jenis tanah yang digunakan sebagai final cover sesuai USDA. Dengan memperhatikan segitiga tekstur, maka berdasarkan persen komposisi tanah yang digunakan sebagai penutup akhir didapatkan jenis tanah adalah sandy loam 2. Selanjutnya dengan melihat pada tabel 7.1, diperoleh jumlah air tersedia (yang dapat disimpan) pada jenis tanah sandy loam, yaitu, 150 mm/m. Apabila pada data desain landfill terdapat timbunan sampah, maka digunakan persamaan (1) untuk menghitung jumlah air yang dapat disimpan pada tanah penutup dan sampah, yaitu:
Thn 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Thn 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Tabel 7.2: Curah Hujan Bulanan Stasiun Geofisika Bandung 1989 – 2001 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 346.8 134.5 184.6 273 301.1 111.5 46.5 138.5 22.2 93.3 272.4 386.8 116 225.3 116.8 55.2 81.1 162.1 137.5 25.1 39.3 75.8 443.6 169 34.9 1.5 6.7 0 87.7 37.7 317 254.3 406.3 335.6 178 62.1 117.2 140 80 220.9 241.6 101.6 390.7 173.6 114.4 118.7 14.3 96.1 80.4 122.7 339.5 225.6 363.2 425.7 85.4 65.5 0 11.7 55.5 51.6 185.6 120 273.8 163 189.1 129.6 50.5 0 70.2 229.9 292.4 166.3 229.7 245.6 99 52.8 89.7 107.6 142 292.3 139.1 105.5 189 227.2 291.4 4 15.1 16.5 1.4 37 184 409.3 481.2 275.4 178.5 236.9 118.5 74.6 134.3 196.6 192.3 174 239.2 130.4 248.3 67.4 70.5 23 18.7 265.7 265.3 136.2 147.2 248.1 239.1 47.4 80.7 19.8 44.8 152.4 219.6 205.5 209 235.3 83.1 87.5 187.2 53.9 107.3 408
Jan 22.7 22.4 23.7 22.3 22.6 22.7 23.0 23.0 22.5 24.1 23.1 22.7 22.7
FC 0 =
Tabel 7.3: Temperatur Bulanan Stasiun Geofisika Feb Mar Apr Mei Jun Jul 22.6 23 23.2 22.5 22.6 22.5 22.6 23 22.7 23.2 22.8 22.2 23.1 22.5 23.2 23.2 22.3 22.6 22.3 22.5 22.8 23.3 22.8 22.1 22.5 22.5 22.9 23.5 23.0 23.0 22.9 22.8 23.0 22.7 22.6 21.8 23.1 23.1 23.5 23.5 23.2 23.2 22.9 23.0 23.4 23.4 23.2 22.7 23.1 23.6 23.0 23.2 22.6 22.4 23.5 23.4 23.6 24.2 23.2 23.1 22.8 23.2 23.3 22.6 22.6 22.2 22.8 23.1 22.3 23.6 22.8 22.9 22.7 23.1 23.3 23.5 23.1 22.4
[1],[2]
Nov 170 188.2 489.1 433.9 236.6 223.1 387 610.2 111.4 217.3 288.8 291.3 564.4
Bandung 1989 – 2001 Ags Sep Okt 22.5 23.5 23.6 22.7 23.0 24.1 22.7 23.3 23.9 22.6 22.7 22.4 22.9 23.3 23.9 22.1 23.1 23.8 22.9 23.6 23.4 22.6 23.6 24.2 23.1 23.5 24.4 23.4 23.6 23.4 22.4 23.4 23.1 23.0 23.2 23.7 23.2 23.8 22.7
Des 421.7 278.2 341 340 241.6 163.6 125.8 229.9 318.8 97.6 233.2 70.7 46.4
Nov 23.7 24.1 22.2 22.5 23.6 23.7 23.0 23.6 23.9 23.4 23.1 23.3 23.1
Des 23.0 22.9 22.6 22.9 23.3 23.4 23.7 23.2 23.6 23.5 23.1 23.9 24.0
FC1 * t1 + FC 2 * t 2 ..............................................................................................….(1) t1 + t 2
3. Merata-ratakan data presipitasi dan temperatur secara bulanan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. Rata-rata Presipitasi Temperatur
Jan 232 22.8
Feb 184 22.9
Mar 287 23.1
Apr 236 23.1
Mei 158 23.3
Jun 78 22.9
Jul 71 22.6
Ags 63 22.8
Sep 71 23.4
Okt 154 23.6
Nov 315 23.3
4. Menghitung potensi evapotranspirasi menggunakan metode Thorntwhaite. a. Menghitung indeks panas untuk tiap bulannya dengan persamaan: Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.6
Des 240 23.3
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
12
I = !i
b.
1, 514
Bagian 7/8
1, 514
12
't$ = !% " t =1 & 5 #
...........................................................................….(2) t =1 Menghitung nilai Potensi Evapotranspirasi (PET) dengan persamaan (3)
& 10Tm # PET = c.$ ! % I "
a
(cm) ....................................................................................….(3)
dimana konstanta a dan c tergantung dari lokasi. (c = 1.62) 3 2 a = 0,000000675.I – 0.0000771.I + 0.01792.I + 0,49239 ........................................…..(4) c.
Melakukan kalibrasi menggunakan faktor lama penyinaran matahari (Tabel 7.4) berdasarkan posisi geografis stasiun meteorologi setempat (6° 10’ BS) d. Menghitung nilai PET yang sudah dikalibrasi. PET = r * UPET(b) ..........................................................................................................…..(5) [8]
Tabel 7.4: Koefisien penyesuaian menurut bujur dan bulan Bulan B.U. 0 5 10 15 20 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
1.04 1.02 1.00 0.97 0.95 0.93 0.92 0.92 0.91 0.91 0.90 0.90 0.89 0.88 0.88 0.87 0.87 0.86 0.85 0.85 0.84 0.83 0.82 0.81 0.81 0.80 0.79 0.77 0.76 0.75
0.94 0.93 0.91 0.91 0.9 0.89 0.88 0.88 0.88 0.87 0.87 0.87 0.86 0.86 0.85 0.85 0.85 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.83 0.82 0.82 0.81 0.81 0.80 0.80 0.79
1.04 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02
1.01 1.02 1.03 1.04 1.05 1.06 1.06 1.07 1.07 1.07 1.08 1.08 1.08 1.09 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.14 1.14 1.14
1.04 1.06 1.08 1.11 1.13 1.15 1.15 1.16 1.16 1.17 1.18 1.18 1.19 1.19 1.20 1.21 1.21 1.22 1.23 1.23 1.24 1.25 1.26 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 1.31 1.32
1.01 1.03 1.06 1.08 1.11 1.14 1.15 1.15 1.16 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.29 1.31 1.32 1.33 1.34
1.04 1.06 1.08 1.12 1.14 1.17 1.17 1.18 1.18 1.19 1.20 1.20 1.21 1.22 1.22 1.23 1.24 1.25 1.25 1.26 1.27 1.27 1.28 1.29 1.30 1.31 1.32 1.33 1.34 1.35
1.04 1.05 1.07 1.08 1.11 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.14 1.14 1.15 1.15 1.16 1.16 1.16 1.17 1.17 1.18 1.18 1.19 1.19 1.20 1.20 1.21 1.22 1.22 1.23 1.24
1.01 1.01 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02 1.02 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.03 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.05 1.05
1.04 1.03 1.02 1.01 1.00 0.99 0.99 0.99 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.96 0.96 0.96 0.96 0.95 0.95 0.95 0.94 0.94 0.93 0.93 0.93
1.01 0.99 0.98 0.95 0.93 0.91 0.91 0.90 0.90 0.90 0.89 0.89 0.88 0.88 0.87 0.86 0.86 0.85 0.84 0.84 0.83 0.82 0.82 0.81 0.80 0.79 0.79 0.78 0.77 0.76
1.04 1.02 0.99 0.97 0.94 0.91 0.91 0.90 0.90 0.89 0.88 0.88 0.87 0.86 0.86 0.85 0.84 0.83 0.83 0.82 0.81 0.80 0.79 0.77 0.76 0.75 0.74 0.73 0.72 0.71
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.7
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
50 B.S. 5 10 15 20 25 30 35 40 42 44 46 48 50
Bagian 7/8
0.74
0.78
1.02
1.15
1.33
1.36
1.37
1.25
1.06
0.92
0.76
0.70
1.06 1.08 1.12 1.14 1.17 1.20 1.23 1.27 1.28 1.30 1.32 1.34 1.37
0.95 0.97 0.98 1.00 1.01 1.03 1.04 1.06 1.07 1.08 1.10 1.11 1.12
1.04 1.05 1.05 1.05 1.05 1.06 1.06 1.07 1.07 1.07 1.07 1.08 1.08
1.00 0.99 0.98 0.97 0.96 0.95 0.94 0.93 0.92 0.92 0.91 0.90 0.89
1.02 1.01 0.98 0.96 0.94 0.92 0.89 0.86 0.85 0.83 0.82 0.80 0.77
0.99 0.96 0.94 0.91 0.88 0.85 0.82 0.78 0.76 0.74 0.72 0.70 0.67
1.02 1.00 0.97 0.95 0.93 0.90 0.87 0.84 0.82 0.81 0.79 0.76 0.74
1.03 1.01 1.00 0.99 0.98 0.96 0.94 0.92 0.92 0.91 0.9 0.89 0.88
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.99 0.99 0.99 0.99
1.05 1.06 1.07 1.08 1.10 1.12 1.13 1.15 1.16 1.17 1.17 1.18 1.19
1.03 1.05 1.07 1.09 1.11 1.14 1.17 1.20 1.22 1.23 1.25 1.27 1.29
1.06 1.10 1.12 1.15 1.18 1.21 1.25 1.29 1.31 1.33 1.35 1.37 1.41
5. Menentukan nilai koefisien runoff (CRo) menggunakan nilai empirik pada tabel 7.5 untuk permukaan tanah datar dengan slope 2 %. 6. Menentukan nilai Runoff bulanan: Ro = P * CRo 7. Menentukan nilai Infiltrasi: I = P – Ro 8. Menentukan air yang tersedia untuk penyimpanan: I – PET 9. Menentukan nilai Accumulated Water Lost (APWL), yaitu nilai negatif dari (I-PET) yang merupakan kehilangan air secara kumulasi. 10. Menentukan soil moisture storage (ST), yaitu banyaknya air yang tersimpan dalam tanah pada saat keseimbangan. (untuk mendapatkan nilai ini lihat butir 1). Contoh perhitungan nilai ST, seperti telah disebutkan diatas bahwa jenis tanah penutup akhir yang digunakan adalah sandy loam dengan jumlah air yang tersedia 150 mm/m. Ketebalan tanah penutup adalah 0,6 m. Oleh karenanya nilai ST adalah 150 mm/m * 0.6 m = 90 mm ≈ 100 mm. Ketersediaan tabel ST hanya 100 mm, 125 mm, dan 150 mm. 11. Dengan menggunakan Tabel 7.6 yaitu perubahan nilai ST untuk 100 mm untuk nilai APWL (point 8), maka diperoleh jumlah air yang tersimpan dalam tanah. Pada saat air yang tersedia dalam tanah belum mencapai 100 mm, maka nilai ST langsung dijumlah pada nilai I-PET. Karena nilai maksimal air tersimpan dalam tanah 100 mm maka penjumlahan ST dengan I-PET bulanan akan tetap bernilai 100 mm. [5]
Tabel 7.5 : Nilai empiris untuk menentukan koefisien run-off
Jenis permukaan
koefisien of runoff
Bituminous Streets 0.70 - 0.95 Concrete Streets 0.80 – 095 Driveways Walks 075 - 0.85 Roofs 0.75 - 0.95 Lawns; Sandy Soil Flat, 2& 0.05 - 0.10 Average, 2-7% 0.10 - 0.15 Steep, 7% 0.15 - 0.20 Lawns, Heavy Soil Flat, 2% 0.13 - 0.17 Average, 2-7% 0.18 - 0.22 Steep, 7% 0.25 - 0.35 Sumber: Joint Committee of WPCF dan ASCE (1970)
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.8
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Tabel 7.6: Simpanan air dalam tanah ST - 100 mm
NEG (I-PET)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
100 90 81 74 65 60 54 49 44 40 36 32 29 26 24 22 19 18 16
99 89 81 73 66 59 53 48 44 39 35 32 29 26 24 21 19 17 16
98 88 80 72 65 59 53 48 43 39 35 32 29 26 23 21 19 17 15
97 88 79 71 64 58 52 47 43 38 35 31 28 26 23 21 19 17 15
96 87 78 70 64 58 52 47 42 38 34 31 28 25 23 21 19 17 15
95 86 77 70 63 57 51 46 42 38 34 31 28 25 23 20 18 17 15
94 85 77 69 62 56 51 46 41 37 34 30 27 25 22 20 18 16 15
93 84 76 68 62 56 50 45 41 37 33 30 27 24 22 20 18 16 15
92 83 75 68 61 56 50 45 40 36 33 30 27 24 22 20 18 16 14
91 82 74 67 60 54 49 44 40 36 33 30 27 24 22 20 18 16 14
190
14
14
14
14
14
14
13
13
13
13
Tabel 7.7: Perhitungan neraca air Thorntwhaite Parameter Temperatur Heat (t/5)^1.514 PET Daylight factor
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
22.8
22.9
23.1
23.1
23.3
22.9
22.6
22.8
23.4
23.6
23.3
23.3
9.97
9.99
10.12
10.15
10.30
9.99
9.83
9.96
10.34
10.49
10.29
10.27
91.17
91.45
93.68
94.23
96.64
91.50
88.83
90.94
97.38
99.90
96.51
96.26
1.07
0.96
1.04
1.00
1.02
0.98
1.01
1.02
1.00
1.05
1.04
1.08
Jumlah 121.69
PET adjusted
97
88
98
94
98
90
90
93
97
105
100
104
1154
P
232
184
287
236
158
78
71
63
71
154
315
240
2091
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
0.075
CRO RO
17
14
22
18
12
6
5
5
5
12
24
18
157
I
215
170
265
219
146
72
66
58
66
142
291
222
1934
I-PET
118
83
168
125
48
-17
-24
-35
-32
37
191
119
APWL
0
0
0
0
0
-17
-41
-76
-108
0
0
0
100
100
100
100
100
84
66
46
33
70
100
100
0
0
0
0
0
-16
-18
-20
-13
37
30
0
AET
97
88
98
94
98
88
84
78
79
105
100
104
1113
PERC
118
83
168
125
48
0
0
0
0
0
161
119
821
ST AST
Kontrol : P = PERC + AET + ΔST + RO
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.9
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
12. Menghitung perubahan ST dari bulan terakhir (ΔST). 13. Menentukan Actual Evapotranspiration (AET): a. Nilai AET = PET, untuk bulan basah dimana I ≥ PET. b. Nilai AET = I - ΔST, untuk bulan kering dimana I < PET. c. Menentukan perkolasi (PERC) d. Nilai PERC = I – PET - ΔST, untuk bulan basah dimana I ≥ PET. e. Nilai PERC = 0, untuk bulan kering dimana I < PET. Tabel 7.7 merupakan rekapitulasi perhitungan neraca air.
Model Hydrologic Evaluation of Landfill Performance (HELP): Model HELP dikembangkan oleh USEPA yang dapat di-download lanfgsung melalui situs. HELP merupakan program simulasi yang paling banyak digunakan di dunia dalam merancang, mengevaluasi dan mengoptimasi kondisi hidrologi dari sebuah landfill serta laju timbulan lindi yang dilepas ke alam. Versi komersialnya dengan penampilan grafik dalam sistem Windows 95/98/NT/2000 antara lain dikeluarkan oleh Waterloo-Hydrogeologic Software. Model HELP merupakan sebuah model quasi-two-dimensional serta model hidrologi multi-layer, yang membutuhkan input data sebagai berikut: 1. Data cuaca: parameter-parameter presipitasi, radiasi matahari, temperatur dan evapotranspirasi 2. Sifat-sifat tanah: porositas, field capacity, wilting point, dan hydraulic conductivity 3. Informasi desai landfill: pelapis dasar (liners), sistem pengumpul lindi, sistem pemgumpul runoff, dan kemiringan permukaan landfill Profil struktur sebuah landfill dapat terdiri dari berbagai kombinasi dari tanah (alamiah) dan bahan artifisial (limbah, geomembran), dengan pilihan lapisan-lapisan horizontal sistem drainase. Kombinasi tersebut terlihat dalam Gambar 7.4.
Gambar 7.4: Kombinasi layer dalam model HELP [User]
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.10
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Tabel 7.8: Hasil model HELP rata-rata tahunan
Skenario 1
2
3
4
Parameter Precipitasi Runoff Evapotranspirasi Percolasi Precipitasi Runoff Evapotranspirasi Percolasi Precipitasi Runoff Evapotranspirasi Percolation Precipitasi Runoff Evapotranspirasi Percolasi
mm 8817.12 4015.88 2308.40 2433.19 8817.12 0.00 2366.26 2710.17 8817.12 3932.63 2316.19 2551.95 8817.12 4314.92 2308.39 2164.38
M3 15059.64 6859.12 3942.75 4155.88 46289.88 0.00 12422.84 14228.37 138869.64 61938.89 36479.93 40193.25 138869.64 67960.01 36357.06 34089.04
Percen 100.00 45.55 26.18 27.60 100.00 0.00 26.84 30.74 100.00 44.60 26.27 28.94 100.00 48.94 26.18 24.55
Table 7.9: Hasil model HELP untuk harian-puncak
Skenario 1 2 3 4
Harian-puncak (mm) 12.55 7.42 7.41 8.04
Area (ha) 1.708 0.525 1.575 1.575
Debit (L/det) 2.48 0.45 1.35 1.47
m3/hari 214.35 38.96 116.71 126.63
Dari Gambar 7.4 tersebut, terdapat 11 (sebelas) jenis later yang dapat disusun sesuai dengan keinginan perancang landfill. Perubahan kemiringan dari masing-masing lapisan juga diperhitungkan. Model ini menggunakan teknik pemecahan numerik yang mempertimbangkan pengaruh dari surface storage, soil moisture storage, runoff, infiltrasi, evapotranspirasi, pertumbuhan vegetatif, drainase subsurface lateral, resirkulasi lindi, drainase vertikal, kebocoran melalui liner tanah atau geomembran atau bahan komposit lainnya. Contoh hasil evaluasi model ini yang diterapkan pada sebuah landfill sampah kota di sebuah permukiman pertambangan di Papua, adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 7.8 dan 7.9 berikut ini. Sedang skenario layer ditampilkan dalam Gambar 7.4. Data tersebut kemudian dapat dimunculkan secara bulanan, sehingga dapat diketahui secara lebih lengkap pola fluktuasi timbulan leachate. Skenario yang disusun adalah sebagai berikut: o Skenario-1: mewakili Landfill-1 eksisting sebagai landfill yang telah ditutup o Skenario-2: mewakili Landfill-2 (baru) yang baru terisi sampah ¼ bagian o Skenario-3: mewakili Landfill-2 menggambarkan kondisi terisi penuh o Skenario-4: mewakili Landfill-2 setelah terisi penuh, ditutup tanah penutup
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.11
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Gambar 7.5: Skenario yang digunakan pada model landfill Sedang parameter-parameter input yang digunakan dalam model HELP adalah : − Precipitasi harian (mm) : data tahun 1996 - 2002 − Temperatur udara harian (oC) : data tahun 1996 – 2002 − Radiasi matahari harian (MJ/m2) : data tahun 1996 – 2002 − Rata-rata kecepatan angin = 0,018 Kph − Rata-rata kelembaban relatif untuk 4 periods of musim: kuarter-1 = 82%, kuarter-2 = 89%, kuarter-3 = 93% dan kuarter = 84%. − Kedalaman zone evaporation : diukur pada Landfill-1 = 75 cm − Assumsi musim pertumbuhan dimulai pada hari = 0, dan berakhir pada hari = 367 − Assumsi maksimum larea indeks daun = 2, artinya sepanjang tahun. − Assumsi latitude = - 5 (nilai negatif terhadap nilai nol-ekuatorial)
3 KUALITAS LINDI Kualitas lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan proporsi komponen sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling. Tipikal kualitas lindi di luar negeri tercantum dalam Tabel 7.10. Terlihat bahwa lindi tersebut mempunyai karakter yang khas, yaitu: - lindi dari landfill yang muda bersifat asam, berkandungan organik yang tinggi, mempunyai ion-ion terlarut yang juga tinggi serta rasio BOD/COD relatif tinggi - lindi dari landfill yang sudah tua sudah mendekati netral, mempunyai kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun serta rasio BOD/COD relatif menurun Lindi landfill sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata mempunyai BOD dan COD yang tetap relatif tinggi. Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.12
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Tabel 7.10: Rentang kualitas lindi di luar negri Parameter BOD COD pH SS N-NH3 N-NO3 P-total Alkalinitas Sulfat Kalsium Magnesium Khlorida Natrium Besi total
Landfill umur < 2 tahun Rentang 2000-30.000 3000-60.000 4,5 - 7,5 200-2000 10 - 800 5 - 40 5 - 100 1000-10.000 50 - 100 200 - 3000 50 - 1500 200 - 2500 200 - 2500 50 - 1200
Landfill umum > 10 tahun Tipikal 10.000 18.000 6,0 500 200 25 30 3000 300 1000 250 500 500 60
100 - 200 100 - 500 6,6 - 7,5 100 - 400 20 - 40 5 - 10 5 - 10 200 - 1000 20 - 50 100 - 400 50 - 200 100 - 400 100 - 200 20 - 200
Pemantauan lindi di beberapa TPA telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1988. Beberapa rekapitulasi hasil dari pemantauan tersebut tersaji dalam tabel-tabel di bawah ini. Tabel 7.11 merupakan kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia. Berdasarkan hasil analisa lindi tersebut dapat disimpulkan bahwa kekhasan lindi sampah Indonesia adalah berkarakter tidak asam dan mempunyai nilai COD yang tinggi. Walapun pengambilan sampling pada TPA tersebut tidak dilakukan pada saat yang bersamaan, namun hasil yang didapat dapat menggambarkan permasalahan yang ada. Dapat dikatakan bahwa kandungan karbon organik (dinyatakan dalam COD) yang terkandung melebihi baku mutu efluen limbah cair yang berlaku, yang menyiratkan bahwa penanganan lindi merupakan suatu keharusan bila akan dilepas ke lingkungan. Terlihat pula bahwa terdapat variasi yang cukup besar antara sebuah TPA dengan TPA yang lain, bahkan dalam sebuah TPA itu sendiri terdapat variasi yang cukup besar. Tabel 7.11: Gambaran variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia pH COD N-NH4 N-NO2 7,5 28723 770 0 8 4303 649 0,075 - Cirebon 7 3648 395 0,225 7 13575 203 0,375 - Jakarta 7,5 6839 799 0 7 413 240 0,075 8 1109 621 0,35 - Bandung 6 58661 1356 6,1 (Leuwigajah) 7 7379 738 2,775 - Solo 6 6166 162 0,225 - Magelang 8,03 24770 Kota - Bogor
DHL 40480 24085 10293 12480 13680 3823 1073 26918 20070 3540 6030
4 PENANGANAN LINDI Penanganan lindi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: a. Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran lindi tidak menuju ke arah air tanah. Pengaturan hidrolis dilakukan dengan membuat tembok Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.13
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
penghalang (barrier) sekeliling landfill sehingga air tanah sekitarnya lebih tinggi dibanding air tanah di bawah landfill. Barrier tersebut dapat di bangun dari soil bentonite atau dengan steel sheetpile b. Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindinya tidak ke luar, misalnya pada landfill bahan berbahaya dengan menggunkan liner dari geomembran c. Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk menetralisir cemaran (Lihat cara penentuan site) d. Mengembalikan lindi (resirkulasi) ke arah timbunan sampah e. Mengalirkan lindi menuju pengolah air buangan domestik f. Mengolah lindi dengan pengolahan sendiri Di negara maju biasanya masalah lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air limbah biasa. Beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah: - pengolahan kimia fisika, biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan - pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam aerasi - pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi - pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif Beberapa hasil pemantauan pengolahan lindi skala lapangan di luar negeri adalah: a. Pengendapan dengan kapur: o Efeknya terlihat mulai pH = 7 dengan dosis 1 - 6 gram/L o Salah satu hasil mendapatkan : - Penyisihan COD = 61 % dari 18.550 mg/L - Penyisihan BOD = 51,7 % dari 10.910 mg/L - Penyisihan Fe = 98,8 % dari 312 mg/L - Penyisihan Zn = 97,1 % dari 21 mg/L - Penyisihan Hg = 57,1 % dari 0,007 mg/L b. Koagulasi-flokulasi: o Koagulan alumunium sulfat: - Dosis 100 mg/L menyisihkan COD < 10 % dan Fe sampai 60 % - Dosis 1000 mg/L menyisihkan COD < 10 % dan Fe sampai 96 % o Koagulan ferri khlorida: - Dosis 100 mg/L menyisihkan COD sampai 12 % dan Fe sampai 21 % - Dosis 1000 mg/L menyisihkan COD sampai 16,3 % dan Fe sampai 95 % c. Proses lumpur aktif: Banyak diterapkan di lapangan, dan sangat efektif terutama bila diawali dengan pengendapan mineral (logam berat) dengan pembubuhan kapur; salah satu hasilnya adalah penyisihan : o BOD = 99,1 % dari 12.000 mg/L o COD = 94,9 % dari 18.000 mg/L o Cd = 87,5 % dari 0,08 mg/L o Cr = 75 % dari 0,28 mg/L o Fe = 99,2 % dari 376 mg/L o Ni = 60,2 % dari 1,91 mg/L o Pb = 85,4 % dari 0,82 mg/L o Zn = 97,4 % dari 22 mg/L o Hg = 28,9 % dari 0,006 mg/L d. Kolam stabilisasi aerobik: Agaknya cocok untuk kondisi Indonesia karena relatif tersedia sinar matahari, sederhana dan relatif murah. Beberapa hasil dari TPA di negara yang mempunyai musim dingin adalah : • TPA Lingen (Jerman): dengan waktu kontak 100 hari diperoleh penyisihan BOD sebesar 99,8 % • TPA Ugley (Inggeris): dengan waktu kontak 100 hari mempunyai kemampuan penyisihan BOD sebesar 99,7 % dan COD sebesar 97,1 % • TPA Peslan (Perancis): total penyisihan BOD (diakhiri dengan pembubuhan kapur) adalah 96 % sedang COD sebesar 80 % e. Kolam stabilisasi anaerobik : 3 Waktu kontak 15 hari dengan beban 1 - 2 Kg COD/M /hari diperoleh penyisihan COD antara 85 90 % dari COD masuk rata-rata 27.000 mg/L (TPA San Liberale - Italia). Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.14
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Dalam skala lapangan, beberapa TPA di Indonesia pada saat masih beroperasi telah melengkapi dirinya dengan sarana pengolah lindi, seperti: - TPA Sukamiskin Bandung: dengan 2 kolam stabilisasi - TPA Bantar Gebang Jakarta: dengan kolam aerasi secara mekanisdan kolam maturasi - TPA Grenjeng Cirebon: dengan lahan sanitasi/biofilter dan resirkulasi - TPA Sanden Magelang: dengan kolam-kolam stabilisasi - TPA Putri Cempo Solo: dengan kolam stabilisasi dan kaskade pada saluran alam Kriteria rancangan yang digunakan agaknya masih beraneka ragam dan masih mengacu pada kondisi di luar Indonesia. Beberapa lahan-urug yang dirancang dan sedang dibangun akhir-akhir ini telah mencantumkan sarana pengolah lindi sebagai salah satu komponen wajibnya, dan umumnya berupa kombinasi kolam stabilisasi, media filtrasi / sorpsi dan lahan-sanitasi (land treatment) atau pengolahan sederhana lainnya. Modivikasi kriteria rancangan juga sudah mulai dimasukkan. Hasil pemantauan yang dilakukan di beberapa instalasi pengolah lindi belum dapat menyimpulkan bahwa instalasi tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan, yang mungkin disebabkan karena berbagai hal seperti: - Pengambilan kriteria rancangan yang agaknya belum sesuai, - Pengoperasian yang belum sistematis Hasil aplikasi lahan-sanitasi yang dikombinasikan dengan resirkulasi lindi seperti pada TPA Grenjeng Cirebon pada saat masih beroperasi agaknya cukup layak untuk dipertimbangkan sebagai salah satu opsi dalam pengelolaan lindi. Namun tetap dibutuhkan suatu kriteria rancangan yang disesuaikan kondisi setempat. Pengelolaan lindi merupakan sebagian dari pengelolaan lahan-urug secara keseluruhan. Pada dasarnya keberhasilan penanganan lindi dimulai sejak suatu lahan dipilih, dan menerus sampai lahan itu ditutup karena penuh. Oleh karenanya, usaha penanganan masalah lindi dapat dikelompokkan dalam beberapa tahap, yaitu: o Pada tahapan pemilihan site, o Pada tahapan perancangan dan penyiapan site, o Selama masa pengoperasian, dan o Selama jangka waktu tertentu setelah lahan-urug tidak digunakan lagi. Pada dasarnya tanah asli di bawah TPA mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi dan mendegradasi pencemar, namun adanya lapisan liner tambahan akan lebih menjamin hal tersebut di atas. Tanah lempung mempunyai kemampuan yang baik dalam menahan pencemar anorganik, misalnya logam-logam berat melalui mekanisme sorpsi. Penggunaan campuran tanah / materi yang bersifat alkalin sebagai tanah penutup akan menaikkan pH lindi, sehingga proses dekomposisi akan lebih cepat, terutama guna mendorong konversi karbon organik ke pembentukan gas metana dan memungkinkan logam-logam tertentu menjadi terendapkan. Penelitian sekala laboratorium tehadap kemungkinan keterolahan lindi antara lain mendapatkan hasil sebagai berikut: o Aerasi lindi selama 10-14 hari dapat menurunkan COD sampai 85%. Kombinasi pengolahan lindi dengan COD di atas 10000 mg/L melalui simulasi kolam yang diaerasi yang dilanjutkan dengan karbon aktif menghasilkan penurunan COD sampai 90 %. o Timbunan sampah yang sudah menjadi kompos ternyata juga mampu menurunkan pencemar organik; simulasi laboratorium dengan nilai umpan COD sekitar 2500 mg/L dan dioperasikan secara anaerobik menghasilkan penyisihan COD sampai 80 %. Hal ini juga berkaitan dengan konsep resirkulasi lindi pada timbunan sampah. Cara resirkulasi lindi sudah banyak diterapkan dalam pengelolaan lindi. Ada dua keuntungan dari cara ini, yaitu: o Mempercepat proses evaporasi , dan o Mereduksi cemaran organik lindi
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.15
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
Bagian 7/8
Penelitian laboratorium dan lapangan telah banyak mencatat bahwa proses resirkulasi lindi akan lebih mempercepat stabilitas timbunan. Dari sana disimpulkan bahwa pengembalian lindi ke massa sampah akan dapat menurunkan beban organik sampai 90 %. Dalam masalah pengolahan limbah, proses ini sebetulnya bukan hal yang baru, yang intinya mengacu kepada konsep trickling filter dan konsep pengolahan anaerob pada media berbutir. Informasi yang didapat dari TPA Grenjeng (Cirebon) menyatakan bahwa aplikasi resirkulasi ternyata dapat mengurangi bau (dan lalat) serta memperbanyak biogas yang terbentuk. Mengingat tersedianya sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis, maka kolam stabilisasi aerobik patut dipertimbangkan dalam pengolahan lindi TPA Indonesia. Walaupun cara ini relatif mudah pengoperasiannya, tetapi tetap dibutuhkan pengelolaan rutin agar sistem ini berjalan baik. Pengawasan dan observasi terutama dibutuhkan pada tahap pengkondi sian yang mungkin berlangsung cukup lama sebelum algae tumbuh dengan baik. Konsep lain yang agaknya baik untuk dipertimbangkan adalah lahan-sanitasi atau biofilter seperti yang diterapkan di TPA Grenjeng Cirebon. Konsep ini mengacu kepada kemampuan tanah (dan tanaman) dalam 'menetralisir' komponen-komponen pencemar. Dibutuhkan analisis kemampuan tanah untuk mengolah komponen-komponen tersebut yang dikenal sebagai land limiting constituents. Dibutuhkan data kelulusan media yang digunakan agar luas area yang dibutuhkan dapat diketahui. Bila tidak, ada kemungkinan sarana tersebut akan menerima beban hidrolis yang berlebihan sehingga kurang berfungsi dan lindinya meluap di permukaan. Beberapa catatan tentang pengoperasian unit pengolahan lindi: o Lakukan evaluasi rutin terhadap as-built drawing, spesifikasi teknik jaringan under-drain pengumpul leachate, sistem pengumpul leachate, bak kontrol dan bak penampung, pipa inlet ke instalasi, dan instalasi pengolah lindi (IPL) agar sistem yang ada sesuai dengan perkembangan sampah yang masuk. o Pada pengolahan secara biologi, lakukan seeding dan aklimatisasi terlebih dahulu sesuai SOP IPL, sebelum dilakukan proses pengolahan leachate sesungguhnya. Langkah ini kemungkinan besar akan terus dibutuhkan, bila terjadi perubahan kualitas dan beban seperti akibat hujan atau akibat perubahan sampah yang masuk, atau akibat tidak berfungsinya sistem IPL biologis ini, sehingga merusak mikrorganisme semula. o Sebelum tersedianya baku-mutu efluen lindi dari sebuah landfill sampah kota, maka efluen IPL lindi harus memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Tabel 7.12 berikut. Bila efluen lindi dibuang ke badan air penerima untuk peruntukkan tertentu, maka efluen tersebut harus sesuai dengan baku mutu peruntukkan badan air penerima, misalnya badan air penerima diperuntukkan sebagai air baku air minum, maka kualitas badan air penerima harus tetap memenuhi kualitas baku mutu air tersebut. Tabel 7.12: Baku mutu efluen IPL Komponen Zat padat terlarut Zat padat tersuspensi pH N-NH3 N-NO3 N-NO2 BOD COD o o
Satuan mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
Baku mutu 4000 400 6–9 5 30 3 150 300
Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi (leachate) yang ditampung dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi. Lakukan pengecekan secara rutin pompa dan perpipaan resirkulasi leachate untuk menjamin sistem resirkulasi tersebut. Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan kelembaban udara, debit leachate, kualitas influen dan efluen hasil IPL, untuk selanjutnya masuk ke informasi recording/pencatatan.
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.16
Diktat Landfilling Limbah -Versi2008
o
o
o o
Bagian 7/8
Kolam penampung dan pengolah leachate seringkali mengalami pendangkalan akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal, yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu, perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga. Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah. Resirkulasi lindi sangat dianjurkan untuk mempercepat proses stabilitas urugan sampah. Resirkulasi dilakukan pada saat tidak turun hujan, dengan melakukan pemompaan dari penampungan lindi menuju pipa gas vertikal, atau menuju langsung pada timbunan sampah. Lateral drainage aliran lindi perlu disiapkan, khususnya bila timbunan sampah berada di atas tanah (above ground) agar lindi yang muncul dari sisi timbunan sampah tidak bercampur dengan air permukaan (air run-off). Drainase yang terkumpul melalui drainase khusus ini dialirkan menuju pengolah lindi.
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 7.17