BADAN PUSAT STATISTIK
No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR September 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN September 2016 MENCAPAI 1.150,08 RIBU ORANG (22,01 PERSEN)
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan September 2016 sebesar 1.150,08 ribu orang (22,01 persen) meningkat sekitar 160 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang berjumlah 1.149,92 ribu orang (22,19 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode Maret 2016 - September 2016, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun sebanyak 300 orang (dari 1.037,90 ribu orang menjadi 1.037,60 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 460 orang (dari 112,02 ribu orang menjadi 112.48 ribu orang).
Periode Maret 2016 - September 2016, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 1,26 persen, yaitu dari Rp 322.947,- per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp 327.003,- per kapita per bulan pada September 2016.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2016 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 79,20 persen, dan pada Maret 2016 sebesar 79,35 persen.
Pada periode Maret 2016 - September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan
Kemiskinan
(P2)
mengalami
penurunan.
Indeks
Kedalaman
Kemiskinan turun dari 4,686 pada Maret 2016 menjadi 3,827 pada September 2016. Penurunan juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yaitu turun dari 1,295 menjadi 0,957 pada periode yang sama.
1 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2016 - September 2016
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan September 2016 sebesar 1.150,08 ribu orang (22,01 persen) meningkat sekitar 160 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang berjumlah 1.149,92 ribu orang (22,19 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode Maret 2016 - September 2016, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun sebanyak 300 orang (dari 1.037,90 ribu orang menjadi 1.037,60 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 460 orang (dari 112,02 ribu orang menjadi 112,48 ribu orang).
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2015 - September 2016
(1)
Jumlah Penduduk Miskin (ribuan) (2)
Persentase Penduduk Miskin (3)
Perkotaan September 2015 Maret 2016 September 2016
97,06 112,02 112,48
9,41 10,58 10,17
Perdesaan September 2015
1.063,47
25,89
Maret 2016 September 2016
1.037,90 1.037,60
25,17 25,19
Kota+Desa September 2015 Maret 2016 September 2016
1.160,53 1.149,92 1.150,08
22,58 22,19 22,01
Daerah/Tahun
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015, Maret 2016 dan September 2016
2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 - September 2016 Perkembangan tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Timur selama Tahun 2010 – September 2016 cenderung mengalami penurunan walaupun sempat naik pada periode Maret 2015 akan tetapi mulai bergerak turun secara perlahan. (lihat Gambar 1.).
2 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan Provinsi NTT, 2010 - 2016 24 23.03 22.58
23
22.01
22.61 22 21
22.19 20.48 21.23
20.41
20.24
20.88
20
19.6 20.03
19.82
19 18 17
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 - September 2016 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya
seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2015 – September 2016 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun (1)
Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
265.296 275.382 277.266 0,68
109.059 110.757 112.395 1,48
374.355 386.139 389.661 0,91
240.102 252.012 254.257 0,89
50.261 54.709 56.039 2,43
290.363 306.721 310.296 1,17
245.160 256.245 258.985 1,07
62.064 66.702 68.018 1,97
307.224 322.947 327.003 1,26
Perkotaan
September 2015 Maret 2016 September 2016 Perubahan Maret’16-Sept’16 (%) Perdesaan
September 2015 Maret 2016 September 2016 Perubahan Maret’16-Sept’16 (%) Kota+Desa
September 2015 Maret 2016 September 2016 Perubahan Maret’16-Sept’16 (%)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015- September 2016
3 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
Periode Maret 2016 – September 2016, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 1,26 persen, yaitu dari Rp 322.947,- per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp 327.003,- per kapita per bulan pada September 2016. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2016 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 79.35 persen, dan pada September 2016 sebesar 79.20 persen Pada September 2016, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras, rokok dan gula pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan, pendidikan, Angkutan, kayu bakar, listrik dan bensin. Komoditi beras memberikan kontribusi terbesar baik di perkotaan maupun perdesaan dan disusul komoditi perumahan memiliki kontribusi terbesar kedua. Komoditi rokok kretek filter memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap garis kemiskinan yaitu sebesar 8,56 persen di perkotaan dan 7,41 persen di perdesaan.
Tabel 3 Daftar Komoditi Yang Memberikan Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Beserta Kontribusinya (%),September 2016 Jenis Komoditi
Perkotaan
Jenis Komoditi
Perdesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
30,19 8,56 2,60 2,46 2,37 2,15 2,11 1,71 1,46
Beras Rokok kretek filter Jagung pipilan/beras jagung Gula pasir Daging Babi Daun Ketela Pohon Kopi bubuk & kopi instan (sachet) Ketela pohon/singkong Daging ayam kampung
39,80 7,41 4,14 3,80 3,23 2,57 2,47 2,07 1,90
11,00 3,51 2,28 1,68 1,33 1,24 1,07 1,02
Perumahan Kayu bakar Pendidikan Angkutan Perlengkapan Mandi Kesehatan Listrik Bensin
Makanan Beras Rokok kretek filter Daging Sapi Tongkol/tuna/cakalang Gula Pasir Telur ayam ras Ikan Kembung Mie instan Roti
Bukan Makanan Perumahan Pendidikan Angkutan Bensin Listrik Kayu Bakar Minyak Tanah Perlengkapan Mandi
7,44 1,61 1,58 1,12 0,68 0,60 0,57 0,55
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2016
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya
4 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. “Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan” Pada periode Maret 2016 - September 2016, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terlihat mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 4,686 pada Maret 2016 menjadi 3,827 pada September 2016. Indeks Keparahan Kemiskinan juga menunjukan hal yang sama yaitu turun dari 1,295 menjadi 0,957 pada periode yang sama (Tabel 3). Jika diamati pada periode September 2015 - September 2016, penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di NTT Menurut Daerah, September 2015 - September 2016 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2015
1,778
5,333
4,619
Maret 2016
1,747
5,441
4,686
September 2016
1,698
4,398
3,827
September 2015
0,510
1,669
1,437
Maret 2016
0,458
1,509
1,295
September 2016
0,455
1,092
0,957
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 – September 2016
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Pada periode Maret 2016 September 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) daerah perkotaan mengalami penurunan dari 1,747 menjadi 1,698 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan juga turun dari 0,458 menjadi 0,455. Pada periode yang sama nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) di daerah perdesaan mempunyai pola yang sama yaitu turun dari 5,441 menjadi 4,398. Sama halnya dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perdesaan juga terlihat turun yaitu dari 1,509 menjadi 1,092.
5 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret dan September. Jumlah sampel sebesar ± 75.000 rumah tangga secara nasional dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
6 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017
BADAN PUSAT STATISTIK
Informasi lebih lanjut hubungi: MARITJE PATTIWAELLAPIA Kepala BPS Provinsi NTT Telepon/Fax: 0380 - 8554535 E-mail:
[email protected]
7 | Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017