Teknik Survei di Bidang Kesehatan
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TIKUS JAWA Teknik Survei Di Bidang Kesehatan
Disusun oleh: B. Yuliadi Muhidin Siska Indriyani
Penyunting Ahli : Ristiyanto Anang S. Ahmadi
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI 2016
i
Penerbit: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKXI/2013 Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telp. 021 4261008 Ext. 223 Fax. 021 4243933 Email:
[email protected] Tim Penulis: B. Yuliadi, Muhidin, Siska Indriyani Penyunting ahli: Anang S. Ahmadi, Ristiyanto Ukuran 148 x 210 mm, 116 hal ISBN: 978-602-373-082-7
ii
KATA PENGANTAR Sampai saat ini, sangat sedikit khasanah publikasi dan informasi tentang survei tikus, diketahui bahwa tikus berpotensi sebagai penular penyakit pada manusia. Tertarik akan keadaan tersebut, penulis bermaksud menguraikan tentang biologi, cara menangkap dan prosesing tikus. Buku ini memuat teknik penangkapan, pengambilan sampel serum, identifikasi, koleksi sampel organ dalam tikus, serta bahanbahan yang diperlukan untuk kegiatan tersebut. Penulis berupaya untuk menguraikan secara terperinci berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dan dari peneliti lainnya di berbagai daerah di Indonesia. Maksud penulis menyajikan materi ini, karena ingin menginformasikan langkah dan bahan yang harus dipersiapkan dan dilakukan dalam survei tikus baik untuk kepentingan penelitian maupun survei terkait di bidang kesehatan. Buku ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah para mahasiswa Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Biologi dan mahasiswa bidang kesehatan atau ilmu lainnya, serta para petugas kesehatan/peminat lain yang mempelajari ilmu penyakit bersumber binatang. Meski pembaca buku ini nampak terbatas, namun informasi dalam buku ini disusun dengan bahasa awam dan dilengkapi dengan glosari untuk istilah dan kata-kata teknis yang membutuhkan penjelasan khusus.
iii
Akhirnya penulis sangat berterimakasih kepada para pembaca yang bersedia memberikan koreksi, kritik dan saran, sehingga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan. Salatiga, September 2016 Penulis
iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................ iii DAFTAR ISI ....................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................ viii UCAPAN TERIMA KASIH ................................................ ix 1. PENDAHULUAN (B. Yuliadi) ..................................... 1 2. BIOLOGI TIKUS (Muhidin) ........................................ 4
2.1 Biologi Tikus ......................................................... 4 2.2 Identifikasi .............................................................. 25 2.3 Siklus Hidup Tikus ................................................ 29 2.4 Dimana Tikus Berada ............................................ 30 2.5 Tikus Dan Kesehatan ............................................. 34 3. TEKNIK PENANGKAPAN TIKUS (Siska I,) ............. 31
3.1 Alat Dan Bahan ...................................................... 31 3.2 Jenis perangkap ....................................................... 32 3.3 Umpan ........................................................................40 3.4 Pemasangan perangkap.............................................. 42 3.5 Bahaya tidak terduga ................................................. 46 3.6 Memeriksa Perangkap ............................................ 47 3.7 Penghitungan Keberhasilan Penangkapan (Trap success) .................................................................. 48 3.8 Pengambilan dan Penyimpanan Perangkap ........... 49 4. PROSESING DAN IDENTIFIKASI
TIKUS (B. Yuliadi) ..................................................... 51 4.1 Alat Dan Bahan ................................................... 51 v
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11
Pengambilan tikus dari perangkap....................... 54 Pembiusan ............................................................... 55 Pengambilan darah .................................................. 57 Pengambilan ektoparasit ......................................... 59 Pengukuran .......................................................... 61 Dokumentasi ....................................................... 63 Pembedahan ......................................................... 64 Manajemen sampel .............................................. 66 Kunci Identifikasi ................................................ 66 Deskripsi jenis tikus potensial bidang kesehatan di Jawa ..................................................................... 71
DAFTAR SINGKATAN ................................................... 88 GLOSARIUM ...................................................................... 89 LAMPIRAN ........................................................................ 99 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 101
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17.
Skema perbedaan morfologi tikus menurut ukuran badannya ............................................. 7 Bentuk morfologi tikus ................................... 9 Ukuran tengkorak tikus besar, sedang dan kecil ................................................................ 9 Letak incisif foramina dan post palatal ........ 10 Letak gigi seri dan geraham tikus ................ 11 Pengukuran badan untuk identifikasi tikus .. 19 Rambut bagian punggung Niviventer sp. G: rambut pengawal; C: rambut atas, S: rambut bawah ........................................................... 20 Warna ekor berbagai spesies tikus a.Bandicota indica, b.Bandicota bengalensis. c.Chiropodomys gliroides, d.Niviventer sp .. 21 Perletakan puting susu pada kelompok rodensia (tikus) ............................................ 22 Siklus hidup tikus ........................................ 24 Sketsa tempat keberadaan tikus di lingkungan rumah ........................................................... 26 Penyebaran tikus menurut habitat ................ 27 Gambar jenis perangkap mati ...................... 33 Gambar perangkap longworth ..................... 34 Gambar perangkap sherman ........................ 35 Gambar perangkap TBS .............................. 36 Gambar perangkap LTBS ............................. 37
vii
Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38. Gambar 39. Gambar 40. Gambar 41.
Gambar perangkap pit fall ........................... 38 Gambar perangkap bubu ............................... 39 Gambar perangkap hidup .............................. 40 Jejak run away dan lubang sarang tikus ....... 43 Peletakan perangkap di berbagai habitat ...... 44 Pemasangan tanda perangkap di habitat luar rumah ............................................................ 45 Skema meja pemrosesan tikus ...................... 53 Proses memasukkan tikus ke kantong .......... 54 Proses pembiusan.......................................... 55 Gambar pengambilan darah ......................... 56 Proses pemindahan ke tabung venoject ........ 57 Proses koleksi ektoparasit ............................. 58 Gambar jenis ektoparasit tikus ..................... 59 Gambar pengukuran tikus ............................ 60 Dokumentasi tikus ........................................ 63 Pembedahan tikus ......................................... 64 Koleksi organ dalam tikus (ginjal) ............... 65 Gambar Rattus norvegicus ........................... 71 Gambar Bandicota indica ............................. 74 Gambar R. tanezumi...................................... 76 Gambar R. exulans ........................................ 79 Gambar R. tiomanicus .................................. 84 Gambar R. argentiventer .............................. 85 Gambar Mus musculus ................................. 87
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2.
Perletakan kelenjar susu dengan jenis tikus.. 23 Daftar penyakit dan patogen bersumber tikus............................................................... 28
ix
x
UCAPAN TERIMAKASIH Dalam upaya melengkapi dan meningkatkan beberapa pokok pengertian tentang survei dan prosesing tikus pada isi buku ini, maka penulis telah mempelajari, mengacu dan menyitir dari banyak pustaka. Buku teks, jurnal, buletin, majalah dan informasi Internet, serta acuan-acuan suplementer lain yang dapat dipakai secara bebas. Disamping itu, penulis juga berkonsultasi dengan pakar biologi, dan taksidermi, yang telah dikenal di kalangan para akademisi dan instansi kesehatan di Indonesia, Bapak Prof. DR. Damar Tri Boewono, MS, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga, Bapak M.H. Sinaga, Drh. Anang Setiawan Achmadi, M.Sc. Museum Zoologi, Bogor dan lain-lain. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau. Sebagian besar gambar-gambar dibuat dari material hasil penelitian dan foto lapangan. Pada fenomena yang tidak diperoleh materialnya, maka gambar diambil dari pustaka. Keterbatasan penulis dalam memperoleh pustaka tentang taksidermi tikus. Dengan demikian penulis menyadari bahwa banyak hal baru yang mungkin tertinggal atau tidak dimuat dalam buku ini. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis berupa apapun dalam penulisan naskah sampai terbitnya buku ini, penulis mengucapkan terima kasih. Salatiga, September 2016
xi
xii
PENDAHULUAN B. Yuliadi Tikus merupakan satwa liar dan sangat sering berhubungan dengan manusia. Tikus merupakan binatang yang paling menikmati positif dari kemajuan ekonomi negara – negara Asia. Hubungan tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, (Priyambodo S, 2006) tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Menimbulkan rasa takut/jijik pada orang tertentu. Hampir tidak ada informasi menguntungkan tentang tikus bagi manusia, terkecuali untuk binatang percobaan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di dunia, rodent ada 29 suku/famili, 468 genus dan 2052 spesies (Nowak, 1999), sedangkan di Indonesia terdapat 3 famili yaitu Sciuridae, Muridae dan Hystricidae. Famili muridae terdapat 171 jenis (Suyanto dkk, 2002) dan di Pulau Jawa famili muridae terdiri atas 10 genus dan 22 spesies (Suyanto, 2006). Dalam buku ini hanya akan membahas beberapa spesies tikus yang berpotensi sebagai penular penyakit di Jawa Tikus sebagian besar aktivitas hidupnya berada di lingkungan manusia (commensal), keberadaan binatang 1
tersebut sering diabaikan, banyak orang tidak peduli terhadap adanya tikus dalam rumah, bahkan secara sadar ataupun tidak manusia sendiri menyediakan makanan, tempat berlindung, dan sarana transportasi bagi binatang tersebut. Tikus sering menimbulkan kerugian bagi manusia, baik kerugian secara materi, maupun kerugian jasmani misalnya menularkan penyakit {pes, leptospirosis, demam semak (scrub typhus), Haemorragic Fever with Renal Syndrom (hanta virus), salmonellosis}. (Gage, K.L., 1996) Menurut Weber (1982), menyatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi kesehatan modern diketahui bahwa tikus berpotensi menularkan 31 jenis penyakit cacing, 28 jenis penyakit virus, 26 penyakit bakteri, 14 jenis penyakit protozoa, 8 jenis penyakit ricketsia, dan 4 jenis penyakit jamur. Dampak yang diakibatkan penyakit tersebut dapat ringan sampai fatal bagi kesehatan manusia dan hewan, bahkan beberapa jenis penyakit sangat mematikan baik bagi manusia maupun hewan ternak. Pengenalan kehidupan tikus pada umumnya ditujukan untuk kebutuhan pengendalian populasi, gangguan dibidang pertanian, kesehatan, dan rumah tangga telah menarik perhatian petugas pertanian, kesehatan, para ilmuwan biologi, kesehatan masyarakat, kimia dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih mendalam kehidupan tikus demi keberhasilan pengendalian, maka mempelajari aspek biologinya, terutama morfologi, taksonomi dan ekologi merupakan hal yang harus dilakukan.
2
Di dalam proses mempelajari biologi tikus, mengamati, menangkap, mengawetkan dan mengumpulkan spesimen merupakan kegiatan utama. Bagi petugas kesehatan di daerah rawan penyakit tular rodensia, keberhasilan penangkapan dan identifikasi tikus secara benar akan menghasilkan keputusan tepat dalam menentukan tikus tersangka penular penyakit dan pengendaliannya. Beberapa penyakit zoonosis di Indonesia sangat berhubungan dengan jenis tikus dan ektoparasitnya seperti penyakit pes tikus Rattus exulans untuk habitat luar rumah dengan vektornya (pinjal) Stivalius cognatus dan tikus rumah Rattus tanezumi vektornya Xenopsylla cheopis. (Jan A. Rozendaal, 1997; Ima Nurisa, Ristiyanto, 2005). Untuk mengidentifikasi jenis tikus diperlukan 3 hal utama: 1. Pengetahuan tentang habitat, sebaran dan zoogeografi tikus 2. Pengetahuan ciri penting morfologi dan anatomi tikus dalam penggunaan kunci identifikasi 3. Konfirmasi secara genetik atau analisa molekuler.
3
4
BIOLOGI TIKUS Muhidin Keberadaan tikus baik sebagai hama maupun penular penyakit sangat dipengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Genus Rattus merupakan kelompok potensial sebagai reservoir penyakit karena keberadaan dan habitatnya yang berada disekitar manusia. Mengenal biologi tikus merupakan langkah awal dalam mempelajari teknik surveilans, penentuan jenis dan pemasangan perangkap, kapan, jenis umpan yang sangat berhubungan dengan perilaku tikus. Pengetahuan tentang istilah morfologi dan anatomi sangat penting untuk identifikasi tikus. Tulisan ini menjelaskan istilah istilah teknis penting anatomi dan morfologi tikus sederhana untuk menggunakan kunci pengenal tikus. (Suyanto, 2006) 2.1 Biologi Tikus Morfologi Kata Morfologi berasal dari Bahasa Yunani, morphologie (morphe: bentuk, logos: ilmu). Morfologi tikus adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar tikus dan merupakan salah satu ciri mudah untuk dilihat dan diingat. Maksud bentuk luar tikus adalah bentuk tubuh, termasuk di dalamnya ukuran dan warna rambut tikus.(Anonim, 2008)
5
Tikus dicirikan adanya dua gigi seri atas dan bawah, tidak memiliki akar gigi sehingga tumbuh terus sepanjang hidupnya. Tikus tidak bertaring sehingga ada celah antara gigi seri dan geraham atau rumpang, untuk menjaga panjang gigi serinya tidak menembus tengkorak tikus harus mengasah gigi serinya dengan mengerat benda benda keras sepanjang hidupnya. (Boeadi, 1996) Sebelum membahas ciri morfologi lebih lanjut, tidak kalah penting penentuan jenis kelamin dan umur sebab berdasarkan umur ukuran dianggap sudah tidak berubah. Pada penentuan umur hanya dibedakan kanak-kanak (juvenile: J), masih menyusu induknya, remaja (subadult: SA) dan dewasa (adult: A). Tikus berumur remaja mempunyai ciri ukuran badan menyerupai dewasa tetapi alat kelamin sekunder belum terlihat, untuk dewasa puting susu dan testes sudah terlihat dan muncul penuh. (Suyanto, 2006) Tikus memiliki ciri-ciri kepala, badan dan ekor terlihat jelas. Tubuhnya tertutup rambut, ekor bersisik dan kadangkadang berambut, mempunyai sepasang daun telinga, mata, bibir kecil dan lentur. Di sekitar hidung/moncong terdapat misae. Badan berukuran kecil (< 500 mm), sehingga sering disebut sebagai mamalia kecil. (Ristiyanto, dkk, 2005) Berdasarkan ukuran badannya, dibedakan tikus besar, sedang (rat) dan kecil (mouse). Tikus berukuran badan besar atau sedang, ukuran panjang badan dan ekor 180 mm, sedangkan tikus kecil berukuran 180 mm (Gambar 1).
6
Tikus berukuran kecil
90 mm
90 mm
Tikus berukuran sedang
170-200 mm
200-250 mm
Tikus berukuran besar
190-250 mm
160-200 mm
Gambar 1. Skema perbedaan morfologi tikus menurut ukuran badannya
7
Tubuh tikus genus Rattus secara umum mempunyai bentuk atau ciri berbeda antara tikus berukuran besar, sedang dan kecil (mencit). Tikus berukuran besar pada umumnya mempunyai hidung tumpul, mata dan telinga kecil, serta badan nampak gemuk dan tebal kulitnya, ekor relatif lebih pendek daripada badan. Tikus berukuran sedang bentuk hidung meruncing, mata dan telinga besar, badan ramping dan ekor lebih panjang daripada badan. Tikus kecil, panjang ekor sama dengan panjang badan, mempunyai ciri-ciri mirip tikus berukuran sedang, tetapi badannya lebih kecil. Pada mencit dan tikus muda, perbedaan terlihat pada bagian kepala dan kaki, tikus muda bagian tersebut terlihat relatif besar atau tidak proposional dengan panjang dan besar tikus. Tikus memiliki pupil besar dan membran pengejap di sudut mata. Membran ini dapat ditarik di seluruh mata untuk perlindungan. Telinga terdiri dari bagian eksternal yang disebut pinna, meatus auditor dan liang telinga. Anggota badan (tungkai dan lengan) beragam ukurannya. Kaki depan lebih kecil dari pada kaki belakang. Kaki depan memiliki 4 jari, sedang kaki belakang 5 jari. Ekor tikus lebih panjang, sama atau lebih pendek daripada badannya dan anus terletak di bawah ekor. Organ reproduksi terletak di sebelah anterior anus (Gambar 2).
8
www.bismarckschools.org/uploads/resources/21460/rat_dissection
Gambar 2. Bentuk morfologi tikus Ciri penting lain untuk membedakan jenis tikus adalah bagian tengkorak. Ukuran tengkorak tikus besar (48-51 mm), tikus sedang (38-44 mm) lebih panjang dari tengkorak mencit (20 – 22 mm) (Gambar 3). Mencit M.musculus
20-22 mm
38-44 mm
Tikus rumah R.tanezumi
48-51 mm
Tikus riul R .norvegicus
Gambar 3. Ukuran tengkorak tikus besar, sedang pada genus Rattus dan kecil untuk genus Mus 9
Selain ukuran tengkorak, kedudukan incisif foramina terhadap molar pertama rahang atas dan berbagai posisi palatum belakang terhadap geraham terakhir atas, serta lempeng zigomatik digunakan juga sebagai kunci identifikasi jenis tikus (Gambar 4).
The Mammals of the Indomalayan Region : A Systematic Review
Gambar 4. Letak incisif foramina dan post palatal Seperti umumnya rodensia, tikus memiliki celah antara gigi seri dan geraham (diastema) dengan susunan gigi sebagai berikut, pada setiap rahang dijumpai 2 buah gigi seri di atas dan bawah, gigi taring dan gigi premolar tidak ada, tetapi mempunyai gigi molar sebanyak 3 pasang di atas dan 2 atau 3 pasang di bawah. Jumlah gigi tikus 16 buah. Bentuk gigi seri ada tiga macam yaitu sumbu gigi seri mengarah ke depan (proodont), sumbu gigi seri mengarah ke belakang (opisthodont) dan sumbu gigi seri arahnya tegak lurus (orthodont). Tetapi pada umumnya opisthodont. Para ahli biologi sering pula menggunakan keberadaan dan jumlah 10
tonjolan gigi geraham untuk identifikasi, karena pada bagian tersebut setiap jenis tikus mempunyai ciri khas (Gambar 5), Rumus gigi tikus adalah : IC 10 10
P 0 0
M /0 3/ X 2, jumlahnya 16 2/3............................
Keterangan : I = incisor (gigi seri) C = canine (gigi taring) P = premolar (geraham depan); M = molar (geraham)
Gambar 5. Letak gigi seri dan geraham tikus Ciri tikus lainnya meskipun tersembunyi tetapi menarik adalah usus buntu atau umbai cacing/saekum (apendix) membesar. Karena tikus pada dasarnya pemakan tumbuhan, 11
usus buntu yang membesar itu mempermudah penguraian bahan selulosa tetumbuhan melalui kerja bakteri. Dalam proses pencernaan, tikus mengeluarkan kotoran kaya karbohidrat dan kadang dimakan lagi agar nutrisinya dapat diserap kembali. Perilaku makan Dalam proses mengenali dan mengambil pakan yang ditemukan, tikus dan mencit tidak langsung memakan seluruhnya tetapi mencicipi terlebih dahulu. Sifat tikus berhati hati atau mudah curiga terhadap benda yang baru ditemuinya termasuk pakan disebut neofobia. Anak tikus dan mencit mulai mengenal berbagai rasa pakan dari rasa susu induknya dan atau bau atau rasa dari sisa pakan induknya. Aktifitas tikus mencari makan memiliki 2 puncak yaitu 12 jam setelah matahari terbenam dan 1-2 jam sebelum matahari terbit (Priyambodo S, 2006). Cara makan tikus lebih teratur daripada mencit, tikus dalam kondisi optimal akan makan dalam jumlah dan waktu tertentu. Sedangkan mencit akan makan selama masih ada makanan tersedia. Tikus dan mencit mempunyai perilaku menyimpan makanannya ke tempat berlindung atau sarangnya. Meskipun beberapa jenis tikus komensal didalam perkembangannya digolongkan sebagai hewan pemakan segala, tikus dan mencit lebih menyukai makanan berukuran kecil. Hal ini terkait dengan perilaku tikus saat makan yang senang memegang makanan dengan kedua tungkai depannya (Ristiyanto, 2014) Tikus termasuk kelompok binatang pemakan tumbuhan, makanan utamanya adalah biji bijian, buah buahan, tunas 12
kuncup, daun muda dan jamur. Tikus yang hidup di lingkungan manusia biasanya mengkonsumsi semua bahan makanan manusia, sehingga beberapa ahli zoologi dan pertanian mengelompokkan tikus sebagai binatang pemakan segala (omnivora). Kebutuhan makan tikus setiap harinya kurang lebih 10 persen dari bobot tubuhnya, sedangkan minum 15 – 30 ml/ hari. Jumlah ini dapat berkurang apabila konsumsi makanannya sudah banyak mengandung air. Mencit kebutuhan makanan (kering) kurang dari 20% berat badannya sedang kebutuhan air kurang lebih 3 ml per hari. Perilaku sosial Perilaku sosial tikus mencakup menjaga wilayah dan tingkatan sosial. Tikus hidup berkelompok dan menempati suatu kawasan dengan sumber pakan dan perlindungan yang cukup. Dalam setiap kelompok terdapat satu jantan kuat di antara jantan dewasa lainnya. Seekor jantan dominan biasanya dicirikan dengan ukuran tubuh paling besar. Tikus betina yang sedang bunting atau menyusui mempunyai perilaku sama dengan tikus jantan dalam mempertahankan wilayah kekuasaannya. Pada kondisi pakan melimpah beberapa jenis tikus dapat hidup bersama dalam satu wilayah. Tikus riol dan tikus rumah hanya terpisah pada struktur bangunan sebagai pemisah. Sedangkan dalam kondisi pakan berkurang dan populasi meningkat kompetisi sosial memaksa tikus tikus jantan lain yang berkedududkan lebih rendah keluar dari polulasi tersebut.
13
Sistem sosial betina; 1. Betina dewasa membesarkan sendiri anaknya dengan menempati sarang sendiri. 2. Betina dapat berhubungan terus dengan induknya dan membesarkan anak bersama-sama 3. Dalam satu sarang, betina dapat mempunyai satu atau lebih jantan (tergantung pada kepadatan) 4. Satu sarang terdiri atas beberapa betina dan sedikit jantan, serta keturunannya disebut Breeding demes. 5. Betina dapat mengalami estrus secara serempak Sistem sosial jantan; Tikus jantan menjaga wilayah kekuasaan (teritorial) tergantung pada kepadatan populasinya (per 5 meter persegi). 1. Pada kepadatan populasi rendah, • Jantan mempertahankan wilayah di sekitar sarang dengan satu atau lebih betina dan kawin dengan betina tersebut • Di dalam suatu sistem sarang hubungan antar jantan ditentukan oleh separasi home range 2. Pada kepadatan populasi tinggi • Jantan menentukan wilayah kekuasaan secara agresif dengan menyerang jantan lainnya.
14
Kemampuan fisik: Dalam menunjang aktivitas hidupnya tikus juga memiliki kemampuan fisik bersifat istimewa, seperti: 1. Akses lubang: Tikus riol dan tikus rumah mampu masuk melewati lubang dengan diameter 0,5 - 0,75 inchi, tikus mencit 0,25 inchi. 2. Melompat Adanya struktur kaki belakang yang lebih besar, panjang dan berotot menyebabkan tikus mempunyai kemampuan baik untuk: a. melompat tegak lurus dari posisi diam: R. norvegicus: 2 kaki R. tanezumi: lebih dari 2 kaki M. musculus: 1 kaki b. Melompat tegak lurus dari posisi berlari R. norvegicus: 3 kaki R. tanezumi: lebih dari 4 kaki M. musculus: 2 kaki 3. Memanjat: Tikus rumah (Rattus rattus dan Mus sp) bersifat arboreal yaitu lebih menyukai tempat tempat diatas tanah, merupakan pemanjat handal sedangkan tikus riol tidak bisa memanjat, tetapi apabila ada akses (tangga) tikus riol dapat naik sampai lantai tertinggi dari sebuah bangunan.
15
4. Berenang dan menyelam: Tikus riol dan tikus rumah pandai berenang bahkan tikus riol (R. norvegicus) mampu menyelam selama 30 detik. (Anonim, 2005) Panca indera Tikus mempunyai indera sangat menunjang setiap aktivitasnya, indera penglihatan kurang berkembang baik dibanding 4 indera lainnya. a. Indera penglihatan Indera ini berupa saraf penerima rangsang cahaya terletak di mata, sebagai binatang malam tikus mempunyai mata sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas tinggi. Mata tikus sangat baik untuk melihat dalam keadaan gelap atau remang remang pada jarak 10 m, bahkan mencit dapat mengenali benda pada jarak 15 m dan melihat sedalam 1 m. seperti kelompok pengerat lain, tikus merupakan binatang buta warna. Semua benda dilihat sebagai warna kelabu. Pada intensitas cahaya lemah tikus kurang dapat menerima rangsang sehingga lebih mudah dikendalikan. b. Indera penciuman Penciuman tikus sangat baik, bermanfaat untuk mencium urine dan sekresi genital dari tikus lain. Tikus dan mencit mengeluarkan feromon untuk menandai wilayah jelajah, benda benda baru, menemukan pakan, perkawinan, menunjukkan arah pergerakkan dan sarana komunikasi dengan tikus kelompok lainnya 16
c. Indera perasa Indra perasa tikus terdapat pada lidah dan berkembang dengan sangat baik. Tikus got mampu membedakan umpan dengan kandungan estrogen 2 ppm. Tikus juga mampu mendeteksi minuman dengan kandungan senyawa phenylthiocarbamide 3 ppm d. Indera peraba Rangsang rabaan, sebenarnya berupa tekanan yang diterima saraf. Pada tikus saraf ini terdapat di pangkal rambut yang tersebar di seluruh bagian tubuhnya. Rambut halus dan panjang yang tumbuh diantara rambut normal pada bagian wajah, kepala, tungkai, bagian tepi dan bawah tubuhnya disebut vibrissae. Bentuk rabaan tersebut dapat berupa sentuhan dengan lantai, dinding maupun benda benda didekatnya, hal ini dapat membantu tikus untuk menentukan arah dan memberi tanda apabila ada rintangan. Tikus biasanya bergerak antar objek melalui lintasan khusus dan selalu diulang ulang. Perilaku ini disebut tigmotaksis e. Indera pendengar Tikus memiliki tanggap akustik bimodal cochlear, artinya memiliki dua puncak akustik yang dapat terdengar oleh tikus. Puncak tersebut ada pada selang audible, puncak pertama frekuensi 40 kHz untuk tikus dan 20 kHz untuk mencit, puncak kedua pada suara ultrasonik yang dihasilkan oleh tikus 100 kHz dan mencit 90 kHz. 17
Suara ultrasonik digunakan untuk melakukan komunikasi sosial, terutama pada tikus jantan untuk menunjukkan daerah kekuasaannya. Anak tikus berumur 5 – 15 hari mengeluarkan suara dengan frekuensi 40 – 65 kHz ketika kehilangan induknya. Anak tikus baru lahir mengeluarkan suara ultrasonik sebagai reaksi lingkungan baru yang lebih dingin. 2.2 Identifikasi Identifikasi tikus merupakan penetapan atau penentuan jenis tikus berdasarkan ciri-ciri atau identitas tertentu. Untuk menentukan jenis tikus digunakan tanda-tanda morfologi luar berdasar ukuran badan.Ukuran standar identifikasi tikus adalah panjang total badan dan ekor (Total Lenght = TL), panjang ekor, (Tail = T), panjang telapak kaki belakang, (Hind Foot = HF), panjang telinga (E), pengukuran berat badan dan ditambahkan pengukuran panjang kepala, pengukuran ini berfungsi untuk membedakan genus Rattus muda dengan genus Mus . Semua ukuran badan tikus dalam literatur ilmu binatang diutarakan dalam unit sistem metrik milimeter (mm) untuk ukuran linear dan bobot dalam gram (g). Pengukuran kepala menggunakan caliper. (gambar 6).
18
Gambar 6. Pengukuran badan untuk identifikasi tikus
19
Berdasarkan konsistensi jenis dan warna rambut pada badan dan ekor. Tikus mempunyai tiga jenis rambut, yaitu rambut pengawal (guard hair), rambut atas dan rambut bawah (under fur). Rambut pengawal dibedakan menurut bentuknya: seperti duri, pangkal melebar dan ujungnya menyempit (tikus kebun R. exulans, Maxomys sp, Niviventer sp), dan tidak berbentuk duri lebar pangkal dan ujung rambut hampir sama (tikus wirok Bandicota indica, tikus riul R. norvegicus). Konsistensi rambut pengawal bentuk duri dapat kasar atau kaku seperti pada Maxomys bartelsi, atau rambut pengawal tidak sama panjang misalnya tikus rumah R. tanezumi.
© Anang Ahmadi
Gambar 7. Rambut bagian punggung Niviventer sp. G: rambut pengawal; C: rambut atas, S: rambut bawah
20
Warna rambut punggung dan perut, serta warna ekor bagian atas dan bawah terkadang berbeda sangat nyata, sehingga penting untuk identifikasi. Misalnya pada tikus pohon R. tiomanicus, rambut punggung berwarna coklat tua, rambut perut berwarna putih susu. Demikian pula tikus dada putih Niviventer bukit mempunyai ekor bagian atas berwarna gelap (coklat kehitaman) dan bagian bawah berwarna terang (putih).
© Anang Ahmadi
Gambar 8. Warna ekor berbagai spesies tikus a.Bandicota indica, b.Bandicota bengalensis.c.Chiropodomys gliroides, d.Niviventer sp.
21
Tikus betina mempunyai organ mamae (kelenjar susu) tumbuh baik dan menghasilkan air susu, digunakan untuk memberi makanan kepada anak-anaknya. Pada tikus peletakan puting susu terbagi atas tiga kelompok, pectoral, postaxillary dan inguinal (gambar 7) dengan formula penulisan pec dan post + ing, tabel 1. (Semiadi G., 2005)
Gambar 9. Perletakan puting susu pada kelompok rodensia (tikus) Tabel 1 menunjukkan rumus puting susu pada beberapa jenis tikus baik berada di sekitar pemukiman maupun dari habitat silvatik. Penulisan pada form penangkapan menggunakan rumus pectoral dan postaxillary ditambah inguinal; R. exulans 1+1+2 dituliskan 2+2. (Ken P. Aplin, et al, 2003; Corbet, G.B. and Hill, J. E. 1992)
22
Tabel 1. Perletakan kelenjar susu dengan jenis tikus Susunan puting 0+0+2 (0+2) 0+1+2 (1+2) 0+2+2 (2+2) 1+1+2 (2+2) 1+2+2 (3+2) 1+0+3 (1+3) 1+1+3 (2+3) 1+2+3 (3+3)
Kemungkinan jenis tikus Bunomys sp Rattus steini R. mordax, R. preator R. exulans, Niviventer bukit Semua genus Mus spp Rhizomys pruinosis R. losea, R. rattus, R. tiomanicus Bandicota bengalensis, B. indica, B. savilei, R. argentiventer, R. norvegicus, R. sikkimensis, R. turkestanikus
2.3 Siklus Hidup Tikus Tikus merupakan binatang peridi, berkembangbiak sangat cepat (Gambar 10), perkembangbiakan sangat ditunjang oleh sifat-sifat sebagai berikut: a. Masa bunting singkat Sejak kawin sampai melahirkan hanya 21 – 23 hari b. Kemampuan birahi induk segera setelah melahirkan (post partum oestrus), satu dua hari setelah melahirkan induk siap dikawini. c. Kemampuan melahirkan sepanjang tahun (poliestrus), Induk melahirkan anak tanpa mengenal musim/ masa istirahat bereproduksi. d. Besarnya jumlah keturunan Jumlah anak 3–12 ekor rata-rata per kelahiran 6 ekor. 23
Tikus sawah (R. argentiventer) mampu melahirkan 16 ekor, uterus mampu mengandung janin 18 ekor. e. Cepat menjadi dewasa Anak tikus (cindil) berwarna merah jambu, tidak berambut, mata dan telinga tertutup oleh selaput. Berat cindil 4,5 – 6,5 gram, cindil mencit (1,5 gram). Umur 3 – 6 hari telinga membuka sedang mata setelah 14 – 16 hari. gigi seri bawah tumbuh cindil berumur 10 hari, sedangkan gigi seri atas pada umur 11 hari Setelah berumur 2 – 3 bulan anak tikus sudah siap kawin.. f. Siap kawin sepanjang tahun Tikus jantan di daerah tropis siap kawin setiap saat, pada daerah beriklim sedang musim dingin populasi menurun tetapi akan segera pulih ke tingkat populasi semula. Dewasa seksual 35-63 hari
Post-partum oestrus
Masa Sapih Kebuntingan 21 hari
kawin
Lahir
Gambar 10. Siklus hidup Tikus 24
2.4 Dimana Tikus Berada Dikenal menempati hampir di semua habitat (binatang kosmopolitan), jangkauan distribusi berdasar ketinggian tempat (altitudinal) sangat luas, dari pantai hingga gunung (0-2000 mdpl). Sarang tikus ditemukan dipohon (± 25 m), dalam tanah kedalaman 2 m. Hutan dengan vegetasi rapat, padang ilalang, hingga tanah berbatu tidak bervegetasi dapat dijadikan hunian tikus. Lingkungan berair, seperti rawa-rawa, got, saluran air tidak asing bagi tikus. Di lingkungan pemukiman kumuh hingga perumahan mewah dapat ditemukan tikus berkeliaran atau bersarang. Oleh karena itu ada bermacam-macam nama lokal tikus dan digunakan sebagai pembeda jenis atau sub spesies, misalnya tikus rumah untuk R. tanezumi, tikus ladang untuk R. exulans, tikus sawah untuk R. argentiventer. Pengetahuan nama lokal atau bahasa inggris sangat membantu dalam identifikasi. Persebaran tikus dalam buku ini dibedakan menjadi tiga kelompok berdasar jauh/dekat hubungannya dengan kehidupan manusia dan kesehatan; a. Jenis domestik (domestic species) Tikus domestik melakukan aktivitas hidup (mencari makan, berlindung, bersarang, dan berkembang biak) sangat bergantung dengan aktivitas manusia. Jenis ini dikenal pula sebagai synanthropic atau hidupnya di lingkungan pemukiman manusia. Banyak dijumpai di berbagai bagian lingkungan rumah, gudang, kantor dan fasilitas umum lainnya sepert pasar, terminal, stasiun dan Bandar udara. Tikus menyukai tempat gelap dan kotor, seperti di atap, sela-sela dinding, sisa-sisa bahan 25
bangunan, serta tempat sumber pakan seperti: dapur, almari, tempat menyimpan hasil panen atau pakan ternak. Contoh tikus rumah R. tanezumi, tikus got R. norvegicus, dan mencit rumah Mus musculus (Gambar 11).
Gambar 11. Sketsa tempat keberadaan tikus di lingkungan rumah b. Jenis peridomestik (peridomestic species) Aktivitas hidup tikus sebagian besar dilakukan di luar rumah. Dijumpai di lahan pertanian, perkebunan, sawah dan pekarangan rumah, misalnya tikus ladang R. exulans, tikus sawah R. argentiventer, tikus wirok Bandicota indica, dan mencit sawah M. caroli. Tikus domestik dan peridomestik juga disebut tikus komensal (comensal rodent) karena sering kontak dan berhubungan dengan manusia 26
c. Jenis silvatik (sylvatic species) Tikus jenis ini aktivitas hidupnya dilakukan jauh dari lingkungan manusia, memakan tumbuhan liar, bersarang di hutan dan jarang berhubungan dengan manusia. Tikus dada putih Niviventer fulvescens, tikus belukar R. tiomanicus.
Hut Ru
Pegunun
Keb Saw
Gambar 12. Penyebaran tikus menurut habitat Tikus peridomestik dan silvatik sering disatukan sebagai jenis lapangan (field species). Melakukan aktivitas tidak terbatas di dalam lingkungan dikelola manusia, walaupun kadangkadang tinggal sementara di dalam rumah. Dengan tingginya mobilitas, maka tidak jarang tikus domestik ditemukan di lingkungan peridomestik dan silvatik. Begitu pula sebaliknya, bahkan jenis tikus silvatik dapat ditemukan di dalam rumah. 27
Perilaku tikus sangat berhubungan dengan status tikus sebagai reservoir penyakit. Pembagian habitat tikus potensial dibidang kesehatan berdasarkan jenis di pulau Jawa. (gambar 12) 2.4 Tikus dan Kesehatan Tikus sebagai sumber penyakit disebabkan interaksi tikus, artropoda, organisme patogen dan lingkungan fisikokimia dikenal sebagai patobiosenosi. Sedangkan interaksi manusia, tikus dan penyakit biasa terjadi secara insidental atau kebetulan. Semua penyakit pada tikus berpotensi ditularkan ke manusia disebut penyakit bersumber tikus atau penyakit tular rodensia (rodent borne disease) Penyakit tular rodensia ditularkan melalui kontak langsung (digigit tikus) dan tidak langsung (berinteraksi dengan ektoparasit dan endoparasit). Dampak penyakit bersumber tikus dapat ringan hingga fatal, bahkan beberapa jenis penyakit sangat mematikan. Perkembangan teknologi kedokteran telah mengidentifikasi 112 penyakit bersumber tikus dan terbagi berdasar jenis patogennya tabel 2. Tabel 2. Daftar penyakit dan patogen bersumber tikus No. Patogen dan penyakitnya A.
Cacing (31 penyakit) Cat tapeworm infection; Cysticercosis; Dog tapeworm infection; Dwarf tapeworm; Hydatidosis; Inermicapsifer infection; Polycystic hydated disease; Railietiniasis; Sparganosis; Angiostrongyliasis; Ascariasis; Aspicularis; Capillariasis; Cutaneous larva migrans; Entarobiasis; Gnathosomiasis; 28
Pinworm infection; Strongyloidiosis; Toxocoriasis; trichinosis; Cacingan Parascaris equorum; Chinese liver fluke;
B.
Virus (28 penyakit) Banzi; Colorado tick fever; Crimean-Congo haemorrhagic fever; Duck hepatitis virus; Eastern Equine encephalitis; Encephalomyocarditis; Penyakit mulut dan kuku, Penyakit tangan, kaki dan mulut; Japanese B encephalitis; Kyasanar forest disease; Lassa virus; Louping III; Lymfotic chariomeningitis; ponawasan encephalitis; Pox; Pseudorabies; Rabies; Rift valley fever; St Louis encephalitis; Venezuelan equine encephalitis;Velogenic vicerotropic form of newcastle disease; Western equine encephalitis; Witwaterstrand, Haemorrhagic fever with renal syndrom
C.
Bakteri (26 penyakit) Arizona infection; Atrophic rhinitis, Brucellosis; Campylobacteriosis; Colibacillosis; Erysipeloid; infectious coryza, Leptospirosis; Listeriosis; Melioidiosis; Paracolobactrum infection; Pasteurellosis; Pes; Demam gigitan tikus; Relapsing fever; Salmonellosis; Shigellosis; Streptococcosis, Tuberculosis; tularemia; tyzzers disease; tyzzera disease; Yersiniosis;
D.
Protozoa (14 penyakit) Amebiasis; balantidiasis; coccidiosis; Giardiasis; Toxoplasmosis; Chagas disease; Babesiosis; Visceral leishmaniasis; American leishmaniasis;Old world leishmaniasis; Nosematosis; Sacosporidiosis
29
E.
Rickketsia (8 penyakit) Bartonellosis; Boutonneeuse fever; Murine typhus; North asian tick typhus; Q fever; Rickettsialpox; Rocky mountain spotted fever; Scrub typhus
F.
Jamur (4 penyakit) Candidiasis; Pneumocytosis; Ringworm; Sporotrichosis
G.
Akanthosepalan (1 penyakit) Penyakit cacingan kepala duri
Penulisan dicetak tebal merupakan penyakit yang sudah dilaporkan di Indonesia
30
TEKNIK PEMASANGAN PERANGKAP Siska Indriyani Pemasangan perangkap bertujuan mengetahui keanekaragaman spesies tikus, ektoparasit, endoparasit dan patogennya. Keberadaan tikus dapat dideteksi dengan bekas jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran (faeses), lubang aktif, dan gejala serangan. Beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan penangkapan (trap success) antara lain jenis perangkap, umpan, cara pemasangan perangkap dan peran aktif masyarakat. Dalam buku ini juga disebutkan beberapa hal pengganggu proses penangkapan dan pemeriksaan hasil perangkap. 3.1 Alat dan bahan Alat dan bahan terdiri atas: 1. Perangkap hidup 2. Kamera 3. GPS 4. Form GPS (lampiran 1) 5. Stiker nomor penangkapan 6. Alat tulis 7. Tang 8. Tali plastik 9. Kawat 31
10. Pisau 11. Telenan 12. Kompor gas portable 13. Gas 14. Kelapa 15. Kaos tangan 3.2 Jenis-jenis Perangkap Penangkapan dilakukan di dalam dan luar rumah. Pemilihan jenis, ukuran dan model perangkap sangat mempengaruhi keberhasilan penangkapan. Pemasangan perangkap di luar rumah (kebun, ladang, sawah, hutan) dengan keragaman spesies dan ketersediaan makanan di alam akan memunculkan preferensi tikus pada jenis perangkap tertentu. Konstruksi dan bahan perangkap disarankan bahan dari jenis logam dengan tujuan menghindari hasil tangkapan dari serangan predator dan lebih tahan lama terhadap cuaca panas dingin. Jenis perangkap berdasarkan dari hasil tangkapannya dibedakan menjadi 2: 1. Perangkap mati Tikus tertangkap langsung mati (snap trap). 2. Perangkap hidup Tikus tertangkap masih hidup. Perangkap ini memiliki lebih banyak jenis dan model.
32
Snap trap Perangkap mati, terbuat dari berbagai jenis bahan: fiber, keseluruhan dari logam bergerigi dan bagian alas terbuat dari kayu, untuk koleksi referensi lebih disarankan beralas kayu dan tidak bergerigi karena mengurangi resiko merusak tengkorak (gambar 13). Ukurannya kecil dan besar. Dalam penggunaan perangkap ini harus lebih hati hati karena beresiko tangan terjepit khususnya yang terbuat dari logam dan bergerigi. (gambar).
Gambar 13. Perangkap mati (snap trap)
33
Longworth Perangkap hidup digunakan untuk penangkapan di hutan guna kebutuhan koleksi spesimen dibidang biologi. Perangkap ini cukup kuat untuk menangkap hewan dengan ukuran kecil hingga sedang. Ukuran perangkap ini 25x25x100cm dengan konstruksi 2 pintu (gambar 14).
Gambar 14. Jenis perangkap hidup longworth Sherman Perangkap hidup, berbentuk kotak sederhana dari lembaran alumunium/ besi stainless. Desain perangkap ini cocok digunakan untuk kegiatan penangkapan tikus di luar rumah, tikus tertangkap tidak kedinginan dan kehujanan sehingga sampel tikus tertangkap lebih aman. Berfungsi sebagai tempat berlindung hewan tangkapan terhadap predator. Memiliki jenis bisa dilipat dan kotak kaku, ukuran 50 x 62 x 165 mm dan 76 x 89 x 229 mm (gambar 15). Sherman mudah diangkut dan dipelihara, sangat cocok untuk 34
penangkapan berpindah tempat apalagi jenis lipat, berat sekitar 250 g. Memiliki kecenderungan mudah rusak jika sering dibongkar pasang, digunakan dipohon, dan lantai hutan.
Gambar 15. Jenis perangkap hidup model sherman Trap Barrier System (TBS) Perangkap ini terdiri dari terpal dengan tinggi 60 cm dan panjang minimal 120 meter dengan lubang untuk menempelkan perangkap setiap 20 meter, perangkap bubu ukuran 25 x 25 x 50 cm. TBS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20x20 m) ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m; perangkap bubu dipasang pada setiap sisi 35
dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar sebagai jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik pada padi yang ditanam lebih awal dan bulir bunting dahulu (gambar 16).
Gambar 16. Jenis perangkap TBS dan contoh pemasangan Linier Trap Barrier System (LTBS) Perangkap ini terdiri dari terpal dengan tinggi 60 cm dan panjang minimal 120 meter dengan lubang untuk menempelkan perangkap setiap 20 meter, perangkap bubu ukuran 25 x 25 x 50 cm dipasang pada kedua sisi secara 36
berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (sarang dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti, sepanjang tanggul irigasi berbatasan dengan tepi kampung dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk perangkap bubu. Panjang dan jumlah perangkap bubu dapat disesuaikan dengan panjang pematang sawah yang ada. Penangkapan tikus dengan menggunakan TBS dan LTBS efektif digunakan untuk pengendalian atau mengetahui jumlah kira kira populasi tikus pada suatu area.
Gambar 17. Jenis perangkap LTBS dan contoh pemasangan
37
Pitfall untuk menangkap tikus kecil di luar rumah (kebun, hutan), dibuat dari bahan seng, kaca atau melamin, diameter bagian atas 30 cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 40 cm. Cara menggunakan dengan ditanam dalam tanah dan diberi umpan. Tikus tidak sengaja jatuh atau tertarik umpan dan terperangkap tidak bisa naik karena dindingnya licin, atau ditanam secara berurutan dengan jarak 3-5 m dan diatasnya dipasang terpal dengan lebar ketinggian 50 cm, dan samping kanan kiri terpal bawahnya ditutup dengan tanah atau serasah dan tidak menyisakan lubang (Gambar 18).
Gambar 18. Jenis perangkap Pitfall
38
Perangkap bubu sering ditemukan dipasaran dan banyak digunakan masyarakat. Perangkap berbentuk kotak ukuran 30x20x15 cm, konstruksi pintu hanya bisa terbuka dari luar, menggunakan umpan sebagai penarik tikus. Kelebihan perangkap ini tikus tertangkap bisa lebih dari satu, tetapi menyebabkan tikus bisa keluar lagi (Gambar 19).
Gambar 19. Jenis perangkap Bubu
39
Single life trap biasa digunakan untuk penelitian, terbuat dari logam, ukuran 15x15x30cm. Cara kerjanya pintu akan menutup saat ada hewan masuk dan menarik umpan (Gambar 20).
Gambar 20. Jenis perangkap hidup (Single life trap) 3.3 Umpan Keberhasilan penangkapan sangat berhubungan kebiasaan pola makan/limbah rumah tangga pada daerah tersebut. Penggunaan umpan mempengaruhi keberhasilan penangkapan, pemasangan umpan perangkap sangat lokal spesifik karena perbedaan jenis makanan tikus seperti perkotaan (keju, roti), sub-urban (tempe, ikan asin), pedesaan (jagung), rumah sakit (bakso).
40
1. Mempersiapkan Umpan Umpan perangkap dalam buku ini menggunakan kelapa bakar. Sebutir kelapa dengan diameter kurang lebih 15 cm dibagi menjadi 40 bagian, kelapa dibakar diatas kompor atau bara api sampai keluar aroma gurih atau mengeluarkan minyak. Dalam mempersiapkan umpan perlu diperhatikan umur kelapa (semakin tua kelapanya aroma lebih kuat). Tikus mudah mendeteksi makanan, mempersiapkan umpan sebaiknya tangan tidak dalam kondisi wangi atau beraroma menyengat lainnya, karena tikus tidak menyukai bau tersebut. 2. Banyaknya umpan Metabolisme tubuh tikus cukup cepat, maka untuk perangkap hidup harus menyediakan cukup umpan ± sekitar 10% berat tikus sasaran tangkap. 3. Mengganti umpan Apabila tidak ada tikus tertangkap, umpan basah sebaiknya diganti setiap hari, umpan kering penggantian bisa dilakukan dua hari sekali. Penggunaan kelapa bakar diganti setiap 2 hari untuk menghindari kelapa menggeluarkan lendir dan beraroma tengik. Tujuan mengganti umpan untuk menjaga perangkap tetap menarik bagi tikus. Jadi apabila umpan telah berubah bentuk, warna atau aroma umpan harus diganti. Hati-hati saat mengganti umpan pada perangkap mati (snap trap), pastikan perangkap telah di matikan saat penggantian umpan. 41
4. Pra-umpan Tikus mempunyai perilaku berhati-hati dengan hal baru, pra-umpan dilakukan untuk menghindari bias hasil penangkapan dan memberi percaya diri tim untuk mendapat hasil tangkapan maksimal. Coba beberapa jenis umpan dengan menggunakan perangkap namun kunci pintu perangkap dimatikan sehingga tikus makan umpan masih bisa lepas dari perangkap. Setelah diketahui jenis umpan paling disukai dan tikus dilokasi penangkapan terbiasa maka penangkapan tikus dapat segera dimulai. 3.4 Pemasangan Perangkap 1. Survei Pendahuluan Kegiatan ini dilakukan pada lokasi sebagai panduan dasar melakukan penangkapan, survei pendahuluan termasuk didalamnya adalah sosialisasi dan perijinan kepada pihak terkait. Di lokasi penangkapan dilakukan eksplorasi jenis vegetasi dan penentuan lokasi penangkapan yang sesuai dengan penelitian dilakukan. 2. Penempatan Perangkap Tikus memiliki kebiasaan berjalan disepanjang tepi dinding, mengikuti jejak run way atau tempat bersentuhan langsung rambutnya. Jejak lain yang bisa dilihat kotoran, urine dan sarang tikus. Ketepatan penempatan perangkap akan meningkatkan peluang 42
keberhasilan penangkapan. perangkap didaerah terbuka,
Hindari
meletakkan
Gambar 21. Jejak run away dan lubang sarang tikus Tanda lain di luar rumah adalah lubang sarang di pematang, tumpukan batu ataupun batang pohon. Pastikan lubang dipasangi perangkap adalah sarang aktif/dihuni tikus, salah satu tanda lubang aktif adalah adanya jalur terlihat sering dilewati. Rumah daerah survei diberi nomor, pada form pemetaan dicatat kode dan nomor rumah, nama kepala keluarga dan koordinat dari Global Position System (GPS). 3. Memposisikan Perangkap Untuk habitat rumah posisi perangkap menghadap ke arah sarang tikus, sedangkan di luar rumah posisi ini jarang berhasil karena akan lebih banyak gangguan. Tikus bergerak mengikuti tepian sehingga menempelkan perangkap pada dinding atau tanah di sekitar fokus lebih efektif untuk menangkap tikus. Tikus tidak suka berjalan melompati sesuatu, jadi adanya benda penghalang harus disingkirkan. Untuk habitat luar rumah penting menjaga perangkap selalu 43
rata tanah, jika perlu tanah digali sedikit, memiringkan sebagian perangkap, menopang dengan tongkat dan batu.
Gambar 22. Peletakan perangkap di berbagai habitat Untuk memasang perangkap pada daerah curam, gunakan tongkat penyeimbang agar perangkap tetap pada posisinya. Sehingga saat hujan turun, air hujan akan mengalir menuruni lereng dan tikus terhindar dari mati karena mengalami hipotermia. 44
4. Jarak Perangkap Pemasangan perangkap didalam rumah tidak ada aturan jarak, hanya berlaku diluar rumah (kebun, taman, ladang, sawah dan hutan). Untuk kebutuhan penelitian pemasangan dalam rumah menggunakan 2 buah perangkap. Untuk aturan jarak pemasangan perangkap diluar rumah berbeda tiap habitat. Peletakan perangkap dengan jarak minimal 10 langkah (5-6 m) dengan membentuk garis lurus atau menyesuaikan karakteristik tempat penangkapan supaya mudah dilacak. (B2P2VRP, 2015) 5. Banyak Perangkap Pemasangan perangkap per lokasi survei 100 perangkap dengan pembagian 50 perangkap di habitat rumah (25 rumah) dan 50 perangkap luar rumah. (B2P2VRP, 2015)
Gambar 23. Pemasangan tanda perangkap di habitat luar rumah
45
6. Penandaan Sangat penting menemukan perangkap dengan cepat dan mudah untuk menghindari kehilangan waktu. Gangguan alam seperti tumbuhan juga berdampak pada pencarian tanpa hasil dan merugikan keberhasilan penangkapan berikutnya. Pertama memastikan perangkap aman dari hewan pengganggu atau pemangsa dengan meletakkan perangkap didaerah semak-semak. Untuk menjaga perangkap tetap pada tempatnya dengan mengikat tali nilon (kuat dan tidak dimakan semut atau rayap). Jika pemasangan dilakukan pada habitat terbuka (padang rumput), cukup penandaan sederhana. Idealnya penanda berwarna cerah, tahan air, diberi nomor dan tidak mudah luntur serta di pasang agak tinggi sehingga mudah dilihat (Gambar 23). 7. Lama Perangkap di Pasang Pemasangan perangkap dilakukan selama 3-5 hari, lama pemasangan perangkap disesuaikan tujuan penangkapan, misalnya banyak sampel tikus diinginkan. Hasil penangkapan terbesar tidak selalu pada malam pertama, terkadang malam selanjutnya justru lebih banyak tikus masuk dalam perangkap. 3.5 Bahaya tak terduga 1. Tangkapan tidak diinginkan Pemasangan perangkap luar rumah sangat memungkinkan spesies non-target masuk (burung, ular, kodok ataupun siput) karena tertarik umpan. Beberapa 46
cara meminimalisasi misalnya memberi atap pada perangkap atau perangkap dimasukkan sebuah kotak. Banyaknya spesies non-target masuk perangkap menutup kemungkinan tikus masuk dan akan mempengaruhi keberhasilan penangkapan. Di habitat seperti hutan kemungkinan tertangkap spesies nontarget jauh lebih besar dibanding habitat seperti perumahan. Hutan memiliki keragaman spesies sangat banyak, Keragaman ini juga berpotensi spesies pemburu tikus akan memangsa tikus masuk kedalam perangkap. 2. Permasalahan lainnya Selain hewan besar, hewan kecil yang mengganggu penangkapan tikus adalah semut, dimana umpan atau tikus mati dalam perangkap akan sangat berpotensi mengundang semut. Pencurian perangkap juga sangat berpotensi saat penangkapan dilakukan di habitat padat penduduk. Partisipasi masyarakat dan pendekatan kepada pamong desa satempat akan membantu dalam menjaga perangkap tetap berada pada posisinya. 3.6 Memeriksa Perangkap 1. Seberapa sering Pemeriksaan dilakukan setiap pagi hari sebelum masyarakat beraktivitas (jam 06.00-08.00), tujuan semua sampel tikus dapat terambil dan dalam kondisi hidup. Pemeriksaan perangkap harus dilakukan rutin setiap pagi, untuk menjaga stress tikus dalam perangkap, 47
perubahan suhu badan tikus memicu hilangnya ektoparasit sebelum tikus dimasukkan dalam kantong. 2. Bagaimana cara memeriksa Memeriksa perangkap hidup sangatlah mudah, lihat pada bagian pintunya tertutup atau terbuka.Jika tertutup kemungkinan didalamnya ada hewan yang masuk.Untuk memastikan itu tikus atau bukan, bawa perangkap dengan hati-hati ketempat lebih terang. Jika diperlukan kunci pintu perangkap dengan kawat atau tali rafia menghindari lepasnya hewan dalam perangkap. 3.7 Penghitungan Keberhasilan Penangkapan (Trap success) Penghitungan jumlah perangkap positif tikus dilakukan untuk mengetahu keberhasilan penangkapan dan mengevaluasi faktor pengganggunya seperti jenis umpan dan peletakkan perangkap. Rumus penghitungan trap success: A ------------ x 100% BxC A: Jumlah perangkap positif tikus B: Jumlah perangkap dipasang C: Lama hari penangkapan
48
3.8 Pengambilan dan Penyimpanan Perangkap Pada pemeriksaan hari kelima/terakhir perangkap tikus diambil semua, perangkap positif tikus disendirikan untuk diambil tikusnya sebelum perangkap dikelola dan disimpan. Sisa umpan dalam perangkap diambil, perangkap diikat persepuluh perangkap untuk memudahkan dalam perhitungan jumlah perangkap. Tempat penyimpanan perangkap sebaiknya tidak lembab, tertutup dan peletakkan perangkap diberi alas papan untuk menghindari perangkap cepat berkarat.
49
50
PROSESING DAN IDENTIFIKASI TIKUS B. Yuliadi Prosesing dalam buku ini dilakukan untuk keperluan studi/penelitian khususnya dibidang kesehatan, terbagi menjadi identifikasi, pencatatan, pengambilan sampel darah, ektoparasit dan organ dalam sesuai kebutuhan penelitian untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium. 4.1 Alat dan bahan: 1. Kantong tikus, dari kain ukuran 30x40 cm 2. Label lapangan ukuran 2,5x5 cm dengan tali 3. Label ektoparasit ukuran 0,7x1,5 cm 4. Stiker label ukuran 0,6x2 cm 5. Jarum suntik 3 dan 5 cc 6. Kapas alkohol 7. Kapas gulung 8. Baki enamel berwarna putih ukuran 35x25x5 cm 9. Sisir/sikat 10. Penggaris panjang 60 cm 11. Penggaris panjang 20 cm 12. Rak vial dan ependoff 13. Timbangan 14. Papan ukuran 50x20 cm 15. Form lapangan (lampiran 2) 51
16. Alat tulis (pensil 2B dan penghapus) 17. Dissecting kit 18. Vial kaca volume 5 cc 19. Vial volume 2,5 cc 20. Ependoff 1,5 cc 21. Botol untuk menyimpan spesimen 22. Label ektoparasit 23. Paku payung/pines 24. Kawat stainlees diameter 0,5; 1 dan 1,5 mm 25. Masker 26. Handscoon 27. Bandana 28. Jas lab 29. Ketamine 10% 30. Sylla 31. Alkohol 70% 32. Formalin 10% 33. NaCl 10% 34. Chloroform 35. Kamper 36. Sentrifus Selama melakukan prosesing tikus APD wajib dipakai untuk menghindari kita terpapar patogen baik dari darah maupun ektoparasit. Urutan prosesing tikus dapat dilihat pada gambar susunan alat di bawah ini (gambar 24)
52
D
B C
A
A B C D
Keterangan : Pembiusan dan pengambilan darah : Pengambilan/ koleksi ektoparasit : Pengukuran morfometrik untuk identifikasi tikus : Pembedahan untuk koleksi organ dalam Gambar 24. Skema meja pemrosesan tikus
4.2 Mengambil tikus dari perangkap 53
Pada dasarnya tikus tidak nyaman berada dalam perangkap dan berusaha untuk keluar atau melawan, proses memasukkan tikus ke dalam kantong harus dilakukan dengan hati hati agar tidak lepas. Siapkan label berisi kode/nomor rumah tikus tertangkap kemudian kantong diletakkan diujung perangkap dan usahakan rapat dengan perangkap. Tekan dengan hati hati pengungkit untuk membuka perangkap, perlu diperhatikan ujung perangkap sering tertahan oleh kantong dan apabila dipaksa bisa berakibat kantong terbuka sehingga tikus dapat lepas. Setelah tikus masuk kedalam kantong tekan ujung kantong dekat perangkap kemudian lepaskan dari perangkap dan ditali. Pasang label lapangan pada masing masing kantong bertikus sesuai dengan nomor rumah tikus tertangkap,1 kantong berisi 1 tikus.
Gambar 25. Proses memasukkan tikus ke kantong 4.3 Pembiusan 54
Salah satu metode aplikasi obat bius paling efektif adalah dengan cara penyuntikan obat bius intra muskular, dibagi menjadi anastesi lokal, anastesi disosiatif dan anastesi per inhalasi. Anastesi tikus dilakukan dengan metode pembiusan disosiatif, dengan tujuan menghilangkan fungsi panca indera, aktifitas motorik, ingatan dan aktivitas emosional otak tanpa mengganggu serebral kortex sehingga mempermudah prosesing tikus. Anastesi dilakukan menggunakan larutan ketamine HCL 10% dan sylla sebagai agen analgesik dengan perbandingan 1:1sehingga terdapat tekanan pada sistem pernapasan tetapi tidak berdampak pada sistem sirkulasi darah dan jantung.
Gambar 26. Proses pembiusan Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Sebelum dilakukan anastesi sebaiknya bersihkan dengan kapas beralkohol pada bagian disuntik untuk menghindari 55
kontaminasi, kemudian suntikan cairan anastesi pada suputan kaki belakang dengan dosis 10% berat tikus tertangkap. Setelah ketamin sylla diinjeksikan tunggu sampai tikus benar benar pingsan baru proses pengambilan darah dapat dilakukan (kurang lebih 5 menit) Catatan: apabila melakukan anastesi pada tikus besar (R. norvegicus) sebaiknya dilakukan oleh 2 orang untuk menghindari perlawanan tikus yang dapat mengakibatkan tikus terlepas. 4.4 Pengambilan darah
Gambar 27. Proses pengambilan darah Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Pengambilan darah dilakukan dengan tujuan untuk pemeriksaan serologi atau identifikasi patogen dan dilakukan setelah tikus betul betul dalam kondisi pingsan. Proses 56
pengambilan darah dilakukan dengan mengoleskan kapas beralkohol pada bagian dada kemudian menusukkan syringe di bagian dada bawah tulang rusuk terakhir. Posisi tikus tegak lurus dan syringe membentuk sudut 45°, tikus tetap di dalam kantong usahakan hanya bagian dada yang terlihat untuk menghindari kontak dengan tikus dan atau ektoparasit keluar dari tubuh dan kantong tikus.
Gambar 28. Proses pemindahan ke tabung venoject Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Darah terambil dimasukkan ke dalam tabung venoject 1. Menggunakan venoject hampa udara, tekan needle ke tutup venoject, usahakan ujung needle menempel pada dinding venoject sehingga darah dapat mengalir melalui dinding venoject. Biarkan darah mengalir tanpa menekan syringe.
57
2. Menggunakan tabung venoject non hampa udara, tabung membentuk sudut 45°, ujung syringe menempel pada bibir tabung venoject kemudian spuit ditekan pelan pelan dan biarkan darah mengalir di tabung venoject. Untuk pembuatan serum venoject diputar dengan sentrifus dengan kecepatan 3000 Rpm selama 5 menit. Catatan: Syringe yang digunakan untuk tikus besar ukuran 3-5 ml needle ukuran 21G, tikus sedang 3 ml ukuran needle 23G, sedangkan tikus kecil menggunakan ukuran 1 ml needle. untuk kebutuhan serologi minimal darah terambil 2 cc, ikatkan label lapangan pada kaki belakang dan beri kode dan nomor prosesing
58
4.5 Pengambilan Ektoparasit
Gambar 29. Proses koleksi ektoparasit Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Ektoparasit pada tikus dikelompokkan menjadi 5 group: pinjal, kutu, caplak, tungau dan larva tungau. Spesies beberapa ektoparasit sangat spesifik dan terbagi menurut bagian badan dan spesies inangnya. Merupakan vektor dari beberapa penyakit bersumber virus, bakteri, dan riketsia (Pes, murine thypus, encephalitis, haemoragic with renal syndrom). Distribusi kutu dan pinjal pada badan tikus baik dorsal maupun ventral, caplak pada lipatan leher dan kaki depan sedangkan tungau berada di punggung bagian belakang.
59
Gambar 30. Jenis ektoparasit yang berada di badan tikus Sumber : Protocols for field and laboratory rodent studies, 2006
Larva tungau selalu berada pada tempat tempat yang lebih tersembunyi seperti didalam daun telinga atau hidung. Untuk pengambilan ektoparasit selain penelitian pes sebaiknya dilakukan setelah dichloroform supaya semua ektoparasit mati. Siapkan baki enamel berwarna putih, sisir berlawanan arah rambut tikus supaya ektoparasit terlepas dari rambut dan badan tikus. Larva tungau biasanya terdapat pada telinga bagian dalam sehingga perlu penanganan khusus, dengan mengorek kumpulan larva tungau yang menempel pada bagian dalam daun telinga. Masukkan ektoparasit kedalam vial berisi alkohol 70%, beri kode sesuai nomer prosesing tikus. Satu vial digunakan untuk 1 tikus. Catat jumlah masing masing grup ektoparasit di kolom form penangkapan, untuk ektoparasit selain pinjal cukup beri tanda contreng apabila ditemukan karena ukurannya kecil sehingga sulit dihitung tanpa menggunakan mikroskop . 60
Catatan: Untuk penelitian pes ektoparasit khususnya pinjal harus tetap hidup untuk pemeriksaan lebih lanjut
4.6 Pengukuran
Gambar 31. Penimbangan tikus Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Pengukuran dilakukan untuk identifikasi jenis tikus, satuan panjang dalam milimeter (mm) dan berat dalam gram. Selain pengukuran penghitungan jumlah puting susu juga menentukan jenis spesies, rumus penghitungan jumlah pasang putting susu dibagian dada ditambah jumlah di bagian perut (2+2, 2+3, 3+2 atau 3+3). (lihat hal 24) Langkah langkah pengukuran pada tikus meliputi: 1. Panjang Total (Total Length): tikus diletakkan telentang disisi/diatas penggaris, diukur dari ujung moncong sampai ujung ekor. 61
2. Panjang ekor (Tail): diukur dari pangkal sampai ujung ekor 3. Panjang kaki belakang (Hind Foot): diukur dari ujung tumit sampai ujung daging paling panjang, apabila kuku ikut diukur harus diberi tanda 4. Panjang telinga (Ear): diukur dari pangkal telinga sampai ujung daun telinga tertinggi. 5. Panjang kepala, diukur menggunakan caliper dari tengkuk sampai moncong (penghitungan kira kira untuk mendapatkan panjang tengkorak: panjang kepala terukur dikurangi 0,3-0,5 mm) 6. Pencatatan jumlah puting susu pada tikus betina dan besar testis pada tikus jantan (panjang x lebar) 7. Pengukuran berat tikus 8. Pengukuran anatomi tengkorak Untuk identifikasi selain ukuran morfologi luar juga perlu diperhatikan warna, jenis dan ukuran rambut baik punggung, perut, lateral dan ekor. Bentuk sisik dan jumlah sisik per 1 cm pada ekor juga dapat dijadikan karakter pembantu dalam identifikasi. Konfirmasi spesies sebaiknya dilakukan dengan pengukuran dan karakter spesifik pada tengkorak.
62
4.7 Dokumentasi Dalam prosesing tikus penting untuk mendokumentasi tikus sebagai bukti pendukung dalam penentuan spesies selama proses identifikasi. Pengambilan gambar meliputi sisi ventral, dorsal dan lateral, serta beberapa ciri khusus yang ditemukan seperti rambut berbentuk duri, bentuk sisik pada ekor, ada tidaknya rambut pada ekor, dll. Besar resolusi photo minimal 5 mega piksel, lebih besar lebih baik untuk menghindari gambar pecah pada saat kita harus melihat lebih detail pada modus zoom. Persyaratan lain dalam pengambilan gambar adalah menyertakan alat ukur/ penggaris dan label terlihat jelas. Dorsal
Lateral
Ventral
Ekor
Gambar 32. Dokumentasi tikus Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
63
4.8 Pembedahan Pengambilan organ dalam sangat berhubungan dengan jenis penelitian, dilakukan untuk mengetahui status plasenta pada tikus betina, mengukur testis pada tikus jantan, koleksi endoparasit, mengambil urine untuk pemeriksaan leptospira secara MAT, paru paru untuk penelitian virus (Haemoraghic with renal syndrom) dan ginjal untuk PCR.
Gambar 33. Pembedahan tikus Sumber : Protocols for field and laboratory rodent studies, 2006
64
Tikus diletakan pada baki enamel kemudian buat sayatan dibagian perut, untuk memperlebar gunakan pinset dan gunting melintang ke kanan dan kiri sampai pangkal kaki belakang, lakukan hal sama sampai pangkal kaki depan. Untuk mengetahui status plasenta dan mengambil ginjal, angkat usus besar dan usus 12 jari keatas sampai plasenta terlihat kemudian hitung dan catat jumlah calon/embrio pada bagian kiri dan kanan plasenta.
Proses pengambilan organ ginjal
Gambar 34. Koleksi organ dalam tikus (ginjal) Sumber : Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan, 2015
Ginjal diambil menggunakan pinset dan digunting, dicuci alkohol 70% kemudian dimasukkan dalam vial/pot berisi alkohol 70%. Pengambilan urin dilakukan apabila urin terlihat masih banyak menggunakan syringe kemudian masukkan dalam vial/tabung ependoff yang sudah diberi larutan NaCl. Endoparasit dijumpai pada hati, usus 12 jari, 65
lapisan antara kulit dan daging serta pada bagian paru, sedangkan untuk mengukur testis pada tikus jantan, tekan kantong testis menggunakan pinset, dipotong dan diukur panjang x lebar testis 4.9 Manajemen sampel Sampel hasil prossesing tikus terdiri atas ektoparasit, sampel darah segar, sampel serum, organ dalam (ginjal, hati, paru). Dalam proses membawa atau pengiriman dari sampel dikoleksi di lapangan sampai pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium membutuhkan metode yang berbeda beda. Sampel ektoparasit, endoparasit cukup disimpan dalam suhu kamar, sedangkan sampel dengan pemeriksaan PCR membutuhkan rantai dingin dengan temperature terukur dari -20° sampai - 78° C. 4.10 Kunci Determinasi Tikus Di Jawa A. Kunci determinasi genus tikus Jawa 1.
Ibu jari kaki belakang berkuku (nail) ................... 2 Ibu jari kaki belakang bercakar (claw) .................. 4
2.
Ujung ekor berambut panjang seperti sikat Chiropodomys Ujung ekor tidak berambut panjang ...................... 3
3.
Kaki belakang berambut lebat ................ Pithecheir Kaki belakang tidak berambut lebat Kadarsanomys 66
4.
m1>1/2 panjang m1-m3 m1<1/2 panjang m1-m3
........................................................
5.
Palatum posterior dibelakang m3 ...................................... 6 Palatum posterior tidak dibelakang m3 ...................... 10
6.
Ukuran sedang, panjang HF < 40 mm ......... Rattus Ukuran besar, panjang HF > 40 mm ..................... 7
7.
Lempeng tonjolan molar lurus ................ Bandicota Lempeng tonjolan molar berlekuk ........................ 8
8.
Crista parietalis sejajar ............. Rattus norvegicus Crista parietalis tidak sejajar ................................ 9
9.
Kaki belakang panjang dan lebar, HF lebih dari 50 mm ......................................................... Sundamys Kaki belakang panjang dan sempit, HF kurang dari 50 mm . .............................................. Leopoldamys
Mus ................................................................ 5
10. Foramina incisivum sejajar M1 ..................... Niviventer Foramina incisivum didepan M1 .................... Maxomys (Disadur dari buku Rodent di Jawa, Suyanto 2006)
67
B. Kunci determinasi spesies tikus 1. Tikus besar, panjang total lebih dari 350 mm, panjang kaki belakang > 42 mm ........................................... 2 Tikus sedang atau kecil, panjang total kurang dari 350 mm, panjang kaki belakang < 42 mm ...................... 5 2. Rambut badan atas dan bawah berwarna gelap. ..... 3 Rambut badan atas berwarna gelap, bagian perut berwarna abu abu sampai putih ............................... 4 3. Rambut badan atas dan bawah hitam, rambut punggung kasar bagian posterior panjang dan kaku, panjang telinga lebih dari 29 mm .. Bandicota indica Rambut badan atas dan bawah coklat-kelabu atau coklat kehitaman, rambut punggung halus, bagian posterior pendek dan halus, panjang telinga kurang dari 29 mm ...................................Rattus norvegicus 4. Warna rambut punggung kuning-coklat muda, rambut badan bawah putih bersih, panjang ekor 1,5-2 kali panjang badan ................. Leopoldamys sabanus Warna rambut badan atas coklat tua keabu-abuan, rambut badan bawah coklat kelabu, panjang ekor 11,25 kali panjang badan ............... Sundamys mulleri
68
5. Tikus kecil, panjang total kurang dari 180 mm, panjang kaki belakang < 12-18 mm ... Mus musculus Tikus sedang, panjang total lebih dari 180 mm, panjang kaki belakang > 20 mm ............................. 6 6. Warna ekor bagian atas, bawah dan ujung sama .... 7 Warna ekor bagian atas, bawah dan ujung tidak sama ................................................................................ 12 7. Panjang kaki belakang 24-30 mm ........................... 8 Panjang kaki belakang 30-39 mm ......................... 10 8. Rumus mammae 2+2=8; warna rambut bagian bawah abu abu terang atau putih ........................................ 9 Rumus mammae 2+2=8 atau 2+3=10 warna rambut bagian bawah coklat atau keabu-abuan ................. 11 9. Warna rambut badan bagian bawah putih, ujung ekor berambut, panjang ekor 1,25-1,5 kali panjang badan ............................................ Niviventer cremoriventer Warna rambut badan bagian bawah putih kelabu, ujung ekor tidak berambut, panjang ekor 1-1,2 kali panjang badan ................................... Rattus exulans
69
10. Warna rambut punggung kuning kecoklatan, rambut badan bawah putih atau putih kecoklatan, mammae 3+3=12 .....................................Rattus argentiventer Warna rambut punggung coklat kuning kemrahan, warna rambut badan bawah putih susu, mammae 2+3=10 ........................................ Rattus tiomanicus 11. Warna ekor hitam coklat polos, panjang kaki belakang 23-38 mm ........................ Rattus tanezumi Ekor dwi warna, bagian atas coklat, bawah putih, panjang kaki belakang 24-32 mm .............. Maxomys whiteheadi 12. Ekor panjang (1-1,5 kali panjang badan) panjang kaki belakang 26-29 mm ...................................Niviventer Ekor pendek (maksimal 1 kali panjang badan) panjang kaki belakang 37-40 mm .. Maxomys surifer
70
4.11 Deskripsi jenis tikus potensial bidang kesehatan di Jawa Di Pulau Jawa terdapat 10 genus 22 spesies tikus. Dari 10 genus terlaporkan menurut Ristiyanto 4 Genus sering kontak dengan manusia dan telah terlaporkan sebagai reservoir dan inang vektor penyakit yaitu Mus. sp (1 spesies), Rattus. sp (5 spesies), Niviventer sp (1 spesies) dan Bandicota. sp (1 spesies). a. Tikus got Rattus norvegicus (Berkenhout 1769)
Gambar 35. Tikus got Rattus norvegicus Ciri Pengenal: Tikus berukuran besar, ekor pendek dengan ujung tumpul, panjang total 350 –500 mm, ekor 170 - 230 mm, kaki belakang 39 – 47 mm, telinga 18 – 22 mm. Rumus mamae 3+3 = 12. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut abu abu terang (R. 71
norvegicus norvegicus) dan warna rambut bagian atas dan perut sama coklat (R. norvegicus javanus). Perilaku: Nokturnal tetapi sering dijumpai mencari makan pada siang hari, Habitat: Setiap bangunan dengan makanan tersedia, bangunan apartemen, rumah, kandang, gudang, toko, rumah pemotongan hewan, lumbung, bangunan ternak, bahkan selokan dan dumpsters. suka bersarang di dekat air. (Gambar 9). Di bidang kesehatan: sebagai reservoir utama penyakit leptospirosis, terlaporkan positif bakteri leptospira hampir semua kota besar di Jawa. Inang vektor murine typhus dan haemorragic fever with renal syndrome
72
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species
73
b. Bandicota indica (Bechstein, 1800)
Gambar 36. Tikus wirok Bandicota indica Sumber : Protocols for field and laboratory rodent studies, 2006
Ciri pengenal: Tikus berukuran besar, panjang ujung kepala sampai ekor 400 – 580 mm, ekor berujung tumpul, ukuran 160 – 315 mm, kaki belakang 47 – 53 mm, telinga 29 – 32 mm. Rumus mamae 3 + 3 = 12. Warna rambut badan atas dan bagian perut coklat hitam. Rambut agak jarang dan rambut pada punggung bagian belakang dekat pangkal ekor kaku seperti ijuk. Perilaku: Nokturnal, makanan jenis umbi umbian Habitat: Banyak dijumpai di daerah berawa, padang alang-alang, dan di kebun sekitar rumah Di bidang kesehatan: dilaporkan positif membawa bakteri leptospira di kabupaten klaten. 74
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species 75
c. Tikus rumah Rattus tanezumi (Temminck 1844)
Gambar 37. Tikus rumah Rattus tanezumi Sumber : Protocols for field and laboratory rodent studies, 2006
Ciri Pengenal : tikus berukuran sedang, Panjang total 220–380 mm, ekor 101-190 mm, kaki belakang 20–39 mm, telinga 13–23 mm. Rumus mamae 2 + 3 = 10. Warna rambut badan atas coklat tua kekuningan dengan rambut pemandu lebih panjang dan rambut badan bawah (perut) coklat kemerahan sampai abu abu gelap. Menurut Suyanto dalam bukunya Rodent di Jawa, tikus rumah R. Tanezumi dan R. rattus diardii memiliki perbedaan genetik (genetic distance) 14%, sedangkan Corbet dan Hill (1992) masih menganggap jenis ini sebagai Rattus rattus Perilaku: Nokturnal tetapi sering dijumpai pada siang hari mencari makan, 76
Habitat: Banyak dijumpai di dalam rumah (plafon, dapur dan gudang) apabila populasinya tinggi sering juga dijumpai mencari makan dilantai dapur dan gudang, jarang ditemukan di kebun sekitar rumah. Di bidang kesehatan: reservoir sekunder leptospirosis, inang vektor pes, murine typhus dan Haemoragic Fever with Renal Syndrome.
77
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species
78
d. Tikus ladang Rattus exulans (Peale, 1848)
Gambar 38. Tikus ladang Rattus exulans Ciri pengenal: Panjang total 139–265 mm, ekor 108– 147 mm, kaki belakang 22–30 mm, telinga 11–18 mm. Rumus mamae 2+2 = 8. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut putih kelabu. Merupakan keluarga Rattus di Jawa yang memiliki rambut pemandu berbentuk duri/spiny Perilaku: Nokturnal tetapi sering dijumpai pada siang hari mencari makan, Habitat: terdapat di semak padang rumput, kebun/ladang dan pinggiran hutan, di Kota Semarang tertangkap di dalam rumah
79
Di bidang kesehatan: reservoir pes, inang vektor scrub typhus dan murine typhus, dilaporkan positif leptospira di Kota Semarang
80
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species 81
e. Tikus belukar Rattus tiomanicus (Miller, 1900)
Gambar 39. Tikus belukar Rattus tiomanicus Sumber : Protocols for field and laboratory rodent studies, 2006
Ciri pengenal: Panjang total 245 –397 mm, ekor 123 225 mm, kaki belakang 24 – 40 mm, telinga 12 – 20 mm. Rumus mamae 2 + 3 = 10. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut putih krem /putih susu. Perilaku: Nokturnal, Habitat: terdapat di semak - semak, kebun/ladang dan pinggiran hutan/ hutan bambu, di Sumatera dilaporkan sebagai hama kelapa sawit Di bidang kesehatan: reservoir sekunder pes dan inang vektor scrub typhus, dilaporkan positif leptospira di Kabupaten Kulonprogo, Banyumas dan Tulungagung (Gambar 13).
82
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species 83
f. Tikus dada putih/ Niviventer bukit Niviventer fulvecens (Gray, 1867)
Gambar 40. Tikus dada putih Niviventer fulvescens Ciri pengenal: Panjang total 187–370 mm, ekor 100– 210 mm, kaki belakang 18– 33 mm, telinga 16–22 mm. Rumus mamae 2 + 2 = 8. Berambut pemandu berbentuk spiny/duri. Warna rambut badan atas kuning coklat kemerahan, rambut bagian perut putih. Ekor dwiwarna, bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah putih. Perilaku: Nokturnal, Habitat: di semak-semak, rumpun bambu dan hutan daerah pegunungan, Di bidang kesehatan: reservoir sekunder pes dan inang vektor scrub typhus (Gambar 14). Distribusi: 84
g. Tikus sawah Rattus argentiventer (Robinson & Kloss, 1916)
Gambar 41. Tikus sawah Rattus argentiventer Ciri pengenal: Panjang total 270–370 mm, ekor, 130 192 mm, kaki belakang 32 – 39 mm, telinga 18–21 mm. Rumus mamae 3 + 3 = 12. Warna rambut badan atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut putih atau coklat pucat. Perilaku: Nokturnal, terkadang dijumpai aktif mencari makan pada siang hari Habitat: Habitat asli padang rumput, di Jawa Barat, irigasi sawah terdiri dari saluran sawah dan jaringan jalan, sungai, saluran irigasi dan saluran drainase. sawah dan padang alang-alang (Jacob, J et al, 2003) Di bidang kesehatan: reservoir sekunder leptospirosis, dilaporkan positif bakteri leptospira di Kabupaten Sleman dan Bantul (Ristiyanto, 2010) dan inang vektor scrub typhus (Gambar 41). 85
Distribusi:
CERO PATH, Community ecology of rodents and their pathogens in shouth east asia, http://www.ceropath.org/rdbsea/species
86
h. Mencit rumah Mus musculus (Waterhouse, 1843)
Gambar 42. Mencit rumah Mus musculus Ciri pengenal: Panjang total kurang dari 175 mm, ekor 81–108 mm, kaki belakang 12–18 mm, telinga 8–12 mm. Rumus mamae 3 + 2 = 10. Warna rambut badan atas dan bawah coklat kelabu. Perilaku: Nokturnal, Habitat: di dalam rumah ; dalam almari, dan tempat penyimpanan barang lainnya Di bidang kesehatan: inang vektor murine typhus (Gambar 16). Distribusi:-
87
DAFTAR SINGKATAN APD Dkk EDTA HCl kHz MAT NaCl PBS PCR Ppm Rpm Mdpl m1 m3
: : : : : : : : : : : : : :
Alat Pelindung Diri Dan kawan-kawan Ethylene Diamine Tetra Acid Hidrogen klorida Kilo Hertz Microscopic Agglutination Test Natrium klorida Phosphate-buffered saline Polymerase Chain Reaction Part per million Rotasi per menit Meter Diatas Permukaan Laut Molar (geraham atas) ke 1 Molar (geraham atas) ke 3
88
GLOSARIUM Akanthosepalan
:
Aktivitas
: kegiatan; kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan
Analgesic
: obat untuk meredakan rasa nyeri tanpa mengakibatkan hilangnya kesadaran
Anastesi
: pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan
Anastesi disosiatif
: pasien mungkin akan tetap sadar atau terjaga walaupun ia dalam kondisi amnesia dan tidak merasakan nyeri/
Anastesi local
: teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu
Anastesi per inhalasi : pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara melalui pernapasan, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan Anatomi
: cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang susunan dan bagian-bagian struktur tubuh makhluk hidup/
Anterior
: depan; muka
Anus
: dubur; lubang posterior saluran pencernaan
Artropoda
: hewan yang memiliki kaki dan tubuh yang beruas – ruas, tubuhnya juga 89
terbadi menjadi 3 bagian yaitu kepala, dada dan perut Bakteri
: organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota/prokariot, tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik (sangat kecil)
Biologi
: ilmu alam yang mempelajari kehidupan, dan organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran, dan taksonominya
Cacing
: organisme multiseluler yang umumnya terlihat dengan mata telanjang dalam tahap dewasa,
Caplak
: hewan kecil berkaki delapan anggota Ixodoidea
Chloroform
: cairan tidak mudah terbakar, bening, cairan tidak berwarna yang lebih padat dari air dan memiliki bau menyenangkan
Diastema
: suatu ruang yang terdapat diantara dua buah gigi yang berdekatan
Distribusi
: persebaran benda dl suatu wilayah geografi tertentu
Dominan
: berpengaruh kuat sangat menonjol
Dorsal
: permukaan bagian atas atau sisi sebelah atas punggung
Efektif
: dapat membawa hasil; berhasil guna
90
Ekologi
: ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya);
Eksplorasi
: penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumbersumber alam yang terdapat di tempat itu; penyelidikan; penjajakan;
Eksternal
: di luar; bagian itu jauh dari tengah
Embrio
: bakal anak (dalam kandungan) hasil pembuahan sel telur pada stadium permulaan yang kemudian menjadi janin, yang berumur antara satu minggu sampai delapan minggu;
Estrogen
: hormon kelamin yang dihasilkan terutama oleh indung telur dan berfungsi, antara lain, untuk merangsang munculnya tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita atau binatang betina;
Fatal
: tidak dapat diubah atau diperbaiki lagi;
Feromon
: zat kimia yang dikeluarkan oleh seekor hewan yang memungkinkannya berkomunikasi dengan anggota lain dari jenis yang sama;
Focus
: Pusat;
Gigi seri
: tulang keras dan kecil-kecil berwarna putih yang tumbuh tersusun berakar di dalam gusi dan kegunaannya untuk pengiris;
Habitat
: tempat fisik (rumah) organisme hidup 91
Hipotermia
: keadaan suhu tubuh yang turun hingga di bawah 35o C;
Identifikasi
: penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dan sebagainya;
Inang
: organisme tempat parasit tumbuh dan makan;
Inang vektor
: Manusia, binatang, arthropoda (atau kombinasi) tempat kuman/patogen penyakit hidup dan berkembangbiak
Injeksi
: suntikan; tambahan;
Intensitas
: keadaan tingkatan atau ukuran intensnya
Intra muscular
: masuk di dalam otot
Jamur
: jenis tumbuhan yang tidak berdaun dan tidak berbuah, berkembang biak dengan spora, biasanya berbentuk payung, tumbuh di daerah berair atau lembap atau batang busuk; cendawan; kulat
Karbohidrat
: senyawa organik karbon, hidrogen, dan oksigen, terdiri atas satu molekul gula sederhana atau lebih yang merupakan bahan makanan penting dan sumber tenaga (banyak terdapat dalam tumbuhan dan hewan);
Koleksi
: kumpulan yang berhubungan dengan studi penelitian;
92
Komunikasi
: pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak;
Konstruksi
: susunan (model, tata letak);
Kontaminasi
: kehadiran agen infeksi pada permukaan tubuh atau pada benda mati
Cosmopolitan
: luas; ada dimana saja
Larva tungau
: Keluarga tungau stadium pradewasa
Lateral
: dari atau menuju ke sisi (sisi kanan atau kiri)
Mammae
: palpilla mammae, putting susu
Metabolisme
: pertukaran zat pada organisme yang meliputi proses fisika dan kimia, pembentukan dan penguraian zat di dalam badan yang memungkinkan berlangsungnya hidup;
Mikroskop
: alat untuk melihat benda yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa (seperti kuman-kuman);
Molar
: gigi geraham;
Morfologi
: ilmu bentuk atau struktur
Morfometrik
: pengukuran beberapa karakter sebagai data dukung identifikasi
Motoric
: bersangkutan dengan penggerak;
Murine thypus
: Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kelompok bakteri gram negatif dari golongan Rickettsiae ditularkan oleh pinjal 93
Needle
: jarum suntik
Nokturnal
: perilaku hewan atau organisme aktif pada malam hari
Organ reproduksi
: organ yang berfungsi sebagai alat pengembangbiakan;
Palatum
: tulang yang terdapat pada langit-langit mulut;
Pamong desa
: pengurus pemerintahan desa;
Partisipasi
: perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta;
Patogen
: organisme yang menyebabkan keadaan sakit
Peridi
: hewan yang bersifat beranak banyak, misalnya tikus, kelinci, dan babi;
Pes
: penyakit menular yang disebabkan oleh basil pes, ditularkan oleh kutu-kutu tikus (xenopsylla cheopsis) kepada manusia;
Pinjal
: kutu (anjing dan sebagainya);
Plasenta
: organ berbentuk cakram yang menghubungkan janin dengan dinding rahim yang menjadi jalan perantara bagi pernapasan, pemberian makanan, dan pertukaran zat buangan antara janin dan darah ibu, keluar dari rahim mengikuti janin yang baru lahir; ari-ari; tembuni;
Populasi
: jumlah penghuni, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya pada suatu satuan ruang tertentu; 94
Posterior
: bagian yang letaknya lebih dekat ke bagian akhir tubuh atau bentuk (struktur) suatu benda, seperti pada hewan adalah bagian belakang tubuh, pada manusia adalah punggung;
Potensi
: kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya/
Predator
: suatu organisme yang membunuh atau memakan organisme lain
Preferensi
: pilihan; kecenderungan; kesukaan
Premolar
: geraham depan
Protozoa
: jasad renik hewani yang terdiri atas satu sel, seluruh fungsi protozoa dilakukan oleh sel satu itu
Reservoir penyakit
: Manusia, binatang, arthropoda (atau kombinasi) tempat kuman/patogen penyakit hidup dan berkembangbiak serta hidupnya sangat tergantung pada inang. Kuman penyakit berkembangbiak dan dapat ditularkan kepada inang lain yang rentan melalui suatu gigitan arthropoda dan media seperti air.
Reservoir sekunder
: Manusia, binatang, arthropoda (atau kombinasi) tempat perantara dan atau tempat kuman/patogen penyakit hidup dan berkembangbiak
Resolusi
: Satuan ukuran gambar pada bidang fotografi 95
Rodensia
: merupakan satu order mamalia yang bercirikan dua batang gigi acip yang sentiasa memanjang di rahang atas dan bawah, tetapi sentiasa dirapikan dengan menggerogot
Saraf
: jaringan yang mengatur kerja sama, menyalurkan rangsangan dari dan ke alat-alat tubuh
Selulosa
: polisakarida yang dihasilkan oleh sitoplasma sel tanaman yang membentuk dinding sel
Serologi
: ilmu tentang reaksi kekebalan dalam serum atau tentang kerja berbagai serum
Sosialisasi
: upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga men-jadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat; pemasyarakatan
Spesifik
: khusus; bersifat khusus; khas
specimen
: bagian dari kelompok atau bagian dari keseluruhan
Survei
: teknik riset dengan memberi batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjauan
Taksonomi
: cabang biologi yang menelaah penamaan, perincian, dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan pembedaan sifatnya
Testis
: organ kelamin pada yang jantan, menghasilkan sperma 96
Tropis
: beriklim panas
Tungau
: kutu kecil sekali berwarna merah sering terdapat pada kulit ayam dan sebagainya
Ultrasonic
: lebih cepat daripada suara (daripada daya tangkap pendengaran manusia)
Urine
: zat cair buangan yang terhimpun di dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih; air kemih; air seni
Vegetasi
: kehidupan (dunia) tumbuh-tumbuhan atau (dunia) tanam-tanaman
Vektor
: Arthropoda yang dapat mengembangbiakan dan atau menularkan patogen penyakit dari binatang (reservoir) ke manusia atau antar manusia
Ventral
: Penampang bagian bawah
Virus
: mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron, penyebab dan penular penyakit, seperti cacar, influenza, dan rabies
Zoogeografi
: cabang zoologi tentang penyebaran binatang di muka bumi secara geografis
Zoom
: pengaturan bidang pandang, perbesaran dan atau pengecilan obyek 97
Zoonosis
: infeksi yang dapat ditularkan dibawah kondisi alamiah antara binatang vetebrata dan manusia
98
LAMPIRAN
Form pemetaan
99
Form penangkapan/ traping record
100
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. 3. 4.
5.
6.
7. 8.
9.
Anonim, 2005; Commensal Rodent – Biology, population Dinamyc and Integrated Pest management Curiculum for Norway Rat, Roof Rats and House Mice, Bio Integral Service, Global Environment Options P2PL. 2008; Pedoman Pengendalian tikus Khusus di Rumah Sakit, DepKes RI Anonim, 2010; Integrated Rat Management, IPM National ProgramVietnam Aplin, K.P., Brown, P.R., Jacob, J., Krebs, C.J. and Singleton, G.R. 2003. Field methods for rodent studies in Asia and the Indo-Pacific. ACIAR Monograph No. 100, 233p. Barnett, A. & Dutton, J. (1995). Expedition Field Techniques: Small Mammals (excluding bats). Expedition Advisory Centre, London Boeadi, 1996. Techniques of collecting and preserving vertebrates. Biotrop (Training course in ectoparasite biology). Bogor. Boot, K. 1985. The Nocturnal Naturalist. David & Charles Ltd. London. Borror, D.J. , C.A. Triplehorn, dan N.F. Johnson. 1992. Pengenalan pelajaran serangga (terjemahan Soetyiyono Partosoedjono)., Gadjah Mada Universyty Press, Yogyakarta Brooks, J.E. and F.P. Rowe. 1987. Commensal rodents control, Vector control series, Rodents, (Training and information Guide). Vector Biology and Control Division, WHO. Geneva. 101
10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17.
18.
19.
20.
B2P2VRP, 2015. Pedoman Koleksi Spesimen dan Data di Lapangan. Litbang Press, Jakarta Carrington, R., 1985. The Mammals (Mamalia : Pustaka Alam Life). Tira Pustaka. Jakarta. Chaval J, 2011; South East Asian Murines Field Guide; Kasetsart University press, Bangkok Cockrum, E.L., 1962. Introduction to mammalogy. The Ronald press Company. New York. Corbet, G.B. and Hill, J. E. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region : A Systematic Review, Oxford University Press, Oxford Gage, K.L., 1996. Plague surveilans. Communicable Diseases Centre, Colorado. Gratz, N.G., and A.W. A. Brown. 1983. Fleas biology and control. WHO/VBC/83.874. Harrison, J.L. and Quah Siew-Keen, 1962. The house and field rats of malaya. Bulletin Institute for Medical Research. 12 : 1-37. Herbreteau V, Jittapalapong S, Rerkamnuaychoke W, Chaval J, Cosson J.F and Morand S, 2011; Protocols for field and laboratory rodent studies, Kasetsart University press, Bangkok Ima Nurisa, Ristiyanto, 2005. Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 4 No. 3 Ken P. Aplin, Peter R. Brown, Jens Jacob, Charles J. Krebs & Grant R. Singleton, 2003, Field methods for rodent studies in Asia and the Indo-Pacific, ACIAR Monograph No. 100, 233pg. Canberra 102
21.
22.
23.
24.
25.
26. 27. 28.
29.
Jacob, J.; Sudarmaji; Singleton, G. R. 2003. Rats, mice and people: rodent biology and management pp. 191-196 ACIAR Monograph Series - Australian Centre for International Agricultural Research (Australia), Janis Ott Joslin, DVM 2009. Blood Collection Techniques in Exotic Small Mammals Journal of Exotic Pet Medicine, Vol 18, No 2,: pp 117–139 Jan A. Rozendaal. 1997. Vector control: methods for use by individuals and communities, World Health Organization Nowak, Ronald M. 1999. Walker’s Mammals of the World, 6th ed. Vol I & II. The John Hopkins University Press, Baltimore and London Ois Cosson, JF, Picardeau M, Mielcarek M, Caroline Tatard, Chaval Y, Suputtamongkol Y, Buchy P, Jittapalapong S, Herbreteau V, Morand, S, 2014 Epidemiology of Leptospira Transmitted by Rodents in Southeast Asia, Neglected Tropical Diseases, Volume 8, Issue 6 Priyambodo S. 1995. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta, PT Penebar Swadaya Rat dissection, www.bismarckschools.org/uploads/ resources/21460; tanggal 10/01/2015 jam 20.05 Ristiyanto dan Blondine Ch. P. 2010, “Studi Reservoir penyakit di Pulau Jawa”. Laporan akhir penelitian B2P2VRP Salatiga Ristiyanto, Handayani FD, Boewono DT; Heriyanto B, 2014; Penyakit Tular Rodensia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta 103
30.
31. 32. 33.
34.
35.
36.
37.
Schwan, T.G., 1984. Sequential sampling to determine the minimum number of host examinations required to provide a reliable flea (Siphonaptera) index. J. Med. Hyg. 78 ; 771-773. Semiadi G., Nugoho R. T. P., 2005, Panduam Pengamatan Reproduksi pada Mamalia Liar, LIPI, Bogor Suyanto, 2006, Rodent di jawa, LIPI, Bogor Suyanto, A., Yoneda, M., Maryanto, I., Maharadatunkamsi and Sugardjito, J. 2002, Checklist of the Mammals of Indonesia, LIPI-JICA-PHKA, Bogor Yasuma S, Andau M, Apin L, Mr. Fred Tuh Yit Yu, Kimsui L; 2003; Identification Keys To The Mammals Of Borneo, Sabah Parks and JICA, Kinabalu, Sabah Yuliadi B., Wahyuni dan Ristiyanto, 2014. Distribusi Spasial Leptospirosis Di Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2012, Vektora Vol. V No. 2 hal 66-71 Wahyuni dan Yuliadi B., 2012. Spot Survei Reservoir Leptospirosis di Beberapa kabupaten Kota di Jawa Tengah; Vektora Vol II No 2 Hal 140-148 World Health Organozation, 1999. Plague Manual: Epidemiology, Distribution, Surveillance and Control WHO/CDS/CSR/EDC/99.2
104
Lembaga Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2015