1
BABl
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Meningkatnya pennintaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang lebih baik
telah mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja ini merupakan pengawasan (monitoring) dan pelaporan pencapaian suatu program yang dilakukan secara terus-menerus, khususnya penilaian kemajuan pencapaian program be:rdasarkan tujuan yang telah ditetapkan semula Dalam konteks instansi
pemerintah,
pengukuran
kinerja
dilakukan
dengan
sistematis
dan
berkesinambungan yang ditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam bertugas. Sistem ini akan mengukur dan menilai kinerja pemerintah berdasarkan tingkat kemampuannya dalam memberikan pelayanan publik serta sampai sejauh mana publik merasakan manfaat dari berbagai kebijakan/programlkegiatan yang dijalankan pemerintah. Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja maka kita bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif Selain itu kita juga bisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja periode berikutnya. Terjadinya peningkatan atau penurunan produktivitas bisa ditunjukkan dari kegiatan ini. Fokus Utama pengukuran kinerja yaitu adanya kegiatan evaluasi atas kinerja yang dilakukan untuk menghasilkan kesimpulan dalam bentuk Umpan Balik bagi Pimpinan dan Staf, sehingga dapat mengarahkan kepada Pencapaian Visi dan Misi organisasi yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009).
2
Di antara upaya pemerintah dalam menindaklanjuti tuntutan aspirasi refonnasi adalah diterbitkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dalam kebijakan tersebut yaitu dikembangkannya akuntabilitas kineija aparatur sebagai wujud implementasi dari tuntutan aspirasi arus reformasi yang sedang berjalan, agar aparatur Negara mampu mempertanggungjawabkan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada rakyat Indonesia sebagai pemegang kekuasaan tertinggi N egara sesuai dengan tata
aturan. Selanjutnya, sebagai penjabarannya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Konsep reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah untuk mewujudkan good
governance tersebut sudah selayaknya mendapatkan dukungan penuh dari seluruh kompenen aparatur Negara. Perbaikan manajemen pemerintahan hams dimulai dari perubahan mental, budaya keija, dan restrukturisasi organisasi, dan perbaikan tingkat kesejahteraan
pegawai. Visi reformasi
berokrasi merupakan terwujudnya tata
kepemerintahan yang baik, sedangkan misi reformasi birokrasi adalah membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menerbitkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam menjalankan peranan dan fungsinya. Adapun target dan sasaran reformasi birokrasi adalah terbentuknya: birokrasi yang bersih dan anti KKN, birokrasi yang efisien, efektif dan hemat dalam memanfaatkan sumber daya,
birokrasi yang transparan, birokrasi yang melayani, serta birokrasi yang terdesentralisasi. Sebagaimana kita ketahui dalam birokrasi masih banyak kelemahan dan hambatan, antara lain disebabkan rendahnya kualitas pegawai yang berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas, lemahnya daya saing, dan inefisiensi. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan. Dengan demikian diperlukan upaya mereformasi birokrasi agar mampu
3
memberdayakan sumber daya yang ada untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan: perubahan mindset budaya organisasi; penyempumaan
struktur organisasi; penyempurnaan peraturan penmdang-undangan; remunerasi pegawai/ perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai, serta upaya-upaya yang sangat diperlukan
untuk perbaikan suasana kinerja dan sistem organisasi dalam menjawab berbagai tantangan zaman.
Di lingkungan Kementerian Agama, refonnasi birokrasi tersebut segera di implementasikan dalam struktur birokrasi sesuai dengan komitmen Menteri Agama untuk membersihkan Kementerian Agama dari KKN dan hal-hal yang bisa merusak lingkungan kerja. Sebagaimana diketahui bah.wa tugas dan fungsi Kementerian Agama cukup luas
dan langsung berdampak: kepada pelayanan masyarak:at. Tugas tersebut meliputi pelayanan bimbingan ibadah, pelayanan nikah. pada KU A Kecamatan, pelayanan pendidikan pada madrasahlsekolah. dan perguruan tinggi, serta pelayanan ibadah haji. Dalam rangka menciptak:an reformasi birokrasi tersebut sangat dibutuhkan upaya yang kuat dari dalam organisasi dengan melakukan banyak perubahan mulai dari pimpinan sebagai teladan hingga ke level terendah dalam struktur birokrasi. Untuk itu dibutuhkan kesamaan persepsi dan kesamaan langkah serta cara pandang di seluruh satuan unit kerja, baik di pusat maupun daerah untuk merumuskan dan mengaplikasikannya ke dalam prak:tek kinerja sehari-hari di lingkungan Kementerian Agama. Dengan dilak:ukakannya Evaluasi Kinerja, akan dapat diambil kesimpulan atas perubahan apa yang harus dilakukan, dan meneliti lebih lanjut sebab-sebab terjadinya kesenjangan antara Kinerja yang diinginkan dengan Kinerja Nyata, sehingga dapat direkomendasikan perubahan yang tepat. Rekomendasi yang menyangkut perubahanperubahan di samping mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan, dan mungkin juga perubahan-perubahan
untuk
memodifikasi
tujuan-tujuan
yang
belum
tercapai,
4
mengestimasi manfaat usaha-usaha yang dilakukan Wltuk meningkatkan pelaksanaan aktivitas, Wltuk mengembangkan program-program dan teknik bam bagi peningkatan kinerja, Wltuk meningkatkan efektivitas manajemen pelaksanaan kegiatan, dan untuk meyakinkan bahwa akuntabilitas telah diimplementasikan oleh instansi atau organisasi. Salah satu hal dalam melakukan evaluasi diantaranya adanya fungsi pengawasan terhadap instansi atau organisasi. Pengawasan merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah kegiatan/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan perencanaan semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya telah terjadi. Apabila ternyata ditemukan adanya penyimpanganlhambatan segera dilakukan tindakan koreksi dan evaluasi agar dapat menjadi efektif dalam mencapai tujuannya. Pengawasan tidak dilakukan hanya pada saat
akhir proses manajemen saja, akan tetapi berada pada setiap tingkatan proses manajemen mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kemudian dilakukan evaluasi. Dengan demikian pengawasan akan memberikan nilai tambah bagi peningkatan kinerja suatu organisasi (Rai, 2010). Beberapa basil penelitian tentang pengawasan banyak yang telah dilakukan, yaitu diantaranya oleh Iskandar (2005) berjudul Kinerja Organisasi Badan pengawas di Provinsi Kalimantan Barat dalam pelaksanaan tugas-tugas pengawasan di Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Adapun basil penelitian tersebut adalah sebagai berikut: (1) aspek efektifitas organisasi secara umum dapat disimpulkan belum optimal terutama tentang kurangnya pemahaman pegawai terhadap tujuan dan tugas organisasi sehingga belum dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi; (2) aspek e:fisiensi organisasi belum optimal terutama pemanfaat dana operasional yang tersedia belum dapat digunakan secara optimal, jumlah LHP lebih dari 50% terlambat diselesaikan dan jumlah temuan lebih banyak didominasi temuan administrasi belum
5
dapat ditertibkan secara optimal; (3) aspek kualitas layanan pengawasan secara umum belum dapat memberikan kepuasan kepada penerima jasa layanan/obrik terutama dalam hal ketelitian pemeriksa selama proses pemeriksaan. Demik:ian pula penelitian yang dilakukan oleh Tri Hartono (2()(J6) melalui tesis yang berjudul Evaluasi penyelesaian tindaklanjut temuan audit sebagai unsur penilaian kinerja manajemen kantor cabang (studi kasus pada Bank BTN). Dalam penelitian yang
dilalrukan pada sektor privat ini, adanya proses bisnis yang sering menjadi temuan audit serta adanya faktor intern dan ekstem yang menyebabkan proses bisnis menjadi temuan
audit hams menjadikan perusahaan memperhatikan: kemampuan pegawai, kemampuan sistem informasi dan motivasi pemberdayaan dan keserasian individu sesuai dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan balance scorecard yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton (1996) serta dipenuhinya kepuasan ketja (job satisfaction). Penelitian
ini juga mengungkapkan adanya peningkatan penyelesaian tindak lanjut temuan audit setelah dimasukkannya temuan audit sebagai unsur penilaian kinetja kepala cabang diantaranya dengan memasukkan ukuran-ukuran non :finansial antara lain proses-proses internal, aktivitas perbaikan serta inovasi organisasi sebagai ukuran operasional pendorong dari kinerja finansial. Disamping penelitian diatas, penulis juga mengutip beberapa pendapat yang disampaikan para akademisi dan praktisi dalam akuntansi sektor publik yang disampaikan dalam beberapa seminar dan makalah-makalah yang berhubungan dengan pengawasan intern pemerintah diantaranya: J B Sumarlin yang disampaikan dalam Half Day Seminar dengan tema "Pengawasan dan Governance Keuangan Negara", Diselenggarakan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik di Jakarta 13 Januari 2004 menyatakan bahwa dengan semakin besamya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip good
6
governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasan akan semakin meningkat Pengawasan itu perlu dilaksa.nakan secara optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfdat bagi Auditee (organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan tujuan/program secara efektif, efisien dan ekvnomis. Pengalaman menunjukkan bahwa banyaknya aparat pengawasan justru menimbulkan inefisiensi, karena timbulnya pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih diantara berbagai aparat pengawasan intern pemerintah, serta antara aparat pengawasan intern pemerintah dengan aparat pengawasan ekstem pemerintah (BPK). Di samping itu, disinyalir juga bahwa pengawasan bam mencapai fungsinya yang bersifat korektif dan belum mencapai fungsinya yang bersifut preventif. Keberhasilan fungsi preventif pengawasan harus diperankan dan dilaksanakan oleh suatu sistem pengendalian intern yang memadai. Mardiasmo dalam seminar yang sama menyatakan bahwa rerangka akuntabilitas publik dapat dibangun atas dasar 4 komponen, yaitu sistem pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan sektor publik dan berfungsinya saluran akuntabilitas publik yang tersistem dan terkoordinasi dengan baik serta menciptakan check and balance melalui lembaga yang berfungsi sebagai pelaksana (eksekutit), pengontrol (legislatit), pemeriksa (auditor), dan penegak hukum (yudikatit). Diperlukan juga sistem pengawasan keuangan negara yang mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang secara formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal (oleh masyarakatflembaga independen dan media massa), yang dikaitkan dengan keterbukaan informasi. Dalam proses pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan perlu dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran itu boleh dilakukan, yang ditegaskan dengan
peraturan perundangan, karena peran-peran tersebut diperankan oleh pemain yang berbeda, waktu yang berbeda, serta objek yang berbeda
7
Dari penelitian dan makalah diatas, ada beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Persamaannya yaitu tema penelitian mengenai tindak lanjut basil audit sebagai unsur penilaian kinetja, pendekatan yang digunakan oleh peneliti sama-sama menggunakan metode penelitian kwalitat.f. Adapun perbedaan dari penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yakni terkait dengan teori yang digunakan untuk menganalisis pelaksanaan kinerja dimana penulis lebih menekankan penilaian kinetja dari sisi Auditee, tempat penelitian dilakukan di Kementerian Agama khususnya di Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia. Melihat kenyataan tersebut, maka birokrasi di tanah air ini sebenarnya telah dikepung atau dipagari dengan suatu jaringan pengawasan (control networic mechanism) yang amat kompleks dan komprehensif, yang apabila kesemuanya berfungsi dengan e:fisien dan efe.ktif, hampir-hampir tidak tersedia ruang gerak bagi penyelewengan. Namun kenyataannya keberadaan lembaga-lembaga tersebut masih belum membuat jera para koruptor, hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus-kasus korupsi yang terangkat ke
permukaan yang melibatkan aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa institusi pengawasan yang dibentuk belum mampu menjadi sebuah institusi yang mampu menangkal atau mencegah setiap pelanggaran yang teijadi. Dalam jangka pendek kebijakan pengawasan lebih diarahkan pada pemberantasan kolusi, korupsi, nepotisme dan seluruh penyebab yang menimbulkan terjadinya inefisiensi. Sementara untuk jangka panjang kebijakan pengawasan lebih diarahkan kepada tindakan pencegahan dan perbaikan sistem dan manajemen pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut adanya tindak lanjut atas basil pengawasan sangat diperlukan
karena bagaimanapun baik dan sempurnanya basil audit atau pemeriksaan tidak akan mempunyai arti apabila tidak ada suatu tindakan tindaklanjut. Langkah-langkah
8
penyelesaian basil temuan dan rekomendasi dari suatu basil pemeriksaan yang sesegera mungkin menunjukkan suatu unit/instansillembaga mendukung terciptanya tata kelola
perintah yang bersih dan berwibawa menuju terwujudnya good governance dan clean government. Paradigma pengawasan yang dianut sekarang ini memberikan harapan tersendiri tentang fungsi pengawasan dimana terselenggaranya pengawasan dapat berperan untuk memberikan nilai tambah pada manajemen pemerintahan melalui pendekatan konsultasi
dan risk based audit. Pengawasan internal pemerintahan diharapkan lebih mampu melakukan evaluasi yang diarahkan pada berbagai aspek yang memiliki risiko tinggi yang dapat mengganggu pencapaian kinerja pemerintah. Pengawasan internal pemerintah harus dapat mendorong instansi pemerintah (pusat dan daerah) untuk lebih mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas dan pencapaian kinerja yang tinggi, dengan mewujudkan akuntabilitas publik, meningkatkan kredibilitas atau akuntabilitas instansi
pemerintah,
dan meyakinkan
bahwa pembangunan
nasional
berjalan
sebagaimana mestinya. Perubahan paradigma peran Inspektorat Jenderal dari peran sebagai wachtdog menjadi konsultan dan katalis, maka diperlukan adanya perbaikan kinerja internal sehingga mampu mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik. Sedangkan dalam hal penyelesaian tindak lanjut pengawasan intern oleh inspektorat kepada auditi/objek pemeriksaan yang masih menunjukkan basil yang belum maksimal maka perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut serta kendala-kendala yang ada. Oleh karena penelitian mengenai penyelesaian tindak lanjut belum banyak dilakukan, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut hal tersebut dengan judul "Analisis penyelesaian tindak lanjut audit terhadap kinerjaAuditee".
9
1.2
Rumusan Masalah Berdasarlcan latar belakang diatas, maka pennasalaban dalam penelitian ini d.apat
dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: I.
Bagaimana Pelaksanaan penyelesaian tinddk lanjut temuan audit di
Itjen
Kementerian Agama RI ? 2.
Bagaimana penyelesaian tind.ak lanjut temuan audit dapat dignnakan sebagai unsur penilaian kineija Auditee ?
3.
Apakah unsur penilaian kineija dapat dijadikan motivasi agar penyelesaian tindak lanjut temuan audit dapat·meningkat atau bisa zero temuan?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini ad.alah 1.
Untuk mengetahui pelaksanaan penyelesaian tindak lanjut temuan audit di Itjen Kementerian Agama RI
2.
Untuk mengetahui apakah penyelesaian tindak lanjut temuan audit dapat digunakan sebagai unsur penilaian kineija Auditee
3.
Untuk mengetahui apakah dengan adanya penilaian kinerja tentang penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh pada peningkatan penyelesaian tindak lanjut temuan audit atau bisa zero temuan.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian masalah tindak lanjut ini dilakukan dengan dilandasi atas motivasi agar
dapat memberikan sumbangan dan manfaat secara umum kepada lnspektorat Jenderal Kementerian Agama serta khususnya kepada Kantor Kementerian Agama yang ada di Provinsi Jawa Timur d.alam upaya meningkatkan penyelesaian tindak lanjut audit oleh
10
auditee. Adapun Kontribusi yang diharapkan dari penulisan penelitian studi kasus ini adalah: I.4.I
Kontribusi secara teoritis Konstribusi kepada ilmu pengetahuan Jan pengembangan ilmu Akuntansi Sektor Publik, khususnya yang berhubungan dengan audit sektor publik dimana diharapkan pula penelitian ini dapat dijadikan refensi bagi pihak lain yang melakukan penelitian. Adapun kontribusi lebih lanjut adalah sebagai berikut: I. Bagi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
memberikan
kontribusi
pengembangan literatur akuntansi sektor publik di Indonesia terutama sistem pengendalian manajemen di sektor publik dan audit sektor publik. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang pengembangan ilmu akuntansi sektor publik. 2. Bagi penelitian lebih lanjut, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan refensi bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian tentang tindak lanjut temuan audit terhadap kinetja Auditee. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian berikutnya. I.4.2 Kontribusi secara Praktis
Penelitian studi kasus ini memberikan pandangan yang sama diantara perencana, pelaksana, pengawas dan pengambil kebijakan serta sebagai swnbangan pemikiran bagi Inspektorat Kementerian Agama Republik Indonesia dalam mengoptimalkan perannya selaku audit internal di lingkup Kementerian serta bagi
Auditee dalam meningkatkan kinerjanya dalam menyelesaikan tindak lanjut basil audit. Adapun kontribusi lebih lanjut sebagai berikut: I. Bagi pemegang kebijakan dalam hal ini pemerintah, basil penelitian ini diharapkan
dapat
memberikan
informasi
mengenai
faktor
yang
11
mempengaruhi penyelesaian tindak lanjut audit ltjen dalam pengawasan keuangan, sehingga akan dapat dimanfaatkan da1am upaya peningkatan penyelesaian tindak lanjut audit ltjen. 2.
Bagi Inspektorat
Jenderal. s"bagai masukan dalam mendukung pelaksanaan
peranan Itjen dalam pengawasan keuangan dan dalam rangka mewujudkan
good governance dan clean government. Sehingga ltjen diharapkan dapat membuat program yang berkontribusi pada peningkatan kualitas dan kapabilitasnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dlbatasi pada penyelesaian tindak lanjut audit dengan
mengg~makan
ukuran kinerja auditee. Analisis data pada penelitian ini diperoleh dari laporan realisasi temuan basil audit, jenis penyebab temuan basil audit, rekapitulasi status LHA. temuan
dan saran yang meliputi: data pada Kementerian Agama seluruh Indonesia dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.