BABl PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini semakin banyak produk-produk investasi yang ditawarkan kepada masyarakat, baik itu produk pasar uang, pasar modal, ataupun pasar berjangka. Dalam menyikapi hal tersebut dibutuhkan pemahaman dan kecermatan di dalam memilih produk-produk investasi yang ditawarkan sehingga sesuai dengan tujuan atau kebutuhan investasi masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang telah menjadi korban berbagai penawaran dari perusahaan yang berkedok investasi. misalnya Pohon Emas, Gold Quest, dan Platinum. Upaya membuat keputusan untuk memilih produk investasi yang tepat tentunya melalui sebuah proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Stoner dalam Hasan (2002: 10) pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Pembahasan mengenai proses keputusan pembelian merupakan bagian dari pembahasan tentang perilaku konsumen. Schiffman dan Kanuk (2008:6) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, di mana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Dalam konteks penelitian kali ini peneliti melakukan pengamatan pada 1
2
perilaku investor dalam melakukan proses keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, yang diwujudkan dengan komitmen penyetoran sejumlah dana untuk membuka rekening efek. Menurut Tandelilin (2010:3), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap perilaku investor dalam melakukan proses keputusan untuk berinvestasi di pasar modal ini didasari oleh keprihatinan terhadap kondisi di pasar modal Indonesia saat ini, di mana proporsi kepemilikan saham investor domestik masih jauh di bawah jumlah kepemilikan saham investor asing. Data perkembangan proporsi kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia (BEl) dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini. Tabell.l Proporsi Kepemilikan Saham Proportions of Stock Ownerships* Based on Investors' Nationality - 2008 to December 2011 Type of Investor's Nationality (Equity only)
Oec-ll (lOR Billion) .
2009
2010 %
(lOR Billion)
%
. (lOR Billion)
Institutions: Insurance, Mutual Fund, Pension Fund, Financial Institution, Corporate, Securites Company, Foundation
Sumber: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia
.%
2008 (lOR Billion)
*I Scriptless Stocks
%
3
Berdasarkan tabel 1.1, dapat dilihat bahwa nilai kepemilikan saham investor di pasar modal Indonesia terus mengalami peningkatan, baik investor domestik maupun investor asing. Namun apabila dilihat dari sisi perbandingan atau prosentase, maka terlihat bahwa meningkatnya nilai saham dari tahun ke tahun temyata tidak banyak mengubah prosentase kepemilikan saham tersebut. Proporsi kepemilikan saham investor asing masih merupakan mayoritas di pasar modal Indonesia, dengan kata lain, investor domestik belum menjadi 'tuan' di negaranya sendiri. Kondisi di pasar modal Indonesia yang masih didominasi oleh investor asing 1m, masih diperparah lagi dengan kenyataan bahwa di antara para investor
domestik tersebut, hingga saat ini masih banyak yang berperilaku ikut-ikutan (follower). Investor domestik berinvestasi tanpa dibekali informasi yang cukup
tentang karakteristik, manfaat dan risiko produk-produk investasi di pasar modal. Mereka hanya mengikuti rumor-rumor yang ada, terbawa emosi atau dipengaruhi faktor psikologi lain. Salah satu fenomena yang terj adi di tahun 2008, dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEl mengalami penurunan tajam hingga mencapai -50,64%, merupakan bukti bahwa perilaku investor domestik masih bersifat ikut-ikutan (follower). Di saat investor asing menjual sahamnya dan berakibat terjadinya
penurunan harga saham yang sangat tajam tersebut, kepanikan individual investor, khususnya investor domestik, atas terpuruknya ekonomi global serta trauma krisis 1998 terjadi kembali. Hal ini membuat investor menjual saham yang dimiliki secara membabi buta sehingga IHSG BEl mengalami penurunan yang semakin tajam. Akibatnya, pada saat para investor tersebut mengalami kerugian,
4
mereka tidak berminat lagi melakukan investasi di pasar modal dan cenderung menyampaikan informasi yang salah tentang investasi di pasar modal kepada masyarakat yang lain, khususnya masyarakat yang belum memiliki cukup pengetahuan tentang pasar modal. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai tahun 2002 sampai dengan 30 Desember 2011 dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini.
Jakarta Composite Index 2002-30 December 2011 4,400 3,821.992
4,000 3,600 3,200 2,800 2,400 2,000 1,600 1,200 800 424.9-'5
400
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011*
') 30 December 2011
Sumber: PT Bursa Efek Indonesia
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan IHSG Berdasarkan gambar 1.1, dapat dilihat bahwa penurunan IHSG di tahun 2008 mencapai -50,64% . Penurunan IHSG yang cukup besar terjadi pada tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober 2008. Pada tanggal 6 Oktober 2008, IHSG berada
5
pada 1.648,74 dan pada tanggal 7 Oktober 2008, IHSG turun sebesar -29,02 poin menjadi 1.619,72. Penurunan terbesar terjadi pada tanggal 8 Oktober 2008, IHSG mengal ami penurunan hingga sebesar -168,05 poin atau sebesar -10,3 8%, menjadi 1.451,67. Data perkembangan IHSG mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 20 11 dan catatan sejarah pasar modal Indonesia dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut ini.
Jakarta Composite Index and Capital Market Milestones 1992-30 December 2011 4,400
01-August-2011 Highest Index
4,193.441 4,000
3,600
1-Aug-1996 Founding of KPEt 554.790
3,200 28-Mar-2002 Implementation of Remote Trading
2.Wul-1995 2,800
Merging process of SSX into Bursa Paralellndonesia
481.775
509.532
2,688.332
2,400
21-Jul-2000
22-May-1995'
Scriptless Trading
JATS'
2,000
1,600
512.617
461.389. 13-Jul-1992 Privatization of JSX 321.544
30-Nov-2007 Consolidation of the SSX .. into JSX to become the lOX
1
23-Dec-1997 Founding of KSEI 397.031
1,200
800
400
') 30 0e<;ember2011
Sumber: PT Bursa Efek Indonesia
Gambar 1.2 Grafik Jakarta Composite Index and Capital Market Milestones 1992-30 Desember 2011 Berdasarkan gambar 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa IHSG mengalami penurunan IHSG yang sangat tajam di tahun 2008, yang mengakibatkan BEl
6
untuk pertama kalinya melakukan trading suspend, tepatnya tanggal 8 Oktober 2008, pukul 11.06 WIB. Dalam perkembangannya, perdagangan di hari Kamis, 9 Oktober 2008 dan Jumat, 10 Oktober 2008 akhirnya ditutup juga karena BEl masih membutuhkan koordinasi dengan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) serta Bank
Indonesia (www.metrotvnews.com,
8 Oktober 2008) Saat ini dunia sedang mengalami proses globalisasi ekonomi yang wujud nyatanya adalah liberalisasi pasar yang terbuka dan bebas. Ide dasar liberalisasi adalah untuk menghapuskan semua hambatan dalam perdagangan dan ekonomi, sehingga semua pelaku bisnis dari berbagai negara dapat melakukan perdagangan di dunia tanpa diskriminasi. Implikasi globalisasi juga berkaitan dengan dunia keuangan di mana pasar modal menjadi bagiannya, sehingga dengan sendirinya pasar modal akan terintegrasi karena proses liberalisasi dan kemajuan teknologi. Pasar modal yang berfungsi sebagai penggerak perekonomian suatu negara dapat berkembang dengan baik apabila jumlah dana yang tersedia cukup untuk memenuhi permintaan akan dana tersebut. Ketersediaan dana tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga melibatkan investor asing. Dengan adanya keterlibatan investor asing dalam pasar modal diharapkan mampu menambah
supply dana jangka panjang. Pada era Orde Baru kebijakan ekonomi tidak lagi melancarkan konfrontasi terhadap modal asing. Pemerintah lebih terbuka terhadap modal luar negeri guna pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar modal dan menghambat minat investor untuk masuk pasar modal Indonesia terutama investor asing telah dirombak dengan dikeluarkannya
7
deregulasi oleh pemerintah. Pada tahun 1989, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan No.1055/KMK.Ol3/1989 yang memberikan izin kepada pihak asing untuk membeli saham maksimal 49% saharn yang tercatat di Bursa Efek, tetapi sejak tanggal4 September 1997, Menteri Keuangan RI mengeluarkan Surat Keputusan
No.455/KMK.Ol/1997
yang
mencabut
ketentuan
pembatasan
pembelian saham oleh pemodal asing melalui pasar modal dan Bursa Efek. Sejak adanya kebijakan-kebijakan tersebut, investasi asing secara perlahan mulai membanjir di BEL Membanjimya investasi asing di BEl tentunya memiliki sisi negatif yang perlu diwaspadai, yaitu dapat menimbulkan arus modal dalarn bentuk hot money atau modal asing yang mudah datang dan pergi karena unsur spekulasi. Jika dana asing di BEl keluar secara besar-besaran karena terjadi net selling besar-besaran, hal ini tentunya membahayakan, karena selain berpengaruh terhadap harga saharn juga dapat mempengaruhi market volatility, dan dapat membuat perekonomian kita rentan terhadap capital outflow. Market volatility di sini dapat didefinisikan sebagai fluktuasi harga saharn yang naik dan turun secara tajarn dalarn masa yang pendek dan capital outflow dapat didefinisikan sebagai penarikan dana yang cepat. Pembatasan masuknya investor asing ke pasar modal Indonesia tentunya tidak dapat dilakukan, karena bagaimanapun, pemodal raksasa saat ini datangnya memang dari luar negeri. Modal asing tersebut memiliki kecenderungan berjangka waktu pendek demi mengejar keuntungan jangka pendek atau menengah, sedangkan pemilik modal dalarn negeri, karena dana yang diinvestasikan berasal dari dana domestik, maka secara urnurn akan lebih berorientasi jangka panjang sehingga tidak berpotensi mengganggu kestabilan
8
pasar modal Indonesia. Panjaitan, Direktur Vibiz Securities Academy menyampaikan bahwa di bursa-bursa negara lain, contohnya Korea, porsi investor domestiknya besar sehingga pergerakan indeks mereka pun cenderung stabil (Vibizportal.com, 15 Desember 2011).
Sampai dengan saat ini, jumlah total investor pasar modal
Indonesia baru mencapai sekitar 350 ribu atau 0,15% dari total penduduk Indonesia. Di Singapura hampir· 50% penduduknya telah menjadi investor di pasar modal, sedangkan di Malaysia sekitar 20% (www.investor.co.id, 23 September 2011). Dengan melihat perilaku investasi masyarakat Indonesia saat ini yang cenderung save player, maka tidak mengherankan hila keterlibatan investor domestik di pasar modal Indonesia masih di bawah negeri tetangga. Prinsip utama dalam manajemen keuangan, 'High Risk High Return, No Risk No Return', temyata masih belum dipahami oleh mayoritas investor Indonesia. Karakter investor Indonesia yang kurang suka terhadap risiko tetapi masih menginginkan imbal hasil yang tinggi adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Dalam pemberitaan di harian ekonomi Neraca tanggal 19 Desember 2009, disampaikan bahwa kalangan investor asing menilai perilaku investasi masyarakat Indonesia masih deposito minded. Pemyataan bahwa orang Indonesia cenderung menyimpan uangnya di deposito sebetulnya bukanlah hal baru, bahkan boleh dikatakan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Perencana Keuangan dari Safir Senduk dan Rekan, Ahmad Gozali (harian Ekonomi Neraca, 19 Desember 2009), mengatakan bahwa orang Indonesia lebih suka menanamkan dana ke deposito karena deposito merupakan instrumen yang bisa dibilang zero risk Sesuai dengan
9
karakter investor Indonesia, instrumen investasi yang paling diminati adalah instrumen investasi yang rendah risiko seperti deposito dan tabungan. Peluang pertambahan jumlah investor domestik di Indonesia sebenarnya masih terbuka lebar, terutama jika dikaitkan dengan fundamental perekonomian Indonesia yang bagus saat ini, sebagaimana dikatakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan, usai peluncuran buku Jurnal Strategic Review (Okezone.com, tanggal 15 Agustus 2011). Jumlah orang
Indonesia yang hidup mapan juga terus bertambah. Hasil riset Standard Chartered Bank menunjukkan, jumlah orang Indonesia yang berpenghasilan Rp 240-500 juta per tahun mencapai empat juta orang. Fakta tersebut menempatkan . Indonesia pada urutan ketiga di Asia (kecuali Jepang) setelah Tiongkok dan India. Jumlah penduduk mapan Tiongkok mencapai 23,3 juta orang dan India sekitar 5,2 juta orang. Jumlah orang mapan Indonesia masih lebih banyak hila dibandingkan dengan Korea yang hanya sebesar 3,2 juta jiwa, Taiwan 1,8 juta jiwa, Hong Kong 1,2 juta jiwa, dan Singapura 700 ribu jiwa (www.investor.co.id, 29 September 2011). Selain itu, pada 15 Desember 2011 lalu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings juga telah menaikkan peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB-. Dengan peringkat BBB- tersebut berarti Indonesia sudah masuk Investment Grade
atau
memiliki
peringkat
sebagai
negara
layak
investasi
(www.finance.detik.com, 15 Desember 2011). Melihat kondisi tersebut di atas, maka peningkatan jumlah investor domestik memang sangat perlu dan strategis, karena ketahanan pasar modal terhadap guncangan juga didukung oleh jumlah investor yang memadai. Dengan banyaknya jumlah investor domestik, pasar modal mempunyai posisi tawar
10
(bargaining power) yang kuat dan tidak rentan terkena dampak finansial global
serta memperkecil dampak hot money. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki cara pandang saving minded dan memiliki perilaku ikut-ikutan (follower) ini, para pelaku pasar modal,
khususnya BEl, hams secara terns menerus dan konsisten berupaya untuk meningkatkan jumlah investor domestik di Indonesia. Target peningkatan jumlah investor yang telah ditetapkan adalah sebesar 1% atau 2,3 juta dari total penduduk Indonesia di tahun 2012. Oleh karena itu, BEl sebagai pemasar tentunya hams melakukan berbagai strategi pemasaran. Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Pemasar yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing (Suryani, 2008:7-8). Kusumayanto dan Wahyu (2006:44) menunjukkan bahwa perilaku konsumen memberikan dasar, wawasan dan pengetahuan tentang apa yang menjadi kebutuhan konsumen, alasan konsumen melakukan pembelian, dimana konsumen membeli, siapa yang berperan dalam pembelian dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu barang/jasa. Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:9), tujuan utama mempelajari perilaku konsumen sebagai bagian dari pemasaran adalah untuk memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan pembelian mereka. Pandangan ini memungkinkan para pemasar merancang strategi pemasaran yang lebih efektif. Merujuk pada pendapat Schiffman dan Kanuk ini, maka tujuan BEl
11
mempelajari perilaku konsumen adalah untuk mengetahui dan memahami mengapa dan bagaimana investor mengambil keputusan berinvestasi di pasar modal, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun strategi pemasaran. Untuk dapat menentukan strategi yang tepat dalam melakukan program pemasaran yang terpadu dan terarah, tentunya perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku investor. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi investor daliun pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, diharapkan program-program pemasaran yang dilakukan oleh BEl dapat terfokus, sesuai sasaran sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian
konsumen. Menurut Engel et al., (1995:143) pengambilan keputusan konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh banyak faktor dan determinan, yang dapat dimasukkan ke dalam 3 (tiga) kategori: (1) perbedaan individu; (2) pengaruh lingkungan; dan (3) proses psikologis. Kotler dan Keller (2009: 167-177) menyatakan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, yang terdiri dari faktor budaya, sosial, dan pribadi.
Rangsangan
pemasaran dan lingkungan memasuki kesadaran konsumen dan sekelompok proses
psikologi
digabungkan
dengan
karakteristik
konsumen
tertentu
menghasilkan proses pengambilan keputusan dan keputusan akhir pembelian. Empat proses psikologi kunci tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, danmemori. Mengingat
faktor
psikologi
yang
terdiri
dari
motivasi,
persepsi,
pembelajaran, dan memori merupakan faktor yang cukup penting dalam proses
12
keputusan berinvestasi di pasar modal, maka peneliti mencoba untuk meneliti hal tersebut dengan mengambil topik
"PENGARUH MOTIV ASI, PERSEPSI,
PEMBELAJARAN DAN MEMORI TERHADAP PROSES KEPUTUSAN BERINVESTASI DI PASAR MODAL".
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang · yang telah diuraikan di atas, maka rurnusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah motivasi secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses keputusan berinvestasi di pasar modal? 2. Apakah persepsi secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses keputusan berinvestasi di pasar modal? 3. Apakah pembelajaran secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses keputusan berinvestasi di pasar modal? 4. Apakah memori secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses keputusan berinvestasi di pasar modal?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi secara parsial terhadap proses keputusan investor dalam berinvestasi di pasar modal 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi secara parsial terhadap proses keputusan investor dalam berinvestasi di pasar modal
13
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pembelajaran secara parsial terhadap proses keputusan investor dalam berinvestasi di pasar modal 4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh memori secara parsial terhadap proses keputusan investor dalam berinvestasi di pasar modal
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.
Bagi penulis
Merupakan sarana aplikasi dari ilmu manajemen yang telah diperoleh di bangku kuliah, khususnya m~najemen pemasaran 2.
Bagi BEl
a.
Memberikan sumbangan pemikiran tentang faktor psikologi konsumen yang
dapat mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi di pasar modal b.
Menjadi pertimbangan bagi BEl dalam menentukan sasaran pemasaran serta
merencanakan program pemasaran yang sesuai untuk meningkatkan jumlah investor di pasar modal 3.
Bagi investor
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi atau pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi di pasar modal 4.
Bagi dunia akademis
a.
Menjadi bahan masukan bagi penelitian di bidang pemasaran yang selama
ini lebih banyak menitikberatkan pada penelitian pemasaran di sektor riil
14
b.
Mengaplikasikan ilmu pemasaran dalam bidang keuangan
c.
Sebagai pertimbangan bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian
ini dengan menambah variabel-variabel baru yang terkait dengan perilaku konsumen
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Supaya pembahasan tidak menyimpang dari apa yang telah dirumuskan, maka peneliti memberikan batasan pada ruang lingkup penelitian, yaitu pada masyarakat umum di wilayah kota Surabaya yang telah menjadi investor di pasar modal.