BABII LANDASANTEORI
2.1
Tata Kelola TI Strategi TI terbaik adalah strategi TI yang selalu baru dan menyesuaikanperubahan bisnis dan kondisi pasar beserta isu – isu yang berkembang, sepertiyang diungkapkan oleh Lutchen (2004). Keterlibatan Board of Director (BOD)dalam menentukan strategi bisnis sudah sering terjadi namun keterlibatanpemimpin TI sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena masih menganggapbahwa TI sebagai service support dalam bisnis.Applegate (2009) berpendapat bahwa tata kelola TI yang baik dapatmeningkatkan efektifitas dari perusahaan dengan memaksimalkan aset organisasiTI sehingga dapat mengoptimalkan tujuan bisnis serta melindungi investasi TIperusahaan termasuk sistem dan jaringan. Namun yang terjadi adalah banyak bagian TI yang saat ini belum selarasdengan strategi bisnis perusahaan seperti pendapat Lutchen (2004), misalnya: 1. TI tidak memiliki visi global dan strategi. 2. Pengeluaran TI belum bisa meningkatkan revenue bagi perusahaan. 3. TI dikelola sebagai pusat biaya (cost center) bukan sebagai profit centerdan meningkatkan revenue.
4. TI belum menjadi bagian integral dalam perencanaan bisnis dan eksekusi.
7
8
5. Kepemimpinan TI telah terfragmentasi didalam perusahaan dan sangatdibatasi kemampuan organisasinya dalam meningkatkan dan menjadipendorong bisnis. 6. TI belum memiliki titik fokus tunggal yang bertanggungjawab dan dapatdiperhitungkan dalam mengelola, memimpin, dan meningkatkan investasiperusahaan. Dengan kata lain kejadian yang ada di departemen TI saat ini (maturitylevel)
sangat
membutuhkan
masukan
dan
solusi
untuk
mencarikan jalan keluarterhadap permasalahan internal perusahaan.
2.2
Pengukuran Maturity Level Tingkat
kemapanan
atau
maturity
level
sangat
diperlukan
untukmengetahui sudah sampai dimana tingkat operasional dari suatu organisasi.Semakin
tinggi
maturity
level
akan
semakin
baik
proses
pengelolaanteknologi informasi yang secara tidak langsung berarti semakin reliabledukungan
teknologi
informasi
dalam
proses
pencapaian
tujuan
organisasi(Suryani, 2009). Dilakukan sebagai langkah untuk melihat tingkatan kematangan dari divisiIT Operation. Dengan diketahuinya tingkatan/level tersebut akan mudah menentukan proses selanjutnya guna meningkatkan layanan TI tersebut. Pada tahapan ini akan menggunakan matrik manajemen insiden dan problem pada ITSM (Dugmore, Ivor Macfarlane and Jenny, 2006). Diharapkan dengan menggunakan matrik manajemen insiden dan problem dapat diketahui kondisi saat ini dari divisi IT Operation. Pengukuran difokuskan pada manajeman insiden
9
dan problem pada divisi IT Operation. Dengan menggunakan komponen tersebut diharapkan dapat melihat : 1. Untuk mengembalikan layanan kepada pengguna/user secepat mungkin. 2. Untuk meminimalkan dampak negatif terhadap kegiatan operasional. 3. Untuk menjamin penggunaan sumber daya terbaik. 4. Untuk menjaga dan menerapkan pendekatan yang konsisten untuk mengelola insiden. 5. Untuk analisa masalah yang sering terjadi. Pengukuran maturity level dapat menggunakan COBIT, ISO, ITIL, danmasih banyak lagi framework yang dapat digunakan tentunya semua memilikifungsi sesuai kebutuhan dalam penggunaannya. Namun kali ini penulismenggunakan pengukuran maturity level pada manajemen insiden denganmatrik IT Service Management (Dugmore, Ivor Macfarlane and Jenny, 2006)yang merupakan dasar dari ITIL dan ISO. Hal ini dikarenakan ISO/IEC20000 dapat digunakan bagi IT Service Management, business provider, danlayanan IT suatu bisnis (Menken, 2010). Pada ISO 20000 komponen manajemen insiden dan problem terdapat padaResolution
processes
seperti
gambar
2.1
dibawah
ini
(DiMaria,
2006).Sedangkan pada ITIL v3 komponen manajemen insiden dan problem beradapada Service operation process seperti pada gambar 2.3.
10
Gambar 2.1 ISO 20000 Process framework (sumber DiMaria, 2006)
Dari hasil pengukuran maturity level tersebut akan diketahui sudah sejauhmana tata kelola organisasi dan hendak kemana tujuan perbaikan tersebut tentunya
dengan
melihat
area
konsentrasiperbaikan/improvement.CCMI
proses
yang
(Capability
harus Maturity
menjadi Model
Integration) adalah suatu pendekatan perbaikan proses yang memberikan unsurunsur penting proses efektif bagi organisasiGambaran tingkatan maturity level dapat dilihat padagambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2CMMI Staged Represenation- Maturity Levels (Sumber CMMI Product team,2002)
11
Pada
tingkat
kematangan
di
CMMI(Capability
Maturity
Model
Integration) untuk layanan ada lima tingkat kematangan. Peringkat tingkat kematangan diberikan untuk tingkat 2 sampai 5. Area proses di bawah ini dan tingkat kematangan mereka terdaftar untuk CMMI untuk model layanan:
1. Maturity Level 2 – Managed a. CM - Configuration Management b. MA - Measurement and Analysis c. PMC - Project Monitoring and Control d. PP - Project Planning e. PPQA - Process and Product Quality Assurance f. REQM - Requirements Management g. SAM - Supplier Agreement Management
2. Maturity Level 3 - Defined a. DAR - Decision Analysis and Resolution b. IPM - Integrated Project Management c. OPD - Organizational Process Definition d. OPF - Organizational Process Focus e. OT - Organizational Training f. PI - Product Integration g. RD - Requirements Development h. RSKM - Risk Management i. TS - Technical Solution j. VAL - Validation
12
k. VER - Verification
3. Maturity Level 4 - Quantitatively Managed a.
OPP - Organizational Process Performance
b.
QPM - Quantitative Project Management
4. Maturity Level 5 - Optimizing a. CAR - Causal Analysis and Resolution b. OPM - Organizational Performance Management
Pada pengukuran tingkat kematangan bisa menggunakan 2 pengukuran yaitu pengukuran deskriptif dan pengukuran kuantitatif (Dugmore, Ivor Macfarlane and Jenny, 2006). 2. 2. 1. Pengukuran Deskriptif Pengukuran deskriptif ini dilakukan dengan cara melakukan pemetaan ataskriteria dari masing – masing level kepada kondisi di divisi TI (CMMI Staged Represenation- Maturity Levels). Setiap tahapan dalam tingkat kematangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Initial Proses dilakukan secara ad-hoc dan hanya dilakukan setelah atau apabila ada kejadian (masalah). Kondisi lingkungan organisasi belum stabil. Kesuksesan dan kelangsungan organisasi berasal dari kompetensi perorangan dan bukan dari bukti penerapan sebuah proses. Terlepas dari kondisi lingkungan yang tidak stabil, tingkat kematangan initial ini sering menghasilkan produk yang melebihi biaya dan jadwal.
13
2. Managed Sebuah organisasi sudah memiliki tujuan yang spesifik, dimana organisasi telah memastikan memiliki persyaratan yang dikelola dan proses yang telah direncanakan, dilakukan, diukur dan dikendalikan. Disiplin proses yang tercermin dari tingkat kematangan managed bertujuan untuk membantu dan memastikan bahwa pada prakteknya semua proses tetap dipertahankan pada saat terjadi insiden atau masalah. Semua rekaman proses dikelola dan didokumentasikan dengan baik. Pada tingkatan managed semua permintaan, proses, produk kerja dan layanan dikelola, dimonitor dan direview oleh pihak yang berwenang.
3. Defined Setiap proses sudah didokumentasikan, dijelaskan dan diatur dalam standard serta prosedur. Perbedaan antara tingkat kematangan managed dan defined adalah ruang lingkup serta standard dan prosedur yang ada didalamya. Pada tingkatan managed, standard dan prosedur yang ada dapat dimungkinkan masih terdapat perbedaan dengan proses yang dijalankan terutama untuk proses atau proyek khusus. Pada tingkatan defined, organisasi sudah menyesuaikan semua proses serta proyek dengan standard dan prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Perbedaan penting lainnya adalah pada tingkat defined semua standard dan prosedur dijelaskan secara lebih rinci dan lebih ketat dari pada tingkat managed. Semua proses pada tingkat defined dikelola secara lebih proaktif dengan
14
menggunakan suatu pemahaman tentang keterkaitan antara suatu kegiatan proses dengan langkah-langkah terperinci dari sebuah produk kerja dan layanan.
4. Quality Managed Pada tingkat kematangan quality managed, sebuah organisasi telah mencapai semua tujuan secara spesifik dari area proses yang dijabarkan pada tingkat kematangan managed, defined, dan quality managed. Subproses yang dijalankan secara signifikan akan berkontribusi terhadap kinerja proses secara keseluruhan. Tujuan kuantitatif adalah untuk menilai kualitas dan kinerja proses yang dijalankan dan digunakan sebagai kriteria dalam proses pengelolaan data. Tujuan kuantitatif didasarkan pada kebutuhan pelanggan, pengguna akhir, organisasi, dan pelaksana proses. Kualitas dan kinerja proses yang dijalani akan dimonitor secara statistik dan dikelola dari awal sampai akhir proses. Perbedaan penting antara tingkat defined dan quality managed adalah prediktabilitas kinerja proses. Pada tingkat quality managed, kinerja proses dikontrol dengan menggunakan statistik dan teknik kuantitatif, dan selalu dilakukan prediksi secara kuantitatif. Sedangkan pada tingkat kematangan defined, hanya dilakukan prediksi proses secara kuantitatif.
5. Optimizing Pada tingkat kematangan optimizing, organisasi telah mencapai semua tujuan spesifik dan secara umum dari area proses yang dijabarkan pada
15
tingkat kematangan managed, defined, quality managed, dan optimizing. Optimizing berfokus pada proses peningkatkan kinerja secara terus menerus baik melalui penambahan maupun perbaikan teknologi secara inovatif. Tujuan dari perbaikan proses secara kuantitatif adalah untuk terus menjalankan perbaikan berkelanjutan untuk tujuan bisnis yang terus berubah. Mengoptimalkan proses dapat digunakan sebagai kriteria dalam mengelola proses perbaikan berkelanjutan. Efek dari proses perbaikan berkelanjutan dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja dan performa organisasi. Perbedaan penting antara tingkat kematangan quality managed dan optimizing adalah ragam jenis dari variasi proses yang ditangani. Pada tingkat kematangan quality managed, proses dilakukan dengan menangani penyebab khusus dari variasi yang ditimbulkan dan menyediakan hasil prediktabilitas secara statistik. Meskipun proses dapat menghasilkan hasil yang terprediksi, namun ada kemungkinan hasil tidak dapat mencukupi untuk mencapai tujuan akhir. Pada tingkat kematangan optimizing, proses dilakukan dengan menangani penyebab umum dari variasi yang berhubungan, dan mengubah proses bisnis untuk meningkatkan kinerja dengan tetap mempertahankan prediktabilitas secara statistik untuk mencapai proses perbaikan berkelanjutan secara kuantitatif. 2. 2. 2. Pengukuran Kuantitatif Pengukuran kuantitatif menggunakan Matrik ITSM menurut Dugmore, Macfarlane dan Jenny (2006) dimana merupakan dasar dari ITIL, ISO dan framework lainnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan matrik kuisioner
16
untuk melihat kondisi divisi IT Operation PT Telkomsel dari sudut pandang menajemen insiden dan manajemen masalah
2.3
IT Infrastructure Library (ITIL) v3 Information
Technology
Infrastructure
Library
(ITIL)
versi
1diperkenalkan pada awal tahun 1980 oleh Office Government Commerce (OGC) dan masih berupa publikasi sebanyak 40 publikasi dengan fokus pada mengatur teknologi, kemudian versi 2 keluar dengan 8 buku ditahun 1990 dengan fokus pada Implementasi proses layanan manajemen (implementingservice management process), kemudian pada pertengahan tahun 2007 versi 3 keluar dengan 6 buku dan fokus pada TI manajemen layanan (IT ServiceManagement). Menurut (Arraj, 2010) dengan panduan ITIL telah menunjukkan keberhasilannya mendorong secara konsisten, efisien dan sempurna kedalam bisnis dengan mengatur layanan TI. Sejak ITIL menggunakan pendekatan manajemen layanan TI, maka konsep dari sebuah layanan harus didiskusikan bersama. Peranan unit bisnis sangat berperan dalam membantu menentukan strategi TI kedepan yang akan menjadi penyelaras strategi bisnis perusahaan. Selama ini TI secara tradisional difokuskan pada layanan infrastuktur dan seputar teknologi, panduan IT service management yang berdasarkan ITIL memberikan pendekatan secara holistik untuk mengelola layanan TI dariujung ke ujung (from end to end). Menurut
(Brooks,
ITSM
Library,
2006)
ITIL
dibuat
untuk
menselaraskanTI dengan kebutuhan bisnis, sama dengan metoda COBIT atau Six Sigma. Secara bersama-sama untuk kebutuhan tujuan bisnis, kebutuhan
17
stakeholderyang bervariasi dan bagian dari peranan TI dalam memberikan layanan terhadap tujuan bersama. ITIL dapat berdiri sendiri, mendefinisikan, membantu organisasi dalam membuat regulasi dan kebijakan yang dibutuhkan bagi manajemen TI. ITIL v3 memiliki 5 tingkat layanan yaitu: 1. Service Strategy 2. Service Design 3. Service Transition 4. Service Operation 5. Continual Service Improvement Secara lifecycle ITIL v3 dapat digambarkan seperti dibawah ini.
Gambar 2.3Lifecycle ITIL v3 (Sumber: Information Technology Service Management Forum (ITSMF), 2007)
18
Secara lifecycle ITIL v3 dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.3. Lima komponen kunci service support jika dipetakan ke dalam ITIL v3 akan menjadi: 1. Service Operation Process h. Incident management i. Problem management 2. Service Transition Process a. Configuration management b. Change management
c. Release management Sesuai dengan fokus pada tesis kali ini maka ada 2 komponen yang akandibahas meliputi manajemen insiden dan manajemen masalah. 2.3.1 Manajemen Insiden Manajemen insiden adalah salah satu sub proses dari ITIL v3 yangdibutuhkan untuk implementasi oleh setiap perusahaan untuk IT Operasional yang lebih baik. Manajemen Insiden didefinisikan sebagai suatu kegiatan organisasi untuk mengidentifikasi, Analisis dan memperbaiki bahaya. Sedangkan di ITIL terminology manajemen insiden (Taylor, 2007) adalah semua kejadian yang bukan bagian dari operasi standar layanan dan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan sebuah gangguan, penurunan, kualitas dari layanan tersebut. Dengan adanya manajemen insiden maka akan didapatkan keuntunganbagi pengelola TI sebagai berikut: 1. Untuk memahami dan memenuhi persyaratan pelanggan/pengguna.
19
2. Untuk menggunakan proses internal guna menghasilkan nilai tambahbagi pengguna. 3. Untuk menggunakan sumber daya secara efisien dan memberikannilai keuntungan secara financial. 4. Untuk
menyediakan
fleksibilitas
yang
lebih
besar
dalam
penyediaanlayanan.
2.3.2 Manajemen Masalah Menurut (Walker, 2001) Manajemen masalah adalah fungsi bisnis yangterdiri dari orang, proses, dan alat-alat terorganisir dan disewa untuk menyelesaikan masalah pelanggan/pengguna. Fungsi ini secara tradisional menjadi tanggung jawab dan dikelola oleh bagian helpdesk. Masalah dan pertanyaan
berasal
eksternal.Dengan
dari
adanya
pengguna/pelanggan, manajemen
masalah
baik maka
internal akan
maupun
memberikan
keuntunganseperti: 1. Semakin tingginya ketersedian layanan TI. 2. Untuk meningkatkan produktifitas sumber daya bisnis dan TI. 3. Untuk mengurangi pengeluaran seputar pekerjaan dan atau perbaikanyang tidak perlu. 4. Pengurangan
biaya
atas
pekerjaan
yang
berulang
akibat
adanyapermasalahan.
2.4
Service Level Agreement (SLA)
20
SLA adalah sebuah ketetapan yang disetujui antara penyedia jasa dankonsumen (Wustenhoff, 2002). Dengan adanya SLA akan menjaga hubungan baik antara penyedia jasa dengan konsumen. Batasan-batasan dan ketetapan yang disetujui tertuang dalam SLA akan menjaga komitmen bersama dalam suatu hubungan kerjasama. Masih menurut Wustenhoff, bahwa SLA yang baik memiliki 5 aspek kunci yaitu; 1. Apakah penyedia jasa cukup menjanjikan. 2. Bagaimana penyedia jasa akan mewujudkan janji-janjinya. 3. Siapa yang akan mengukur layanan dan bagaimana caranya. 4. Apa yang terjadi jika penyedia gagal memberikan layanan yang dijanjikan. 5. Bagaimana SLA akan berubah dari waktu ke waktu. Dalam
penulisan
ini
penyedia
jasa
adalah
divisi
Technical
Supportsedangkan konsumen adalah pengguna layanan IT departemen. SLA digunakansebagai dasar dari Service Level Management (SLM) untuk selanjutnya sebagaitingkat Operational Level Agreement (OLA).
2.5
Fishbone Diagram Fishbone diagram (diagram tulang ikan) atau dikenal juga denganIshikawa
diagram diperkenalkan oleh Khoru Ishikawa pada tahun 1960, yangpada saat itu mempelopori proses manajemen mutu di galangan kapal KawasakiJepang dan menjadi salah satu pendiri manajemen modern. Diagram tulang ikan ditunjukkan seperti gambar 2.4.
21
Gambar 2.4Fishbone Diagram (sumber Bilsel et al., 2012) Peny yebab (Causee) biasanya dikelompokkkan dalam bbeberapa kategoriutama u untuk meniddentifikasi suumber–sumbber yang berv variasi. Kateegori–katego ori biasanya m meliputi: 1. Peop ple
:S Siapasaja yanng terlibatdaalam proses.
2. Meth hods
:
proses
Bag gaimana
dilakkukandanperrsyaratankhuususuntukmeelakukan,
misanyyaprosedur,
kebijjakan, aturan ndanlain –laiin. 3. Machhines
:P Peralatanpenndukung prosses.
4. Mateerials
:B Bahanbaku, ssukucadangddalammembuatproduk.
5. Meassurement :D Data yang digunakanuntuukmengukurrsuatu proses. 6. Envirrontment :K Kondisi, buddayakerjadan niklim. Denggan membuaat daftar pennyebab sepeerti pada kattegori penyeebab diatas m maka akan dapat d dicarikkan solusi darri efek/perm masalahan suaatu proses. Hal H ini tentu m memudahkan n bagi analis untuk mennentukan maana yang meenjadi faktor utama dan f faktor sekun nder.
22
2.6
Pengukuran Kinerja Pada Manajemen Insiden dan
Manajemen Masalah Pengukuran kinerja pada manajemen insiden dan manajemen masalah adalah
langkah
yang
dilakukan
untuk
melihat
posisi
tata
kelola
IT
Operationterhadap pencapaian SLA yang dipengaruhi dari tata kelola insiden danmasalah.Pengukuran
performa
menggunakan
matrik
ITIL
v3
pada
komponenmanajemen insiden dan masalah. Dalam mengukur kinerja salah satunyamenggunakan
matrik
manajemen
insiden
(Taylor,
2007)
dengan
melakukanquestioner dalam wawancara dan pembacaan log meliputi: 1. Total jumlah insiden (sebagai control). 2. Rincian insiden dalam setiap tahapan (logged, process, closed). 3. Ukuran dari backlog kejadian saat itu. 4. Jumlah dan persentase insiden utama. 5. Rata-rata waktu untuk menyelesaikan insiden. 6. Persentase Insiden yang ditangani berdasarkan waktu yang disepakati(sesuai yang ada di SLA, misal: berdasarkan dampak dan kode urgensi). 7. Jumlah insiden yang dibuka kembali terhadap persentase total insiden. 8. Jumlah dan persentase insiden yang salah penangganan. 9. Jumlah dan persentase insiden yang salah kategori. 10. Persentase insiden ditutup oleh service desk/technical support tanpareferensi ke level support lainnya.
23
11. Jumlah dan persentase insiden di proses per service desk/technical supportstaf. 12. Jumlah dan persentase insiden berhasil di tangani tanpa datang ke lokasi(remote desktop). 13. Jumlah insiden ditangani oleh masing-masing insiden model. 14. Rincian insiden berdasarkan waktu dalam sehari untuk melihat danmenemukan puncak waktu insiden. Dengan adanya penangganan manajemen insiden maka diharapkan faktorfaktorkritis dapat diatasi, meliputi: 1. Sebuah service desk/technical support yang baik adalah kunci suksesuntuk manajemen insiden. 2. Target pekerjaan yang jelas sesuai dengan SLA. 3. Pelatihan yang memadai berorientasi pelanggan dan secara teknismendukung staf dengan tingkat keterampilan yang benar, pada semuatahap proses.
4. Alat-alat
pendukung
yang
terintegrasi
untuk
mendorong
danmengendalikan proses.
5. OLA dan UC (Underpinning Contracts) mampu membentuk danmempengaruhi perilaku staf support.
Sedangkan pada matrik Manajemen Problem (Taylor, 2007) yang digunakan dalam melakukan wawancara dan pembacaan log, meliputi: 1. Jumlah total masalah dicatat dalam periode tersebut (sebagai kontrol mengukur). 2. Persentase masalah diselesaikan dalam waktu target SLA (dan persentaseyang tidak).
24
3. Jumlah dan persentase masalah yang melampaui target waktu merekamenyelesaikannya. 4. Backlog masalah yang luar biasa dan tren (statis, mengurangi ataumeningkat). 5. Jumlah masalah utama (dibuka dan ditutup dan backlog). 6. Persentase masalah utama yang direview berhasil. 7. Jumlah Kesalahan. 8. Akurasi persentase KEDB (known rrror database) dari audit database. 9. Persentase tinjauan masalah utama yang selesai tepat waktu. Diharapkan dengan adanya manajeman problem dengan baik, akan faktorfaktorkritis dapat diatasi dengan: 1. Menghubungkan tools manajemen insiden dan problem. 2. Kemampuan untuk merekam hubungan insiden dan problem. 3. Kedua dan ketiga-line staf harus memiliki hubungan kerja yang baikdengan staf pada baris pertama. 4. Memastikan bahwa dampak bisnis sangat dipahami oleh seluruh stafyang bekerja saat penyelesaian masalah. Metrik merupakan bagian penting dari sistem manajemen yang mengarahkan dan mengawasi TI sesuai arah yang telah ditentukan (Brooks, 2006, p15). Tujuan penggunaan metrik dalam ITSM adalah : 1.
Menyelaraskan objektifitas bisnis dengan teknologi informasi, dengan : a) Memberikan informasi kepada manajemen mengenai ITSM.
25
b) Mendampingi manajemen dalam memahami kinerja TI dan isu yang terjadi. 2.
Membantu memenuhi kebutuhan compliance untuk operasi bisnis, dengan : a) Membantu mencapai ISO2000, COBIT maupun sertifikasi lainnya. b) Meminimalkan interupsi atau gangguan dari bisnis.
3.
Mendorong operational excellence dari TI secara strategik, dengan : a) Memastikan kinerja TI dan proses-proses terkait. b) Mengawasi proses ITSM. c) Mengelola TI secara taktis. d) Memaksimalkan produktifitas kinerja dan kinerja TI. Matrik atau parameter atau ukuran penilaian kualitatif digunakan
untukpengukuran atau perbandingan atau alat untuk melacak kinerja suatu proses.Dari sisi bisnis, matrik adalah pengukuran yang digunakan untuk mengukurbeberapa komponen kualitatif seperti kinerja suatu proses, organisasi atauinvestasi (ROI).Salah satu matrik yang sering digunakan dan telah diterapkan olehberbagai tool framework adalah Goal Question Metrics (GQM). KonsepGQM digunakan oleh ITSM, ITIL, COBIT, ISO dan framework lainnya guna mengetahui apakah proses telah mencapai tujuan dari suatu organisasi atauindividu.Dengan adanya matrik ini maka akan terkumpul data, menganalisis, danmenyediakan informasi bagi suatu organisasi dalam menyusun strategi bisniskedepan untuk mencapai tujuan. Konsep GQM awalnya didefinisikan untuk mengeveluasi kesalahan dari serangkaian proyek di NASA Goddard Space Flight Center. Metode ini dibangun dengan mengidentifikasikan serangkaian kualitas dan atau produktifitas pada
26
tingkatan perusahaan, divisi atau proyek seperti kepuasan pelanggan, on-time delivery dan peningkatan kinerja. hasil dari penerapan aplikasi pendekatan GQM adalah spesifikasi sistem pengukuran yang menargetkan sekumpulan isu tertentu dan sebuah kumpulan peraturan untuk interpretasi pengukuran data (Basili et al., 1996).
2.7
Flowchart Diagram Flowchart diagram adalah diagram yang merepresentasikan sebuah
prosesyang ditunjukkan melalui langkah-langkah yang dilambangkan dalam berbagaimacam bentuk bangun ruang yang disusun dalam alur urutan tertentu yangdihubungkan oleh tanda panah. Diagram ini dapat memberikan langkahlangkahpemecahan
sebuah
masalah.
Flowchart
dapat
digunakan
untuk
menganalisa,mendesain, dokumentasi atau mengatur sebuah proses atau program seperti yangditunjukan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Contoh Flowchart Diagram
27
(Sumber ITIL OGC, 2007)
2.8
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and
Control) Saat ini ada pendekatan yang biasa digunakan dalam metode pengukuran tingkat kematangan yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control). Untuk melakukan peningkatan terus menerus menuju perbaikan makadibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan danfakta
dengan
menggunakan
peralatan,
pelatihan
dan
pengukuran
sehinggaekspektasi dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi, seperti yang diungkapkanSimon (2003).MetodologiDMAICdapat digunakan pada perusahaan yang belum mempunyai produkmaupun proses atau pada perusahaan yang sudah memiliki produk maupun prosesdan sudah dilakukan optimisasi namun tetap saja tidak bisa mencapai levelspesifikasi yang ditetapkan berdasarkan pelanggan. Metodologi DMAICterdiridari: 1. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspetasi pelanggan. 2. Measure, mengukur dan memutuskan spesifikasi serta kebutuhan pelanggan. 3. Analyze, menganalisa beberapa pilihan proses yang sesuai dengankebutuhan pelanggan. 4. Improve, memperbaiki prosesdengan menghilangkandefects. 5. Control,
memantauperbaikanuntuk
memastikankesuksesandan
berkelanjutan.
28
2.9
Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan dua macam metode
pengumpulan data berdasarkan tempat penelitian, yaitu: 1. Studi Lapangan (Field Research) Studi lapangan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan penelitian ke lapangan atau ke perusahaan yang di jadikan objek penelitian secara langsung. Dalam teknik ini terdapat dua cara yang dilakukan yaitu : a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan beberapa pertanyaan atau tanya-jawab langsung dengan sumber informasi. Teknikini dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung mengenai gambaran perusahaan, proses bisnis perusahaan, dan masalah-masalah yang ada. b. Observasi, yaitusuatubentukpengamatansecaralangsungterhadapkondisi lapangan
(DivisiIT
Operationpada
PT.
di
Telkomsel)
untukmendapatkaninformasimengenaipokokpermasalahan
yang
terjadi di lapangan. 2.
Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari sumber data yang digunakan berdasar data-data perpustakaan diantaranya artikel, buku, jurnal, literatur, internet dan laporan internal perusahaan.
29
2.10 Studi Literatur dan Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Studi Literatur dan Penelitian Sebelumnya No 1
Peneliti Tehrani & Mohamed (2011)
Permasalahan Bagaimana manajemen insiden danmanajemen masalah merupakan dua aktifitas utama ITIL dalam serviceframewor k yang menangani semua insiden sampai dengan akar permasalahanma sing-masing masalah. Bagaimana perusahaan mencoba untuk memberikan layanan manajemen TI yang terintegrasi di seluruh organisasi TI
Indikator Incident Management, Problem Management, Knowledge Management& Service Desk
2
Richardson & Mahfouz (2011)
3
4
Metode Riset Case-based Reasoning
Strategic IS, Business Service Management
Information Economics (IE)
Indra Waspada (2010)
Bagaimana upaya perusahaan dalam penanganan manajemen dan manajemen masalah
Framework, best practice, Service Level Management, IT service management
Service Level Agreement (SLA)
Nur Faridah (2011)
Bagaimana service desk dapat
Service Request management (SRM), ITIL
Critical Succes Factor (CSF), Key
Hasil Penulis memfokuskan pada pemanfaatan struktur Knowledge Managementdalam sistem service desk dengan mengintegrasikan Case-based Reasoningdanservice desk case
Penulis melakukan penyelarasan antarasumber daya manusia, proses dan teknologi maka akan tercapai tingkatkematangan Divisi TI sesuai dengan kebutuhan organisasi - Menggunakan layanan katalog dan struktur SLA yang bertingkat untuk mendukung penyediaan layanan untuk berbagai pelanggan. - mengadaptasikan hubungan dan ketergantungan SLM terhadap disiplin manajemen yang lain dengan merujuk ITIL. - Service Level Agreement (SLA) dapat termonitor dengan baik.
30
5
Paula Ruth (2011)
memfasilitasi perbaikan ke keadaan normal sesuai Service Level Agreement (SLA) dan tetap mengutamakan proses bisnis. - Bagaimana proses manajmeen konfigurasi IT telah tepat dalam rangka upaya untuk mencapai Goal dari IT. - Apa saja kelemahan dari manajemen konfigurasi IT jika dibandingkan best practice berdasarkan ITIL
Performance Indicator (KPI), Service Level Agreement (SLA)
Information Technology , Configuration Management , IT Infrastructure Library , Quality Improvement , ITIL , IT Service Management , ITSM
- Standard prose dapat diterapkan dan menjadi lebih terpantau. - Kinerja para pegawai IT menjadi lebih baik
- Semua proses Fishbone manajemen Diagram, Goal konfigurasi untuk Question mencapai Goal Metric(GQM) pada IT sudah meningkat walau masih ada beberapa item yang belum tercapai Goal-nya. - Penggunaan best practice berdasarkan ITIL ternyata dapat menurunkan tingkat kesalahan pada proses manajmeen konfigurasi.
(Sumber Peneliti) Pada tabel 2.1 diatas Tehrani & Mohamed (2011) berpendapat bahwa manajemen insiden danmanajemen masalah merupakan dua aktifitas utama ITIL dalam serviceframework yang menangani semua insiden sampai dengan akar permasalahanmasing-masing masalah. Dari pendapat yang disampaikan dapat diketahui bahwamanajemen insiden dan manajemen masalah merupakan sebuah kesatuan yangsaling mendukung untuk mengendalikan setiap insiden hingga masalah yangterjadi. Oleh karena itu dalam penulisan ini manajemen insiden dan manajemenmasalah adalah komponen utama yang diteliti dan tidak dapat dipisahkan. PT Telkomsel sebagai salah satu pelaku industri telekomunikasi tidak lepas dari perkembangan TI. Selaras denganpenyampaian Richardson & Mahfouz (2011) bahwa dengan menyelaraskan antarasumber daya manusia, proses dan teknologi
31
maka akan tercapai tingkatkematangan Divisi TI sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka PT Telkomsel jugamempunyai keinginan yang kuat untuk memperkuat divisi IT Operation khususnya tingkatkematangan pada manajemen insiden dan manajemen masalah. Pada pengukuran maturity level nanti penulis juga memperhatikan aspek Service Level Agreement(SLA) seperti yang diungkapkan oleh Indra Waspada (2011). Dimana dalam penanganan sebuah manajemen insisden dan manajemen masalah harus memperhatikan aspek SLA dengan cara menggunakan layanan katalog dan struktur SLA yang bertingkat untuk mendukung penyediaan layanan untuk berbagai pelanggan dan mengadaptasikan hubungan dan ketergantungan SLM terhadap disiplin manajemen yang lain dengan merujuk ITIL. Seperti yang diungkapkan Nur Faridah (2011) dimanaservice desk adalah salah satu tool yang secara luas digunakan olehkebanyakan organisasi untuk memberikan layanan dan dukungan teknis secaratepat dan cepat, dimana manajemen insiden dan manajemen masalah dari ITILframework menjadi landasan dasar dari service desk.Dimana pada service desk harus mengacu pada Critical Succes Factor (CSF), Key Performance Indicator (KPI), Service Level Agreement (SLA)untuk melihat kinerja setiap pegawainya. Pada pengukuran maturity level setelah penulis melakukan pengukuran maka dibuatlah matrik dan analisa menggunaka Fishbone diagram seperti yang dikatakan oleh Paula Ruth (2011). Dimana dalam penentuan matrik kita harus menentukan goal apa yang kita inginkan lalu setelah itu melakukan analisa maturity level menggunakan analisa fishbone diagram. Maka dalam pengerjaan tesis ini penulis mengembangkan parameter-paremeter yang digunakan untuk membantu
32
dalam penulisan tesis ini. Sehingga bisa menjadi studi kasus yang berguna bagi peneliti dan untuk pihak PT Telkomsel itu sendiri.