DAFTAR ISI Hal
BAB.I
PENDAHULUAN
I
BAB-2
PROSPEK DAN TANTANGAN LIBERALISASI JASA KEUAI\GAN BAGI INDONESIA
4
2.1 GATS dan Liberalisasi Jasa Keuangan 2.Ia Arti Penting Liberalisasi Jasa Keuangan z.Ib Jasa Keuangan dalam GATS 2.lc Peranan GATS terhadap Leberalisasi Jasa Keuangan 2.2 2.3
5
8 10 13
Potensi Perdagangan Jasa Keuangan
T4
Tantangan Liberalisasi Jasa Keuangan dan Keuangan
19
T7
2.3.a Menjaga Stabilitas Makroekonomi 2.3.b Pentingnya Reformasi Struktural
20
2.4
2l
2.4.a BAB.3
3.1 3.1.1 3.1.2
Posisi lndonesia Menghadapi Liberalisasi Jasa Keuangan Agenda Berikutnya
HUBUNGAN PERDAGANGAN DENGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN INVESTASI
24
Perdagangan dan Lingkungan Hidup
24
Perjanjian Internasional Bidang Lingkungan Hidup dan Sistem Perdagangan lnternasional WTO Pe{anjian Internasional Bidang Lingkungan Hidup, Sistem Perdagangan Internasional dan Posisi lndonesia
3.2
Perdagangan dan Investasi
3.2.1 3.2.2 3.2.3
Foreign Direct Investment dan Perusahaan Multinasional Foreign Direct Investment dan Kebijaksanaan Perdagangan Pengaruh FDI terhadap Neraca Pembayaran
BAB-4 4.1
4.2 4.3
23
25 31
36 39 42
44
TRANSPARANSI PENGADAAN BARANG PEMERINTAII DAI\ AKSES PASAR
47
Pendahuluan Pembahasan Government Procurement Beberapa Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
48 50
4.4
Strategi Pembangunan Nasional menuju Good Governance melalui 51 Reformasi Pengadaan B arangl J asa di Lingkungan Pemerintah
4.5
Agenda Reformasi
BAB-5
5.1
P en
gadaan B aranglJasa Pemerintah
6l
E.COMMERSE DAN FASILITASI PERDAGANGAN
68
PerdaganganElektronik(E-Commerse)
68
5.1.1 Kondisi Perdagangan Secara Umum 5.1.2 Permasalahan Strategis Di Sektor Perdagangan 5.1.3 Aplikasi E-Commerse di Indonesia
Saat
Ini
69 69 7A
5.1.3.1 Analisa Manfaat dan Resiko Penerapan E-Commerse di Indonesia 5.1.3.2 Implementasi Aplikasi E-Commerse di Indonesia 5.1.3.3 Rencana Strategis Jangka Pendek, Menengah dan Panjang
72 77 78
5.2
FasilitasiPerdagangan
82
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
98
BA.8.6
DAFTAR PUSTAKA
BAB.l PENDAHULUAN Melalui beberapa perundingan yang dilakukan oleh WTO, seperti Konperensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Singapura pada tahun 1996, kemudian KTM WTO di Jenewa pada tahun 1998, dan yang terakhir
KTM WTO di Doha tahun 2001; WTO
tetap
berupaya untuk melanjutkan upayanya dalam meliberalisasikan perdagangan dengan
menindaklanjuti berbagai pasal baik dalam berbagai persetujuan WTO maupun merundingkan isu-isu baru yang timbul sebagai hasil konperensi-konperensi yang diselenggarakan.
Adapun masalah-masalah yang tidak secara mendalam atau spesifik dimasukkan dalam persetujuan WTO saat ini, namun menjadi perhatian anggota WTO antara lain
1. 2. 3. 4. 5.
:
Pengelompokkan ekonomi regional (Regional Economic Grouping). Jasa-jasa Keuangan (Financial Serttices).
Perdagangan dan Lingkungan Hidup (Trade and Environment). Perdagangan dan Investasi.
Transparansi dalam pengadaan barang pemerintah (Transparency in government
procurement). 6.
Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation) yaitu penyederhanaan prosedur dagang, upaya melancarkan perdagangan melalui sarana-sarana
di luar
upaya
penghapusan hambatan tarif dan non tarif. 7.
Perdagangan El ektron lks (E I e c t r o n i c
8.
Akses Pasar (Market Access). Sementara itu, hingga
I44
negara berasal
C o mm er c e).
kini terdapat sekitar 213 dali' anggota WTO yang berjumlah
dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai
negara
berkembangyang menganut sistem perekonomian terbuka, Indonesia telah menunjukkan
partisipasi aktifrrya dengan ikut serta menandatangi deklarasi pembentukan WTO di Marakesh pada tanggal 1 Januari 1995.
Tidak dapat dipungkiri negara-negara berkembangyang tergabung dalam WTO tersebut memainkan peranan yang penting dalam WTO, tidak saja karena jumlahnya
yang besar tetapi juga karena semakin meningkatnya peranan negara-negara berkembang dalam perdagangan global. Upaya WTO untuk menanggapi kepentingan negara-negara berkembang ditempuh melalui tigacara yaitu
1.
Persetujuan-persetujuan
:
WTO memuat ketentuan-ketentuan khusus
mengenai
negara berkembang.
2.
Komite Perdagangan dan Pembangunan (Committee on Trade and Development I CTD) bertugas untuk menangani atau membahas kepentingan negara berkembang di dalam WTO.
3.
Sekretariat WTO menyediakan bantuan teknis (umumnya dalam berbagai jenis pelatihan) bagi ne gara-negara berkembang.
Kemudian hal-hal lain mengenai negara-negara berkembang yang terdapat dalam persetujuan WTO adalah
l.
:
Tambahan waktu bagi negara berkembang untuk memenuhi komitmennya dalam persetuj uan-persetuj uan WTO.
2.
Ketentuan-ketentuan yang dirancang ntuk meningkatkan peluang perdagangan negara berkembang melalui peningkatan akses pasar (misalnya dalam bidang tekstil, jasa, hambatan teknis dalam perdagangan).
3.
Ketentuan-ketentuan
yang mewajibkan anggota WTO untuk
melindungi
kepentingan negara berkembang dengan mengesahkan tindakan yang bersifat domestik atau internasional (misalnya anti dumping, safeguard, hambatan teknis dalam perdagangan).
4.
Ketentuan-ketentuan yang mendukung negaraberkembangdalam berbagai kegiatan
(untuk membantu mereka mencapai komitmen dalam standar kesehatan hewan dan tanaman, standar teknis, dan upaya memperkuat sektor telekomunikasi).
Dalam kajian ini akan dibahas masalah-masalah yang tidak secara mendalam atau spesifik dimasukkan dalam persetujuan WTO saat ini, namun menjadi perhatian anggota
WTO, dan kemungkinan akan menjadi persetujuan WTO di masa datang. Hasil kajian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan
atas posisi Indonesia dalam perundingan-
perundingan WTO mendatang bilamana masalah-masalah tersebut dibahas secara lebih
mendalam dan spesifik untuk mendapatkan kesepakatan bersama.Dalam kaitan itu, sistematika bab adalah sebagai berikut. Bab selanjutnya setelah pendahuluan, adalah bab-
2, membahas jasa-jasa keuangan di era perdagangan internasional, dimana hubungan antara perdagangan bebas dengan pasar uang dan modal sangat terkait erat dan
bagaimana posisi lndonesia dalam menghadapi perkembangan jasa-jasa keuangan internasional. Bab-3 membahas hubungan antara perdagangan internasional dengan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup, dan hubungan antara perdagangan intemasional dan investasi. Masalah investasi lebih menitik beratkan kepada Foreign Direct lnvestment (FDD yang sudah terbukti sangat mendorong pertumbuhan ekonomi di Negara-negara miskin dan berkembang. Investasi dalam bentuk portfolio dibahas pada
bab 2. Bab-4 membahas masalah transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bab-5 membahas masalah fasilitasi perdagangan
dan
akses pasar dalam
perdagangan internasional. Dan bab terakhir,Bab-6, adalahkesimpulan dan rekomendasi.
BAB.2 PROSPEK DAN TANTANGAN LIBERALISASI JASA KEUANGAN BAGI INDONESIA
Jasa keuangan saat
ini telah menjadi sektor yang sangat penting dimana hampir
setiap kegiatan ekonomi sangat tergantung pada aksesnya terhadap jasa keuangan. Berkat
jasa keuangan pulalah telah berkembang perekonomian modern yang dimungkinkan karena adanya inovasi jasa intermediasi dan resiko manajemen. Suatu sistem keuangan yang sehat dan stabil, didukung oleh manajemen makroekonomi dan regulasi yang baik, merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jika sektor keuangan
sendiri lemah, akan menyebabkan adanya ketidakstabilan makroekonomi dan pada akhirnya akan melemahkan proses pembangunan. Pertumbuhan sektor jasa keuangan saat ini dipengaruhi oleh perdagangan dimana
di banyak negara telah terjadi transaksi lintas batas negara yang dimungkinkan te{adi karena adanyajasa lembaga keuangan. Seiring dengan makin globalnyaperekonomian
melalui arus perdagangan dan investasi, kebutuhan akan jasa intermediasi
dan
manajemen resiko juga kian meningkat. Pengaturan perdagangan jasa keuangan secara internasional telah tertuang dalam kesepakatan mengenai GATS (General Agreement on Trade
in Services)
atau perjanjian
umum yang meyangkut sektor jasa-jasa yang merupakan serangkaian perjanjian dari
WTO yang sangat penting selain perjanjian mengenai perdagangan barang dan tarif (GATT
-
General Agreement on Tariff and Trade) dan perjanjian mengenai hak
kekayaan intelektual (TRIPs). Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menandatangai perjanjian tersebut, sehingga perkembangan perdagangan jasa keuangan internasional ini sangat penting untuk dicermati.
Bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai perkembangan perdagangan jasa keuangan terkait dengan GATS, prospek dari liberalisasi jasa keuangan, tantangan yang
muncul dan terakhir mengenai posisi dan strategi Indonesia menghadapi hal tersebut.
2.1
GATS dan Liberalisasi Jasa Keuangan Bagian ini akan membahas mengenai peran dan arti penting dari GATS terhadap
liberalisasi jasa keuangan. Namun sebelumnya akan disinggung lebih dulu mengenai
GATS itu sendiri, kemudian apa yang dimaksud dengan liberalisasi jasa dan arti jasa keuangan dalam GATS.
GATS merupakan salah satu pe{anjian penting dalam WTO yang berlaku mulai Januari 1995 dimana menjadi suatu paket aturan multilateral pertama yang mencakup perdagangan internasional
di
bidang jasa-jasa. GATS memiliki dua bagian utama,
pertama adalah framework agreement yang berisi aturan-aturan umum; dan yang kedua
adalah national "schedules" yang berisi daftar rincian komitmen dari masing masing negara terhadap pembukaan akses atas pasar domestiknya.
GATS muncul sebagai bagian dari Putaran Uruguay yang merupakan suatu kesepakatan multilateral pertama
berakhir
di
di bidang jasa-jasa. Uruguay Round yang secara resmi
Marrakesh, Morroco pada
kesepakatan, antara lain kesepakatan
15 April 1994,
menghasilkan beberapa
di bidang jasa-jasa. Hasil perundingan
mengenai
perdagangan jasa-jasa dalam Uruguay Round tersebut berisikan 2 elemen utama, yaitu (1)
Kesepakatan mengenai kerangka kerja baru dari ketentuan multilateral untuk mengatur
perdaganganjasa-jasa: dan(2)Komitmenspesifikdarisetiapnegarauntukliberalisasi perdagangan. Kedua elemen itulah yang kemudian disebut dengan General Agreement on
Trade
in Services (GATS). Komitmen spesifik tiap negara (individual) mulai berlaku
pada waktu yang sama seperti kesepakatan WTO.
Tujuan dari dibentuknya GATS pada dasamya adalah untuk: (1) Menciptakan sistem peraturan yang kredibel bagi perdagangan intemasional, (2) Menjamin perlakuan
yang adil dan sejajar di antara seluruh anggotanya, (3) Menstimulasi kegiatan ekonomi
lewat jaminan kesepakatan kebijakan perdagangan antar negara anggotanya, (4) Mempromosikan perdagangan dan pembangunan yang dicapai oleh tiap negara anggota dengan cara menj alankan liberali sasi berkelanj utan (pro gressive liberalization).
GATS mencakup seluruh sektor jasa dengan beberapa
pengecualian.
Pengecualian tersebut diberikan kepada sektor jasa yang secara langsung berada di
tangan otorita pemerintah. Sektor
ini tidak
disediakan atas basis komersil ataupun
persaingan dengan penyedia lain. Sektor-sektor yang dicakup dalam GATS adalah sektor
jasa bisnis dan professional, jasa komunikasi, jasa teknik dan konstruksi, jasa distribusi,
jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa kesehatan dan pelayanan sosial, jasa pariwisata, jasa rekreasi,budaya dan olah raga, jasa transportasi dan jasa lainnya. Secara garis besar, terdapat beberapa ketentuan dalam GATS antara lain, yang dapat didefinisikan ke dalam empat cara penyediaan : (1) Cross Border Supply, dimana
konsumen domestik dapat memperoleh pelayanan jasa dari suatu lembaga atau unit pelayanan jasa
di luar negeri. Contohnya
adalah panggilan telepon internasional. (2)
Consumption Abroad, yakni ketentuan yang memberikan kebebasan kepada masyarakat
untuk mengkonsumsi jasa dari luar negeri. Contohnya adalah wisata (travel) (3) .
Commercial Presence, yakni ketentuan yang memberikan kebebasan bagi perusahaan asing termasuk bank dan perusahaan asuransi untuk mendirikan atau membuka cabang
atau subsidiary didalam wilayah suatu negara untuk memberikan penyediaan jasa. Contohnya adalah Bank membuka cabangnya
di negara lain, (4) Presence of Natural
Person, yakni ketentuan yang memberikan kebebasan bagi orang asing untuk memasuki
pasar dalam negeri dalam memberikan pelayanan jasa. Contohnya adalah pekerja konstruksi atau konsultan. GATS memiliki prinsip-prinsip dasar yaitu;
a) GATS mencakup seluruh sektor jasa yang
diperdagangkan secara
internasional.
b)
Perlakuan most-favoured-nation (perlakuan sama bagi semua) berlaku bagi seluruh sektor jasa kecuali sektor-sektor yang masih dinyatakan dikecualikan
untuk sementara. +Tltu\pa,rv,\/\
c) Peraturan perundangan seluruh negara anggota harus transqlarent, untuk mana diperlukan inquiry points di setiap negara.
d) Peraturan harus obvektif dan beralasan. e) Pembayaran intemasional : secara umum tidak dibalas.
n.
f) Individual countries' commitments harus sebagai hasil perundingan dan
$rffi
lvrll"^rf L*--{-
s) Liberalisasi progresif : melalui perundingan lebih lanjut.
GATS juga memiliki ketentuan-ketentuan yang dapat dibagi kedalam kategori yaitu umum dan khusus. Ketentuan umum GATS terdiri dari
:
dua
(a) Most-
favoured-nation (MFN) treatment. Secara umum MFN berarti suatu negara harus memberikan perlakuan yang sama terhadap semua negara mitra dagang. Walaupun MFN
berlaku untuk seluruh jenis services, tetapi beberapa pengecualian khusus yang bersifat sementara diperbolehkan dibawah GATS.
(b) Transparency; GATS mengharuskan
negara-negara anggota membuat seluruh peraturan perundangan yang relevan terbuka
untuk semua pihak.
GATS mencakup semua tindakan yang dilakukan oleh negara-negara anggota WTO yang berdampak terhadap perdagangan jasa. Perdagangan jasa ini mencakup semua sektor jasa. Ketentuan GATS antara lain menetapkan agar seluruh peraturan dan kesepakatan yang berdampak terhadap perdagangan jasa dibuat transparffi
yaitu \-/
diterbitkan dan selalu tersedia. Selain itu ada lagi sejumlah tindakan yang berkaitan dengan regional integration, recognition
of standards, monopolies and various safeguards
measures.
Sektor-sektor jasa yang tercakup dalam GATS adalah sektor jasa bisnis dan
profesional, sektor jasa komunikasi, jasa teknik dan konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa kesehatan dan sosial, jasa travel dan pariwisata, jasa rekreasi, budaya dan olahraga, jasa transportasi, jasa lainnya seperti jasa dalam sektor energi. Negara-negara anggota berhak menggunakan prudential measures untuk menjaga
agar ketentuan yang berlaku tidak bertentangan dengan kepentingan nasional mereka. Negara-negara peserta perundingan Uruguay Round menyusun komitmen mereka secara
rinci. Di dalamnya terlihat restriksi untuk market acces dan national treatment yang dikehendaki masing-masing peserta untuk tetap dipertahankan. Dibawah GATS, semua restriksi ini diikat sehingga para eksportir jasa mendapat jaminan bahwa restriksi itu tidak menjadi semakin ketat.
Indonesia telah menyelesaikan prosedur ratifikasi der
Oktober 1994. Sehingga lndonesia siap memberlakukan kewi sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut antara lain perlindu
kekayaan intelektual (property rights), perdagangan jasa, turisme, telekomunikasi, dan beberapa sector lain. Sebagai kelanjutan dari WTO, telah diatur pula kesepakatan dibidang jasa yang dikenal sebagai General Agreement on Trade and Services (GATS).
2.1.a.
Arti Penting Liberalisasi
Jasa Keuangan
Seperti telah diuraikan sebelumnya, GATS mencakup semua perdagangan jasa-
jasa internasional dengan dua pengecualian yaitu: (1) Jasa-jasa yang diberikan kepada
publik dari otoritas kebijakan pemerintah, dan (2) Dalam jasa transportasi
udara,
pengaturan lalu lintas dan jasa-jasa lain yang langsung terkait dengan pengaturan lalu lintas.
Namun terkadang terdapat kesalahan persepsi mengenai apa yang dimaksud dengan liberalisasi jasa keuangan. Berikut
ini
adalah contoh-contoh dari beberapa
ketakutan yang timbul dari kesalahan persepsi yang semestinya tidak sepenuhnya benar.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari kesalahan persepsi tersebut: (1) "Perundingan terbaru dari perundingan jasa-jasa akan memaksa negara-negara anggota WTO untuk membuka seluruh sektor jasa berkompetisi dengan luar negeri". Hal ini tidak sepenuhnya benar. Pemerintah sebenarnya bebas untuk memilih ketika membuat komitmen jenis jasa-
jasa apa saja yang terbuka bagi penyedia jasa luar negari. Memang setiap negara harus
memiliki jadwal komitmennya, tetapi tidak ada aturan sampai seberapa lama jadwal itu seharusnya. Sebagai contoh beberapa negara terbelakang hanya membuat komitmen
untuk sektor pariwisata saja misalnya sebagai perwujudan arah kebijakan nasionalnya dan tingkat kemajuan ekonominya; (2) "Semua pelayanan publik harus terbuka untuk berkompetisi dengan luar negeri". Sebetulnya banyak jasa publik yang disediakan secara
non komersial atau tidak kompetitif adalah bukan dari persoalan GATS. Hal ini telah dituangkan dalam "Article
I:3(c)"
Jasa-jasa yang disediakan secara komersial dan
berdasar kompetisi memang tercakup dalam GATS, tetapi tidak ada aturan yangmeminta
hal terqebut harus diprivatisasi atau dileberalisasi. Pemerintah bebas memilih untuk
l,{/
membrf komitmen terhadap sektor tersebut atau tidak. Secara
umum masyarakat sering mempertanyakan kenapa harus ada liberalisasi
jasa-jasa. Apakah keuntungannya? Jawaban untuk pertanyaan asumsi bahwa tidak mungkin bagi suatu negara saat
ini bisa diawali
dengan
ini untuk menjadi lebih makmur jika
masih berada di bawah hambatan ketidak efisienan dan mahalnya infrastruktur jasa. Produsen dan eksportir tekstil atau produk lain tidak akan memiliki
nilai kompetitif tanpa
akses terhadap perbankan yang efisien, asuransi, telekomunikasi, sistem transportasi yang
efisien. Dalam suatu pasar dimana pexawaran tidak memadai, maka impor terhadap jasajasa utama dapat menjadi penting ff.ntirrg komoditas dasar. Manfaat dari liberalisasi jasa adalah lebih luas dari lingkup industri jasa itu sendiri karena memberikan efek yang luas terhadap aktivitas ekonomi lainnya. Produksi dan distribusi dari jasa-jasa, pada dasarnya
ditujukan untuk memuaskan permintaan individu dan juga sosial seperti pendidikan dan kesehatan.
Jika dicari nilai benefitnya, setidaknya terdapat enam keuntungan dari liberalisasi jasa-jasa. Keenam keuntungan tersebut
(l) Economic performance.
r'
cg
adalah:
Adanya infrastruktur jasa-jasa yang efisien adalah;rtau
prasyarat bagi suks&ya ekonomi. Jasa-jasa seperti telekomunikasi, perbankan, asuransi
dan transportasi merupakan input yang sangat penting untuk semua sektor baik barang maupun jasa. Tanpa adanya dorongan kompetisi, kecil kemungkinan sektor jasa-jasa ini akan menjadi efisien.
(2) Development. Terbukanya akses terhadap pelayanan jasa kelas dunia akan membantu
eksportir dan produsen di negara-negara berkembang untuk menambah daya kompetitif
mereka, apakah
itu beruapa barang
ataupun jasa yang mereka
jual. Dalam hal ini
liebralisasi jasa bisa saja menjadi pilihan dari strategi pembangunan ekonomi.
(3) Consumer savings. Setidaknya terdapat beberapa kasus yang memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa liberalisasi akan membuat turunnya harga, membaiknya kualitas, dan bertambahnya pilihan konsumen.
(4) Faster innovation
Negara-negara yang telah meliberalisasikan sektor jasanya,
biasanya akan memiliki inovasi baik proses maupun inovasi produknya secara lebih pesat. P ertumbuhan i nternet yang s angat t inggi d i A merika S erikat m erupakan c ontoh.
Begitu juga dengan terbukanya pasar jasa keuangan sebagai contoh lain.
(5) Greater tra\p{fncy.and predictability Dengan adanya komitmen suatu negara di
WTO melalui
Wffiftdang
jasa-jasa, memberikan suatu kepastian hukum yang
menjamin berbagai pihak termasuk perusahaan asing dalam penyediaan jasa-jasa. Hal ini memberikan ketenangan bagi semua orang baik produsen, investor, pekerja maupun
U
pengguna berupa adanya kejelasan aturan main sehingga mereka bisa membry'a perenc:urnan masa depannya.
(6) Technologt transfer Komitfmen jasa-jasa di WTO memberikan dorongan terhadap masuknya investasi asing langsung (PMA). Umumnya PMA akan membawa teknologi dan keahlian baru yang pada akhirnya dapat membrikan efek spill over ke dalam
perekonomian secara luas. Secara teoritise telah disinggung bahwa liberalisasi sektor jasa-jasa dapat
memberikan beragam keuntungan bagi perekonomian nasional. Untuk mewuj udkan keuntungan tersebut, merupakan suatu tantangan bagi pemerintah dan dunia swasta secara bersama
memiliki komitmen vane kuat.
2.1.b. Jasa Keuangan dalam GATS Definisi resmi dari jasa keuangan dalam GATS adalah: "A financial service is any semice of a financial nature offered by a financial service supplier of a Member. Financial services include all insurance and insurance related services, and all banking and other financial services (excluding insurance) ".
GATS mencakup seluruh sektor termasuk jasa keuangan terkecuali jasa-jasa yang secara langsung berada
di tangan otiritas pemerintah. Sektor jasa keuangan dalam GATS
mencakup setiap jasa dari umurnnya sektor keuangan. Keterangan yang lebih terinci lihat dalam tabel7.1.
I/
Perdagangan dalam jasa keuangan, seperti halnya dalam jasa lainnya juga
didefinisikan dalam empat bentuk yaitu: (1) Cross-border supply, seperti konsumen domestik mencari pinjaman, membeli sekuritas atau mengambil polis asuransi dari perusahaan luar negeri;
(2) Consumption abroad, seperti konsumen membeli
jasa
keuangan ketika sedang melakukan pe4alanan keluar negeri; (3) Commercial presence, seperti bank asing membuka cabang di negara lain; dan (4) Movement of natural persons,
seperti seseorang menyediakan jasa keuangan di negara lain.
Kerangka GATS terdiri atas hal: (i) aturan dan kewajiban yang telah termaktub secara spesifik dalam Articles of the Agreement;
berikut lampiran atas jasa keuangan; dan
(ii) lampiran
atas sektor-sektor tertentu
(iii) national schedules dari
akses pasar dan
komitmen nasional serta daftar dari pengecualian MFN. Kewajiban umum yang paling
10
penting dalam GATS adalah MFN (mosffavoured-nation) (Article
II)
(Aticle III). Hal ini karena berlaku across the board kepada semua
sektor jasa meskipun
serta transparansi
pengecualianterhadapsuatusektortertentujugadiizinkanasalkanditulisdalamdaftar pengecualian dan secara prinsip tidak lebih dari 10 tahun. Sebagai tambahan dari ketentuan dari Articles
XVI, XVII
and
XVII
komitmen-
komitmen tertentu dalam jasa keuangan dibuat selaras dengan lampiran pada jasa-jasa keuangan yang melengkapi aturan dasar dari GATS.Paragraf 2 (a) dari lampiran
mengakui bahwa suatu negara mungkin dapat melakukan langkah tertentu untuk alasan kehati-hatian termasuk proteksi bagi investor, depositor, dan untuk meqjaga integritas dan kestabilan dari sistem keuangan. Sebaliknya langkah-langkah tertentu tidak boleh
diambil sebagai cara untuk menghindari komitmen atau kewajiban suatu negara dalam GATS. Selanjutnya Article
XII dari GATS memberikan kesempatan bagi negara anggota
untuk melakukan hambatan dalam periode tertentu ketika menghadapi masalah serius dalam neraca pembayaran atau kesulitan keuangan eksternal dengan melalui konsultasi
dengan negara-negaq/anggota
WTO.
Terdapat empat jenis intervensi kebijakan
pemerintah yang dapat mempengaruhi pasar keuangan. Pertama, kebijakan pengelolaan makroekonomi. Ketika bank sentral melakukan kebijakan operasi pasar terbuka, pasar keuangan dapat dipengaruhi oleh kebijakan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan
nilai tukar, namun kebijakan ini bukanlah wilayah GATS. Kedua, ketika pemerintah mengelola aturan kehati-hatian dalam upaya menjaga sektor keuangan, beberapa langkah
kebijakan seperti aturan capital adequacy ratio (CAR), larangan konsentrasi kredit atau
portfolio, liquidity ratio dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk kebijakan ini juga berada di luara wilayah GATS.
l1
Tabel 2.lDaftar Jasa yang Termasuk Sebagai Jasa keuangan dalam GATS
L
Insurance and insurance-related services (i) Direct insurance (including co-insurance): (A) life (B) non-life (ii) Reinsurance and retrocession; (iii) Insurance intermediation, such as brokerage and agency; (iv) Services auxiliary to insurance, such as consultancy, actuarial, risk assessment and claim settlement services.
Ban king and other Jinancial services (excluding ins urance) (v) Acceptance of deposits and other repayable funds from the public;
(vi) Lending of all types, including consumer credit, mortgage credit, factoring and fi nancing of commercial transaction; (vii) Financial leasing; (viii) All payment and money transmission services, including credit, charge and debit cards, travellers cheques and bankers drafts; (ix) Guarantees and commitments; (x) Trading for own account or for account of customers, whether on an exchange, in an over-the-counter market or otherwise, the following: (A) money market instruments (including cheques, bills, certificates of deposits); (B) foreign exchange; (C) derivative products including, but not limited to, futures and options; (D) exchange rate and interest rate instruments, including products such as swaps, forward rate agreements; (E) transferable securities; (F) other negotiable instruments and financial assets, including bullion. (xi) Participation in issues of all kinds of securities, including underwriting and placement as agent (whether publicly or privately) and provision of services related to such issues;
(xii) Money broking; (xiii) Asset management, such
as cash or portfolio management, all forms of collective investment management, pension fund management, custodial, depository and trust services; (xiv) Settlement and clearing services for financial assets, including securities, derivative products, and other negotiable instruments; (xv) Provision and transfer of financial information, and frnancial data processing and related so{tware by suppliers of other financial services; (xvi) Advisory, intermediation and other auxiliary financial services on all the activities listed in subparagraphs (v) through (xv), including credit reference and analysis, investment and portfolio research and advice, advice on acquisitions and on corporate restructuring and strategy.
t2
Ketiga, pemerintah mungkin mempertahankan aturan-aturan lainnya yang bukan dalam prinsip kehati-hatian, namun dapat mempengaruhi kondisi kinerja dan persaingan
di pasar. Langkah kebijakan tersebut seperti permintaan untuk memberikan kredit ke sektor tertentu, atau kredit dengan tingkat bunga tertentu. Penggunaan dari sistem keuangan dalam bentuk
ini
sebagai suatu instrumen
politik atau alat dari kebijakan
perindustrian telah dikritisi banyak ekonom sebagai suatu yang tidak efisien dalam mencapi target berikut menambah resiko ancaman stabilitias keuangan. Tapi perlu dipahami bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidaklah dipersoalkan di dalam komitmen
yang dibuat dalam GATS selama tidak bersifat diskriminatif atau bermaksud untuk menghambat akses pasar dari penyedia jasa ke pasar. Keempat, intervensi kebijakan yang
terkait dengan liberalisasi perdagangan. Pemerintah seringkali mengenakan hambatan dagang dengan tujuan untuk melindungi produsen atau penyedia jasa domestik. Hal ini merupakan fokus perhatian dari GATS.
Sebagaimana diutarakan sebelumnya, setiap negara anggota menyampaikan
komitmen dan skedul akses pasarnya dengan beberapa pembatasan akses pasar. Pembatasan akses pasar seperti dalam Article
XVI harus dilihat dari enam langkah
pembatasan, yaitu: a) p embatasan j umlah p enyedia j asa; b ) p embatasan nilai t otal d ari transaksi jasa; c) pembatasan jumlah kegiatan pelayanan atau jumlah output jasa; d) pembatasan jumlah jumlah orang yang dipekerjakan dalam sektor jasa; e) hambatan atau
persyaratan jenis-jenis lembaga atau
joint venture yang diijinkan; dan f)
pembatasan
partisipasi modal asing.
1.c. Peranan GATS terhadap liberalisasi Jasa Keuangan
telah menyentuh banyak namun tidak semua intervensi kebijakan yang uangan. Terdapat empat jenis intervensi kebijakan pemerintah
yang dapat
mempengaruhi
keuangan. Pertama, kebijakan pengelolaan
makroekonomi. Ketika bank sentral me
kebijakan operasi pasar terbuka, pasar
keuangan dapat dipengaruhi oleh kebijakan jumlah
nilai tukar, namun kebijakan ini bukanlah wilayah GATS.
13
, tingkat suku bunga, dan
ketika pemerintah mengelola aturan kehati-hatian dalam upaya menjaga sektor
gan, beberapa langkah kebijakan seperti aturan capital adequacy ratio konsentrasi kredit atau portfolio, liquidity ratio dan lain sebagainya.
(cAR),
ebijakan ini juga berada di luara wilayah GATS.
Bentuk
erintah mungkin mempertahankan aturan-aturan lainnya yang bukan dalam prinsip kehat
ian, namun dapat mempengaruhi kondisi kinerja dan persaingan
di pasar. Langkah
[akan tersebut seperti permintaan untuk memberikan kredit ke
sektor tertentu, atau
[t
dengan tingkat bunga tertentu. Penggunaan dari sistem
keuangan dalam bentuk ini
i
suatu instrumen politik atau alat dari kebijakan
perindustrian telah dikritisi
ekonom sebagai suatu yang tidak efrsien dalam
mencapi target berikut
resiko ancaman stabilitias keuangan. Tapi perlu
dipahami bahwa kebij akan-kebij akan
rsebut tidaklah dipersoalkan di dalam komitmen
yang dibuat dalam GATS selama ti
bersifat diskriminatif atau bermaksud untuk
menghambat akses pasar dari penyediajasa
pasar.
Keempat, intervensi kebijakan yang
ait dengan liberalisasi
perdagangan.
dengan tujuan untuk melindungi
Pemerintah seringkali mengenakan hambatan produsen atau penyedia jasa domestik. Hal ini
fokus perhatian dari GATS.
Sebagaimana diutarakan sebelumnya, setiap
anggota menyampaikan
komitmen dan skedul akses pasarnya dengan beberapa Pembatasan akses pasar seperti dalam Article
XVI harus dili
akses pasar.
dari enam langkah
pembatasan, yaitu: a) pembatasan jumlahpenyediaj asa; b) pemb transaksi jasa;
nilai total dari
c) pembatasan jumlah kegiatan pelayanan atau jumlah
jasa; d)
pembatasan jumlah jumlah orang yang dipekerjakan dalam sektor jasa; e)
persyaratan jenis-jenis lembaga atau
joint venture yang diijinkan; dan f)
atau
pem
partisipasi modal asing.
2.2. Potensi Perdagangan Jasa Keuangan
Dari pengalaman beberapa negara maju, jasa keuangan memiliki peran
besar
dalam perekonomian negara-negara tersebut yang diindikasikan dari pangsa sektor jasa
terhadap total perekonomian. Pertumbuhan jasa keuangan tersebut seiring dengan cepatnyamodemisasi yangdialami.
Di negaraberkembang, sektorjasa keuanganjuga
t4
memiliki kecenderungan meningkat pesat, dimana perdagangan jasa keuangan yang meningkat diperlihatkan dengan adanya kombinasi antara tumbuhnya pasar dan pasar
baru, penggunaan instrumen-instrumen baru keuangan, liberalisasi perdagangan dan jasa keuangan serta pertumbuhan cepat di bidang teknologi. Karena alasan itulah peran dari
jasa keuangan terhadap perekonomian mungkin lebih besar dari ukuran langsung atau rasio langsungnya terhadap perekonomian. Jasa keuangan merupakan tulang punggung
dari perekonomian modern.
Sangat
sulit untuk mencari kegiatan ekonomi dan bisnis yang tidak terkait dengan jasa keuangan. Kebanyakan kegiatan bisnis memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap jasa yang disediakan oleh sektor keuangan.
Pengalaman
di negara
maju juga menunjukkan bahwa sektor jasa keuangan
memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dalam Tabel
I.2 yang menunjukkan
prosentase jumlah tenaga kerja
di sektor jasa keuangan
terhadap
total penyerapan tenaga kerja yang cenderung meningkat dalm periode dari tahun 1970 hingga 1995. Table 1.2: Share of Employment in Financial Services (ln per cent of total employment)
1970 2.4 1.8 Germany (former Fed.Rep.) 2.2 Japan' ^ 2.4 Singapore' SwiEerlanda United Kingdom United Statesa 3.8 couNTRY Canadal France
1980 2.7 2.6 2.8 3.0 2.7 3.0 4.4
1985 2.9 2.9 3.0 3.2 4.6 3.5 4.7
1990 3.0 2.8 3.1 3.3 4.8 4.6 4.8
1995 3.2 2.7 3.1
5.0 4.7 4.3
4.7
Source: WTO (1996a),OECD (1996a). 1
1992 instead of t995 1 994 instead of 1 995 31978 instead of 't980 1 1993 instead of 1995 2
Hal kedua yang menunjukkan adanya prospek dari perdagangan jasa keuangan adalah terkait dengan globalisasi. Pertumbuhan dari aktivitas keuangan internasional mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dari pasar domestik. Hal ini terutarna ditandai dengan peningkatan pesat transaksi derivatif dan sekuritas.
Nilai dari penerbitan sekuritas
telah meningkat dari sekitar US$100 milyar di tahun 1987 hingga mencapai US$500
milyar di tahun 1996, yang menandai bahwa aktivitas tersebut lebih penting daripada
15
pinjaman internasional yang hanya mencapai nilai 400 miliar US$ di tahun 1996. Begitu
juga transaksi derivatif telah meningkat sepuluh kali lipat dalam satu dekade. Nilai out.u€fi)ng dari futures dan options atas suku bunga, nilai tukar dan indeks harga saham telah mencapai $10 trilyun US$ di tahun 1996. Ini hampir mencapai dua kali lipat dari
nilai perdagangan dunia di tahun 1996. Kemudian nilai dari outstanding swaps dan swaprelated derivatives (atau over-the-counter derivatives) mencapai US$25 trilyun pada tahun yang sama.l (BIS, 1997a).
Meskipun kebanyakan aktivitas keuangan internasional pusat pasarnya berada di negara-negara maju, namun diyakini bahwa negara-negara maju telah mulai memiliki peran penting sebagai pemain di pasar. Amerika Latin, Asia Timur, dan Eropa Tengah dan Timur telah meningkatkan aktivitasnya di pasar modal internasional di paruh pertama
tahun 90an.Negara-negaraAmerika latin umumnya memanfaatkan skema pembiayaan obligasi, sementara Asia timur banyak menerima skema pembiayaan baik dalam obligasi
)
maupun pinjaman.f Arti penting dari peningkatan pangsa penggunaan skema pembiayaan
intemational
di
negara-negara berkembang tersebut menunjukkan bahwa pasar dan
perusahaan-perusahaan telah menjadi lebih terbuka dan lebih rumit. Perdagangan jasa keuangan telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa
tahun belakangan bersamaan dengan meningkatnya kegiatan sektor
keuangan
internasional. Terdapat beberapa faktor yang menunjang hal tersebut yaitu: Pertama, kemajuan teknologi telah meningkatkan cakupan dari perdagangan jasa keuangan melalui
transisi dan proses data elektronik, teknologi komputer, automatic teller machines, serta
telebanking. Perkembangan terkini bahkan makin menarik
lagi dengan telah
berkembangnya penggvnaanjasa internet untuk pelayan perbankan. Banyak Bank telah
menawarkan penggunaan transaksi lewat internet bagi nasabahnya. Begitu pula perusahaan-perusahaan sekuritas telah menawarkan pula penggunaan internet untuk perdagangan sekuritas secara on-line melalui internet berikut aksesnya terhadap real-time
market data. Kemajuan-kemajuan teknologi
ini
telah memberikan nuansa baru bagi
kinerja sektor jasa keuangan dengan menawarkan peluang meningkatnya efisiensi. Banyak pihak yang meyakini bahwa potensi yang terkait dengan adanya teknologi baru
' BIS, 1997 dalam Masamichi Kono, WTO 1997 dalam Masamichi Kono. WTO
'BIS,
l6
l-/
ini
akan menjadi lebih terbuka melalui sistem jasa keuangan liberal (open financial
services regime).
Kedua, dengan mulai terbukanya perekonomiannegara-negara transisi di Eropa
dan Asia, serta meningkatnya perdagangan internasional, telah memperluas pasar dan permintaan pembiayaan internasional baik untuk keperluan perdagangan ataupun investasi. Kemudian ketiga, liberalisasi jasa keuangan dan globalisasi, masing-masing
saling mendukung dimana meningkatnya kompetisi telah mendorong
perusahaan-
perusahaan untuk mencari cara termudah dan termurah untuk membiayai kegiatan bisnisnya.
2.3. Tantangan Liberalisasi Jasa Keuangan
Jika di bagian sebelumnya lebih banyak dibahas adanya potensi serta manfaat yang bisa diperoleh dari liberalisasi jasa keuangan, bagian
ini
akan membahas lebih
lanjut mengenai tantangan yang muncul. Harus disadari bahwa untuk bisa mendapatkan manfaat
riil dari liberalisasi
jasa keuangan tersebut, suatu negara perlu membuat berbagai
persiapan yang matang, karena tanpa persiapan dan strategi yang matang, bisa jadi bukan
keuntungan yang diperoleh dari liberalisasi, namun sebaliknya. Bagian
ini
selanjutnya
akan mengidentifikasi beberapa faktor kunci untuk memperoleh manfaat dan kesuksesan
upaya pembukaan pasar jasa keuangan dengan pertama mengidentifikasi potensi permasalahan dan selanjutnya mengidentifikasi asumsi dan prasyarat yang perlu dipenuhi serta antisipasi kebijakan awal yang perlu dipersiapkan.
Perlu pula kiranya dilihat resiko-resiko yang berpotensi muncul sebagai dampak dari liberalisasi. Resiko ini bisa dilihat dalam Boks Potensi Resiko dari Liberalisasi Jasa keuangan. Dengan adanya resiko disamping manfaat, maka menjadi suatu tantangan bagaimana memperoleh manfaat dari liberalisasi dan meminimalisir resiko.
Secara umum dapat diutarakan bahwa upaya tersebut meliputi bagaimana Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dengan menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan, memperkuat sistem jasa keuangan domestik melalui reformasi struktural, serta penguatan regulasi dan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan. Ketiga hal tersebut dipaparkan lebih lanjut di bawah ini.
t7
Potensi Resiko dari Liberalisasi Jasa Keue Disamping manfaat, liberalisasi jasa keuangan juga berpotensi memberi dampi --av perekonomian nasional karena di dalam liberalisasi jasa keuangan tersebut mengandung beberapa resiko. Beberapa resiko tersebut adalah: a. potensi dampak negatif dari liberalisasi terhadap penyedia jasa keuangan domestik b. kemungkinan kesulitan dalam monitoring/pengawasan perusahaan asing c. potensi untuk mematikan "infant industry" d. kemungkinan tak adanya komitmen dari perusahaan asing terhadap ekonomi lokal e. potensi terjadinya "capital flight" Berdasar adanya resiko tersebut, muncullah argumen perlunya proteksi dan bahkan secara ekstrim muncul pihak yang anti terhadap liberalisasi. Argumen terhadap proteksi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua argumen yaitu argumen pengaturan (regulatory argument) dan argumen ekonomi (economic argument).
A.
RegulatoryArgument Argumen ini didasarkan akan adanya kesulitan pengaturan sistem keuangan domestik manakala keberadaan perusahaan keuangan asing cukup signifikan. Kesulitan ini misalnya: i. pemerintah atau regulator memiliki keterbatasan memonitor sistem keuangan yang lebih rumit (complicated), dimana liberalisasi dikatakan akan meningkatkan systemic risk ii. kemudian ketika pemerintah berusaha memonitor sistem keuangan yang lebih rumit, ada kemungkinan mengendurnya pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan domestik, yang pada ahhirnya akan menyebabkan masalah le!/rh lanjut iii. Bank asing/multinasional biasanya memiliki pengetahuan yang lebih mengenai peraturan internasional dan kemampuan beroperasi dalam sistem yang lebih sophisticated dibanding bank-bank lokal, sehingga kompetisi antara bank lokal dan bank asing menjadi unfair ketika keduanya harus berada dalam sistem regulasi yang sophisticated. Economic Argument i. proteksi digunakan untuk mendorong infant financial service industries. Dan sebaliknyatanpa proteksi akan mematikan tumbuhnya infant industry. ii. adanya efek negatif dari hubungan internasional. Pertama adalah argumen bahwa return of investment di negara maju lebih tinggi sehingga akan terjadi capital flows dari negara-negara miskin ke negara kaya. Kedua adalah adanya transmission shock seperti adanya masalah perbankan di Jepang akan berdampak pada cabang bank Jepang di Amerika, yang pada akhirnya akan membuat buruk perekonomian Amerika. iii. proteksi terhadap bank domestik dapat digunakan untuk menurunkan beban terhadap nonperforming loan, dimana kecilnya kompetisi terutama dengan bank asing akan meningkatkan keuntungan sehingga dapat menutup non performing loan-nya. iv. cream skimming argument. Bank asing yang diijinkan masuk ke pasar domestik akan bermain di pangsa pasar korporasi yang lebih mengulEngkan, namun tak akan melakukan aktivitas retail banking di rural area. Begitu juga g>{ansi asjng hanya akan melayani orang kaya dan
B.
perusahaan
v. vi.
bonafid.
OW^
penyedia jasa keuangan domestik memiliki keinginan lebih menginvestasikan dananya di perekonomian domestik dibanding perusahaan asing. penyedia jasa keuangan asing meningkatkan kemungkinan terjadinya capital flight karena
jaringan yang luas dan kemudahan memindahkan dananya keluar negeri, sementara perusahaan domestik memiliki patriotisme dan kelembaman terhadap intensif.
18
2.3.a. Menjaga Stabilitas Makroekonomi dan Keuangan
di
tahun 1997 dan tahun
di sebagian masyarakat
bahwa liberalisasi jasa
Terjadinya krisis keuangan yang melanda Asia berikutnya, telah terbangun opini
keuangan menjadi penyebab dari krisis tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat kaitan erat antara liebralisasi jasa
keuangan dan stabilitas keuangan (financial stability) atau stabilitas makroekonomi.
Faktor kunci penyebab permasalahan di sektor keuangan terjadi karena tiga hal yaitu pengelolaan m akroekonomi yang k urang b aik, p eraturan d an p engawasan yang k urang
mencukupi, dan intervensi pemerintah yang kurang tepat. Dengan pennasalahn tersebut, liberalisasi dapat menambah tingkat kesulitan dan derajat krisis di sektor keuangan. Liberalisasi jasa keuangan secara parsial tidaklah menjadi penyebab utama krisis
keuangan, melainkan dapat memperburuk keadaan
jika
berada dalam kondisi
makroekonomi yang kurang baik dan peraturan yang tidak kredibel.
Liberalisasi perdagangan jasa keuangan dapat pula mempengaruhi stabilitas keuangan secara tidak langsung melalui dampy'knya terhadap arus modal. Sisi positifnya
adalah liberalisasi jasa keuangan dapat mendorong arus modal masuk, namun sisi
negatifirya, apabila terdapat kondisi hilangnya kepercayaan pasar justru dapat menyebabkan arus
memperburuk
T"fl*\"t"ar,yang
situasfri institusi
selanjutnya dapat memberikan efek lebih lanjut
keuangan dan pada akhirnya berdampak pada stabilitas
keuangan. Di negara berkembang pada khususnya, dengan ukuran dan kedalaman pasar keuangan yang masih terbatas, hilangnya kepercayaan dapat mudah terjadi karena kurang
pahamnya investor. Atau tekanan spekulasi juga bisa memperburuk keadaan. Dalam menghadapi hal tersebut, diperlukan suatu kebijakan dan peraturan yang jelas dari pemerintah, serta adanya arah kebijakan yang dapat secara jelas dimengerti oleh pasar.
Kebijakan liberalisasi membutuhkan kebijakan moneter yang yang berorientasi
pada kestabilan. Hal lain yang perlu diperhartikan dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi dan keuangan adalah pengelolaan fiskal yang baik dan kebijakan nilai tukar yang jelas. Pilihan rejim nilai tukar merupakan faktor kunci dalam stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi.
l9
2.3.b. Pentingnya Reformasi Struktural Reformasi struktural memiliki arti penting dalam membangun sektor keuangan
yang stabil dan efisien setidaknya dalam tiga hal. Pertama untuk
mencegah
penyalahgunaan sistem keuangan untuk tujuan kebijakan yang tidak memiliki keterkaitan yang jelas. Kedua, pemerintah dapat memainkan peran dalam mempersiapkan lembaga
keuangan menghadapi lingkungan yang kompetitif. Dan ketiga, pemerintah dapat berkontribusi dalam perluasan dan peningkatan pasar keuangan.
Sebagaimana yang
dulu pernah dilakukan, pemerintah misalnya dapat
menggunakan otooritasnya untuk memberikan fasilitas kredit secara langsung kepada satu individu atau perusahaan tertentu untuk tujuan tertentu. Intervensi semacam
ini dapat
menyebabkan adalah penyalahgunaan kredit dan mengurangi potensi pertumbuhan
ekonomi. Yang lebih penting lagi, intervensi semacam menciptakan gangguan pada stabilitas di pasar
ini memiliki kemungkinan
keuangan.
Dalam menghadapi iklim yang komp etiti{di era liberalisasi, pemerintah
perlu
mengupayakan perannya secara awal untuk mendorong efisiensi institusi keuangan domestik melalui misalnya dengan dorongan merger atau peningkatan investasi untuk pengembangan teknologi. Privatisasi BUMN jasa keuangan juga merupakan suatu bentuk
pilihan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan efisensi dan lingkungan yang kompetitif. Pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan kompetitif dengan penciptaan pasar yang lebih luas. Misalnya adalah dengan penjualan obligasi pemerintah dengan jatuh tempo yang beragam, mengizinkan adanya pasar sekunder, serta
penyediaan informasi seperti trend pasar kepada investor dalam dan luar negeri. Hal lainya misalnya pembiayaan proyek investasi publik melalui pasar keuangan.
2.3.c. Prinsip Kehati-hatian dan Pengawasan terhadap Lembaga Keuangan Sebagai upaya memperkuat stabilitas sektor keuangan, tiap lembaga keuangan
yang melakukan intermediasi keuangan dan pengelolaan resiko perlu didukung adanya peraturan yang memadai dan pengawasan yang baik. Aturan kehati-hatian (prudential
regulation) dan pengawasan adalah sangat penting khususnya bagi perbankan. Hal ini karena kegagalan satu institusi bank dapat mendorong ketidakpercayaanmasyarakat yang
20
, \-/
,/
pada akhirnya dapat merusak stabilitas keuangan. Pengaturan dan pengawasan yang cukup menjadi sangat penting dalam pasar keuangan yang terbuka. Keduanya perlu dilakukan secara bersama karena peraturan yang baik tanpa implementasi yang baik juga akan sia-sia belaka.
Guna mengembangkan efektivitas pengawasan perbankan, telah dikembangkan apa yang disebut "Basle
principle". Selanjutnya perlu
adanya komitmen bersama untuk
pelaksanaan b asle p rinciple i ni s ecara s ungguh-sungguh agar n egara i ni pada akhirnya dapat memperoleh manfaat dari liberalisasi.
Aturan mengenai ijin pendirian dan likuidasi (entry and exit rules) perlu dibaut secara memadai untuk mencipatakan industri jasa keuangan yang sehat. Aturan seperti
pemberian secara
ijin, lisensi, transfer kepemilikan,
kebangkrutan dan likuidasi perlu diatur
jelas untuk menjaga agar perusahaan yang kurang baik dan tidak sehat dapat
dikeluarkan dari sektor keuangan. Dalam tahap selanjutnya, untuk mengantisipasi kegagalan dari lembaga keuangan,
diperlukan adanya skema asuransi deposito yang dapat menjadi jaring pengaman (safety net) apabila terjadi kegagalan perbankan.
Yang terakhir, pasar baik domestik maupun internasional dapat meningkatkan pengawasan atau monitoring yang lebih efektif terhadap lembaga keuangan. Pengawasan
berbasis pasar
ini (market
based monitoring) dapat melengkapi pengawasan yang telah
dilakukan oleh pemerintah terhadap lemb
2.4.
lembaga keuangan.
aga-
Posisi Indonesia Menghadapi Liberalisasi Jasa Keuangan
Berdasarkan komitmen lndonesia
di
WTO, pemerintah Indonesia
sepakat
membuka enam sektor, yaitu pariwisata, perdagangan, keuangan, maritim, konstruksi dan
bisnis. Dalam bidang keuangan atau jasa keuangan, sebagian besar negara telah membuat
komitmen untuk liberalisasi, khususnya perbankan dan asuransi. Kebanyakan masih berhenti sesuai peraturanyang ada, tetapi dengan tambahan bahwa tingkat akses pasar bagi penyediajasa luar negeri yang ada sekarang tetap dipertahankan.
Sejumlah negara maju dan beberapa negara berkembang membuat komitmen spesifik sesuai dengan Understanding on Commitments in Financial Services berisikan persyaratan spesifik yang berlaku untuk pembelian jasa keuangan oleh public bodies
2l
(badan usaha yang menjual saham-saham
di
pasar terbuka) dan the rights of
establishment (hak untuk mendirikan cabang usaha).
Khusus mengenai perbankan, perlu diperhatikan bahwa ketidakstabilan dalam sistem perbankan akan mempengaruhi perekonomian. Dalam sektor ini ditetapkan bahwa negara-negara anggota yang telah meratifikasi, memiliki hak untuk bertindak secara hati-
hati guna menghindari konsekuensi yang tidak diharapkan, sehingga tidak perlu mengambil tindakan yang bertentangan dengan kepentingan nasional mereka seperti memberi perlindungan terhadap para investor, depositor dan pemegang polis asuransi,
dan menjamin terpeliharanya integritas dan stabilitas sistem keuangan. Pengecualian diberikan pada negara anggota tersebut dalam penggunaan wewenang untuk menertibkan sistem keuangannya, seperti kegiatan bank sentral.
Dalam GATS, Indonesia memiliki dokumen schedule of commitment tanggal 15
April
1994, yang kemudian diperbaharui melalui suplemen pertarna 28
suplemen kedua 11
April 1997 dan terakhir
Juli
1995,
diperbaharui lagi dalam suplemen ketiga
tanggal 26 Februari 1998. Jasa keuangan menjadi tema sentral dalam perubahan suplemen-suplemen tersebut.
Disamping itu, Indonesia memiliki List of Article
II (MFN) Exemptions, pertama
tanggal 15 April 1994, yang kemudian diperbaharui dalam suplemen pertama tanggal 15
April
1994. Dalam suplemen kedua disebutkan bahwa lisensi bank
joint
venture,
diberikan dengan prinsip resiprocal. Secara umum boleh dikatakan bahwa hingga saat
ini, Indonesia belum memiliki
kebijakan nasional yang menyeluruh dan terpadu untuk menghadapi liberalisasi jasa keuangan. Hal
ini menyebabkan Indonesia belum
sepenuhnya siap mengikuti berbagai
ketentuan dari lembaga tersebut. Penyebab belum adanya kebijakan nasional atau kebijakan sektoral di bidang perdagangan jasa, antara lain masing-masing sektor belum
memiliki arah kebijakan, kemudian cakupan bidang jasa yang terlalu luas (ada 12 sektor dan sekitar 600 subsektor jasa), serta masih banyaknya regulasi yang belum disusun sesuai ketentuan WTO, serta permasalahan otonomi daerah yang terkait dengan peraturan daerah.
22
2.4.a. Agenda Berikutnya Seperti diketahui bahwa lndonesia telah memiliki komitmen dalam GATS untuk
ikut serta dalam liberalisasi perdagangan jasa keuangan. Saat ini posisi Indonesia boleh dikatakan belum
full
liberalized sehingga dalam perundingan-perundingan ke depan
mengenai liberalisasi jasa keuangan ini, Indonesia dapat secara gradual membuka lebih
lanjut hingga mencapai liberalisasi penuh. Namun patokan utama dari langkah liberalisasi
ini harus didasarkan pada proses deregulasi sistem jasa keuangan domestik,
penguatan
regulasi dan pengawasan serta penguatan institusi keuangan domestik. Pembukaan lebih
lanjut bagi penyedia jasa keuangan asing ke pasar domestik, hanya dan hanya dapat dilakukan jika dibarengi dengan proses deregulasi, penguatan regulasi, pengawasan dan instutusi jasa keuangan domestik.
Di sigfii terdapat dua hal.
Pertama adalah liberalisasi jasa keuangan dan kedua
adalah penguatan sistem jasa keuangan domestik melalui deregulasi dan reformasi. Hal
kedua bersifat superior terhadap hal pertama. Namun bisa juga kedua hal tersebut dijalankan secara bersamaan. Jika
di
dalam negeri proses penguatan jasa keuangan
domestik baik dari sisi regulasi, pengawasan maupun institusinya itu sendiri belum bisa terlaksana, maka sebaiknya delegasi Indonesia dapat mengambil posisi menunggu.
Karena itu, proses penguatan sistem jasa keuangan domestik
ini
merupakan
agendautama yangmendesakdanperludipercepatagar Indonesiadapatmempercepat proses integrasi ke pasar keuangan global, memperoleh manfaat dari liberalisasi dan meminimalisir resiko dari liberalisasi. Arah kebijakan ke depan yang diperlukan setidaknya penyusunan kebijakan yang
visi dimana jasa keuangan dipersiapkan secara total Hal ini diperlukan mengingat jasa keuangan memiliki arti
komprehensif dalam satu menghadapi liberalisasi.
penting untuk membawa perekonomian nasional menjadi lebih modern.
23
BAB-3
HUBUNGAN PERDAGAI\GAN DENGAN LINGKUNGAI\ HIDUP DAI\ INVESTASI
3.1.
Perdagangan dan Lingkungan Hidup
Hampir setiap hari baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja kita mendengar perkembangan ekonomi dalam maupun luar negeri. Berarti setiap hari telah
terjadi transaksi perdagangan barang dan jasa dari skala kecil sampai skala besar. Sebagai komoditas perdagangan, hasil alam merupakan subyek yang berperan penting dalam roda perekonomian setiap negara.
Seiring dengan kebutuhan dan tantangan akan pembangunan, maka pemanfaatan
sumber daya alam
di
beberapa negara khususnya rregara berkembang telah
mengakibatkan kerusakan lingkungan sebelum negara mencapai kemakmurannya.
Sebagai negara berkembang yang sedang sibuk membangun untuk mengejar ketertinggalan, sering kali kita mengesampingkan implikasi aktivitas ekonomi pada keberadaan dan kondisi lingkungan hidup. Jarang sekali kita temui kebijakan ekonomi
berjalan beriringan dengan kepentingan kebijakan pelestarian alam. Padahal ujung dari
kebijakan ekonomi yang tidak komprehensif selain akan menyebabkan keterpurukan ekonomi juga kerusakan lingkungan.
Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, dunia mencatat begitu banyak perubahan
yang sangat berarti dalam berbagai sendi kehidupan manusia sejalan dengan meningkatnya integrasi negara-negara ke dalam ekonomi global melalui liberalisasi perdagangan. Pada saat yang sarna, seiring dengan proses liberalisasi tersebut kita juga
mencatat bahwa dunia mengalarri penurunan kualitas lingkungan
hidup
secara
substansial, yang disebabkan o leh aktivitas global yang s emakin intensif. P erdagangan
barang yang terjadi
di tiap
negara pada kenyataannya tidak dapat diposisikan secara
terpisah dengan pemeliharaan lingkungan karena untuk mendorong pertumbuhan maka
hampir dipastikan terjadi eksploitasi sumber daya alam. Perkembangan ekonomi dunia
24
yang semakin mengglobal perlu memperhitungkan semua faktor yang mendukung keberhasilan dan kelancaran perekonomian tersebut. Kenyataan ini telah memunculkan sebuah kesadaran akan pentingnya pemahaman
mengenai keterkaitan antara isu perdagangan dan isu lingkungan hidup, dan oleh karenanya kedua isu
ini tidak bisa lagi ditempatkan dalam posisi yang berseberangan.
Melalui KTT Lingkungan Hidup dan Pembangunan (KTT Bumi) Rio de Janeiro tahun 1992 ml;Jai diadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development),
yaitu pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Sejak
itu, isu pembangunan
selalu
dikaitkan dengan lingkungan hidup, mengingat bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada dalam lingkungan
hidup secara bijaksana, efisien, dan memperhatikan kemungkinan pemanfaatan oleh generasi mendatang. Ditegaskan lagi pada pembentukan organisasi perdagangan dunia
(WTO), sebagai perluasan GATT, juga tidak terlepas dari pembahasan kaitan antaru perdagangan dan lingkungan hidup. Hal
ini tercermin dari hasil
Pertemuan Manakesh
Ministerial Conference pada tahun 1994 menghasilkan Marrakesh Decision atau dikenal juga dengan Decision on Trade and Environment keputusan ini memberi mandat kepada General Council WTO untuk membentuk Komite Perdagangan dan Lingkungan Hidup "Committee on Trade and Environment" (CTE). Selanjutnya pada konferensi tingkat
menteri dan deklarasi Doha membahas masalah hubungan antara
perdagangan,
lingkungan dan pembangunan dalam rangka meraih tujuan pembangunan berkelanjutan,
serta dimasukkannya ketentuan "labelling" yang terkait dengan lingkungan hidup.
Bagianiniakarrmembahasmasalahpe,aa/g;;e''dalampengelolaanlingkunganhidup€ sehubungan dengan sikap Indonesia menghadapi kecenderungan ini.
3.1.f
Perjanjian Internasional Bidang Lingkungan Hidup dan Sistem Perdagangan Internasional WTO Laju pembangunan yang te{adi di beberapanegaramaju maupun beberapa negara
yang merdeka setelah perang dunia kedua telah memunculkan masalah baru yang cukup
menghawatirkan karena terjadinya eksploitasi sumber daya alam untuk keperluan
25
ekonomi dan dampak yang ditimbulkan atas proses pembangunan. Beberapa decade sebelum kerusakan lingkungan hidup menjadi lebih parah, beberupa negaru menyadari
akan bahaya tersebut dan melakukan pertemuan untuk menanggulanginya. Sejumlah
perjanjian multilateral disusun dengan melibatkan banyak negara termasuk negara berkembang dan miskin untuk ditaati.
Selama
ini
masalah lingkungan hidup ditangani oleh perjanjian internasional
bidang lingkungan hidup, Multilateral Environment Agreements (MEAs) dan saat ini terdapat kurang lebih dari 200 perjanjian internasional yang berhubungan dengan lingkungan h idup. D iantara p e{anjian-pe{anjian t ersebut,
s
ebanyak 2 0 j enis p e{anjian
bersifat membatasi kegiatan perdagangan, khususnya perdagangan internasional. Dalam
MEAs terdapat peraturan yang melarang perdagangan produk-produk tertentu,
atau
peraturan yang membolehkan negara tertentu menghambat perdagangan dari negara mitranya dalam kondisi tertentu. Contohnya antaralain adalah:
a.
Montreal Protocol yang menghapus emisi bahan-bahan perusak lapisan ozon
(ozon depleting substance-ODS) bertujuan memberi perlindungan terhadap lapisan ozon. Salah satunya, yaitu CFC, telah dihapuskan dari daftar produk yang diperdagangkan secara intemasional sejak tahun 1997.
b.
Basel Convention yang mengaturlalu lintasperdagangan
i llegal limbahbahan
berbahaya (B3) antar negara, terutama dari negara maju (OECD) ke negara berkembang. Dalam konvensi
ini disepakati larangan ekspor limbah
berbahaya
dari negara maju ke negara berkembang seperti lndonesia. Indonesia sendiri, melalui Peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1999 jo. PP 85/1999 melarang limbah berbahaya dari negara lain ke Indonesia.
c.
Convention on lnternational Trade on Endangered Species/CITES, Konvensi Internasional yang mengatur perdagangan berbagai spesies tanaman maupun hewan langka dan terancam punah. Ketentuan
ini dimasukkan
dalam Appendix
dari konvensi tersebut. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik di daratan maupun di lautan, sangat berkepentingan agar konvesi ini (yang sudah diratifikasi oleh Indonesia) dapat ditaati.
d.
Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto mengatur kewajiban negara maju
(Annex 1) menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) rata-rata 5% di bawah
26
tingkat emisi tahun 1990. Hal ini mempunyai implikasi kewajiban negara maju menurunkan tingkat konsumsi energi yang mengeluarkan GRK yang dapat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi negara maju termasuk perdagangannya. Karena
itu, dalam protokol Kyoto telah
disepakati tiga
mekanisme perdagangan GRK yaitu Joint Implementation (JI), emission Tading
(ET), dan Clean Development Mechanism (CDM).
e.
Konvensi Roterdam yang mengatur perdagangan bahan-bahan kimia berbahaya
dan bersifat pollutan melalui mekanisme Prior Informed Consent (PIC). Perdagangan bahan polutan
ini
diatur dalam pembahasan Persistant Organic
Pollutants (POPs), yaitu bahan-bahan yang bersifat pencemarannya jangka panjang dan tidak terbalikkan. Bahan-bahan
ini
mencakup bahan-bahan kimia
bagi pertanian, bahan-bahan kimia dalam obat-obatan makanan, dan bahan-bahan
kimia industri.
f.
Konvensi Keaneragaman Hayati dan Protocol Cartagena mengatur kesepakatan antara berbagai pihak menegenai pergerakan lintas batas suatu organisme hidup
yang dihasilkan oleh bioteknologi modern daru suatu negara lain oleh seseorang
atau badan.Ketentuan dalam protokol dimaksudkan untuk menjamin adanya penanganan, penggunaan, dan pemindahan yang aman atas organisme hasil
modifikasi (OHM) yang mungkin dapat memberi dampak negatif
terhadap
kelstarian keanekaragaman hayati dan/atau komponen-komponennya, termasuk ekosistemnya. Pada satu sisi perjanjian-pedanjian
ini memiliki
tuJuan perlindungan bumi dan
lingkungan hidupnya. Namun pada sisi yang lain ketentuan ini tidak selamanya sejalan dengan paharn perdagangan bebas yang menjadi
inti dari perjanjian WTO,
sehingga
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar negara. Negara maju cenderung ingin
mengaitkan MEAs dengan WTO, melalui CTE. MEAs,
ymg sebagian besar
masuk
dalam sistem PBB bersifat tidak mengikat dan tidak mengatur "dispute settlement mechanism", sebagaimana WTO.
WTO tidak memiliki persetujuan khusus yang mengatur masalah lingkungan hidup. Namun demikian sebagaimana dikemukakan di muka, sejumlah persetujuan dalam
WTO mempunyai pasal yang berhubungan dengan lingkungan hidup.
27
Tujuan
pembangunm yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan hidup termuat dalam alinea Pembukaan Deklarasi Pembentukan WTO (Agreement Establishing the
rfTq.
Beberapa ketentuan (pasal-pasal) dalam persetujuan-persetujuan WTO yang terkait dengan lingkungan hidup:
o
Pasal 20 GATT: kebijakan yang mempengaruhi perdagangan barang untuk
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan dibebaskan dari ketentuan GATT yang normal dibawah kondisi tertentu.
o
Hambatan teknis atas perdagangan (TBT), dan ketentuan Sanitary and
Phyosanitary: memberi pengakuan yang tegas atas tujuan-tujuan pelestarian LH.
o
Pertanian : program LH dibebaskan dari pengurangan subsidi.
o
Subsidi dan tindakan balasan: membolehkan subsidi sampai 20% dan biaya
produksi perusahaan untuk menyesuaikan dengan peraturan-peraturan LH yang baru.
o
Kekayaan intelektual : pemerintah dapat menolak untuk tumbuhan, atau menyebabkan kerusakan serius pada LH (TRIPS pasal2T).
o
Pasal 14 GATT: kebijakan yang mempengaruhi perdagangan jasa dengan tujuan
untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan dibebaskan dari ketentuan GATS yang normal dalam kondisi tertentu. Penekanan pada kebijakan tentang lingkungan hidup
ini tergolong masih
baru.
Pada akhir perundingan Putaran Uruguay tahun 1994, para menteri perdagangan negaranegara peserta sepakat untuk memulai suatu program kerja yang komprehensif mengenai masalah perdagangan dan lingkungan hidup dalam WTO dengan membentuk CTE. CTE
mempunyai tugas yang berkaitan dengan semua bidang dalam sistem perdagangan multilateral. Tugasnya adalah melakukan kajian mengenai hubungan antara perdagangan
lingkungan hidup serta membuat rekomendasi mengenai perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dalam persetuj uan perdagangan. Tugas komite tersebut didasarkan atas dua prinsip penting yaitu: (1) WTO hanya
memiliki kompetensi dalam bidang yang berhubungan /terkait dengan
perdagangan.
Dengan kata lain, dalam bidang lingkungan hidup, tugas utamanya adalah mengkaji
28
permasalahan yang muncul sekiranya kebijakan-kebijakan mengenai lingkungan hidup
ebrpengaruh terhadap perdagangan. WTO bukan badan yang menangai lingkungan hidup, sehingga para anggotanya mengharapkan WTO tidak ikut campur dalam kebijakan lingkungan hidup di tingkat nasional atau internasional, atau ikut menetapkan standar lingkungan hidup karena ada organisasi internasional lainrrya yang khusus menangani masalah lingkungan hidup yang lebih tepat untuk tugas tersebut dibandingkan dengan
WTO; (2) Sekiranya komite tersebut berhasil mengindentifikasi suatu masalah, maka penyelesaiannya harus diarahkan pada upaya untuk memperkuat prinsip-prinsip sistem perdagangan WTO.
CTE menerapkan prinsip non diskriminasi dan transparansi tidak bertentangan dengan tindakan perdagangan dengan tindakan perdagangan yang dibutuhkan utuk
melindungi lingkungan hidup, termasuk tindakan yang diambil dibawah persetujuan lingkungan hidup. Disebutkan juga bahwa pasal-pasal dalam persetujuan mengenai barang, jasa dan kekayaan intelektual memberi kesempatan kepada pemerintah untuk memprioritaskan kebijakan lingkungan hidup dalam negeri mereka.
Komite Perdagangan dan Lingkungan Hidup (CTE) WTO berpendapat bahwa cara paling efektif untuk mengatasi masalah lingkungan hidup dunia adalah melalui
persetujuan lingkungan hidup.
Ini
melengkapi tugas-tugas WTO dalam mencari
penyelesaian atas masaalah perdagangan yang disepakati secara internasional. Dengan
perkataan
lain,
menggunakan peraturan dalam persetujuan lingkungan hidup
intemasional lebih baik dari pada upaya yang dilakukan suatu negara untuk mengubah kebijakan lingkungan hidup negara lain. CTE mencatat bahwa tindakan yang diambil untuk pelestarian lingkungan hidup seperti tindakan berupa hambatan terhadap perdagangan bukanlah satu-satunya tindakan
yang dapat diambil, dan belum tentu merupakan tindakan yang paling efektif. Ada alternatif lain seperti memberi bantuan teknologi ramah lingkungan, bantuan keuangan, pelatihan, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa isu penting yang menjadi perhatian dari CTE:
a.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
Apabila terjadi sengketa karena suatu negara mengambil tindakan dagang (seperti menerapkan bea atau hambatan impor) dibawah suatu persetujuan lingkungan hidup
29
di luar ketentuan WTO dan negara lain mempermasalahkan tindakan tersebut, apakah sengketa tersebut ditangani
Dalam hal
di
bawah WTO atau persetujuan lingkungan hidup?
ini CTE berpendapat
bahwa
jika
sengketa tersebut mengenai tindakan
perdagangan yang ada di bawah persetujuan lingkungan hidup dan kedua belah pihak
yang bersengketa sudah meratifikasi persetujuan t ersebut, maka mereka sedapatnya menyesaian sengketa tersebut
di bawah ketentuan
persetujuan lingkungan hidup.
Namun apabila salah satu pihak belum meratifikasi persetujuan
di
atas, WTO
merupakan forum satu-satunya yang mungkin untuk menyelesaiakan sengketa tersebut. Kecenderungan untuk menangani kasus
di bawah persetujuan lingkungan
hidpu bukan berarti bahwa masalah lingkungan diabaikan
di WTO. WTO
akan
membolehkan panel menilai suatu sengketa untuk memperoleh pendapat ahli mengenai suatu masalah lingkungan tertentu. b. Ecolabelling
Ecolabelling pada dasarnya adalah pemberian tanda (label) terhadap suatu produk yang menyatakan bahwa produk tersebut sejak dari bahan baku, proses produksi, pemasaran, konsumsi sampai
ke
pembuangan sampahnya bersahabat dengan
lingkungan. Ecolabelling adalah isu utama yang mengemuka keterkaitan antara masalah lingkungan yang berhubungan dengan Komite Technical Barrier to Trade
(TBT) yang mana diskusi dilakukan secara paralel dengan masalah CTE. Transparansi Anggota WTO harus menyediakan informasi sebanyak mungkin mengenai kebijakan lingkungan hidup yang telah disahkan, dan tindaknyffig akan dilakukan yang dapat berpengaruh pada perdagangan. Hal
ini dilakukan
dengan memberitahukan secara
resmi kepada WTO. S ekretariat WTO akan menghimpun semua informasi tersebut
dalam suatu data base ke Pusat pemcatatan Notifikasi (Central Registry of Notifications). Informasi tersebut dapat diakses oleh semua anggota. d. Barang-barang yang berbahaya (Dangerous Chemicals)
Isu ini merupakan isu yang sering diperdebatkan karena merupakan keprihatinan dari sejumlah negara berkembang yang khawatir terhadap beberapa produk berbahaya dan beracun yang diekspor ke pasar mereka tanpa cukup memperoleh informasi mengenai
30
kemungkinan behayanya produk tersebut terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
e.
Kaitan lingkungan hidup dengan hak kekayaan intelektual (HAKI) dan jasa
CTE mengatakan bahwa Agreement on Trade-Related Aspecs
of
lntellectual
Property Right (TRIPS) membantu negara-negara untuk mendapatkan produk dan teknologi yang berwawasan lingkungan.
Di
sektor jasa, CTE berkesimpulan bahwa
masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai keterkaitan antara GATS
dan
pelindungan lingkungan hidup.
Seiring dengan makin pesatnya liberalisasi perdagangan yang menghendaki sistem perdagangan bebas yang disepakati dalam WTO, maka prinsip dasar keterkaitan antara perdagangan dengan lingkungan hidup telah dituangkan kedalam perjanjian yang
bersifat bilateral, regional, serta multilateral. Dalam perjanjian tersebut terdapat berbagai ketentuan lingkungan hidup di bidang perdagangwt yang menetapkan standar produksi, metode produksi, norrna emisi, kesehatan, serta sanitary dan phytosanitary.
3.1.2 Perjanjian Internasional Bidang Lingkungan Hidup, Sistem
Perdagangan
Internasional dan Posisi Indonesia Berbagai kesepakatan global dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas merupakan bukti atas kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan
sosial. Munculnya kesadaran akan hal tersebut telah dimulai sejak Konferensi Pembangunan dan Lingkungan Hidup Stockholm, Swedia pada tahun 1972, dilanjutkan
ke Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992, dan diteruskan di Johannesburg, Afrika Selatan
tahun 2002. Dalam hal
ini
Indonesia telah berpartisipasi
di
dalamnya dan turut
menandatanganinya, dengan demikian Indonesia sepakat untuk melaksanakan dan menjadikannya acuan pembangunan nasional. Pada sisi yang lain lndonesia juga telah menjadi anggota WTO sejak dibentuknya sistem perdagangan internasional tersebut dan telah sepakat mengikuti tata carayang telah menjadi kesepakatan bersama. Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah bagaimana antisipasi dan kesiapan Indonesia dalam
3l
menghadapi dan berperan pada perdagangan bebas. Sebelum dapat menjawab pertanyaan tersebut akan sangat penting kiranya, kita kaji bersama kondisi perekonomian Indonesia, aset yang
dimiliki, dan permasalahan domestik yang dihadapi.
Secara geografis, Indonesia berada
di
kawasan katulistiwa. Kekayaan alam
lndonesia sebagai negara tropis meliputi hampir sepertiga dari hutan tropis di bumi ini dengan kekayaan alam yang berupa tumbuhan dan hewan berada
kerusakan lingkungan
di
di Indonesia. Namun
lndonesia kian hari kian parah. Berbagai kasus dari banyak
cacatan mengungkapkan segala bentuk pencemaran, penggundulan hutan, pemburuan
gelap, perusakan habitat, dan berkurangnya keaneragaman hayati setiap tahun bukan semakin surut jumlahnya. Hal itu jelas berdampak negatif terhadap kelestarian ekosistem secara menyeluruh termasuk kesehatan lingkungan.Belum lama
ini ditenggarai kerusakan
hutan di lndonesia mencapai 1,6 juta ha per tahun atau sekitar 3 ha per menit. Di dalam hutan hujan tropis Indonesia banyak menyimpan flora dan fauna yang berguna bagi ilmu pengetahuan, obat-obatan, kesehatan, bahan pangan alternatif, bahan baku industri, serta
berbagai kebutuhan umat manusia. Taman nasional, hutan lindung, dan kawasan konservasi yang terjaga kelestariannya menjadi tumpuan hidup masyarakat adat dan sangat bermanfaat bagi s ektor pariwisata. Jika hutan habis maka hilang p ula kekayaan hayatinya.
Dalam hal pengelolaan perkotaan, seperti juga di pertambangan dan kehutanan, lndonesia cenderung mengabaikan tata ruang dan daya dukung lingkungan. Tata ruang tidak tertata sebagaimana seharusnya sehingga telah menyebabkan kemacetan lalu lintas,
penumpukan sampah, pencemaran sungai, dan bencana banjir yang semakin sulit dikendalikan. Tidak heran kiranya kita dapati kekumuhan dimana-mana, menurunnya kualitas hidup, munculnya berbagai penyakit yang bersifat periodikal maupun penyakit baru. Otomatis biaya kesehatan menjadi mahal. Lingkungan yang kacau membuat warga rentan terhadap penyakit, tidak nyaman, bahkan cenderung stres dan mudah emosi.
Secara ekonomi, dibandingkan dengan negara-negara
di
kawasan Asia-pasifik
lainnya seperti Taiwan, Korea Selatan, Australia, Malaysia Singapura, Thailand, dan Jepang, Indonesia posisinya masih lemah. Memasuki tahun 2003, lndonesia masih menghadapi masalah disintegrasi agarna,
di beberapa wilayah,
perselisihan antar etnis dan
KKN, polusi, bencana alam, penyakit menular, persaingan dagang yang tidak
32
adil, dan kelaparan telah menghadang didepan mata. Kriminalitas dan pemakaian obat terlarang meningkat bahkan sebagian melanda generasi muda. Sebagai negara berpenduduk nomor empat
di dunia, konsumsi bahan pangan dan
energi jelas sangat besar dan meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan pertumbuhan
industri. Dengan kekayaan alam yang melimpah, ironisnya Indonesia masih menjadi negara yang miskin dan terbebani hutang. Masalah kemiskinan tidak kunjung dapat
diatasi bahkan semakin meningkat sejak krisis moneter 1997. Kesejahteraan belum tercapai justru kerusakan sudah mendahului. Terjadi jurang pemisah yang semakin lebar antara kelompok kaya dan miskin; berpendidikan dan terbelakang.
Sikap Indonesia terhadap perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia belum seketat perusahan-perusahaan tersebut
kerusakan lingkungan.
Di
di negara asalnya sehingga semakin menambah
negara asalnya mereka harus melengkapi pengolah limbah
dengan standar tinggi, harus menjaga lingkungan, dan harus menghormati masyarakat setempat. Standar yang mereka laksanakan di negaranya tidak demikian halnya manakala
ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan asing tidak lagi mempedulikan lingkungan dan masyarakat lokal. Hal ini bisa terjadi karena peraturan, hukum, dan sudah masuk
manajemen pemerintah yang lemah, mental aparat yang tidak terdidik, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya menj aga lingkungan.
Dalam percaturan internasional, posisi tawar menawar, Indonesia masih sangat
lemah. Dalam berbagai kasus khususnya menghadapi penolakan ekspor sejumlah komoditi andalan ke negara tujuan seperti ke Jepang dan Amerika dengan alasan sistem penangkapan ikan dan sebagainya telah telah merugikan Indonesia. Hampir tidak pemah
dilakukan pembelaan sejumlah kasus semacam itu, meskipun tidak jarang merupakan upaya tersembunyi negara maju.
Dengan demikian Indonesia perlu melakukan langkah-langkah strategis dalam menghadapi GATTAVTO khususnya terhadap maksud tersembunyi dari negara-negara maju dalam rangka menguasai negara berkembang. Selain itu, sudah waktunya Indonesia memperhitungkan sejumlah aset alam yang dimilikinya untuk kepentingan ekonomi yang
lebih seimbang dalam perdagangan internasional dengan negara-negara maju yang berbasis teknologi tinggi.
JJ
Berbagai upaya dan kesepakatan intemasional telah dibuat untuk melindungi lingkungan hidup yang telah menyokong laju perekonomian dunia, namun tetap terjadi
pelanggaran
di beberapa tempat. Pandangan
dan kepentingan negara maju
akan
kelangsungan ekonominya ternyata berbeda dengan kepentingan dengan berkembang. Negara maju berpendapat bahwa negara berkembang terlalu mengeksploitasi sumber daya alamnya sehingga dipandang mengesampingkan kelestarian lingkungan sehingga diberlakukan berbagai standar dan kuota yang akhirnya menghambat kelancaran arus perdagangan negara berkembang.
Di sisi lain negara berkembang berupaya meningkatkan
ekspornya untuk mendapatkan income yang memadai. Oleh karena itu tedadi ketidak adilan dalam perdagangan internasional karena kebijakan yang diberlakukan berdasarkan standar negara maju.
Pembangunan berwawasan lingkungan tampaknya masih belum dilaksanakan atau cenderung masih merupakan teori. Meskipun brdonesia telah menindaklanjuti KTT
Bumi di Rio dengan menyusun Agenda
2l
nasional yang berpedoman pada Agenda
2l
global namun persepsi pembangunan berwawasan lingkungan lebih mahal daripada pembagunan nasional yang telah dan sedang dilaksanakan. Karena dalam praktiknya
pembangunan berkelanjutan dianggap menghambat pembangunan nasional. Beberapa
evaltfYtelah dilakukan dan menunjukk an
tand.a-tanda kerusakan lingkungan, seperti:
kerusakanhutan,banjir dimusimhujanmaupun yangbersifatkiriman akibansampah menumpuk di aliran sungai, kekurangan air di musim kemarau, pencemaran air tawar,
dan laut, udara dan tanah, yang telah merembet ke pencemaran bahan makanan oleh logam berat dan dioksin, bahkan pencemaran air susu ibu oleh pestisida. Ini mengancam berkelanjutannya pembangunan kita. lnvestasi asing akan meninggalkan Indonesia akibat
ancaman banjir setiap saat sehingga mengganggu bisnis mereka, rusaknya sejumlah
komoditi ekspor baik dari segi kualitas barang maupun sistem delivery dan transportasi yang tidak handal, sistem distribusi, maupun konsistensi dan keberlangsungan produk.
Dampak yang cukup berbahaya akibat dari berbagai macam polusi adalah menurunnya kualitas sumber daya m anusia sehingga tidak mampu b ersaing kemampuannya dengan SDM dari negara lain yang lebih sehat, berpendidikan, dan bermoral.
Menyikapi masalah lingkungan hidup dalam konteks perdagangan bebas harus dilakukan melalui dua tingkat yaitu: a) tingkat nasional dan b) tingkat internasional.
34
a.
Tingkat nasional Lingkungan hidup terinkorporasi dalam konsep pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan hal-hal sbb: penggunaan SDA (khusus tak terbaharui) minimal, penggunaan energi (khusus tak terbarukan) seminimal mungkin, penciptaan limbah
(khususnya bahan beracun berbahaya) dan pollutan seminimal mungkin. Lokasi usaha memperhitungkan daya dukung lingkungan dan daya tampung pencemaran.
Menjaga kelestarian dan fungsi ekosistem. Menghasilkan barang dan jasa secara berkelanj utan sehingga meningkatkan kualitas hidup generasi berikutnya.
Kebijakan pengelolaan lingkungan harus lebih difokuskan pada sumber daya alam secara berkelanjutan dengan pengendalian polusi dan limbah. Sehingga kondisi
dalam negeri terpelihara standar kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup. Sedapat mungkin standar yang diterapkan setingkat dengan yang berlaku secara internasional. Kebijakan lingkungan sudah harus dimulai dari proses produksi di dalam negeri sampai dengan distribusi dan perdagangan ke luar negeri.
Di dalam negeri perlu dirangsang menghasilkan produk ramah lingkungan
dengan
kebijakan fiskal untuk mengkompensasi kenaikan biaya domestik akibat intemalisasi biaya eksternal lingkungan.
b.
Tingkat internasional Pengaruh dari konvensi intemasional yang mengatur sumber daya alam global milik bersama ( lintas negara), seperti udara (penipisan lapisan ozon, pemanasan bumi),
hutan (keanearagaman hayati), air (pencemaran laut, pengangkutan bahan beracun berbahaya antar negara), dll. Pengelolaan sumber daya alam global milik bersama
di
dunia bergeser dari pendekatan komando, kontrol, dan reguasi menjadi
pendekatan pasar menggunakan mekanisme harga. Harus ditanamkan rasa memiliki dan keselamatan bersama tanpa terkecuali.
Dalam hubungan
ini lahir : a) Kebutuhan
mengembangkan pajak karbon untuk
merangsang substitusi ke non-karbon energi dan konservasi energi; b) Treadeble
35
permit menjualbelikan rjin mengeluarkan emisi sampai
ke tingkat yang
dimungkinkan; c) Debt for natur swap; d) penerapan ecolable ISO 14000 dan sertifikasi layak lingkungan pada produk yang memenuhi syarat lingkungan dalam
perdagangan;
e) Memberdayakan
dispute mechanism dalam WTO untuk
menampung perlakuan penyalahgunaan lingkungan untuk proteksi perdagangan.
Di luar negeri harus diusahakan tumbuhnya level playing field yang sama melalui differential /axes untuk menampung biaya lingkungan. Dan inilah yang harus menj adi fokus negosiasi perundingan.
Lingkungan harus diinternalisasi dalam perdagangan
dan ytrrg
harus
diperjuangkan adalah : a) Langkah menyamakan level playing fiels antar negara dalam
perdagangan;b)Memberdayakandisputemechanismuntukmencegahpenyalahgunaan lingkungan untuk proteksi.
3.2
Perdagangan dan Investasi Perang
dunial danII pada awal abadXX
sebenarnya dipicu olehgesekan dan
konflik perdagangan antara negara-negara di kawasan eropa, Jepang, dan Amerika. Selanjutnya kombinasi konflik politik dan ekonomi pedagangan membuahkan hasil
integrasi ekonomi internasional, dengan berdirinya Bank Dunia sebagai lembaga keuangan internasional yang kokoh sampai saat ini, Dana moneter lnternasional (IMF),
Organisasi Perdagangan Internasional (ITO), Perjanjian Umum mengenai Perdagangan dan
Tariff (GATT) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). lntegrasi ekonomi internasional diilhami oleh adanya teori daya saing yaitu
keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dicetuskan oleh David Ricardo dan
dikembangkan oleh ekonom Swedia
Eli
Hecksher dan Bertil Ohlin; keunggulan
kompetitif (competitive advantage) yang dicetuskan oleh Michael Porter; dan nilai tambah (value added) yang merupakan jumlah balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
dalam bentuk upah, sewa tanah, bunga dan keuntungan. Pada dasamya perdagangan internasional harus memberikan manfaat dan keuntungan pada kedua belah pihak yang melakukan transaksi perdagangan. Perdagangan intemasional menciptakan keuntungan
36
dengan memberikan peluang pada setiap negara untuk mengekspor barang dan jasa yang
faktor produksinya menggunakan sumberdaya yang melimpah, dan mengimpor barang dan jasa yang faktor produksinya langka atau mahal
jika diproduksi di dalam
Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap
negila melakukan
negeri.
spesialisasi
produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar. Pada
mulanya
negara-negara berkembang dan negara dunia ketiga lainnya
mengikuti mashab proteksionisme untuk pengembangan industri-industri yang baru tumbuh dengan perlindungan tariff dan tata niaga impor, tetapi dengan adanya GATT dan
selanjutnya WTO, negara-negara berkembang seperti lndonesia yang menganut perekonomian terbuka secara perlahan dan bertahap melakukan integrasi ekonomi global.
Tidak saja transaksi perdagangan barang dan jasa, tetapi juga berkembang hingga pertukaran antar negara atau intemasional dengan asset-aset yang mengandung resiko seperti saham, valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak,
bahkan setiap negara melakukan diversifikasi kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan kesej aht er aanny a.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan sebagian negara-negara di Asia sejak tahun 1997 dan dampaknyamasih terasa sampai saat ini, merupakan konsekuensi dari
keterbukaan ekonomi, tidak
saja
intemasional barang dan jasa tetapi
merupakan dampak negatif
juga
dari
perdagangan
merupakan dampak negatif dari perdagangan
atau transaksi asset-aset yang mengandung resiko seperti valuta asing, saham (stocks) dan
obligasi (bonds). Pada saat terjadinya perbedaan suku bunga portfolio (kumpulan berbagai saham atau obligasi)
di dalam negeri dan di luar negeri (teori
interest rate
parity), maka terjadi aliran portfolio dari negara yang mempunyai suku bunga yang lebih rendah ke negara yang mempunyai suku bunga yang lebih tinggi (capital inflows). Sebelum krisis, suku bunga
di tndonesia lebih tinggi dibandingkan tingkat suku bunga
intemasional menyebabkan banyaknya kapital yang masuk, yang didominasi oleh portfolio intemasional jangka pendek. Krisis keuangan timbul, salah satunya disebabkan
oleh banyaknya portfolio intemasional jangka pendek yang diinvestasikan
kepada
proyek-proyek jangka panjang, sehingga terjadi mismatch pembiayaan investasi yang rentan terhadap gangguan eksternal (ekstemal shocks).
3t
Dalam pengertian dapat dibagi menjadi
2
di
atas, perdagangan bebas atau perdagangan internasional
(dua) objek komoditi perdagangan yaitu: (1) perdagangan
internasional barang dan jasa yang transaksinya ditentukan oleh harga dari barang dan
jasa tersebut; dan (2) perdagangan internasional investasi (stocks and bonds) yang transaksinya ditentukan oleh tingkat suku bunga dari asset-aset (portfolio) tersebut. Daya
saing perdagangan barang dan jasa ditentukan oleh tingkat efisiensi produksi dan distribusi dari barang dan jasa tersebut, sedangkan daya saing perdagangan investasi ditentukan oleh tingkat efisiensi pasar uang dan modal
di negara yang bersangkutan.
Karena jenis investasi berupaportfolio merupakan salah satu jenis komoditi perdagangan,
rule yang berlaku untuk jenis perdagangan ini similar dengan perdagangan barang dan jasa. Oleh karena itu, sub-bab dalam kajian ini lebih menitik beratkan kepada hubungan
perdagangan bebas dengan investasi
asing secara langsung (foreign direct
invetment/FDl), khususnya untuk Indonesia.
Dari sisi perpektif WTO, aspek yang terpenting dan relevan dari FDI
adalah
keterkaitan antara FDI dengan perdagangan dunia khususnya dari sisi pertumbuhan ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Secara empiris membuktikan bahwa FDI dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan efisiensi dari penggunaan resources yang langka. FDI
telahberhasilmenstimulasipertumbuhanekonomikhususnyadibanyaknegara-negara
miskin di dunia. Kepentingan terhadap FDI dalam tatanan perdagangan internasional
telah terstimulasi dengan persepsi bahwa FDI dengan perdaganga intemasional merupakan 2(dua) sisi dalam satu keping mata uang yang sama, kadangkala sebagai
alternatif, tetapi meningkat menjadi sebagai komplemen dalam pasar perdagangan internasional. Hubungan mereka terlibat dalam berbagai macam cara dan bentuk perdagangan.
Pada tingkat multilateral, WTO's General Agleement on Trade and Services,
termasuk dalam peraturan "commercial presence" dinyatakan bahwa FDI merupakan prasyarat
untuk
banyak jasa-jasa ekspor (tidak ada hubungannya dengan peraturan
commercial presence dalam General Agreement on Tariff and Trade,
yffig mengatur
perdagangan barang). Pada awalnya peraturan yang menyangkut pengembangan FDI
tidak menarik, karena adanya beberapa kritik tentang kemungkinan dampak negatif dari
FDI. Pada home country dimana terjadi outflow of capital, FDI menyebabkan ekspor
38
perkerjaan dan sebagai tekanan turunnya nilai upah. Pada host country dimana terjadi
inflow o f c apital,
F
DI menyebabkan k ekhawatiran
neraca pembayaran, tentang potensi monopoli
di
t erhadap m edium-term i mpact p ada
pasar dalam negeri, dan pengaruh
dominasi FDI terhadap kemampuan pemerintah setempat dalam mengatur ekonomi.
Kekhawatiran terus bertambah dengan adanya perjanjian multilateral yang memungkinkan te{adi konflik dengan kepentingan atau kebijaksanaan pemerintah setempat tentang FDI.
Kenyataan empiris membuktikan bahwa kekhawatiran tersebut tidak beralasan dan mengukuhkan hubungan perdagangan dengan FDI adalah sangat penting, khususnya
untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada saat terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, FDI tidak rentan terhadap gangguan eksternal seperti terjadinya
fluktuasi valuta asing, bahkan FDI dapat tetap bertahan dan menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi dalam kondisi krisis apapun dannegaramiskin bagaimanapun.
FDI adalah sangat berkaitan dengan Multi National Corporations (MNC). Setelah pendahuluan ini, section-dua membahas mengapa FDI dibutuhkan/diperlukan dan kaitan
antara
FDI dan MNC;
section-tiga membahas pengaruh
FDI terhadap neraca
pembayaran, struktur pasar domestik, dan kedaulatan dan kebijakan ekonomi nasional,
section-empat adalah membahas bagaimana FDI meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dari negara penerima investasi (host country), dan section terakhir adalah kesimpulan.
3.2.1 FDI dan Perusahaan Multinasional FDI adalah investasi yang dilakukan oleh investor dari
suatu Negara (home
country) pada Negara lain (host country) dengan intensitas manajemen yang ketat terhadap asset-asset perusahaan dari perusahaan induknya terhadap asset-aset yang ada di
negara lain. Dari sisi dimensi manajemen, terdapat perbedaan antara FDI dengan investasi portfolio seperti saham, obligasi dan instrumen keuangan lainnya. FDI
mengintegrasikan antara investor dan assetnya kedalam suatu perusahaan (business firm).
P ada u
mumnya i nvestor d inamakan s ebagai i nduk p erusahaan ( parent firm) d an
asset yang ada
di host country dinamakan "affiliate" atau "subsidiary''. Induk perusahaan
biasanya dinamakan sebagai Multinasional Corporation (MNC). Ada 3 (tiga) kategori
39
dalam FDI, yaitu: (a) equity capital, adalah merupakan nilai investasi dari MNC yang diinvestasikan di Negara lain; (b) reinvested earning, adalah pendapatan yang ditahan yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham MNC, tetapi pendapatan/keuntungan yang ditahan tersebut diinvestasikan kembali pada
ffiliate;
dan (c) modal lainnya, adalah
merupakan pinjaman baik jangka pendek atau panjang antara MNC dengan Aset yang
ffiliate.
dimiliki oleh perusahaan multinasional tidak saja berupa aset phisik,
tetapi yang lebih penting adalah aset non-phisik (intangible asset) khususnya intellectual
property seperti teknologi, brand names dan copyrighrs, ditambah dengan human capital yang berupa tenaga ahli. Dalam banyak literature tentang MNC menyebutkan bahwa teknologi merupakan driving agent bagi terciptanya internasionalisasi operasi perusahaan multinasional. Fakta menyatakan bahwa aset-aset tersebut dapat dieksploitasi dalam skala besar dan membuat perusahaan menjadi kompetitif secara internasional. Pada banyak
jenis industri, untuk menjadi kompetitif pada pasar internasional (foreign market), pensuplai barang dan jasa harus mendekati pasar. Oleh karena itu, FDI merupakan wadah
atau cara bagi perusahaan multinasional untuk mendekati pasar yang sesuai dengan physical presence pada pasar domestik.
Ada beberapa alasan mengapa operasi MNC menjadi superior dan kompetitif dalam memproduksi barang dan jasa. Pertama, banyak perusahaan multinasional menerapkan atau menekankan strategi
FDI
secara vertical, dimana perusahaan
menempatkan tahapan produksi yang berbeda pada negara yang berbeda. Jenis investasi
ini tipikal dapat dilihat
sebagai hasil dari berbagai perbedaan biaya dasar (input cost)
pada berbagai negara. Sebagai contoh, perusahaan akan menempatkan tahapan produksi yang m emerlukan b anyak t enaga k
e{a (labor i ntensive)
p ada n egara yang m empunyai
biaya tenaga kerja rendah atau perusahaan akan menempatkan tahapan produksi yang terkonsentrasi pada pengolahan sumberdaya alarn, pada negara yang mempunyai sumberdaya alam yang melimpah. Dengan kata lain, perushaan multinasional selalu mengupayakan untuk meminimalisasi biaya produksi dengan menempatkan lokasi
produksi
di
berbagai negara dan memanfaatkan perdagangan sebagai sarana suply-
demand bagi barang dan jasa yang diperlukan atau dihasilkan baik sebagai input maupun sebagai keluaran produk.
40
Kedua, banyak juga perusahaan multinasional menerapkan strategi FDI secara
horizontal, dimana kegiatan tahapan produksi yang sama/similar diselenggarakan pada negara yang berbeda. Motivasi dari jenis investasi FDI ini biasanya mempertimbangkan:
(1) biaya tranportasi dari suatu barang dengan rasio antara berat dan nilai
barang
mungkin sangat tergantung pada produksi stempat yang lebih menguntungkan; (2) produksi barang yang diperlukan dengan mendekati konsumen; (3) produksi lokal (produksi MNC pada host contry) membuat lebih mudah untuk mengadaptasi standar produk barangdomestik yang dibutuhkan; dan
()
produksi local menghasilkan informasi
yang lebih baik tentang kompetitor lokal yang memproduksi barang yang sama. FDI mungkin juga digerakkan oleh adanya trade barrier, baik ukuran-ukuran yang berlaku
-
"tariff jumping" FDI- atau dengan maksud mengurangi kemungkinan-kemungkinan ukuran-ukuran proteksi di masa mendatang, yang biasa dipanggil dengan "quo pro quo" FDI. Biasanya suatu perusahaan yang memutuskan untuk melakukan FDI, mempunyai
alasan yang kuat mengapa perusahaan tersebut lebih menyukai untuk melakukan internalisasi asset-aset perusahaan pada host country dari pada mengeksploitasi aset-aset
melalui lisensi. Sebenarnya banyak literature telah mengidentifikasi keuntungankeuntungan dari internalisasi tersebut, salah satunya adalah menghindari besarnya biaya
transaksi (transaction cost) dengan adanya transaksi pasar yang panjang dan berbelit.
Motivasi lain dari intemalisasi asset-aset perusahaan adalah bahwa pasar eksternal untuk teknologi mungkin mempunyai nilai yang relatif lebih rendah terhadap nilai teknologi tersebut bilamana perusahaan langsung mengembangkannya
di host country.
Sebagai
contoh, untuk mengeksloitasi teknologi tertentu mungkin diperlukan bahwa pelaksanaan
teknologi tersebut harus berada
di lokasi,
atau perusahaan memperkejakan seseorang
yang mempunyai keahlian khusus dan ketrampilannya tidak ada dinegara manapun; sehingga, teknologi tersebut lebih bernilai bilamana dilaksanakan
di dalam organisasi
perusahaan (inside organization) yang bertanggung jawab atayu lebih mengerti tentang penciptaan teknologi tersebut dibandingkan dengan di luar organisasi perusahaan (outside organization).
41
3.2.2 FDI dan Kebijaksanaan
Perdagangan
Kebijaksanaan perdagangan dapat mempengaruhi insentif bagi
MNC untuk
menyelenggarakan FDI seperti yang telah disinggung di atas. Penerapan tariff yang tinggi
mungkin dapat mendorong tariffjumping FDI untuk melayani pasar domestik. Jenis lain
dari import barrier juga mempunyai dampak yang sama dengan penerapan tariff tinggi
tersebut. Sebagai contoh, pabrik otomotif jepang mulai memproduksi kendaraan bermotor di Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS), yang dengan terpaksa dalam rangka mengatasi import barrier yang diterapkan oleh UE dan AS yang dikenal sebagai
"voluntary export restrains" agreement (VERs) yang membatasi jumlah
kendaraan
bermotor yang dikirimkan langsung dari Jepang sebagai home country. Oleh karena itu,
FDI mungkin diselenggarakan dengan tujuan untuk mengurangi tekanan akan ancaman proteksi, dengan kondisi bahwa quid pro quo investment dimotivasi oleh keyakinan bahwa tambahan biaya produksi yang dilakukan intemasional akan lebih
kecil dari biaya kopensasi
di pasar host country
atau pasar
akibat kemungkinan diterapkannya
import barrier baru terhadap ekspor barang yang telah berjalan pada pasar tersebut. Hal
ini te{adi pada waktu Jepang memutuskan untuk menyelenggarakan FDI di AS dalam rangka mengurangi resiko dimana AS menerapkan proteksi terhadap kendaraan bermotor buatan Jepang melalui antidumping dan escape clause actions. Ada b eberapa h ost c ountries d engan s engaj a m enggunakan t ariff t inggi s ebagai
suatu insentif untuk mendorong dilakukannya investasi terutama FDI, tetapi empiris membuktikan bahwa manfaat dari kebijaksanaan ini mungkin masih terbatas. FDI yang
dilakukan akibat dari pasar yang diproteksi cenderung mengambil bentuk stand-alone production units, yang diarahkan untuk mengisi pasar domestik dan tidak ditujukan untuk meningkatkan daya saing atau kompetisi pada produksi ekspornya. Lebih jauh, penerapan
tariff yang tinggi khususnya pada raw materials dan intermediate inputs dapat lebih jauh mengurangi daya saing internasional, terutama jika input lokal lebih mahal atau kurang
baik kualitasnya. Biasanya untuk mengatasi dampak negatif dari penerapan tariff tinggi pada input produksi, host country seringkali memberikan skema duty drawback untuk input yang berasal dari luar negeri yang diperlukan untuk produksi yang ditujukan untuk ekspor. Hal ini merupakan package insentif standar yang diberikan kepada investor asing , khususnya pada zona proses ekspor (export processing zones).
42
Tingkat proteksi bagi barang dan jasa impor yang rendah bahkan dapat menjadi maknet yang kuat untuk menarik export-oriented FDI dibandingkan dengan menerapkan skema duty drawback. Hal
ini dapat dilihat pada aliran FDI yang masuk ke negara-negaru
Asia yang pasarnya relatif lebih terbuka dibandingkan dengan pasar beberapa negara Amerika Latin, yang mana berdasarkan studi yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa negara-negara Asia cenderung dapat menarik export-oriented FDI, sementara negara-negara Amerika
Latin cenderung menarik local market-oriented FDI. Fakta
menunjukkan bahwa tariff yang rendah merupakan strategi yang lebih baik bagi host country dalam rangka menarik investasi yang lebih besar terutama FDI dan merupakan langkah menuju terciptanya integrasi ekonomi lokal terhadap ekonomi global. Tariff yang rendah merupakan suatu insentif yang lebih pasti dibandingkan dengan skema duty
drawback yang tergantung kepada kredibilitas regime pemerintahan pada host country. Keputusan investasi lebih didasarkan kepada pertimbangan jangka panjang, sehingga keputusan investor tentunya sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian yang melekat pada ketahanan skema duty drawback atau paket insentif lainnya yang dapat ditarik kapan saja atas perubahan kebij aksanaan pemerintah.
Kebijaksanaan perdagangan dapat mempunyai dampak yang siknifikan terhadap
aliran FDI. Yang biasanya sering menjadi pertanyaan adalah FDI dapat mengurangi kemampuan ekspor dari home country dan atau dapat meningkatkan impor dari home
country, dan selanjutnya mempunyai dampak yang negatif terhadap ketanagakerjaan dan neraca pembayaran
pada
keadaan
home country. Dilain pihak, FDI
menyebabkan pengurangan impor dari host country dan peningkatan ekspor dari host
country. Pandangan tentang FDI seperti ini merupakan pemikiran yang tradisional yang cenderung memfokuskan kepada kemungkinan penggunaan produksi asing melalui MNC sebagai suatu substitusi untuk ekspor bagi pasar asing. Pandangan tradisional
ini menyatakan bahwa FDI dan ekspor dari home country
adalah sebagai substitusi, bukan sebagai suatu komplemen.. Pemikiran ini mengabaikan kompleksitas dari hubungan ekonomi global secara kontemporer. FDI yang menyebabkan berpindahnya produksi ekspor dari home country ke host country, tidak berarti bahwa
total ekspor dari home country kepada host country akan berkurang. Perpindahan produksi pada host country justru dapat menstimulasi peningkaan ekspor bagi
A-
+.J
intermediate goods dan jasa yang berasal dari home country, sehingga dari total ekspor dari home country belum tentu berkurang bahkan bias saja meningkat. Tetapi yang lebih pasti bahwa tujuan FDI adalah dalam rangka meningkatkan dayasaing hasil produksi di
host country karena berbagai alasan seperti murahnya biaya tenaga kerja atau biaya
faktor-faktor produksi lainnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan multinasional dan selanjutnya
juga dapat meningkatkan neraca pembayaran
bagi home country. Lebih jauh, jika FDI dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi bagi
host country, maka akan meningkatkan permintaan (demand) impor barang dan jasa, termasuk barang dan jasa dari home country.
FDI juga tidak secara
otomatis
meningkatkan impor bagi home country. Sebelum FDI direlokasi pada negara lain atau host country, beberapa input dari faktor produksi mungkin di impor dari negara lain, dan
bilamana FDI direlokasi pada negara
lain sebagai
host country yang mempunyai faktor
produksi yang relatif lebih banyak, maka kebutuhan impor bagi home country akan berkurang. Dari sini dapat dilihat bahwa FDI dan impor dari home country mungkin dapat menjadi sebagai suatu substitusi atau suatu komplemen.
Oleh karena itu, tidak mudah untuk menentukan hubungan antara FDI dengan
di home country maupun di host country. Hal ini dinamisnya penyelenggaraan FDI terutama di host country
kebijaksanaan perdagilgon, baik disebabkan oleh pengaruh
seperti terciptanya peningkatan daya saing, inovasi, produktifitas, tabungan dan formasi
modal. Fakta membuktikan bahwa hubungan antara perdagangan dan FDI ternyata lebih
komplek daripada yang diperkirakan. Akan tetapi, setidaknya analisa hubungan antara perdagangan dan
FDI dapat mengetahui pengaruh FDI terhadap neraca pembayaran,
struktur pasar domestik, kedaulatan dan kebijakan ekonomi nasional, dan peningkatan efisiensi penggun&rn sumberdaya dari negara penerima investasi (host country).
3.2.3
Pengaruh FDI terhadap Neraca Pembayaran
2 (dua) aspek FDI yang sering didiskusikan adalah transfer teknologi (transfer technology) dan penciptaan lapangan pekerjaan (employment), yang dipertimbangkan sebagai implikasi meningkatnya daya saing suatu negara, sehingga
selalu
berupaya
memberikan insentif untuk menarik investasi dalam bentuk FDL Namun sedikit sekali
dilakukan pembahasan mengenai biaya yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan FDI.
AA
Dalam sejarahnya, pembahasan manfaat dan biayapenyelenggaraan FDI menimbulkan perdebatan yang seringkali controversial.
Di satu pihak,
pendukung FDI menyatakan
bahwa FDI memberikan manfaat melalui tranfer teknologi kepada host country, memperluas wilayah perdagangan, menciptakan lapangan pekedaan, mempercepat perkembangan pembangunan, dan mempercepat integrasi terhadap pasar global.
Di lain
pihak, penentang FDI menyatakan bahwa FDI menciptakan masalah neraca pembayaran, mengizinkan eksploitasi sumberdaya manusia dan alam secara berlebihan pada pasar host
country, dan secara umum mengurangi kemampuan host country untuk mengatur perekonomiannya. Perdebatan selama manfaat dari penyelenggaraan
FDI
ini
telah mengarah kepada makin banyaknya
yang ditandai dengan makin banyaknya negara maju
dan berkembang yang mengadopsi kebijaksanaan atau strategi
pembangunannya
berdasarkan peningkatan integrasi pada pasar global.
Esensi dari pandangan tersebut
di
atas mengandung arti
bahwa manfaat dari
masuknya modal ke host country adalah meningkatnya pendapatan host country yang dihasilkan dari investasi akan lebih besar dari pada meningkatnya pendapatan investor. Dengan kata lain, sepanjang FDI dapat meningkatkan output nasional, dan peningkatan
ini tidak
sepenuhnya diperoleh oleh investor, maka host country akan memperoleh
manfaat yang jauh lebih besar. Selain manfaat dari tranfer teknologi, manfaat penting lainnya dapat berupa meningkatnya upah tenaga kerja bagi pekerja domestik, harga yang
lebih murah atau kualitas barang yang lebih baik bagi konsumen, dan pemerintah mendapatkan manfaat dengan meningkatnya pendap atan paj ak.
Akan tetapi, bagi pengkritik FDI menyatakan bahwa gambaran yang diterangkan
di atas telah mengabaikan biaya yang
ditimbulkan bersamaan dengan masuknya
investasi berupa FDI. Pengkritik berargumentasi bahwa dampak awal dari masuknya FDI pada neraca pembayaran host country mungkin
positil dampak dalam jangka menengah
adalah seringkali negatif, karena MNC biasanya meningkatkan impor barang antara (intermediate goods) dan jasa-jasa, dan dimulainya keuntungan yang diperoleh oleh repatriate. Hal ini menunjukkan komplemen yang kuat antara FDI dengan ekspor dari
host country dari pada FDI dengan impor dari host country. FDI pada negara yang mempunyai tingkat proteksi impor yang tinggi cenderung menjadi kurang export-
45
oreiented dibandingkan FDI pada negara dengan tingkat proteksi yang relatif lebih rendah. Sebagai gambaran dari biaya
FDI yang timbul adalah permintaan terhadap valuta
asing (foreign exchange) bersamaan dengan masuknya investasi berupa FDI, melebihi dari kecukupan suplai valuta asing yang ditimbulkan oleh adanya FDI. Disini, kelayakan
FDI tergantung pada perbandingan jumlah biaya yang ditimbulkan oleh dampak dari pasar valuta asing dan manfaat dari FDI yang mungkin berupa tranfer teknologi dan
efek dinamis, seperti meningkatnya tabungan domestik dan investasi. Biaya FDI yang ditimbulkan akibat dampak dari pasar valuta asing, tergantung dari penerapan sistim nilai tukar pada negara tersebut. Pada sistem nilai tukar fleksibel, setiap gangguan pada neraca antara suplai dan permintaan valuta asing akan dikoreksi oleh pergerakan dari nilai tukar
mata uang domestik terhadap mata uang negara mitra dagang, dalam hal adanya FDI
yang biasanya meningkatkan permintaan terhadap valuta asing,
maka mata uang
domestik terdepresiasi. Jika suatu negara menerapkan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rates), peningkatan
net terhadap valuta asing akan menghasilkan
suatu
pengurangan surplus atau meningkatkan defisit pada neraca pembayaran. Dalam perpektif ini, pertama, rata-rata, masuknya FDI mempunyai dampak positif yang besar terhadap ekspor host country daripada impor host country. Bilamana te{adi masalah neraca pembayaran maka dampaknya akan kecil sekali. Kedua,
berfluktuasinya
FDI sebagai sumber dari
nilai tukar akibat perubahan suplai dan permintaan valuta
asing,
memaksa pemerintah untuk secara baraturan menggunakan kebijakan moneter, fiscal, dan
kebijakan nilai tukar untuk tetap menjaga neraca perdagangan (current account) pada tingkat yang sustainable dalam menghadapi berbagai gangguan eksternal. Terakhir, FDI
lebih membawa sejumlah keuntungan, dimana net benefit terhadap ekonomi melebihi biaya yang ditimbulkan akibat masalah neracapembayaran.
46
dapat
BAB.4 TRANSPARANSI PENGADAAN BARANG PEMERINTAH DAN AKSES PASAR
Pendahuluan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan prioritas yang tinggi
terhadap berbagai reformasi penyelenggaraan pemerintahan secara menyeluruh, manajemen sector
publik yang lebih mantap,
pembinaan kelembagaan dan
pemberantasan korupsi, serta pengadaan barang yang ransparan. Masyarakat juga
memberikan dukungan yang kuat terhadap diadakannya reformasi penyelenggaraarr pemerintahan. Pemerintah telah mengambil beberapa inisiatif untuk memperbaiki dalam penyelenggaraan pemerintahan, antara lain : (a) reformasi hukum dan yudikatif termasuk
pembentukan komisi ombudsman untuk menanggapi masalah korupsi, (b) perumusan pegawai negeri sipil, (c) rancangan undang-undang untuk memantapkan manajemen
keuangan pemerintah yang transparan, pembentukan komisi
anti korupsi,
(e)
pembentukan kemitraan bagi pembaharuan tata pemerintahan yang didukung oleh UNDP, Bank Dunia, dan ADB. Pada awal Pebruasi tahun 2000 kita maju selangkah lagi dengan ditetapkan ketentuan Government procurement (pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah)
dalam Kepres 18/2000 yang khusus mengatur mengenai Pedoman Pengadaan barang/Jasa Instansi Pemerintah, yong terpisah dari Kepres
No.
pelaksanaan
1712000 yang
mengatur mengenai pelaksanaan Anggaran (Budget System). Ketentuan dalam Keppres
18/2000 tentang government procurement tersebut memuat prinsip-prinsip dasar serta etika pengadaan seperti prinsip efisien dan efektif, transparan, value of money, kompetisi
yang sehat, tidak diskriminasi, serta prinsip akuntabilitas. Keppres 18/2000 ini sejalan dengan international good practices serta ketentuan (guidelines) dari berbagai lembaga
multilateral/bilateral. Referensi yang digunakan dalam penyusunan Keppres 18/2000 adalah GPA WTO, UNCITRAL Model Law dari United Nations dan kesepakatan non
binding principles of APEC govemment procurement.
47
Pembahasan Government Procurement
Dalam dunia internasional ada desakan untuk membawa isyu pengadaan barang dan jasa pemerintah ke dalam suatu Organisasi perdagangan besar
yang disebut
dengan
WTO. Isyu ini dirancang untuk membuka sektor ekonomi dalam hal persaingan perdagangan antar negara pada Konperensi Tingkat Menteri
/
SMC
(
Singapore
Ministerial Conference ) - WTO yang diadakan pada bulan Desember 1996 di Singapura,
para anggota WTO telah setuju untuk membentuk suatu kelompok kerja untuk melakukan study di bidang Transparansi pembelian barang pemerintah. Sesuai dengan mandat CMC ( Singapore Ministerial Conference )- WTO, maka telah dibentuk Working
in
goup on
Transparency
kelompok
ke{a ini adalah untuk mengkaji dan melakukan studi-studi
Government Procurement (WGTGP). Tugas dari pada mengenai
transparansi dalam praktek pengadaan barang pemerintah dan mempelajari elemenelemen untuk merumuskan suatu persetujuan di bidang ini.
Dibanyak negara dalam WTO, kantor-kantor pemerintah seringkali merupakan lembaga yang banyak mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pengadaan barang,
Mulaidari yangbersifatsederhana yaituAlatTuliskantorhinggabarang-barang yang menggunakan teknologi tinggi. Seringkali pula, banyak tuntutan dari publik kepada pemeritah untuk menggunakan barang-b arang produksi local.
Persetujuan mengenai pengadaan barang Pemerintah dinegosiasikan sejak Putaran Tokyo dan mulai berlaku pada dibuatnya persetujuan
ini
I
ini
pertama kali
Januari 1981. Tujuan
adalah untuk membuka kesempatan dan kompetisi seluas-
luasnya bagi pesaing intemasional, diterapkannya aturan, prosedur dan praktik pengadaan barang yang lebih transparan dan menghindari praktik proteksionisme dan diskriminasi
dalam penyediaan barang. WTO telah memiliki Persetujuan oleh pemerintah (Government Procurement) yang bersifat plurilateral, karena baru beberapa anggota
WTO yang menandatanganinya. Persetujuan tersebut antara lain memuat isu-isu seperti transparansi dan nondiskriminasi. Namun demikian, terdapat keinginan beberapa negara
untuk memperluas keanggotaan persetujuan Plunilateral mengenai isu persetujuan yang sifatnya multilateral.
48
ini
menjadi
Keputusan dari KTM WTO di Singapura pada tahun 1996 mencaktry 2 (dua) hal,
yaitu membentuk pokja yang bersifat multilateral (karena mengikutsertakan seluruh anggota WTO) dan menitik beratkan pada tuga-tugas pokj a pada transparansi praktik-
praktik pengadaan barang oleh pemerintah. Tahapan pertama tugas pokja
adalah
mengkaji transparansi praktik-praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah termasuk
kebijakan nasionalnya. Tahapan kedua mengembangkan elemen untuk dimasukkan ke dalam suatu persetujuan mengenai transparansi dalam pembelian barang pemerintah.
Posisi Indonesia memang dalam keadaan yang serba salah, karena Indonesia menegaskan kembali bahwa saat
ini masih terlalu dini untuk memulai negosiasi
suatu
teks pe{anjian multilateral, karena belum ada kesepakatan mengenai elemen-elemen yang akan masuk dalam "appropriate agteement". Untuk mengantisipasi keinginan keras
negara anggota WTO yang menghendaki usulan pembentukan perjanjian multilateral dibidang transparansi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Indonesia tentunya harus bersiap-siap untuk melakukan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sejak tahun 1980 ketentuan mengenai barang dan jasa instansi pemerintah (government procurement) telah diatur sebagai bagian dari Keputusan Presiden ( Keppres
)
yang mengatur mengenai ketentuan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yaitu dengan dikeluarkannya Keppres
No. 14 4/1980,
kemudian
disempumakan berturut-turut dengan Keppres Nomor 18/1981, Keppre Nomor 2911984, serta Keppres Nomor 2911984, serta Keppres Nomor 1611994.
Pada awal Pebruari tahun 2000 kita maju s elangkah lagi dengan ditetapkannya
ketentuan Government procurement (pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah )
dalam Keppres 18/2000 yang khusus mengatur mengenai Pedoman
pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah, yang terpisah dari Keppres
No. 1712000
yang mengtur mengenai pelaksanaan anggaran (budget system).
Ketentuan dalam Keppres Nomor 18/2000 tersebut telah memuat prinsip-prinsip dasar serta etika pengadaan seperti prinsip efisien dan efektif, transparan, value for money, kompetisi yang sehat, tidak diskriminasi, serta prinsip akuntabilitas. Keppres No.
18/2000 telah sejalan dengan intemational good practices serta ketentuan (guidelines) dari berb agai lembaga multi lateraV bi lateral.
49
Beberapa Prinsip Pengadaan barang dan jasa pemerintah Dalam prinsip transparansi mencerminkan budaya demokratis yang menekankan
bahwa setiap proses perumusan hukum dan kebijaksanaan publik harus secara penuh memperhatikan aspirasi masyarakat. Regulasi yang dirumuskan melalui proses yang transparan, dan melibatkan
partisipasi masyarakat, akan efektif dan
memperoleh
dukungan dari masyarakat dan para stakeholders, Interaksi dengan stakeholder juga memungkinkan analis untuk mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai subjek
regulasi maupun mengenai dampak yang mungkin timbul dari penerapan regulasi tersebut.
Beberapa prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah yang diusulkan oleh Transparency Intemasional, yaitu
1.
Pengadaan harus
:
berciri ekonomis. Jadi pengadaan harus menghasilkan kualitas
terbaik atau harga terendah untuk barang dan jasa yang sudah ditentukan kualitasnya.
2.
Keputusan pemberian kontrak harus adil dan tidak memihak. Prinsip
ini
pada
dasarnya adalah prinsip non diskriminasi, dimana pemenang tender dipilih atas dasar kualifiasi dan kemampuan. Selain
itu
ada perlakuan yang
wajar atas syarat-
syarat peserta, batas waktu, kerahasiaan dan sebagainya.
3.
Proses harus transparan. Jadi transparansi harus mencakup kecukupan informasi
mengenai syarat-syarat pengadaan, aturan-aturan Keterbukaan
ini juga mencakup siapa saja yang
dan criteria
pemenang.
mendapat undangan untuk
mengikuti, selain pengumuman terbuka atau melalui web site departemen. Selain
itu, setiap
keputusan dan tindakan yang diambil oleh panitia harus dicatat
sepenuhnya.
4.
Proses pengadaan harus efisien. Efisiensi dan kompetisi. Karena
ini memang penting, selain transparansi
itu dalam pembelian barang atau jasa yang sifatnya rutin
dan kecil (misalnya anggaran rutin melalui DIK) tetap mengkombinasikan efi siensi dan transparansi.
50
Dewasa
ini
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah
di Indonesia,
benar-
benar sangat memprihatinkan. Pengaturan-pengaturan oleh pemerintah guna meciptakan
proses pengadanaan barang/jasa dengan prinsip-prinsip transparansi, efisiensi
,
effectiveness, persaingan yang sehat, akuntabel, serta non-diskriminatif, sama sekali
belum dapa dilakukan. (Kwik Kian Gie). Sementara kita sudah dihadapkan kepada tantangan untuk bersaing dengan bangsa lain, terutama dengan desakan dalam forum
World Trade Organization (WTO agar lndonesia segera meratifikasi Govemment Procurement Agreement (GPA).
Strategi Pembangunan Nasional Menuju Good Governance Melalui Reformasi Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah Dewasa
ini
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah
di Indonesia,
benar-
benar sangat memprihatinkan. Pengaturan-pengaturan oleh pemerintah guna meciptakan
proses pengadanaan barang/jasa dengan prinsip-prinsip transparansi, efisiensi
,
effectiveness, persaingan yang sehat, akuntabel, serta non-diskriminatif, sama sekali
belum dapa dilakukan. (Kwik Kian Gie). Sementara kita sudah dihadapkan kepada tantangan untuk bersaing dengan bangsa lain, terutama dengan desakan dalam forum
World Trade Organization (WTO agar Indonesia segera meratifikasi Government Procurement Agreement (GPA).
Dalam setiap pertemuan dalam forum WTO, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan Asian Eusropean Economic Meeting (ASEM), Indonesia selalu dihadapkan kepada permintaan untuk melakukan ratifikasi terhadap Government Procurement
Agreement (GPA). Pada dasarnya ratifikasi terhadap GPA adalah pembukaan pasar Indoensi a (Market Access) kepada
p
engusaha-pengusaha dari negara lain, yang
b
erarti
mengizinkan pengusaha asing dapat ikut serta dalam proses pangadaan barang dan jasa pemerintah Indonesia, baik dipusat maupun di daerah.
5t
Latar Belakang Dan Perlunya Reformasi Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah
A. Belum terwujudnya
good governance dan masih penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pengadaan setiap tahunnya menyangkut nilai uang yang sangat besar. Dari anggaran belanja pemerintah yang tercantum di dalam APBN, tak kurang dari
nilai
sebesar
Rp 66,57 triliun 2 pada tahun anggaran 2001 (20% dari APBN
2001), dan sekitar Rp 78,15 triliun dalam tahun anggararL 2002 (23% da,'i mlah ini
RAPBN 2002).
Ju
Badan Usaha
Milik
b elum t ermasuk p engadaan yang d
Negara (BUMN), salah satu contoh
ilakukan oleh
di
Pertamina
diperkirakan setiap tahunnya melakukan pengadaan sekitar US$ 5 milyar,
belum ratusan BUIVIN/BUMD yang lain yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan BUMNIBUMD yang lain.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pembelanjaan anggaran baik anggaran
APBN/APBD/BUMN/BUMD yang melalui pengad aan barangl jasa sangatlah besar. S elama
ini pelaksanaan pengeluaran APBN/APBD menurut
b eberapa
pengamat masih dinilai banyak terjadi kebocoran. Menurut Prof. Dr. Soemitro
kebocoran pelaksanaan APBN sebesar 30% bahkan menurut Bank Dunia kebocoran mencapai 40%. Salah satu penyebab utama terjadinya kebocoran tersebut di atas adalah pelaksanaan pengadaanbarangljasa yang tidak efisien,
tidak trasparan, tidak bersaing secara sehat, dan tidak akuntabel.
Banyak indikasi yang menunjukkan terjadinya kebocoran, korupsi, dan kolusi yang terjadi dalam praktek pengadaan sehari-hari. Indikasi-indikasi tersebut
a.
:
Harga barang/jasa yang didapat melalui proses pengadaan barang/jasa sebagian besar melebihi harga pasar. Pendapat
ini
diperkuat dengan
adanya pemyataan dari salah satu Ketua Asosiasi dalam satu Acara Seminar Strategi Memberantas KKN Di Bidang Pengadaan Barang/Jasa di
Bappenas, mengatakan bahwa kalau
dia menawarkan barang untuk
pelelangan akan dimark-up minimal60% dari harga pasar.
52
b.
Banyaknya laporan-laporan penyimpangan proses pengadaan baik yang dimuat di media cetak atau laporan tertulis kepada Bappenas, misalnya
:
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan melalui penunjukan langsung
yang sebenarnya tidak boleh dilaksanakan melalui tunjuk
langsung.
Banyak pejabat pelaksana proyek membuat alasan yang dibuat-buat yang
dijadikan dasar untuk melaksanakan tunjuk langsung.
Dampak
pelaksanaan pengadaan dengan cara tunjuk langsung dengan sendirinya
pasti tidak akan terjadi persaingan sehat sehinggaharga dipastikan akan
lebih mahal apabila dibandingkan dengan pengadaan yang dilaksanakan melalui pelelangan.
Terjadinya kebocoran-kebocoran dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah disebabkan karena dua faktor utama dalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, yaitu birokrasi publik dan dunia usaha
sama-sama
tidak profesional dan kadangkala mereka dengan
bekerj asama untuk melaksanakan
sengaja
KKN.
Pelaksanaan pengadaan b arangljasa pemerintah akan mampu mempengaruhi
kondisi/lingkungan kerja/berusaha tingkah laku sehari-hari, dan karakter birokrasi publik dan dunia usaha. Hal-hal yang dapat dipengaruhi, antara lain sebagai berikut:
1. Birokrasi Publik
dapat
di pengaruhi agar dapat memberikan
pelayanan
yang lebihp rofesional yang ditandai dengan cara-carakefa yang lebih:
transparan, akuntable, efektip, efisien, responsip, non-diskriminatip dan partisipatip.
2.
Dunia usaha akan dapat dipengaruhi, agar supaya praktek bisnis dapat dibiasakan lebih
jujur, m:lmpu berkompetisi secara adil,
pembentukan
pasar yang lebih terintegrasi dalam wilayah Republik Indonesia, untuk
mendorong te{adinya persaingan yang sehat, pada gilirannya dapat mendorong peningkatan kompetensi dunia, sehingga pada akhirnya akan sangat berguna untuk bersaing secara internasional dalam pasar global.
53
Peningkatan kompetensi dunia usaha juga akan meningkatkan daya saing
produk-produk nasional.
B. Adanya kelemahan dalam ketentuan perundang-undangan
yang
mengatur pengadaan barangljasa pemerintah. Permasalahan peraturan perundang-undangan dibedakan menjadi dua yaitu
1.
:
Tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang pengadaan barang/j asa p emerintah
Sekarang ini di lndonesia, peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengadaan barang/jasa pemerintah (APBN, APBD, BUMN, BUMD) bermacam-macam, misalnya
:
a. Keppres No. 18 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta Petunjuk Teknisnya mengatur pengadaan
b. UU No. 18 Tahun
b
arany'j asa pemerintah (APBN/APBD ).
1999 Tentang Jasa Konstruksi dan PP. No. 29
Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi mengatur tentang pengadaan jasa konstruksi yang dibiayai dari dana APBN, APBD, BIIMN, BUMD, dan Swasta.
c.
PP. 105 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaran Keuangan Daerah yang
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota membuat Perda/I(eputusan Kepala Daerah untuk mengatur sendiri pengadaan barangljasa yang dibiayai dari APBD.
d.
PP.
No. 12 Tahun 1999 Tentang Perseoraan, yang menyatakan bahwa
ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak berlaku bagi pengadaan barangljasa BUMN/BUMD yang berbentuk perseroaan. Kewenangan pengaturan pengada an barangl jasa BUMN/BUMD yang berbentuk perseroan diserahkan kepada Direksi BUMN/BUMD.
Dengan adanya keempat aturan di atas, maka di Indonesia sekarang ini ada bermacam-macam aturan perundang-undangan yang mengatur pengadaan barang/jasa. Hal menimbulan berbagai permasalahan, yaitu
54
:
a.
Aturan-aturan yang dibuat oleh Pemda, Direksi BUMNiBUMD
banyak sekali yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip
dasar
pelaksanaan pengadaan yang berlaku secara internasional yaitu
:
efisiensi, efektil transparansi, persaingan sehat/non diskriminatil dan
ankuntabel, misalnya
:
ada suatu Perda yang mengatur bahwa
pengusaha
di luar kabupaten A tidak boleh mengikuti pengadaan di
kabupaten
A tersebut, SK Direksi BUMN yang tetap memberlakukan
Keppres No. 16 tahun 1994 Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN yang sudah dicabut oleh Keppres No. 18 Tahun 2000. b.
Karena
isi
peraturan perundang-udangan pengadaan barangljasa
banyak yang saling bertentangan maka menimbulkan kebingungan di lapangan, misalnya:
1) Dalam UU No. 18 Tahun 1999 dan PP. No. 29 Tahun
2000
mengatur metoda lelang terbatas dan pengguna berhak memungut
biaya pengadaan dokumen lelang. Sedangkan dalam Keppres No.
l8
Tahun 2000 tidak mengenal lelang terbatas dan pengguna
dilarang memungut biaya apapun kepada penyedia termasuk biaya penggandaan dokumen lelang.
2) Keputusan
Gubemur DKI Iakarla diatur pengadaan melalui undian
(lotere) yang tidak dikenal dalam UU No. 18 Tahun 1999 dan Keppres No. 18 Tahun 2000, dll.
2.
Substansi pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang menghambat.
Salah satu penyebab pelaksanaan pengadaan barangljasa tidak dapat dilaksanakan secara transparan, tidak efisien, dan non diskriminatif disebabkan
oleh karena substansi pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak mendukung tercipatnya transparansi, efisiensi dan persaingan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Salah satu contoh substansi pengaturan yang menghambat
adalah
a.
:
Di dalam Keppres No.
18 Tahun 2000
diatur, bahwapemerintah dilarang
melakukan ikatan kontrak dengan siapapun apabila dokumen anggamnnya
55
belum disahkan dan proses pelelangan palingcepat 35 hari kerja. Dalam Keppres No. 42 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan APBN, diatur dana
APBN pada akhir tahun anggaran (31 desember) apabila tidak
terserap
dinyatakan hangus. Aturan ini menghambat sekali karena dalam kenyataan
januari akan tetapi
di lapangan meskipun awal tahun anggaran dimulai
pada
kadang kala anggaran baru cair pada bulan Maret
- Juni bahkan ada yang
bulan Oktober. Karena adanya ketiga aturan di atas, maka banyak sekali
pimpro melaksanakan penunjukan langsung dengan alasan anggarannya terlambat c air, sehingga transparasi, e feisiensi, dan p ersaingan sehat tidak dapat terwujud. b.
Keppres No. 18 Tahun 2000 mengatur bahwa proses lelang paling cepat dilaksanakan 35 hari ke{a, dan semua pengadaan barang/jasa pemeintah
wajib dibentuk panitia pengadaan yang anggotanya minimal 5 orang. Aturan
ini dinilai
sangat menghambat terwujudnya efisiensi, karena untuk
pelelangan barang yang sederhana (ATK/kertas), mestinya pelaksanaan lelangnya bisa kurang dari 35 hari dan tidak perlu menunjuk panitia pengadaan sebanyak
5
orang, lebih efisien
1 orang atau bahkan tidak
diperlukan panitia karena pengguna barang bisa melaksanakan sendiri proses pelelangannya.
Dalam Keppres No. 18 Tahun 2000 masih dibagi segmentasi pasar (besar, menengah, kecil), dan dilarang pengusaha besar mengikuti pengadaan yang khusus u ntuk u saha m enengah d an k ecil, d an b egitu p ula s ebaliknya, d an
larangan
ini tidak
ada pengecualiannya. Dalam praktek ada pekerjaan-
pekerjaan tertentu yang kalau dilihat dari besaran nilai adalah khusus untuk usaha
kecil akan tetapi dilihat dari tingkat kesulitan pelaksanaan pekerjaan
tidak dapat dikerjakan oleh usaha kecil dan hanya dapat dikerjakan oleh usaha besar, karena sangat diperlukan penggunaan teknologi tinggi dan
modal yang besar untuk dapat melaksanakan peke{aan pekerjaan pencetakan dokumen-dokumen rahasia
:
itu
(misalnya
uang, tiket tol, dll,
pekerjaan pengiriman barang ke luar negeri melalui pesawat kapal laut,
Dengan adanya aturan
di
atas, karena
56
lelang
d11).
tersebut hanya boleh
dilaksanakan usaha kecil, padahal yang bisa menge{akan hanya usaha besar, maka walaupun dilelang ataupun tunjuk langsung sekalipun tidak akan pemah mendapatkan penyedia yang dapat melaksanakan pekerjaan tersebut sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa dilaksanakan. Pekerjaan itu hanya bisa dikerjakan dengan jalan melakukan pelelangan di antara usaha besar.
C.
Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola proyek yang tidak profesional Salah satu alasan untuk m elakukan reformasi pengadaan barang/jasa
pemerintah karena masih banyaknya pejabat pengelola proyek (pimpro, pimbagpro, panitia pengadaan, dan staf proyek
lainnya) dan
penyedia
barang/jasa (kontraktor, konsultan, dan rekanan) tidak profesional. Salah satu
indikasi tidak profesionalnya pejabat pelaksana proyek dan penyedia adalah
l.
:
Masih banyaknya pejabat pelaksana proyek yang tidak memahami prinsip-prinsip pengadaan barang/j asa dan tidak memahami aturan-aturan pengadaan barang/j asa yang berlaku.
2. Masih
adanya pemalsuan kompetensi penyedia barang/jasa yang
seharusnya kecil bisa dapat sertifikat besar.
3.
Adanya dua harga barang/jasa yang ditawarkan oleh penyedia barang/jasa pemerintah:
a.
Harga barang/jasa untuk beli pribadi/tunjuk langsung ditawarkan sesuai harga pasar.
b.
Harga barang/jasa untuk pelelangan dinaikan minimal 60% dai harga pasar.
4.
Masih adanya kerjasama antara pengguna dan penyediabarangljasa untuk mengatur pelaksanaan
p
engadaan
b
arang/j asa
p
emerintah (lelang ari san).
Tidak profesionalnya SDM di bidang pengadaan disebabkan oleh karena
1. Belum adanya
barang/jasa
:
sistem karier dan insentif (reward) yang menjamin
pengelola bersangkutan selama berkarier secara pasti pengadaan.
)l
di
bidang
2.
Belum adanya sistem pelatihan di bidang pengadaan barang/jasa yang
menjamin terujudnya profesionalisme SDM pengadaan barang/jasa pemerintah.
D. Tidak adanya
sistem informasi mengenai pengadaan barangljasa
pemerintah. Sampai saat
ini, di
lndonesia belum ada sistem informasi yang
mengintegrasikan informasi-informasi
yang terkait dengan
pengadaan
barang/jasa yang dibiayai dari dana APBN/APBD/BUMN/BUMD. lnformasi
yang ada masih sedikit dan belum mendukung ke arah transparansi. Dari informasi yang sedikit tadi sifatnya masih terpecah-pecah karena informasi yang ada masih dibuat oleh departemen/Lembaga atau pemda masing-masing.
Salah satu kunci utama untuk mewujudkan tranparansi proses pengadaan barang/jasa harus didukung satu sistem informasi yang cakupannya luas dan
memiliki substansi lengkap. Karena belum adanya sistem informasi ini mengakibatkan kurangnya budaya atau kebiasaan untuk membuka semua proses pengadaan barangl jasa pemerintah.
E.
Permasalahan institutional building
Tidak adanya satu institusi yang independent yang bersifat nasional yang berkewajiban untuk: mengeluarkan aturan yang harus berlaku seragam, melakukan p enegakan p eraturan agar s emua p elaksana/pengelola p engadaan
mematuhi aturan, memberikan fatwa yang konsisten terhadap kebenaran isi peraturan dalam hal te{adi interpretasi yang berbeda terhadap isi peraturan, mencoba melakukan penyelesaian terhadap perselisihan di bidang pengadaan
sebelum diambil langkah penyelesaian
di
pengadilan, membuat rencana
strategis pengembangan SDM di bidang pengadaan, mereview kebijakan yang
dikeluarkan, serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pengadaan barang/j asa pemerintah.
Selama
ini
fungsi-fungsi tersebut masih terpecah-pecah dan tidak
terkordinasi. Salah satu akibat dengan terpecahnya fungsi-fungsi
58
di
atas,
menyebabkan terjadinya ketidaksinkronnya peraturan-peraturan perundanganundangan yang mengatur pengadaan barangljasa. Disamping itu penngguna
dan penyedia barang jasa merasa kebingungan kemana dia menyampaikan pengaduan-pengaduan terhadap penyimpangan pelaksanaan pengadaan barang/jasa serta pertanyaan-pertanyaan terhadap kejelasan suatu aturan yang ada.
Dari uraian di atas, maka sudah saatnya kita segera membentuk satu
intitusi menjalankan tugas-tugas
di
atas. Untuk memperkuat argumentasi
diatas berikut ini dikemukan salah satu contoh pengalaman negara lain yang
dapat memberikan ilustrasi mengenai pentingnya institusi seperti ini.
l.
Institusi Nasional yang mempunyai tugas dan fungsi seperti yang digambarkan dalam butir 2 diatas, hampir ada di setiap rnegara, meskipun dengan tingkat kewenangan, peranan, kewajiban, dan deskripsi kerja yang
berbeda-beda.
Di Amerika
Serikat
kita kenal
adanya National
Procurement Office dan Federal Acqusition Regulation (FAR), di Australia juga kita kenal adanya institusi sejenis, selain itu di Polandia,
lJkraina, Pakistan dan Hongaria, dikenal adanya National Public Procurement Offi ce CI.IPPO).
2.
Dari berbagai pengalaman yang ada, keberhasilan dari institusi semacam
ini adalah adanya komitment yang kuat dari pemerintah untuk reformasi
di
suksesnya
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Keberhasilan
institusi seperti itu harus didukung dengan regulasi kuat, bukan institusi
yang otoriter namun keberadaannya berkat dukungan
keseluruhan
stakeholders, pemberian wewenan g yangj elas, adanya sistem penegakkan
peraturan yang baik disertai sanksi hukuman yang memadai, serta
diperlukan personil yang berdedikasi tinggi untuk membangun citra institusi.
F. Tuntutan
dan desakan dunia internasional.
Dalam forum-forum internasioanl seperti World Trade Organization
(rWO), Asia Pacific, Economic Cooperation (APEC), Asia Europa Metting
59
(ASEM), pemerintah juga dihadapkan kepada tuntutan untuk meratifikasi Government Procurment Agreement (GPA). Dalam GPA menuntut semua negara yang telah meratifikasi
GPA,
harus melakukan proses pengadaan
barang jasa pemerintah (APBN, APBD, BUMN/BIIMD) menganut prinsip-
prinsip dasar
:
a.
Value for money.
b.
Transparancy.
c.
Open of effective competition.
d. Accountability and due process. e.
Non discrimination.
f.
Fair Dealing.
Selain itu dalam GPA juga ditetapkan bahwa semua negara yang
sudah meratifikasi GPA, harus melaksanakan pengadaan barangljasa pemerintah (APBN, APBD, BUMN/BUMD) dengan cara lelang internasional
(ICB) untuk
:
1.
Pengadaan barang dengan nilai > SDR. 135.000
2.
Pengadaan konstruksi > SDR. 5.000.000 Pelaksanaan pengadaan baran$asapemerintah untuk saat
ini dinilai
oleh dunia intemasional masih belum memenuhi prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa internasional. Sehingga negaru segera meratifikasi GPA tersebut. Untuk
dasar
kita didesak untuk
itu kita harus mempunyai
agenda
yang terkonsepsi secara jelas, fokus, komprehensip, terintegrasi, serta dengan target waktu tertentu untuk mendorong dan memajukan kompetensi dan daya saing dunia usaha nasional. Persaingan akan mendorong kita menjadi efisien,
namun tanpa persiapan yang memadai, persaingan juga akan menggilas kita. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita bisa mewujudkan reformasi di
bidang pengadaan? Sudah berbagai macam pengaturan baik yang berupa Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, telah dikeluarkan untuk mengatur pengadaan sejak awal tahun I970-an hingga saat
ini. Kenyataannya, tidak
pernah terjadi perbaikan secara signifikan, bahkan di era reformasi sekarang
inipun sistem dan prosedur pengadaan juga belum mampu merintis te{adinya
60
perbaikan. Apakah persoalan dan tantangan yang sesungguhnya dihadapi? Agenda pokok apa yang perlu dilakukan sehingga dengan terencana dengan jangka waktu tertentu (certained time framed), serta dengan tahapan (order
of
phasing) yang pasti, reformasi pengadaan dapat direalisasikan, dalam rangka
mendukung terwujudnya pentabiran pemerintahan yang
baik
(good
governance) serta mendorong kompetensi dan daya saing produk dan dunia usaha nasional.
il.
Agenda Reformasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Reformasi
di
bidang pengadaan perlu direncanakan dengan baik,
dilakukan terhadap hal-hal yang pokok dan esensial, dilakukan dengan kepastian
jadwal waktu yang jelas, serta ada dukungan yang kuat dari pemerintah, adanya keteladanan dari pimpinan birokrasi publik, adanya dedikasi yang tinggi dari
tokoh-tokoh kunci yangterlibat dalam reformasi pengadaan, serta mendapatkan
dukungan yang luas dari seluruh komponen bangsa. Reformasi
di
bidang
pengadaan tersebut dilakukan dengan tujuan:
1.
Meminimalkan kebocoran dan mencegah terjadinya Korupsi atau KKN di bidang pengadaan.
2.
Meningkatkan kompetensi dunia usaha, dan daya saing produk nasional, dengan tetap melindungi usaha kecil.
a
J.
Melakukan reposisi birokrasi publik.
4. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia b
arang/j asa pemerintah (khususnya
p
di bidang
pengadaan
engelola proyek).
5.
Mengurangi ekonomi biaya tinggi.
6.
Mengintegrasikan dan mensinkronkan kebijakan pengadaan secara lintas s
ektoraVl emb aga/ tingkat p em erintahan.
7.
Penyederhanaan prosedur.
8.
Membentuk Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP). Reformasi di bidang pengadaan yang akan dilakukan, seyogyanya juga
mempertimbangkan peran pemerintah diwaktu-waktu yang akan datang, terutama
6l
dengan melihat trends peran pemerintah
di waktu yang akan datang, yang hanya
akan berperan di bidang-bidang:
1.
Menjaga kestabilan ekonomi makro.
2. Membangun lnfrastruktur. 3. Menyediakan Barang Publik (Public Goods). 4. Mencegah terjadinya kegagalan pasar (market failures). 5. Mendorong terjadinya pemerataan Qtromoting equity). Reformasi pengadaan akan dilakukan dengan fokus atau
titik berat ditekankan
kepada beberapa agenda, yaitu:
1.
Refromasi Bidang Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa (policy reform).
2. Pengembangan 3. Pengembangan 4. Pengembangan
Sumber Daya Manusia (human resources development). Sistem Informasi Pengadaan Barany'Jasa Publik
Institusi (institutional development).
Dari masing-masing elemen agenda tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Reformasi Bidang Pengaturan
Pengadaan Barang/Jasa
Reformasi di bidang pengaturan pengadaan barangljasa bertujuan untuk:
1.
Mensinkronkan peraturan perundang-undangan yang ada yang mengatur pelaksanaaan pengadaan barang/j asa dan sekaligus menyesuaikan dengan
International
2.
best
practices.
Terwujudnya pengaturan pengadaan barang/jasa publik yang mendorong
dunia usaha menjadi lebih kompetitif untuk bersaing dipasar lokal dan global, s erta t idak m enambah b irokrasi b aru d an m enimbulkan ekonomi biaya tinggi.
3.
Terwujudnya peraturan peundang-undangan yang memberikan sanksi dan
hukuman yang tegas terhadap pelanggaran pelaksanaan pengadaan barang/jasa publik dan yang dapat mejamin te{adinya kepatuhan kepada peraturan pengadaan.
62
Untuk mencapai ketiga tujuan dilaksanakan adalah
1.
di
atas maka langkah-langkah yang perlu
:
Jangkapendek: Penyempurnaan Keppres Pelaksanaan Pengadaan
No. 18 Tahun 2000 Tentang Pedoman
B aran g/Jasa P emerintah
beserta Jukni snya.
Penyempurnaan Keppres No. 18 Tahun 2000 dan juknisnya, sudah selesai
dibuat oleh Tim Penyempurnaan Keppres No. 18 tahun 2000 dan sudah disampaikan ke Sekneg pada bulan Juli 2003 serta sesuai dengan Inpres
No. 5 Tahun 2003 tentang paket Kebijakan Ekonomi Menjelang Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama Dengan
dan
IMF dinyatakan bahwa
Draft Keppres Pengadaan BaranglJasa Baru harus ditandatangani oleh Presiden pada bulan Oktober 2003.
Penyempurnaan Keppres No. 18 Tahun 2000 dan Juknisnya meliputi
a.
Sistematika
: juknis
keppres yang semula ditetapkan
:
dengan
Keputusan Menteri Keuangan dan Meneg. PPN/Kepala Bappenas dijadikan satu kesatuan dalam Keppres pengadaan yang baru.
b.
Penyempurnaan substansi
1)
:
Mensinkronkan ketentuan-ketentuan dalam Keppres 18/2000 dan
juknisnya dengan ketentuan perundang-undangan yang lain, misalnya : diaturnya metoda lelang terbatas, proses pengadaan konstruksi disesuiakan dengan PP No. 29 Tahun 2000, dll.
2)
Ketentuan untuk mengurangi ekonomi biaya
tinggi
dan
: sertifikasi penyedia lagi dalam pengadaan
meningkatkan efisiensi, misalnya barang/jasa
tidak
dipersyaratkan
barang/jasa pemerintah, proses penilaian kualifikasi sangat
panitia hanya memeriksa formulir isian kualifikasi penyedia barang/jasa tanpa harus memeriksa disederhanakan
setumpuk dokumen kualifikasi seperti yang lalu, dan nantinya setelah dievaluasi teknis dan harga diperoleh
63
3
atau
5
calon
pemenang, baru diadakan verivikasi secara nayata terhadap data
kualifikasi dari calon pemenag tersebut. Apabila ditemukan kebohongan/pemalsuan, maka penyedia akan dikenankan sanksi
administratif dan pidana. Untuk proyek dibawah Rp. 50 juta tidak perlu mengankat 5 panitia pengadaan, dan diperbolehkan hanya mengangkat
I
orang pejabat pengadaan, dll.
3) Ketentuan untuk mendorong peningkatan persaingan sehat
:
adanya larangan pengguna barang/jasa tidak boleh membuat persyaratan yang mengandung ketentuan pembatasan wilayah
di luar daerah dia tidak boleh mengikuti
(perusahaan
pengadaan
di daerahnya), menghapus segmentasi pasar yang ada hanya usaha
kecil dan non kecil,
mendorong
pelaksanaan
pascakualifi kasi dari pada prakualifikasi, mewaj ibkan pengguna barang/j asa untuk mengumumkan semua pengadaan barang/j asa
di
koran yang sirkulasinya
di proponsi untuk pengadaan di
kabupaten/kota, penyusunan
jadwal pengadaan harus
memberikan waktu yang cukup bagi penyediabarangljasa untuk mempersipakan diri mengikuti pengadaan, dll. 4) Ketentuan untuk penyederhanaan prosedur
:
penyederhanaan
persyaratan penyedia barang/jasa dalam mengikuti pengadaan, penyederhanaan proses penilaiaan kualifikasi, pengguna tidak
boleh menambah persyaratan-persyaratan apapun di
luar
persyaratan yang sudah ditentukan dalam Keppres yang baru. 5) Ketentuan
untuk melindungi dan memperluas peluang
usaha
kecil : paket usha kecil (1 milyar) dilarang untuk dikuti oleh pengusaha
non kecil kecuali usaha kecil tidak
melaksanakannya, kewajiban pengguna
untuk
bisa
menyediakan
paket pekerjaan untuk usaha kecil, larangan mengabungkan beberapa paket peke{aan dilaksanakan oleh usaha kecil.
64
yang semestinya lebih
efisien
6) Ketentuan untuk mendorong penggunaan produksi dalam negeri
:
kewajiban pengguna untuk memaksimalkan
penggunaan
produksi dalam negeri, penggunaan SNI,
pembatasan
keikutsertaan usaha asing, dan pemberlakuan perferensi harga untuk barangljasa yang diproduksi di dalam negeri. 7)
Ketentuan untuk meningkatkan profesionalisme pengelola
proyek : persyaratan untuk ditunjuk sebagai pengguna barangljasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan
harus
mempunyai sertifikat keahlian pengadaan pemerintah dengan masa transisi
3
pengelo la proyek
tahun, penegasan wewenang dan kewajiban (p engguna/p
anitia/pej abt p engadaan).
8) Ketentuan tentang perintah pembentukan LPKPP
2.
.
Jangkapanjang:
a. Disusun suatu Undang-Undang
Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Publik. Lingkup Undang-Undang
ini
nantinya akan mengatur
pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/APBD/BUMN/BUMD yang dibiayai dari dana publik. Akan tetapi sifat pengaturan dalam UU
ini
natinya hanya bersifat yang umum (prinsip dasar saja) yang
nantinya d ij adikan p ayung h ukum s erta p edoman p enyusunan
a
turan
pengadaan yang dilaksanakan oleh Departemen/LPND, Angkatan Bersenjata, BI, POLRI, BllMN, BUMD, Pemda.
b.
Disusunnya peraturan pelaksanaan
UU yang bersifat teknis
(berupa
PP/I(eppreslPerda,/Kemen) yang isinya disesuaikan dengan karateristik
masing-masing pelaksana pengadaan (Departemen/LPND, Angkatan Bersenjata,
BI, POLRI, BUMN, BIIMD, dan Pemda) dengan tetap
mengacu pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam UU Pengadaan Barang/Jasa. Dalam penyusunan peraturan pelaksanaan
ini
UU
disamping harus memperhatikan karateristik masing-masing
pelaksana pengadaan juga harus memperhatikan karateristik kebutuhan
65
barang/jasa yang akan diadakan (apakah
itu
kebutuhan operasional
dan pemeliharaan atau untuk investasi).
c.
Disusun pengaturan pengadaan barang/jasa publik melalui internet (Eprocurement)
B. Pengembangan Pengembangan
1.
Sumber Daya Manusia
SDM
akan mencakup beberapa aspek kebijakan, diantaranya:
Adanya stJattJ "trainning plan" yangjelas untuk pengembangan sumber daya manusia di bidang procurement, gambaran rencana kebutuhan SDM
di
bidang procurement, standar materi pelatihan yang dipergunakan,
standar lembaga pelatihan yang boleh mengeluarkan sertifikat kompetensi
pengelola pengadaan, dan kebijakan rencana karier serta remunerasi SDM di bidang pengadaan.
2.
Mempersiapkan lembaga-lembaga pelatihan
(baik swasta
maupun)
pemerintah untuk mencapai suatu standard tertentu agar menjadi layak menyelenggarakan pelatihan pengadaan, dengan memberikan akreditasi kelayakan. a
J.
Mempersiapkan standard materi pelatihan di bidang pengadaan.
4. Mempersiapkan standarisi sistem pengujian di bidang pengadaan. 5.
Melakukan pengawasan, control, dan pengendalian terhadap pelaksanaan
pelatihan, dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran/penyimpangan terhadap ketentuan yang tercantum dalam standard pelatihan.
C. Pengembangan
Sistem Informasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Tujuan pengembangan system informasi pengadaan
barang/jasa
pemerintah bertujuan untuk mnciptakan suatu sistem informasi pengadaan barang/j asa pemerintah, yang berguna untuk memb erikan informasi-informasi
yang terkait dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah, yang meliputi:
1. lnformasi mengenai ketentuan perundang-undangan yang pengadaan barang/j asa pemerintah.
66
mengatur
2. Informasi rencana paket
pengadaan barangljasa
untuk
setiap
Departemen/Lembaga/Pemda/BUMN/BuMD pada setiap tahun anggaran.
3. Informasi pengumuman pengada an barangl jasa pemerintah. 4. Informasi tentang hasil dari proses pengadaan barang/jasa pemerintah. 5. Informasi tentang kasus-kasus pengadaan barangljasa dan solusi pemecahannya.
6.
lnformasi lainnya yang terkait dengan pengadaan barang/jasa.
D. Pengembangan Institusi, Pengembangan institusi ditempuh dengan pembentukan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP)
yang independent, terdiri dari seluruh stakehoders dikalangan pemerintah
yang terkait dengan pengadaan, yang tidak terlibat dalam pengadaan. Adapun tugas LPKPP
c. Menyusun, mengembangkan
proses
:
kebijakan dan mengawasi
pelaksanaan
kebij akan pengadaan barang/j asa publik.
d.
Perbaikan/penyempurnaan (review) kebijakan pengadaan barangljasa publik.
e. Memberikan
penjelasan tentang kebenaran interpretasi kebijakan
pengadaan barang/j asa publik.
f.
Menegakkan kepatuhan terhadap kebijakan pengadaan barangljasapublik
g. h.
Mengembangkan SDM pengadaan barang/jasa publik. Membantu penyelesaian perbedaan pendapat di bidang pengadaan (dispute settlement) sebelum dibawa ke proses pengadilan.
67
BAB.5 E-COMMERSE DAN FASILITASI PERDAGANGAN
5.1
PerdaganganElektronik(E-Commerce) Perkembangan teknologi akhir-akhir
ini
berjalan sedemikian pesatnya, dan
teknologi informasi termasuk yang sangat cepat merambah sampai di hampir seluruh aspek kehidupan sehingga dapat dikatakan bahwa saat
ini
adalah sebagai eranya
informasi. Demikian pula dengan globalisasi yang demikian populer saat ini tidak terlepas dari pengaruh dorongan percepatan perkembangan teknologi informasi, tidak luput pula tentunya pengaruhnya terhadap aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, tuntutan kompetisi global dan regional telah melahirkan hubungan p erdagangan antar negara yang lebih terbuka dan dinamis,
seperti WTO, NAFTA, AI'TA dan APEC. Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan, sebelum te{adinya
krisis ekonomi, namun salah satu permasalahan strategis yang dimiliki Indonesia adalah
bahwa pertumbuhan tersebut masih disertai dengan biaya yang tinggi (high cost economy). Sedangkan di lain pihak, Indonesia dalam konteks perdagangan internasional makin dituntut untuk mampu memberikan layanan perdagangan yang makin efisien dan kompetitif.
Salah satu penyebab utama hal tersebut adalah Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi dalam proses
dan mekanisme perdagangan,
disamping masalah-masalah yang berkaitan dengan panjangnya birokrasi dan masih adanya korupsi dan kolusi.
Dilain pihak, pembangunan sektor telekomunikasi telah tumbuh dengan pesat dan telah terjabarkan dengan terencana dan terpadu dalam konsep dan visi Nusantara-2l.
Karena telekomunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teknologi informasi maka transformasi proses dan mekanisme perdagangan dengan peran teknologi informasi menjadi salah satu aplikasi utama dalam pemanfaatan Nusantara-2l.
68
5.1.1 Kondisi Perdagangan
Secara Umum
Kebutuhan perdagangan modern yang efisien, meliputi transaksi perdagangan yang lebih cepat, lebih sederhana, lebih luas dalam jangkauan dan lebih murah, sangat
diperlukan dalam membantu menekan biaya produksi dan meningkatkan kecepatan pengiriman produk sampai ke pasar / pelanggan.
Keberadaan sektor perdagangan melibatkan sektor-sektor penting dan terkait
itu untuk memahami lebih dalam proses dan mekanisme perlu dilihat keterpaduan sektor ini dengan sektor lainya diantaranya
lainnya. Oleh karena perdagangan,
dengan sektor keuangan dan asuransi, serta sektor transportasi.
Pada prinsipnya dalam perdagangan adalah bagaimana mengintegrasikan mitra
bisnis internal dan eksternal dalam proses pemasokan bahan baku ke dalam proses pabrikan
/
pelanggan.
manufaktur dan memproduksi barang serta mendistribusikannya kepada
Di
dalam proses tersebut meliputi fungsi-fungsi
: Supplies
Management,
Inventory Management, Payment Management, Financial Management dan Sales Force Management.
Jika ditelusuri lebih lanjut sebagian dari fungsi-fungsi tersebut di atas melibatkan sektor transportasi (Distributor, Channel Management) dan sektor keuangan dan asuransi
(Financial,
P ayment
Sedangkan
Management).
di dalam transaksi perdagangan
ekspor-impor
(perdagangan
internasional), aktivitas kegiatan melibatkan pelayanan umum pelabuhan (Perum Pelabuhan), bank, asuransi, bea cukai (custom) dan transportasi (freight forwarder). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sektor keuangan dan asuransi serta sektor transportasi memegang peranan penting, disamping sektor telekomunikasi dan energi.
5.1.2
Permasalahan Strategis Di Sektor Perdagangan Saat ini
Sektor perdagangan
di
Indonesia saat
ini,
dalam konteks
perdagangan
internasional, seperti halnya dialami pula oleh negara-negara lainnya, terutama negaranegara berkembang, menghadapi tantangan yang berarti seiring dengan berkembangnya era perdagangan bebas.
69
Tantangan tersebut umumnya berkisar pada makin ketatnya persaingan antar
negara dalam memasarkan produk-produk andalannya, makin cepatnya perubahan teknologi dan makin cepatnya daur produk. Oleh karena itu setiap negara akan memusatkan perhatian kepada ketiga sumber unggulan yaitu harga produk yang bersaing, dengan standar mutu tinggi, dan ketepatan sampai ke pasar.
Secara umum Indonesia saat keunggulan komparatif yang selama
ini
sedang berusaha untuk menaikkan taraf
ini hanya mengandalkan sumber daya alam dan
murahnya tenaga kerja, menuju kepada keunggulan kompetitif, yang intinya sangat
dipengaruhi oleh upaya-upaya peningkatan produktivitas, peningkatan keberadaan industri / sarana penunjang dan kemampuan teknologi. Secara khusus, dikaitkan dengan kondisi proses dan mekanisme perdagmgm, permasalahan strategis saat ini masih berada di sekitar birokrasi prosedur dan pengurusan
dokumen yang kompleks dan sulit, biaya tinggi dan waktu penyelesaian proses yang
lama, kualitas pelayanan yang masih banyak yang harus ditingkatkan, disamping permasalahan lainnya seperti ketidakpaduan koordinasi dan kerjasama antar instansi
terkait, masih besarnya dominasi perusahaan besar dan keterbatasan promosi akses pasar internasional.
5.1.3. Aplikasi E-Commerce di Indonesia Indonesia pada saat
ini
sedang mempromosikan investasi dalam jaringan
telekomunikasi dalam b entuk konsep Nusantara-2ttetapi masih harus diformulasikan kerangka dasar yang terintegrasi dengan pemanfaatan-pemanfaatan yang aplikatif.
Melihat perkembangan situasi perdagangan di Indonesia saat ini, maka pokok masalah utama yang masih sering dihadapi adalah masalah efisiensi, meskipun terdapat
hal-hal lainnya yang juga harus diperhatikan seperti masalah kualitas produk dan kualitas pelayanan. Masalah efisiensi menduduki urutan pertama dalam ekonomi biaya tinggi
yang sering dihadapi oleh para pemain dalam dunia perdagangan
70
di
Indonesia. Baik
dalam hal tingginyabiaya produksi dan distribusi, maupun panjangnya siklus yang harus
dilalui oleh sebuah produk sebelum dibeli oleh pelanggan. Penggunaan perdagangan elektronis yang tepat akan dapat membantu untuk lebih
meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya akan membantu memangkas biaya dengan
tidak mengurangi keuntungan pedagang dan tidak merugikan pembeli. Oleh karenanya penerapan rancangan teknologi perdagangan elektronis untuk Indonesia pada tahap awal
cenderung diutamakan aplikasi yang terkait atau berpengaruh pada efisiensi prosedur dan proses perdagangan itu sendiri.
Kebutuhan akan meratanya kemakmuran dan pendapatan bagi masyarakat lndonesia adalah merupakan faktor pendorong utama diterapkannya aplikasi perdagangan
elektronis tersebut. Diharapkan semua bagian dan pelosok kabupaten
di wilayah zu
mampu dicapai oleh jaringan perdagangan elektronis tersebut. Dengan demikian akan terwujud sebuah kesempatan yang sama untuk dapat bersaing di pasar bagi semua pihak
yang ingin bermain dalam pasar bebas
di
Indonesia. Hal
ini juga akan
memberikan
kesempatan bagi kelompok pedagang kecil dan menengah serta koperasi yang ingin diangkat kemampuannya oleh pemerintah RI.
Tercapainya pemerataan tersebut secara tidak langsung juga akan membantu mengatasi masalah urbanisasi dan pertumbuhan sektor informal yang sekarang sering
menjadi masalah bagi pemerintah daerah di perkotaan. Dengan mudahnya akses ke pasar yang tersedia, maka hampir semua orang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk
berdagang akan dapat turut serta meramaikan dunia perdagangan
di
Indonesia tanpa
begitu terpengaruh dengan besar kecilnya modal yang dimiliki. Segmen pasar akan terbentuk sesuai dengan permintaan dan kelompok pelanggannya masing-masing.
Bila masalah efisiensi tersebut sudah dapat diatasi, maka prioritas kedua yang menjadi sasaran pembangunan aplikasi perdagangan elektronis adalah aplikasi-aplikasi yang mendukung pemecahan masalah kualitas produk dan pelayanan kepada pelanggan.
Termasuk di dalamnya adalah aplikasi interaktif untuk penanganan keluhan pelanggan,
dan penggunaan format EDI untuk menyalurkan keluhan terhadap produk penggantiarurya.
7l
dan
5.1.3.1 Analisa Manfaat dan Resiko Penerapan E-Commerce di Indonesia
5.1.3.1a Analisa Manfaat Manfaat penerapan perdagangan elektronis dari segi masyarakat pengguna jasa ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
l.
:
Peningkatan pelayanan pelanggan Penggunaan aplikasi perdagangan elektronis membantu dalam penyebaran
informasi transaksi kepada pelanggan. Hal ini disebabkan oleh adanya standar-standar
format elektronis yang harus disepakati bersama antar penjual dan pembeli sebelum transaksi dilakukan. Termasuk didalamnya adalah spesifikasi barang, harga barang, dan perkiraan jumlah pesanan.
Hal lainnya adalah kemampuan penjual untuk dapat memenuhi
permintaan
pembeli untuk dapat mengirimkan pesanannya tepat waktu, sehingga penggunaan aplikasi perdagangan elektronis dapat mengurangi waktu penggunaan pegawai, dan kehilangan penjualan. Penerapan lainnya dari aplikasi
ini
adalah pembagian informasi
dari pembeli ke penjual tentang kemungkinan penjualan dan pembelian, sehingga dapat searah dengan proses pembuatan produk yang akan dipesan dan meningkatkan mutu perencanaan kapasitas. Keuntungan
lain yang didapat oleh penjual adalah waktu proses
produksi yang dipersingkat sehingga terdapat waktu yang cukup untuk melakukan pemeriksaan kualitas dan spesifikasi dari pembeli lebih seksama, dengan demikian kepercayaan konsumen akan teq' aga.
Dari sudut pelanggan penggunaim aplikasi perdagangan elektronis juga
akan
mengurangi waktu siklus pemesanan. Berkurangnya waktu pemesanan
akan
menguntungkan pelanggan karena menurunkan biaya penyimpanan, biaya penyusutan,
dan memperlancar arus dana perusahaan. Hal-hal lain yang juga berkurang dengan pengguniuul aplikasi perdagangan elektronis
72
ini
adalah kesalahan-kesalahan yang
biasanya terjadi karena kesalahan manusia. Sebagai contoh pemesanan ulang, atau pengiriman parsial.
2.
Penurunan biaya penyimpanan barang Biaya penyimpanan barang dapat terdiri dari biaya kapital, biaya ruang, biaya
resiko. Biaya kapital adalah biaya yang timbul dari penyimpanan modal yang tidak bergerak dalam bentuk barang. Dengan penggunaan aplikasi perdagangan elektronis, hal
ini dapat dikurangi karena waktu siklus pemesanan yang lebih pendek. Biaya ruang adalah biaya yang timbul dari penggunaan fisik ruang, peralatan pemindah barang, dan biaya pegawai gudang. Semua komponen biaya ini juga berkurang
seiring dengan berkurangnya jumlah barang yang harus disimpan dalam waktu lama. Hal ini juga terkait langsung dengan penurunan biaya resiko penyimpanan barang.
3.
Penurunan biaya pengadaan Penggunaan aplikasi perdagangan elektronis mengurangi biaya pemrosesiur,
pengiriman dokumen, dan pembelian dengan adanya proses otomatisasi yang menggunakan dokumen-dokumen elektronis standar. Sedangkan biaya penerimaan barang juga dikurangi dengan membaiknya sistim penjadwalan untuk penerimaan barang
di sisi pelanggan. Sedangkan manfaat-manfaat lain yang bersifat intangible dari penerapan aplikasi
perdagangan elektronis
ini adalah: tanggapan yang cepat terhadap pasar dan pelanggan,
peningkatan hubungan baik dengan pelanggan, dan peningkatan daya saing. Selain itu
memungkinkan perusahaan untuk
lebih bisa bertahan dalam persaingan
dan
mengembangkan p erusahaan.
Sedangkan
dari sisi perusahaan penyelenggara jasa perdagangan
elektronis
tersebut dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.
Pengembalian Investasi Perusahaan penyelenggara jasa pedagangan elektronis akan dapat memperoleh
keuntungan secara finansial
dari
penyelenggaraan
It
jasa ini.
Transaksi-transaksi
perdagangan tradisional yang saat
ini terjadi
merupakan sasaran penerapan aplikasi
perdagangan elektronis tersebut, sehingga penyelenggaraan jasa perdagaflgan elektronis
hampir dapat dipastikan bahwa pengembalian investasi yang ditanamkan akan lebih cepat, seiring dengan semakin tingginya kebutuhan untuk melakukan transaksi tersebut.
2.
Pengembangan Perusahaan Selain keuntungan dari segi pengembalian investasi, pihak penyelenggara juga
memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan usahanya di arena jaringan nilai tambah. Hal
ini memberikan
kesempatan
yang luas untuk berkembang, karena luasnya
cakupan usaha jaringan nilai tambah tersebut.
Dari sudut pembangunan nasional beberapa hal yang merupakan manfaat adalah sebagai berikut:
1.
Peningkatan pendapatan nasional dan daerah
Dengan penyelenggaraan perdagangan elektronis diharapkan volume perdagangan yang
terjadi akan lebih meningkat sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional dan daerah secara keseluruhan.
2,
Pemerataan pendapatan dan kemakmuran masyarakat Indonesia
Secara implisit, kenaikan pendapatan nasional dan daerah tentunya sangat dipengaruhi
oleh kenaikan pendapatan masyarakat perdagangan itu sendiri. Kenaikan pendapatan ini
diharapkan akan lebih merata dengan adanya kemudahan akses terhadap transaksi perdagangan yang terjadi di setiap daerah.
3.
Peningkatankemampuanintelektualmasyarakat
Penerapan jaringan perdagangan elektronis menuntut adarrya kemampuan pemahaman
yang cukup akan penggunaan fasilitas elektronis dan komputasi. Dengan demikian,
secara
tidak langsung
kemampuan intelektual masyarakat pengguna jaringan
perdagangan elektronis juga akan lebih ditingkatkan. Selain
itu kemungkinan
adanya
penyebaran informasi yang lebih meluas dan merata juga akan mendukung perluasan wawasan masyarakat pengguna j aringan p erdagangan elektroni
74
s.
5.1.3.1b Analisis Resiko Resiko penerapan perdagangan elektronis ini antara lain adalah
l.
:
Biaya SDM Penerapan perdagangan elektronis
memiliki dampak pula pada SDM perusahaan.
Hal ini diperlukan untuk memberikan pelatihan pada pengguna dalam perusahaan tersebut. Biaya SDM muncul untuk kebutuhan minimal seorang koordinator aplikasi dan seorang pelatih aplikasi.
2.
Biaya Pelatihan Biaya pelatihan terkait dengan kehilangan waktu kerja pegawai untuk mengikuti
pelatihan, materi pelatihan, serta sarana dan lingkungan pendukung pelatihan. Pelatihan merupakan aspek yang paling penting dalam penerapan aplikasi perdagangan elektronis.
Karena penggunaan aplikasi tersebut akan lebih banyak melibatkan sistem komputer daripada manusia, sehingga kemampuan personil yang mengoperasikannya merupakan syarat utama untuk menghindari adanya kesalahan yang timbul.
3.
Biaya perangkat lunak aplikasi
Biaya-biaya yang terkait dengan biaya perangkat lunak adalah aplikasi komunikasi, translasi, dan antarmuka pemakai. Aplikasi-aplikasi tersebut harus dibeli atau dikembangkan sendiri dan akan menggantikan sistem yang sudah ada.
4.
Biaya lainnya Biaya-biaya lain yang bersifat intangible adalah masalah perancangan ulang
struktur organisasi dan proses-proses ke{anya. Transformasi tersebut jika tidak mampu ditangani secara baik dan efektif justru akan menurunkan pendapatan dan produktifitas perusahaan.
Hal lainnya yang berpengaruh adalah dampaknya secara sosial di
masyarakat.
Penerapan perdagangan elektronis akan mengubah cara hidup sebagian masyarakat
75
lndonesia. Dampak buruknya adalah mengurangi kontak sosial antar anggota masyarakat dan ketergantungan terhadap media elektronis, seperti halnya televisi.
5.
Transformasi fungsi perdagangan tradisionil ke perdagangan elektronis Transformasi fungsi perdagangan tradisionil ke perdagangan elektronis membawa
beberapa resiko baik bagi perusahaan yang melaksanakannya maupun bagi masyarakat yang menjadi pelanggannya. Perusahaan yang berpindah ke perdagangan elektronis harus
mempersiapkan dana untuk pembelian sarana-sarana perdagangan elektronis dan mengubah model proses bisnisnya agar mampu mengakomodasikan perubahan tersebut. Perubahan itupun harus diikuti pula oleh kemampuan para pegawainya untuk mengubah pola kerjanya. Sedangkan bagi masyarakat sebagai pelanggan ataupun pembeli, selain juga harus
memiliki sarana perdagangan elektronis, juga harus mempersiapkan kemampuan untuk dapat menggunakan sarana perdagangan elektronis yang tersedia. Selain
ini
itu transformasi
dapat pula mengubah pola pertumbuhan ekonomi menjadi lebih merata, tetapi jika
tidak diikuti perubahan pola pikir dan cara kerja yang sesuai maka perubahan tersebut justru akan menjadi kendala.
Dari sudut proses dan kesisteman, perubahan ini akan menuntut adanya standarstandar baru yang harus diterapkan dalam mekanisme perdagangan. B aik untuk sistem pengamanan ataupun standar pengolahan dan pengiriman dokumen.
Dari sudut hukum dan
pengaturan, terdapat beberapa
hal yang harus
dipertimbangkan seperti penataan kembali kode etik dan hak cipta, khususnya untuk mencegah adanya pemalsuan produk maupun perangkat aplikasi perdagangan elektronis tersebut. Selain juga penetapan standar-standar yang mengatur tentang aspek penyandian
untuk keperluan pengamanan data dan privasi.
76
5.1.3.2 Implementasi Aplikasi E-Commerce di Indonesia 5.1.3.2.1 Visi Implementasi Implementasi aplikasi perdagangan elektronis disesuaikan berdasarkan milestones
yang telah ditentukan pada masterplan Nusantara-2l. Adapun tahapan penerapannya disesuaikan dengan perkiraan tingkat kebutuhan perdagangan Indonesia pada setiap milestone, yaitu sebagai berikut
:
Tahun 1998-1999 Sesuai dengan urutan prioritasnya, maka pada tahap awal pembangunan jaringan
perdagangan elektronis akan ditekankan pada aplikasi yang akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. Penerapan tahap awal adalah aplikasi yang mendukung transaksi antar perusahaan
dengan menggunakan EDI. Aplikasi yang tercakup dalam kelompok tahap awal ini
adalah
:
aplikasi EDI untuk pelabuhan
/
bea-cukai
/
ekspor-impor (pelayanan
umum/transportasi) dan aplikasi EDI untuk perdagangan retail dan industri/manufaktur.
Tahun 2000-2002 Seiring dengan pertumbuhannya, maka tahap selanjutnya adalah penekanan pada penerapan aplikasi yang mendukung transaksi antara perusahaan dengan pelanggan.
Aplikasi-aplikasi dalam kelompok tahap ini sebagian besar akan menggunakan teknologi dan aplikasi internet untuk mencapai pelanggannya. Yang tercakup dalam kelompok ini
termasuk
:
penerapan web-site untuk menginformasikan produk dari distributor atau
pengecer, penggunaan homepage interaktif untuk melakukan pemesanan barang, perluasan penggunaan aplikasi sistem pembayaran untuk keperluan transaksi dengan nasabah, perluasan fungsi aplikasi penyebaran informasi dan pengumpulan data.
Pada tahun 2001 diharapkan bahwa jaringan aplikasi perdagangan elektronis
sudah bisa mencapai daerah setingkat kabupaten. Sasaran minimal untuk daeruh pedalaman adalah tercapainya voice riched community untuk fungsi penyebaran informasi dan pengumpulan data.
77
Tahun 2003-2007 Parameter tahapan implementasi tersebut adalah jumlah pengguna dan penyedia
jasa yang memanfaatkan fasilitas Nusantara-2l untuk aplikasi perdagangan elektronis. Parameter lainnya adalah peningkatan jumlah dan perluasan lokasi perdagangan elektronis
titik-titik pelayanan
untuk umum. Pada tahap ketiga ini pembangunan perdagangan
elektronis ditekankan pada perluasan cakupan pelayanan jaringan aplikasi perdagangan elektronis itu sendiri. Sosialisasi perdagangan elektronis akan mencapai tahapan dimana masyarakat menjadi terbiasa melakukan transaksi dari rumah melalui jaringan internet.
Target yang a kan d icapai
a
dalah p enempatan t itik-titik p elayanan u mum
s
ecara
hampir merata pada seluruh ibu kota propinsi dan kabupaten di Indonesia. Parameter utama yang dijadikan acuan adalah perbandingan tingkat kepadatan penduduk dengan
jumlah volume perdagangan yang terjadi. Hal ini juga akan disesuaikan dengan peningkatan jumlah voice riched community, service point POS, dan service point TEL di kota-kota kabupaten.
5.1.3.3 Rencana Strategis Jangka Pendek, Menengah dan Panjang 5.1.3.3.1. Rencana Strategis Jangka Pendek
l.
Aspek pasar: orientasi penerapan aplikasi lebih banyak masuk ke dalam kategori transaksi antar perusahaan (business to business transaction) dengan meminjam tingkat edukasi
yang relatif sudah cukup tinggi pada pengguna/pasar bisnis.
jenis aplikasi perlu di desain sedemikian rupa sehingga mampu dalam waktu relatif singkat digunakan dalam skala luas (killer apllications), sekaligus sebagai sasaran sosialisasi. Pada intinya, aplikasi
jenis ini mempunyai value tinggi dimata
pengguna (termasuk value yang mengakomodasi tingkat emosional pengguna).
penerapan aplikasi
di konsentrasikan
pada sentra-sentra perdagangan dengan
transakasi bisnis paling tinggi (basis pelanggan)
78
efek sebar penerapan aplikasi dilakukan dengan penempatan kios-kios akses pada setiap daerah perdagangan potensial
penerapan aplikasi yang didorong oleh pasar (market driven application) pada awalnya perlu dipicu oleh penerapan aplikasi yang didorong oleh regulasi, seperti misalnya penerapan EDI di kepabeanan dan pelabuhan 2.
Aspek Teknologi
:
Pada tahap awal teknologi transaksi antar bisnis yang paling sesuai dipergunakan adalah teknologi EDI dengan infrastruktur jaringan telekomunikasi yang ada.
lnfrastruktur yang relatif murah dipergunakan adalah jaringan Internet yang telah mulai dipergunakan dalam skala luas. Diperlukan telaah khusus dan intensif berkaitan dengan penerapan teknologi yang memberikan jaringan transaksi yang aman. Teknologr cryptagrsphy adalilt sarana
untuk mengatasi dan mengendalikan resiko-resiko atas keamanan data
dan
informasi. Yang pada intinya berupa mekanisme untuk membentuk sistem pengkodean secara rahasia dengan menggunakan kunci-kunci rahasia (secret
keys).Public key diperlukan untuk memasuki daerah pelayanan umum sedangkan private key digunakan untuk akses fasilitas tersebut pada tingkat transaksi yang bersi fat
3.
pribadi/individu.
Aspek Regulasi
:
Transakasi antar bisnis memerlukan perjanjian yang disepakati kedua belah pihak
untuk bisa saling bertransakasi informasi (trading partner agreement),
sehingga
dibutuhkan kesepakatan tentang standar-standar transaksi yang dipakai bersama. Standarisasi format dan mekanisme transakasi antar bisnis diatur oleh pihak-pihak yang saling bertransakasi, sedangkan standarisasi yang berskala nasional akan ditetapkan
oleh regulator dan mengacu kepada standarisasi yang bersifat global untuk menjamin keterpaduan transaksi perdagangan intemasional (Untfurm Commercial Code) Pengaturan-pengaturan lainnya dalam kerangka finansial (kepabeanan dan perpajakan,
79
sistem pembayaran elektronis), kerangka hukum (perlindungan hak-hak intelektual, hak-
hak pribadi dan sekuriti), dan kerangka akses pasar(infrstruktur, 'content', standarisasi teknis) seperti yang dirancang dalam
Bab IV, sudah harus
dan
mulai
dikembangkan dan dibahas dengan berbagai pihak. 5.1.3.3.2. Rencana Strategis Jangka Menengah
1.
Aspek Pasar
o
Orientasi penerapan aplikasi bergeser menuju kepada kategori transaksi
:
perusahaan dengan pelanggan (business
to consumers
transactions) sejalan
dengan meningkatkan tingkat edukasi konsumen.
o
Jenis aplikasi berkembang menuju ke penggunaan dalam skala lebih luas oleh perusahaan-perusahaan menengah
ke bawah (small medium enterprises) dan
pengguna konsumen langsung. Disain aplikasi harus sesuai dengan kebutuhan yang bersifat generik dalam transaksi perdagangan.
o
basis pelanggan dimulai dari sentra-sentra perdagangan dan menyebar ke daerahdaerah baru yang berpotensi untuk tumbuh dan berkembang.
.
efek sebar dilakukan dengan perluasan akses melalui kios-kios dan didorong oleh penyebaran aplikasi generik small medium enterprise.
.
penerapan aplikasi akan lebih banyak lagi didorong oleh kebutuhan pasar aspek
teknologi.
2.
Aspek Teknologi
o
Pengguna teknologi lebih berorientasi kepada teknologi penyediaan dan
:
pengelolaan content
di fasilitas jasa internet. Infrastruktur berkembang menuju
penggununn bandwidth yang lebih luas pada jaringanwireless internet.
o
Teknologi cryptography berkembang untuk memberikan dukungan sekuriti bagi sistem pembayaran elektronik yang lebih maju dengan menggunakan jaringan internet.
80
3.
Aspek Regulasi
:
Standarisasi mekanisme dan format transaksi akan lebih banyak didorong oleh penerimaan pasar terhadap solusi-solusi transaksi yang memberikan jaminan keamanan
individu @rivacy). Pembahasan rancangan pengaturan dalam kerangka finansial, hukum dan akses pasar sudah harus berada pada tahap siap pakai.
5.1.3.3.3. Rencana Strategis Jangka Panjang
l.
Aspek Pasar
:
penerapan aplikasi berorientasi kepada transaksi antar perusahaan dan perusahaan
dengan kosumen, dengan cakupan layanan lebih luas dan cakupan media yang
lebih berasam.
jenis aplikasi berkembang bukan hanya bersifat generik, namun sudah menuju kepada kebutuhan spesifik transaksi perusahaan-perusahaan besar dan menengah. basis pelanggan diperluas dengan aksesabilitas dari daerah-daerah terpencil.
t
Aspek Teknologi Pada tahap
:
ini teknologi penyedia dan pengelola content akan berkembang sejalan
dengan konvergensi teknologi multimedia dan akan menggunakan bandwidth yang lebih lebar pada jaringan wireline dan bandwidth yang sedang pada jaringanwireless internet.
3.
Aspek Regulasi
:
Pengaturan ulang perlu dilakukan mengingat pesatnya perkembangan teknologi
multimedia sekaligus menentukan standar-standar baru untuk mengatasi beragamnya mekanisme dan format transaksi. Pembahasan rancangan pengaturan dalam kerangka finansial, hukum dan akses pasar sudah harus berada pada tahap kemapanan.
8t
5.2.
Fasilitasi Perdagangan
Fasilitasi perdagangan (trade facilitation) merupakan isu baru dalam negosiasi perdagangan multilateral,
di mana isu tersebut baru masuk dalam Agenda WTO pada
KTM di Singapura, bulan Desember 1996. Definisi fasilitasi perdagangan menurut WTO
dan UNCTAD adalah: "simplification and harmonization
of
international trade
procedures, including activities, practices, and formalities involved
in collecting,
presenting, communicating, and processing data required for the movement of goods in
international trade." (WTO website, and UNCTAD, E-Commerce and Development Report 2001,
p 180). Berdasarkan definisi tersebut,
fasilitasi perdagangan mencakup
aktivitas seperti prosedur administrasi impor dan ekspor, prosedur kepabeanan dan lisensi. Dalam pembahasan di WTO, isu-isu yang tercakup dalam fasilitas perdagangan antara lain adalah: penyederhan.uul dan peningkatan transparansi dokumen resmi baik
persyaratan dokumen, pengepakan, pencantuman etiket dan standar; peningkatan transparansi dan perundang-undangan; perampingan pengawasan dan prosedur resmi
yang mencakup pembayaran bea; penggunaan teknologi informasi; harmonisasi dan penyederhanaan peraturan angkutan dan transit barang, struktur pembayaran dan mekanisme kredit ekspor.
Menurut OECD, definisi fasilitasi perdagangan adalah: "simplification
and
standardization of procedures and associated information flows required to move goods
internationally from seller to buyer and to pass payments in the other direction." (OECD, TD/TC/WP (2001)21 attributed to John Raven).
Menurut UN/ECE adalah: "comprehensive and integrated approach to reducing
the complexity and cost of the trade transactions process, and ensuring that all these activities can take place in an efficient, transparent, qnd predictable manner, based on
intemationally accepted nonns, standards, and best practices." (draft document 3/13t2002). Sementara itu, menurutAPEC adalah: "tradefacilitation generallyrefers to the
simplification, harmonization, use of new technologies and other measures to address procedural and administrative impediments Facilitation 2002\.
82
to trade. (APEC Principles on Trade
Pembahasan
isu ini di Indonesia juga mendapat perhatian yang serius
dari
pemerintah, terutama dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dari krisis. Dalam upaya harmonisasi dan penyederhanaan prosedur kepabean, pemerintah telah melakukan upayaupaya menciptakan prosedur dan praktek kepabeanan yang dapat memberikan pelayanan
yang efektif baik untuk ekspor maupun impor. Upaya tersebut antara lain berupa penerapan Customs Fast Release System (SistemPelayananPabeandi Bidang Impor),
yaitu penggunimn komputer untuk proses penilaian dokumen dan pengeluaran dokumen dengan sistem jalur merah dan jalur hijau yang diterapkan
di
pelabuhan-pelabuhan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan ams dokumen dan arus barang, menekan biaya ekonomi tinggi, serta mengamankan penerimaan negara.
Dalam mendukung pembiayaan perdagangan, pemerintah telah membentuk suatu lembaga pembiayaan ekspor, yaitu Bank Ekspor Indonesia. Bank
ini berfungsi
sebagai
penjamin letter of credit (LIC) yang dibuka oleh bank-bank di Indonesia. Selain itu juga
pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis dan lintas sektoral dengan menawarkan beberapa skema kredit sebagai penjaminan LIC yang dibuka oleh bank-bank
di Indonesia. Sesuai dengan berkembangnya teknologi informasi, penggunaan media elektronik
dalam perdagangan menjadi suatu hal yang memungkinkan. Perkembangan teknologi ini telah membuat manusia dapat berkomunikasi tanpa batas dimensi fisik,
ilffig,
waktu dan
institusi. Dalam hal ini, electronic commerce merupakan teknologi yang memungkinkan perdagangan dilakukan secara elektronis, yang berarti efektif dan efisien. Namun yang
perlu diperhatikan adalah masalah infrastruktur yang belum memadai dan belum merata.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah kesiapan masyarakat dalam menerima dan menggunakan fasilitas
ini, yang menyangkut kepercayaan, keamanan, yang menjamin
keaslian dan kebenaran data dan informasi dalam melakukan transaksi. Bagian ini juga menyajikan 3 contoh studi kasus fasilitasi perdagangan di Taiwan, Peru, dan Korea Selatan. Tujuannya adalah untuk melihat pengalaman beberapa negara tersebut dalam pelaksanaan fasilitasi perdagangan. Ketiga negara tersebut dipilih karena
memiliki perbedaan di dalam ekonomi, geografis, dan budaya.
Studi kasus fasilitasi perdagangan reformasi kepabeanan,
di Taiwan difokuskan
di Peru mengkaji efek dari e-commerce
83
pada peraturan dan
dan inovasi kebijakan
kepabeanan, dan
di Korea Selatan mengkaji efek gabungan dari perubahan
peraturan,
teknolo gi informasi, dan reformasi kepabeanan.
Studi Kasus Fasilitasi Perdagangan di Kawasan Asia Pasifik
a. a.1.
Studi Kasus di Taiwan Risk Management dan Teknologi
Memasuki abad ke-21, Taiwan, dengan luas hanya 36.000 km2, merupakan negara dengan peringkat 16 termaju di dunia. Taiwan juga merupakan negara eksportir
ke-14 terbesar di dunia, dengan nilai ekspor dalam tahun 2001 mencapai lebih dari US$ 168,5 miliar. Negara dengan impor lebih dari US$ 165,7 miliar per tahunnya,
menempatkan Taiwan sebagai negara importir ke-16 terbesar di dunia. Gambaran tersebut mencerminkan usaha Taiwan dalam mempromosikan perdagangan bebas. Dalam
periode 1992-1994 pabean Taiwan telah menyelesaikan Sistem Otomatisasi Ekspor/Impor Muatan Udara dan Laut (Air Cargo and Sea Cargo Import/Export Automation Systems). Sistem ini menghubungkan unit perizinan bea dan cukai (customs clearance units) dengan bisnis swasta melalui Trade Van dan Electronic Data
Interchange (EDD di antara semua unit. Bersama dengan usaha-usaha lainnya, sistem ini memberikan proses yang efisien, cepat, dan menurunkan hambatan perizinan bea dan cukai. Dalam proses perizinan bebas hambatan yang utama, kesempatan utama berpusat pada jaminanlkepastian yang terpenuhi. Hal
ini
secara
jelas diidentifikasikan oleh Ren-
Hsiung Fu, mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Taiwan: "Lingkungan izin bebas hambatan bukan berarti menolak bea dari anti-penyelundupan dan pencegahan penipuan,
tetapi untuk merubah strategi pelaksanaan kami dari penahanan untuk manajemen risiko dengan target grup-gup berisiko tinggi, seperti mengandalkan penambahan teknologi
yang menunjukkan dengan tepat risiko dan ijin muatan berisiko rendah dan penumpang
untuk melewati cukai tidak terganggu." Dalam tahun 1990-an, jumlah proses deklarasi oleh bea dan cukai Taiwan meningkat lebih dari
li3 kalinya, yaitu
dat'r 4,7
juta dalam tahun 1991 menjadi 7 juta
dalam tahun 2000. Selama periode tersebut pegawai bea dan cukai menurun dai 4.369
84
pegawai menjadi 4.191 pegawai. Dengan demikian, bea dan cukai Taiwan dihadapkan dengan dua tugas baru: bagaimana mengawasi volume perdagangan dengan turunnya
sumber-sumber daya dan bagaimana melaksanakan peraturan tanpa mengganggu perdagangan.
a.2.
Program Reformasi Dalam tahun 2000, dalam rangka memperhatikan kesempatan pelaksanaan dalam
lingkungan dengan lebih besamya aliran perdagangan dan mengecilnya sumber-sumber keuangan, bea dan cuka Taiwan meluncurkan program rekayasan kembali. Manajemen bea dan cukai memutuskan untuk mengembangkan sistem yang akan menentukan
pemeriksaan pengapalan yang dibutuhkan danyang akan dibebaskan. Secara tradisionil, pemilihan muatan dan pemilihan ringkasan masuk
dikombinasikan oleh bea dan cukai Taiwan ke dalam satu langkah. Hal ini mengijinkan kelengkapan kesinambungan ujian muatan dan kaji ulang dokumen sebelum pembebasan/pengeluaran pengapalan.
P edagang
membutuhkan untuk menyimpan
keterangan/pernyataan bea dan cukai hanya sekali, meneruskannya melalui EDI. Dalam ja.rgka waktu 15 menit penyimpanan keterangan tersebut, pedagang menerima catatan berkenaan dengan klasifikasi muatan mereka. Muatan diklasifikasikan ke dalam tiga
kategori, Cl, C2, dan C3, tergantung dari risiko potensial dari pengapalan. Klasifikasi Cl melihat pada pengapalan dengan risiko minimal yang dapat melewati ijin. Barang-barang yang masuk dalam klasifikasi C2 ditujukan pada kaji ulang dokumen, sementara muatan yang masuk dalam kategori C3 ditujukan pada inspeksi pengapalan dan kaji ulang dokumen
jika diperlukan.
Pada akhir tahun 1990-an pemeriksaan tingkat muatan udara dan laut adalah
masing-masing sebesar 18% dan 25%. Namun, dalam rangka menangani meningkatnya
volume perdagangan, bea dan cukai Taiwan menetapkan tujuan ambisius dengan menurunkan tingkat pemeriksaan menjadi kurang dari. 5%. Untuk menyelesaikan/menyempurnakan tujuan ini, Customs Reengineering Promotion Committee mengatur satuan tugas untuk mengkaji ulang proses klasifikasi muatan dan
untuk mempersempit focus inspeksi bea dan cukai. Dengan tambahan untuk pemeriksaan kebutuhan impor, satuan tugas mengkaji ulang proses-proses di mana pedagang selalu
8s
meminta inspeksi. Sebagai hasil dari kampanye ini, rata-rata tingkat inspeksi untuk muatan laut turun dan25% menjadi 20%o, sementara untuk muatan udara turun da,.i l8o/o
menjadi 10%. Reformasi ini tetap memelihara pengawasan terhadap pengapalan kunci sementara kehilangan peraturan dan
a.3.
ijin untuk muatan berisiko lebih rendah.
Risk Management Dalam konteks pabean, manajemen risiko merujuk pada cara kasus dan metode
khusus penetapan intervensi pabean yang dapat, pada satu sisi, menjamin pemenuhan dan, di sisi lain, memudahkan perdagangan yang sah. Dalam bulan
Mei 1997,
Subcommittee on Customs Procedures (SCCP) APEC mendukung bantuan teknik majemen risiko sebagai bagian dari Collective Action Plan (CAP). Satu dari langkah pertama reformasi manajemen risiko adalah pelatihan
manajemen pabean yang diselenggarakan oleh pelatih-pelatih dari APEC-SCCP dan jasa pabean Amerika Serikat. Juga, Tim
Misi Studi APEC menyelenggarakan misi studi pakar
di Taiwan dalam bulan Nopember 2000. Sekitar 100 pakar dari bea dan cukai Taiwan, termasuk pegawai dari empat biro di bea dan cukai (Keelung, Taipei, Taichung, dan Kaohsiung), berkesempatan untuk berbagi pengalaman. Pada tingkat reformasi berikutnya, bea dan cukai Taiwan menciptakan tiga satuan tugas untuk meningkatkan efisiensi dari tiap tiga sistem pelaksana
ijin muatan - kaji
ulang surat muatan, kemampuan menyaring muatan, dan audit pasca impor/ekspor. Dalam kaji ulang surat muatan, satuan tugas dihadapkan dengan tujuan menghilangkan semua proses manual untuk membersihkan sasaran pengapalan illegal dan menjamin
identifikasi yang tepat dari penyelundupan sebelum menyimpan semua masukan. Pada tingkat kemampuan menyaring muatan, satuan tugas lain diciptakan untuk sistem targeting dan mempersempitkan fokus pemeriksaan. Akhirnya, pada tingkat audit pasca impor/ekspor, usaha tim difokuskan pada pengembangan proses untuk menghasilkan audit pasca impor untuk membatasi kesempatan penyelundupan lebih jauh. Proses manajemen risiko diformalkan dalam enam fase
-
identifikasi risiko,
analisis risiko, evaluasi risiko, perlakuan risiko, pengawasan, dan permintaan latar belakang. Pada tingkat identifikasi risiko, bea dan cukai Taiwan memperluas batas sumber-sumber untuk identifikasi risiko pengapalan untuk masuk kecurigaan
86
intelijen/ketenngan-keterangan rahasia, data historis seperti juga investigasi judisial dan peraturan. Pada tingkat analisis risiko, bea dan cukai Taiwan mengembangkan pendekatan
evaluasi risiko yang menyeluruh. Untuk menentukan tingkat risiko, bea dan cukai menganalisa frekuensi dan pola pelanggaran, barang-barang khusus termasuk, dan konsekuensi risiko seperti penghindaran pajak atau tekanan kesehatan umum. Pada evaluasi risiko, pedagang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori rendah, menengah, dan tinggi
- masing-masing
- risiko
membawa beban berbeda dalam
kemampuan menyaring muatan. Dalam perlakuan risiko, bea dan cukai berwenang mengawasi criteria kemampuan menyaring secara fleksibel yang merubah basis harian.
Ukuran ini mencegah importir illegal dari pemakaian sebab/pengaruh dan analisis historis untuk menentukan target selektivitas bea dan cukai. Juga, kaji ulang kine{a pegawai bea dan cukai dikaji ulang untuk mencerminkan usaha karyawan dalam memajukan tingkat pemenuhan importir.
Dalam rangka menjamin evaluasi konstan kriteria selektivitas, bea dan cukai
Taiwan mendirikan arsip sejarah yang mengidentifikasi pengarang dari perubahan kriteria dan arsip hasil yang merefleksikan efektivitas kriteria selektivitas. Mengembangkan teknik dalam manajemen risiko pada pokoknya ijin pabean tanpa pengawasan kompromis melalui pengapalan. Rata-rata waktu
ijin muatan udara turun
menjadi 21 menit dan lebih darr%pemasukan terlampaui pabean. Rata-rata waktu ijin muatan laut turun menjadi l jam 52 menit, dengan lebih dari 50o/opemasukan terlampaui.
a.4.
Audit
Pasca
Ekspor/Impor
Peningkatan volume perdagangan, lebih pendeknya waktu perizinan dan hilangnya kebutuhan inspeksi meningkatkan kepentingan audit pasca impor. fJkuran dalam beberapa area proses pabean difokuskan pada peningkatan pemenuhan lebih lanjut dan pembatasan praktek ilegal.
Dalam area peraturan, pembuatan undang-undang pabean direvisi untuk
mengijinkan auditor pabean untuk mengkaji ulang rekor ... importir dan eksportir dan arsip komputer. Dalam koordinasi dengan otoritas pajak, bea dan cukai mengembangkan
87
mekanisme untuk cek silang di antara nilai barang yang dilaporkan dan pajak yang dibayarkan. Akhirnya, bea dan cukai mengembangkan pedoman untuk mendukung audit,
mengambil langkah lain menuju proses audit yang lebih standar dan transparan. Dalam area sumber dayamanusia, petugas bea dan cukai menerima pelatihan audit lebih jauh. Sebagai hasil dari beberapa pengalaman pelatihan bilateral khusus, lebih
dari 300 petugas bea dan cukai Taiwan menerima pelatihan di bidang audit yang lebih maju. Akhimya, petugas IT dalam kerjasama dengan petugas bea dan cukai mengembangkan peralatan otomatis yang lebih luas untuk memfasilitasi operasi yang meragukan dalam cara Electronic Data Interchange.
a.5.
Pertemanan dengan Pedagang Dalam rangka meningkatkan pengawasan, bea dan cukai Taiwan mendirikan
kerjasama strategis dengan eksportir, importir dan agen-agen perdagagan lain. Bagian ini
mulai untuk membagi beberapa tanggung jawab pabean dalam identifikasi praktekpraktek ilegal. Sebaliknya, bagian ini menerima perlakuan khusus, seperti menurunkan
tingkat pemeriksaan dan pengecualian dari perintah kawalan muatan, aspek kritis bisnis seperti perusahaan angkutan cepat.
Untuk keadaan standardisasi pertemanan, bea dan cukai Taiwan mengembangkan Memorandum of Understanding (MoU) yang melukiskan kerjasama bea dan cukai dengan bidang-bidang yang
terkait. Sukses dari inisiatif tersebut terlihat lebih dari
71
menandatangani pertemanan yang memimpin penyitaan angka penting. Satu contoh adalah penyitaan dari pengapalan Ecstasy berkali-kali berdasarkan informasi dari
pembawa muatan cepat.
a.6.
Hasil Akhir Bea dan Cukai Taiwan mencapai sukses dalam fasilitasi perdagangan dengan
memerangi birokrasi, ketidak efisienan, dan ketidak pemenuhan dalam beberapa sektor. Usaha dalam peraturan inspeksi muatan menurunkan tingkat rata-ratapemeriksaan
menjadi 20-40% dan memperlancar/mempercepat ijin tanpa membahayakan pengawasan melalui pengapalan. Teknik manajemen risiko menjamin analisis pengapalan lebih tepat dan arah target sumber pabean terutama muatan berisiko tinggi. Sumber-sumber daya
88
manusia dan keuangan diamankan pada saat yang sama sejak meningkatnya pemenuhan barang-barang yang melalui batas: Teknik analisis risiko lebih efektif, memajukan teknolo gi informasi, membolehkan/memungkinkan
p
etugas pab ean untuk mence gah lebih
dari 8.000 pengapalan ilegal bernilai sekitar US$ 20 juta dalam tahun 2000. lnovasi pemeriksaan keuangan lebih menurunkan hambatan perdagangan melalui pemeriksaan pemeriksaan terpilih hanya sesudah ijin pabean. Selama semester pertama tahun 200I, pemeriksaan keuangan terpilih yang berhati-hati berperan membongkar 121 kasus penipuan, meningkatkan anggaran pemerintah menjadi US$ 3,5 juta dalam
pengumpulan pajak dan denda. Sebagai hasil dari usaha terus-menerus dalam bidang
fasilitasi perdagangan yang berbeda, bea dan cukai Taiwan meningkatkan efisiensi, ketepatan, dan transparansi. Taiwan secara jelas memperlihatkan bagaimana kebijakan perdagangan yang lebih efisien mewujudkan ke dalam manfaat berbasis ekonomi yang
lebih luas.
a.7.
Pelajaran yang Dapat Diambil Contoh dari Bea dan Cukai Taiwan menunjukkan bahwa pelaksanaan dan
fasilitasi perdagangan bukanlah tugas eksklusif. Lebih jauh, tujuan dapat dicapai sekalipun dalam keadaan sumber yang sedikit dan meningkatnya volume perdagangan. Sejak bea dan cukai kesulitan dalam mempengaruhi volume perdagangan,
perhatian/tekanan kunci harus diletakkan dalam mengadaptasi pola perdagangan baru dan pelaksanaan perubahan yang akan mengalamatkan pengembangan perdagangan
intemasional. Bea dan cukai Taiwan menunjukkan perluasan jaringan pabean yang efektif ke
dalam komunitas perdagangan. Pendirian pertemanan dengan kepercayaan, teman bisnis
berisiko rendah menciptakan kepercayaan, membantu membangun kekuatan, komunitas perdagangan yang lebih transparan dengan beberapa peraturan dan
iklim investasi yang
lebih baik. Ke depan, ukuran ini akan mempengaruhi sumber-sumber sektor swasta yang luas dan membantu memecahkan masalah keuangan yang dihadapi pemerintah di negaranegara berkembang.
Akhirnya, pengalaman Taiwan menunjukkan bahwa pendekatan efektif terhadap fasilitasi perdagangan dan meningkatkan pemenuhan mencakup peningkatan manajemen
89
risiko, teknik yang meningkatkan inspeksi pabean. Pemeriksaan yang lebih tepat, tabungan sumber-sumber yang lebih besar sementara secara pada saat yang sama meningkatkan perdagangan.
b.
Studi Kasus di Peru
b.l.
Reformasi Bea dan Cukai di Peru Pada awal tahun 1990-an, Bea dan Cukai Peru adalah organisasi dengan pegawai
sekitar 4.000 orang, bertanggung jawab terhadap proses US$ 4 miliar barang impor. Bea dan cukai mengumpulkan pajak tahunan sebesar US$ 626 juta, gambaran yang
memperlihatkan sedikitnya seperempat dari pendapatan pemerintah. Pengamat luar dan perusahaan angkutan barang multinasional sering menggambarkan bea dan cukai Peru sebagai melengkapi kurang baik, organisasi dengan pendanaan kecil dengan fasilitas
yang tidak memadai dan petugas yang kurang pelatihan dan tidak tangkas/cakap. Pengamatan ini juga didukung oleh data statistik.
Dalam tahun 1991 hanya 2% dai petugas bea dan cukai Peru yang profesional. Sistem kertas kerja intensif dan prosedur pabean antikuasi, bersama-sama dengan tingkat inspeksi 70 sampai I00o , menghasilkan waktu ijin berkisar antara 15 sampai 30 hari.
Tinggi dan kompleksnya tarif dengan 39 tingkat pajak berkisar antara 10 sampai 84% yang semakin memperburuk situasi. Kekurangan penyesuaian di antara petugas yang bekeda di 19 pelabuhan, tidak adanya panduan yangjelas, dan luas individu/perseorangan/tersendiri kebijaksanaan/keleluasaan dari .. underpaid stal kesemuanya itu menciptakan kesempatan untuk korupsi. Sebagai hasilnya, bea dan cukai hanya dapat mengumpulkan pendapatan rendah sekalipun dalam lingkungan pajak yang
tinggi.
b.2.
Tanda-tandaPerubahan Awal tahun 1990-an ditandai oleh beberapa faktor politik dan ekonomi yang
mendorong perubahan positif dalam proses pabean. Dalam tahun 1991 Peru mencatat masalah dalam administrasi pabean dan mengungkapkan maksud untuk reformasi dengan
petjanjian dari pemimpin bea dan cukai yang baru. Tim manajemen baru didirikan untuk
90
membuat program reformasi dan mengambil tanggung jawab proses reformasi. Di antara penyedia pedoman manajemen awal adalah Inter-American Development Bank, Organization of the American States, dan World Bank. Konsultan dipekerjakan khususnya ketika pakar dan tenaga ahli dibutuhkan.
b.3.
Program Reformasi Bea dan Cukai Peru melaksanakan pendekatan top-down. Tim manajemen bea
dan cukai yang baru berjanji untuk menanamkan integritas, jasa dan kemampuan dalam
organisasi melalui pengenalan prosedur dan pengawasan dari atas. Seragam Code
of
Conduct didirikan untuk menyampaikan perubahan budaya dan standar di dalam organisasi. Tujuan inovasi ini adalah untuk menjamin kesesuaian dan transparansi
melalui sistem dan batas kebijaksanaan/keleluasaan individual petugas. Tim manajemen mengembangkan rencana aksi empat langkah. Rencana aksi ini dipandu oleh tiga Perjanjian Kerjasama Teknik dengan IBD untuk Modernisasi dan Reformasi Bea dan
Cukai. Rencana aksi reformasi mencakup 4 fase berbeda: (1) ... Tiap-tiap fase rencana aksi difokuskan pada bagian yang khusus, menjadikan tugas secara jelas dan garis batas yang tertentu. Tugas reformasi tahap awal adalah untuk memecahkan masalah yang dihadapi bea dan cukai Peru secara keseluruhan, seperti tingkat
tariff yang terlalu banyak, korupsi,
kurangnya pelatihan, rendahnya otomatisasi, dan kebijaksanaan/keleluasaan individu yang terlalu banyak. Perhatian segera ditempatkan pada peraturan pabean baru yang
diartikan untuk mendirikan lingkungan yang lebih transparan dan menjamin tindakan bersama petugas pabean. Peraturan pabean baru menurunkan 39 tingkat tariff berkisar
dan
n%
sampai 84% menjadi hanya 2 tingkat tariff yaitu l5o/o danZ1Yo.Perubahan
peraturan lain difokuskan pada kesesuaian dari peraturan Peru dengan standar pabean
intemasional, seperti Konvensi Kyoto dalam Harmonisasi dan Simplifikasi Prosedur Pabean. Perubahan legal.
91
b.4.
Perubahan dalam Kebijakan Sumber Daya Manusia Di bidang sumber daya manusia, manajemen melaksanakan dua pendekatan yang
mengikat: pertama, semua pegawai yang ditemukan terlibat korupsi dipersilahkan untuk keluar; kedua, manajemen mengontrak universitas untuk mengembangkan tes kemampuan pegawai. Melanjutkan pegawai dibuat secara rombongan dalam melewati tes
ini. Walaupun terdapat tekanan menggunakan/mendesak.. Sebagai hasil usaha ini, korupsi menurun, sementara tingkat kemampuan petugas meningkat. Sebagai bagian dari reformasi di bidang sumber daya manusia, gaji pegawai meningkat dramatis menjadi
hampir l0 kali lipat dari jumlah gaji yang diterima semula. Beberapa langkah lain diambil untuk meningkatkan kemampuan petugas pabean. Sewa posisi professional dibatasi pada tingkat sarjana. Lebih jauh, manajemen
menyediakan akademi pelatihan dan menawarkanpelatihan
I
tahun untuk pegawai baru
dan yang memegang jabatan. Selain itu, pabean memulai program tenaga baru dan pengetahuan organisasi melalui penerimaan pegawai luar dari professional tingkat menengah
- pakar-pakar
ekonomi, audit, statistik, dan teknologi informasi. Sebagai
hasilnya, persentase petugas pabean Peru yang professional meningkat
dai2% menjadi
60%.
b.5.
Pengenalan pada Kemajuan Teknologi Manajemen pabean memperkenalkan sistem informasi untuk koordinasi dan
mempersingkat/mengefisienkan proses perijinan. Pabean memeriksa pelaksanaan
ASYCUDA, sistem informasi yang dikembangkan oleh UNCTAD untuk mengotomatkan proses perdagangan. Namun, sesudah pemikiran ASYCUDA dan beberapa altematif
lainnya, manajemen memutuskan untuk mengembangkan system sendiri
-
SIGAD,
khususnya untuk kebutuhan pabean. Pengenalan SIGAD mengijinkan Bea dan Cukai Peru untuk sasaran pengapalan khusus untuk inspeksi intensif, mengurangi kertas kerja,
mengumpulkan statistik perdagangan yang akurat, dan memfasilitasi aliran barang
melalui kontrol pabean. Sistem informasi ini tidak hanya memungkinkan Bea dan Cukai Peru menangani luasnya beban kef a dengan mengurangi staf tetapi
juga
membebaskan
petugas dari beberapa tugas rutin dan mengijinkan tenaga kerja ahli untuk fokus pada masalah analitis.
92
Sistem informasi baru memungkinkan agen pabean untuk pemasukan arsip secara elektronis, membayar pajak langsung kepada lembaga keuangan yang ditentukan/terpilih, dan mengkonsultasikannya dengan anggota organisasi lainnya. Elektronik mengkatalog dan menentukan tinggi dan rendahnya risiko pengapalan untuk menurunkan tingkat
inspeksi manual dari70
-
100% menjadi maksimum 15% danrata-rata batas waktu
maksimum turun dari 15 sampai 30 hari menjadi sekitar 2 jam sampai
2hai.
Sebagai hasil inovasi ini, bea dan cukai Peru dirubah ke dalam organisasi berdasarkan informasi di mana teknik pra-proses dan pasca audit menggantikan inspeksi
fisik dan sistem berdasarkan kertas. Sukses dari sistem informasi SIGAD menjadikan beberapa negara Amerika Selatan lainnya untuk mengikutinya.
b.6.
Hasil Sebagai hasil dari reformasi, efisiensi dari pabean Peru meningkat pesat. Hal
ini
terlihat dari rangking pabean Peru masuk dalam 10 organisasi terbaik di sektor swasta atau publik. Sukses reformasi pabean Peru dengan cepat menterjemahkan ke dalam pengembangan di bidang fasilitasi perdagangan Kemajuan yangpalingpesat dalam
reformasi ini adalah gabungan dari penurunan tarif dan pegawai dengan peningkatan yang besar dalam pendapatan. Berikut ini perbandingan pabean Peru dalam tahun 1990
dan 1996 memperlihatkan sukses dari reformasi dan menekankan efek akhir dalam perdagangan:
o
Tingkat pajak diturunkan dari 39 kategori menjadi hanya 2 tingkat.
o
Tingkat pajak diturunkan dari kisaran 10Yo sampai 84% menjadi 2 tingkat yaitu 15% dan25%.
o
Jumlah pegawai turun sekitar 30Yo dari 3.800 menjadi 2.600 personil.
o
Batas waktu maksimum turun dari 15 sampai 30 hari menjadi sekitar 2 jarrt
sampai zhari.
o
Nilai impor meningkat mendekati l00oh, yaitu dari US$ 4 miliar dalam tahun 1990 menjadi US$ 7,5 miliar dalam tahun 1996.
93
o
Pendapatan Bea dan Cukai meningkat 4 kali lipat, yaitu dari US$ 626 jtrta
menjadi US$ 2.723 juta, meskipun penurunan tingkat inspeksi, personil dan pajak.
o
Kontribusi Bea dan Cukai pada pendapatan nasional meningkat darj 23% meryadi 35%.
Tentu, selalu ada tempat untuk peningkatan. Komunitas perdagangan dan bisnis Peru memperhatikan proses permohonan untuk klasifikasi ulang dan penilaian ulang pabean, fakta bahwa kesalahan kecil (seperti kesalahan juru tulis atau ketidak sesuaian surat muatan) diperlakukan sebagai pelanggaran. dan sering menghasilkan penalti serius,
di mana masih ada ketidak efisienan dalam pembebasan muatan, dan bahwa lalu lintas penyelundupan dan barang selundupan belum dikeluarkan secara keseluruhan dari praktek pabean. Secara jelas, Peru telah membuat kemajuan di bidang fasilitasi perdagangan.
b.7.
Pelajaran yang Dapat Diambil Contoh dari Bea dan Cukai Peru memperlihatkan bahwa suatu negara dapat
melaksanakan proyek fasilitasi perdagangan dengan berhasil dalam jangka waktu pendek.
Dua faktor penting keberhasilan reformasi adalah dukungan politik dari pejabat pemerintah dan tim manajemen yang kuat dan baik dalam melaksanakan perubahan. Lebih jauh, Peru menawarkan beberapa pelajaran dalam pengumpulan pendapatan dan .. pada satu pihak dan fasilitasi perdagangan di pihak lain. Beberapa pemerintah percaya bahwa mereka harus membuat pilihan dan sebagai hasilnya, beberapa menekankan pelaksanaan pada biaya fasilitasi perdagangan, sementara lainnya
mengorbankan pemenuhan fasilitasi perdagangan. Kasus ini memperlihatkan bahwa sebuah negara dapat meningkatkan pendapatan pabeannya, standar pemenuhandan
fasilitasi perdagangan pada saat yang bersamaan. Otomatisasi dan e-commerce sering dianggap sebagai atribut tambahan yang tidak secara mendasar merubah prosedur perdagangan utama. Bea dan cukai Peru telah
memperlihatkan bahwa teknologi tepat guna adalah satu aspek kunci dalam fasilitasi perdagangan, dan sebuat ukuran yang dapat merubah proses perdagangan.
94
c.
Studi Kasus di Korea
c.1.
Bea dan Cukai, Reformasi Peraturan, dan E-Commerce di Korea Selatan
Dalam semester kedua tahun 1990-an, Korea Selatan dihadapkan dengan 2 tugas utama untuk menghadapi masalah-masalah baru dalam perdagangan internasional. Tujuan pertama adalah mengadopsi teknologi informasi untuk modernisasi dan mempersingkat proses batas maksimum pabean. Tugas kedua adalah mempermudah peraturan impor dan mengurangi biaya logistik yang menggambarkan porsi pertumbuhan dalam struktur biaya importir. Pengenalan teknologi informasi adalah penting untuk meningkatkan transparansi pabean. Sebagian besar informasi pabean disediakan secara manual dan dalam bentuk
kertas, di mana secara berarti menunda proses permintaan. Jika terdapat kelompok yang
tertarik tidak dapat memperoleh akses penuh terhadap informasi yang dibutuhkan, beberapa mempunyai kesadaran pada hubungan pribadi, yang segan/malu-malu transparansi pabean dan memelihara favoritisasi. Juga, situasi
ini mencegah importir dari
sistem kontrol inventarisasi modern seperti hantaran tepat waktu, di mana meningkatkan biaya bisnis intemasional. Masalah ini menjadikan Korean Customs Service (KCS) untuk menyadari pengembangan sistem informasi yangakanmembagi dengan data waktu
riil importir
tentang batas waktku pabean. Beberapa sistem dapat mencegah penundaan atau
perlakuan tidak adil dan mengijinkan importir untuk memeriksa pengawasan yang lebih besar melalui jadwal pengapalan. Tugas kedua yang dihadapi Korea adalah untuk memperrnudah kebutuhan import dan mengurangi biaya logistik dalam perdagangan intemasional dalam rangka persaingan
di dalam lingkungan ekonomi pasca krisis yang sulit di Asia. Verification of Import and Export Requirements (VIER), seperti karantina dan lisensi, diselenggarakan oleh macammacam agen pemerintah. Dalam pertengahan tahun 1990-an, biaya-biaya ini be{umlah
lebih dari 15% dan PDB Korea, sementara Amerika sebesar I0,5o dan Jepang sebesar 8,8oA. Oleh karenanya tujuan untuk menurunkan biaya
ini menjadi prioritas nasional dan
berusaha untuk memperkuat kompetisi ekonomi Korea.
95
d.
Kesimpulan dari hasil3 Studi Kasus Ketiga studi kasus ini memperlihatkan bahwa untuk mengatasi rintangan dalam
fasilitasi perdagangan dan kumpulan dukungan dari semua pihak membutuhkan perhatian/tekanan pada manfaat khusus terhadap pihak yang berkepentingan. Namun, semua manfaat pribadi berarti untuk menghasilkan pengaruh nasional, bermanfaat tidak hanya untuk perekonomian dalam negeri tetapi juga negara lain terlibat dalam perdagangan internasional. Kasus-kasus sukses yang diceritakan di atas melengkapi kejadian bahwa
reformasi fasilitasi perdagangan dapat menjadi efektif. Beberapa pembuat kebijakan menentang menurunkan hambatan perdagangan, risikoikemungkinan bahwa hal
ini akan
menghalangi/mengganggu penyesuaian dengan peraturan pemerintah. Contoh dari
Taiwan dan Peru secara eksplisit menunjukkan bahwa perekonomian dapat meningkatkan pendapatan bea cukainya, meningkatkan standar penyesuaian, dan fasilitasi perdagangan pada saat yang sama. Dan pegawai pemerintah selalu berpendapat melawan reformasi perdagangan dengan dasar
iklim politik dan ekonomi yang tidak menunjang. Contoh dari
Peru menunjukkan bahwa perbaikan penting dalam
iklim perdagangan dan investasi
dalam jangka pendek adalah mungkin. Argumen lain melawan reformasi adalah
kurangnya sumber keuangan pemerintah local. Seperti diindikasikan dalam kasus Bea
Cukai Taiwan, cara efektif mengerjakan sumber tambahan adalah meningkatkan kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta, maka mengungkit sangat besar
infrastruktur bersama. Terakhir, beberapa pembuat kebijakan mengatakan bahwa kebutuhan peraturan mereka adalah unik dan menyesuaikan pada hal-hal khusus negaranya. Kesalahan untuk meluruskan standar nasional dengan standar internasional dapat menuju pada ketidak efisienan dalam perdagangan internasional. Kasus Peru menunjukkan keseragaman dalam peraturan perdagangan mempromosikan perdagangan dan hasil-hasil manfaat ekonomi
untuk semua negara yang turut serta dalam perdagangan. Seperti ditunjukkan dalam ketiga kasus ini, memajukan e-commerce dapat merubah proses perdagangan dan harus berkenaan sebagai satu dari factor kunci dalam
fasilitasi perdagangan. Sumber kuat lainnya untuk memperlancar ijin bea dan cukai
96
adalah manajemen risiko, yang bergantung pada penggunaan jaringan teknologi
informasi yang efektif. Teknik manajemen risiko yang tepat secara berkesinambungan mempercepat ijin bea dan cukai, memastikan/menjamin pemenuhan, dan sumber kepabeanan yang aman.
Akhirnya, reformasi perdagangan yang efektif harus mempunyai dukungan politik dari pejabat pemerintah dan tim manajemen yang kuat dalam merealisasikan perubahan dan menghadapi pihak lawan.
97
Daftar Pustaka Claessens, Stijn and Marion Jansen. Internationalization of Financial Services, Issues and Lessons for Developing Countries. Kluwer Law lnternational: 2000.
Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar NegeiRl. Deklarasi Johannesburg mengenai Pembanguna Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan (Berikut Komitmen Sehoral Nosional).
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Departemen Luar Negeri RI. [4/or ld Trode Organization. Departemen Permukiman www.Kimpraswil.qo.id
dan
Prasarana Wilayah. Government Procurement.
Direktorat Sistem dan Prosedur Pendanaan Pembangunan. Strategi Pembangunan Nasional Menuju Good Governance Melaluf Reformasi Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah. Feridhanusetyawan, Tubagus. Indonesia's Trade Policy and Performance: An Overview. CSIS: Jakarta.2001.
Fingerand, K. Michael and Ludger Schuknecht. Trade, Finance and Financial Crises. WTO Secretariat. Intermatrix Communication dan DJLK. Proceeding Seri Seminar tentang GAT\.2003. Kompas. Pemerintah AS Berlakukan Antidumpirug Udang Impor.31 Desember 2003 Kompas. AS Batal Kenakan Antidumping Udang RI. 2 Januari 2004.
Kono, Masamichi. Opening Market in Financial Services and The Role of The GATS. WTO Secretariat
Kwik, Kian Gie. Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Mangkusuwondo, Suhadi. Ketahanan Ekonomi Nasional Dalam Era Globalisasi. Pidato Ilmiah pada Upacara Hari Jadi ke-41 Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 23 Oktober 1999. Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor I8/2000 tentang Pedoman Pelal<sanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Sekretariat
Tim Nasional WTOiDirektorat
Kerjasama Multilateral, Diden KIPI,
Depperindag. Posisi Indonesia di bidang isu baru: Pengadaan Barang Pemerintah.
Shin, lnseok. Korea's Liberalization of Financial Service. Korea Development Institute: 2000
GATS/SC/43l and Supplement
l-3,
Indonesia-Schedule
of
Specific
Commitments. WTO
GATS/EL/43/ and Supplement Exemptions. WTO
1,
Indonesia-List
of Article II
(MFI.{)
UNCTAD. Dispute Settlement: World Trade Organization.PBB; New York dan Jenewa. 2003. Wilson, John S ., C atherine M ann, Y uen P au W oo, N izar A ssanie, lnbom C hoi. Trade Facilitation: A Development Perspective in the Asia Pacific Region. APEC: 2002.
World Trade Organization. Trade Policy Review: Indonesia (WT/TPPJG/Il7). WTO Scretariat: Jenewa. 2003.
World Trade Organization. Market Access: Unfinished Business. WTO Sekretariat: Jenewa. 2001.