BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM
A. Pendahuluan Struktur, fungsi dan stabilitas ekosistem sangat beragam menurut waktu dan ruang. Perubahan ekologis berlangsung sepanjang waktu dan memberikan makna yang fundamental dalam skala rentang waktu yang lebar dari tingkat detik dan menit (untuk pola fisiologis dan perilaku tumbuhan dan hewan) sampai jutaan tahun perubahan evolusioner yang tercatat dalam dokumen fosil. Salah satu tampilan yang menyolok dari perkembangan vegetasi pada sebagian besar lingkungan adalah kelompok-kelompok tumbuhan sering tumbuh bersama-sama. Kelompok-kelompok tumbuhan tersebut beradaptasi dengan kondisi habitat lokal disebut sebagai Asosiasi tumbuhan' atau `Komunitas tumbuhan'. Keteraturan di dalam vegetasi berkaitan dengan dua faktor ekologis yaitu respon vegetasi yang kontinyu terhadap ragam spasial dalam faktor lingkungan, dan perkembangan vegetasi yang kontinyu sepanjang waktu. Perkembangan vegetasi adalah suatu proses yang lambat yang mencakup sejumlah besar urutan perubahan-perubahan yang kecil, dan berakhir sebagai komunitas tumbuhan yang relatif stabil dan mengekalkan dirinya dan sering disebut sebagai komunitas yang mantap. Seluruh urutan yang searah tersebut disebut sebagai suksesi vegetasi yang oleh Clements pada tahun 1916, yang melihat bahwa perkembangan vegetasi sebagai peristiwa yang unit dan dapat diperkirakan, telah dirasionalkan menjadi 5 model fase: Fase 1: Nudasi - penciptaan awal lahan kosong dll. Fase 2: Migrasi — kehadiran biji-biji tumbuhan dll. Fase 3: Ecesis — kemantapan biji tumbuhan dll. Fase 4: Reaksi — kompetisi antara tumbuhan yang telah ada dan pengaruhnya terhadap habitat local. Fase 5: Stabilisasi — dimana populasi jenis mencapai kondisi keseimbangan akhir, berada dalam kondisi seimbang dengan kondisi habitat lokal dan regional. Seluruh proses perubahan vegetasi secara suksesional ini berlangsung secara terus menerus dan berurutan, sehingga suksesi disini disusun oleh suatu rangkaian komunitas vegetasi transisional dalam perjalanan menuju ke komunitas yang seimbang.
Universitas Gadjah Mada
Clement memberi istilah ini sebagai tingkat sere, dan final dari kondisi seimbang tersebut disebut sebagai vegetasi klimaks. Komunitas vegetasi yang berbeda berkembang pada tipe habitat yang berbeda, dan sehingga tingkat seralnya dapat diidentifikasi awalan yang tepat yaitu- untuk hidroseres terjadi pada tempat yang basah seperti rawa dan tepi danau; untuk xeric seres terjadi pada batauan kosong dengan sedikit kelembaban yang tersedia, dan psammic seres terjadi pada pasir yang bergerak seperti pada sand dune (Park, 1980). Proses terjadinya perubahan dapat diinterpretasikan sebagai salah satu karakteristik ekosistem. Ada tiga kategori perubahan ekosistem, yaitu (Kimmins, 1987):
1. Perubahan jangka panjang terhadap lingkungan fisik. Tanah berkembang atau justru tererosi dan danau menjadi dangkal dan mungkin akan hilang setelah terisi oleh berbagai endapan. Perubahan seperti ini normanya akan berjalan sangat lambat, dan umumnya tidak bisa diamati konsekuensi komunitas biotiknya selama masa hidup kita. Hasil perubahan lingkungan fisik cenderung searah sepanjang periode waktu kejadiannya; pada komunitas vegetasi dapat dilihat pada komposisi benangsari yang terpendam di berbagai kedalaman tanah sedimen atau rawa. Kadang-kadang perubahan terjadi lebih cepat sehingga dapat diamati pengaruh perubahan populasi tumbuhan maupun hewan dari dekade ke dekade.
2. Perubahan kondisi genetika organisme sebagai basil seleksi alam. Tipe perubahan ini kejadiannya secara terus menerus dan disebut sebagai evolusi. Perubahan in dapat terjadisecara cepat sebagai respon terhadap perubahan tekanan seleksi fisik atau biotic, tetapi dapat juga lambat atau dalam skala waktu yang lebih lama sebagai respon terhadap perubahan yang lamat tetapi searah dalam hal kondisi iklim, kondisi tanah dan organisme lain. Seleksi alam adalah perubahan kondisi genetic populasi secara tetap dalam hal peningkatan kebaikan genetikanya.
Universitas Gadjah Mada
3. Perubahan tipe, jumlah dan kelompok organisme yang menguasai kawasan dan bersamaan dengan perubahan tampilan lingkungan fisiknya. Tipe perubahan ini terjadi aik pembukaan barn, lingungan fisik sebelumnya yang belum dikuasai organisme, dan dalam kawasan sebelumnya yang telah dikuasai oleh organisme yang mengikuti gterjadinya gangguan terhadap komunitas ash (indigenous community). Perubahan yang terjadi pada biota diikuti oleh perubahan pada iklim mikro dan tanah. Kadang-kadang perubahan fisik ini basil dari perubahan biota; kadang-kadang sebaliknya. Dari ketiga kategori perubahan tersebut tampaknya yang lebih umum terjadi adalah tipe yang ketiga, yaitu perkembangan yang sifatnya temporal terhadap struktur dan fungsi ekosistem. Bila kita bosan mengatasi gulma di ladang, atau jika lahan pertanian yang kuang ekonoms kemudian dibiarkan terintar, maka tanah yang teruka tersebut akan segera ditumbuhi oleh beranekaragam jenis vegetasi, sebagian besar jenis tahunan. Dalam beberapa tahun tentu akan bergabung pula gulma musiman, kecuali di wilayah yang iklimnya sangat arid (kering), sebeium pohon berkayu tumbuh dengan penguasaan ang permanen maka semak dan pohon kecil akan tumbuh lebih dahulu.Di banyak tempat, jenis ohon pertama yang tumbuh dengan mantap ialah tumbuhan kayu keras berbiji tertutup (Angiospermae) Kemudian secara suksesif digantikan oleh jenis pohon . kayu keras lainnya. Tipe perubahan ini banyak kepentingannya bagi manusia. Hal ni terletak pada kebutuhan manusia/petani untuk mengolah tanah dan memilih herbisida. lni salah satu alasan pemikiran ekologis untuk praktek tebas - bakar dalam pengelolan tipe hutan tertentu. Inilah yang disebut dengan proses perubahan secara suksesi, dan istilah suksesi digunakan dalam dua jalan, yaitu:
Pertama, menujukkan urutan tumbuhan, hewan dan komunitas microbial yang menguasai secara suksesif terhadap suatu kawasan selama periode waktu tertentu.
Kedua, menunjukkan proses perubahan dimana komunitas biotic bergantian satu sama lain akibat perubahan lingkungan fisik selama periode waktu tertentu.
B. Suksesi Ekologis. Suksesi ekologis, proses perkembangan ekosistem, sebenarnya terjadi pada setiap tipe lingkungan yang ada di permukaan bumi, walaupun detilnya beragam menurut tipe ekosistemnya. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Universitas Gadjah Mada
1. Suksesi primer dan Suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi bila mulai dari lingkungan yang kekurangan bahan organic dan belum pemah dirubah dengan cara apapun oleh organisme hidup. Tipe lingkungan yang mungkin dimulai adanya proses suksesi primer ini a.l. permukaan batuan induk yang terbuka karena tanah longsor, danu baru yang terjadi karena pembangunan dam, atau daratan baru akibat letusan gunung berapi. Suksesi sekunder akan terjadi pada lingkungan dimana sebelumnya lebih kurang telah mengalami modifikasi oleh organisme hidup yang menguasai selama periode waktu sebelumnya. Sebagai contoh tipe lingkungan yangakan mengalami proes suksesi sekunder a.l. areal hutan yang ditebang habis dan lahan pertanian yang ditinggalkan sebagai bekas ladang berpindah. Apabila suksesi sekunder terjadi pada lingkungan yang sangat kering (xeric) disebut xerarch succession; apabila pada lingkungan yang lembab (mesic) disebut mesarch succession dan sangat basah (hydric) disebut hydrarch succession. Tingkat suksesi yang terjadi oleh adanya perbedaan ketiga kondisi kelembaban tersebut menghasilkan xeroseres, mesoseres dan hydroseres. Yang terjadi pada gumuk pasir disebut psammoseres, dan pada lingkungan asin (bergaram) disebut halosere, yang lain lagi bila pada permukaa batuan disebut lithosere.
2. Suksesi oligotrofik, Suksesi mesotrofik dan Suksesi eutrofik. Suksesi oligotrofik terjadi pada lingkungan yang miskin hara, sedang suksesi mesotrofik terjadi pada lingkungan yang cukup hara, dan uksesi eutrofik terjadi pada lingkungan yang subur dan kaya akan hara. Sebenarnya pola suksesi yang terjadi pada tanah yang oligotrofik umumnya sangat berbeda dengan yang terjadi pada tanah yang eurotrofik.
3. Suksesi autogenik dan Suksesi Allogenik. Perbedaan suksesi ini dikarenakan adanya factor pengendali yang berperan terhadap terjadinya proses suksesi tersebut, yaitu terjadinya pergantian komunitas tumbuhan pada satu lingkungan tertentu yang telah mengalami perubahan akibat aktivitas organisme yang hidup sebelumnya di tempat yang sama. Proses ini disebut suksesi autogenik. Sebaliknya, disebut suksesi allogenik, yaitu terjadi ketika adanya proses geologis yang menyebabkan perubahan pada lingkungan fisik, yang menyebabkan terjadinya perubahan pada komunitas biotanya.
Universitas Gadjah Mada
Walaupun perubahan yang terjadi pada komposisi biota selama kurun waktu tertentu adalah karakteristik yang fundamental untk semua ekosistem, kecepatan perubahannya ternyata sangat beragam di dalam sere dan antara tingkat sere tunggal yang berbeda. Dalam banyak kasus, perubahan terjadi dengan tidak terbatas. Komunitas akan berkembang bila kecepatan perubahan menjadi lebih lambat, atau dimana komposisi biota hampir menjadi konstan untuk waktu yang lama.
C. Mekanisme Terjadinya Perubahan. Bila kita memahami tentang dinamika vegetasi, maka pertama kita harus menjawab pertanyaan: Mengapa perubahan terjadi? Bila kita ingin menggunakan pemahaman tentang suksesi dalam pengelolaan sumber daya alam hutan, maka harus menambah pertanyaan: Berapa besar kecepatan proses suksesi terjadi? Telah diketahui bahwa factor pengendali dan kecepatan suksesi berbeda dari tempat satu ke tempat lainnya, dari wilayah satu ke wilayah lainnya, dan ada perbedaan tingkat seralnya pada tempat tertentu.
1. Kolonisasi. Kolonisasi adalah proses dengan dua komponen, invasi dan survival. Kecepatan suatu kawasan dikuasai (jumlah per unit waktu) oleh individu organisme (biji-bijian, spora, individu belum masak dan individu masak) yang datang pada tempat tersebut, dan mereka berhasil hidup mantap dan survive. Kolonisasi di tempat yang basah akan lebih cepat dibanding pada tempat yang kering dan tidak subur karena kemudian akan tidak survive. Contoh studi suksesi di padang rumput Afrika, menunjukkan rata-rata jumlah biji yang diproduksi pertumbuhan adalah 20.700 untuk kolonisasi jenis pionir, 6200 untuk jenis rumput awal, 272 untuk jenis rumput sekunder, dan hanya 27 untuk jenis tumbuhan klimaks. Jika organisme kolonizer memproduksi propagul reproduktif yang umurnya pendek, maka organisme tersebut harus menghasilkan dalam jumlah sangat banyak kecuali mereka memiliki penyebaran biji yang efisien untuk menjangkau habitat baru yang sesuai. Banyak jenis tumbuhan yang tergantung pada angin dan produksi biji kecil yang melimpah, relatif pendek umurnya untuk mengkompensasi kondisi angin yang tidak selalu dapat dipercaya untuk mengantarkan biji-biji ke tipe habitat barn yang cocok.
Universitas Gadjah Mada
2. Merubah karakter fisik ekosistem. Survival suatu jenis tumbuhan yang telah menginvasi kawasan tertentu merupakan ukuran kemampuan beradaptasi dan bertoleransi terhadap kondisi fisik dan biotic tempat yang bersangkutan. Dengan menguasai tempat tersebut, maka jenis tumbuhan tidak dapat menghindari dari perubahan kondisi tempat tumbuh, dan perubahan tersebut sering tidak menguntungkan untuk meneruskan penguasaannya terhadap tempat tersebut. Perubahan yang terjadi dapat menurunkan kemampuan berkompetisi bagi jenis yang tinggal dan meningkatkan kemampuan berkompetisi bagi jenis pendatang, atau kedua-duanya. Contoh, jenis tumbuhan pionir yang intoleran terhadap naungan menciptakan naungan seperti ketika komunitas jenis tersebut berkembang yang temyata justru anakannya sendiri tidak mampu tumbuh dan tidak survive, sementara anakan jenis pendatang tumbuh dengan subur. 3. Pergantian jenis tumbuhan karena antibiosis, autotoxicity dan kompetisi Tumbuhan tidak hanya merubah iklim macro dan karakter fisik maupun kimia tanah, mereka juga merubah lingkungan kimia organiknya. Tumbuhan juga memproduksi ragam yang luas bahan kimia yang bersifat alelopatik, yang mampu menghambat perkecambahan dan atau pertumbuhan jenis lainnya. Penyesuaian ini memainkan peran yang nyata dalam suksesi. Dalam beberapa kasus alelopati juga menjadi
factor
yang
mempercepat
suksesi,
sedang
di
bagian
lain
justru
menghalanginya. Setiap factor yang mempengaruhi ketersediaan unsur nitrogen dalam tanah akan mempengaruhi tingkat suksesi. Beberapa tumbuhan pionir yang toleran terhadap ketersediaan nitrogen yang rendah, telah menyesuaikan diri untuk memperpanjang
penguasaannya
pada
areal
yang
bersangkutan
dengan
memproduksi bahan kimia alelopatik yang menghambat proses penambatan nitrogen dan bakteri penghasil nitrogen dan oleh karena itu mengganggu pertumbuhan tumbuhan seral berikutnya. Bahan kimia alelopatik dapat memodifikasi hubungan kompetitif jenis, tetapi kompetisi dirinya sendiri, khususnya untuk cahaya. Tumbuhan suksesi awal umumnya shade-intolerant dan kecil ukurannya, sedang jenis tumbuhan suksesi akhir umumnya shade-tolerant dan lebih tinggi ukurannya. Anakan pohon yang ternaung lebih mudah kena serangan jamur, dan kemampuan untuk bertahan terhadap serangan tersebut menjadi penting untuk menentukan peran jenis dalam proses suksesi. Kemampuan survive di bawah naungan berhubungan dengan berat biji dan kecepatan respirasi. Biji-biji jenis shade-tolerant, jenis akhir suksesi sering lebih besar dan memiliki
Universitas Gadjah Mada
pertumbuhan dan tingkat kematian yang lebih rendah daripada jenis shade-intolerant, jenis awal suksesi.. D. Suksesi Linear dan Siklis: Problem Konsep Klimaks Berdasarkan sejumlah studi tentang vegetasi telah dilaporkan bahwa di dalam tipe ekosistem tertentu seseorang dapat mengamati kelompok-kelompok kecil komunitas yang secara suksesif saling menggantikan posisi satu sama lain dalam rangkaian yang siklis. Kemungkinan siklus tersebut hanya melibatkan tingkat suksesi akhir saja, atau mungkin suatu sikius ulangan dari seluruh rangkaian suksesi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap klimaks dari banyak tipe ekosistem telah terungkap bahwa kompleks regenerasi - terdiri atas kelompok-kelompok komunitas kecil atau kondisi komunitas, masing-masing kelompok tergantung pada tetangganya dan berkembang di bawah kondisi yang sebagian ditentukan oleh mereka - adalah
umum pada banyak tipe ekosistem. Vegetasi klimaks harus
dipertimbangkan sebagai `steady state' dari ragam siklis ulangan jangka pendek dalam komposisi kelompok-kelompok kecil vegetasi di sekitar kondisi komunitas rata-rata, dari pada sebagai stabil, kondisi yang tidak beragam dimana ada pertukaran antara individu ke individu. Pengenalan terhadap pentingnya gangguan dalam skala kecil telah menghasikan perhatian pertumbuhan dinamika celah (gap dynamics) dalam ekosistem hutan
Bahan Pustaka: Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Company, New Yrk. Park, C.C. 1980. Ecology and Environmental Management: A geographical Perspective. Butterworths, London.
Universitas Gadjah Mada