BAB III. SIKLUS HARA DALAM EKOSISTEM
A. Pendahuluan Pada bab terdahulu telah diuraikan mengenai masukan dan keluaran energi di dalam suatu ekosistem baik distribusi maupun transfernya. Telah diketahui bersama bahwa hewan memakan tumbuhan dan hewan lainnya, dan jamur mendekomposisi sisa bahan dari tumbuhan dan hewan yang telah mati. Organisme hidup pada dasarnya tidak lebih dari pada akumulasi energi matahari yang berasosiasi dengan elemen kimiawi tertentu yang tersimpan dari tanah maupun atmosfir. Bila membicarakan tentang produktivitas suatu ekosistem hutan maupun ekosistem pertanian, maka yang dibicarakan ialah tentang aliran energi dan dinamika ikatan hara kimiawi. Permulaan suatu kehidupan adalah sintesis dari molekul organik melalui kombinasi antar energi matahari (atau energi kimiawi dari lingkungan anorganik) dengan ikatan atom-atom yang tepat. Tanpa energi tersebut maka atom-atom tersebut tidak dapat dirakit menjadi molekul bahan hidup yang kompleks. Sebaliknya, tanpa atom-atom yang tepat maka energi yang diperlukan untuk kehidupan tidak dapat ditangkap dan disimpan. Pergerakan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem tidak dapat dipisahkan dari proses akumulasi, penyimpanan, transfer, dan recycling dari elemen kimiawi yang terikat dengan energi tersebut. Pemahaman yang satu memerlukan pengetahuan yang lainnya. Studi distribusi dan dinamika elemen-elemen kimiawi adalah fokus dari sub disiplin ekologi yang dikenal sebagai biogeochemistry. Hampir semua energi bergerak menuju ke ekosistem yang datang dari satu sumber yaitu matahari. Sebagai perbandingan, sumber energi kimiawi yang membuat energi ini memungkinkan untuk mengalir adalah lebih kompleks. Hal ini menyangkut atmosfir, tanah, batuan (litosfir), dan badan sungai (hidrosfir). Pada skala waktu geologis, suplai energi matahari terhadap suatu ekosistem atau biogeocoenose dipandang dengan mudah tidak akan pernah habis. Sebaliknya, suplai penangkapan energi kimiawi di dalam ekosistem tersebut adalah terbatas, sebagaimana banyaknya bahan kimia yang terdapat di dalam bumi. Dari semua kandungan bahan kimia yang ada di dalam bumi, hanya beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam lapisan tipis antara litosfir dan atmosfir dan hidrosfir yang tersedia untuk partisipasi dalam proses fiksasi energi.
Universitas Gadjah Mada
Energi yang masuk ke dalam suatu ekosistem hampir seluruhnya melalui proses fotosintesis. Hasil proses tersebut disimpan secara temporal dalam ikatan energi molekul organik yang beragam, seperti misalnya adenosine triphosphate (ATP), suatu molekul yang telah ditunjuk sebagai `universal fuel of life'. Molekul organik ini melalui sepanjang satu atau banyak rantai trofik sampai molekul tersebut pecah menjadi komponen anorganik yang sederhana, pada saat itu energi dilepas. Energi tersebut mungkin berubah menjadi panas dan hilang dari sistem dalam tampilan kerja. Pilihan lain, kemungkinan diinvestasikan kembali dalam ikatan kimia baru selama proses sintesis molekul organik yang barn. Energi masuk, mengalir ke, dan berakhir hilang dari ekosistem. Ini bukan siklus energi karena dalam hal ini tidak ada penggunaan kembali energi yang telah dirubah/dikonversi menjadi panas. Elemen kimia ikut dalam aliran energi ini secara berbeda perilakunya. Satu energi kimia yang dilepas dari ikatannya dengan energi di dalam suatu molekul organik, kemudian kembali menjadi bagian nonliving dari ekosistem, yang mungkin menjadi bahan hara (nutrients) tersedia untuk diserap oleh tanaman. Di dalam tanaman elemen kimia tersebut diikat kembali dengan energi matahari dalam bentuk molekul organik yang baru. Secara bergantian, molekul tersebut bergerak ke ekosistem yang lain atau mungkin menuju tempat penyimpanan jangka panjang. Bahan kimia yang berasosiasi dengan aliran energi kemudian disebut sebagai hara yang berputar dalam siklus bahan. Bahan tersebut dapat digunakan kembali di dalam ekosistem secara tidak terbatas; kecuali bahan tersebut ditransfer ke ekosistem lainnya atau dirubah menjadi bahan dalam bentuk yang tidak bergerak. B. Siklus Hara Hara perlu untuk produksi bahan organik baik pada tingkat trofik produser ataupun konsumer yang umumnya berada dalam lingkungan abiotik dengan konsentrasi yang lebih rendah dari pada yang dibutuhkan untuk aktivitas pertumbuhan. Meskipun begitu, organisme di dalam ekosistem yang tua seperti hutan berisi hara dalam konsentrasi dengan jumlah yang besar dan bernilai. Kenyataan di lapangan, proses akumulasi dan konservasi hara begitu efisien, sehingga komunitas tumbuhan tidak harus terganggu untuk jangka waktu yang lama mungkin menjadi relatif
independen
terhadap
hara
mineral
dalam
tanah
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan hara mereka dapat dipenuhi secara cukup dari atmosfir maupun dari akumulasi hara di dalam biomasa hidup maupun yang mati dari sistem yang bersangkutan.
Universitas Gadjah Mada
Siklus hara dalam ekosistem itu sifatnya kompleks. Siklus beberapa elemen lebih banyak terjadi antara organisme hidup dan atmosfir, sedang siklus elemen lain umumnya terjadi antara organisme hidup dan tanah. Untuk beberapa elemen mengikuti kedua siklus tersebut. Ada juga siklus yang terjadi secara internal di dalam tumbuhan dan hewan yang mengubah hara di dalam individu organisme. Berdasarkan perbedaan tersebut, gerakan siklis dari elemen hara dalam ekosistem dapat dibagi menjadi satu atau lebih dari tiga tipe siklus utama, yaitu (Gambar 3.1):
1). Siklus geo-kimia : pertukaran bahan kimia antar ekosistem. Angin mengangkut hara di dalam debu dan hujan dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya yang jaraknya dari yang dekat hanya beberapa ratus meter sampai yang jauh ribuan kilometer. Aliran sungai mengangkut hara dari hutan ke samudera, dan air bergerak melewati tanah dapat membawa hara dari ekosistem daerah hulu ke ekosistem hilir. Gas karbon dioksida (CO2) lepas dari tumbuhan yang melakukan kegiatan respirasi dalam satu lembah mungkin ditiup angin melampaui deretan pegunungan dan diserap oleh pohon-pohon yang sedang melakukan kegiatan fotosintesis di lembah yang bersangkutan dan di sisi lainnya. Pada skala ruang spasial, siklus geologi umumnya luas (lebih luas dari ratusan meter) dan siklus tersebut tidak mengikuti aliran spasial yang sama secara berulang. Salah satu unsur hara yang telah tertinggal pada ekosistem tertentu, kemungkinan akan tidak pernah kembali. Pada skala waktu umumnya berlangsung lama (jutaan tahun dalam hal deposit hara dalam endapan oceanik), walaupun dapat juga pendek, seperti dalam hal gas CO2 yang mungkin masuk ke dalam ekosistem hutan dan meninggalkannya lagi dalam beberapa jam. Kemungkinan lain, CO2 tersebut bergabung dengan bahan organik yang tinggal tidak terdekomposisi dalam ekosistem yang sama selama ribuan tahun. 2). Siklus bio-geo-kimia: pertukaran bahan kimia di dalam ekosistem. Unsur
nitrogen
(N)
diserap
oleh
akar
tumbuhan
dari
seresah
yang
terdekomposisi pada lantai hutan, yang mungkin ditranslokasi ke daun-daun muda yang sedang berkembang dan kembali ke lantai hutan lagi bila daun tersebut menjadi seresah dan gugur. Unsur kalium (K) dalam daun-daun semak mungkin masuk ke dalam rantai makanan penggembalaan, ketika semak tersebut di makan oleh rusa (ketika browsing), dan kembali lagi ke lantai hutan dalam bentuk urine dari harimau gunung yang menangkap dan memangsa rusa tersebut pada ekosistem yang sama.
Universitas Gadjah Mada
Gambar 3.1.Tiga tipe pokok siklus hara: geokimia (antar ekosistem), biogeokimia (di dalam ekosistem), dan biokimia (di dalam individu organisme)
Universitas Gadjah Mada
Pada skala ruang spasial, siklus biogeokimia umumnya kecil, menyangkut penyerapan hara dari tanah di bawah individu tumbuhan dan kembali ke areal yang sama. Hewan, angin, atau air mungkin mendistribusi kembali hara dengan melalui jarak yang panjang di dalam ekosistem yang bersangkutan, dan dapat juga transfer hara dari siklus biogeokimia ke siklus geokimia dengan trasnport hara keluar dari ekosistem. Pada skala waktu, siklus biogeokimia umumnya lebih singkat dari pada siklus geokimia. Bisa lebih singkat dari beberapa jam, seperti yang terjadi pada kasus penyerapan hara kalium (K) dan hilang dengan perlindihan daun, atau selama ribuan tahun seperti dalam hal penyimpanan kalsium (Ca) dalam jaringan berkayu dari pohon yang berumur panjang. Mungkin karakteristik dari siklus biogeokimia, terutama di dalam ekosistem hutan, ialah bahwa sebagian besar hara dalam siklus yang normal tetap tinggal di dalam ekosistem tertentu. Secara efisien tertahan dan terakumulasi dengan hanya kehilangan sangat sedikit dalam siklus biogeokimia tersebut. 3). Siklus bio-kimia: redistribusi kimia di dalam individu organisme. Istilah siklus biokimia umunmya digunakan dalam kaitannya dengan tumbuhan, walaupun pada hewan juga menampilkan fungsi fisiologis yang serupa. Hara disimpan di dalam tumbuhan dengan menggerakan mereka dari jaringan yang hidupnya pendek, seperti daun sebelum daun tersebut gugur. Hara ditranslokasi ke jaringan yang lebih muda, jaringan yang sedang aktif berkembang, atau ke tempat penyimpanan. Hewan mengatur komposisi kimia pengeluaran bahan dalam suatu hal yang serupa dengan memindahkan hara/nutrisi yang dibutuhkan dari, dan penambahan bahan kimia yang tidak diinginkan atau ekses dari bahan limbah sebelum .bahan tersebut dihilangkan dari tubuh. Baik dalam skala ruang spasial maupun skala waktu, siklus biokimia ini berlangsung jauh lebih kecil dibanding dengan dua siklus yang lain, karena siklus tersebut terjadi didalam individu organisme sebagai bagian dari proses-proses metabolisme aktif. C. Siklus Geokimia: Siklus Hara Antar Ekosistem Siklus geokimia melibatkan pertukaran unsur kimia diantara ekosistem yang berbeda. Misalnya, lereng gunung bagian atas suatu lantai lembah, atau bagian terjauh dari lautan dengan pusat benua. Istilah siklus menandakan adanya pengulangan pergerakan melalui suatu lintasan siklus; perpidahan unsur hara dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya dan pengembalian secara berurutan ke
Universitas Gadjah Mada
ekosistem aslinya. Siklus geokimia umumnya menyangkut perpindahan bahan kimia dari satu ekosistem dan deposisi (endapan)nya yang lain, padamana bahan-bahan tersebut tinggal dalam jumlah yang tidak terbatas. Siklus ini menyusun pemasukan ke dan kehilangan dari siklus biogeokimia, dan siklus ini juga berperan penting dalam menentukan banyaknya siklus hara di dalam suatu ekosistem. Yang termasuk dalam kategori siklus geokimia ialah baik siklus gas maupun sedimen.
1). Siklus gas. Karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur semuanya dapat masuk atau meninggalkan ekosistem sebagai gas atau uap, sebagai benda padat ataupun larutan. Sebagian besar batuan berisi sedikit atau tidak ada sama sekali nitrogen. Oksigen dalam batuan adalah dalam bentuk ikatan kimiawi, dan karbon ada baik dalam tingkat yang rendah ataupun lepas begitu lambat untuk memenuhi kebutuhan tumbuhan. Di sisi lain, untuk sulfur, ada masukan secara substansial dari pelapukan batuan. Sulfur masuk ke dalam ekosistem berbentuk gas, tetapi dalam berbagai ekosistem justru kurang penting dari pada masuknya sebagai larutan sulfat. Tumbuh-tumbuhan yang hidup di wilayah perkotaan daerah industri akan banyak menyerap gas sulfur melalui daunnya. Banyak sulfur yang meninggalkan ekosistem dalam bentuk ion terlarut dalam aliran sungai tetapi mungkin juga bentuk gas dalam porsi yang nyata. Penyerapan gas CO2 dari udara oleh tumbuhan sudah cukup dikenal. Justru hal yang belum dikenali ialah penyerapan gas SO2 dari atmosfir, dan penyerapan langsung gas nitrogen dalam bentuk NH3 (ammoniak) telah didemonstrasikan. Sebagian besar nitrogen memasuki ekosistem melalui fiksasi mikrobial dari gas nitrogen (N2), tetapi penyerapan NH3 dari atmosfir mungkin hanya menyumbang sekitar 10 % dari kebutuhan tumbuhan terhadap nitrogen, yaitu sekitar 20 kg/ha/ tahun. Gas CO2 dan SO2 dikeluarkan oleh tumbuhan, sementara hewan mengeluarkan CO2 dan memperkecil gas H2S (hidrogen sulfida) dan gas CH4 (metan). Kontribusi hewan terhadap siklus karbon kadang-kadang di bawah sangkaan karena kegagalan mempertimbangkan produksi metan yang banyak sekali. Sebagai contoh: telah ditaksir bahwa mamalia herbivora besar melepaskan gas metan antara 45 dan 73 juta ton/tahun sebagai angin perut (flatulence). Gambaran ini sebagai pembanding terhadap taksiran banyaknya gas yang dikonversi oleh termite di daerah tropika dan subtropika setiap tahun yaitu sebanyak 37 % dari NPP
Universitas Gadjah Mada
menjadi 50 juta ton gas CO2 dan 152 juta ton CH4. Pelepasan gas CO2 tersebut melampaui jumlah CO2 yang dilepaskan setiap tahun oleh hasil pembakaran bahan bakar fosil. Siklus gas telah menarik perhatian yang begitu besar sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Tidak hanya menghitung untuk beberapa masukan dan kehilangan hara makro utama ke dan dari ekosistem; ekosistem-ekosistem tersebut adalah penerima pencemaran yang dibuat oleh manusia. Sangat tinggi kadar karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan oksida sulfur dan oksida nitrogen memasuki atmosfir setiap hari sebagai hasil aktivitas mansusia, dan ragam yang begitu besar dari kimia organik dan pestisida yang keluar beberapa kali melalui siklus gas. Dalam hal khusus, tingginya kadar oksida nitogen (N) dan oksida suslfur (S) di atmosfir telah menghasilkan fenomena baru yaitu terjadinya hujan asam (acid rain), yang berkembang selama tahun 1970-an menjadi satu bentuk pencemaran global yang paling luas. 2). Siklus endapan. Walaupun hanya sedikit unsur kimia yang terlibat dalam siklus gas, semua bahan kimia berperan dalam siklus melalui tipe endapan dari siklus geokimia. Untuk elemen kimia yang memiliki fase gas, aliran geokimiawi yang relatif penting tergantung pada karakter fisik dan kimia dari elemen yang bersangkutan, peran biologisnya, dan sifat lingkungan. Sebagai contoh: di daerah yang kering maka karbon dan sulfur meninggalkan ekosistem akan dalam bentuk gas. Di daerah basah banyak gas oksida karbon dan sulfur akan diserap kedalam larutan dan bergerak dalam aliran sungai. Siklus endapan menyangkut beberapa mekanisme gerakan yang berbeda; meteorologis, dan geologis/hidrologis. 1). Mekanisme Meteorologis. Mekanisme ini meliputi masukan dalam bentuk debu dan hujan, dan keluarannya sebagai hasil erosi angin dan transportasi. Debu dan serbuk sari dari daratan dan garam disebarkan dari lautan dibawa oleh angin kemudian diendapkan di beberapa ekosistem yang jauh selama periode hujan atau cuaca yang tenang. Contoh lain yang kurang dramatik, debu dari jalan angkutan kayu (logging road) dapat menghasilkan deposit bahan kimia yang cukup berarti pada daerah di sekitar hutan. Setiap tahun sekitar 1000 kg/ha bahan yang dibawa angin diendapkan dari
Universitas Gadjah Mada
tepi hutan di Denmark. Sebanyak 0,7 kg/ha Ca dan 0,1 kg/ha K diendapkan 20 m dari jalan hutan di Swedia selama 2 minggu pada musim semi. 2). Mekanisme biologis. Redistribusi hara antara ekosistem dapat terjadi sebagai basil migrasi hewan. Banyak hewan yang telah berperan secara reguler dalam siklus biogeokimia juga dalam siklus geokimia, karena mereka makan dalam satu ekosistem dan membuang kotoran di ekosistem lainnya. Banyak kawanan burung di siang hari makan di kawasan pertanian dan kembali tidur ke tempat sarangnya di ekosistem hutan pada waktu malam hari. Pada salah satu kawasan hutan di Inggris, hal tersebut telah menghasilkan suatu masukan sekitar 6,1 kg/ha Na, 9,5 kg/ha K dan 89,2 kg/ha Ca oleh sejenis burung gagak selama periode 8 minggu, dibanding dengan masukan tahunan dalam hujan yang sekitar 11,4 kg/ha Na dan 24 kg/ha K. Pelepasan kotoran sekawanan burung di suatu hutan kadang-kadang dapat mengakumulasi setebal beberapa cm dan membunuh vegetasi tertentu. Bagaimanapun, di sebagian besar ekosistem daratan, eksport biologis dari satu ekosistem akan diseimbangkan oleh masukan biologis dari ekosistem lainnya. Kegiatan manusia di bidang pertanian dan pengelolaan hutan melengkapi contoh kontribusi biotik terhadap siklus geokimia. Pupuk digali dan diproduksi dari satu ekosistem dan didistribusi ke ekosistem lainnya. Banyak akumulasi hara dalam hutan atau tanaman pertanian dipindahkan dalam periode panenan. Akhirnya, harahara tersebut berpindah melalui pembakaran atau limbah buangan ke dalam tanah dari ekosistem yang sangat jauh atau melalui saluran menuju ke sungai yang sangat jauh. 3). Mekanisme geologis/hidrologis. Siklus ini menyangkut masukan hara ke dalam suatu ekosistem oleh proses pelapukan batuan dan mineral tanah, atau sebagai hara terlarut dalam air tanah atau aliran sungai yang bergerak menuju ekosistem tersebut. Mekanisme ini juga mencakup keluaran larutan hara dalam air tanah atau air permukaan dari suatu ekosistem, atau dibawa sebagai partikel dari bahan organik ataupun tanah tererosi.
Universitas Gadjah Mada
Suplai utama banyak hara untuk siklus biogeokimia dari kebanyakan ekosistem adalah proses pelapukan secara geologis, erosi dan pelarutan. Tanah dibentuk oleh penghancuran bahan batuan secara fisik maupun kimiawi di bawah pengaruh kombinasi proses klimatis dan biologis. Hara yang dilepaskan menjadi larutan selama proses tersebut masuk ke siklus biogeokimia atau dipindahkan oleh erosi angin atau air atau larutan.
Bahan Pustaka: Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publ.Co, New York.
Universitas Gadjah Mada