BAB VIII MUTU PENDIDIKAN
8.1 Substansi Mutu Pendidikan Mutu pendidikan sebenarnya telah menjadi kepedulian sejak awal dilaksanakannya upaya-upaya terencana dalam pembangunan. Sayangnya, walau semua sepakat mutu pendidikan harus ditingkatkan, cara bagaimana sasaran itu diwujudkan belum tergambarkan secara jelas sehingga dapat dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan program pendidikan yang bermutu maupun untuk menagih pertanggungjawaban keberhasilannya. Bahkan konsensus mengenai atribut atau perangkat ciri-ciri penting keluaran pendidikanpun masih belum diletakkan secara cukup mantap. Ada yang berbicara siap-pakai, ada yang mengatakan siap-latih, ada yang menyebut siap-mandiri, ada yang menyempitkannya menjadi kreativitas, disamping ada pula yang menekankan pada nilai tambah, yaitu manusia unggul. Hal terakhir ini agak mengabaikan manusia “biasa-biasa” yang justru merupakan mayoritas dalam tiap unit populasi peserta didik. Era ini disebut sebagai era reformasi (perubahan menyeluruh dalam waktu yang relatif cepat), tetapi kalangan pendidikan lebih bersahabat dengan transformasi (perubahan bertahap dalam waktu yang relatif lama). Bicara soal mutu pendidikan, minimal ada empat pandangan yang berkembang untuk memaknainya, yaitu: (1) Mutu pendidikan dipandang berdasarkan kemampuan peserta didik setelah mempelajari suatu materi pelajaran. Hal ini dibuktikan dengan nilai raport atau NEM. (2) Mutu pendidikan dipandang dari produktivitas keluarannya, yakni pekerjaan yang diperoleh, tingkat gaji dan status. (3) Mutu pendidikan dipandang berdasarkan kriteria sosial yang lebih luas, misalnya pandai ngomong atau pidato, terampil memimpin organisasi, pandai berdiplomasi dan sebagainya. (4) Mutu pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan yang bermutu seperti keadaan guru (jumlah dan mutu guru bergelar Sarjana, Sarjana Muda, Diploma III,
139
Diploma II, PGSLTA. PGSLTP, SGA), sarana prasarana pembelajaran dan manajemen pendidikan. Persoalannya sekarang adalah buat kesepakatan dulu. Mutu yang dimaksudkan yang mana? Secara substantif, mutu pendidikan diterjemahkan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk atau output, jasa/pelayanan, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kriteria untuk menentukan mutu pendidikan mesti dilihat dari 5 aspek, yakni output, pelayanan, sumber daya manusia (guru), aspek proses dan aspek lingkungan. Kelima kriteria ini mesti dicapai sesuai harapan atau melebihi harapan. Jika produk atau lulusan memperoleh angka rata-rata 7 seperti yang diharapkan atau malah melebihi sehingga memperoleh angka 8, biasanya didaku/diklaim mutu pendidikan di Sekolah baik, tidak dianalisis pelayanan yang diberikan di sekolah. Tidak dianalisis jumlah dan mutu guru yang mengajar di kelas, tidak dianalisis proses belajar mengajar di kelas apakah berjalan sesuai kaidah-kaidah paedagogis? Juga tidak dianalisis lingkungan yang menyekitari berlangsungnya proses pendidikan. Kalau begitu, maka angka 7 atau 8 yang diperoleh lulusan sekolah otomatis menjadi indikator tunggal untuk mengukur mutu pendidikan. Itulah sebabnya NEM yang diperoleh peserta didik tidak memiliki daya kompetitif secara nasional. Kalau peserta didik memperoleh angka 8 untuk bidang studi fisika di Timor Tengah Selatan (NTT) misalnya, maka angka 8 itu sama dengan angka 5 yang diperoleh peserta didik di SMA favorit di kota Semarang. Persoalan di atas, makin rumit ketika berbicara soal transformasi perilaku. Misalnya kemampuan peserta didik dalam menulis, menyusun kalimat dalam membuat karya tulis, kemampuan berbahasa Indonesia yang benar, kemampuan analisis, sintesis, bernalar, logika, beradu argumen, kemampuan berbicara di depan publik, memimpin rapat dan sebagainya. Rata-rata peserta didik mengalami kesulitan dengan perilaku yang dimaksud di atas. Kalau sudah begini, sebenarnya pihak sekolah baru sampai pada tahap mengabulkan keinginan subjektif masyarakat, yakni, yang penting anaknya lulus. Tidak peduli apakah peserta didik lancar berbicara dalam bahasa Indonesia yang benar atau tidak, yang penting lulus. Kondisi objektif
140
ini amat menyulitkan dosen, karena belajar di Perguruan Tinggi dituntut aspek kemandirian mahasiswa. Bagaimana mahasiswa disuruh belajar mandiri? Penguasaan bahasa Indonesianya saja parah (belum lagi bahasa Inggris), daya nalar memprihatinkan, disuruh mempresentasikan hasil belajar mandirinya parah sekali. Lalu muncul soal, siapa yang bertanggungjawab dengan kondisi objektif ini? 8.2 Mengapa Mutu Pendidikan Perlu Ditingkatkan? Tanggungjawab utama para penyelenggara dan pelaksana pendidikan adalah mengupayakan secara sistematis dan serius agar mutu pendidikan terus meningkat secara sinambung. Adapun tujuannya adalah: (1) Untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat/pelanggan. Artinya segala kegiatan atau proses pendidikan harus dikoordinasikan untuk memberi kepuasan kepada masyarakat (pelanggan) termasuk pasar kerja. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan masyarakat diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya biaya, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala kegiatan sekolah harus dikoordinasi untuk memuaskan para pelanggan. Mutu yang dihasilkan suatu sekolah sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasan pelanggan. (2) Agar tiap orang dalam organisasi sekolah mendapat respek dan dianggap sebagai aset organisasi sekolah yang paling bernilai. Dalam sekolah yang kualitasnya favorit, tiap guru dan karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian guru dan karyawan merupakan sumber daya organisasi sekolah yang paling bernilai. Oleh karena itu tiap orang dalam organisasi sekolah diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pengambil keputusan.
141
(3) Untuk lebih meningkatkan manajemen yang berdasarkan fakta, sekolah favorit berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa tiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritisasi yakni suatu konsep perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan mengingat keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu dalam menggunakan data, manajemen dan tim dalam organisasi sekolah dapat memfokuskan pelayanannya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi atau variabilitas yang menggunakan bagian yang wajar dari tiap sistem organisasi sekolah. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. (4) Untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Supaya sukses, tiap sekolah perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku adalah siklus yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 8.3 Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, ada beberapa faktor yang berpengaruh, yakni: (1) Faktor kepemimpinan. Inisiatif untuk melakukan upaya perbaikan mutu secara sinambung, mesti dimulai dari pihak pimpinan (Kepala Dinas Pendidikan, Ka UPTD dan Kepala Sekolah) di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar, karena pakar belum tentu memahami kondisi objektif yang melingkupi di lapangan. (2) Faktor Tim. Sekolah perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua guru. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik
142
supervisor maupun guru harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing. Supervisor perlu mempelajari cara menjadi penyelia yang efektif, sedangkan guru perlu mempelajari cara menjadi pengajar yang baik. Kedua, organisasi sekolah harus melakukan perubahan budaya kerja, agar kerja sama tim tersebut dapat berhasil. (3) Faktor deployment. Ada sekolah mesti secara bersamaan mengembangkan kualitas rencana dalam bingkai organisasi sekolah (misalnya promosi), seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan guru, masyarakat, orang tua peserta didik karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan dan kesadaran. (4) Faktor harapan yang tidak realistis. Kalau kita mengirim guru/karyawan untuk mengikuti pelatihan selama beberapa hari, tidak berarti mereka sudah terampil. Butuh waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat guru sadar pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengimplementasikan perubahan proses baru, bahkan sering perubahan tersebut memakan waktu yang lama untuk dirasakan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas. (5) Faktor empowerment. Banyak sekolah yang kurang memahami makna konsep empowerment bagi guru, mengira bila guru telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil tindakan, maka guru/karyawan tersebut akan menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Sering dalam praktek, guru tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah mengikuti penataran. Kadang-kadang penataran yang dialami guru lebih bersifat selingan dalam pekerjaan. Oleh karena itu mereka sebenarnya membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu. 8.4 Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Upaya Profesionalisasi Guru Profesionalisasi Guru perlu diupayakan melalui proses pengembangan kepribadian guru agar memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Selanjutnya guru juga diharapkan memiliki komitmen untuk
143
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Melalui pola rekrutmen yang sehat hendaknya guru memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas yang pada gilirannya memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Akhirnya kepada guru diharapkan memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya. Profesionalisasi guru juga ditempuh melalui mengupayakan agar guru memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerja. Agar guru berkembang, hendaknya guru diberi kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Agar guru tenteram bekerja maka guru perlu memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan yang salah satu ikhtiarnya yaitu memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan. Profesionalisasi guru diupayakan dengan penetapan standar kualifikasi guru. Untuk jenjang pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah, maka kualifikasi pendidikan minimum yaitu S1 atau D4. Setiap guru PAUD, guru SD, guru mata pelajaran untuk SMP dan SMA/SMK dikehendaki agar latar belakang pendidikan tinggi sesuai bidang tugasnya. Selama menjabat sebagai guru, setiap guru diharapkan menguasai standar kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Permen 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yg mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Secara garis besar, kompetensi guru meliputi pemahaman karakteristik peserta didik, penguasaan materi dan konsep keilmuan, penguasaan metodologi pembelajaran dan evaluasi serta pengembangan keprofesionalan. Sedangkan Standar Kompetensi Inti Guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2) Bertindak sesuai dengan normal agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
144
3) Bersifat inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
4) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung bidang pengembangan yang diampu.
5) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
6) Mengembangkan materi bidang pembelajaran yang diampu secara kreatif.
7) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 8) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
9) Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang mendidik. 10) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang mendidik.
11) Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
didik
untuk
12) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 13) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 14) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan kegiatan pengembangan.
15) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas kegiatan pengembangan.
16) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
17) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
18) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
19) Mengembangkan
keprofesionalan melakukan tindakan reflektif.
secara
berkelanjutan
dengan
145
20) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
21) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
22) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 23) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki aneka-ragam sosial budaya.
24) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Modal dasar guru untuk mengalami proses pengembangan diri dan pengembangan karir yaitu mengembangkan sikap mental yang favorabel dan positif terhadap tuntutan perubahan seperti perubahan paradigma dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum sekolah. Oleh karena itu guru dikehendaki agar:
1) Tidak berlebihan dalam mempertahankan pendapat dan keyakinan, justru bersikap terbuka terbuka terhadap wawasan peserta didik dan sesama guru.
2) Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
3) Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif, bahkan ide yang sulit sekalipun.
4) Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
5) Dapat menerima balikan (feedback), baik yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perilakunya.
6) Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran.
7) Menghargai prestasi peserta didik betapapun maknanya bagi peserta didik.
146
8.5 Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Manajemen Mutu Terpadu Sejak tahun 1980 lahirlah suatu sistem manajemen kontemporer di Amerika Serikat yang disebut Total Quality Manajement (TQM) dengan tokohnya Edward Deming. Angkatan Laut Amerika Serikat menyebutnya Total Quality Leadership (TQL), sedangkan di Jepang disebut Total Quality Control (TQC) dan di Singapura disebut Total Quality Process (TQP). Di Indonesia TQM dikenal sebagai Manajemen Mutu Terpadu (MMT) yang maknanya sama dengan TQM, berkembang sekitar tahun 1985 sampai dengan sekarang. TQM adalah penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan diwaktu yang akan datang (Hardjosaedarmo, 1996). Susanto & Asadayanti (5 Oktober 2003) mengartikan Konsep Manajemen Mutu Terpadu sebagai berikut: 1) Terpadu (Total): Setiap orang dalam organisasi terlibat secara penuh dari tahapan awal hingga akhir proses terhadap pelayanan kepada pelanggannya (internal dan ekternal). 2) Mutu (Quality): Mutu tidak identik dengan “kemewahan”, definisi mutu bebas dari “opini subjektif”. 3) Manajemen: Suatu proses terkendali dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta perbaikan yang melibatkan orang, sistem serta alat-alat/teknik/metode yang mendukung proses. Selanjutnya, dikemukakan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu (Australian Standard, 1994) sebagai berikut:
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Setiap orang memiliki pelanggan (Everyone has a Customer). Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem. Semua sistem menunjukkan variasi. Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi. Peningkatan mutu perlu dilakukan sesuai dengan perencanaan. Peningkatan mutu perlu menjadi pandangan hidup. Manajemen berdasarkan fakta dan data. Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil (output).
147
Konsep dasar manajemen mutu meliputi butir berikut: 1) Menciptakan mutu yang konsisten/konstan. 2) Adanya komitmen terhadap mutu. 3) Peranan top manajemen. 4) Keterlibatan seluruh orang dalam organisasi. 5) Pemenuhan kebutuhan dan harapan pelanggan. Sedangkan menurut ISO 9000:2000 (Fundamentals and Vocabulary) diartikan bahwa manajemen mutu adalah kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi “dalam hal mutu” berupa kebijakan mutu, sasaran mutu, perencanaan mutu, pemastian mutu dan pengendalian mutu. Dalam konteks pendidikan di sekolah seharusnya input, proses dan output pendidikan memiliki kualitas sesuai dengan yang diharapkan oleh customer (pelanggan) dan pada akhirnya terpenuhinya Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan). Untuk mencapai kepuasan pelanggan diperlukan customer service excellency. Ini hanya dapat dicapai bila dalam lembaga pendidikan semua faktor pendukung, seperti dilihat dari SDM (guru, siswa, staf administrasi dan kepala sekolah), secara total berkualitas (bermutu), disamping faktor fasilitas sekolah. Peningkatan SDM seperti guru, staf administrasi dan kepala sekolah dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan, diklat, seminar, lokakarya, diskusi, membaca buku sumber dan jurnal. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah kepala sekolah sebagai manajer perlu menerapkan dan memahami pendekatan Total Quality Management (TQM) yang merupakan pendekatan manajemen yang memusatkan perhatian pada peningkatan mutu komponen terkait, yaitu:
1) Peserta Didik: Kesiapan dan motivasi belajar. 2) Guru: Kemampuan profesional, kemampuan
personal, kemampuan
sosial.
3) Kurikulum: Relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajaran. 4) Dana, sarana dan prasarana: Kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran.
5) Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, perguruan tinggi): Partisipasi dalam pengembangan program sekolah.
148
Siapakah pelanggan sekolah? Dalam TQM, pelanggan sekolah meliputi:
1) Pelanggan internal: guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi.
2) Pelanggan eksternal: a)
Pelanggan primer yaitu siswa (peserta didik). b) Pelanggan sekunder yaitu orang tua, pemerintah, dan masyarakat. c) Pelanggan tertier yaitu pemakai atau penerima lulusan (perguruan tinggi dan dunia usaha).
3) Karakteristik utama organisasi yang melaksanakan TQM (Samani, 1999) dibandingkan dengan organisasi tradisional yaitu sebagai berikut: No.
Organisasi Tradisional
Organisasi TQM
1
Struktur organisasi lebih bersifat hirarkis berdasarkan fungsi-fungsi dan mempunyai garis kewenangan serta tanggung jawab yang ketat.
Struktur organisasi disusun berdasarkan produk dan tidak terlalu banyak tingkat (eselon), lebih fleksibel dan kurang hirarkis.
2
Pusat perhatiannya lebih banyak pada Pusat perhatiannya beralih ke memelihara status quo organisasi, perbaikan berkelanjutan terhadap selama semuanya berjalan baik. sistem dan proses organisasi.
3
Karyawan memandang supervisor sebagai kepala dan pengawas.
4
Hubungan antara supervisor-bawahan Hubungan antara supervisor-bawahan mempunyai ciri adanya rasa takut. berciri pada saling ketergantungan, saling percaya dan adanya komitmen bersama.
5
Pusat perhatian tiap karyawan terarah Pusat perhatian tiap karyawan terarah pada upaya perorangan dan pola sikap pada upaya tim dan pola sikap serta serta pola pikir pekerjaan (job). pola pikir mutu dan produktivitas.
Karyawan memandang supervisor sebagai pembimbing dan fasilitator, manajer adalah sebagai pemimpin.
149
6
Manajemen memandang program pendidikan dan pelatihan karyawan sebagai beban biaya.
Manajemen memandang program pendidikan dan pelatihan karyawan sebagai aset investasi.
7
Manajemen menentukan mutu produk Manajemen menentukan mutu produk sesuai standar yang ditentukan oleh sesuai kebutuhan/kemauan customer, organisasi. atas dasar itu kemudian berusaha mengembangkan ukuran untuk memenuhi tuntutan customer.
Kepemimpinan dan Manajemen dalam TQM merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pemimpin dituntut untuk memiliki pandangan strategis (strategic vision) yang jauh ke depan dan kekuatan tekad (strength of will) yang besar untuk menciptakan dinamika organisasi yang kondusif sedangkan manajer dituntut memiliki pengetahuan intrinsik serta pertimbangan profesional (profesional judgement) yang mendalam untuk menata, mengarahkan serta mengendalikan anggota organisasi. Metode ilmiah Plan-Do-Check-Act (PDCA) Cycle dalam konsep TQM dipopulerkan oleh Deming karena itu di Jepang lebih dikenal Deming cycle (Scherkenbach, 1991). PDCA Cycle merupakan metode ilmiah yang diterapkan untuk proses perencanaan dan pengambilan keputusan serta mengukur terjadinya perbaikan. Jadi metode ini dapat digunakan untuk melakukan perbaikan secara kontinu (bersinambung).
Laksanakan perubahan yang sudah diuji
Rencanakan perubahan Untuk perbaikan
Act
Uji efek perubahan
Check
Plan
Do
Lakukan perubahan untuk perbaikan yang direncanakan
150
Menurut TQM, tolok ukur keberhasilan sekolah didasarkan pada tingkat kepuasan pelanggan, baik eksternal maupun internal. Sekolah dikatakan berhasil jika:
1) Siswa puas dengan layanan sekolah (pelajaran, perlakuan guru atau pimpinan, fasilitas sekolah dan sebagainya).
2) Orang tua puas dengan layanan terhadap anaknya (laporan periodik perkembangan siswa dan program-program sekolah yang baik).
3) Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai harapan.
4) Guru dan karyawan puas dengan layanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/ karyawan/ pimpinan, gaji/honorarium dan sebagainya. Pelayanan yang perlu diwujudkan, agar pelanggan sekolah puas yaitu melalui:
1) Keterpercayaan (reliability), artinya layanan sesuai dengan yang dijanjikan dalam rapat ataupun brosur dengan mengedepankan kejujuran, aman, tepat waktu, dan ketersediaan.
2) Keterjaminan (assurance), artinya sekolah mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan, misalnya dalam aspek kompetensi guru/ staf.
3) Penampilan (tangible), artinya bagaimana situasi sekolah tampak baik dalam kerapihan, kebersihan, keteraturan, dan keindahan.
4) Perhatian (empathy), artinya sekolah memberi perhatian penuh kepada pelanggan.
5) Ketanggapan (responsiveness), artinya sekolah cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Atribut-atribut mutu pada bidang jasa pendidikan dikemukakan sebagai berikut:
1) Relevansi, kesuaian dengan kebutuhan, mencakup: Apakah kurikulum sesuai kebutuhan dunia kerja atau dunia industri)? Apakah kebijakan
151
akademik sesuai dengan keinginan peserta didik, pemerintah dan masyarakat? Apakah bahan ajar pendidikan sesuai dengan kurikulum? Apakah Tenaga Kependidikan (Guru atau Dosen) sesuai kompetensinya dan ada program peningkatan kompetensinya? Apakah kompetensi lulusan/tamatan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau dunia industri?
2) Efisiensi, kesesuaian dengan sumber daya (dana, tenaga, waktu, dan lainnya) yaitu: Menghasilkan produk yang direncanakan (sesuai dengan kebutuhan pelanggan), apakah anggaran yang tersedia dipergunakan secara optimal? Apakah peserta didik dapat mencapai kompetensi sesuai dengan kurikulum? Apakah penetapan SDM Lembaga Pendidikan sesuai dengan kajian kebutuhan berdasarkan kompetensi, deskripsi kerja sehingga tidak kelebihan tenaga?
3) Efektivitas, kesesuaian perencanaan dengan hasil yang dicapai (ketepatan sistem, metode, proses), meliputi: Apakah metode pembelajaran mencapai daya serap yang optimal dalam pencapaian kompetensi peserta didik? Apakah prosedur administrasi pembelajaran memberikan proses yang mendukung pendidikan dan mampu memberikan kepuasan pada peserta didik?
4) Akuntabilitas (Kebertanggungjawaban) meliputi kinerja dari lembaga pendidikan, termasuk perilaku pengelola (manajemen), guru, fasilitator, teknisi dan staf administrasi dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan sistem yang diterapkan. Apakah sistem ditaati dan dilaksanakan? Apakah sistem hadiah dan sanksi efektif? Apakah lembaga pendidikan memiliki kode etik profesional?
152