BAB VIII MANAGEMEN SEKOLAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN DAN PERUBAHAN
Potret Sekolah di Indonesia Secara umum kondisi sekolah-sekolah di Indonesia cukup memprihatinkan. Populasi anak usia sekolah yang melaju memberikan tekanan yang kuat agar sekolah meningkatkan daya tampungnya di atas kapasitas yang telah ditentukan. Karena itu enrollment pada setiap jenjang sekolah tampak membengkak dengan ditandai oleh berdesak-desaknya jumlah murid untuk setiap kelas. Peledakan usia sekolah ini menyebabkan orang tua menghadapi kesulitan dalam mencari kesempatan pendidikan bagi putra-putrinya. Sementara itu kemampuan ekonomi negara semakin terbatas dengan adanya harga minyak dewasa ini. Keterbatasan ekonomi ini memperlambat pertumbuhan sekolah dalam usaha pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara yang memerlukan pendidikan. Hal ini sangat terasa pada pertumbuhan sekolah-sekolah swasta. Raka Joni (1991) mengatakan untuk jenjang Sekolah Dasar, indeks partisipasi kasar telah mencapai 100 %. Akan tetapi gambaran yang diperoleh akan berbeda, apabila kita mendlaami lebih jauh permasalahannya. “Equality of access” yang ditampilkan sebagai indeks partisipasi kasar 100 % itu, masih belum diikuti oelh “Equality of Survival” karena masih terdapat angka putus sekolah yang cukup tinggi. Bahkan bagi mereka yang beruntung dapat menyelesaikan 87
pelajarannya. “Equality of out put” masih lebih merupakan keinginan daripada kenyataan, karena pada umumnya para guru masih menyikapi tugas-tugas kependidikannya sebagai lebih berfungsi “menyaring” peserta didik yang semakin hiterogen akibat masalisasi kesempatan itu, dari pada memberikan layanan ahli sesuai dengan kebutuhan individual peserta didik. Kurikulum sekolah acapkali
mengalami perubahan
walaupun perubahan itu mempunyai maksudpositif namun dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan kesulitan karena kurangnya persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan dimulai. Sifat kurikulum itu uniform, dalam arti bentuk, struktur, isi dan metode penyampaian. Uniformitas kurikulum ini dirasakan oelh daerah-daerah terpencil dan kurang maju, terlalu berat dan diluar jangkauan fasilitas yang tersedia. Guru yang merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah terdiri dari berbagai kategori menurut kewenangannya yakni: guru yang telah mempunyai kompetensi, guru yang baru sebagian saja memiliki kompetensi, dan guru yang belum mempunyai kompetensi. Beban mengajar para guru itu cukup berat, diukur dalam jumlah jam per minggu. Beban itu makin membesar karena guru itu mengajar di sekolah yang lain sebagai usaha untuk menambah penghasilannnya, karena gaji guru belum memenuhi tuntutan belanja keluarga. Fasilitas pendidikan yang tersedia di sekolah- sekolah sudah jauh meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif, bila dibandingkan dengan keadaan fasilitas pendidikan beberapa tahun lalu. Namun bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah yang tersedia masih jauh dari mencukupi. Managemen sekolah masih amat tradisonal karena itu tidak heran bila pengembangan managemen sekolah mengalami kesulitan. Data persekolahan yang akurat dan dapat diandalkan 88
amat sulit diperoleh. Disiplin personal dalam pelaksanaan tugas administrasi masih perlu diperbaiki. Partisipasi orang tua dan masyarakat dalam menjadikan sekolah sebagai pusat belajar masyarakat belum terwujud, walaupun secara sporadis sudah terlihat berbagai usaha rintisan. Masalah dan Perubahan Yang dihadapi 1.
Masalah pokok yang dihadapi adalah: Apakah yang perlu diajarkan kepada anak-anak yang dapat membangun mereka menjadi warga negara yang dapat membangun dirinya dan membangun bangsanya di masa datang?
2.
Bagaimanakah memberikan pelayanan pendidikan kepada
3.
anak-anak hingga sekolah berfungsi optimal? Bagaimanakah kita mempersiapkan tenaga guru yang berkualitas dan dengan apa yang diperlukan sekolah?
4.
Dalam kondisi ekonomi yang terbatas ini, bagaimanakah mempersempit jurang antara beaya pendidikan yang tinggi dengan kemampuan/ daya bayar orang tua, tanpa memperkecil kesempatan pendidikan bagi putra putri mereka?
Perubahan yang dilakukan adalah: 1.
Kurikulum Masalah ini menyangkut konten dan cara penyajian.
Dalam educational content dipermasalahkan secara nasional tentang sejauh manakah kurikulum di sekolah harus seragam/ unifrom. Keseragaman kurikulum dan educational content dirasakan sangat sulit dilaksanakan karena ciri bangsa Indonesia adalah
sangat
hiterogen, baik
secara geografis
maupun
demografis. 89
Dengan keseragaman, kebutuhan individual anak dan kekhususan daerah sulit diakomodasi. Namun dengan hadirnya desentralisasi kurikulum, permasalahan ini secara perlahan tapi pasti akan teratasi. Demikian halnya dengan cara penyajian, ada trend yang kuat untuk menerapkan metodologi termasuk lisson plan yang seragam. Hal ini sangat membatasi kreativitas profesional guru dalam menemukan dan mengembangkan strategi mengajar yang sesuai dengan kondisi belajar yang dihadapi. 2.
Pemberian Pelayanan Profesional. Fungsi sekolah secara umum adalah memberikan
kesempatan pendidikan pada setiap anak dengan sebaik-baiknya, menciptakan situasi belajar yang menyenangkan agar anak dapat belajar, dan membantu anak memecahkan kesulitan belajar yang dihadapi, sehingga pertumbuhan potensi anak tidak terhambat. Pelayanan profesional dituntut dalam mewujudkan ketiga fungsi di atas secara optimal. Permasalahan pokok tentang hal ini adalah kemampuan profesional personal sekolah yang belum memadai,
sehingga
kesulitan
seringkali
muncul
karena
ketidaktahuan tentang cara menghadapi persoalan itu. Pelayanan profesional bukan hanya menuntut pengetahuan dan ketrampilan serta pengalaman, tapi juga keikhlasan dan dedikasi kepada tugas profesi guru yang dipikulkan. 3.
Demand dan Supply Tenaga guru. Persoalan menjadi issue nasional adalah ketepatgunaan
LPTK sebagai lembaga pendidikan yang diberi tugas untuk mempersiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Hal yang sangat esensial adalah ketepatan program LPTK dengan tuntutan sekolah. 90
Ketepatan ini dapat berbentuk kuantitatif artinya ketepatan jumlah, dan kualitas artinya kesesuaian program dengan kurikulum sekolah. Walaupun secara teoritis sulit mempertemukan hal tersebut, tapi bila LPTK dan sekolah dapat bekerjasama dengan baik kemungkinan jurang yang terlalu besar dapat dieliminasi. 4.
Beaya Pendidikan yang tinggi dan daya bayar yang rendah Persoalan ini merupakan persoalan nasional, yang mesti
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Demikian pula halnya para penyelenggara sekolah swasta mesti memberi pumpunan perhatian pada persoalan ini, terutama sekolah Kristen. Untuk itu sekolah perlu meningkatkan efisiensi penggunaan dana, dan berusaha menciptakan cara-cara lain dalam menghimpun dana dengan mengurangi pengutan dari para orang tua, tanpa mengorbankan misi, mutu dan kesempatan bersekolah. 5.
Perubahan Kurikulum. Setiap perubahan kurikulum tentu mengandung maksud
yang positif seperti meningkatkan mutu pendidikan. Namun kalau tidak dirancang dengan matang maka akan terjadi berbagai kesulitan dan kekacauan, karena perubagan bagaimanapun kecilnya juga akan menyeret ribuan bahkan jutaan orang didalamnya. Perubahan dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis untuk memenuhi tantangan sebagai akibat proses perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat. Dalam dunia pendidikan perubahan merupakan suatu keharusan sebagai suatu akibat terjadinya pertukaran informasi antara sistem yang lebih kecil dengan sistem yang lebih besar . 91
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia perubahan secara “full scale” terjadi pertama pada tahun 1975, kemudian pada tahun 1984, 1994 dan kurikulum 2004 dan 2013. Ditinjau
dari
kajian
menagemen
perubahan
menimbulkan dampak managemen yang amat
ini
luas karena
komponen dan unsur persekolahan yang mendasar turut tergoncang. Guncangan mestinya tidak terlalu keras seandainya proses kebijakan penerapannya disiapkan sehingga aparat pelaksanaan siap mengoperasionalkan. Adaptabilitas Manajemen Yang dimaksud adaptabilitas disini adalah tingkat efektifitas yang ditunjukkan managemen dalam menghadapi berbagai tantangan dan dalam merespons terhadap berbagai perubahan yang harus dilaksanakan. Adaptabilitas
adalah
daya/
force/
kemampuan
managemen dalam menggerakkan seluruh potensi yang ada sehingga fungsi
berbagai
unsur dalam organisasi dapat
dimunculkan. Dengan demikian adaptabilitas ini menyangkut fungsi menagemen secara keseluruhan. Untuk mengkaji adaptabilitas managemen sekolah secara menyeluruh, diperlukan pemahaman yeng jelas tentang managemen sekolah dengan berbagai unsurnya, antara lain: 1.
Murid yang merupakan target setiap perubahan,
2.
Guru sebagai ujung tombak yang melakukan perubahan dalam proses belajar murid;
3.
Kurikulum yang merupakan substansi perubahan dan harus
4.
diterapkan dalam proses belajar; Fasilitas pengajaran, pendukung terjadinya perubahan dalam belajar,
92
5.
Pimpinan, pelaksana dan penanggung jawab perubahan pada tingkat lembaga;
6.
Dana, motor terjadinya perubahan;
7.
Kendali mutu, yang merupakan filter kualitatif dalam setiap yahap proses pendidikan di lembaga;
8.
Evaluasi yang memberikan feed back tentang tingkat keberhasilan suatu perubahan dalam belajar. Keseluruhan
unsur-unsur
tersebut
mempunyai
ketergantungan yang amat erat serta dalam proses menegemen selalu terjadi interaksi fungsional yang melahirkan adaptabilitas performance
managemen.
Adaptabilitas
performance
managemen ini tergantung pada efisiensi dan efektifitas interaksi fungsional setiap unsur yang digerakkan oleh pimpinan sekolah sebagai manager, artinya kualitas kepemimpinan kepala sekolah merupakan ukuran adaptabilitas managemen. Selanjutnya
dapat
disebutkan
beberapa
upaya
meningkatkan adaptabilitas managemen sekolah sebagai berikut: 1.
Kemampuan membuat keputusan. Kemampuan ini sangat penting dimiliki seorang kepala sekolah. Keberanian dan kemampuan membuat keputusan merupakan salah satu syarat untuk kemandirian seorang pemimpin pendidikan.
2.
Kemampuan profesional guru. Guru yang profesional akan mampu mempengaruhi perilaku belajar anak dengan lebih efektif. Fungsi guru yang langsung menangani proses belajar di kelas amatlah strategis
dalam
upaya
meningkatkan
adaptabilitas
menegemen sekolah terutama dalam kaitan dengan belajar anak. Peningkatan kemampuan profesional guru ini dpat ditempuh melalui berbagai cara antara lain : pemberian kesempatan
untuk
mengikuti
in
service
trainning, 93
penyediaan perpustakaan jabatan, penyediaan program yang teratur, dan menciptakan forum akademik guru. 3.
Menstabilkan kurikulum. Menstabilkan
kurikulum
tidak
berarti
membuat
kurikulm itu statis, kurikulum tetap dinamis mengikuti setiap gerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dalam arti isi bukan kerangka dan struktur. Kemampuan untuk mendinamiskan kurikulum ini sebenarnya berada pada tingkat sekolah yaitu kepala sekolah dan guru. 4.
Meningkatkan komunikasi. Kelancaran fungsi dan interaksi fungsional dalam managemen sekolah ditentukan oelh efektifitas komunikasi di sekolah itu. Karena itu proses komunikasi dengan policy dalam komunikasi perlu mendapat perhatian yang utama dari kepala sekolah. Sebab bila terjadi kemacetan komunikasi kerugiannya amat tinggi dan mahal: proses belajar terganggu. Komunikasi ini mencakup komunikasi profesional antar guru, komunikasi edukatif dengan murid dan komunikasi koordinatif dengan pemimpin masyarakat dan para orangtua murid.
5.
Menjadikan belajar sebagai fokus managemen. Hal ini berarti merubah secara konseptual dan fundamental praktek managemen ke titik yang amat esensial. Hingga saat ini tidak banyak kepala sekolah yang berpikir bahwa keseluruhan kegiatan menagemen sekolah harus digiring untuk menciptakan suatu situasi dimana anak dapat belajar dengan baik dan dimana anak merasa sekolah adalah tempat terbaik bagi mereka untuk belajar. Untuk mewujudkan tujuan itu, kepala sekolah harus merubah orientasinya, yaitu dengan menggiring semua fungsi sekolah ke arah belajar anak didik. Profesionalisasi
94
seluruh tenaga duru disertai dedikasi dan komitmen yang tinggi merupakan prasyarat untuk mewujudkan tugas ini.
95