BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI
A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita Makanan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (street food) khusus di Desa Pecuk banyak dijajakan oleh penjaja keliling dengan menggunakan sepeda ontel, sepeda motor atau kereta dorong. Makanan jajanan atau makanan jalanan banyak dikonsumsi dibelahan dunia manapun, termasuk juga di Desa Pecuk, baik sebagai makanan utama maupun makanan selingan. Di Desa Pecuk penyediaan makanan balita yang didapat dari makanan jajanan sangat dominan. Keinginan makan anaknya selalu berusaha dipenuhi dengan membelikan roti atau makanan ringan/jajanan yang diminta oleh anaknya, baik dari warung dekat rumah atau dari penjaja makanan keliling, dimana penyediaan uang jajan setiap hari untuk anaknya merupakan keharusan, walaupun dilakukan dengan cara ibu bekerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan atau harus berhutang dengan tetangganya. Bahkan dapat dikatakan diluar makanan utama, rata-rata mereka memanjakan anak balitanya dengan jajanan/cemilan, yang sering menggantikan porsi makan untuk siang hari.
189
Uang jajan yang disediakan berkisar antara Rp 1.000,sampai dengan Rp 7.000,- per hari, per anak. Perilaku jajan ini terjadi, dapat dikatakan merupakan: 1) pemenuhan fasilitas kepada anak yang mempunyai nilai tinggi, sehingga semua kebutuhan dan tuntutan anak berusaha dipenuhi, 2) adanya tekanan lingkungan, seperti data yang didapat dari informan keluarga balita Noval Setiawan: Untuk uang jajan anak diusahakan ada setiap harinya yang berkisar antara Rp 1.000 per hari atau dapat sampai Rp 4.000 per hari per anak. Oleh karena disekitar rumah banyak anak tetangga yang sepantaran (seumur) semua pada jajan, jadi anak selalu ikut-ikut temannya, jika tak diberi akan menangis dan ibu merasa kasihan, tak tega pada anaknya, atau juga merasa bersalah tak dapat menyenangkan hati anaknya.
Atau juga data yang didapat dari keluarga balita Rendi Pratama: Yang utama harus menyediakan uang untuk keperluan jajan anaknya Rp 3.000 – Rp 5.000 perhari, yang dibeli hampir setiap hari adalah sate ojek sedangkan untuk es dan ciki-ciki tidak dibolehkan takut kalau jadi batuk. Jika tak punya uang diusahakan dengan cara meminjam dari tetangga atau saudara. Ibu merasa kasihan jika anak tidak diperbolehkan jajan, oleh karena semua anak disekitar rumahnya pada jajan. Jika anak tidak diberi uang jajan, anak akan menangis, menjadikan ibu merasa malu terhadap tetangga yang akan mengira ibu tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya.
Tekanan lingkungan ini dipermudah dengan banyaknya penjaja makanan keliling yang melewati depan rumah balita, sepanjang pagi hingga sore hari, dengan makanan yang dijajakan merupakan makanan kegemaran balita, seperti data yang didapat dari hasil observasi penjaja makanan didepan rumah balita (Lampiran 2). Makanan jajanan utama atau yang paling
190
sering dibeli adalah sate ojek yang kadang orang sering menyebutnya siomai, terbuat dari gandum, sedikit daging, tapioka, tahu ditambah saus, yang dapat berupa kecap atau saus kacang, yang disusun dengan tusukan menggunakan lidi atau terkadang hanya dimasukan ke dalam plastik saja, dengan harga yang relatif terjangkau, yaitu Rp 500 per porsi dan dijajakan dengan menggunakan sepeda (Gambar 8.3). Perkiraan berdasarkan perhitungan Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan, maka kandungan sate ojek, satu biji seberat 10 gram, yang menghasilkan kalori sebesar 9,53 dan protein 0,44. Penyediaan makanan balita pada keluarga informan melalui jajan di Desa Pecuk dapat disimpulkan sangat dominan dengan rata-rata sumbangan konsumsi makanan jajanan yang cukup besar, yaitu untuk protein sebesar 31,95% dan untuk kalori sebesar 46,39% (Tabel 8.1). Tabel 8.1: Prosentase konsumsi makanan (kalori dan protein) dari makanan jajanan pada balita informan No
Nama informan
% Kalori
% Protein
1
Putri Pandan Arum
77,75
65,59
2
Noval Setiawan
22,09
12,21
3
Muh. Maulana Syarif
50,88
24,6
4
Rendi Pratama
37,34
30,32
5
M. Abdul Rohim
43,91
27,04
Rata-rata
46,39
31,95
Sumber: Data primer Makanan jajanan ini memberikan energi dan nutrisi yang signifikan tetapi juga berpotensi terkontaminasi timbal dan logam berat akibat angin di jalanan dan debu membawa bakteri yang mencemari makanan, dan bahaya lain berasal dari bahan
191
makanan itu sendiri bila tidak higienis. Kemungkinan kontaminasi tersebut dapat terjadi jika diamati dari cara menjajakan dan menyajikannya, terutama yang berkaitan dengan makanan jajanan non kemasan. Misalnya jajanan sate ojek, pedagang menjajakannya dalam panci yang lebih sering dibuka dari pada ditutup, sementara debu beterbangan oleh karena kondisi jalan yang sebagian masih berlapis tanah, kendaraan yang lewat maupun angin yang kencang. Pada saat penyajiannya, maka sate ojek dimasukan ke dalam plastik, ditambahkan dengan saus yang dapat berupa sambal kacang yang diambil dari toples plastik yang berwarna kecoklatan, terkesan tidak terjaga kebersihannya. Gambar 8.1:
Jajanan sosis, yang terbuat dari campuran gandum, udang dan bumbu, disusun dalam tusukan lidi, disajikan setelah digoreng terlebih dahulu dan diberi saus
Sumber: Data primer Penyediaan makanan balita melalui jajanan di Desa Pecuk ini dapat disebut sebagai perilaku jajan, yaitu perilaku konsumsi makan atau pemenuhan gizi yang merupakan
192
kegiatan membeli makanan jajanan meliputi jenis, frekuensi dan jumlah kandungan zat gizi dari makanan jajanan tersebut yang dipengaruhi oleh wawasan atau cara pandang seseorang atau satu keluarga terhadap ancaman rasa lapar atau kurang gizi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku jajan di Desa Pecuk yaitu: (i)
Faktor predisposisi, mencakup pengetahuan, sikap, norma sosial, demografi. (ii) Faktor pendukung, ialah sumber daya atau potensi masyarakat serta kemudahan atau fasilitas. (iii) Faktor pendorong, yaitu sikap dan perilaku orang lain (panutan), misalnya sikap orang tua, teman sebaya di lingkungannya. Gambar 8.2:
Penjaja makanan sedang melayani balita, terlihat juga ibu memfasilitasi keinginan balita untuk jajan
Sumber: Data primer
193
Gambar 8.3: Jajanan sate ojek berbentuk bulatan-bulatan dengan saus kacang dan saus kecap
Sumber: Data primer Ditinjau dari sisi anak, maka alasan mengapa balita informan di Desa Pecuk senang jajan, yaitu: Anak tidak ada nafsu makan dan lebih suka jajan dari pada makan di rumah. (ii) Makanan yang dirumah dirasa kurang menarik atau rasanya kurang enak. (iii) Karena alasan psikologis melihat teman sebaya yang ada di lingkungannya membeli dan memakan jajanan. (iv) Ibu tidak sempat menyiapkan makanan oleh karena bekerja. (i)
194
(v) Orang tua menyediakan uang jajan untuk anaknya dan anak mengetahui keinginannya selalu dituruti. (vi) Karena kebutuhan biologis anak yang masih perlu dipenuhi. Walaupun di rumah sudah makan, tetapi tambahan makanan dari jajanan tetap masih diperlukan oleh anak. Gambar 8.4:
Cara-cara menjajakan jajanan ciki-ciki di warung lingkungan rumah dan dengan keranjang diatas sepeda
Sumber: data primer Makanan jajanan yang dikonsumsi balita di Desa Pecuk, dapat dikelompokan sebagai: 1) makanan utama atau main dish, oleh karena fungsinya sebagai pengganti porsi makan siang atau sore hari, jajanan biasanya berupa sate ojek, yang bahan utamanya berupa tepung gandum, 2) penganan atau snacks yang berfungsi sebagai makanan selingan dan biasanya berupa ciki-ciki, roti atau pisang goreng.
195
B. Ancaman Jajanan Terhadap Status Gizi Balita Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Demi mendapatkan status gizi yang baik, maka diperlukan gizi seimbang. Sehubungan dengan hal tersebut Departemen Kesehatan pada tahun 2002 telah menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Gizi seimbang adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi yang diperoleh dari aneka ragam makanan dalam memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat. Sedangkan yang dimaksud seimbang adalah keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi antara kelompok pangan sumber tenaga, sumber pembangun (lauk pauk) dan sumber zat pengatur (sayuran dan buah), serta keseimbangan antar waktu makan (pagi, siang dan malam). Apabila asupan makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka dapat menimbulkan ketidak seimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat, yang tergambar pada status gizi, baik berupa status gizi kurang maupun status gizi lebih. Sosiokultural di Desa Pecuk yang berkontribusi pada asupan makan balita yang berupa perilaku jajan, merupakan penyumbang cukup dominan terhadap asupan makan balita, yang perlu mendapat perhatian khusus. Walaupun makanan jajanan tersebut memberi kontribusi terhadap status gizi baik pada balita di daerah lingkungan rentan gizi di Desa Pecuk dan dapat merupakan media berpotensi dalam usaha perbaikan status gizi balita, tetapi jika ditinjau dari kandungan bahan makanan penyusunnya mempunyai kandungan tinggi karbohidrat dan lemak, yang memungkinkan asupan makan bukan merupakan gizi seimbang. Kemungkinan untuk terjadinya gizi berlebih (obesitas) pada waktu-waktu yang akan datang perlu dipikirkan. Hal tersebut sudah mulai tampak jika dilihat dari data adanya tiga balita dengan status gizi lebih di
196
Desa Pecuk yang mempunyai daerah dengan lingkungan rentan gizi. Ancaman dari konsumsi makanan jajanan pada balita di Desa Pecuk, di satu sisi merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan status gizi balita, tetapi disisi lain merupakan ancaman adanya malnutrisi yang antara lain berupa status gizi lebih. Hal tersebut didukung dengan kemudahan untuk mendapatkan makanan jajanan, berupa banyaknya penjaja makanan yang menawarkan dagangannya melewati depan rumah balita, seperti yang tergambar pada Tabel 8.2. Makanan jajanan tersebut berupa makanan yang disenangi oleh balita yang dijajakan sejak pagi hari hingga sore hari. Tabel 8.2: Data observasi penjaja makanan jajanan yang menawarkan dagangannya di depan rumah balita Waktu
Nama jajanan
07.00
Sate ojek
07.10
Sate ojek
09.00
Aneka jajan : b. Meniran c. Ketan kacg d. Lempok e. Getuk kinco f.
Apem
g. Klepon h. Sentiling
Kandungan
Harga (Rp)
Sarana menjajakan
Gandum, daging, tapioca, tahu, saus kacang Gandum, daging, tapioca, tahu, saus kacang
500,-
Sepeda dengan box dibelakang
500,-
Sepeda dengan box dibelakang
Beras, santan Ketan, kacang, kelapa Ketela, tapioca Ketela, tapioca, gula merah, kelapa Santan tepung beras, gandum Tepung ketan, gula merah, kelapa Ketela, gula, kelapa
200,500,-
Sepeda dengan box dibelakang
500,500,500,500,500,-
197
Waktu
Nama jajanan
09.10
Coro
09.13
Donat Getuk lindri
09.30
Onde-onde Martabak
09.30
Bakso
13.00
Bakwan
13.00 13.10 14.00
Ciki-ciki Jagung rebus Aneka gorengan: i. Ubi goreng j. Mendoan
k. Tahu goreng l. Bakwan 14.05 14.15
Blendung Buah dingin
17.30
Sate ayam
18.30
Bakso
198
Kandungan Tepung beras, santan Tepung, gula halus, telur Ketela, gula, kelapa parut Tepung ketan, kacang hijau Tepung, telur, daun bawang Daging, gandum, tapioka, mie Gandum, wortel, kubis Tepung Jagung Ubi, minyak goreng Tempe, tepung, minyak goreng Tahu, minyak goreng Tepung, wortel, kubis, minyak goreng Jagung, kelapa Papaya Semangka Melon Daging ayam, bumbu kacang Daging, gandum, tapioka, mie
Harga (Rp)
Sarana menjajakan
200,-
Grobag dorong
500,-
Becak
500,500,-
Grobag dorong
500,3.000,-
Grobag dorong
500,-
Grobag dorong
500,500,500,-
Grobag dorong Grobag dorong Grobag dorong
500,500,-
Grobag dorong Grobag dorong
5.000,-
Grobag dorong
3.000,-
Grobag dorong